Ikatan Koordinasi (kovalen dativ)

Ikatan Koordinasi (kovalen dativ)

Ikatan kovalen terbentuk melalui dua atom yang saling membagikan (sharing) pasangan elektron. Atom berikatan satu sama lain karena pasangan elektron ditarik oleh kedua inti atom.

Pada pembentukan ikatan kovalen yang sederhana, tiap atom mensuplai satu elektron pada ikatan – tetapi hal itu tidak terjadi pada kasus disini. Ikatan koordiansi (biasa juga disebut dengan ikatan kovalen dativ) adalah ikatan kovalen (penggunaan bersama pasangan elektron) yang mana kedua elektron berasal dari satu atom.

Untuk memudahkan halaman ini, kita akan menggunakan istilah ikatan koordinasi ? tetapi jika kamu lebih menyukai untuk mengebutnya dengan ikatan kovalen dativ, itu bukanlah suatu masalah!

Reaksi antara amonia dan hidrogen klorida

Jika kedua gas tak berwarna tersebut dicampurkan, maka akan terbentuk padatan berwarna putih seperti asap amonium klorida.

Ion amonium, NH +

4 , terbentuk melalui transfer ion hidrogen dari hidrogen klorida ke pasangan elektron mandiri pada molekul amonia.

Ketika ion amonium, NH +

4 , terbentuk, empat hidrogen ditarik melalui ikatan kovalen dativ, karena hanya inti hidrogen yang ditransferkan dari klor ke nitrogen. Elektron kepunyaan

Sekali saja ion amonium terbentuk hal ini menjadikannya tidak mungkin untuk membedakan antara kovalen dativ dengan ikatan kovalen biasa. Meskipun elektron ditunjukkan secara berlainan pada diagram, pada kenyataannya tidak ada perbedaan diantara keduanya.

Penggambaran ikatan koordinasi

Pada diagram yang sederhana, ikatan koordinasi ditunjukkan oleh tanda panah. Arah panah berasal dari atom yang mendonasikan pasangan elektron mandiri menuju atom yang menerimanya.

Proses pelarutan hidrogen klorida di air untuk membuat asam hidroklorida

Terjadi sesuatu hal yang mirip. Ion hidrogen (H + ) ditransferkan dari klor ke salah satu pasangan elektron mandiri pada atom oksigen.

Ion H +

3 O sering kali disebut dengan ion hidroksonium, ion hidronium atau ion oksonium. Pada pelajaran pengantar kimia, meskipun kamu berbicara tentang ion hidrogen (sebagai

contoh pada asam), kamu sesungguhnaya membicarakan mengenai ion hidroksonium. Ion hidrogen secara sederhana adalah sebuah proton, dan terlalu reaktif untuk eksis dalam bentuk yang sebenarnya pada tabung reaksi.

Jika kamu menuliskan ion hidrogen dengan H + (aq) , "(aq)" menunjukkan molekul air yang mana ion hidrogen tertarik pada molekul air tersebut. Ketika ion hidrogen bereaksi dengan sesuatu (alkali, misalnya), secara sederhana ion hidrogen menjadi terlepas dari molekul air lagi.

Catatan bahwa sekali saja ikatan koordinasi terbentuk, semua atom hidrogen yang menempel pada oksigen semuanya sepadan. Ketika ion hidrogen diuraikan kembali, ion hidrogen dapat menjadi yang tiga.

Reaksi antara amonia dan boron trifluorida, BF 3 Reaksi antara amonia dan boron trifluorida, BF 3

elektron. BF 3 digambarkan sebagai molekul yang kekurangan elektron. Pasangan elektron mandiri pada nitrogen dari molekul amonia dapat digunakan untuk

menanggulangi kekurangan ini, dan senyawa yang terbentuk melibatkan ikatan koordinasi.

Penggunaan garis untuk menunjukkan ikatan, hal ini dapat digambarkan dengan lebih sederhana sebagai:

Diagram yang kedua menunjukkan cara lain yang dapat kamu gunakan untuk menggambarkan ikatan koordinasi. Ujung nitrogen pada ikatan menjadi positif karena pasangan elektron bergerak menjauh dari nitrogen menuju ke arah boron ? yang karena itu menjadi negatif. Kita tidak akan menggunakan metode ini lagi ? metode ini lebih membingungkan dibandingkan dengan metode yang hanya menggunakan tanda panah.

Struktur alumunium klorida

Alumunium klorida menyublim (berubah dari keadaan padat menjadi gas) pada suhu sekitar 180°C. Jika senyawa ini mengandung ion maka senyawa ini akan memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi karena dayatarik yang kuat antara ion positif dengan ion negatif. Akibat hal ini ketika alumunium klorida menyublim pada temperatur yang relatif rendah, maka harus kovalen. Diagram titik-silang menunjukkan elektron terluar saja.

AlCl 3 , seperti BF 3 , merupakan molekul yang kekurangan elektron. Keduanya mirip, karena alumunium dan boron terletak pada golongan yang sama pada tabel periodik, sama halnya juga dengan fluor dan klor.

Pengukuran massa atom relatif rumus alumunium klorida menunjukkan bahwa rumus alumunium klorida dalam bentuk uap pada temperatur sublimasi bukan AlCl 3 , melainkan Al 2 Cl 6 . Alumuniun klorida eksis sebagai dimer (dua molekul bergabung menjadi satu). Ikatan antara dua molekul ini merupakan ikatan koordinasi, penggunaan pasangan elektron mandiri pada atom klor. Tiap-tiap atom klor memiliki tiga pasangan elektron mandiri, akan tetapi hanya dua yang penting saja yang ditunjukkan pada diagram.

Energi dilepaskan ketika dua ikatan koordinasi terbentuk, dan karena itu dimer lebih stabil

dibandingkan dua molekul AlCl 3 yang terpisah.

Ikatan pada ion logan yang terhidrasi

Molekul air ditarik dengan kuat ke arah ion dalam larutan – molekul air berkelompok di sekeliling ion positif atau ion negatif. Pada banyak kasus, dayatarik yang terjadi sangat besar yang mana terjadi pembentukan ikatan formal, dan ini hampir selalu benar pada semua ion logam positif. Ion dengan molekul air yang tertarik dinyatakan sebagai ion terhidrasi. Meskipun alumunium klorida kovalen, ketika alumunium klorida dilarutkan dalam air, dapat terbentuk ion. Ikatan enam molekul air pada alumunium menghasilkan sebuah ion dengan rumus kimia Al(H 3+

2 O) 6 . Ion ini disebut ion heksaaquoalumunium – yang diterjemahkan sebagai enam ("hexa") molekul air (“aquo†) yang membungkus ion aluminium. 

Ikatan yang terjadi disini (dan juga ion yang sejenis yang terbentuk dari sebagian besar logam yang lain) adalah koordinasi (kovalen dativ) dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada molekul air.

2 2 6 2 1 Aluminium adalah 1s 3+ 2s 2p 3s 3p x . Ketika terbentuk ion Al alumunium kehilangan

2 2 elektron pada tingkat ketiga menghasilkan 1s 6 2s 2p .

Hal tersebut berarti bahwa semua orbital tingkat-3 sekarang menjadi kosong. Alumunium mereorganisasi (hibridisasi) enam orbital (3s, tiga 3p, dan dua 3d) untuk menghasilkan enam orbital baru yang semuanya memiliki energi yang sama. Keenam orbital hibrida tersebut menerima pasangan elektron mandiri dari enam molekul air.

