BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  2.1.1 Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumberdaya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, terutama bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri (Kemenkes RI, 2010).

  Menurut Kemenkes RI, 2011, Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan dari Desa Siaga, yaitu Desa atau Kelurahan yang :

  1. Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesahatan Desa atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.

  2. Memilki Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang melaksanakan upaya survailans berbasis masyarakat (pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku), penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan lingkungan.

  2.1.2 Komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki komponen : 1. Pelayanan kesehatan dasar.

2. Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan UKBM dan mendorong upaya

  Survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.

  3. Perilaku Hidup Sehat dan Bersih.

2.1.3 Tujuan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Tujuan Umum : Percepatan terwujudnya masyarakat desa dan kelurahan yang peduli, tanggap, dan mampu mengenali, mencegah serta mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi secara mandiri, sehingga derajat kesehatannya meningkat. Tujuan Khusus : 1.

  Mengembangkan kebijakan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di setiap tingkat Pemerintahan Desa atau Kelurahan.

  2. Meningkatkan komitmen dan kerjasama semua pemangku kepentingan di Desa dan Kelurahan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

  3. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar di desa dan kelurahan.

  4. Mengembangkan UKBM dan melaksanakan penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak, lingkungan, dan perilaku), serta penyehatan lingkungan.

  5. Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun sumber daya lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan swasta/dunia usaha, untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

6. Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.

2.1.4 Manfaat Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Bagi Masyarakat : 1. Mudah mendapat pelayanan kesehatan dasar.

  2. Peduli, tanggap dan mampu mengenali, mencegah dan mengatasi masalah 3.

  Tinggal di lingkungan yang sehat.

  4. Mampu mempraktikkan PHBS.

  Bagi Tokoh Masyarakat/Organisasi Kemasyarakatan : 1. Membantu secara langsung terhadap upaya pemberdayaan dan penggerakan masyarakat di bidang kesehatan.

  2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat dan citra terhadap figur tokoh masyarakat/organisasi kemasyarakatan.

  3. Membantu meningkatkan status kesehatan masyarakat.

  Bagi Kepala Desa/Kelurahan : 1. Optimalisasi kinerja Kepala Desa/Lurah.

  2. Meningkatnya status kesehatan masyarakat.

  3. Optimalisasi fungsi fasilitas kesehatan yang ada di wilayah kerjanya sebagai tempat pemberdayaan masyarakat dan pelayanan kesehatan dasar.

  4. Efisiensi dalam menggerakkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.

5. Meningkatkan citra diri sebagai kepala pemerintahan Desa/Kelurahan yang aktif mendukung dan mewujudkan kesehatan masyarakat.

2.1.5 Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu : 1. Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat terhadap Forum Desa dan Kelurahan.

  2. Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan Keluraha Siaga Aktif.

  3. Keberadaan UKBM dan melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan lingkungan.

  4. Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari masyarakat dan dunia usaha.

  5. Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

  6. Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

  7. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.

2.1.6 Pentahapan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Atas dasar kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang telah ditetapkan, maka pentahapan dalam pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu :

1. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Pratama 2.

  1. Forum Desa/ Kelurahan

  Ya Ya Ya Ya

Tabel 2.1. Pentahapan Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Kriteria Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Pratama Madya Purnama Mandiri

  4 UKBM lainnya aktif

  3 UKBM lainnya aktif Posyandu dan

  2 UKBM lainnya aktif Posyandu dan

  Posyandu dan

  Posyandu ya, UKBM lainnya tidak aktif

  4. Poyandu & UKBM lainnya aktif

  3. Kemudahan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar

  Ada tetapi belum berjalan

  Sudah ada 9 orang atau lebih

  Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Madya Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Purnama 4. Desa atau Kelurahan Siaga Aktif Mandiri

  Sudah ada, miinimal 3-5 orang

  Sudah ada, minimal 2 orang

  2. KPM/Kader Kesehatan

  Berjalan Setiap bulan

  Berjalan setiap triwulan

  Berjalan, tetapi belum rutin setiap triwulan

  Sudah ada, minimal 6-8 orang

  • Pemerintahan desa dan kelurahan
  • Masyarakat • Duniausaha Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta belum ada sumber daya lainnya

