PHYLOSOPHY AND EDUCATION Prodi S3 Peneli

PHYLOSOPHY AND EDUCATION
Matakuliah Filsafat Pendidikan

Oleh:
Adi Dewanto

(17701261017)

Yulvinamaesari

(17701261011)

Eko Ari Wijayanto

(17701261001)

Prodi S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
2017

Dalam istilah yang paling luas dan paling umum, filsafat adalah usaha manusia untuk

berpikir secara paling spekulatif, reflektif, dan sistematis tentang alam semesta tempat
dia tinggal dan hubungannya dengan alam semesta itu. Para filsuf membagi menjadi
empat bidang dasar yaitu metafisika, epistemologi, aksiologi, dan logika.
Metafisika mempelajari tentang sifat realitas tertinggi, berhubungan dengan spekulasi
manusia terhadap eksistensi. Seorang idealis mendefinisikan realitas dalam istilah
spiritual nonmaterial, seorang realis melihat kenyataan sebagai tatanan benda-benda
yang ada secara independen dari manusia. Seorang pragmatis berpendapat bahwa
gambaran manusia tentang realitas ditentukan oleh pengalamannya. Subjek,
pengalaman, dan keterampilan yang termasuk dalam kurikulum mencerminkan
gambaran realitas yang dimiliki oleh masyarakat yang mendukung usaha sekolah.
Sebagian besar sekolah formal mewakili usaha pembuat kurikulum, guru, dan penulis
buku untuk menggambarkan aspek realitas kepada siswa. Misalnya, subjek seperti
sejarah, geografi, dan kimia menggambarkan fase realitas tertentu kepada siswa.
Epistemologi mencakup teori pengetahuan dan pemahaman yang sangat penting bagi
pendidik sebab berkaitan dengan gambaran manusia yang paling umum dan mendasar
untuk diketahui. Epistemologi sangat erat kaitannya dengan metode mengajar dan
belajar. Misalnya, seorang idealis berpendapat bahwa pengetahuan atau kognitif
seseorang merupakan proses mengingat kembali gagasan yang terpendam agar dapat
hadir kembali dalam pikiran. Metode pendidikan yang tepat adalah dialog Socrates,
dimana guru mencoba untuk merangsang atau membawa gagasan tersembunyi kepada

siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Orang realis berpendapat bahwa
pengetahuan berasal dari perasaan yang dimiliki manusia terhadap benda-benda yang
merupakan bagian dari lingkungan. Diawali dengan perasasaan yang kemudian
dijadikan pedoman, hingga akhirnya, masing-masing tiap orang memiliki konsep.
Melalui abstraksi data sensorik, seseorang membangun konsep yang sesuai dengan
objek dalam kenyataan. Seorang guru yang ingin menyusun metode mengajar
berdasarkan formula realis, maka dapat mengembangkan seperangkat demonstrasi yang
digunakan untuk menjelaskan fenomena alam kepada siswa. Orang pragmatis
berpendapat bahwa manusia menciptakan pengetahuan dengan bertindak dan
berinteraksi dengan lingkungan dalam serangkaian peristiwa pemecahan masalah.

Dengan demikian, pemecahan masalah merupakan metode pembelajaran yang tepat
bagi mereka yang menerima pandangan pengetahuan pragmatis.
Aksiologi berkaitan dengan teori nilai dan usaha untuk menentukan apa yang baik dan
benar. Subdivisi aksiologi adalah etika dan estetika. Etika adalah studi filosofis tentang
nilai dan perilaku moral. Estetika berkaitan dengan studi nilai-nilai di alam keindahan
dan seni. Sementara metafisika berkaitan dengan usaha untuk menggambarkan sifat
realitas tertinggi, aksiologi mengacu pada perilaku moral dan kecantikan. Pendidik
selalu memperhatikan pembentukan nilai-nilai pada kaum muda dan dengan dorongan
beberapa jenis perilaku pilihan. Masing-masing orang menjadi sasaran orang-orang