Kamu mungkin heran kenapa alumunium memilih untuk menggunakan enam orbital dibandingkan empat atau delapan atau berapapun. Enam merupakan angka maksimal bagi molekul air yang memungkinkan untuk tepat mengelilingi ion alumunium (dan juga kebanyakan ion logan). Dengan membentuk jumlah ikatan maksimal, kondisi ini melepaskan paling banyak energi dan karena itu menjadikan paling stabil secara energetik. .

Hanya satu pasangan elektron mandiri yang ditunjukkan pada tiap molekul. Pasangan elektron mandiri yang lain terletak menjauh dari alumunium dan karena itu tidak terlibat dalam ikatan. Ion yang dihasilkan terlihat seperti ini:

Karena pergerakan elektron mengarah ke tengah ion, muatan 3+ tidak lagi berlokasi sepenuhnya pada alumunium, tetapi sekarang melebar meliputi keseluruhan ion.

Dua molekul lebih Karbon monoksida, CO

Karbon monoksida dapat diperhatikan sebagai molekul yang memiliki dua ikatan kovalen biasa antara karbon dan oksigen ditambah ikatan koordinasi dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada atom oksigen.

Asam nitrat, HNO 3

Pada kasus ini, satu atom oksigen dapat tertarik pada nitrogen melalui ikatan koordinasi dengan menggunakan pasangan elektron mandiri pada atom nitrogen.

Pada faktanya struktur seperti ini menyesatkan karena memberikan kesan bahwa dua atom oksigen pada bagian sebelah kanan diagram bergabung ke atom nitrogen dengan cara yang berbeda. Kedua ikatan merupakan ikatan yang identik pada panjang dan kekuatannya, dan karena itu penata-ulangan elektron harus identik. Tidak ada cara untuk menunjukan hal ini dengan mengunakan gambar titik-silang. Ikatan mengalami delokalisasi.

Batasan Pengertian

Kimia Koordinasi : Bagian dari Ilmu Kimia yang mempelajari senyawa- senyawa koordinasi. Senyawa koordinasi/senyawa kompleks : Senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi (ikatan kovalen koordinasi) antara

ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami (pada awal penemuannya)

Ikatan kovalen koordinasi : Ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan

elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut.

Ion/atom pusat : Ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai

penerima pasangan elektron (Asam Lewis), umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi).

Ligan (gugus pelindung) : atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi

pasangan elektron (Basa Lewis).

Banyak materi penting yang merupakan senyawa kompleks, misalnya : klorofil, hemoglobin, vitamin B12, Katalis Ziegler – Nata, tinta cina, dll

Beberapa contoh fenomena yang terkait dengan eksistensi senyawa kompleks adalah :

• - · Ag (aq) + Cl (aq) ↔ AgCl (s)putih (1)

AgCl -

(s)putih + 2 NH 3(g) ↔ [Ag(NH 3 ) 2 ] (aq) + Cl (aq) (2)

Keterangan : Jika ke dalam larutan yang mengandung Ag - ditambahkan Cl maka akan terbentuk endapan putih AgCl. Jika ke dalam endapan tersebut ditambahkan NH 3 maka

endapan larut membentuk ion kompleks [Ag(NH +

3 ) 2 ] . Jika selanjutnya ditambahkan larutan

HNO 3 , maka endapan putih akan terbentuk kembali. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pergeseran kesetimbangan pada reaksi (2) ke arah kiri. Kesetimbangan bergeser ke kiri karena terjadi pengurangan NH +

3 membentuk NH 4 .

• Pembentukan ion kompleks seringkali disertai dengan timbulnya warna

tertentu pada larutan, misalnya pada penggunaan tinta rahasia. Tulisan yang dibuat dengan tinta tersebut hanya dapat dilihat jika kertas dipanaskan. Pada suhu kamar tulisan akan kembali tak kasat mata. Hal ini terkait dengan perubahan warna yang menyertai pembentukan senyawa kompleks seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut :

2 [Co(H 2 O) 6 ]Cl 2 ↔ Co[CoCl 4 ] + 12 H 2 O

merah jambu biru (jika encer : transparan)

I.2 Sejarah Penemuan

• Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert (1798), yaitu

CoCl 3 .6NH 3 . Senyawa tersebut dianggap aneh karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun. Selama waktu tersebut banyak senyawa kompleks telah dibuat dan dikaji sifat-sifatnya, misalnya :

Kompleks

Rumus Kimia (sekarang)

Cr(SCN) 2 .NH 4 SCN.2NH 3 NH 4 [Cr (NH 3 ) 2 (NCS) 4 ] PtCl 2 .2NH 3 [Pt(NH 3 ) 4 ][PtCl 4 ]

Co(NO 2 ) 3 .KNO 2 .2NH 3 K[Co(NH 3 ) 2 (NO 2 ) 4 ] PtCl 2 .KCl.C 2 H 4 K[Pt(C 2 H 4 )Cl 3 ]

• Banyak senyawa kompleks memperlihatkan warna yang khas, oleh karena

itu warna pernah dijadikan dasar dalam pemberian nama senyawa

Kompleks warna

Nama

CoCl 3 .6NH 3 Kuning Luteocobaltic chloride CoCl 3 .5NH 3 Ungu/merah lembanyung (purple)

Purpureocobaltic chloride CoCl 3 .4NH 3 Hijau

Praseocobaltic chloride CoCl 3 .4NH 3 Lembayung (violet)

Violeocobaltic chloride CoCl 3 .5NH 3 .H 2 O Merah

Roseocobaltic chloride IrCl *)

3 .6NH 3 Putih Luteoiridium chloride *) Bukan karena bewarna kuning, melainkan karena mengikat 6 molekul NH

• Kompleks kloroamin kobal(III) [demikian juga Cr(III)] tidak hanya memperlihatkan perbedaan warna, melainkan juga perbedaan reaktivitas Cl yang terdapat dalam molekul-molekul tersebut. Misalnya, jika ke

dalamnya ditambahkan larutan AgNO 3 , maka jumah ion yang terendap sebagai AgCl bervariasi seperti ditunjukkan pada tabel berikut :

Kompleks - Jumlah Cl terendap Rumus Kimia (sekarang)

CoCl 3 .6NH 3 3 [Co(NH 3 ) 6 ]Cl 3

CoCl 3 .5NH 3 2 [Co(NH 3 ) 5 Cl]Cl 2

CoCl 3 .4NH 3 1 [Co(NH 3 ) 4 Cl 2 ]Cl IrCl 3 .3NH 3 0 [Ir(NH 3 ) 3 Cl 3 ]

Hal tersebut menunjukkan bahwa pada CoCl 3 .6NH 3 dan IrCl 3 .3NH 3 semua atom Cl identik, akan tetapi pada CoCl 3 .5NH 3 dan CoCl 3 .4NH 3 terdapat perbedaan di antara atom-atom Cl (terdapat 2 jenis).

• Data konduktivitas molar larutan dapat dimanfaatkan untuk

memprediksikan jumah ion yang dihasilkan oleh tiap 1 molekul solut sebagaimana ditunjuukan pada tabel berikut :

Kompleks

Konduktivitas

Jumlah ion

Rumus Kimia (sekarang)

molar (ohm -1 )

terindikasi

PtCl 4 .6NH 3 523

5 [Pt(NH 3 ) 6 ]Cl 4

PtCl 4 .5NH 3 404

4 [Pt(NH 3 ) 5 Cl]Cl 3

PtCl 4 .4NH 3 229

3 [Pt(NH 3 ) 6 Cl 2 ]Cl 2

PtCl 4 .3NH 3 97 2 [Pt(NH 3 ) 3 Cl 3 ]Cl PtCl 4 .2NH 3 0 0 [Pt(NH 3 ) 2 Cl 4 ]

2 K[Pt(NH 3 )Cl 5 ] PtCl 4 .2KCl

PtCl 4 .NH 3 .KCl

3 K 2 [Pt(NH 3 ) 6 Cl 6 ] • Senyawa-senyawa tertentu dengan komposisi kimia yang sama memiliki

warna yang berbeda, misalnya CoCl 3 .4NH 3 ada yang bewarna hijau dan

ada yang bewarna lembayung. Ada kalanya yang berbeda bukan

warnanya, akan tetapi sifat-sifat yang lain. Misalnya α-PtCl 4 .2NH 3 dan β- PtCl 4 .2NH 3 memiliki warna yang sama (krem), akan tetapi berbeda dalam kelarutan dan reaktifitas kimianya.