  7. Peraturan Kepala Desa atau peraturan Bupati/ Walikota

  Kepala Desa/Lurah dan Perangkat Desa Kelurahan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta lembaga kemasyarakatan yang ada harus mendukung penyelenggaraan pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, melalui langkah-langkah sebagai berikut :

  Pembinaan PHBS kurang dari 70% rumah tangga

  Pembinaan PHBS kurang dari 40% rumah tangga

  Pembinaan PHBS minimal 20% rumah tangga

  8. Pembinaan PHBS di Rumah Tangga Pembinaan PHBS kurang dari 20% rumah tangga

  Ada, sudah direalisasikan

  Belum ada Ada, belum direalisasikan Ada, sudah direalisasikan

  Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas

Tabel 2.1. (Lanjutan)

  Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif dua ormas

  Ada peran aktif masyarakat dan peran aktif satu ormas

  Ada peran aktif masyarakat dan tidak ada peran aktif ormas

  6. Peran serta Masyarakat dan Organisasi kemasyarakatan

  Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber daya lainnya

  Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta dua sumber daya lainnya

  Sudah ada dana dari pemerintah Desa dan Kelurahan serta satu sumber daya lainnya

  5. Dukungan dana untuk kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan:

2.1.7 Penyelenggaraan Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  1. Pengenalan Kondisi Desa atau Kelurahan Pengenalan kondisi desa atau kelurahan oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), lembaga kemasyarakatan, dan Perangkat Desa atau Kelurahan dilakukan dengan mengkaji data Profil Desa atau Profil Kelurahan dan hasil analisis situasi perkembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang menggambarkan kriteria oleh desa atau kelurahan yang bersangkutan.

  2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS Dengan mengkaji Profil/Monografi Desa atau Kelurahan dan hasil analisis situasi kesehatan melalui Survai Mawas Diri (SMD). SMD merupakan pengumpulan data oleh kader, tokoh masyarakat, anggota Forum Desa yang terlatih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disepakati kader dan Forum Desa.

  Melalui SMD dapat diidentifikasi : a.

  Masalah kesehatan dan urutan prioritasnya.

  b.

  Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan.

  c.

  Potensi yang dimilik desa/kelurahan.

  d.

  UKBM yang ada, yang harus diaktifkan kembali dan yang dibentuk baru.

  e.

  Bantuan/dukungan yang diharapkan.

  3. Musyawarah Desa dan Kelurahan

  a. Musyawarah Desa/Kelurahan dapat dilakukan secara berjenjang dengan terlebih dulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun Warga.

  b. Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan : Menyosialisasikan tentang adanya masalah kesehatan dan program pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

  2) Kesepakatan tentang urutan prioritas masalah. 3)

  Kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

  4) Memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan. 5)

  Menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

  4. Perencanaan Partisipatif a.

  KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna menyusun rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif untuk dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.

  b.

  Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup :

1) UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali.

  2) Sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi(misalnya Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, dan lain-lain).

  3) Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan biaya operasionalnya.

  Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau bantuan, disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang Kecamatan dan Kabupaten/Kota.

  a. Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Kader Kesehatan dan lembaga kemasyarakatan memulai kegiatan dengan membentuk UKBM- UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-kader pelaksananya, melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang sudah diperoleh dananya dari donatur.

  b. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara teratur swakelola oleh masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu oleh para KPM dan Fasilitator. Jika dibutuhkan dapat difasilitasi oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.

  c. Pencatatan dan pelaporan kegiatan.

  6. Pembinaan Kelestarian Pembinaan kelestarian Desa/Kelurahan Siaga Aktif pada dasarnya merupakan tugas dari KPM/kader kesehatan, Kepala Desa/Lurah, Perangkat Desa/Kelurahan dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah dan Pemerintah.

  1. PENGENALAN KONDISI DESA/ KELURAHAN

  2. IDENTIFIKASI

6. PEMBINAAN

  MASALAH KELESTARIAN KESEHATAN

  

FASILISATOR/

KPM/KADER

KESEHATAN

  3. MUSYAWARAH

  5. PELAKSANAAN DESA/ KELURAHAN KEGIATAN

  

4. PERENCANAAN

PARTISIPATIF

Gambar 2.1. Siklus Pemecahan Masalah oleh Masyarakat

  Sumber : Kemenkes RI, 2011

2.1.8 Kegiatan dalam Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

  Sesuai dengan komponen Desa dan Kelurahan Siaga Aktif maka kegiatan yang perlu dilakukan adalah: pelayanan kesehatan dasar, pemberdayaan masyarakat melalui UKBM, dan PHBS.

