BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pemanfaatan Lignin Kayu Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Poliuretan Termoplastik Alam

  2.1 Kelapa Sawit

  Kelapa sawit termasuk kelas Angiospermae, orde Palmales, family Palmaceae, sub- famili Palminae, genus Elaeis dan beberapa spesies antara lain Elaeis guineensis Jack dari Afrika, Elaeis melano cocca dan Elaeis odora dari Amerika Selatan (Tim penulis PS, 1997). Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan Aceh, produk olahannya yang berupa minyak sawit merupakan salah satu komoditas yang handal.(Risza, S. 1995)

  Untuk Indonesia saat ini, tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain dapat menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat juga sebagai sumber devisa negara (Fauzi, I.Y. 2003). Tumbuhan yang mengandung banyak serat dikenal sebagai lignoselulosa yang merupakan sumber utama dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignoselulosa banyak terdapat pada kayu, sisa peninggalan perkebunan, tumbuhan berair, rumput dan jenis tumbuhan lainnya (Rowell et al, 2000). Tumbuhan dengan serat tinggi memiliki karakteristik dan struktur yang dapat digunakan dalam pembuatan komposit, tekstil, dan pembuatan kertas. Dan dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, bahan kimia, enzim, dan bahan makanan. (Reddy dan Yang. 2000)

  2.2 Kayu Kelapa Sawit

  Komponen kimia dalam kayu mempunyai arti yang penting, karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu. Selain itu, dengan mengetahuinya kita dapat ketahanan kayu terhadap serangga dan makhluk hidup perusak kayu. Dan dapat pula menentukan pengerjaan dari kayu sehingga didapat hasil yang maksimal. (Dumanauw, J.F. 1992). Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9 – 12 meter dan diameter 45 – 65 cm diukur dari permukaan tanah. (Tomimura, 1992). Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas dan tidak bercabang. Batang kelapa sawit berbentuk silinder, titik tumbuhnya terletak dipucuk batang, terbenam didalam tajuk. Batang kelapa sawit untuk beberapa tahun pada umumnya masih terbungkus pelepah daun, sehingga lingkar batang menjadi lebih besar. Tinggi tanaman di alam bisa mencapai 30 m, tetapi yang ditanam di perkebunan jarang sekali yang melebihi ketinggian 15-18 m.

  Batang kelapa sawit yang sudah membusuk merupakan sarang bagi kumbang

  

Oryctes rhinoceros dan penyakit ganoderma yang potensial menyerang tanaman

  muda. Oleh karena itu pemilik sawit akan berusaha menyingkirkan batang kelapa sawit ini dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling mudah dan murah adalah dengan membakarnya. Namun sejak ada larangan pemerintah, kegiatan pemusnahan limbah batang kelapa sawit dengan cara itu sangat jarang dilakukan. Akibatnya batang kelapa sawit menjadi masalah bagi pemilik atau pengelola kebun sawit. (Direktorat pengolahan hasil pertanian, 2006) Batang kelapa sawit memiliki jaringan parenkim dan serat (vascular bundle).

  Kandungan parenkim meningkat sesuai dengan ketinggian pohon dan kedalamannya sedangkan kerapatannya menurun. Kayu kelapa sawit segar kandungan air sangat tinggi, itulah sebabnya sukar diperoleh kestabilan dimensi yang baik. Kadar parenkim yang tinggi menyebabkan rendahnya sifat mekanis pada kayu kelapa sawit karena kandungan air dan zat-zat ekstraktif lainnya mengisi pori-pori parenkim (Prayitno. 1994 dan Tomimura. 1992). Apabila kayu dikeringkan selama pengolahannya, semua cairan dalam rongga sel dikeluarkan. Tetapi rongga sel selalu berisi sejumlah uap air. Banyaknya air yang tetap tinggal di dalam dinding-dinding sel suatu produk akhir tinggal produk. (Haygreen. J.G and Bowyer, J.L. 1996).

