MANAJEMEN HUTAN PENATAGUNAAN KAWASAN HUT

MANAJEMEN HUTAN PENATAGUNAAN
KAWASAN HUTAN
MANAJEMEN HUTAN
PENATAGUNAAN KAWASAN HUTAN
Oleh :
Rio Rusandi
1106121095

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu asset yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya.
Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi, satwa hidup,
pohon-pohon, hasil tambang dan berbagai sumber daya lainnya yang bisa kita dapatkan dari
hutan yang tak ternilai harganya bagi manusia. Hutan juga merupakan sumberdaya alam

yang memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan manusia, baik manfaat tangible yang
dirasakan secara langsung, maupun intangible yang dirasakan secara tidak langsung. Manfaat
langsung seperti penyediaan kayu, satwa, dan hasil tambang. Sedangkan manfaat tidak
langsung seperti manfaat rekreasi, perlindungan dan pengaturan tata air, pencegahan erosi.
Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan
manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi endahnya kesadaran manusia
akan arti penting hutan di dalam pemanfaatan dan pengelolaan hutan. Hutan menjadi media
hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor - faktor
alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang
dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000).
Dalam konteks pengelolaan hutan, sebuah perencanaan dan penatagunaan akan sangat
mempengaruhi hasil akhir dari pengelolaan yang dilakukan. Keberlanjutan dari hutan

dipengaruhi dari bagaimana ekosistem hutan direncanakan untuk dikembangkan, dilindungi,
dimanfaatkan dan direhabilitasi. Hutan sebagai salah satu ekosistem yang berkaitan dengan
beberapa sektor lain (pertanian, perkebunan dan pertambangan) tentu memerlukan sebuah
perencanaan matang lintas sektoral.Perencanaan kehutanan akan menjadi proses
berkesinambungan yang melibatkan institusi lintas sektor untuk membuat perencanaan
penatagunaan kawasan yang optimal berdasarkan daya dukung dan daya tampung serta
memperhatikan aspek sosial-lingkungan serta keberlanjutan untuk generasi yang akan

datang. Perencanaan penatagunaan lahan di sektor kehutanan (perencanaan kehutanan)
merupakan bagian dari penatagunaan lahan yang lebih luas.
Proses perencanaan penatagunaan kawasan mencakup aktivitas perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. Indikator dalam penilaian tata kelola kehutanan melihat kepada
aspek perencanaan kehutanan dapat menjawab faktor keberlanjutan, keadilan sosial,
kesejahteraan, dan koherensi antar sektor tetap terjaga dengan baik. Indikator penilaian
memuat beberapa berbagai elemen kualitas yang mencoba untuk memeriksa apakah
perencanaan kehutanan di suatu negara dapat di katakan memenuhi aspek “tata kelola yang
baik” (good governance). Mengingat pentingnya arti hutan bagi masyarakat, maka peranan
dan Fungsi hutan tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Pemanfaatan sumberdaya alam hutan
apabila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi
lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata dengan dukungan kemampuan
pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, akan sesuai dengan
hasil yang ingin dicapai.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini yaitu untuk menjelaskan bagaimana
penatagunaan kawasan hutan yang ada di Indonesia serta mengetahui tahapan dalam konteks
penatagunaan kawasan hutan.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Penatagunaan Kawasan Hutan
Penatagunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan-kegiatan guna menetapkan hutan
menurut fungsinya. Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan
penggunaan kawasan hutan.


Ruang Lingkup

1. Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
Penetapan fungsi kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai fungsi suatu
kawasan hutan tetap dengan Keputusan Menteri. Penetapan fungsi kawasan hutan dilakukan
pada kawasan hutan yang telah ditetapkan kawasan hutannya.
2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pinjam Pakai kawasan hutan adalah penyerahan penggunaan atas sebagian kawasan hutan
kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa
mengubah status, peruntukkan dan fungsi kawasan hutan tersebut.



Tahapan Pelaksanaan
1. Penetapan Fungsi Kawasan.

a.

Identifikasi secara mikro terhadap kawasan hutan yang telah ditetapkan, dilakukan secara
langsung (melalui survey lapangan) maupun secara tidak langsung dengan memanfaatkan
sumber data yang tersedia, dengan mempertimbangkan :

 Letak dan keadaan hutan
 Topografi

 Keadaan dan sifat tanah
 Iklim

 Keadaan dan perkembangan masyarakat

 Ketentuan lain yang akan ditetapkan lebih lanjut.
b. Penghitungan luas dan posisi/letak guna menetapkan hutan sesuai fungsinya


menurut

kriteria yang ditentukan
c.

