BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan - Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan

  Menurut Levey dan Loomba dalam Ilyas (2003), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat.

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama di negara sedang berkembang sangat bervariasi (Ilyas, 2003).

  Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Dengan alasan antara lain : (a) bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya,

  (c) fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugas kesehatan kurang ramah kepada pasien, (d) takut disuntik dokter dan karena biaya mahal.

  b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak diperlukan.

  c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy ), seperti dukun.

  d. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop ) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

  e. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

  f. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan khusus yang diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).

  Menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari pelayanan kesehatan yaitu : (1) mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap

2.2 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

  Andersen dalam Notoatmodjo (2007) mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behaviour model of health service

  

utilization). Andersen mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan

  pelayanan kesehatan ke dalam tiga kategori utama, yaitu :

  1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok : a. Ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.

  b. Struktur sosial, seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya.

  c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti pengetahuan dan sikap serta keyakinan penyembuhan penyakit.

  2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics) Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya a. Sumber daya keluarga, seperti : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

  b. Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. Menurut Andersen semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.

  3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics) Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Andersen dalam

  Notoatmodjo (2007) menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu :

  a. Penilaian individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.

  b. Penilaian klinik (evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan

  Menurut Dever (1984) faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah : a. Faktor Sosiokultural yang terdiri dari : (1) norma dan nilai sosial yang ada di masyarakat, dan (2) teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan.

  b. Faktor Organisasi yang terdiri dari : (1) ketersediaan sumber daya. Yaitu sumber daya yang mencukupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. (2) keterjangkauan lokasi. Keterjangkauan lokasi berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan. (3) keterjangkauan sosial. Dimana konsumen memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen. (4) karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur organisasi yang formal misalnya rumah sakit.

  c. Faktor Interaksi Konsumen-Petugas Kesehatan (1) Faktor yang berhubungan dengan konsumen

  Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh : (a) faktor sosiodemografi, yaitu umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi, (b) faktor sosio psikologis, yaitu persepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter, (c) faktor epidemiologis, yaitu mortalitas, morbiditas, dan faktor resiko.

  (2) Faktor yang berhubungan dengan petugas kesehatan yang terdiri dari : (a) faktor ekonomi, yaitu adanya barang substitusi, serta adanya keterbatasan pengetahuan konsumen tentang penyakit yang dideritanya, (b) karakteristik dari petugas kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dipunyai pelayanan kesehatan tersebut.

2.3 Perilaku

2.3.1 Pengertian Perilaku

  Pengertian perilaku menurut Sarwono (2002) adalah sesuatu yang dilakukan oleh individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata.

  Sedangkan menurut Morgan perilaku tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku adalah sesuatu konkrit yang bisa diobservasi, direkam maupun dipelajari.

  

Walgito (2003) mendefinisikan perilaku dan aktivitas ke dalam pengertian yang

luas, yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak tampak (innert behavior) , demikian pula aktifitas-aktifitas tersebut disamping aktifitas motoris, juga termasuk aktifitas emosional dan kognitif .

  Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

2.3.2 Domain Perilaku

  Menurut Bloom, seperti dikutip Notoatmodjo (2003), membagi perilaku itu di dalam tiga domain (ranah/kawasan), yang terdiri dari ranah pengetahuan (knowlegde), ranah sikap (attitude), dan ranah tindakan (practice).

a. Pengetahuan (Knowlegde)

  Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau orang lain yang sampai kepada seseorang (Notoatmodjo, 2003).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang :

  1. Faktor Internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

  2. Faktor Eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana.

  3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode dalam pembelajaran.

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang didapat dari pendidikan (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan menjadi salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu apa saja pelayanan puskesmas, maka kemungkinan masyarakat akan menggunakan fasilitas kesehatan juga akan berubah seiring dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya.

  Di dalam menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang dipengaruhi oleh perilakunya yang terbentuk dari pengetahuannya. Seseorang cenderung untuk bersikap tidak menggunakan jasa pelayanan kesehatan disebabkan karena adanya kepercayaan dan keyakinan bahwa jasa pelayanan kesehatan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya, demikian juga sebaliknya.

b. Sikap (Attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan kita dengan sesuatu, atau menyebabkan kita menolaknya (Wahid, 2007).

  Allport dalam Anwar (1997) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

  Adapun ciri-ciri sikap menurut Azwar (2009) adalah sebagai berikut :

  1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus.