  Kandungan serat kayu kelapa sawit merupakan komponen selulosa dan lignin, serat inilah sebagai pembangun kekerasan pada setiap kayu. Sebagian lignin juga terdapat pada parenkim. Lignin bertindak sebagai perekat antar serat, sehingga terbentuk kekerasan dan kekuatan pada kayu (Sukatik. 2006). Kayu kelapa sawit mempunyai sifat sangat beragam dari bagian luar ke bagian pusat batang dan sedikit bervariasi dari bagian pangkal ke ujung batang. Pada bagian inti dari struktur dan anatomi kayu kelapa sawit (KKS) yang paling dominan adalah jaringan dasar parenkim, sehingga memiliki kerapatan yang rendah. Pada daerah pinggir dekat kulit penyusun utamanya adalah berkas pengangkut yang terselimuti oleh serabut berdinding tebal sehingga rapat massanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang terdiri dari jaringan parenkim mengandung kadar air lebih tinggi dan menurun seiring persentase berkas pengangkut naik.(Sujasman, A. 2009). Sifat kimia kayu kelapa sawit mengandung komponen- komponen seperti holoselulosa, α-selulosa, lignin, pentosan, abu, dan silika. (Fengel, D and Wegener, G. 1995) Komposisi kelapa sawit dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut:

  Kandungan % Zat ekstraktif

  4.5 Holoselulosa

  83.5

  49.8 α- selulosa Lignin

  20.5 Abu

  2.4 (Tsoumis,1991) Sifat dasar kayu kelapa sawit sangat berbeda dengan kayu lainnya dalam hal kayu kelapa sawit sangat besar dan bagian pusatnya didominasi oleh sel pembuluh yang berdinding tebal (Prayitno, T.A. 1994). Kayu monokotil seperti kayu kelapa sawit mempunyai jaringan parenkim diantara bundel-bundel seratnya yang mula- mula dalam kayu segar masih mengandung air. Setelah pengeringan jaringan ini membentuk pori yang cenderung menyerap cairan bersifat polar sejenis air. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi pengisian pori kayu dengan polimer agar mampu meningkatkan stabilitas kayu dengan semakin banyaknya rongga-rongga sel kayu yang terisi bahan polimer.(Purnama, K.O. 2009)

  Salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan sehingga mencapai kadar air kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap uap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari 20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dapat tumbuh subur baik pada permukaan maupun bagian dalam kayu sawit. Hal ini terutama berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu biasa. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Secara ekonomis, batang kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, pulp (bahan baku kertas), bahan kimia dan sebagai sumber energi. (Tim Penulis PS. 1997)

  Distribusi lignin secara kualitatif dan kuantitatif terdapat pada beberapa spesies dari tumbuhan berserat dalam bidang pertanian seperti jerami gandum, tebu, padi, pepohonan, dan biji rami. Tetapi sangat di sayangkan, sedikitnya informasi bahwa lignin juga terdistribusi pada tumbuhan monokotil seperti kelapa sawit, daun nenas, dan juga tandan pisang. Untuk semua tumbuhan berserat level tertinggi, lignin terdapat pada bagian tengah lamela yakni pada jaringan sel floem dan parenkim pada kelapa sawit. ( Khalil, A et al. 2006) Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu yang merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan tingkat tinggi. (Dumanauw, J.F. 1992). Lignin secara universal terdistribusi pada semua jaringan kayu, dimana lignin menambah kekuatan dan stabilitas dinding sel. Bentuk glikosida yang terikat pada selulosa dalam dinding sel adalah melalui gugus hidroksi bebas. Lignin mempunyai struktur yang sangat kompleks, polimer, dan merupakan suatu jaringan aromatik yang tidak larut dalam air. (Sastrohamidjojo, 1996). Selain selulosa, kayu juga mengandung bahan lain yang disebut lignin, yang mencakup sekitar 30% dari komponen kayu itu sendiri. Lignin berfungsi sebagai perekat, yang mengikat belai-belai selulosa menjadi satu dan memberikan kekuatan tambahan pada kayu. Seperti juga selulosa, lignin mengandung karbon dan sulit diuraikan. Zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan selain selulosa adalah lignin. Lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan C-O-C dan C-C (Judoamidjojo, R.M. dkk. 1989).

  Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan struktur kayu. Selain itu, dinding sel kayu juga mengandung lignin.

  Lignin kayu mengandung unit guasilpropana (G) dan siringilpropana (S), dengan rasio perbandingan G/S 4:1 sampai 1:2, dan dalam jumlah yang kecil terdapat hidroksifenilpropana(H). Proses akhir pembentukan lignin melibatkan dehidrasi enzimatik prekursor, p-koumaril alkohol, koniferil alkohol,dan sinapil alkohol. Adapun unit-unit struktur penyusun lignin sebagai berikut :

  CH 2 OH CH

  2 OH CH

  2 OH CH CH CH CH CH CH OCH H CO OCH

  

3

  3

  3

  (Achmadi, 1990)

  OH OH OH

  (1) (2) (3)

Gambar 2.1. Unit penyusun lignin, p-koumaril alkohol (1), koniferil alkohol(2), dan sinapil alkohol(3).

  Biosintesis lignin dari unit monomer fenil propana merupakan polimerisasi dehidrogenatif. Biosintesis lignin dimulai dengan turunan glukosa yang berasal dari proses fotosintesis. Yang mana akan dikonversi menjadi asam shikimat yang berperan penting pada jalannya metabolisme.(Fengel, D and Wegener. 1995)

  Lignin kayu mengandung gugus hidroksil fenolik, dimana gugus hidroksil fenolik ini sangat mempengaruhi stabilitas warna putih pulp dan berperan penting pada proses pulping serta pemucatan pulp. Hal ini karena kemampuannya memecah ikatan eter yang dibantu oleh katalis basa dan degradasi oksidatif lignin. Reaktivitas lignin secara kimia sangat dipengaruhi oleh kandungan gugus hidroksil fenolik. ( Supri, 2000)

  Unit dasar senyawa lignin berasal dari fenilpropana yakni terdiri dari sebuah cincin benzena dengan enam atom karbon yang pada salah satu sisinya melekat tiga atom karbon berantai lurus. Dan ada pula yang dikenal dengan gugus metoksil (H

3 CO-) yang banyak melekat pada cincin aromatik lignin. Namun beberapa dari

  gugus tersebut terpisah selama proses pulping kraft (Harkin, J.M. 1969). Berat molekul lignin diperkirakan sangat tinggi, tetapi karena proses pemisahan dari besar tingginya adalah hal yang tidak mungkin. Karena lignin mengandung cincin aktif benzena dalam jumlah yang besar, lignin yang terdegradasi akan bereaksi dengan cepat. (Stevens, M.P. 2001)

  Jumlah lignin yang terdapat di dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi. Distribusi lignin di dalam dinding sel dan kandungan lignin bagian pohon yang berbeda tidak sama. Sebagai contoh kandungan lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah, paling tinggi dan paling dalam, untuk cabang kayu lunak, kulit, dan kayu tekan. Dalam kebanyakan penggunaan kayu, lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan pengelantangan, lignin dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegradasi dan berubah (Fengel,D and Wegener. 1995). Selain itu, kandungan metoksil lignin juga bervariasi, dimana untuk tanaman, semakin tinggi tanaman berdiri dan berkembang maka kandungan metoksil lignin semakin tinggi. ( Harkin, J.M. 1969)

  Menurut Damat (1989), tanaman jenis kayu maupun bukan kayu merupakan sumber utama lignin. Kandungan lignin daun jarum lebih besar dari pada kandungan lignin pada kayu daun lebar. Menurut Rahmawati (1999), kadar selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif sangat bervariasi antara satu jenis kayu dengan jenis kayu yang lain. Variasi tersebut juga terlihat dalam satu pohon pada lokasi yang berbeda.

