BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) - Sistem Pakar Mendiagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Karet Menggunakan Metode Dempster Shafer Dan Forward Chaining
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence)
Menurut Minsky dalam (Kusrini, 2006) kecerdasan buatan adalah suatu ilmu yang mempelajari cara membuat komputer melakukan sesuatu seperti yang dilakukan oleh manusia. Kecerdasan buatan memungkinkan komputer untuk berpikir dengan cara menyederhanakan program. Dengan cara ini, kecerdasan buatan dapat menirukan proses belajar manusia sehingga informasi baru dapat diserap dan digunakan sebagai acuan di masa-masa mendatang.
Kecerdasan atau kepandaian itu didapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman, untuk itu agar perangkat lunak yang dikembangkan dapat mempunyai kecerdasan maka perangkat lunak tersebut harus diberi suatu pengetahuan dan kemampuan untuk menalar dari pengetahuan yang telah didapat dalam menemukan solusi atau kesimpulan layaknya seorang pakar dalam bidang tertentu yang bersifat spesifik.
2.2 Sistem Pakar
Sistem pakar dibuat pada wilayah pengetahuan tertentu untuk suatu kepakaran tertentu yang mendekati kemampuan manusia di salah satu bidang. Sistem pakar mencoba mencari solusi yang memuaskan sebagaimana yang dilakukan seorang pakar. Selain itu sistem pakar juga dapat memberikan penjelasan terhadap langkah yang diambil dan memberikan alasan atas saran atau kesimpulan yang ditemukannya.
Menurut Martin dan Oxman dalam (Kusrini, 2006) sistem pakar adalah sistem berbasis komputer yang menggunakan pengetahuan, fakta, dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah yang biasanya hanya dapat dipecahkan oleh seorang pakar dalam bidang tertentu.
Sedangkan menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati dan Iswanti, 2008) sistem pakar adalah salah satu cabang kecerdasan buatan yang menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus yang dimiliki oleh seorang ahli untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.
2.2.1 Arsitektur Sistem Pakar
Menurut Giarratano dan Riley dalam (Hartati dan Iswanti, 2008) menyatakan sistem pakar sebagai sebuah program yang difungsikan untuk menirukan pakar manusia harus bisa melakukan hal-hal yang dapat dikerjakan oleh seorang pakar. Untuk membangun sistem yang seperti itu maka komponen-komponen yang harus dimiliki adalah sebagai berikut: 1.
Antarmuka pengguna (user interface) adalah perangkat lunak yang menyediakan media komunikasi antara pengguna dengan sistem. Antarmuka menerima informasi dari pengguna dan mengubahnya ke dalam bentuk yang dapat diterima oleh sistem. Selain itu antarmuka menerima informasi dari sistem dan menyajikannya ke dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pengguna.
2. Basis pengetahuan (knowledge base) merupakan kumpulan pengetahuan bidang tertentu pada tingkatan pakar dalam format tertentu. Pengetahuan ini diperoleh dari akumulasi pengetahuan pakar dan sumber-sumber pengetahuan lainnya seperti buku- buku, majalah, jurnal ilmiah, maupun dokumentasi yang tercetak lainnya.
3. Mekanisme inferensi (inference machine) merupakan perangkat lunak yang melakukan penalaran dengan menggunakan pengetahuan yang ada untuk menghasilkan suatu kesimpulan atau hasil akhir.
Dalam komponen ini dilakukan pemodelan proses berpikir manusia. Pada prinsipnya mesin inferensi inilah yang mencari solusi dari suatu permasalahan.
4. Memori kerja (working memory) merupakan bagian dari sistem pakar yang menyimpan fakta-fakta yang diperoleh saat dilakukan proses konsultasi. Fakta-fakta inilah nantinya akan diolah oleh mesin inferensi berdasarkan pengetahuan yang disimpan dalam basis pengetahuan untuk menentukan suatu keputusan pemecahan masalah. Konklusinya bisa berupa hasil diagnosa, tindakan, dan akibat.