I.3 Teori Rantai (Bomstrand-Jorgenson), 1869

Terilhami oleh konsep teravalensi karbon dan pembentukan rantai karbon dalam senyawa organik.

Ditinjau kompleks kloroamin kobal : CoCl 3 .6NH 3 :

• Unsur hanya memiliki 1 macam valensi, jadi Co(III) hanya dapat membentuk 3 ikatan dalam senyawa kompleks • Cl dapat terikat langsung pada Co atau dengan perantara NH 3 . Cl yang terikat langsung oleh Co tak teruon dan tak dapat diendapkan, sedang yang terikat melalui perantara NH 3 dapat terion dan dapat diendapkan dengan penambahan Ag + . • NH 3 dapat membentuk rantai (seperti C dalam senyawa karbon).

Berdasarkan asumsi tersebut maka struktur CoCl 3 .6NH 3 , CoCl 3 .5NH 3 , CoCl 3 .4NH 3 , dan CoCl 3 .3NH 3 masing-masing adalah sbb:

NH 3 – Cl

CoCl 3 .6NH 3 : Co – NH 3 – NH 3 – NH 3 – NH 3 – Cl

NH 3 – Cl Cl

CoCl 3 .5NH 3 : Co – NH 3 – NH 3 – NH 3 – NH 3 – Cl

NH 3 – Cl Cl

CoCl 3 .4NH 3 : Co – NH 3 – NH 3 – NH 3 – NH 3 – Cl

Cl Cl

CoCl 3 .4NH 3 : Co – NH 3 – NH 3 – NH 3 – Cl ( ? ? ?) Cl

I.4 Teori Koordinasi (Alfred Werner), 1893

3 postulat Werner adalah : 1. Unsur logam memiliki 2 macam valensi, yaitu valensi primer dan valensi

sekunder (dalam istilah sekarang masing-masing disebut bilangan oksidasi dan bilangan koordinasi).

2. Setiap unsur cenderung memenuhi valensi primer maupun valensi sekundernya. 3. Valensi sekunder diarahkan kepada posisi tertentu dalam ruangan.

Berdasarkan 3 postulat tersebut maka struktur CoCl 3 .6NH 3 , CoCl 3 .5NH 3 , CoCl 3 .4NH 3 , dan CoCl 3 .3NH 3 masing-masing adalah sbb:

CoCl 3 .6NH 3 : Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH 3 ) 6 ]Cl 3

CoCl 3 .5NH 3 : Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH 3 ) 5 Cl]Cl 2

NH 3

CoCl 3 .4NH 3 Cl —————-Co Rumus kimia : [Co(NH 3 ) 4 Cl 2 ]Cl NH 3

CoCl 3 .4NH 3 : Co Rumus kimia : [Co(NH 3 ) 3 Cl 3 ] Cl Cl NH 3

I.5 Tatanama

1. Urutan ion : kation disebut lebih dulu sebelum anion 2. Dalam hal kompleks nonionik, ditulis dalam satu kata 3. Nama ligan :

Ligan netral → sesuai dengan namanya, kecuali : H 2 O (akuo), NH 3 (ammin), NO (nitrosil), CO (karbonil).

Ligan anion → berakhiran –o Ligan kation → berakhiran –iu

4 Urutan penyebutan ligan : berdasarkan abjad

Ligan sederhana : di (2), tri (3), tetra (4), penta (5), heksa (6) Ligan yang namanya telah mengandung kata ’di’, ’tri’, dst : bis (2), tris (3), tetrakis (4),

pentakis (5), heksakis (6).

6 Akhiran : kompleks anion → berakhiran at kompleks kation dan netral → tak berakhiran 1. Bilangan oksidasi ion pusat ditulis dengan nama angka romawi diantara

tanda kurung 2. Ligan berjembatan

Ligan yang menjembatani 2 atom pusat diberi awalan – µ - 1. Kompleks yang memiliki isomir

1. Isomir geometri Jika terdapat ligan yang sama : awalan ’cis’ (ligan yang sama berdekatan) awalan ’trans’ (ligan yang sama berseberangan) 2- Cl Br Br NO 2

trans-dibromokloronitroplatinat(II) + NH 3

Br Br NH 3 NH 3

NH 3

Cis-tetrammindibromokabaltat(III) Jika tak terdapat ligan yang sama : - kompleks bujur sangkar : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu dan yang

berseberangan 1-

NH 3 NO 2

1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II) - kompleks oktahedral : yang diberi nomor yang abjadnya paling dulu sebagai no 1,

selanjutnya ligan nomor 2, 4 dan 6

1-ammin-3-bromo-4-iodo-6-piridinkloronitroplatina(IV) 1. Isomir optik Awalan d : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan

Awalan l : memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri Filed under Kimia Koordinasi Tagged with Pendahuluan

BAB II: IKATAN DALAM SENYAWA KOORDINASI May 18, 2010 Leave a Comment

II.1 Struktur Lewis

Struktur Lewis suatu atom : lambang atom tersebut dikelilingi dengan sejumlah dot (sesuai dengan elektron valensinya). Struktur Lewis 6 C, 7 N, 8 O, dan 9 F adalah :

. . . .. .C ..N::O ::F:

Struktur Lewis suatu molekul : menggambarkan ikatan-ikatan antar atom dalam molekul tersebut, setiap ikatan (pasangan elektron) digambarkan dengan 2 dot. Struktur Lewis CH 4 , NH 3 ,H 2 O dan HF adalah :

H:C :H H:N:H H:O:H H:F:

H Pada ikatan C-H, N-H, O-H, dan H-F tersebut masing-masing atom saling menerima dan

memberi elektron, disebut ikatan kovalen. Jika kedua elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom, disebut ikatan kovalen koordinasi (ikatan koordinasi).

II.2 Sifat kemagnetan

Diamagnetik (jika semua elektron berpasangan) : ditolak (amat lemah) oleh medan magnet Paramagnetik (jika ada elektron yang tak berpasangan) : ditarik oleh medan magnet Feromagnetik (pada Fe, Co, Ni): ditarik (sangat kuat) oleh medan magnet. Secara kuantitatif ditunjukkan oleh momen magnetik (µ) : µ = √[n(n+2)] BM dengan n = jumlah elektron tak berpasangan BM= Bohr Magneton (satuan untuk momenmagnetik)

II.3 Teori Ikatan Valensi

• Ikatan antara ion pusat dengan ligan merupakan ikatan koordinasi • Struktur kompleks ditentukan oleh hibridisasi yang terjadi pada ion

pusatnya. sp → linier sp 2 → trigonal planar sp 3 → tetrahedral sp 3

d → bipiramida segitiga

3 sp 2 d → oktahedral 3 sp 2 d → oktahedral

a. [CoF 3-

6 ] → eksperimen : oktahedral, paramagnetik

27 18 7 2 Co : [ 0 Ar] 3d 4s 4p

27 Co :[ 18 Ar] 3d 4s 4p 4d Karena [CoF 3-

6 ] paramagnetik, maka harus ada elektron tak berpasangan dalam hal ini pada sub kulit 3d.