yang berusaha membentuk perilakunya sesuai dengan garis tertentu. Anak-anak terusmenerus diberi tahu bahwa mereka seharusnya atau tidak melakukan hal-hal tertentu.
Pernyataan seperti "Anda harus mencuci tangan sebelum makan," "Anda seharusnya
tidak memecahkan jendela sekolah," atau "Anda harus mencintai negara Anda" adalah
semua pernyataan nilai yang jelas. Pada proses pendewasaan, seseorang akan
menemukan banyak upaya untuk membentuk perilaku. Cara yang biasanya langsung
digunakan oleh orang tua, guru, dan masyarakat dilakukan dengan memberikan
penghargaan atau hukuman pada seseorang yang mampu menyesuaikan diri atau pada
seseorang yang menyimpang dari gambaran kebenaran, kebaikan, atau keindahan
mereka.
Logika berkaitan dengan aturan atau pola pemikiran yang benar dan sahih. Hal ini
digunakan untuk menguji aturan kesimpulan yang sahih, untuk nantinya digunakan
untuk menyusun perbandingan dan argumen dengan benar. Logika deduktif adalah
penalaran yang berpindah dari pernyataan prinsip umum ke contoh dan aplikasi tertentu.
Logika induktif adalah penalaran yang bergerak dari kasus tertentu ke generalisasi.

Pendidikan
Pendidikan mengacu secara umum pada keseluruhan proses sosial yang membawa
manusia pada kehidupan yang berbudaya. Seperti halnya makhluk hidup lainnya,
manusia berkembang biak secara biologis. Akan tetapi reproduksi biologis ini tidak
mewariskan budaya kepada turunannya. Dengan hidup dan terlibat dalam masyarakat,

seseorang yang belum matang (kaum muda) perlahan-lahan akan belajar berbudaya dan

pada akhirnya dia akan berpartisipasi penuh dalam budaya tersebut. Proses enkulturisasi
kaum muda ini melibatkan berbagai pihak, antar lain keluarga, teman sebaya,
masyarakat, media, kelompok keagamaan sampai dengan negara. Pihak-pihak tersebut
mempunyai peran dalam pembentukan seseorang, terutama kaum muda.
Dengan hidup bersama orang lain, kaum muda ini belajar tentang bagaimana bergaul
dengan orang lain. Ia mempelajari bahasa, bersopan-santun, dan berperilaku. Para ahli
pendidikan dan filsuf telah lama mengakui peran pendidikan pada interaksi manusia dan
masyarakat. Mereka telah berupaya menunjukan garis-garis besar tatanan sosial yang
didasarkan pada dan memenuhi potensi manusia.
Pendidikan formal terjadi di sekolah, untuk mempelajari berbagai macam keterampilan,
pengetahuan, dan juga potensi yang dimiliki oleh siswa. Sekolah dikelola oleh para guru
yang dianggap ahli dalam proses pembelajaran. Selain pendidikan formal di sekolah,
pendidikan juga terjadi di lingkungan sekitar. Pendidikan di luar sekolah ini merupakan
pendidikan informal yang ternyata mempengaruhi pendidikan formal di sekolah.
Dengan demikian apabila sekolah ingin berhasil dalam program pembelajarannya,
kurikulum dan metode pembelajarannya harus terkait pada terminologi yang ada di
masyarakat.
Kurikulum

Kurikulum merupakan hal yang sangat penting dan menjadi fokus dalam pendidikan di
sekolah. Pembuatan kurikulum harus mempertimbangkan, memeriksa, dan merumuskan
tujuan dari pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan berikut menjadi perhatian bagi pembuat
kurikulum :





Pengetahuan apa yang paling berharga?
Pengetahuan apa yang harus diperkenalkan kepada pelajar?
Apa kriteria dalam pemilihan suatu pengetahuan?
Nilai-nilai berharga apa yang harus dimiliki oleh pelajar sebagai pribadi dan sebagai
anggota masyarakat?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan apa yang akan

dipelajari dan yang tidak dipelajari di sekolah. Jawaban-jawaban tersebut pada akhirnya
didasarkan pada asumsi tentang sifat dari alam semesta, manusia, masyarakat, dan
kehidupan yang baik.