Sedangkan utuk menjadikan sistem pakar menjadi lebih menyerupai seorang pakar yang berinteraksi dengan pemakai, maka dilengkapi dengan fasilitas berikut :
1. Fasilitas penjelasan (explanation facility) merupkan proses menentukan keputusan yang dilakukan oleh mesin inferensi selama sesi konsultasi mencerminkan proses penalaran seorang pakar. Karena pemakai kadangkala bukanlah ahli dalam bidang tersebut, maka dibutuhkan fasilitas penjelasan. Fasilitas penjelasan inilah yang dapat memberikan informasi kepada pemakai mengenai jalannya penalaran sehingga dihasilkan suatu keputusan. Bentuk penjelasannya dapat berupa keterangan yang diberikan setelah suatu pertanyaan diajukan, yaitu penjelasan atas pertanyaan mengapa, atau penjelasan atas pertanyaan bagaimana sistem mencapai konklusi.
2. Fasilitas akuisisi pengetahuan (knowledge acquisition facility) merupakan perangkat lunak yang menyediakan fasilitas dialog antara pakar dengan sistem. Fasilitas akuisisi ini digunakan untuk memasukkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah sesuai dengan perkembangan ilmu. Meliputi proses pengumpulan, pemidahan, dan perubahan dari kemampuan pemecahan masalah seorang pakar atau sumber pengetahuan terdokumentasi (buku, dll) ke program komputer, yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau mengembangkan basis pengetahuan (knowledge base).
Arsitektur dasar dari sistem pakar dapat dilihat pada Gambar 2.1 :
Gambar 2.1. Arsitektur Sistem Pakar2.2.2 Keuntungan Pemakaian Sistem Pakar
Adapun keuntungan pemakaian sistem pakar antara lain sebagai berikut (Kusrini, 2006): 1.
Membuat seorang yang awam dapat bekerja seperti layaknya seorang pakar.
2. Dapat bekerja dengan informasi yang tidak lengkap atau tidak pasti.
3. Meningkatkan output dan produktivitas. Sistem pakar dapat bekerja lebih cepat dari manusia. Keuntungan ini berarti mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan, dan akhirnya akan mereduksi biaya.
4. Meningkatkan kualitas.
5. Sistem Pakar meyediakan nasihat yang konsisten dan dapat mengurangi tingkat kesalahan.
6. Membuat peralatan yang kompleks lebih mudah dioperasikan karena sistem pakar dapat melatih pekerja yang tidak berpengalaman.
7. Handal (reliability).
8. Sistem pakar tidak dapat lelah atau bosan. Juga konsisten dalam memberi jawaban dan selalu memberikan perhatian penuh.
9. Memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang kompleks.
2.2.3 Orang Yang Terlibat Dalam Sistem Pakar
Untuk memahami perancangan sistem pakar, perlu dipahami mengenai siapa saja yang berinteraksi dengan sistem. Mereka adalah (Kusrini, 2006):
1. Pakar (domain expert) adalah seseorang ahli yang dapt menyelesaikan masalah yang sedang diusahakan untuk dipecahkan oleh sistem.
2. Pembangun pengetahuan (knowledge engineer) adalah seseorang yang menerjemahkan pengetahuan seorang pakar dalam bentuk deklaratif sehingga dapat digunakan oleh sistem pakar.
3. Pengguna (user) adalah seseorang yang berkonsultasi dengan sistem untuk mendapatkan saran yang disediakan oleh pakar.
4. Pembangun sistem (system engineer): seseorang yang membuat antarmuka pengguna, merancang bentuk basis pengetahuan secara deklaratif dan mengimplementasikan mesin inferensi.
Seorang pakar/ahli (human expert) adalah seorang individu yang memiliki kemampuan pemahaman yang superior atas suatu masalah. Misalnya seorang dokter, penasihat keuangan, pakar mesin mobil, dll. Seorang pakar memiliki kemampuan: 1.
