BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum - Studi Perbandingan Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Metode Konvensional, Uji Pembebanan Statik dan PDA pada Proyek Pembangunan Apartement Bird’s Park – Cemara Asri

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

  Tanah di alam terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau tanpa kandungan bahan organik. Butiran-butiran tersebut dapat dengan mudah dipisahkan satu sama lain dengan kocokan air. Material ini berasal dari pelapukan batuan, baik secara fisik maupun kimia. Sifat-sifat teknis tanah, kecuali oleh sifat batuan induk yang merupakan material asal, juga dipengaruhi oleh unsur-unsur luar yang menjadi penyebab terjadinya pelapukan batuan tersebut.

  Istilah-istilah seperti kerikil, pasir, lanau, dan lempung digunakan dalam Teknik Sipil untuk membedakan jenis-jenis tanah. Pada kondisi alam, tanah dapat terdiri dari dua atau lebih campuran jenis-jenis tanah dan kadang-kadang terdapat pula kandungan bahan organik. Material campurannya kemudian dipakai sebagai nama tambahan di belakang material unsur utamanya. Sebagai contoh, lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan material utamanya adalah lempung dan sebagainya.

  Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah dikatakan dalam kondisi jenuh. Bila rongga terisi udara dan air, tanah pada kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Tanah kering adalah tanah yang tidak mengandung air sama sekali atau kadar airnya nol.

  Definisi tanah secara mendasar dikelompokkan dalam tiga definisi, yaitu:

  1. Berdasarkan pandangan ahli geologi

  2. Berdasarkan pandangan ahli ilmu alam murni 3. Berdasarkan pandangan ilmu pertanian.

  Menurut ahli geologi (berdasarkan pendekatan Geologis)

  Tanah didefiniskan sebagai lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus).

2.2 Penyelidikan Tanah

  Penyelidikan Tanah Salah satu tahapan paling awal yang perlu dilakukan dalam perencanaan pondasi adalah penyelidikan tanah. Uji penyelidikan tanah diperlukan untuk mengetahui daya dukung dan karateristik tanah serta kondisi geologi, seperti mengetahui susunan lapisan tanah/sifat tanah, mengetahui kekuatan lapisan tanah dalam rangka penyelidikan tanah dasar untuk keperluan pondasi bangunan, jalan, jembatan dan lain-lain, kepadatan dan daya dukung tanah serta mengetahui sifat korosivitas tanah. Penyelidikan tanah adalah salah satu dalam bidang geoteknik yang dilakukan untuk memperoleh sifat dan karakteristik tanah dalam kepentingan rekayasa (engineering). Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yakni :

  1. penyelidikan lapangan (in situ test) Penyelidikan lapangan pada umumnya terdiri dari boring seperti hand boring atau machine boring

  • SPT (Standard Penetration Test)
  • CPT (Cone Penetration Test),
  • DCP (Dynamic Cone Penetration)
  • PMT (Pressumeter Test)
  • DMT (Dilatometer Test) • Sand Cone Test, dll.

2. Sedangkan penyelidikan yang dilakukan di laboratorium (laboratory test).

  terdiri dari uji index properties tanah seperti :

  • water content
  • spesific gravity
  • atterberg limit
  • sieve analysis
  • unit weight
  • engineering properties tanah (seperti direct shear test, consolidation test, , permeability test, compaction test, CBR test, dll).

  triaxial test

  Pemilihan jenis pengujian yang dilakukan sangat tergantung kepada jenis konstruksi yang akan dikerjakan pada lokasi. Penyelidikan tanah dilakukan untuk mengetahui jenis pondasi yang akan digunakan untuk konstruksi bangunan, selain itu dari hasil penyelidikan tanah dapat ditentukan perlakuan terhadap tanah agar daya dukung dapat mendukung konstruksi yang akan dibangun. Dari hasil penyelidikan tanah ini akan dipilih alternatif atau jenis pondasi, kedalaman serta dimensi pondasi yang paling ekonomis tetapi masih aman.

  Jadi penyelidikan tanah sangat penting dan mutlak dilakukan sebelum struktur itu mulai dikerjakan. Dengan mengetahui kondisi daya dukung tanah kita bisa merencanakan suatu struktur yang kokoh dan tahan gempa, yang pada akhirnya akan memberi rasa kenyamanan dan keamanan bila berada di dalam gedung.

2.2.1 Standard Penetration Test (SPT)

  Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya

  dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode Standard Penetration Test merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

  Tujuan dari percobaan Standard Penetration test (SPT) ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan Standard Penetration test (SPT) ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.

