BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pemberdayaan - Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Kebrhasilan Program Desa Mandiri Pangan di Kota Subulussalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pemberdayaan

  I stilah „pemberdayaan‟ diambil dari Bahasa Inggris „empowerment’, yang berasal dari kata dasar „power‟ berarti kekuatan atau „daya‟ dalam Bahasa Indonesia. Empowerment dalam Bahasa Inggeris diterjemahkan sebagai pemberdayaan dalam Bahasa Indonesia. Maka definisi pemberdayaan dirumuskan sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan/daya (power) pihak- pihak yang tidak atau kurang berdaya .

  Pemberdayaan juga bermakna sebagai upaya distribusi-ulang (redistribusi) kekuatan/daya (power) dari pihak yang memilikinya kepada pihak yang tidak atau kurang memilikinya. Karena itu, pemberdayaan selalu mengandung pengertian : a.

  Pengurangan atau pemindahan daya (power) atau upaya melakukan

  disempowerment /less empowering pihak-pihak yang memiliki kekuatan/ daya

  (power), b. Penyerahan/penambahan daya (power) kepada pihak-pihak yang diberdayakan (empowerment).

  Konsep pemberdayaan dapat dikatakan merupakan jawaban atas realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Mereka yang tidak berdaya jelas adalah pihak yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya. Mereka yang tidak berdaya adalah mereka yang kehilangan kekuatannya. Secara lebih lengkap suatu pemberdayaan memiliki maksud untuk :

  11

  1. Pemberdayaan bermakna kedalam, kepada masyarakat berarti suatu usaha untuk mentranspormasikan kesadaran rakyat sekaligus mendekatkan masyarakat dengan akses untuk perbaikan kehidupan mereka.

2. Pemberdayaan bermakna keluar sebagai upaya untuk menggerakkan perubahan kebijakan-kebijakan yang selama ini nyata-nyata merugikan masyarakat.

  Pemberdayaan dalam segi ini bermakna sebagai pengendali yang berbasis pada upaya memperlebar ruang partisipasi rakyat (Pambudi, 2003:54-58).

  Sulistiyani (2004:7) menjelaskan bahwa “Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar daya yang berarti kekuatan atau kemampuan”. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

  Pemberdayaan memerlukan keterlibatan masyarakat secara aktif. dalam konteks pemberdayaan, masyarakat harus diberdayakan untuk merumuskannya sendiri melalui sebuah proses pembangunan konsensus diantara berbagai individu dan kelompok sosial yang memiliki kepentingan dan menanggung resiko langsung (stakeholders) akibat adanya proses atau intervensi pembangunan, baik pembangunan ekonomi, sosial maupun lingkungan fisik.

2.2. Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat biasa dipahami atau diartikan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. ada pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama- sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas.

  Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Sumodingrat (2009:7), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.

  Jim Ife (1995:56) mengungkapkan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk meningkatkan kekuasaan (power) dari kelompok masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged).

  Payne dalam Adi (2003:54) mengemukakan bahwa: “Proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui tr ansfer daya dari lingkungannya”.

  Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas masyarakat dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki, baik itu sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA) yang tersedia dilingkungannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Namun upaya yang dilakukan tidak hanya sebatas untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga untuk membangun jiwa kemandirian masyarakat agar berkembang dan mempunyai motivasi yang kuat dalam berpartisipasi dalam proses pemberdayaan. Masyarakat dalam hal ini menjadi pelaku atau pusat proses pemberdayaan.

  Ada beberapa cara pandang yang dapat digunakan dalam memahami pemberdayaan masyarakat (Sutoro Eko, 2004) yaitu : a.

  Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara.

  b.

  Pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat. banyak orang berargumen bahwa masyarakat akar rumput sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang utopis (ngayawara) seperti demokrasi, desentralisasi, good governance, otonomi daerah, masyarakat sipil dan seter usnya. “apa betul masyarakat desa butuh demokrasi dan otonomi desa. Masyarakat itu hanya butuh pemenuhan sandang, pangan dan papan (spp). ini yang paling dasar. tidak ada gunanya bicara demokrasi kalau rakyat masih miskin. pendapat ini masuk akal, tetapi sangat dangkal. mungkin kebutuhan spp itu akan selesai kalau terdapat uang yang banyak. tetapi persoalannya sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (cobstrain).

  c.

  Pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. dari sisi proses, masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara.

  d.

  Pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. pemberdayaan struktur-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang.

  e.

  Pemerintahan dan negara pada intinya hendak membawa negara lebih dekat ke masyarakat desa, dengan bingkai desentralisasi (otonomi) desa, demokratisasi desa, good governance desa dan capacity building pemerintahan desa. negara dan pembangunan berbicara tentang peran negara dalam pembangunan dan pelayanan publik. Fokusnya adalah perubahan haluan pembangunan yang top down menuju bottom up, membuat pelayanan publik lebih berkualitas dan semakin dekat dengan masyarakat, serta penanggulangan kemiskinan.

2.3. Indikator Pemberdayaan Masyarakat

  Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari unsur peningkatan : kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat

  kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis. Menurut Schuler, Hashemi, dan

  Riley, Indikator keberhasilan pemberdayaan masyarakat adalah : 1) Kebebasan mobilitas 2) Kemampuan membeli komoditas kecil 3) Kemampuan membeli komoditas besar 4) Terlibat dalam pembuatan keputusan umum 5) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga 6) Kesadaran hukum dan politik 7) Keterlibatan dalam kampanye/demonstrasi 8) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga Keberdayaan masyarakat juga dapat dilihat dari : 1) Keberdayaan yg menyangkut kemampuan ekonomi 2) Kemampuan mengakses jaminan kesehatan 3) Kemampuan kultur dan politis

  Nugroho (2008) mengemukakan, indikator pemberdayaan, yaitu 1)

  Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber daya produktif di dalam lingkungan.

  2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber daya yang terbatas tersebut.

  3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya tersebut.

  4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus sama-sama menikmati hasil- hasil pemanfaatan sumber daya atau pembangunan secara bersama dan setara

2.4. Strategi Pemberdayaan Masyarakat

  Dalam upaya pemberdayaan masyarakat perlu adanya suatu strategi yang

  nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Salah satu strategi yang tidak umum dipakai dalam proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan. Menurut Sumodiningrat (2009:106), pendampingan merupakan kegiatan yang diyakini mampu mendorong terjadinya pemberdayaan fakir miskin secara optimal. Perlunya pendampingan dilatarbelakangi oleh adanya kesenjangan pemahaman diantara pihak yang memberikan bantuan dengan sasaran penerima bantuan. Kesenjangan dapat disebabkan oleh berbagai perbedaan dan keterbatasan kondisi sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melaksanakan tugasnya, para pendamping memposisikan dirinya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan sekaligus evaluator.

  Sumodiningrat (2009:104-106) lebih dalam menjelaskan bahwa bagi para pekerja sosial dilapangan, kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat 5 (lima) kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial, yaitu:

  1. Motivasi

  Masyarakat khususnya keluarga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok untuk mempermudah dalam hal pengorganisasian dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian memotivasi mereka agar dapat terlibat dalam kegiatan pemberdayaan yang nantinya dapat meningkatkan pendapatan mereka dengan menggunakan kemampuan dan sumber daya yang mereka miliki.

  2. Peningkatan Kesadaran dan pelatihan kemampuan

  Disini peningkatan kesadaran masyarakat dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi, sedangkan untuk masalah keterampilan bisa dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Sementara pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pengalaman mereka dapat dikombinasikan dengan pengetahuan yang dari luar. Hal-hal seperti ini dapat membantu masyarakat untuk menciptakan sumber penghidupan dan membantu meningkatkan keterampilan dan keahlian mereka sendiri.