1. Pelayanan Kesehatan Dasar

  Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan primer, sesuai dengan kewenangan tenaga kesehatan yang bertugas. Pelayanan kesehatan dasar berupa: a.

  Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Hamil, meliputi:

  Pemeriksaan kehamilan dengan menggunakan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil yang kurang gizi, pemberian Tablet Tambah Darah, promosi gizi dan kesehatan reproduksi, penyediaan rumah tunggu (transit), kendaraan yang dapat digunakan untuk membawa pasien dari desa ke Puskesmas dan atau rumah sakit, calon yang persalinan oleh tenaga kesehatan.

  b. Pelayanan Kesehatan untuk Ibu Menyusui, meliputi: Pemberian Kapsul Vitamin A, makanan tambahan, Tablet Tambah Darah, pelayanan dan perawatan ibu nifas, promosi makanan bergizi selama menyusui, pemberian ASI Ekslusif, perawatan bayi baru lahir, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB).

  c. Pelayanan Kesehatan untuk Anak, meliputi: Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi anak di Bawah Usia Lima Tahun (Balita),Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), Kapsul Vitamin A, pemberian makanan tambahan anak dengan berat Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS), pemantauan tanda-tanda lumpuh layuh, kejadian diare dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Pneumonia, serta pelayanan rujukan bila diperlukan, pemberian imunisasi, pelayanan kesehatan anak usia sekolah tingkat dasar, pelayanan penemuan dan penanganan penderita penyakit, yang meliputi: penemuan secara dini, penyediaan obat, pengobatan penyakit, rujukan penderita ke sarana kesehatan yang lebih kompeten.

  d. Pelayanan Survailans (Pengamatan Penyakit), berupa: Pengamatan dan pemantauan penyakit melalui gejala dan tanda serta keadaan (kurang dari 24 jam) hasil pemantauan dan pengamatan penyakit kepada petugas dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, pelaporan kematian.

2. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

  Pemberdayaan masyarakat terus diupayakan melalui UKBM, yang ada di desa dan kelurahan. UKBM adalah upaya kesehatan yang direncakan, dibentuk, dikelola dari, oleh dan untuk masyarakat dalam upaya mengatasi permasalahan kesehatan daerahnya. Kegiatan difokuskan kepada upaya survailans berbasis masyarakat, kedaruratan kesehatan, dan penanggulangan bencana, serta penyehatan lingkungan.

  a. Survailans Berbasis Masyarakat

  1. Pengertian Survailans Berbasis Masyarakat Survailans berbasis masyarakat adalah pengamatan dan pencatatan penyakit yang diselenggarakan oleh masyarakat (kader) dibantu oleh tenaga kesehatan berupa: (1) Pengamatan dan pemantauan penyakit serta keadaan kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) Pelaporan cepat (kurang dari 24 jam) kepada petugas kesehatan untuk respon cepat, (3) Pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, serta (4) Pelaporan kematian.

  2. Tujuan Survailans Berbasis Masyarakat Terciptanya sistem kewaspadaan dan kesiagapan dini di masyarakat terhadap masyarakat.

  3. Hal-hal yang diamati secara terus menerus Masyarakat dan kader melakukan pengamatan terhadap masalah kesehatan yang ada di masyarakat sepanjang waktu.

3. Kedaruratan Kesehatan dan Penanggulangan Bencana

  Kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencegah dan mengatasi bencana dan kedaruratan kesehatan. Kegiatannya berupa : a.

  Bimbingan dalam pencarian tempat yang aman untuk mengungsi.

  b.

  Promosi kesehatan dan bimbingan mengatasi masalah kesehatan akibat bencana dan mencegah faktor-faktor penyebab masalah.

  c.

  Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan sarana sanitasi dasar (air bersih, jamban, pembuangan sampah/limbah, dan lain-lain) di tempat pengungsian.

  d.

  Penyediaan relawan yang bersedia menjadi donor darah.

  e.

  Pelayanan kesehatan bagi pengungsi.