3 Enam orbital kosong yaitu 4s, 4p 2 x , 4p y , 4p z , 4d x2-y2 , dan 4d z2 mengalami hibridisasi sp d menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari F -

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari luar (4d), maka disebut komplek orbital luar.

3 hibridisasi sp 2 d

b. [Co(NH 3+

3 ) 6 ] → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik

27 18 7 2 Co : [ 0 Ar] 3d 4s 4p

27 Co :[ 18 Ar] 3d 4s 4p 4d Karena [Co(NH 3+

3 ) 6 ] diamagnetik, maka semua elektron (pada sub kulit 3d) berpasangan, sehingga terdapat orbital koson pada sub kulit 3d yaitu orbital 3d x2-y2 dan 3d z2 .

2 Enam orbital kosong yaitu 3d 3 x2-y2 , 3d z2 , 4s, 4p x , 4p y , 4p z , mengalami hibridisasi d sp menghasilkan struktur oktahedral, kemudian masing-masing menerima pasangan elektron bebas dari NH 3 .

Karena orbital d yang terhibridisasi berasal dari dalam (3d), maka disebut komplek orbital dalam.

2 hibridisasi d 3 sp

II.4 Teori Medan Kristal

• Dimulai dari struktur kompleks yang sudah pasti • Ikatan antara ion pusat degan logam bersifat ionik • Ligan berpengaruh terhadap tingkat energi orbital d

Pengaruh ligan terhadap tingkat energi orbital d ü Orbital d dapat dibedakan menjadi 2 : orbital yang terdapat pada sumbu atom, yaitu d x2-y2

dan d z2 disebut orbital e g ; dan orbital yang berada di antara sumbu atom, yaitu d xy ,d xz dan d yz

ü Dalam struktur oktahedral, 6 ligan menempati titik-titik sudut bangun oktahedral yang terdapat pada sumbu atom.

ü Secara keseluruhan 5 orbital pada subkulit d mengalami tolakan oleh ligan-ligan sehingga tingkat energinya naik.

ü Orbital e g karena jaraknya lebih dekat mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t 2g , sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (e g memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t 2g ).

ü Perbedaan tingkat energi antara e g dengan t 2g disebut ∆ o (10 Dq), yang besar kecilnya dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Jika medan ligan kuat maka ∆ o besar, sedang jika medan ligan lemah ∆ o kecil.

ü Jika ∆ o besar, maka orbital e g tidak terisi elektron sebelum orbital t 2g terisi penuh, keadaan ini disebut spin rendah.

ü Jika ∆ o kecil, maka tingkat energi e g dan t 2g dianggap sama elektron tidak berpasangan sebelum masing-masing orbital terisi satu elektron, keadaan ini disebut spin tinggi.

Contoh : 1. [CoF 3- 6 ] → eksperimen : oktahedral, paramagnetik

F - merupakan ligan lemah (∆ o kecil), maka 6 elektron tidak berpasangan sebelum masing- masing orbital terisi satu elektron. Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [CoF 3-

6 ] bersifat paramagnetik.

1. [Co(NH 3+ 3 ) 6 ] → Eksperimen : oktahedral, diamagnetik NH 3 merupakan ligan kuat (∆ o besar), maka keenam elektron memenuhi orbital t 2g (semuanya

berpasangan). Dengan demikian dapat dijelaskan mengapa [Co(NH 3+

3 ) 6 ] bersifat diamagnetik.

II.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi ∆ o

• 2+ Sebanding dengan besarnya muatan ion pusat : Fe > Fe • Sebanding dengan ukuran orbital d : 5d > 4d > 3d

• Jumlah dan geometri ligan : 6 ligab oktahedral > 4 ligan tetrahedral/bujur

sangkar • Berbanding terbalik dengan ukuran ligan

Deret spektrokimia : Ligan kuat Ligan sedang Ligan lemah

CO, CN - > phen > NO 2 > en > NH 3 > NCS >H 2 O>F > RCOO > OH > Cl > Br >I

II.6 Energi Penstabilan Medan Kristal

• Persamaan energi potensial klasik : E ≈ Q 1 Q 2 /R

• Persamaan tersebut cocok untuk ikatan pada senyawa ionik yang melibatkan logam-logam alkali, akan tetapi tidak cocok (terlalu kecil) jika dibanding dengan data eksperimen pada ikatan senyawa kompleks, seolah-olah di sini ada energi penstabilan tambahan. Energi penstabilan ini terkait dengan terjadinya splitting orbital d sehingga disebut Energi Penstabilan Medan Kristal (Crystallin Field Stabilization Energy, CFSE).

• CFSE dihitung dengan pedoman : penambahan CFSE sebesar 0,4∆ o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital t 2g dan pengurangan CFSE sebesar

0,6∆ o untuk setiap penempatan 1 e pada orbital e g .

Sistem Konfigurasi

(spin tinggi)

(spin rendah)

d 1 t 2g 1 0,4∆ o

2g 1,6∆ o

2g 0,8∆ o

t 2g 2,0∆ o

2g 1,2∆ o

t 2g 2,4∆ o

4 2g 3 g d 1 t e 0,6∆ o

t 2g 6 e g 1 1,8∆ o

2g e g 0

2g e g 0,4∆ o

2g e g 0,8∆ o

2g e g 1,2∆ o

9 2g 6 d 3 t e g 0,6∆ o

10 6 d 4 t

2g e g 0

LL.7 Pola Pembelahan Orbital d Pada Berbagai Struktur Kompleks

1. Kompleks Oktahedral Orbital e g (d x2-y2 dan d z2 ) mengalami tolakan yang lebih kuat (oleh ligan) dibanding orbital t 2g

(d xy ,d xz dan d yz ), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (e g memiliki tingkat energi yang lebih tinggi dibanding t 2g ).

1. Kompleks Tetragonal Tetragonal merupakan oktahedral cacat (terdistorsi) dimana 2 ligan yang berada pada sumbu

z berjarak lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu d z2 , d xz dan d yz tingkat energinya turun, sedang orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu d x2-y2 dan d xy tingkat energinya naik.

1. Kompleks bujur sangkar

Kompleks bujur sangkar dapat dipandang sebagai distorsi ekstrim dari kompleks oktahedral, dimana 2 ligan yang berada pada sumbu z ditarik semakin jauh dari ion pusat. Akibatnya orbital-orbital yang mengandung unsur z, yaitu d z2 , d xz dan d yz tingkat energinya semakin turun, sebaliknya orbital-orbital yang mengandung unsur x dan y, yaitu d x2-y2 dan d xy tingkat energinya semakin naik.

1. Kompleks tetrahedral Pada kompleks tetrahedral keempat ligan menempati titik-titik sudut tetrahedral yang berada

di antara sumbu atom. Akibatnya Orbital e g (d x2-y2 dan d z2 ) mengalami tolakan yang lebih lemah (oleh ligan) dibanding orbital t 2g (d xy ,d xz dan d yz ), sehingga terjadi splitting yaitu pembelahan orbital d menjadi 2 bagian yang berbeda tingkat energinya (e g memiliki tingkat

energi yang lebih rendah dibanding t 2g ).