  Kandungan kimia untuk serat kayu jarum terdiri dari tiga golongan, yaitu: polisakarida berupa selulosa dan hemiselulosa, senyawa lignin dan zat ekstraktif. Distribusi komponen kimia selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam dinding sel sekunder, sedangkan lignin banyak terdapat pada dinding sel primer dan lamela tengah, dan zat ekstraktif terdapat diluar dinding sel kayu (Dumanauw, J.F. 1992). Lignin merupakan termoplastik alam yang akan menjadi lunak pada suhu yang lebih tinggi dan akan keras kembali apabila menjadi dingin. (Haygreen, J.G and Bowyer,

2.4 Polipropilena Glikol

  Senyawa polieter yang banyak digunakan dalam poliuretan padatan adalah polipropilen glikol (PPG) dan politetrametilen glikol. Pembuatan keduanya dilakukan dengan penambahan polimerisasi dari monomer epoksida. Propilen oksida dibuat dari propilena dengan penggunaan klorohidrin sebagai senyawa intermediet. Pada pembuatan propilena glikol dibuat dalam stainless steel atau reaktor gelas, yaitu dengan proses batch. Katalis yang digunakan biasanya adalah natrium atau kalium hidroksida dalam bentuk larutan encer. Inisiator polimerisasi dibutuhkan untuk mengontrol jenis polieter yang dihasilkan. Etilena glikol, propilena glikol, dietilena glikol, dan dipropilena glikol dapat digunakan sebagai inisiator dalam pembuatan polieter difungsional, sedangkan gliserol dapat dijadikan inisiator polieter trifungsional. Reaksi pembentukan propilena glikol terdapat pada gambar 2.2. :

  CH CH CH

  3

  3

  3 Katalis basa

  Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa Katalis Basa CH CH CH

  2 2 -CHCH -CHCH -CHCH

  2

  3

  3

3 H [ OCH H [ OCH H [ OCH

  2 CH ] CH ] CH ] n n n OH OH OH

  2

  2 O O O Polipropilena Glikol Polipropilena Glikol Polipropilena Glikol Polipropilena glikol

Gambar 2.2 Pembentukan polipropilena glikol ( Hepburn, C. 1991)

2.5 Toluena Diisosianat

  Senyawa toluena diisosianat (TDI) memiliki senyawa dasar toluena. TDI terdiri dari dua jenis isomer yaitu 2,4 toluena diisosianat dan 2,6 toluena diisosianat. Terdapat dua variasi campuran dari toluena diisosianat yaitu 80/20 (2,4/2,6) dan 65/35 (2,4/2,6). Gugus isosianat pada 2,4 toluena diisosianat memiliki perbedaan dari posisi 2 dan 50 persen lebih reaktif dari isosianat posisi 4 pada difenilmetana diisosianat (MDI). Dan kedudukan isosianat pada posisi 2 memiliki kereaktifan sama baik pada 2,4 maupun 2,6 toluena diisosianat. Struktur TDI dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

  CH OCN CH

  3

  3 NCO NCO

  OCN ( 2,4-toluena diisosianat) (2,6-toluena diisosianat)

Gambar 2.3 Struktur Toluena diisosianat (Randall, D and Lee, S. 2002)

  Gugus isosianat dengan kereaktifan tinggi merupakan kunci reaksi dalam pembentukan poliuretan. Sebagian besar reaksi yang sangat penting dalam pembentukan poliuretan adalah reaksi antara isosianat dengan gugus hidroksil. Hasil reaksi adalah senyawa karbamat yang dikenal dengan senyawa uretan yang merupakan senyawa polimer dengan berat molekul yang tinggi. Senyawa alkohol primer alifatik memiliki kereaktifan dan kecepatan reaksi yang paling besar dibandingkan dengan alkohol sekunder dan tersier disebabkan adanya faktor sterik. (Randall, D and Lee, S. 2002)