  2. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung, segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.

3. Berikan tanda pada batang setiap 15 cm dengan total 45 cm.

  4. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

  N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

  Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;

  5. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

  6. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT

  ≥ 60 untuk 4x interval pengambilan dimana interval pengambilan SPT = 2 m. Uji Standard Penetration Test ini dapat dilakukan untuk hampir semua jenis tanah. Berdasarkan pengalaman yang cukup lama, berbagai korelasi empiris dengan parameter tanah telah didapatkan. Harga N dari pasir yang diperoleh dari pengujian standard penetration test (SPT) dan hubungan antara kepadatan relatif dengan sudut geser dalam dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :

Tabel 2.1. Hubungan D ,

  ϕ dan N dari pasir (Peck, Meyerhoff)

  Sudut Geser Dalam Kepadatan Relatif

  − Nilai N Menurut Menurut

  = Peck Meyerhof

  − 0-4 Sangat Lepas 0,0-0,2 <28,5 <30 4-10 Lepas 0,2-0,4 28,5-30 30-35 10-30 Sedang 0,4-0,6 30-36 35-40 30-50 Padat 0,6-0,8 36-41 40-45 >50 Sangat Padat 0,8-1,0 >41 >45

  

(Suyono ,Mekanika Tanah & Teknik Pondasi,1983)

2.3 Penyelidikan Tiang

2.3.1 Pile Driving Analyzer

  adalah alat untuk mengukur kekuatan sebuah pondasi

  Pile Driving Analyzer

  selama pemancangan, yang dikembangkan selama tahun 1960an dan diperkenalkan pada tahun 1972. Menurut Coduto dalam Foundation Design Principles and , pengujian daya dukung pondasi tiang dengan menggunakan alat PDA ini

  Practices

  metodologinya telah distandarisasi dan diuraikan dalam ASTM D4945. Peralatan ini memilikitiga komponen sebagai berikut:

  1. Sepasang strain transducers yang diletakkan di dekat kepala tiang,

  2. Sepasang accelerometers yang diletakkan di kepala tiang, 3. Sebuah Pile Driving Analyzer (PDA).

  Monitor PDA memberikan keluaran yang berasal dari strain transducers dan

  accelerometers pondasi tiang pancang, dan data tersebut dievaluasi sebagai berikut:

  1. Data strain dikombinasi dengan modulus elastisitas dan luas penampang tiang, memberikan tekanan vertikal pada tiang.

  2. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil partikel percepatan perjalanan gelombang melalui tiang,

  3. Data acceleration diintegrasikan dengan waktu hasil perpindahan pondasi selama pemukulan hammer.

  Setiap impact atau tumbukan yang diberikan pada ujung atas tiang akan menghasilkan gelombang tegangan (stress wave) yang bergerak ke bawah sepanjang tiang dengan kecepatan suara di media materialnya, maka PDA dengan alat sensornya yang ditempatkan pada tiang bagian atas akan dapat menganalisa gelombang tersebut dan menghitung daya dukung tiang dengan metode Case.

  Dalam analisa persamaan gelombang (wave equation) impact yang diberikan pada kepala tiang adalah simulasinya, maka dengan PDA ini impact tersebut adalah benar terjadi.

  Suatu massa hammer ditumbukkan pada kepala tiang untuk menghasilkan gelombang tegangan keseluruh panjang tiang. Dengan menempatkan sepasang sensor yaitu transducer di bagian atas tiang pada sisi yang berlawanan untuk mencegah pengaruh lentur tiang, maka pengukuran kecepatan partikel (particle velocity) sebagai hasil integrasi terhadap besaran percepatan terukur dari accelerometer, serta pengukuran gaya (force) sebagai hasil perkalian besaran regangan terukur dari transduser regangan (strain transducer) dapat dilakukan. Dimana hasil pengukuran inilah yang menjadi dasar dalam perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode Case.

2.3.1.1 Case Method

  Case method merupakan cara pengukuran dan interpretasi terhadap pengaruh

  tanah, tegangan pada tiang, kondisi integritas tiang dan kinerja hammer dengan menggunakan PDA.