Pola pembelahan orbital d pada keempat struktur kompleks tersebut disajikan pada Gambar berikut :

II.8 Warna Senyawa Kompleks

Warna pada senyawa kompleks disebabkan oleh terjadinya perpindahan elektron pada orbital

d, yaitu dari orbital yang tingkat energinya lebih rendah ke orbital yang tingkat energinya

lebih tinggi ; misalnya dari t 2g ke e g (pada kompleks oktahedral) atau dari e g ke t 2g (pada kompleks tetrahedral). Perpindahan elektron tersebut dimungkinkan karena hanya memerlukan sedikit energi, yaitu bagian dari sinar tampak (pada panjang gelombang tertentu). Warna yang muncul sebagai warna senyawa kompleks tersebut adalah warna komplemen dari warna yang diserap dalam proses eksitasi tersebut. Misalnya larutan Ti(H 3+

2 O) 6 bewarna violet, hal ini disebabkan oleh karena untuk proses eksitasi elektron pada orbital d (dari t o

2g ke e g ) memerlukan energi pada panjang gelombang 5000 A yaitu warna kuning. Karena komplemen warna kuning adalah violet, maka larutan Ti(H 3+ 2 O) 6 bewarna

violet. Spektra absorpsi larutan Ti(H 3+

2 O) 6 disajikan pada gambar berkut :

II.9 Teori Orbital Molekul

• Ikatan kimia terbentuk melalui kombinasi linier yaitu penembahan dan

pengurangan orbital-orbital atom (Linear Combination of Atomic Orbital, LCAO).

2 orbital atom yang berkombinasi linier akan menghasilkan orbital molekul, yaitu 1 orbital ikatan yang tingkat energinya lebih rendah dan 1 orbital anti ikatan yang tingkat energinya lebih tinggi.

• Awan elektron pada orbital ikatan terdapat pada ruang antara dua inti atom yang berikatan sehingga ditarik oleh kedua inti atoom tersebut, sedang untuk orbital anti ikatan, awan elektron terdapat di sebelah kanan dan kiri molekul yang terbentuk sehingga hanya ditarik oleh salah satu atom.

• Orbital ikatan menghasilkan pembentukan ikatan, sedang orbital anti

ikatan menentang terjadinya ikatan. • Jika orbital yang berkombinasi linier sejajar dengan sumbu antar inti dihasilkan ikatan σ, sedang jika tegak lurus dihasilkan ikatan π.

Kombinasi linier antara 2 orbital s dan antara 2 orbital p disajikan pada diagram berikut:

• Jumlah pasangan elektron pada orbital ikatan dikurangi jumlah pasangan

elektron pada orbital anti ikatan disebut orde ikatan. • Syarat terbentuknya ikatan adalah : orde ikatan > 0. Unsur-unsur gas

mulia tidak stabil sebagai molekul diatomik karena orde ikatannya 0. • Perbedaan tingkat energi antara orbital anti ikatan dengan orbital ikatan

tergantung pada seberapa banyak overlapping orbital terjadi. Diagram orbital molekul untuk H +

2 dab He 2 disajikan pada gambar berikut:

• Untuk ikatan antara atom yang berbeda (heteronuklir), unsur yang lebih elektronegatif memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Besarnya perbedaan tingkat energi antara kedua atom sebanding dengan karakter ionik ikatan yang tebentuk, sedang besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul sebanding dengan karakter kovalennya. Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital atom dengan orbital molekul juga mencerminkan sebarapa besar overlapping yang terjadi antara kedua atom.

Diagram tingkat energi orbital molekul heteronuklir AB dissjikan pada diagram berikut :

Diagram tingkat energi orbital molekul pada [CoF 3+

6 ] dan [Co(NH 3 ) 6 ] disajikan pada gambar berikut. Orbital-orbital e g (d x2-y2 dan d z2 ) mengalami overlapping dengan ligan (membentuk orbital ikatan dan anti ikatan) karena posisinya dekat dengan ligan, sedang orbital-orbital t 2g (d xy ,d xz dan d yz ) tidak mengalami overlapping (orbital tan-ikatan) karena posisinya yang jauh dari ligan. Overlapping antara orbital 4s dengan ligan lebih sempurna sehingga tingkat energi

σ s paling rendah kemudian diikuti σ p dan σ d .

d dengan orbital t 2g disebut ∆ o . Jika ∆ o kecil (misal pada [CoF 3-

Besarnya perbedaan tingkat energi antara orbital σ *

6 ] ) maka pengisian elektron mengikuti aturan Hund, tetapi jika ∆ o besar (misal pada [Co(NH 3+

3 ) 6 ] ) maka orbital t 2g harus terisi penuh terlebih dulu sebelum pengisian orbital σ d * . Berbeda dengan teori medan kristal yang menyatakan bahwa splitting orbital d disebabkan oleh interaksi ionik antara orbital d dengan ligan, dalam teori orbital molekul splitting disebabkan oleh interaksi kovalen (overlapping) antara orbital eg dengan ligan. Semakin sempurna overlapping tersebut tingkat energi orbital σ *

d semakin besar yang berarti juga se makin besarnya ∆ o .

II.10 Pengaruh ikatan π terhadap stabilitas kompleks

Ligan-ligan tertentu seperti CO, NO -

2 , RNC dan CN memiliki medan ligan yang kuat sehingga dapat membentuk kompleks yang stabil dengan ∆ o yang besar. Hal ini disebabkan oleh keterlibatan ikatan π seperti ditunjukkan pada diagram berikut dengan mengambil sebagai kompleks Fe(CN) 4-

6 sebagai contoh.

Fe 2+ π (t 2g memiliki orbital d - ) yang terisi elektron, sedang CN memiliki orbital anti ikatan (π*) yang kosong dan orientasinya bersesuaian dengan orbital t 2g . Dengan demikian interaksi

antara Fe - dengan CN selain terjadi melalui ikatan σ dimana CN berperan sebagai basa Lewis, juga terjadi melalui ikatan π dimana CN - berperan sebagai asam Lewis. Dalam hal ini terjadi sinergi. Ikatan σ akan efektif jika CN - memiliki kerapatan elektron yang besar, hal ini

terpenuhi karena adanya aliran elektron dari Fe - ke CN melalui ikatan π. Aliran elektron 2+ tersebut juga berakibat rendahnya kerapatan elektron pada Fe , dan hal ini juga menambah

dapat terjadi jika ligan memiliki orbital d π kosong (misalnya pada R 3 P, R 3 As dan R 2 S). Dalam kasus yang lain keterlibatan ikatan π justru memperkecil atau mengurangi kestabilan

kompleks, hal ini terjadi jika ligan berperan sebagai basa Lewis baik melalui ikatan σ

maupun ikatan π, seperti yang terjadi pada ligan-ligan : F - , Cl , Br ,I , RO , RS , dll. Ligan- ligan tersebut memiliki pasagan elektron pada orbital p π yang dapat didonasikan kepada

orbital kosong d π pada ion pusat. Pengaruh ikatan π terhadap ∆ o diilustrasikan dengan diagram berikut :

Filed under Kimia Koordinasi

BAB III: STEREOKOIMIA SENYAWA KOMPLEKS

May 17, 2010 Leave a Comment

III.1 Geometri Senyawa Koordinasi

Menurut teori VSEPR (valence shell electron pair repulsion), pasangan-pasangan elektron kulit terluar atom pusat dalam suatu molekul akan berada pada posisi yang saling berjauhan sehingga tolak-menolak antara pasangan-pasangan elektron dalam masing-masing ikatab tersebut mimimal. Berdasarkan pada prinsip ini, maka geometri senyawa koordinasi secara umum dapat diprediksi berdasarkan jumlah ligannya, yaitu geometri linier, trigonal planar, tetrahedral, bipiramida trigonal, dan oktahedral untuk kompleks dengan bilangan koordinasi masing-masing 2, 3, 4, 5 dan 6.