  3. Manajemen diri

  Setiap kelompok harus mampu memilih atau memiliki pemimpin yang nantinya dapat mengatur kegiatan mereka sendiri seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan atau melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini pada tahap awal, pendamping membantu mereka untuk mengembangkan sebuah sistem. Kemudian memberikan wewenang kepada mereka untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

  4. Mobilisasi sumber

  Merupakan sebuah metode untuk menghimpun setiap sumber-sumber yang dimiliki oleh individu-individu yang dalam masyarakat melalui tabungan dan sumbangan sukarela dengan tujuan untuk menciptakan modal sosial. Hal ini didasari oleh pandangan bahwa setiap orang memiliki sumber daya yang dapat diberikan dan jika sumber-sumber ini dihimpun, maka nantinya akan dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara substansial.

  5. Pembangunan dan pengembangan jaringan

  Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial disekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.

  Menurut Jim Ife (1995:63) ada 3 strategi yang diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu : 1) Perencanaan dan kebijakan (policy and planning)

  Untuk mengembangkan perubahan struktur dan institusi sehingga memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai sumber kehidupan untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Perencanaan dan kebijakan yang berpihak dapat dirancang untuk menyediakan sumber kehidupan yang cukup bagi masyarakat untuk mencapai keberdayaan. Misalnya : kebijakan membuka peluang kerja yang luas, UMR yang tinggi, dsb.

  2) Aksi sosial dan politik (sosial dan political action) Diartikan agar sistem politik yang tetutup diubah sehingga memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi. Adanya keterlibatan masyarakat secara politik membuka peluang dalam memporoleh kondisi keberdayaan. 3) Peningkatan kesadaran dan pendidikan

  Masyarakat /kelompok masyarakat tertentu seringkali tidak menyadari penindasan yang terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan diperparah dengan tidak adanya skill untuk bertahan hidup secara ekonomi dan sosial.

  Untuk mengataasi masalah ini peningkatan kesadaran dan pendidikan sangatlah penting untuk ditrapkan. Contoh : memberi pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana struktur-struktur penindasan terjadi, memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan secara efektif.

2.5. Ciri – Ciri Pemberdayaan Masyarakat

  Pendekataan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia (people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial dan strategi perumusan program. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya. Dalam hal ini, Moelyarto (1999:37-38) mengemukakan ciri-ciri pendekatan pengelolaan sumber daya lokal yang berbasis masyarakat, meliputi :

  1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi masyarakat setempat dibuat ditingkat lokal, oleh masyarakat yang memiliki identitas yang diakui peranannya sebagai partisipan dalam proses pengambilan keputusan.

  2. Fokus utama pengelolaan sumber daya lokal adalah memperkuat kemampuan masyarakat miskia dalam mengarahkan aset-asset yang ada dalam masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhannya.

  3. Toleransi yang besar terhadap adanya variasi. Oleh karena itu mengakui makna pilihan individual, dan mengakui proses pengambilan keputusan yang dengan sentralistik.

  4. Budaya kelembagaannya ditandai oleh adanya organisasi- organisasi yang otonom dan mandiri, yang saling berinteraksi memberikan umpan balik pelaksanaan untuk mengoreksi diri pada setiap jenjang organisasi.

  5. Adanya jaringan koalisi dan komunikasi antara para pelaku dan organisasi lokal yang otonom dan mandiri, yang mencakup kelompok penerima manfaat, pemerintah lokal, lokal dan sebagainya, yang menjadi dasar bagi semua kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat pengawasan dan penguasaan masyarakat atas berbagai sumber yang ada, serta kemampuan masyarakat untuk mengelola sumber daya setempat.

  Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberdayaan masyarakat terletak pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia, yang melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal

2.6. Partisipasi Masyarakat Pada Program Pembangunan

  Memperhatikan berbagai karakteristik dari strategi pembangunan sumber daya berbasis komunitas, maka dalam pelaksanaannya terkandung suatu unsur yang dapat dikatakan mutlak, yaitu partisipasi masyarakat lokal. Sebagaimana telah dipahami bahwa, pembangunan pada dasarnya merupakan proses perubahan dan salah satu bentuk perubahan yang diharapkan adalah perubahan sikap dan perilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif dan kuantitaif merupakan salah satu bentuk perwujudan dari sikap dan perilaku tersebut. Dalam hal ini aktivitas lokal merupakan merupakan media dan sarana bagi masyarakat dalam melaksanakan partisipasinya. Agar proses pembangunan dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diusahakan agar ada kesinambungan dan peningkatan yang bersifat kumulatif dari partisipasi masyarakat melalui berbagai tindakan bersama dan aktivitas lokal tersebut.