  2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal reference) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

  3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

  4. Sosial budaya (Culture), berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu.

  Perbedaan pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain juga disebabkan sikap atau persepsi dan konsep masyarakat sendiri tentang sakit (Azwar, 2009). Persepsi sakit merupakan pengalaman yang dihasilkan melalui pancaindra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa persepsi berhubungan dengan motivasi individu untuk melakukan kegiatan, bila persepsi seseorang telah benar tentang sakit maka ia cenderung memanfaatkan pelayanan kesehtan bila mengalami sakit.

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

  

behavior ). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) (Notoatmodjo, 2007).

2.3.3 Perilaku Kesehatan

  Menurut sebagian psikolog perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan ini merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia dan dengan adanya dorongan tersebut menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan (Foster dan Anderson, 2005).

  Perilaku kesehatan yaitu suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

  Dari definisi tersebut kemudian dirumuskan bahwa perilaku kesehatan terkait dengan : Perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta pemulihan dari penyakit, Perilaku peningkatan kesehatan dan Perilaku gizi (makanan dan minuman).

  Menurut Karl dan Cobb yang dikutip oleh Foster dan Anderson (2005) membuat perbedaan di antara tiga tipe yang berkaitan dengan perilaku kesehatan, yaitu :

  1. Perilaku kesehatan yaitu suatu aktivitas yang dilakukan oleh individu yang meyakini dirinya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendektesinya

  2. Perilaku sakit yaitu aktivitas apapun yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit, untuk mendefinisikan keadaan kesehatannya dan untuk menemukan pengobatan mandiri yang tepat.

  3. Perilaku peran-sakit yaitu aktivitas yang dilakukan untuk tujuan mendapatkan kesejahteraan oleh individu yang mempertimbangkan diri mereka sendiri sakit, hal ini mencakup mendapatkan pengobatan dari ahli terapi yang tepat.

2.4 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan

  Need terhadap pelayanan kesehatan dapat didasari kepada pengertian tentang

merit goods . Margolis (1982) dalam Tjiptoherijanto (2008) mengatakan merit goods

  ini adalah setiap bentuk pengeluaran masyarakat yang nampaknya secara umum dapat dipahami akan tetapi sulit untuk diperhitungkan dengan menggunakan teori permintaan yang biasa. Diargumentasikan bahwa need terhadap pelayanan kesehatan merupakan fungsi dari need terhadap kesehatannya sendiri, dengan didasari oleh pengalaman masa lalunya.

  Pembahasan mengenai need yang perlu digaris bawahi adalah bahwa tidak seluruh need akan dapat dipenuhi, dengan demikian akan terdapat sebuah ranking

  

need dalam pengertian ceteris paribus. Kita akan lebih memilih satu need untuk

  dipenuhi dibanding need yang lain, bila need yang dipilih tadi akan memberikan manfaat yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipilih tetapi kemungkinan untuk memenuhi suatu need merupakan fungsi dari biaya dan manfaat yang terkandung dibelakangnya yaitu biaya dan manfaat yang lebih besar. Need bukan merupakan sesuatu yang absolut maupun terbatas. Need adalah sesuatu yang dinamis dan cenderung untuk terus tumbuh bersama dengan berjalannya waktu dan dalam kasus ini pertumbuhan need tersebut akan bisa dilihat merupakan sebagian dari perkembangan penawaran fasilitas pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008).

  Konsep need merangkum beberapa penilaian efektifitas, potensi untuk mempertimbangkan berbagai cara untuk memenuhi need (dengan segala akibat yang ditimbulkannya) dan pengakuan akan adanya keterbatasan sumber daya serta dapat juga merupakan bentuk dasar bagi alokasi sumber daya. Pada umumnya akan lebih baik untuk memasukkan sekaligus need ketika melakukan pengujian beroperasinya suatu pelayanan kesehatan tertentu. Mengingat need dapat memberikan dasar yang cukup bagi pengambilan keputusan yang tepat. Alokasi sumber daya sektor kesehatan tetap kurang efisien tanpa adanya beberapa koreksi yang menyangkut, pertama penyatuan kesepakatan tentang benefits value yang sering masih berbeda antara satu orang dan yang kedua menyangkut informasi yang benar tentang segi biayanya.