III.2 Distorsi Jahn-Teller

Distorsi Jahn-Teller adalah penyimpangan geometri kompleks (dari oktahedral menjadi tetragonal) yang disebabkan oleh keberadaan elektron pada orbital d pada ion pusatnya. Dalam hal ini ligan dipandang sebagai muatan negatif, oleh karenanya akan mendapat tolakan oleh elektron (yang juga bermuatan negatif) yang terdapat pada orbital d. Walaupun demikian hanya elektron-elektron pada orbital-orbital tertentu yang tolakannya efektif sehingga distorsi Jahn-Teller teramati. Pada tabel berikut diringkaskan distorsi yang dihasilkan oleh elektron-elektron orbital d pada kompleks ”oktahedral”.

Sistem Struktur yang diprediksikan Keterangan Spin tinggi Distorsi tetragonal

Tidak teramati

1 d 6 ,d Distorsi tetragonal

Tidak teramati

2 d 7 ,d Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen

3 d 8 ,d Distorsi tetragonal yang besar Terbukti secara eksperimen

4 d 9 ,d Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen

5 d 10 ,d Tidak terdistorsi Terbukti secara eksperimen Spin rendah Distorsi tetragonal yang besar

Menghasilkan kompleks bujur sangkar

1 6 1 Sistem d ,d : Pada sistem d , satu elektron akan menempati salah satu orbital t 2g , misalnya

d xy . Secara teoritis 4 ligan yang terdapat pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga posisinya menjadi lebih jauh dibanding dua ligan yang terdapat ada sumbu-z, dan dengan demikian terjadi distorsi tetragonal. Akan tetapi ternyata distorsi tetragonal dalam sistem d 1 tidak teramati. Hal ini disebabkan oleh karena elektron berada pada jarak yang relatif jauh mengingat orbital d xy terletak diantara sumbu atom (pada hal ligan terletak pada

sumbu atom). Untuk sistem d 1 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d karena dari 6 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing

orbital 1 elektron).

2 7 Sistem d 2 ,d : Pada sistem d , kedua elektron akan menempati orbital-orbital t 2g yang terletak diantara sumbu atom. Oleh karena itu walaupun secara teoritis tejadi distorsi tetragonal, akan

1 tetapi tidak teramati seperti halnya pada sistem d 7 . Untuk sistem d spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d 2 karena dari 7 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).

3 8 Sistem d 3 ,d : Pada sistem d , ketiga elektron akan terdistribusi pada orbital-orbital t

2g

(masing-masing orbital 1 elektron), sehingga keenam ligan menerima tolakan yang sama. Akibatnya geometri kompleks tetap oktahedral (tidak akan mengalami distorsi), dan hal ini sesuai dengan data eksperimen. Untuk sistem d 8 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d 3 karena dari 8 elektron yang ada, 5 diantaranya telah terdistribusi pada kelima orbital d (masing-masing orbital 1 elektron).

4 9 Sistem d 4 ,d : Pada sisrem d spin tinggi, tiga elektron pertama akan terdistribusi pada orbital-orbital t 2g , sedang elektron ke-4 akan menempati orbital e g (d x2-y2 atau d z2 ). Jika

menempati orbital d x2-y2 maka 4 ligan yang berada pada sumbu-x dan sumbu-y akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 2 ligan lainnya. Sebaliknya jika menempati orbital d z2 maka 2 ligan yang berada pada sumbu-z akan mengalami tolakan sehingga jaraknya terhadap ion pusat menjadi lebih jauh dibanding 4 ligan lainnya. Karena orbital d x2-y2 dan d z2 berjarak relatif dekat (berhadapan langsung) dengan ligan maka distorsi yang dihasilkan cukup kuat dan teramati pada eksperimen. Untuk sistem

d 4 spin tinggi pada dasarnya sama dengan sistem d karena dari 9 elektron yang ada, 6 diantaranya telah terdistribusi pada orbital e g dan 2 diantaranya telah terdistribusi pada orbital

t 2g .

5 10 5 Sistem d 10 ,d : Pada sistem d dan d elektron –elektron terdistribusi secara merata pada 5 orbital d sehingga masing-masing ligan mengalami tolakan yang sama dan dengan demikian

tidak tidak menghasilkan distorsi. Hal ini sesuai dengan yhasil eksperimen. Dengan pola pikir yang sama dapat pula dijelaskan pengatuh elektron terhadap geometri

6 kompleks pada sistem d 8 dan d spin rendah.

III.3 Isomeri Dalam Senyawa Kompleks

Dalam senyawa kompleks (juga senyawa-senyawa karbon) sering dijumpai adanya 2 senyawa dengan kompsisi kimia sama namun berbeda dalam sifat-sifatnya. Perbedaan sifat ini disebabkan oleh perbedaan cara susun atom dalam molekul-molekul tersebut, inilah yang disebut isomeri. Secara garis besar dikenal 2 macam isomeri, yaitu isomer ruang (stereoisomer) dan isomer struktur.

1. Isomer ruang

1. Isomeri Geometri (isomeri cis-trans): ion pusat dikelilingi oleh ligan

dengan jenis dan jumlah yang sama, namun ligan-ligan tersebut berbeda dalam posisi relatifnya terhadap ion pusat. Isomeri geometri terdapat pada kompleks bujur sangkar atau kompleks okahedral.

Kompleks bujur sangkar : Kompleks bujur sangkar yang telah banyak dikaji dalam hal ini adalah kompleks Pt. - Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer : 2- Cl Br Br NO 2

trans-dibromokloronitroplatinat(II) 2- Br Cl Br NO 2

cis-dibromokloronitroplatinat(II) - Jika keempat ligan berbeda, tedapat 3 isomer : 1- Cl Br

NH 3 NO 2

[Pt<NH 3 Br><ClNO 2 >] 1-ammin-3-bromo-kloronitroplatinat(II) 1- Br Cl

NH 3 NO 2

[Pt<NH 3 Cl><BrNO 2 >] 1-ammin-3-kloro-bromonitroplatinat(II) 1- Cl NO 2

NH 3 Br [Pt<NH 3 NO 2 >< BrCl>] 1-ammin-3-nitro-bromokloroplatinat(II) - Jika ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2

isomer :

cis

trans Kompleks oktahedral : - Jika terdapat dua ligan yang sama, tedapat 2 isomer : + NH 3

NH 3 NH 3

NH 3

Cis-tetrammindibromokabaltat(III) + NH 3

NH 3 Br Br NH 3

NH 3

Trans-tetrammindibromokabaltat(III) - Jika keenam ligan berbeda, tedapat 15 isomer : Contoh : MABCDEF Posisi A trans terhadap B → terdapat 3 isomer

EF

Selanjutnya untuk posisi A trans terhadap C, A trans terhadap D, A trans terhadap E, dan A trans terhadap F masing-masing juga terdapat 3 isomeri sehingga secara keseluruhan berjumkah 15 isomeri.

- Jika ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor berbeda, tedapat 2 isomer Misal : triglisinatokromium(III)

1. Isomeri optik : ion pusat dikelilingi oleh ligan dengan jenis, jumlah dan posisi relatif yang sama, namun kedua senyawa tersebut membentuk bayangan cermin yang tidak bisa diimpitkan satu sama lain (seperti tangan kanan dan tangan kiri). Pasangan senyawa yang berisomer optik bersifat optis aktif, yaitu dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi (cahaya yang hanya merambat melalui 1 bidang getar). Isomer yang satu memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kanan (disebut dekstro, d), dan yang lain memutar bidang cahaya terpolarisasi ke arah kiri (disebut levo, l). Jika pasangan isomer tersebut dicampurkan dengan konsentrasi yang sama, maka akan terjadi campuran rasemik yang tidak lagi bersifat optis aktif (karena saling menetralkan). Syarat suatu senyawa memiliki isomer optik adalah asimetri (tak memiliki bidang simetri). Untuk senyawa karbon hal ini terjadi jika terdapat atom C khiral (mengikat 4 atom/gugus yang berbeda). Kompleks-kompleks berstruktur linier, trigonal planar dan bujur sangkar tidak memiliki isomer optik, karena memiliki bidang simetri (minimal 1, yaitu bidang molekulnya). Hanya kompleks tetrahedral dan kompleks oktahedral dengan konfigurasi tertentu yang bersifat optis aktif.