  Perhitungan daya dukung tiang Case method berdasarkan pada perambatan gelombang satu dimensi, dengan asumsi bahwa tiang seragam dan ideal plastis maka dapat diturunkan persamaan sebagai berikut:

  F = zv

  (turun) (turun)

  Keterangan : z = � , ( impedansi atau faktor kekakuan dinamis )

  Untuk tiang dengan impedansi Z pada saat tiang ditumbuk, gelombang tumbukan ( impact wave) menjalar ke bawah (downward wave), dimana akan terjadi juga gaya tekan (compression force) yang menyebabkan kecepatan kebawah (downward particle velocity).

  Setelah waktu t = L/c, gelombang akan mencapai ujung tiang (pile tip), maka gelombang yang merupakan gelombang tekan (compression wave) dipantulkan keatas sebagai gelombang tarik (tension wave).

  Berarti pada ujung tiang gelombang tekan dan tarik saling menghapuskan. Akan tetapi gelombang pantul yang merupakan gelombang tarik juga akan mendorong partikel pada ujung bawah tiang menjadi dua kali lipat. Untuk gelombang tarik, arah kecepatan partikel dan penyebaran gelombang berlawanan, sedangkan pada gelombang tekan arah kecepatan dan penyebaran gelombang sama.

  Bila ada tahanan tanah di sepanjang tiang sebesar R, akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

  • ( )

  1

  1 2 −

  2

  ...............................................................................................(2.1) =

2 Keterangan :

  Rt = tahanan tanah total F = gaya pada waktu t (pukulan maksimum)

  1

  1 F = gaya pada waktu t

  2

  2 Prinsip inilah yang dilakukan oleh PDA, yaitu mengukur F , F , V , V ,

  1

  2

  1

  2

  pengukuran dilakukan untuk setiap pukulan yang diberikan. Selain memberikan hasil perhitungan daya dukung tiang, PDA juga menghasilkan perhitungan dari transfer energi tumbukan yang terekam, menghitung gaya maksimum yaitu gaya tekan maupun gaya tarik dilokasi penempatan transducer, serta mengukur kondisi global integritas tiang.

2.3.1.2 CAPWAP

  (CAPWAP) adalah program aplikasi untuk

  Case pile Wave Analysis Program

  menganalisa gelombang gaya (F) dan kecepatan (V) yang diukur oleh PDA. Program CAPWAP digunakan untuk memperkirakan distribusi dan besarnya gaya perlawanan tanah sepanjang tiang berdasarkan modelisasi yang dibuat dan memisahkannya menjadi bagian dinamis dan bagian statis.

  Program CAPWAP menggunakan model matematis sistem tiang tanah dengan element diskrit massa dan pegas seperti pada analisa persamaan gelombang

  (wave equation), namun hanya merupakan fungsi dari pergerakan tiang saja, sedang tanah sendiri adalah pasif. Sehingga parameter tanah yang perlu diketahui adalah tahanan batas (Ru), perpindahan elastis dari tahanan statis (quake), faktor redaman tanah (Jc).

  Analisa CAPWAP dilakukan dengan mencocokkan kurva (F dan V) simulasi yang karakteristiknya diketahui, dengan kurva hasil redaman PDA secara iterasi (trial and error). Jika belum mendapatkan suatu kecocokan, dapat diiterasi lagi dengan mengubah parameter tanahnya. Jika sudah cocok, artinya model tanah yang dicari sudah selesai, maka perlawanan tanah (Ru) dapat dipisah menjadi bagian dinamis dan statis sehingga karakteristik bagian statisnya dapat didefenisikan.

  Termasuk hasil dari CAPWAP adalah dengan model tanah sudah dapat disimulasikan untuk setiap elemen tiang yaitu fungsi kedalaman, maka dapat disimulasikan perilaku sistem tiang tanah di bawah pembebanan yaitu kurva hubungan beban dengan penurunan kepala tiang (load-settlement curve).

  Kemudian dengan pengetahuan karakteristik hubungan beban dan penurunan dalam setiap elemen, maka daya dukung batas tiang dapat diketahui berdasarkan penurunan izin vertikal mencapai 2,5 mm/blows.

Gambar 2.1. Tampilan Program CAPWAP

2.4 Pondasi

2.4.1 Perencanaan Pondasi Tiang

  Pada perencanaan pondasi tiang pada umumnya diperkirakan pengaturan tiang – tiangnya terlebih dahulu seperti letak/susunan, diameter dan panjang tiang.