  Bidang social policy pada umumnya dan pelayanan kesehatan khususnya, masyarakat sering dikatakan berada dalam keadaan membutuhkan (in need), namun seringkali apa yang dimaksud dengan need tidak jelas. Spek dan Bradshaw dalam Tjiptoherijanto (2008), telah mencoba untuk membuat suatu kerangka pikir tentang siapakah yang sebenarnya mengatakan (melakukan), tentang apa (bagi) siapa. perorangan untuk menjawab pertanyaan : ”Apakah seseorang itu sakit?” dan ”apakah seseorang itu sedang membutuhkan pelayanan umum?”. Dan pertanyaan ketiga mengenai : ”Apakah seseorang itu meminta pelayanan umum?”. Bradshaw mengatakan ada empat definisi yang berbeda mengenai need yang lazim digunakan oleh peneliti dan praktisi social policy, yaitu :

  a. Normative Need terjadi manakala masyarakat memiliki standar pelayanan kesehatan yang berada di bawah definisi desirable oleh para ahli. (standar

  desirable disini bisa saja bervariasi antara satu ahli dengan yang lain).

  b. Felt Need terjadi manakala masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan, hal ini berkaitan dengan persepsi perorangan tentang pelayanan kesehatan, sehingga dengan jelas akan berbeda dengan persepsi orang lainnya.

  c. Expressed Need adalah need yang dirasakan tadi kemudian dikonversikan ke dalam permintaan. Misalnya mencari pelayanan kesehatan ke dokter puskesmas (permintaan disini tidak harus selalu seperti apa yang didefinisikan oleh para ekonom yang mencakup persoalan wiilingness to pay dan ability to pay terhadap pelayanan kesehatan).

  d. Comparative Need terjadi manakala satu kelompok orang di masyarakat dengan status kesehatan tertentu tidak mendapatkan pelayanan kesehatan sedangkan kelompok yang lain dengan status kesehatan yang identik itu ternyata mendapatkan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 2008).

  Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang masyarakat yang tercermin dari gambaran pola penyakit. Dengan demikian untuk menentukan perkembangan kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan dapat mengacu pada perkembangan pola penyakit di masyarakat.

  Adapun tuntutan kesehatan adalah sesuatu yang subjektif, oleh karena itu pemenuhan terhadap tuntutan kesehatan sedikit pengaruhnya terhadap perubahan derajat kesehatan, karena sifatnya yang subjektif, maka tuntutan terhadap kesehatan sangat dipengaruhi oleh status sosial masyarakat itu sendiri.

  Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, maka banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perkembangan pelayanan kesehatan secara umum dipengaruhi oleh besar kecilnya kebutuhan dan tuntutan dari masyarakat yang sebenarnya merupakan gambaran dari masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat tersebut (Jefkins, 2002).

  Kebutuhan adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi barang dan jasa yang dibedakan menjadi keinginan yang disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa dan keinginan yang tidak disertai kemampuan untuk membeli barang dan jasa (Tjiptoherijanto, 2008).

  Pelayanan kesehatan didirikan berdasarkan asumsi bahwa masyarakat membutuhkannya. Namun kenyataannya masyarakat baru mau mencari pengobatan atau pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak dapat berbuat apa-apa. Hal ini modern (puskesmas dan sebagainya) tetapi juga ke fasilitas pengobatan tradisional (dukun dan sebagainya) yang kadang-kadang menjadi pilihan masyarakat yang pertama. Itulah sebab rendahnya penggunaan puskesmas atau tidak digunakannya fasilitas-fasilitas pengobatan modern seperti puskesmas dengan ruang rawat inap (Depkes RI, 2004).

  2.5 Landasan Teori

  Perilaku pencarian pengobatan oleh masyarakat di Kecamatan Medan Kota sebagai fokus penelitian ini mengacu kepada teori pola pencarian pengobatan yang dikemukakan oleh Anderson dan Green dalam Notoatmodjo (2007) yang secara umum mencakup seluruh aspek, maka dalam penelitian ini difokuskan pada aspek sosio demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan sikap), sosioekonomi (pekerjaan dan penghasilan) serta kebutuhan (kebutuhan yang dirasakan).

  2.6 Kerangka Konsep Sosiodemografi

  Umur

  • Jenis Kelamin -

  Pendidikan

  • Pengetahuan -
  • Perilaku pencarian Pengobatan Sosioekonomi

  Sikap

  Pekerjaan

  • Penghasilan -

  Kebutuhan yang dirasakan

  (sakit ringan, sedang atau berat)

Dokumen yang terkait

Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Komitmen Afektif Perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan

0 0 12

PROSES TIPOLOGI BAHASA MANDAILING Nurainun Hasibuan inunhasibuangmail.com Abstrak - Proses Tipologi Bahasa Mandailing

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 39

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

1 1 14

PENANAMAN DAN KESANTUNAN MASYARAKAT ANGKOLA- MANDAILING: TINJAUAN ANTROPOLINGUISTIK Rendra Anriadi Siregar siregar.rendragmail.com Abstrak - Penanaman dan Kesantunan Masyarakat Angkola-Mandailing: Tinjauan Antropolinguistik

0 0 11

An analysis of The Main Characters’ Conflicts in Dan Browns’s Novel “The Da Vinci Code”

0 1 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 3 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 0 12

Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 1 16

KUESIONER Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 23