Dahulu, kurikulum meliputi keterampilan dalam membaca, menulis, dan berhitung di
sekolah-sekolah, baik tingkat dasar, menengah maupun tingkat atas. Bagi banyak
pendidik, kurikulum pada dasarnya merupakan program studi, keterampilan, dan mata
pelajaran yang ditawarkan secara formal. Akan tetapi sejak munculnya pendidikan
dengan pendekatan berdasarkan aktivitas atau pengalaman di abad ke-20, pendidik
mulai beralih ke konsep kurikulum yang lebih umum dan luas. Bagi mereka, kurikulum
mencakup semua pengalaman peserta didik dimana sekolah harus merespon hal
tersebut.
Terdapat dua definisi kurikulum, yaitu (1) dalam arti luas kurikulum dapat diartikan
sebagai pengalaman yang terorganisir yang dimiliki oleh seorang siswa di bawah
bimbingan dan kontrol sekolah dan (2) kurikulum merupakan serangkaian mata
pelajaran yang disusun secara sistematis untuk membentuk program pembelajaran
formal di sekolah.
Semua pembuat kurikulum berusaha mencari apa yang paling berharga bagi pelajar. Hal
ini tidak terbantahkan lagi. Permasalahan yang muncul adalah kesepakatan dalam
mengidentifikasi dan menyetujui apa yang merupakan kebenaran, keindahan, dan
kebaikan yang utama. Permasalahan ini memiliki dimensi metafisik, epistemologi, dan
aksiologi. Para ahli memberikan jawaban yang berbeda-beda tentang hal tersebut
sehingga munculkan kurikulum dengan berbagai macam variasi.
Bagi filsuf Idealis, Realis, Thomis, Perennialis, dan Essentialis, kurikulum terdiri dari

keterampilan dan materi pelajaran. Keterampilan dasar dianggap sebagai alat penting
untuk pelajaran selanjutnya yg sifatnya lebih canggih, yang diturunkan dari berbagai
disiplin ilmu seperti sejarah, matematika, geografi, dan fisika, yang selama ini telah
dikembangkan oleh para ilmuwan. Sedangkan filsuf tradisional lebih menyukai materi
pelajaran karena bertujuan untuk mentransmisikan dan melestarikan warisan budaya
sehingga kaum muda dapat berpartisipasi dalam budaya. Keberlangsungan peradaban
dipercaya bergantung pada kemampuan dalam mengajar kebenaran yang telah teruji
beserta nilai-nilai kepada generasi muda. Kurikulum mata pelajaran adalah bentuk
kesadaran dan transmisi yang diupayakan berdasarkan pada pandangan realitas orang
dewasa yang ditanamkan pada anak-anak. Meskipun anak-anak awalnya dipaksa,
pemerolehan pengetahuan akan berujung pada kemerdekaan mereka melalui berbagai

alternatif

tindakan. Kurikulum

mata

pelajaran


disusun dalam hirarki yang

memprioritaskan pada pelajaran-pelajaran yang dipandang lebih umum, dan lebih
signifikan di banding pelajaran lainnya. Penyusunan hirarki mata pelajaran bergantung
pada konsep tertentu tentang realitas dan nilai yang menjadi latar belakang konstruksi
kurikulum.
Berbeda dengan desain materi pelajaran, bentuk kurikulum lain telah lama diajukan para
ahli. Kalangan eksperimentalis, progresif, maupun rekonstruksionis telah lama lebih
memperhatikan proses belajar daripada tentang bagaimana membentuk informasi yang
meliputi berbagai disiplin yang dipelajari. Desain kurikuler yang berorientasi proses
telah lama disebuah sebagai aktivitas, pengalaman atau kurikulum pemecahan masalah.
Menurut metode pembelajaran eksperimental aliran John Dewey, terdapat sejumlah
metode inquiri ilmiah yang dapat diterapkan pada semua permasalahan manusia.
Kurikulum yang sesuai gagasan ini adalah serangkaian episode pemecahan masalah
yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan ketertarikan siswa. Kurikulum yang
berorientasi proses menaruh perhatian pada pengembangan keterampilan metodologis
yang berguna dalam berbagai situasi. Kandungan disiplin ilmu digunakan ketika
dibutuhkan untuk memecahkan masalah.
Metodologi Pengajaran
Metode pengajaran sangat erat terkait dengan tujuan atau muara yang ditetapkan pada