4. Perilaku Hidup Bersih Sehat

  Penyehatan lingkungan adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat untuk menciptakan dan memelihara lingkungan Desa/Kelurahan dan permukiman agar terhindar dari penyakit dan masalah kesehatan. Kegiatan berupa: (1) Promosi tentang pentingnya sanitasi dasar, (2) Bantuan/fasilitas pemenuhan kebutuhan saran sanitasi (3) Bantuan/fasilitas upaya pencegahan pencemaran lingkungan. Indikator Keberhasilan PHBS Rumah Tangga : a.

  Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan.

  b.

  Memberi bayi ASI eksklusif.

  c.

  Menimbang balita setiap bulan.

  d.

  Menggunakan air bersih e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f. Menggunakan jamban sehat g.

  Memberantas jentik di rumah seminggu sekali h. Makan sayur dan buah setiap hari. i.

  Melakukan aktivitas fisik setiap hari. j.

  Tidak merokok di dalam rumah.

2.1.9 Indikator Keberhasilan Desa Siaga a.

  Indikator Masukan (Input) Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas : Ada atau tidaknya Forum Masyarakat Desa.

  2. Ada atau tidaknya POSKESDES dan sarananya.

  3. Ada atau tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).

  4. Ada atau tidaknya UKBM

  b. Indikator Proses (Process) Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri dari : 1.

  Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa 2. Berfungsi atau tidaknya POSKESDES 3. Berfungsi atau tidaknya UKBM 4. Berfungsi atau tidaknya sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana.

  5. Berfungsi atau tidaknya sistem survailans (pengamatan dan pelaporan) 6.

  Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS (yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan kader) c. Indikator Keluaran (Output) Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari : 1.

  Cakupan pelayanan POSKESDES 2. Cakupan pelayanan UKBM yang ada 3. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan atau diatasi 4. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk KADARZI dan PHBS.

  d. Indikator Dampak (Outcome) Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dari hasil kegiatan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga yang terdiri dari :

1. Jumlah yang menderita sakit 2.

  Jumlah yang menderita gangguan jiwa 3. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia 4. Jumlah ibu yang meninggal dunia 5. jumlah balita yang gizi buruk

2.2 Perilaku Kesehatan

2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan

  Perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi sehat sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan perkataan lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

  Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) merumuskan rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini di sebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon.

  Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat di bedakan menjadi dua : a.

  Perilaku Tertutup (Covert Behavior) Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

  b.

  Perilaku Terbuka (Overt Behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

  Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain.

  Meskipun perilaku dibedakan antara perilaku tertutup dan perilaku terbuka, tetapi sebenarnya perilaku adalah totalitas yang terjadi pada orang yang bersangkutan.

  Dengan kata lain, perilaku adalah merupakan keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antar faktor internal dan eksternal tersebut. Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan luas.

2.2.2 Pengetahuan (Knowledge)

  1. Pengertian Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung dan sebagainya). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoadmodjo, 2010).

  Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu yang merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung ataupun tidak langsung turut memperkaya kehidupan manusia (Suriasumantri, 2009).

  2. Cara Memperoleh Pengetahuan

  Menurut Notoatmodjo (2007), dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, antara lain : a.

  Cara Tradisional atau Non Ilmiah

  1. Cara Coba Salah (Trial and Error) Cara ini telah dipakai sebelum ada kebudayaan bahkan mungkin sebelum ada peradapan. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba salah.

  Para pemegang otoritas baik pemimpin pemerintah, tokoh agama maupun ahli ilmu pengetahuan pada prinsipnya mempunyai mekanisme yang sama di dalam penemuan pengetahuan.

  3. Berdasarkan Pengalaman Pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

  4. Melalui Jalan Pikiran Selajan dengan perkembangan ilmu kebudayaan umat manusia, cara pikir manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain memperoleh kebenaran pengetahuan manusia lebih menggunakan jalan pikiran.

  b.

  Cara Modern atau Ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

3. Tingkatan Pengetahuan

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu : a.

  Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

  b.

  Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagi suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang akan di ketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

  c.

  Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

  d.

  Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. e.

  Sintesis (Synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

  f.

  Evaluasi (Evaluation) penilaian terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2010).

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Roger (1974) dalam Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan dari penelitian tersebut juga terungkap, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yaitu : a.

  Awarenes (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap objek atau stimulus.

  b.

  Interest (merasa tertarik) yaitu orang tersebut mulai tertarik terhadap stimulus atau objek.

  c.

  Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya. Dalam tahap ini sikap seseorang terhadap suatu objek sudah lebih baik.

  d.