Dapat mengenali (recognizing) dan merumuskan masalah 2. Menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat 3. Menjelaskan solusi 4. Belajar dari pengalaman 5. Restrukturisasi pengetahuan 6. Memahami batas kemampuan
Kepakaran/keahlian merupakan pemahaman yang luas dari tugas atau pengetahuan spesifik yang diperoleh dari pelatihan, membaca dan pengalaman. Jenis- jenis pengetahuan yang dimiliki dalam kepakaran : 1.
Teori-teori dari permasalahan 2. Aturan dan prosedur yang mengacu pada area permasalahan 3. Aturan (heuristic) yang harus dikerjakan pada situasi yang terjadi 4. Strategi global untuk menyelesikan berbagai jenis masalah 5. Meta knowledge (pengetahuan tentang pengetahuan) dan fakta
2.2.4 Kaidah/Aturan
Cara merepresentasikan pengetahuan berbasis kaidah memanfaatkan apa yang disebut kaidah, yang tak lain adalah pernyataan IF-THEN diamana bagian THEN akan bernilai benar jika satu atau lebih sekumpulan fakta atau hubungan antar fakta diketahui benar, memenuhi bagian IF. Secara umum, dalam bentuk kaidah produksi IF premis THEN konklusi, maka untuk premis yang lebih dari satu dapat dihubungkan dengan operator and atau or. Sedangkan bagian konklusi dapat berupa kalimat tunggal, beberapa kalimat yang dihubungkan dengan and, dan dimungkinkan dikembangkan dengan else.
2.2.5 Penalaran
Penalaran adalah proses untuk menghasilkan inferensi dari fakta yang diketahui atau yang diasumsikan. Inferensi adalah konklusi logis (logical conclusion) atau implikasi berdasarkan informasi yang tersedia.
2.2.6 Perunutan
Perunutan adalah proses pencocokan fakta, pernyataan atau kondisi berjalan yang tersimpan pada basis pengetahuan maupun pada memori kerja dengan kondisi yang dinyatakan pada premis atau bagian kondisi pada kaidah.
2.2.6.1 Forward Chaining (Runut Maju)
Runut maju merupakan proses perunutan yang dimulai dengan menampilkan kumpulan data atau fakta yang meyakinkan menuju konklusi akhir. Runut maju bisa juga disebut sebagai penalaran forward (forward reasoning) atau pencarian yang dimotori data (data
). Jadi dimulai dari premis-premis atau informasi masukan (if) dahulu
driven search
kemudian menuju konklusi atau derived information (then) atau dapat dimodelkan sebagai berikut:
IF (informasi masukan)
(konklusi)
THEN
Informasi masukan dapat berupa data, bukti, temuan, atau pengamatan. Sedangkan konklusi dapat berupa tujuan, hipotesa, penjelasan, atau diagnosis. Sehingga jalannya penalaran runut maju dapat dimulai dari data menuju tujuan, dari bukti menuju hipotesa, dari temuan menuju penjelasan, atau dari pengamatan menuju diagnosa (Hartati dan Iswanti, 2008). Adapun contoh struktur kaidah dalam Forward Chaining sebagai berikut :
IF panas badan AND hidung buntu AND makan udang THEN demam
Jadi, dengan metode forward chaining ini dapat diperoleh konklusi dengan menyusun aturan berdasarkan informasi berupa data atau fakta yang meyakinkan. Informasi tersebut didapatkan dari jawaban pengguna yang disimpan di memori kerja dan disesuaikan dengan aturan yang ada pada basis pengetahuan, yang kemudian diolah oleh mesin inferensi untuk mendapatkan konklusi. Berdasarkan contoh diatas informasinya adalah panas badan, hidung buntu, dan makan udang. Kemudian diperoleh konklusi berupa diagnosa demam.