  Partisipasi merupakan pelibatan diri secara penuh pada suatu tekad yang telah menjadi kesepakatan bersama antar anggota dalam satu kelompok/antar kelompok sampai dengan skala nasional dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari landasan konstitusional Negara Republik Indonesia maka partisipasi dapat disebut sebagai “Falsafah Pembangunan Indonesia”. Dengan demikian sudah sewajarnya bila tiap pembangunan haruslah menerapkan konsep partisipasi dan tiap partisipasi menurut Parwoto (1997) harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  Proaktif atau sukarela (tanpa disuruh)

  • Adanya kesepakatan yang diambil bersama oleh semua pihak yang terlibat dan
yang akan terkena akibat kesepakatan tersebut Adanya tindakan mengisi kesepakatan tersebut

  • Adanya pembagian kewenangan dan tanggungjawab dalam kedudukan yang
  • setara antar unsur/pihak yang terlibat.

  Konsep partisipasi dalam pembangunan kemudian disebut sebagai pembangunan partisipatif, yaitu pola pembangunan yang melibatkan berbagai pelaku pembangunan yang berkepentingan (sektor pemerintah, swasta dan masyarakat yang akan langsung menikmati/terkena akibat pembangunan) dalam suatu proses kemitraan dengan menerapkan konsep partisipasi, dimana kedudukan masyarakat adalah sebagai subyek pembangunan dan sekaligus sebagai objek dalam menikmati hasil pembangunan. Pembangunan partisipatif ini mempertemukan perencanaan makro yang berwawasan lebih luas dengan perencanaan mikro yang bersifat kontekstual sehingga pembangunan mikro akan merupakan bagian tidak terpisahkan dari seluruh perencanaan makro.

  Pembangunan partisipatif juga mempertemukan pendekatan dari atas (top-

  down ), dimana keputusan-keputusan dirumuskan dari atas dan pendekatan dari

  bawah (botton-up), yang menekankan keputusan di tangan masyarakat yang kedua-duanya memiliki kelemahan masing-masing. Dalam pembangunan partisipatif keputusan merupakan kesepakatan antar pelaku yang terlibat.

  Ada perbedaan wacana mengenai pembangunan dan partisipasi masyarakat, yaitu dari wacana pemerintah dan wacana masyarakat. Menurut Widyatmadja dan Goulet (dalam Prijono dkk, 1996:105) partisipasi dalam wacana pemerintah adalah lebih menekankan pada pengorbanan dan kontribusi rakyat daripada hak untuk ikut menikmati manfaat pembangunan itu sendiri. Dari perspektif rakyat, partisipasi merupakan praktek dari keadilan dan hak untuk menikmati hasil pembangunan yang mungkin dapat menimbulkan konflik antara pihak-pihak yang berkepentingan.

  Lebih lanjut menurut Soetrisno (1995:221) ada dua jenis definisi partisipasi yang beredar dalam masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi partisipasi jenis ini mengartikan partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi diukur dengan kemampuan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan pemerintah.

  Definisi kedua yang ada dan berlaku universal adalah partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut definisi ini tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan tetapi juga ada tidaknya hak rakyat untuk menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dipakai oleh definisi ini dalam mengukur tinggi rendahnya partisipasi rakyat adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu. Menurut Hall (1986:9) partisipasi masyarakat merupakan pendekatan pembangunan yang memandang masyarakat dalam konteks dinamis yang mampu memobilisasi sumber daya sesuai dengan kepentingan, kemampuan dan aspirasi yang dimiliki, baik secara individu maupun komunal. Dalam Wibisana (1989:41) partisipasi masyarakat sering diartikan sebagai keikutsertaan, keterlibatan dan kebersamaan anggota masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanan program. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan partisipasi tidak langsung berupa keuangan, pemikiran dan material yang diperlukan. Slamet, (1992) partisipasi merupakan keterlibatan aktif dan bermakna dari masa penduduk pada tingkatan-tingkatan yang berbeda, yaitu: a.

  Dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan kemasyarakatan dan pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan.

  b.

  Dalam pelaksanaan program-program atau proyek-proyek secara sukarela c. Dalam pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau proyek

  Definisi tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dilakukan pada semua tahapan dalam proses pembangunan, dari tahapan perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, sampai tahapan pemanfaatan hasil-hasilnya .

  Dalam Burke, (2004:52-54) keuntungan dan masalah partisipasi akan dilihat dalam konteks yang berbeda oleh setiap orang yang berkepentingan. Secara umum, keuntungan dari partisipasi: a.

  Masyarakat akan merasa “memiliki” terhadap rencana kerja.

  b.

  Memungkinkan adanya ide-ide segar.

  c.

  Mendapat bantuan dalam bentuk barang atau sumber daya lainnya.

  d.

  Masyarakat akan tetap merasa menjadi bagian dari pemecahan masalah jangka panjang karena mereka telah mempunyai rasa memiliki terhadap ide-ide awal.

  e.

  Keikutsertaan dalam satu proyek atau program membangun kesadaran, kepercayaan dan keyakinan menjadi bagian penting pada proyek/kesempatan- kesempatan lainnya.

  Selain itu, keuntungan dari suatu keluaran atau out put yang lebih baik adalah isue “proses” membantu mengembangkan keterampilan dan confidence masyarakat. Keuntungan pada umumnya berkaitan dengan Kepentingan utama yang disepakati pada tingkat partisipasi yang tepat; kesamaan bahasa untuk mendiskusi issue dan mengembangkan ide-ide; dan metode-metode tepat guna yang dipakai sebanyak mungkin sesuai kesepakatan untuk mencapai hasil yang diinginkan Peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diketahui berdasarkan besarnya pengaruh yang dimiliki masyarakat di dalam proses penentuan permasalahan beserta hasilnya, dari pengaruh yang kecil sampai kepada pengaruh yang besar. Peran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan terdiri dari

  1. Tinjauan dan Komentar Masyarakat diberi kesempatan untuk meninjau suatu rencana yang diusulkan. Komentar dapat dibuat, tetapi organisasi perencanaan tidak terikat untuk mengubah atau memodifikasi rencana tersebut. Peran ini bersifat pasif, yang dirancang untuk menyediakan informasi kepada masyarakat dan kelompok.

  2. Konsultasi Dengan peran ini, masyarakat diangkat dan dimintai masukan serta informasi khusus. Metode yang dipergunakan untuk memperoleh masukan adalah melalui pertemuan dan kuesioner. Peran masyarakat sebagai konsultan adalah utuk menjadi bagian dari usaha pembuatan keputusan. Tujuan dari peran konsultasi ini bersifat lebih jauh, bukan hanya sebagai penyedia informasi bagi masyarakat. Peran ini merupakan proses komunikasi dua arah di mana tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki keputusan.

  3. Pemberi Nasehat Pengaruh dan peran masyarakat bersifat lebih besar karena masyarakat diangkat ke dalam organisasi dan ditempatkan pada komite kebijakan dan perencanaan di dalam organisasi perencanaan tersebut. Tujuan dari peran ini adalah untuk memperoleh informasi maupun dukungan terorganisir untuk kegiatan-kegiatan.

  4. Pengambilan Keputusan Bersama Peran ini menggambarkan partisipasi masyarakat dan perencana yang bertindak sebagai mitra di dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

  Tujuannya adalah untuk mencapai keputusan yang mencerminkan keinginan tim perencana yang di dalamnya memuat aspirasi masyarakat.