Kompleks tetrahedral : Isomer optik pada kompleks tetrahedral, dijumpai pada kompleks Be(II), B(III) dan Zn(II).

Dalam hal ini tidak harus keempat ligannya berbeda (seperti pada senyawa karbon), yang penting tidak memiliki bidang simetri, misalnya pada bis-(benzoilasetonato)berilium(II) seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Kompleks oktahedral : - [M(AA) 3 ] : ion pusat mengikat 3 ligan bidentat dengan atom donor sama trioksalatokromat(III)tetrammin-µ-dihidroksodikobaltat(III) - [M(AA) 2 X 2 ] : ion pusat mengikat 2 ligan bidentat dengan atom donor sama dan 2

ligan monodentat sejenis Bis(etilendiamin)diklororhodium(III)

- [M(AA)X 2 Y 2 ] : ion pusat mengikat 1 ligan bidentat dengan atom donor sama, dan 2 jenis ligan monodentat masing-masing 2 Diamminetilendiammindiklorokobaltat(III)

[Co(EDTA)] - - [M(ABCDEF)] : ion pusat mengikat 6 ligan monodentat

[Pt(py)(NH 3 )(NO 2 )(Cl)(Br)(I)] 1. 2. Isomer struktur

2. Isomer koordinasi Terdapat dalam senyawa yang kation maupun anionnya merupakan ion kompleks sehingga

ligan pada kation dapat dipertukarkan dengan ligan pada anion.

Contoh : [Co(NH 3 ) 6 ][Cr(C 2 O 4 ) 3 ] dengan [Co(C 2 O 4 ) 3 ][Cr(NH 3 ) 6 ]

1. Isomer ionisassi Terdapat dalam senyawa-senyawa kompleks dengan komposisi kimia yang sama, tetapi jika

dilarukan menghasilkan jenis ion yang berbeda.

Contoh : [Co(NH 3 ) 4 (Br)(NO 2 )]Cl dengan [Co(NH 3 ) 4 (Cl)(NO 2 )]Br

1. Isomer ikatan Senyawa kompleks memiliki isomer ikatan jika mengandung ligan momodentat yang

memiliki 2 macam atom donor.

Contoh : [(NH 3 ) 5 Co-NO 2 )]Cl 2 dengan [(NH 3 ) 5 Co-ONO)]Cl 2

Filed under Kimia Koordinasi

BAB IV: KESTABILAN SENYAWA KOMPLEKS

May 16, 2010 Leave a Comment Dikenal 2 macam kestabilan senyawa kompleks, yaitu kestabilan termodinamika dan

kestabilan kinetika. Kestabilan termodinamika menunjuk pada perubahan energi bebas Gibs (∆G) yang terjadi dalam perubahan dari reaktan menjadi produk, sedang kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G # ) pada substitusi reaksi pertukaran ligan.

IV.1 Kestabilan Termodinamika

Kestabilan termodinamika senyawa kompleks lebih sering dinyatakan dengan konstanta kesetimbangan (ingat ∆G = -RT ln K) dalam reaksi ion logam terhidrasi dengan ligan yang sesuai selain air. Harga K memberikan gambaran tentang konsentrasi relatif masing-masing spesies dalam kesetimbangan. Jika harga K besar berarti konsentrasi kompleks jauh lebih besar dibanding konsentrasi komponen-komponen pembentuknya. Suatu kompleks stabil bilamana harga K dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut besar.

Kompleks logam terbentuk dalam larutan melalui tahap-tahap reaksi, dan konstanta kesetimbangan dapat ditulis untuk masing-masing tahap. Misalnya untuk reaksi pembentukan Cu(NH 2+

[Cu(H 2+ O) ] + NH 3 ↔ [Cu(H 2 O) 3 (NH 3 )] K 1 = ([Cu(H 2 O) 3 (NH 3 )] )/([Cu(H 2 O) 4 ] )( NH 3 )

[Cu(H 2+

2 O) 3 (NH 3 )] + NH 3 ↔ [Cu(H 2 O) 2 (NH 3 ) 2 ] K 2 = ([Cu(H 2 O) 2 (NH 3 ) 2 ] )/ [Cu(H 2+

2 O) 2 (NH 3 ) 2 ] + NH 3 ↔ [Cu(H 2 O)(NH 3 ) 3 ] K 3 = ([Cu(H 2 O)(NH 3 ) 3 ] )/ [Cu(H 2+

[Cu(H 2+

] 2+ + NH 3 ↔ [Cu(NH 3 ) 4 ] K 4 = ([Cu(NH 3 ) 4 ] )/[Cu(H 2 O)(NH 3 ) 3 ] ( NH 3 ) Konstanta kesetimbangan juga dapat ditulis secara keseluruhan (over-all stability consant)

[Cu(H 2+ 2 O)(NH 3 ) 3 2+

denga notasi β. Untuk reaksi tersebut di atas :

[Cu(H 2+

2 O) 4 ] + NH 3 ↔ [Cu(H 2 O) 3 (NH 3 )] β 1 = ([Cu(H 2 O) 3 (NH 3 )] )/([Cu(H 2 O) 4 ] ) ( NH 3 )

[Cu(H 2+

2 O) 4 ] + 2NH 3 ↔ [Cu(H 2 O) 2 (NH 3 ) 2 ] β 2 = ([Cu(H 2 O) 2 (NH 3 ) 2 ] )/([Cu(H 2 O) 4 ] ) ( NH 3 ) 2

[Cu(H 2+

2 O) 4 ] + 3NH 3 ↔ [Cu(H 2 O)(NH 3 ) 3 ] β 3 = ([Cu(H 2 O)(NH 3 ) 3 ] )/([Cu(H 2 O) 4 ] ) ( NH 3 ) 3

2+ [Cu(H

2 O) 4 ] + 4NH 3 ↔ [Cu(NH 3 ) 4 ] β 4 = ([Cu(NH 3 ) 4 ] )/([Cu(H 2 O) 4 ] ) ( NH 3 ) 4

Dengan sedikit penjabaran matematis akan diperoleh hubungan : β 1 = K 1

Dalam reaksi pembentukan kompleks tersebut seringkali ligan H 2 O tidak ditulis karena jumlah molekul H 2 O yang menghidrasi masing-masing ion pada umumnya belum diketahui secara pasti, molekul-molekul air tidak mempengaruhi konstanta kesetimbangan (walaupun terlibat dalam reaksi), dan dalam larutan encer aktivitas air dapat dianggap 1.

IV.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stabilitas Ion Kompleks

1. Aspek ion pusat

a. Rapat muatan (perbandingan muatan dengan jari-jari atom) Stabilitas ion kompleks bertambah jika rapat muatan ion pusat bertambah

Stabilitas ion kompleks bertambah dengan adanya CFSE, karena CFSE pada dasarnya merupakan energi penstabilan tambahan yang diakibatkan oleh terjadinya splitting orbital d. Pengaruh CFSE terhadap K dapat dilihat pada diagram berikut.