  Dalam pengaturan tiang – tiang tersebut perlu diperhatikan beberapa hal berikut :

  1. Tiang yang berbeda kualitas bahannya atau tiang yang memiliki diameter berbeda tidak boleh dipakai untuk pondasi yang sama;

  2. Tiang miring dipakai apabila besarnya gaya horizontal yang bekerja pada kelompok tiang terlalu besar untuk ditampung oleh tiang vertikal;

  3. Jarak yang dianjurkan antara tiang dalam satu kelompok adalah antara 0, 60 sampai 2, 0 meter.

  Pada umumnya gaya – gaya luar yang bekerja pada tiang yaitu pada kepala tiang yang meliputi berat sendiri bangunan di atasnya, beban hidup, tekanan tanah dan tekanan air. Sedangkan beban yang bekerja pada tubuh tiang yaitu meliputi berat sendiri tiang, gaya geser negatif pada selimut tiang dan gaya mendatar akibat getaran ketika tiang tersebut melentur.

Gambar 2.2. Beban yang Bekerja pada Kepala TiangGambar 2.3. Beban yang Bekerja pada Tubuh Tiang

  Perencanaan suatu pondasi tiang biasanya dilaksanakan sesuai dengan prosedur sebagai berikut :

  1. Menentukan kriteria perencanaan, seperti beban – beban yang bekerja pada dasar tumpuan (poer), parameter tanah, situasi dan kondisi bangunan di sekitar lokasi, besar pergeseran yang diijinkan dan tegangan ijin dari bahan – bahan pondasi;

  2. Memperkirakan diameter, jenis, panjang, jumlah dan susunan tiang;

  3. Menghitung daya dukung vertikal tiang tunggal (single pile);

  4. Menghitung faktor efisiensi dalam kelompok tiang dan daya dukung vertikal yang diijinkan untuk sebuah tiang dalam satu kelompok tiang;

  5. Menghitung beban vertikal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok tiang;

  6. Memeriksa beban yang bekerja pada setiap tiang apakah masih dalam batasan daya dukung yang diijinkan. Apabila tidak sesuai, maka perkiraan diameter, jumlah atau susunan tiang pada prosedur yang kedua harus dihitung kembali kemudian dilanjutkan dengan prosedur berikutnya;

  7. Menghitung daya dukung mendatar setiap tiang dalam kelompok;

  8. Menghitung beban horizontal yang bekerja pada setiap tiang dalam kelompok;

9. Menghitung penurunan; 10. Merencanakan struktur tiang.

2.5 Kapasitas Daya Dukung Tiang

2.5.1 Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

2.5.1.1 Berdasarkan Hasil Standard Penetration Test (SPT)

  (SPT) adalah sejenis percobaan dinamis dengan

  Standard Penetration Test

  memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan percobaan ini akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (

  φ) berdasarkan nilai jumlah pukulan (N). Hubungan kepadatan relatif, sudut geser tanah dan nilai N dari pasir dapat dilihat pada Tabel 2. 1.

  SPT yang dilakukan pada tanah tidak kohesif tapi berbutir halus atau lanau, yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N > 15, maka sebagai koreksi Terzaghi dan Peck (1948) memberikan harga ekivalen N0 yang merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah dikoreksi akibat pengaruh permeabilitas yang dinyatakan dengan N0 = 15 + ½ (N – 15).

  Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah.

  Kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan : τ = c + σ tan φ .........................(2.2)

  Dimana :

  2

  ) τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm

  2

  c = Kohesi tanah (kg/cm )

  2

  ) σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm φ = Sudut geser tanah (°)

  Untuk mendapatkan harga sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

  1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar : = √12 + 15 .................................................. (2.3)

  = √12 + 50 .................................................. (2.4)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam,maka sudut gesernya adalah :

  = 0,3 + 27.....................................................(2.5) Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada Tabel 2. 2 berikut .

Tabel 2.2. Hubungan antara Angka Penetrasi Standard dengan Sudut Geser

  Dalam dan Kepadatan Relatif pada Tanah Pasir

  Angka penetrasi Kepadatan relatif Sudut geser dalam φ o standard, N Dr (%) ( )

  0-5 0-5 26-30 5-10 5-30 28-35 10-30 30-60 35-42 30-50 60-65 38-46

  

(M. Das –Endah, Mekanika Tanah, 1985) Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2. 3). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Tabel 2.3. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah

  Harga N < 10 10-30 30-50 >50 Tanah tidak

  Berat isi γ Kohesif 12-16 14-18 16-20 18-23

  3

  kN/m Harga N < 4 4-15 16-25 >25

  Tanah Berat isi γ kohesif 16-18 16-18 16-18 >20

  3

  kN/m

  

(Suyono , “Mekanika Tanah & Teknik Pondasi”, 1983)

  Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir.