Penunjukan fungsi hutan yang meliputi letak, luas dan perincian peruntukannya oleh Menteri

d. Penataan batas fungsi berdasarkan tata cara penataan batas kawasan hutan yang berlaku.
e.

Pemetaan hasil penataan batas

f.

Penetapan fungsi kawasan hutan oleh Menteri.
2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan

a.

Permohonan


pinjam

pakai

kawasan

hutan

diajukan

oleh

pimpinan

Instansi

pemerintah/direksi perusahaan/ketua koperasi kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan
kepada :
 Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan

 Kepala Badan Planologi Kehutanan

 Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan

 Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
 Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial
Permohonan dilengkapi dengan :
a.

Rencana penggunaan kawasan hutan dan rencana kerja yang dilampiri dengan peta lokasi
dan luas kawasan hutan yang dimohon serta citra satelit terbaru dengan resolusi 30 x 30 m.

b. Rekomendasi Bupati/walikota dan gubernur setempat yang didasarkan pada pertimbangan
teknis dari instansi yang membidangi kehutanan.
c.

AMDAL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk kegiatan yang
tidak wajib menyusun AMDAL.

d. Pertimbangan teknis dari Perum Perhutani atau pernyataan tidak keberatan dari pemegang

IUPHHK.
e.

Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan menanggung seluruh biaya
sehubungan dengan permohonan tersebut. Dalam hal permohonan pinjam pakai kawasan
hutan ditolak,Menteri menerbitkan surat penolakan atas permohonan tersebut.
Dalam hal permohonan pinjam pakai kawasan hutan disetujui, Menteri Menteri
menerbitkan surat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan yang memuat kewajiban
yang harus dipenuhi oleh Pemohon. Kewajiban harus dipenuhi oleh pemohon dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun.
Kewajiban pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan
tanpa kompensasi, antara lain:

1.

Menanggung biaya pengukuran, pemetaan, dan pemancangan tanda batas atas kawasan hutan
yang dipinjam;

2.


menanggung biaya inventarisasi tegakan dan membayar ganti rugi nilai tegakan atas kawasan
hutan yang dipinjam;

3.

membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk melaksanakan reklamasi dan
reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya
jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan;

4.

membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menjaga keamanan kawasan
hutan yang dipinjam dan disekitarnya ;

5.

membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk menghindari dan mencegah
terjadinya kerusakan hutan, erosi, tanah longsor dan kebakaran hutan dalam pelaksanaan
dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan ;


6.

membuat pernyataan kesanggupan dihadapan notaris untuk memberikan kemudahan bagi
aparat kehutanan baik pusat maupun daerah sewaktu melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan. Kewajiban pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan
hutan dengan kompensasi lahan, antara lain :

7.

Menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan kepada Departemen Kehutanan
yang clear and clean sebagai kompensasi atas kawasan hutan yang digunakan.

8.

Membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaris untuk melaksanakan dan menanggung
biaya reboisasi atas lahan kompensasi;

9.

Menanggung biaya pengukuran, pemetaan dan pemancangan tanda batas atas kawasan hutan

yang digunakan dan lahan kompensasinya;

10. Menanggung biaya inventarisasi tegakan dan membayar ganti rugi nilai tegakan atas kawasan
hutan yang digunakan;
11. Membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaries untuk menjaga keamanan kawasan
hutan yang dipinjam dan disekitarnya;
12. Membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaries untuk menghindari dan mencegah
terjadinya kerusakan hutan, erosi, tanah longsor dan kebakaran hutan dalam pelaksanaan
kegiatan di lapangan;
13. Membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaries untuk melaksanakan reklamasi dan
reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak dipergunakan tanpa menunggu selesainya
jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan;
14. Membuat pernyataan kesanggupan di hadapan notaries untuk memberikan kemudahan bagi
aparat kehutanan baik pusat maupun daerah sewaktu melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan. Dalam hal kawasan hutan yang dimohon merupakan hutan tanaman, maka :
15. membayar ganti rugi nilai tegakan dibayarkan kepada pemegang hak atau kepada pemerintah
untuk yang tidak dibebani hak;

16. membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) dibayarkan kepada
pemerintah;
17. Pada areal yang sudah dibebani hak dikenai kewajiban mengganti iuran Hak Pengusahaan
Hutan (IHPH)/Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang telah
dibayarkan oleh pemegang hak berdasarkan luas areal yang digunakan kepada pemegang hak
dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku.
18. Membayar biaya investasi secara proporsional sesuai dengan luas areal hutan tanaman yang
dipinjam dan jangka waktu pinjam pakai. Dalam hal kawasan hutan yang dimohon
merupakan hutan alam, maka :
19. Membayar ganti rugi nilai tegakan dibayarkan kepada pemerintah;
20. Membayar PSDH dan DR dibayarkan kepada pemerintah;
21. Pada areal yang sudah dibebani hak dikenai kewajiban mengganti IHPH/iuran IUPHHK yang
telah dibayarkan oleh pemegang hak berdasarkan luas areal yang digunakan kepada
pemegang hak dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku;
22. Membayar biaya investasi secara proporsional sesuai dengan luas areal hutan alam yang
dipinjam dan jangka waktu pinjam pakai.
b. Menteri sebelum memberikan keputusan, terlebih dahulu dapat minta saran/pertimbangan
teknis kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.
c.