  Trial,dimana subjek mulai mencoba perilaku yang baru.

  e.

  Adaptation, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikap terhadap stimulus.

4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pengetahuan

  Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman baru. Menurut Notoatmodjo (2007) dalam memperoleh pengetahuan, ada a.

  Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

  Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dengan pendidikan tinggi semakin luas informasi yang di dapat. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak hanya diperolaeh dari pendidikan formal saja tetapi dapat pula diperoleh dari pendidikan non formal.

  b.

  Paparan Informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (Immediate Impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia berbagai jenis media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar dan majalah mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang lain.

  c.

  Sosial Budaya dan Ekonomi Kebiasaan atau tradisi yang dilakukan orang tanpa penalaran apakah yang pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

  d.

  Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di lingkungan individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan biologis dan sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

  e.

  Pengalaman Pengalaman sebagai suatu sumber bagi pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

  f.

  Umur Umur mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu orang usia Madya lebih banyak menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.

2.2.3 Sikap (Attitude)

a. Pengertian Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang penting, karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Wawan, 2011).

  Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan suatu respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni “An individual’s attitude is syndrome of respons consistency with regard to

  

object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu merupakan suatu sindrom atau

  kumpulan gejala dalam merespons suatu stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, dan gejala kejiwaan yang lain.

  Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

b. Komponen Pokok Sikap

   Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari 3

  komponen pokok, yaitu : 1.

  Kepercayaan dan keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek.

  Artinya, bagaimana keyakinan atau pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

  Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

  

attitude ), dimana pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan

  penting. Sikap merupakan salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting karena sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga sikap akan banyak mewarnai perilaku seseorang (Ali, 2011).

  Dalam konteks sikap ini, menurut Stephen R. Covey (1989) ada tiga teori determinan yang diterima secara luas, baik secara sendiri maupun kombinasi untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu :

  Determinan genetis (genetic determininism), berpandangan bahwa sikap individu diturunkan oleh sikap kakek neneknya malalui DNA.

  2. Determinan psikis (psychic determininism), berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil dari perlakuan, pola asuh atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya.

  3. Determinan lingkungan (Environmental determininism), berpandangan bahwa perkembangan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan tempat individu tinggal dan bagaimana lingkungan memperlakukan individu tersebut.

c. Tingkatan Sikap

  Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :

  1. Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

  2. Menanggapi (Responding) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (Valuing)

  Menghargai diartikan subjek, atau seseorang yang memberikan nilai positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau memengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

  4. Bertanggung Jawab (Responsible) yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya resiko lain (Notoatmodjo, 2010).

d. Pembentukan Sikap Manusia

  Menurut Notoatmojdo (2010), sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku tiap individu sebagai anggota masyarakat.

  Menurut Azwar (2012), pembentukan sikap manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : a.

  Pengalaman Pribadi Pengalaman yang telah ada ataupun yang sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial. Tanggapan akan menjadi dasar pembentukan sikap, untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis, baik yang akan membentuk sikap positif maupun sikap negatif.

  Middlebrook (1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional, karena penghayatan terhadap pengalaman akan lebih mendalam dan lebih berbekas.

  b.

  Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan pendapat kita. Seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (Significant Other), akan banyak mempengaruhi sikap kita seperti orang tua, teman dekat, sahabat, guru, teman kerja, isteri atau suami.

  c.

  Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap kita terhadap berbagai permasalahan. d.

  Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain sebagainya mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

  e.

  Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

  f.

  Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan sikapyang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persistem dan lebih tahan lama.

2.2.4 Tindakan atau Praktik (Practice)

  Menurut Notoatmodjo (2010), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu : a.

  Praktik Terpimpin (Guided Response) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. b.

  Praktik secara Mekanisme (Mechanism) Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tidakan mekanis.

  c.

  Adopsi (Adoption) Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.3 Stakeholders

  2.3.1 Pengertian Stakeholders (Pemangku Kepentingan) Stakeholders adalahorang atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam

  program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwakilan pemerintah, perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah, perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional (Rowits, 2011).

  2.3.2 Peran Stakeholders dalam Pengembangan Desa Siaga Aktif

  Menurut Ismawati (2010), pemangku kepentingan yaitu pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektoral, unsur-unsur organisasi/ikatan profesi, Pemuka masyarakat, tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha/swasta.