  Tanah dibawah muka air mempunyai berat isi efektif yang kira – kira setengah berat isi tanah di atas muka air.

  Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini :

  1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35

  2

  atau harga

  2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 - 4 kg/cm SPT, N > 15 Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah dianggap sudah terganggu.

1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif

  = 40 × × < 400. ........................ (2.6) − × − . Dimana : Lb = Panjang lapisan tanah (m) D = Diameter tiang (m) Ap = Luas penampang tiang (m²).

  Jika N = 60 maka dipakai, = 40 × × × < 400. .

  60

  

60

( 1+ 2)

  = ...................................................................................... (2.7)

  60

2 Dimana :

  N = rata-rata nilai N-SPT di dekat ujung tiang (sekitar 10D di atas dan 4D

  60

  dibawah ujung tiang) N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah

  2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif = 2 ×

  − × × ................................................................ (2.8) Dimana : Li = Panjang lapisan tanah (m) P = Keliling Tiang (m)

  3 Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif = 9 × × ................................................................................ (2.9)

  Dimana :

  2 A = Luas penampang tiang (m ) p

  2

  c = Kohesi undrained (kN/m )

  u

  2

  = × 10 ...................................................................... (2.10) − ×

  3

4 Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

  = × × × .......................................................................... (2.11)

  Dimana : α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang

  2

  c = Kohesi undrained (kN/m )

  u

  p = Keliling tiang (m) Li = Panjang lapisan tanah (m)

2.5.1.2 Berdasarkan Hasil Loading Test

  Daya dukung tiang bor berdasarkan uji pembebanan (loading test) dapat dilakukan setelah selesai pengecoran, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara beban dengan penurunan pondasi akibat pembebanan. Besar daya dukung tiang berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat pengujian beban, untuk kondisi tiang bor mengalami keruntuhan. biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik. Cara yang

  Loading test

  paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik.

  Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertical (compressive Loading test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:

  • Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi akibat beban rencana.
  • Untuk menguji bawah pondasi tiang yang dilaksanakan mampu mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan tidak terjadi kegagalan.
  • Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate bearing capacity) sebagai control dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.
  • Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan mutu besi beton. (Wesley, L.D., 1997) Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk kondisi-kondisi seperti berikut ini:

  a. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.

  b. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan flsik yang dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan yang berlebihan dan lain-lain.

  c. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya kualitas pelaksanaan ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang sebelumnya tidak terdeteksi.

  d. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang non-stardard, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur tersebut.

  e. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan yang belum diperhitungkan dalam perencanaan. f. Diperlukannya pembuktian mengenai kinerja suatu struktur yang baru saja dicor.

  Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai metode interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang berbeda. (American Society Testing and Materials, 2010)

  Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik, seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban – penurunan, besarnya deformasi plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.

  Pengujian hingga 150% dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan untuk control beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian sebesar 250% hingga 300% dari beban kerja.

  Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan pengukuranpergerakan tiang. Beban–beban umumnya diberikan secara bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang diterima dan dicatat untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu beban yang konstan, tiang terus-menerus mengalami penurunan. Pada umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. (American Society Testing and Materials, 2010) Oleh karena itu daya dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi. Sesudah tiang uji dipersiapkan (dicor), perlu ditunggu terlebih dahulu selama 28 hari sebelum tiang dapat diuji. Hal ini pentinguntuk memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali keadaan semula, dan tekanan air pori Pembebanan dapat dilakukan dengan cara menggunakan system kentledge, yaitu dengan menumpuk blok-blok beton (Gambar 2.1) atau material lain sesuai yang dibutuhkan.

Gambar 2.4. Uji Pembebanan dengan Sistem Kentledge

  Cara lainnya dengan menggunakan reaction pile (Anchor System) yaitu menggunakan tiang bor lain yang akan berfungsi sebagai tiang tarik (Gambar 2.2).

  Pemberian beban pada kepala tiang dilakukan dengan dongkrak hidrolik. Pelaksanaan sistem pembebanan di atas memerlukan waktu yang lama dan tempat yang luas serta biaya besar. Selama pembebanan semua kegiatan di sekitar area tersebut harus berhenti karena dapat mengganggu ketelitian hasil pengujian. (American Society Testing and Materials, 2010) .