kurikulum. Metodologi adalah proses belajar mengajar yang membawa siswa terhubung
dengan keterampilan atau pengetahuan yang dirumuskan dalam kurikulum. Di sekolah,
metode adalah alat atau prosedur yang digunakan guru untuk membantu siswa
mendapatkan pengalaman, menguasai keterampilan atau proses, atau memperoleh
sebuah ranah pengetahuan. Jika dilakukan secara efisien dan efektif, metode pengajaran
akan mencapai tujuan yang diinginkan.
John Colman mengartikan metode sebagai “sebuah sistem yang teratur, dengan guru
yang menanamkan medium pendidikan pada manusia untuk menghasilkan perubahan
atau hasil tertentu. Lebih jauh lagi dia mengidentifikasi lima elemen penting dalam
metodologi pengajaran: (1) tujuan, atau sasaran spesifik atau tujuan pengajaran, (2)
pengenalan, yang mengkaitkan antara pelajaran utama dengan pelajaran lalu atau

pengalaman sebelumnya, (3) konten, atau substansi atau isi pelajaran, (4) kesimpulan
untuk memperkuat pembelajaran tertentu, (5) evaluasi, untuk menentukan sejauhmana
siswa mencapai tujuan yang ditetapkan.
Oleh karena pengajaran menyiratkan penggunaan teknik atau metode instruksional
untuk menjamin tujuan yang diinginkan, guru pada segala level terlibat dalam
pertanyaan-pertanyaan metodologis. Program pendidikan guru mengajarkan teknik dan
metode mengajar. Sebagai contoh, terdapat kuliah tentang mengajar membaca, bahasa,
ilmu alam, ilmu sosial, matematika, musik dan seni. Mahasiswa diharapkan dapat

menjadi guru yang berpengalaman dalam menyatukan konten dan metodologi di ruang
kelas. Guru yang berpengalaman dilibatkan dalam program magang untuk mengenalkan
mahasiswa calon guru dengan berbagai metode baru. Administrator sekolah
menyediakan banyak waktu dan sumber daya untuk memperkenalkan dan
mengeksperimenkan inovasi metodologi. Bahkan kajian literatur pendidikan profesional
membuktikan tentang ketertarikan mendalam pada metodologi. Terdapat sejumlah
artikel tentang metode Socratik, metode penugasan, metode discovery, metode inquiri,
dan pendekatan-pendekatan lainnya dalam mengajar.
Metode mengajar belajar berkaitan paling erat dengan epistemologi, atau pengetahuan,
dan dengan logika, yaitu pola berpikir yang benar. Kajian pemikiran-pemikiran
sistematis tentang filsafat pendidikan memberikan petunjuk tentang strategi belajar yang
terkai dengan konsep mengetahui yang merupakan bagian dari sistem filsafat. Jika
pengetahuan atau gagasan merupakan bawaan yang muncul di pikiran, maka strategi
belajar paling efektif akan menjadi alat untuk menjembatani pada kesadaran. Metode
Socratic adalah sebuah contoh yang menstimulasi siswa untuk mengingat kembali
gagasan. Jika belajar adalah sebuah transaksi antara manusia dan lingkungannya,
sebagamana dinyatakan oleh Dewey, maka metode mengajar paling efektif akan
menjadi alat utntuk membentuk pengalaman sebagai instrumen untuk membantu
memecahkan masalah di lingkungannya. Meskipun metode mengajar sangat beragam
tergantung pada konten dan sekuens yang diharapkan, kesemuanya memiliki

seperangkat prosedur yang dilakukan untuk mencapai sejumlah tujuan.
Filsafat pendidikan

Ada tiga aliran filsafat pendidikan paling mengemuka dalam sejarah peradaban Eropa,
yakni: Idealisme, Realisme, dan Thomisme.