Bulatan-bulatan pada gambar tersebut adalah harga log K relatif masing-masing logam bedasarkan eksperimen, sedang garis putus-putus merupakan kecenderungan harga log K secara teoritis dengan tanpa memperhitungkan CFSE.

c. Polarisabilitas Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan

membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil

2. Aspek ligan

a. Efek khelat Kompleks khelat lebih stabil dibanding kompleks nonkhelat analog (yang atom donornya

sama). [Ni(en) 3+ 3 18 ] 3+ dengan β 3 sebesar 4.10 adalah lebih stabil dibanding [Ni(NH 3 ) 6 ] β 6 sebesar 10 8

a. Ukuran cincin Jika ligan tidak memiliki ikatan angkap, ikatan cincin 5 adalah yang paling stabil, tetapi jka

ligan memiliki ikatan rangkap, maka yang paling stabil adalah ikatan cincin 6.

b. Hambatan ruang (steric effect) Ligan-ligan bercabang pada umumnya kurang stabi dibanding ligan-ligan tak bercabang

yang analog.

c. Polarisabilitas Ion-ion logam klas a (asam keras) yaitu yang memiliki muatan tinggi dan ukuran kecil akan

membentuk kompleks ysng stabil jika ligannya berasal dari basa keras, yaitu yang elektronegatifitasya besar dan berukuran kecil

IV.3 Kestabilan Kinetika.

Kestabilan kinetika menunjuk pada enetgi aktivasi (∆G # ) pada substitusi reaksi pertukaran ligan. Kestabilan kinetika bertambah jika ∆G # semakin besar. Kompleks yang ligannya dapat digantikan oleh ligan lain dengan cepat (kurang dari 1 menit pada suhu 25 o C dan konsentrasi larutan 0,1 M) disebut kompleks labil, sebaliknya jika reaksi pertukarannya berlangsung lambat disebut kompleks inert (lembam).

Seringkali kompleks stabil bersifat inert dan kompleks tidak stabil bersifat labil, namun hal itu tidak berhubungan. Bisa saja suatu kompleks stabil namun labil. Sebagai contoh, CN -

membentuk kompleks yang sangat stabil dengan Ni 2+ , hal ini tercermin dari harga K yang

[Ni(H 2-

2 O) 6 ] + 4CN ↔ [Ni(CN ) 4 ] + 6H 2 O

13 Namun jika ke dalam larutan ditambahkan ion berlabel - CN , ternyata terjadi reaksi

13 pertukaran ligan yang sangat cepat antara CN - dengan CN seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut :

[Ni(CN - )

4 ] + 4 CN ↔ [Ni( CN ) 4 ] + 4CN

Kasus sebaliknya, kompoleks [Co(NH 3+

3 ) 6 ] tidak stabil dalam larutan asam, sehingga reaksi berikut hampir sempurna berjalan ke kanan.

4[Co(NH +

3 ) 6 ] + 20H + 26H 2 O ↔ 4[Co(H 2 O) 6 ] + 24NH 4 + O 2

Akan tetapi [Co(NH 3 ) 6 ] 3+ dapat tinggal dalam larutan asam pada suhu kamar selama beberapa hari dengan tanpa terjadi perubahan.

Ini berarti bahwa kestabilan suatu kompleks tidak menjamin keinertannya, sebaliknya kompleks yang tidak stabil dapat saja inert..

Kestabilan kinetika kompleks oktahedral dapat diprediksi berdasarkan Aturan Taube, yaitu : • Kompleks oktahedral labil bilamana pada atom pusatnya

- mengandung elektron pada orbital e g atau

- mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3. • Kompleks oktahedral inert bilamana pada atom pusatnya

- tidak mengandung elektron pada orbital e g dan

- mengandung elektron pada orbital d minimal 3. Aturan Taube tersebut logis dan dapat dinalar. Kompleks yang mengandung elektron pada

orbital e g labil, karena elektron tersebut posisinya dekat (behadapan langsung) dengan ligan sehingga memberikan tolakan yang signifikan terhadap ligan dan dengan demikian ligan tersebut relatif mudah lepas dan digantikan oleh ligan lain. Kompleks yang mengandung elektron pada orbital d kurang dari 3 labil, karena pada kompleks tersebut masih terdapat

minimal 1 orbital t 2g yang kosong dimana ligan pengganti dapat mendekati ion pusat dengan tolakan yang relatif kecil.

Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Aturan Taube Sistem

Prediksi (low spin)

CFSE, ∆o

elektron pada e g jumlah e pada orbital d

d 0 tak ada

labil

Prediksi kestabilan kinetika berdasarkan Perubahan CFSE

(kompleks inert jika Perubahan CFSE berharga positif)

Perubahan CFSE, ∆o (low spin)

Sistem

CFSE, ∆o

Oktahedral

Piramida

Harga Kesimp.

bujursangkar

d 0 0 0 0 labil

d 5 0 0 0 labil

d 6 0,4

-0,05 labil

d 7 0,8

-0,11 labil

d 8 1,2

inert inert

BAB V: REAKSI SENYAWA KOMPLEKS

May 15, 2010 Leave a Comment

V.1 Reaksi Substitusi

Reaksi substitusi adalah reaksi di mana 1 arau lebih ligan dalam suatu kompleks digantikan oleh ligan lain. Karena ligan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofilik (menyukai inti atom), maka reaksi tersebut juga dikenal sebagai reaksi substitusi nukeofilik (SN).

Berdasarkan mekanismenya reaksi substitusi dapat dibedakan menjadi : 1. SN1 (lim)

2. SN1 3. SN2 4. SN2 (lim)

1. SN1 (lim) : substitusi nukleofilik orde-1 ekstrim Mekanisme reaksi diawali dengan pemutusan salah satu ligan, ini berlangsung lambat

sehingga merupakan tahap penentu reaksi (rate determining step). Dengan demikian konstanta laju reaksi (k) hanya dipengaruhi oleh jenis kompleks dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh jenis ligan pengganti.

Contoh :

- [Co(CN 2- )

5 (H 2 O)] + Y ↔ [Co(CN ) 5 (Y )] + H 2 O

Diperoleh data harga k untuk berbagai ligan pengganti (Y - ) sebagai berikut :

ligan pengganti (Y -1 ) k (detik )

Br -3 1,6 . 10

I -3 1,6 . 10

SCN -3 1,6 . 10

N -3 1,6 . 10

H -3

Mekanisme reaksi :

[Co(CN 2- )

5 (H 2 O)] ↔ [Co(CN ) 5 ] + H 2 O (lambat)

- [Co(CN 2- )

- 2- -

5 ] + Y ↔ [Co(CN ) 5 (Y )] (cepat)

Persamaan laju reaksi : r = k ([Co(CN - ) 5 (H 2 O)] 2- )

1. SN1 : substitusi nukleofilik orde-1 Pada tahap penentu laju reaksi terjadi pemutusan maupun pembentukan ikatan. Pada saat

ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti sudah hampir putus sudah terjadi pembentukan ikatan (walaupun sangat lemah) antara ion pusat dengan ligan pengganti. Dengan demikian tahap penentu utama laju reaksi adalah pemutusan ikatan antara ion pusat dengan ligan terganti dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pembentukan ikatan antara ion pusat dengan ligan pengganti. Harga k terutama ditentukan oleh jenis ion kompleks, namun jika jenis ligan pengganti divariasi ternyata memberikan sedikit pengaruh seperti tersaji pada tabel berikut :

ligan pengganti (Y - )

[Ni(H 2 O) 6 ] 2+

[Co(H 2 O) 6 ] 2+