Gambar 2.5 Uji Pembebanan dengan System Reaction Pile (Anchor System)

  Data penting dari pengujian ini adalah diperolehnya grafik hubungan antara penurunan tiang (settlement) vs. beban (load). Dari grafik ini, dengan menggunakan berbagai metoda: seperti Metoda Chin dapat diprediksi daya dukung batas dari tiang.

  Pergerakan tiang dapat diukur dengan menggunakan satu set dial guges yang terpasang pada kepala tiang. Toleransi pembacaan antara satu dial gauge lainnya adalah 1 mm. Dalam banyak hal, sangat penting untuk mengukur pergerakan relative dari tiang. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dari interaksi tanah dengan tiang, pengujian tiang sebaiknya dilengkapi dengan instrumentasi. (American Society

  2010)

  Testing and Materials, Metode Chin

  Berdasarkan anggapan bahwa hanya terjadi deformasi geser dan bahwa kurva beban- penurunan adalah berbentuk hiperbola, maka grafik ∆/Qva - ∆ merupakan garis lurus yang miring letaknya.

  Besarnya daya dukung ultimit merupakan inverse slope dari garis tersebut yaitu ∆ dibagi

  ∆/Qva .

  • Gambar ∆/Qva terhadap ∆, dimana ∆ adalah penurunan ∆/Qva adalah beban yang diterapkan.
  • Beban ultimit (Qv)ult = 1/C. Gambar di bawah menjelaskan istilah-istilah tersebut.
  • Hubungan yang diberikan pada gambar ini bahwa kurva beban-penurunan mendekati hiperbolis.

Gambar 2.6. Kurva interpretasi metode Chin (1970)

2.5.1.3 Berdasarkan Hasil Uji Pile Driving Analizer

  Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX) relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman yang baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu:

a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton; b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.

  Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer

  strain transducer

  yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang di lapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tanah, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.

  Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi

hammer mencapai 50% sampai dengan 63% dari energi potensial yang tersedia.

  Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat pelaksanaan pengujian dilaksanakan. Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisis daya dukung tiang pancang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAP pada tiang uji.

  Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan menggunakan Case Pile Wave Equation Analysis Program (CAPWAP), satu paket dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil rekaman PDA dan modelisasi tanah serta parameternya (Dumping factor, Quake, Material tiang) dan secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang dihasilkan. Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus beban dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui Kurva penurunan tiang

  ®

  versus beban dari uji beban statik. (CAPWAP , 2008 )

  ®

Gambar 2.7. Grafik PDA hasil analisis CAPWAP, (CAPWAP )

  , 2008

  Setelah daya dukung ultimate diperoleh melalui analisis CAPWAP, perlu diingat bahwa daya dukung ultimate tiang pancang tersebut adalah daya dukung ultimate tanah pendukung tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan. Daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal maka efisiensi kelompok tiang pancang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak dan susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan penurunan (differential settlement) secara long term perlu dihitung lebih mendalam sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.

2.5.2 Daya Dukung Aksial Grup Tiang

  Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.8. Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :

  1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.

2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang- tiang.

Gambar 2.8. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) untuk kaki tunggal,

  (b) untuk dinding pondasi (Bowles, J.E., 1991)

2.5.2.1 Jarak antar tiang dalam kelompok

  Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga Departemen P.U.T.L. diisyaratkan :

Gambar 2.9 Jarak antar tiang dimana : S = Jarak masing-masing.

  D = Diameter tiang. Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

  1. Bila S < 2,5 D

  a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

  b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu.

  2. Bila S > 3,0 D Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

  Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

  Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.

  Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.

2.5.2.2 Kapasitas kelompok dan efisiensi tiang pancang

  Jika kelompok tiang dipancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat, atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum, asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, penurunan kelompok tiang masih tetap harus dipancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

  Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan, terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat, saat tiang turun oleh akibat beban, tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun.

  Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok. Jadi, pada keruntuhan blok, tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang (mini pile) maupun tiang bor.

Gambar 2.10. Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal,

  (b) Kelompok tiang Umumnya model keruntuhan blok terjadi bila rasio jarak tiang dibagi diameter (S/D) sekitar kurang dari 2 (dua). Whiteker (1957) memperlihatkan bahwa keruntuhan blok terjadi pada jarak 1,5d untuk kelompok tiang yang berjumlah 3x3, dan lebih kecil dari 2,25d untuk tiang yang berjumlah 9x9.

Gambar 2.11. Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak sampingGambar 2.12. Daerah friksi pada kelompok tiang dari tampak atas

  Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Q = E . n . Q ....................................................................................................(2.12)

  g g a

  Dimana : Q = Beban maksimum kelompok tiang yang menyebabkan keruntuhan.

  g

  E = Efisiensi kelompok tiang

  g N = Jumlah tiang dalam kelompok.