2.3 Dempster Shafer
Dalam menghadapi suatu masalah sering ditemukan jawaban yang tidak memiliki kepastian penuh. Ketidakpastian ini dapat berupa probabilitas atau kebolehjadian yang tergantung dari hasil suatu kejadian. Hasil yang tidak pasti disebabkan oleh dua faktor, yaitu aturan yang tidak pasti dan jawaban pengguna yang tidak pasti atas suatu pertanyaan yang diajukan oleh sistem. Hal ini dapat dilihat pada sistem diagnosis penyakit, dimana pakar tidak dapat mendefenisikan hubungan antara gejala dengan penyebabnya secara pasti, dan pasien tidak dapat merasakan suatu gejala dengan pasti pula. Pada akhirnya akan ditemukan banyak kemungkinan diagnosis (Kusrini, 2006).
Ketidakpastian yang terjadi pada suatu kaidah disebabkan oleh 3 hal yaitu, aturan tunggal, ketidaksesuaian antar kaidah, dan resolusi konflik. Tiga hal yang mempengaruhi aturan tunggal adalah: adanya kesalahan, probabilitas, dan kombinasi premis. Kesalahan disebabkan oleh:
1. Ambiguitas, sesuatu didefenisikan lebih dari satu cara 2.
Ketidaklengkapan data/informasi, misalnya data hilang 3. Kesalah informasi, misal: kesalahan manusia dalam membaca data, meletakkan data, informasi yang tidak benar
4. Kesalahan pengukuran: ketidakpastian dalam melakukan pengukuran data Probabilitas disebabkan karena ketidakmampuan pakar dalam merumuskan kaidah secara pasti. Kombinasi premis turut mempengaruhi terjadinya aturan tunggal, yang dimaksud adalah suatu kaidah yang terdiri dari lebih satu premis dan antar premis tersebut dihubungkan dengan beberapa operator yang berbeda.
Penanganan ketidakpastian dapat dilibatkan untuk menangani ketidakpastian pada gejala-gejala maupun pada kaidah, sehingga sistem pakar mampu menghasilkan konklusi dengan derajat kepastian tertentu. Penambahan ini akan membuat sistem menjadi lebih sempurna. Ketidakpastian yang merupakan masalah tersendiri dapat diatasi oleh beberapa metode antara lain adalah dengan metode Dempster Shafer (Hartati dan Iswanti, 2008).
Metode Dempster Shafer pertama kali diperkenalkan oleh Arthur P. Dempster dan Glenn Shafer, yang melakukan model ketidakpastian dengan range probabilities daripada sebagai probabilitas tunggal. Kemudian pada tahun 1976 Shafer mempublikasikan teori Dempster itu pada sebuah buku yang berjudul Mathematical Theory Of Evident. Dempster Shafer Theory Of Evidence, menunjukkan suatu cara untuk memberikan bobot kenyakinan sesuai fakta yang dikumpulkan. Pada teori ini dapat membedakan ketidakpastian dan ketidaktahuan.
Secara umum teori Dempster Shafer ditulis dalam suatu interval: [Belief,
Plausibility ]. Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence dalam mendukung suatu
himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada evidence, dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian.
Plausibility menunjukkan keadaan yang bisa dipercaya. Plausibility (Pl)
dinotasikan sebagai: Pl (s) = 1
- – Bel (¬s). Plausibility juga bernilai 0 sampai 1. Jika kita yakin akan ¬s, maka dapat dikatakan bahwa Bel (¬s) = 1, dan Pl (¬s) = 0. Plausability akan mengurangi tingkat kepercayaan dari evidence (Wahyuni dan Prijodiprojo, 2013).
Dalam teori Dempster Shafer diasumsikan bahwa hipotesa-hipotesa yang digunakan dikelompokkan ke dalam suatu lingkungan tersendiri yang biasa disebut himpunan semesta pembicaraan dari sekumpulan hipotesa dan diberikan notasi θ. Selain itu dikenal juga probabilitas fungsi densitas (m) yang menunjukkan besarnya kepercayaan terhadap hipotesa tertentu. Fungsi kombinasi m dan m sebagai m dibentuk
evidence
1
2
3
dengan persamaan : ∑
( ). ( )
∩ =
( ) = − ∑ ( ). ( )
∩ =Ø
Keterangan: m (X) = ukuran kepercayaan evidence X
1
m (Y) = ukuran kepercayaan evidence Y
2
m (Z) = ukuran kepercayaan evidence Z
3 = merupakan nilai kekuatan dari evidence Z yang diperoleh
∑ m (X). m (Y)
x∩y=z
1
2 dari kombinasi nilai keyakinan sekumpulan evidence. m (Y) (X).m
1
2
hasil irisan m dan m
=
1
2 m (Y) (X).m
1
2 tidak ada hasil irisan (irisan kosong(Ø)).