1. Di tingkat Kecamatan dan Desa a.

  Camat selaku penanggung jawab wilayah kecamatan

1) Mengkoordinasikan pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

  2) Memberikan dukungan kebijakan dan pendanaan, terutama dalam rangka pembinaan kelestarian kader.

  3) Melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan kinerja Desa Siaga, antara lain melalui fasilitasi atau membantu kader berwirausaha, pemberian penghargaan terhadap kader Desa Siaga.

  Lurah/Kepala Desa 1)

  Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa Siaga.

  2) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan puskesmas/pustu/poskesdes dan berbagai UKBM yang ada.

  3) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan UKBM yang ada.

4) Menindaklanjuti hasil kegiatan Desa Siaga bersama LKMD.

  5) Melakukan pembinaan untuk terselengganya kegiatan Desa Siaga secara teratur dan lestari.

  c.

  Tim Penggerak PKK 1)

  Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UKBM di Desa Siaga.

  2) Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatkan UKBM yang ada.

  3) Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi tokoh masyarakat/konsil kesehatan kecamatan.

  4) Menggali sumberdaya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga. 5) Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga. 6)

  Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa Siaga.

  d.

  Organisasi Kemasyarakatan/LSM/Dunia Usaha/Swasta Bersama petugas Puskesmas berperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.

  2) Memberi dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.

2. Di Tingkat Kabupaten/Kota a.

  Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga tingkat Kabupaten/Kota.

  b.

  Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit.

  3. Di Tingkat Propinsi a.

  Berperan serta dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Provinsi.

  b.

  Memberikan dukungan (manusia, dana, dll) untuk pengembangan dan kelestarian Desa Siaga serta revitalisasi Puskesmas dan Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

  4. Di Tingkat Pusat a.

  Berperan aktif dalam Tim Pengembangan Desa Siaga Tingkat Pusat. b.

  Memberikan dukungan sumberdaya (manusia, dana, dll) untuk pelaksanaan peran Pusat dalam pengembangan Desa Siaga.

2.3.3 Peran Pelaku Perubahan dalam Upaya Pemberdayaan Masyarakat

  Menurut Ife (2002 : 231) dalam Adi I. R., (2008) menyatakan bahwa peran pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat adalah : Peran Fasilitatif a.

  Pelaku perubahan harus memiliki keterampilan melakukan animasi sosial yang menggambarkan kemampuan petugas untuk membangkitkan energi, inspirasi, antusiasisme masyarakat, termasuk didalamnya adalah mengaktifkan, menstimulasi dan mengembangkan motivasi warga untuk bertindak.

  b.

  Salah satu peran dari pemberdaya masyarakat adalah untuk menyediakan dan mengembangkan dukungan terhadap warga yang mau terlibat dalam struktur dan aktivitas komunitas tersebut. Dukungan itu sendiri tidak selalu bersifat akstrinsik ataupun dukungan materiil, tetapi juga dapat bersifat intrinsik.

2. Peran Edukasional a.

  Pelaku perubahan harus mampu membangkitkan kesadaran masyarakat dalam upaya agar masyarakat mau dan mampu mengatasi ketidakberuntungan struktural mereka, maka warga harus mau menjalin hubungan antar satu dengan lainnya, hal ini menjadi tujuan awal dari penyadaran masyarakat.

  b.

  Pelaku perubahan dalam upaya pemberdayaan masyarakat harus meyampaikan informasi yang mungkin belum diketahui oleh komunitas sasarannya. Ife (2002:243) menyatakan bahwa hanya dengan memberikan informasi yang relevan mengenai suatu masalah yang sedang dihadapi komunitas sasaran tidak jarang dapat menjadi peran yang bermakna terhadap komunitas tersebut (Adi, I. R., 2008).

  3. Peran Kepemimpinan konsep kepemimpinan yaitu Ing Ngarso sung Tulodho artinya didepan sebagai teladan, IngMadyo Mangun Karso artinya ditengah menggerakkan dan Tut Wuri Handayani artinya dibelakang memberikan dorongan (Pamungkas S. G., 2012).

2.4 Landasan Teori

  Sebagai acuan dalam menentukan variabel penelitian serta menyusunnya dalam suatu kerangka konseptual, maka keseluruhan teori-teori yang telah dipaparkan diatas dirangkum dalam suatu penjelasan teori seperti diuraikan berikut ini.