  Q = beban maksimum tiang tunggal.

  a

  Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan- persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang, dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut :

  • Metode Converse – Labore Formula (AASHO)

  Disini diisyaratkan : 1,57.

  . .

  .............................................................................................(2.13) ≤

  • −2 ( −1) +( −1)

  = 1 ......................................................................(2.14) −

  90 .

  Dimana : E = Efisiensi kelompok tiang.

  g m = Jumlah baris tiang.

  N = Jumlah tiang dalam satu baris. θ = Arc tg d/s, dalam derajat. s = jarak pusat ke pusat tiang (m).

  • Metode Los Angeles Group = 1 [

  − ( − 1) + ( − 1) + 2( − 1)( − 1)] ............(2.15) . . Dimana : E = Efisiensi kelompok tiang.

  g m = Jumlah baris tiang.

  N = Jumlah tiang dalam satu baris. θ = Arc tg d/s, dalam derajat. s = jarak pusat ke pusat tiang (m).

  • Metode Soiler – Keeney

  11 0,3

  • −2

  = ………………………………..……(2.16) �1 − � � � �� +

  2

  • 7( −1) + −1

  Dimana: E = Efisiensi kelompok tiang.

  g m = Jumlah baris tiang. n = Jumlah tiang dalam satu baris s = Jarak pusat ke tiang (m).

2.5.3 Daya Dukung Lateral Tiang

  Beban lateral dan momen dapat bekerja pada pondasi tiang akibat gaya gempa, gaya angin pada struktur atas, beban statik seperti misalnya tekanan aktif tanah pada abutment jembatan atau soldier piles, gaya tumbukan kapal dan lain-lain. Dalam analisis kepala tiang dibedakan menjadi kondisi kepala tiang bebas (free ) dan kpala tiang terjepit (fixed head atau restrained).

  head

  Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari 2 kriteria berikut :

  • Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu faktor keamanan
  • Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksimaksimum yang diijinkan Metode analisis yang dapat digunakan adalah :
  • Metode Broms (1964)
  • Metode Brinch Hansen (1961)
  • Metode Reese – Matlock (1956)

2.5.3.1 Penentuan kriteria tiang pendek atau panjang

  Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral, disamping kondisi kepala tiang umumnya tiang juga perlu dibedakan berdasarkan perilakunya sebagai pondasi tiang pendek (kaku) atau pondasi tiang panjang (tiang elastis).

  Pada pondasi tiang pendek, sumbu tiang masih tetap lurus pada kondisi terbebani secara lateral. Kriteria penentuan tiang pendek dan tiang panjang didasarkan pada kekakuan relatif antara pondasi tiang dengan tanah.

  Pada tanah lempung teguh terkonsolidasi secara berlebih, modulus subgrade tanah (coefficient of horizontal subgrade reaction atau k ) umumnya diasumsikan

  s

  konstan terhadap kedalaman tanah. Dalam hal ini digunakan faktor kekakuan R (dalam satuan panjang) untuk menentukan perilaku tiang sebagai berikut : .

  ..........................................................................................................(2.17) = � .

  Dimana :

  2 E = modulus momen elastis tiang (ton/m p

  4 I = Momen inersia tiang (m ) p

  3

  k = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m )

  s

  B = diameter atau sisi tiang (m) Nilai k dapat diambil sebesar k /1,5, dimana k adalah modulus subgrade

  s

  1

  1

  tanah menurut terzaghi yang ditentukan dengan percobaan pembebanan alatbujur sangkar dengan sisi berukuran 1 kaki (ft) di lapangan. Nilai k berhubungan dengan

  1 alat geser tak terdrainase dari tanah lempung seperti diberikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Hubungan antara k dan c

  1 u

  Kuat geser tak terdrainase, cu Rentang k

  1 Konsentrasi

  2

  (kg/cm ) (kg/cm )

  3 Teguh 1.0 – 2.0 1.8 – 3.6

  Sangant teguh 2.0 – 4.0 3.6 – 7.2 keras >4.0 >7.2 Pada tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal dan tanah berbutir kasar, nilai modulus subgrade tanah umumnya meningkat secara linier terhadap kedalaman, sehingga digunakan kriteria tanah, yaitu faktor kekakuan T (dalam satuan panjang) sebagai berikut :

  5 .