= Ø Contoh Dempster Shafer (Sumber: Binus University, 2005): Vany mengalami gejala panas badan, hidung buntu dan makan udang. Dari diagnosa dokter kemungkinan Vany menderita : Flu, Demam, Bronkitis, Alergi.
Tunjukkan kaitan ukuran kepercayaan dari elemen-elemen yang ada? Gejala 1: panas badan Apabila diketahui nilai kepercayaan setelah dilakukan observasi panas sebagai gejala Flu, Demam dan Bronkitis adalah : m {Flu, Demam, Bronkitis} = 0,8
1
m { = 1
1 }
- – 0,8 = 0,2 Sehari kemudian Vany datang ke dokter lagi dengan gejala hidung buntu.
Gejala 2: hidung buntu Setelah observasi diketahui bahwa nilai kepercayaan hidung buntu sebagai gejala Alergi, Flu dan Deman adalah : m {Alergi, Flu, Demam} = 0,9
2
m
2 { } = 1
- – 0,9 = 0,1 Munculnya gejala baru maka harus dihitung densitas baru untuk beberapa kombinasi (m ). Untuk memudahkan perhitungan maka himpunan-himpunan bagian
3
dibawa ke bentuk tabel. Tabel dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 berikut :
Tabel 2.1. Aturan Kombinasi Untuk Densitas Baru (m 3 ){Alergi, Flu, Demam} θ
0,9 0,1 {Flu, Demam, Bronkitis} {Flu, Demam} {Flu, Demam, Bronkitis}
0,8 0,72 0,08 {Alergi, Flu, Demam}
θ θ
0,2 0,18 0,02 Keterangan:
- dengan m sebagai fungsi densitas.
Kolom pertama berisikan semua himpunan bagian pada gejala pertama (panas)
1
- Baris pertama berisikan semua himpunan bagian pada gejala kedua (hidung buntu) dengan m
- Baris kedua dan ketiga pada kolom kedua merupakan irisan dari kedua himpunan.
0,08 1−0
{ }
4
{Alergi} = 0,6 m
4
Gejala 3 : makan udang Setelah dilakukan observasi, diketahui bahwa udang sebagai gejala Alergi dengan nilai kepercayaan : m
Bagaimana jika Vany ke dokter lagi dan ditemukan gejala baru lagi berupa Vany makan udang.
Demam} = 0,72 .
Demam} = 0,9. Namun setelah ada gejala baru (panas) maka m{Alergi, Flu, Demam} = 0,18.
= 0,8. Namun setelah ada gejala baru (hidung buntu), maka nilai m{Flu, Demam, Bronkitis} = 0,08.
= 0,02 Keterangan :
0,02 1−0
=
3 {θ}
= 0,08 m
{Flu, Demam, Bronkitis} =
3
= 0,18 m
0,18 1−0
{Alergi, Flu, Demam} =
3
= 0,72 m
0,72 1−0
{Flu, Demam} =
3
) dengan persamaan Dempster-Shafer sbb : m
3
Selanjutnya dihitung densitas baru untuk beberapa kombinasi (m
2 sebagai fungsi densitas.