  Pembangunan kesehatan tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs, karena dari delapan agenda MDGs lima diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV dan AIDS serta menyehatkan lingkungan. Salah satu upaya Indonesia untuk mencapai target tersebut dengan Pengembangan Desa Siaga Aktif yang merupakan pengembangan dari Desa Siaga.

  Pengembangan Desa Siaga aktif terdiri dari 4 tahap, yakni pratama, madya, purnama dan mandiri. Kriteria peningkatan tahap pengembangan Desa Siaga Aktif tergantung dari berjalan atau tidak secara berkala Forum Masyarakat Desa, jumlah UKBM yang aktif, pelayanan kesehatan dasar, serta jumlah rumah tangga yang berperilaku hidup bersih sehat. dalam program kesehatan masyarakat dan bagaimana mereka mengimplementasikan program tersebut yang meliputi warga yang peduli, perwalikilan pemerintah, perwakilan layanan kesehatan dan sosial lainnya, anggota dewan pemerintah, perwakilan keagamaan dan anggota asosiasi profesional. Seorang stakeholders yang memiliki kredibilitas ikut berpengaruh yang dapat menyakinkan sebagian besar masyarakat bahwa ada masalah kesehatan yang harus segera di tanggulangi.

  Menurut Green dalam Notoatmodjo (2010), bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu : a.

  Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tingkat pendidikan, tingkat sosial/ekonomi.

  b.

  Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang mencakup sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan dalam pengembangan Desa Siaga Aktif antara lain adanya Poskesdes, adanya kelompok donor darah, adanya ambulans desa, adanya posyandu balita dan lanjut usia, adanya kelompok dana sosial ibu hamil atau tabulin.

  c.

  Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang meliputi sikap dan perilaku petugas kesehatan atau tokoh masyarakat baik formal maupun informal yang bertujuan sehat) bagi masyarakat.

  Faktor Predisposisi : 1.

  Pengetahuan 2. Sikap 3. Kepercayaan 4. Nilai 5. Pendidikan 6. Sosial Ekonomi 7. Tindakan

  Faktor Pemungkin : Perilaku Kesehatan 1.

  Ketersediaan Sarana dan Prasarana

  Faktor Penguat Sikap dan Perilaku dari : 1.

  Sikap Petugas Kesehatan dan Tokoh Masyarakat.

2. Paparan Informasi

Gambar 2.2 Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010)

2.5 Kerangka Konsep

  Berdasarkan teori dari Lawrence Green, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :

   Variabel Independen Variabel Dependen Perilaku Stakeholders Pengembangan Desa 1.

  Pengetahuan

  Siaga Aktif 2.

  Sikap 3. Tindakan

  

Variabel Confounding

1.

  Umur 2. Pendidikan 3. Sarana/Prasaran 4. Paparan Informasi

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan kerangka konsep diatas, dapat dijelaskan bahwa definisi konsep dalam penelitian ini adalah variabel independen (variabel bebas) merupakan perilaku

  

stakeholders yang terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Variabel confounding

  terdiri dari umur, pendidikan, sarana/ prasarana dan paparan informasi. Variabel dependen yaitu Pengembangan Desa Siaga Aktif.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Laju Kesembuhan Penderita Typhus Abdominalis yang Dirawat Inap di RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2014

1 1 14

PENANAMAN DAN KESANTUNAN MASYARAKAT ANGKOLA- MANDAILING: TINJAUAN ANTROPOLINGUISTIK Rendra Anriadi Siregar siregar.rendragmail.com Abstrak - Penanaman dan Kesantunan Masyarakat Angkola-Mandailing: Tinjauan Antropolinguistik

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 3 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 0 12

Determinan Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) pada Ibu Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Balige Kabupaten Toba Samosir Tahun 2013

0 1 16

KUESIONER Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat dalam Pencarian Pengobatan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 23

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Pencarian Pengobatan - Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 15

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013

0 0 8

THE INFLUENCE OF THE FACTORS OF SOCIO-DEMOGRAPHY, SOCIO- ECONOMY, AND NEEDS ON COMMUNITY BEHAVIOR IN SEARCHING FOR MEDICATION AT MEDAN KOTA SUBDISTRICT, IN 2013 THESIS By

0 0 17

Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

0 0 76