  ..........................................................................................................(2.18) = �

  ℎ

  Dimana : = Konstanta modulus subgrade tanah atau constan of horizontal subgrade

  η h mempunyai hubungan dengan modulus subgrade horizontal

  reaction h

  . Nilai η sebagai berikut :

  .

  ℎ

  ...................................................................................................(2.19) =

  Dimana : X = kedalaman yang ditinjau Nilai :

  η h

  • Untuk tanah pasir diberikan oleh Terzaghi dan Reese seperti ditunjukkan pada gambar.

  = 350

  • Untuk tanah lempung lunak yang terkonsolidasi normal, nilai η h

  3 ~ 700 kN/m .

  3 = 150 kN/m .

  • Untuk tanah lanau organik linak, η h

  = 67 . S /B

  • Untuk tanah kohesif, nilai k s u

  Dimana : S = kuat geser tak terdrainase dari tanah kohesif.

  u

  Kriteria tiang pendek atau panjang ditentukan berdasarkan nilai R atau T yang telah dihitung seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kriteria Jenis Perilaku Tiang

  Jenis perilaku tiang Kriteria Pendek (kaku) L L

  ≤ 2. T ≤ 2. R Panjang (elastis) L L

  ≥ 4. T ≥ 3,5. R

2.5.3.2 Metode Broms

  Metode perhitungan ini menggunakan diagram tekanan tanah yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tanah mencapai titik ultimit. Keuntungan metode Broms :

  • Dapat digunakan pada tiang panjang atau tiang pendek • Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang terjepit maupun bebas.

  Kerugian metode Broms :

  • Hanya berlaku untuk lapisan tanah homogen, yaitu tanah kohesif saja atau tanah non-kohesif saja.
  • Tidak dapat digunakan pada tanah berlapis. Broms membedakan antara perilaku tiang pendek dan panjang serta membedakan kondisi kepala tiang dalam kondisi bebas dan terjepit.

  2.5.3.2.(a) Metode Broms untuk kondisi tiang pendek

A. Kepala tiang bebas (free head)

  Untuk tiang pendek (L ≤ 2. T atau L ≤ 2. R) dengan kondisi kepala bebas

  (free head), pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi dari tahanan ultimit tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.13.

  Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Broms mengambil penyederhanaan dengan menganggap bahwa tahanan tanah mencapai nilai ultimitnya diseluruh kedalaman tiang. Raharjo dan Anjasmara (1993) telah menunjukkan bahwa asumsi ini dapat memberikan estimasi yang terlalu tinggi dalam daya dukung lateral ultimit, khususnya pada tanah dengan konsistensi sangant teguh atau very stiff.

Gambar 2.13 (a). Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang bebas

  (Broms, 1964)

Gambar 2.13 (b). Reksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah non-kohesif

  (Broms, 1964)

Gambar 2.13 (c). Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada tanah kohesif.

  (Broms, 1964) Pada tanah butir kasar atau pasiran, titik rotasi diasumsikan berada di dekat ujung tiang sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat ujung seperti pada Gambar 2.13(b) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat. Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh :

  3 ′ 0,5 . . .

  .

  .......................................................................................(2.20)

  = (

  • )

Gambar 2.14 (a). Kapasitas lateral ultimit untuk tiang pendek pada tanah non-kohesif

  (Broms, 1964)

Gambar 2.14 (b). Lateral ultimit untik tiang pendek pada tanah kohesif

  (Broms, 1964) Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x , dimana : = 0,82 .

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruhinvestasi Di Sumatera Utara Tahun 2003 - 2012

0 0 10

Analisis Pengaruhinvestasi Di Sumatera Utara Tahun 2003 - 2012

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Teori Permintaan - Analisis Permintaan Kredit pada Bank SUMUT Cabang Utama Medan

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Pelaksaan Prosedur Penyitaan Barang Wajib Pajak Akibat Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam

0 0 17

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Umum Kantor Pajak Pratama Medan Polonia - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri - Tinjauan Atas Penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Sewa Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

0 0 11

7 BAB II KARAKTERISTIK TANAH LUNAK DAN PERMASALAHANNYA 2.1 Tinjauan Umum

0 1 42

TEKNIK PERBAIKAN TANAH LUNAK SEBAGAI LAPISAN TANAH DASAR (SUBGRADE) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR - Teknik Perbaikan Tanah Lunak Sebagai Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)

0 5 10

Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Terhadap Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN - Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Terhadap Pembayaran Pajak dan Pelaporan SPT Tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur

0 0 10