- Terlihat bahwa pada mulanya dengan hanya gejala panas, m{Flu, Demam, Bronkitis}
- Demikian pula pada mulanya hanya dengan gejala hidung buntu, m{Alergi, Flu,
- - Dengan adanya 2 gejala tersebut, maka nilai densitas yang paling kuat adalah m{Flu,
= 1
- – 0,6 = 0,4
5
0,072 1−(0,432+0,048)
{Alergi} =
0,108+0,012 1−(0,432+0,048)
= 0,231 m
5
{Flu, Demam} =
0,288 1−(0,432+0,048)
= 0,554 m
5
{Alergi, Flu, Demam} =
= 0,138 m
hasil kombinasi dari gejala lama dengan gejala baru. m
5
{Flu, Demam, Bronkitis} =
0,032 1−(0,432+0,048)
= 0,062 m
5
{θ} =
0,008 1−(0,432+0,048)
= 0,015 Ternyata dengan gejala baru ini karena Vany makan udang, dimana Vany alergi terhadap udang, nilai densitas yang paling tetap yaitu m
5
5
5
. Untuk memudahkan dibuat tabel dengan kolom pertama berisi himpunan bagian-himpunan bagian hasil kombinasi gejala 1 dan gejala 2 dengan fungsi densitas m
Ø 0,432
3 .
Sedangkan baris pertama berisi himpunan bagian-himpunan bagian pada gejala 3 dengan fungsi densitas m
4
.Sehingga dihasilkan tabel sbb :
Tabel 2.2. Aturan Kombinasi Untuk Densitas Baru (m5 )
{Alergi} 0,6
0,4
{Flu, Demam} 0,72
{Flue, Demam} 0,288
Sehingga dapat dihitung densitas baru m
{Alergi, Flu, Demam} 0,18
{Alergi} 0,108
{Alergi, Flue, Demam} 0,072
{Flu, Demam, Bronkitis} 0,08
Ø 0,048
{Flu, Demam, Bronkitis} 0,032
0,02
{Alergi} 0,012
0,008
{Flu, Demam} = 0,554. Jadi dengan tiga jenis gejala yang dialami oleh Vany, kemungkinan paling kuat Vany terkena Flu dan Demam.
2.4 Hama dan Penyakit Tanaman Karet
Hama adalah organisme yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman terganggu bahkan bisa mematikan tanaman. Sedangkan penyakit adalah suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal dan merugikan, yang disebabkan oleh faktor primer (biotik atau abiotik) dan gangguannya bersifat terus menerus serta akibatnya dinyatakan oleh aktifitas sel/jaringan yang abnormal. Adapun hama dan penyakit tanaman karet dapat dilihat pada tabel 2.3, tabel 2.4 dan tabel 2.5 berikut (Setiawan dan Andoko, 2008):
Tabel 2.3. Hama Tanaman Karet No. Hama Keterangan1. Rayap Rayap yang menjadi hama bagi tanaman karet, terutama spesies Microtermes Inspiratus dan
Captotermes Curvignathus . Rayap-rayap tersebut
menggerogoti bibit yang baru saja ditanam di lahan, dari ujung stum sampai perakaran, sehingga menimbulkan kerusakan yang sangat berat.
2. Kutu Kutu tanaman yang menjadi hama bagi tanaman karet adalah Saissetia Nigra, Laccifer Greeni,
Laccifer Lacca, Ferrisiana Virgata, dan Planococcus Citri yang masing-masing memiliki
ciri berbeda. Saissetia berbentuk perisai dengan warna cokelat muda sampai kehitaman. Laccifer berwarna putih lilin dengan kulit keras dan hidup berkelompok. Ferrisiana berwarna kuning muda sampai kuning tua dengan badan tertutup lilin tebal. Sementara itu, Planococcus berwarna cokelat gelap dan badannya tertutup semacam lilin halus mengilap. Kutu tersebut menjadi hama bagi tanaman karet dengan cara menusuk pucuk batang dan daun muda untuk mengisap cairan yang ada di dalamnya. Bagian tanaman yang diserang berwarna kuning dan akhirnya mengering, dan pertumbuhan terhambat.