  5. Pengambilan Keputusan Terkendali Dalam peran ini, masyarakat memiliki wewenang penuh atas semua kebijakan dan keputusan. Peran dari para staf adalah untuk memfasilitasi pengambilan keputusan, yaitu untuk bertindak sebagai penasehat dan menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh masyarakat Peran partisipasi masyarakat ini sangat umum untuk organisasi yang bersifat sukarela.

  Pendekatan dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, memungkinkan keseimbangan antara kepentingan administrasi dari pemerintah setempat dan integrasi penduduk setempat dalam proses pengambilan keputusan pada tingkat lokal. Terdapat 2 (dua) macam partisipasi penduduk, yaitu (Jayadinata, 1999:201-202):

  1. Partisipasi vertikal Penduduk diberi lebih banyak kesempatan untuk menyumbangkan pendapatnya dalam pembangunan Interaksi dengan cara dari bawah ke atas (bottom up) dalam hal:

  a. Teknik belajar dan mendengarkan (masyarakat diberi informasi mengenai masalah aktual) b. Pengumuman informasi berhubungan dengan program yang diusulkan.

  c. Masukan yang terus dari berbagai golongan.

  d. Penelaahan kembali rencana yang diusulkan.

  2. Partisipasi horisontal Dalam partisipasi ini masyarakat berinteraksi secara horizontal dalam hal: a. Masyarakat setempat berinteraksi dengan berbagai kelompok lain.

  b. Mengambil pengalaman dari kelompok lain.

  c. Mempengaruhi agar persentase partisipasi penduduk menjadi lebih besar.

2.7. Pengembangan Wilayah

  Miraza (2005) wilayah adalah kumpulan daerah hamparan sebagai suatu kesatuan geografis dalam bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia serta posisi geografi yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan efektif melalui perencanaan yang komprehensif.

  Bila dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan wilayah dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan masyarakat meningkat dalam jangka waktu yang panjang. Dari pengertian tersebut dapat terlihat pembangunan ekonomi mempunyai sifat antara lain :

1. Sebagai proses, berarti merupakan perubahan yang terjadi terus menerus 2.

  Usaha untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat, dan 3. Kenaikan pendapatan tersebut terus berlangsung dalam jangka panjang (Sukirno, 1991).

  Adapun sasaran pembangunan menurut Todaro (1993) adalah : 1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan- bahan pokok yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seperti makan, perumahan, dan kesehatan serta perlindungan 2. Meningkatkan taraf hidup termasuk didalamnya meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang memadai, pendidikan yang lebih baik dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya yang manusiawi 3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individual dan nasional dengan cara mereka dari sikap-sikap budak dan ketergantungan juga tidak hanya hubungan dengan orang lain dan Negara lain tetapi juga sumber kebodohan dan penderitaan orang lain.

  Dari definisi yang dikemukakan dapat terlihat bahwa pembangunan ekonomi adalah merupakan suatu proses, di mana dengan proses itu akan terlihat adanya perubahan yang besar dalam struktur sosial, sikap mental yang telah terbiasa, pertumbuhan ekonomi serta pemberantasan kemiskinan dan pengangguran.

  Ketimpangan dalam pendapatan perkapita melalui perluasan kesempatan kerja yang memadai, pendidikan juga dengan cara membebaskan masyarakat dari sikap ketergantungan terhadap orang lain serta mengangkat kesadaran akan harga diri.

2.8. Penelitian Terdahulu

  Ronal d Sitanggang (2007), dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) dalam Pengembangan Wilayah Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Jorlang Hataran Kabupaten Simalungun” menyimpulkan bahwa faktor-faktor kekuatan dalam pemberdayaan masyaraakat melalui Program P2D antara lain adalah sebagai berikut. a) Keinginan yang kuat dari masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses pembangunan desanya, b) Kesadaran warga untuk membayat PBB mengalami peningkatan, c) Berfungsinya lembaga pemberdayaan masyarakat deesa, d) Potensi sumber daya alam khususnya sektor pertanian.