Dalam hal masih diperlukan kajian lebih lanjut maka Kepala Badan planologi Kehutanan
dapat membentuk Tim Pengkajian yang unsurnya terdiri dari unsur unit kerja eselon I terkait
dan

d. unsur instansi terkait lainnya.
e.

Hasil pengkajian dilaporkan oleh Ketua Tim kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan.

f.

Kepala Badan Planologi Kehutanan menyampaikan hasil telaahan kepada Menteri berikut
konsep persetujuan/penolakan untuk memperoleh keputusan.

g. Dalam proses pemberian izin, apabila dipandang perlu Menteri dapat meminta
saran/pertimbangan dari instansi/Lembaga Pemerintah terkait yang berkompeten.
h. Pemberian izin atau penolakan oleh Menteri disampaikan kepada pemohon dengan tembusan
kepada instansi teknis terkait, Gubernur, Bupati atau Walikota.
i.

Izin Pinjam Pakai yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis
diberikan oleh Menteri atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

j.

Jangka waktu ijin pinjam pakai diberikan maksimal 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan perjanjian pinjam pakai kawasan hutan.
2.1.1. Tujuan Penatagunaan Kawasan Hutan
1. Penetapan Fungsi Kawasan Hutan

a.

Memberikan kepastian hukum terhadap kawasan hutan dengan sesuai fungsi tertentu.

b.

Mengoptimalkan manfaat fungsi hutannya.
2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk mendukung pembangunan di luar
kegiatan kehutanan, membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk
kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa
mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan, dan menghindari terjadinya enclave
di dalam kawasan hutan. Pinjam pakai kawasan hutan merupakan penggunaan kawasan hutan
dengan tujuan strategis dan untuk kepentingan umum terbatas. Penggunaan kawasan hutan
dengan tujuan strategis adalah untuk : kepentingan religi, pertahanan dan keamanan,
pertambangan, pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan,
pembangunan jaringan telekomunikasi, dan pembangunan jaringan instalasi air. Sedangkan
penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas adalah untuk : jalan umum dan
jalan (rel) kereta api, saluran air bersih dan atau air limbah, pengairan, bak penampungan air,
fasilitas umum, repeater telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi.
Pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan
dilakukan secara selektif hanya untuk kegiatan-kegiatan yang tidak mengakibatkan kerusakan
serius dan hilangnya fungsi hutan yang bersangkutan. Sehingga pinjam pakai di kawasan
hutan lindung dilarang dilakukan dengan pola penambangan terbuka. Peraturan-peraturan
yang mendasari kegiatan pinjam pakai kawasan hutan adalah Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor : P.14/Menhut- II/2006.
2.1.2. Penanggung Jawab Penatagunaan Kawasan Hutan
1. Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
Penanggung jawab kegiatan penetapan fungsi kawasan hutan adalah Pusat
Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan.

2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Penanggung jawab kegiatan pinjam pakai kawasan hutan adalah Pusat Pengukuhan
dan Penatagunaan Kawasan Hutan.
2.1.3. Hasil Kegiatan Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
1. Peta Penetapan Fungsi Kawasan Hutan
2. Keputusan Menteri tentang penetapan fungsi kawasan hutan
2.1.4. Hasil Pinjam Pakai Kawasan Hutan
1. Peta Pinjam Pakai Kawasan Hutan
2. Keputusan Menteri tentang Pinjam Pakai Kawasan Hutan
3. Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan
2.2. Kriteria Penetapan Hutan
Kriteria Fisik penentuan fungsi kawasan hutan lindung dan hutan produksi didasarkan
pada faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan.
1. Kelerengan (L) = a/b x 100%
a = tinggi relatif
b = Jarak Datar
2. Kelas tanah didasarkan tingkat kepekaannya terhadap erosi
3. Kelas intensitas hujan didasarkan perhitungan rata-rata curah hujan dalam milimeter setahun
dibagi dengan rata-rata jumlah hari hujan setahun.
4. Angka penimbang (bobot) untuk faktor kelerengan = 20, jenis tanah = 15 dan intensitas hujan
= 10.
5. Nilai (skor) untuk masing-masing faktor disajikan dalam table terlampir.
2.2.1. Kriteria Penetapan Hutan Lindung
1.

Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas kelas
intensitas hujan setelah masing masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total
nilai (skor) 175 atau lebih besar

2.

Kawasan hutan yang mempunyai kelas lereng lapangan 40 % atau lebih.

3.

Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian lapangan di atas permukaan laut 2.000 m atau
lebih.

4.

Menyimpang dari ketentuan butir 1 s/d 3 di atas, kawasan hutan perlu dibina dan
dipertahankan sebagai hutan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa syarat
sebagai berikut :

a.

Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol, organosol dan renzina
dengan lereng lapangan lebih besar (>) 15%;

b. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100 meter di kiri dan
kanan sungai/aliran air tersebut;
c.

Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling
mata air tersebut;

d. Guna keperluan/’kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri sebagai hutan lindung.
2.2.2. Kriteria Penetapan Hutan Produksi Terbatas dan Produksi Tetap
- Hutan Produksi Terbatas (HPT)
Kawasan Hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total
nilai (skor) 125-174.
- Hutan Produksi Tetap (HP)
Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapngan, kelas tanah dan kelas
intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total
nilai (skor) kurang dari 124.
2.2.3. Kriteria Cagar Alam
1.

Kawasan yang ditunjuk mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan
ekosisitem.

2.

Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusun.

3.

Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum
diganggu manusia.

4.

Mempunyai luas dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan efektif dengan daerah
penyangga yang cukup luas.

5.

Mempunyai ciri khas dan dapat merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta
keberadaannya memerlukan upaya konservasi.

2.2.4. Kriteria Suaka Margasatwa
1.

Kawasan yang ditunjuk merupakan tempat hidup dan berkembangbiakan dari suatu jenis
satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya.

2.

Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi.

3.

Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrant tertentu.

4.

Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
2.2.5. Kriteria Hutan Wisata

1. Kawasan hutan yang ditunjuk memiliki keadaan yang menarik dan indah baik secara alamiah
maupun buatan manusia.
2.

Memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan olah raga serta terletak dekat pusat-pusat
pemukiman penduduk.

3. Mengandung satwa buru yang dapat dikembang biakkan sehingga memungkinkan perburuan
secara teratur dengan mengutamakan segi rekreasi, olah raga dan kelestarian satwa.
4.

Mempunyai luas yang cukup dan lapangannya tidak membahayakan.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Penatagunaan kawasan hutan adalah kegiatan-kegiatan guna menetapkan hutan menurut
fungsinya. Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan
kawasan hutan.
2. Penatagunaan kawasan hutan memiliki tujuan yaitu penetapan fungsi kawasan hutan dan
pinjam pakai kawasan hutan.
3. Penetapan fungsi kawasan hutan memiliki tujuan Memberikan kepastian hukum terhadap
kawasan hutan dengan sesuai fungsi tertentu dan mengoptimalkan manfaat fungsi hutannya.
Sedangkan Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk mendukung pembangunan di luar
kegiatan kehutanan, membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk

kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan tanpa
mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan, dan menghindari terjadinya enclave
di dalam kawasan hutan.
4. Penentuan kriteria kawasan hutan ditentukan oleh kriteria fisik penentuan fungsi kawasan
hutan lindung dan hutan produksi didasarkan pada faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas
tanah dan kelas intensitas hujan.
3.2. Saran
Dalam penentuan tata guna kawasan hutan harus di dasari atas peraturan undangundang tentang penatagunaan kawasan hutan agar dalam penentuan tersebut tidak terjadi
penyimpangan pengelolaan kawasan hutan. Serta dengan adanya undang-undang tersebut
pengelolaan kawasan hutan memiliki dasar yang jelas dan kuat apabila terjadi suatu konflik
penatagunaan kawasan hutan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Perencanaan Penatagunaan Kawasan Hutan.
From :http://tatakelolahutan.wordpress.com/2011/08/14/perencanaan-penatagunaan-kawasanhutan-forest-land-use-planning/

(Diakses pada tanggal 20 mei 2013).

Anonim. 2009. Gagasan Hukum Penggunaan Kawasan Hutan.
From :http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/06/25/penggunaan-kawasanhutan/

(Diakses pada tanggal 20 mei 2013).

Dephut. 2013. Pranalogi Kehutanan.
From : http://www.dephut.go.id/halaman/pranalogi_kehutanan/bab4.pdf

(Diakses pada

tanggal 20 mei 2013).
Herman, M. 2012. Makalah Tantangan Pengelolaan Kawasan Konservasi.
From :http://mabelherman.wordpress.com/2012/09/24/makalah-tantangan-pengelolaankawasan-konservasi/

(Diakses pada tanggal 20 mei 2013).