Tabel 2.4. Penyakit Pada Akar No. Penyakit Pada Akar Keterangan1. Jamur Akar Putih Disebut dengan penyakit akar putih karena di akar tanaman yang terserang terlihat miselia jamur berbentuk benang berwarna putih yang menempel kuat dan sulit dilepaskan. Akar tanaman yang terinfeksi akan menjadi lunak, membusuk, dan berwarna cokelat. Cendawan penyebab penyakit akar putih adalah Rigidoporus Lignosus yang membentuk badan buah seperti topi di akar, pangkal batang, dan tunggul tanaman. Badan buah cendawan ini berwarna jingga kekuningan dengan lubang-lubang kecil di bagian bawah tempat spora. Jika sudah tua, badan buah tersebut akan mengering dan berwarna cokelat.
2. Jamur Akar Merah Jika penyakit akar putih cenderung menyerang tanaman muda (berumur 2
- –4 tahun), penyakit akar merah justru lebih banyak menyerang tanaman dewasa atau bahkan yang mulai menua. Meskipun berbahaya, kematian tanaman baru terjadi lima tahun setelah terinfeksi. Gejala yang bisa dilihat dari serangan penyakit ini adalah terjadinya perubahan warna daun dari hijau menjadi hijau pucat suram, menguning, dan akhirnya berguguran. Disebut dengan penyakit akar merah karena jika tanah di daerah perakaran tanaman yang sakit dibongkar akan terlihat miselia jamur berwarna merah muda sampai merah tua di akar- akarnya. Miselia tersebut menempel sangat erat dan mengikat butiran tanah, sehingga menjadi seperti berkerak. Jika sudah kering, miselia tersebut akan berwarna putih, tetapi kalau dibasahi dengan air akan kembali berwarna merah. Infeksi terjadi jika akar tanaman sehat bersentuhan dengan akar tanaman sakit atau akar yang mengandung spora cendawan penyebab penyakit akar merah. Infeksi juga terjadi jika spora jatuh di leher akar karena tiupan angin.
Sadap
1. Kanker Garis Cendawan penyebab penyakit kanker garis sama dengan biang keladi kanker bercak, yakni . Infeksi cendawan ini
Phytophthora Palmivora
mengakibatkan kerusakan berupa benjolan- benjolan atau cekungan-cekungan di bekas bidang sadap lama, sehingga penyadapan berikutnya sulit dilakukan. Penyakit ini umumnya berjangkit di kebun-kebun berkelembaban tinggi, terletak di wilayah beriklim basah, serta di kebun-kebun yang penyadapannya terlalu dekat dengan tanah. Gejala serangan penyakit kanker garis dapat dilihat dari adanya selaput tipis putih dan tidak begitu jelas menutup alur sadap. Jika dikerok atau diiris, di bawah kulit yang terletak di atas irisan sadap terlihat garis-garis tegak berwarna cokelat kehitaman. Dalam perkembangannya, garis-garis ini akan menyatu membentuk jalur hitam yang tampak seperti retakan membujur di kulit pulihan. Pada beberapa kasus, di bawah kulit yang baru pulih akan terbentuk gumpalan lateks yang bisa menyebabkan pecahnya kulit. Dari pecahan kulit ini akan keluar tetesan-tetesan lateks berwarna cokelat yang berbau busuk. Karena rusak, pemulihan kulit akan terhambat.
2 Mouldy Rot Penyebab penyakit mouldy rot adalah cendawan dengan benang-benang hifa
Ceratocystis Jimbriata
yang membentuk lapisan berwarna kelabu di bagian yang terserang. Spora banyak dihasilkan di bagian tanaman yang sakit dan bisa bertahan lama dalam kondisi kering. Akibat yang ditimbulkan penyakit ini sarat dengan kanker garis, yaitu menimbulkan luka-luka di bidang sadap, sehingga pemulihan kulit menjadi terganggu. Luka-luka tersebut meninggalkan bekas bergelombang di bidang sadap, sehingga menyulitkan penyadapan berikutnya. Bahkan, dalam beberapa kasus bidang sadap menjadi rusak, sehingga tidak bisa dilakukan penyadapan lagi. Penyakit ini mudah berjangkit pada musim hujan, terutama di daerah- daerah berkelembaban tinggi dan beriklim basah. Penyadapan yang terlalu dekat dengan tanah juga bisa memicu serangan penyakit ini.