  Penelitian Lurinim Purba (2007), yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Program Bantuan Pembangunan Desa Di Kecamatan Gunung Malela Kabupaten Simalungun” menyimpulkan bahwa pengaruh partisipasi keberhasilan program bantuan pembangunan desa. a). Partisipasi masyarakat pada aspek perencanaan, pemanfaatan, dan sosialisasi berpengaruh positif terhadap keberhasilan pada kegiatan fisik, artinya peningkatan partisipasi aspek perencanaan, pemanfaatan dan sosialisasi searah dengan peningkatan keberhasilan program bantuan pembangunan desa pada kegiatan fisik. Sedangkan partisipasi pada aspek pelaksanaan tidak berpengaruh terhadap keberhasilan kegaitan fisik. b). Partisipasi masyarakat pada aspek perencanaan dan pemanfaatn berpengaruh positif terhadap keberhasilan pada kegiatan PKK, artinya peningkatan partisipasi aspek perencanaan dan pemanfaatn searah dengan peningkatan keberhasilan program bantuan pembangunan desa pada kegiatan PKK. Sedangkan partisipasi pada aspek pelaksanaan dan sosialisasi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan kegiatan PKK.

  Hasil kajian pusat penelitian pembangunan pedesaan dan kawasan (P3KP) Universitas Gajah Mada salah satu cara untuk mengetahui kulaitas partisipasi masyarakat dapat dilihat dari bentuk-bentuk keterlibatan seseorang dalam berbagai tahap proses pembangunan yang terencana mulai dari perumusan tujuan sampai dengan penilaian. Bentuk-bentuk partisipasi sebagai usaha terorganisir oleh warga masyarakat untuk mempengaruhi bentuk dan jalannya public policy. Sehingga kualitas dari herarki partisipasi masyarakat dilihat dalam keaktifan atau kepasifan (apatis) dari bentuk parisipasi masyarakat.

  Hasil penelitian Jhon Pieter Sitorus yang berjudul “Partispasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Kecamatan Balige” menyimpulkan bahwa secara umum rendahnya aspirasi masyarakat yang direalisasikan dalam rencana pembangunan yang dibiayai anggaran pembangunan menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan konsep perencanaan pembangunan dalam era otonomi daerah yaitu kombinasi perencanaan top-down dan botton-up, a) Tingkat pendidikan dan pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi masyarakat.

  b) Partispasi masyarakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap perencanaan pembangunan desa.

2.9. Kerangka Pemikiran

  Bantuan desa mandiri pangan bertujuan menciptakan ketahanan pangan bagi desa yang mendapatkan bantuan tersebut. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Bantuan desa mandiri pangan ini sangat berperan untuk mendorong, serta menumbuhkan kreatifitas dan aktifitas masyarakat dalam menciptakan kemandirian pangan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal. Partispasi masyarakat (aspek perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan sosialisasi) dalam pelaksnaan program desa mandiri pangan dipengaruhi oleh faktor karakteristik (pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan), seperti gambar pada kerangka pemikiran berikut :

  Karakteristik Umur Pendidikan Pendapatan

  Partisipasi Masyarakat Aspek Sosialisasi Aspek Perencanaan Aspek Pelaksanaa Aspek Pemanfaatan

  Keberhasilan Bantuan Desa Mandiri Pangan

Gambar II.1. Kerangka Pemikiran

2.10. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan perumusan masalah maka hipotesis yang akan menjadi pedoman awal dalam penelitian adalah :

  1. Terdapat pengaruh faktor karakteristik (umur, pendidikan, dan pendapatan) terhadap partisipasi masyarakat dalam program bantuan desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.

  2. Terdapat pengaruh simultan partisipasi masyarakat (aspek sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.

  3. Terdapat pengaruh parsial aspek sosialisasi terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.

  4. Terdapat pengaruh parsial aspek perencanaan terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.

  5. Terdapat pengaruh parsial aspek pelaksanaan terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.

  6. Terdapat pengaruh parsial aspek pemanfaatan terhadap keberhasilan program desa mandiri pangan di Kota Subulussalam.