Aliran-aliran itu masih begitu vital,

khususnya sebagai dasar, pengantar mengenai proses pendidikan yang menyumbangkan
ragam desain kurikulum. Hal paling dekat dengan hal di atas adalah teori pendidikan
Perenialisme. Perenialisme menekankan karakter manusia rasional, esensialis, dalam
dunia pendidikan.
Bertolakbelakang dari aliran pemikiran di atas, filsafat pragmatisme eksperimental John
Dewei menekankan proses pendidikan sebagai bentuk transaksi antara manusia dan
lingkungannya. Lebih lanjut, pertalian teori eksperimental itu kemudian melahirkan
aliran pemikiran progresivisme dan rekonstruksionisme.
Progresivisme merupakan reaksi dari pemikiran tradisional dalam pendidikan, yang
menitikberatkan pada pembebasan keinginan (ketertarikan) dan kebutuhan peserta
didik. Rekonstruksionisme mendorong peranan sekolah dalam membentuk perubahan
dan budaya kritis.
Pendidikan kontemporer menjadi saksi lahirnya dua pendekatan baru dalam teori
pendidikan, yakni: eksistensialisme dan filsafat analisis. Eksistensialis mempertanyakan
tentang masyarakat massa dan keterlibatan sekolah dalam proses dehumanisasi, yang
mereduksi subjek menjadi objek semata. Sedangkan filsafat analisis mencari makna
dalam bahasa yang keduanya digunakan secara umum dalam wacana ilmu pengetahuan.
Memahami filsafat pendidikan sangatlah berfaedah bagi mahasiswa (pendidikan), selain
mampu mengidentifikasi program-program pendidikan, kurikulum, dan metode-metode
yang hubungannya dengan posisi filosofis yang lebih khusus. Hal ini dapat membantu
para mahasiswa menguji dan mengeritisi usulan serta kebijakan dalam dunia
pendidikan. Selain itu, basis pengetahuan dalam filsafat pendidikan sangat
memungkinkan kita menguji konsekuensi dari hasil implementasi suatu kurikulum atau
suatu desain metodologi tertentu.

Pembelajaran filsafat pendidikan seyogyanya menstimulus para pengajar memikirkan
pendidikan secara umum yang tidak sekadar menjadi slogan saja. Akan tetapi,

setidaknya dapat menolong para pengajar menguji dan merumuskan secara lebih luas,
baik sebagai tujuan personal dan sosial yang dapat mengantarkan penerapan praktisnya
dalam dunia pendidikan.
Peyelidikan secara filososfis diharapkan membantu pengajar menguji masalah-masalah
dan segera mengambil suatu keputusan. Sebagai gantinya, mereka dapat mengambarkan
beragam pengalaman, praktik, dan pengamatan terhadap pendidik (guru).

Sebagai

contoh, tujuan pendidikan, praktik, dan metode-metodenya, bisa diramalkan melalui
filsafat pendidikan, seperti: idealisme, realisme, dan thomism. Juga sebaliknya. Hal ini
memungkinkan menciptakan filsafat pendidikan yang diuji melalui filsafat praktis, dan
generalisasi melalui orang per-orang atau dalam pertumbuhan sebuah masyarakat, baik
secara esensialis, progresif atau perenialist yang telah dilakukan sebelumnya.
Dalam perjalanan sejarah, pendidikan merupakan suatu hal yang paling diperdebatkan.
Jika menyimak perdebatan dalam dunia pendidikan beserta kontroversinya, sangat
banyak menginginkan untuk mereformasi sekolah. Ada yang menyarankan bahwa
sekolah mestinya tidaklah harus terlembagakan dan dijadikan hal pokok dalam
masyarakat. Sekolah harus menjadi penanaman nilai-nilai agama dan spiritual bagi
remaja; lainnya mengharapkan penekanan hukum dan ketertiban; lainnya lagi mekankan
untuk kembali pada keutamaan intelektualitas, liberal arts dan sains, yang menjadi basis
pendidikan. Lebih lanjut, ada juga yang melihat sekolah sebagai pembentukan ulang
daya kritis, sosial maupun politik. Untuk masing-masing gagasan dan platform terjadi
reaksi dan debat gagasan. Namun dari semua itu, alam, manusia, kehidupan, dan
masyarakat menjadi perhatian sekolah. Oleh karena itu, dari semua asumsi di atas dapat
diuji dari matriks-matriks filosofisnya, sehingga berbagai varian alternatif dalam
pendidikan dapat diuji dan dijelaskan.

Referensi

Gutek, Gerald Lee. 1974. Psiloshical Alternative in Education, Columbos Ohio.Charles E.
Merril Publics High Company. A. Belland Howell Company.