3. Brown Blast Penyakit brown blast bukan disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, melainkan karena penyadapan yang terlalu sering, apalagi jika disertai penggunaan bahan perangsang lateks. Penyakit ini juga sering menyerang tanaman yang terlalu subur, berasal dari biji, dan tanaman yang sedang membentuk daun baru. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan tidak mengalirnya lateks dari sebagian alur sadap. Beberapa minggu kemudian seluruh alur sadap menjadi kering dan tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering berubah warna menjadi cokelat karena terbentuk gum (blendok). Kulit menjadi pecah-pecah dan di batang terjadi pembengkakan atau tonjolan. Penyakit ini berbahaya karena bisa menurunkan produktivitas lateks dalam jumlah yang cukup signifikan karena alur sadap mengering, sehingga tidak bisa mengalirkan lateks.
2.5 Penelitian Terdahulu
Adapun bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian ini, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian sebelumnya. Beberpa penelitian yang penulis jadikan bahan referensi untuk melakukan penelitian ini adalah sebegai berikut: a.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Yanti (2010) dengan menggunakan metode untuk diagnosis penyakit utama tanaman kelapa sawit diperoleh
Forward Chaining
kesimpulan sebagai berikut : Informasi yang didapat dari sistem pakar ini sudah sesuai dengan tujuan yaitu sistem dapat mendefenisikan penyakit tanaman kelapa sawit beserta saran pengendaliannya. Sistem pakar yang dibuat sudah mampu melakukan proses penalaran dengan menggunakan metode Forward Chaining yaitu proses penalaran dari premis atau data menuju pada konklusi. Dan Pada perancangan sistem pakar ini proses konsultasi hanya memiliki pilihan jawaban ya dan tidak (Yanti, 2010).
b.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasdya Mutia Rambey (2011) dengan menggunakan metode Forward Chaining untuk menentukan penyakit dan hama pada tanamana semangka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Telah berhasil dibuat aplikasi sistem pakar untuk menentukan penyakit dan hama pada tanaman semangka menggunakan metode Forward Chaining, Sistem pakar untuk penyakit dan hama tanaman semangka ini telah mampu memberikan informasi kepada user mengenai penyakit dan hama tanaman semangka berdasarkan pertanyaan yang diberikan, Aplikasi ini dapat memberikan informasi kepada orang awam mengenai penyakit dan hama tanaman semangka sehingga dapat diketahui langkah lebih lanjut untuk mengatasinya (Rambey, 2011).
c.
Penelitian yang dilakukan oleh Misbahul Jannah (2011) dengan menggunakan metode
Forward Chaining dan Dempster Shafer untuk mendiagnosa penyakit lambung
diperoleh kesimpulan bahwa perangkat lunak tersebut dapat mendiagnosa penyakit pada lambung antara lain Gastritis, Dispepsia dan GERD dengan nilai kepercayaan rata-rata 0.9981 (Jannah, 2011). d.
Penelitian yang dilakukan oleh Elyza Gustri Wahyuni dan Widodo Prijodiprojo (2013) dengan menggunakan metode Dempster Shafer untuk mendiangnosa tingkat resiko penyakit Jantung Koroner dengan masukkan berupa gejala serta faktor resiko yang dimiliki pasien. Dari beberapa kasus yang diuji cobakan diperoleh hasil diagnosa yang sama antara perhitungan sistem dengan menggunakan teori mesin inferensi Dempster Shafer dan pengetahuan pakar yaitu Dokter Spesialis Jantung. Hasil ujicoba 10 kasus yang didapatkan dari Rekam medis RS.PKU Muhammadiyah Yogyakarta, maka didapatkan persentase sebesar 100% nilai kebenaran dari prediksi diagnosa yang sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar (Wahyuni dan Prijodiprojo, 2013).