  2.6 Katalis

  adalah senyawa amina tersier dan senyawa organonikel. Dalam hal ini terjadi promosi amina dari gugus uretan memiliki hubungan yang kuat secara mendasar, tetapi pengaruh struktural juga penting. Pandangan umum terhadap katalis dapat dilihat pada senyawa amina tersier yang dikombinasikan pada NCO/OH dan NCO/H

  2 O,

  katalis organonikel memiliki kemampuan lebih efektif digunakan untuk reaksi NCO/OH dan mempengaruhi ikatan urea dan biuret, tetapi tidak baik terhadap suasana basa dan tidak membuat terbentuknya isosianurat. Secara praktek, campuran dari amina tersier dan Ni katalis dapat digunakan untuk mencapai kesetimbangan ikatan rantai dan ikat silang. Temperatur reaksi tentunya sangat penting, diatas

  o

  temperatur 50 C rantai linear membentuk predominasi tetapi pada temperatur tinggi maka akan dibentuk senyawa biuret dan isosianurat yang efektif dan terbentuk

  o

  cabang. Pada suhu diatas 150

  C, beberapa ikatan kurang stabil dan dapat mengalami degradasi. Perlu diketahui bahwa reaksi isosianat berupa reaksi eksotermik dan dibawah kondisi tersebut terjadi transfer panas yang lambat ketika temperatur dinaikkan. Pemakaian katalis dimaksudkan untuk menyempurnakan kefektifan reaksi dengan adanya peningkatan aktivitas reaksi. (Hepburn, C.1991)

  2.7 POLIURETAN

  Lignin merupakan polimer alam yang mempunyai gugus hidroksil lebih dari satu dimanfaatkan sebagai sumber poliol yang akhirnya dapat berikatan secara baik dalam pembentukan poliuretan (Fengel, D dan Wegener. 1985). Poliuretan linear biasanya dipreparasi dalam larutan karena polimer ini cenderung berdisosiasi menjadi alkohol dan isosianat atau terdekomposisi menjadi amin, olefin, dan karbondioksida pada suhu tinggi yang diperlukan untuk polimerisasi leburan (Stevens, M.P. 2001). Hal ini teristimewa berlaku untuk poliuretan yang dipreparasi dengan diisosianat aromatik. Poliuretan merupakan polimer termoset yang terbentuk dari reaksi antara senyawa hidroksil (Nicholson. 1997). Polimer termoset mempunyai kekuatan yang tinggi, ketahanan terhadap kelembaban, cukup kaku, dan memiliki kemampuan jangka pembebanan yang lama tanpa mengalami perubahan bentuk. Jenis perekat yang tergolong kategori polimer ini adalah fenol, resorsinol, melamin, isosianat, urea, dan epoksi. (Vick. C.B. 1999).

  Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan yaitu reaksi biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidrasi. Banyak dari produksi poliuretan melibatkan pemakaian poliester-poliester berujung hidroksi dengan berat molekul rendah atau polieter-polieter sebagai monomer dihidroksi. Reaksi ikat silang diefektifkan dengan mempreparasi bagian dari polimer tersebut dengan suatu poliol sehingga gugus-gugus hidroksil yang terjadi sepanjang kerangka polimer bisa bereaksi dengan diisosianat untuk memberikan ikatan-ikatan silang uretan.(Stevens, M.P. 2001)

  Senyawa diisosianat digunakan dalam sintesis poliuretan diantaranya adalah 1,6-heksametilen diisosianat (HMDI) dan campuran 2,4-toluena diisosianat dengan 2,6-toluena diisosianat (TDI). ( Rohaeti, 2003). Gugus isosianat, -NCO, merupakan gugus yang sangat reaktif dan dapat membentuk uretan dengan alkohol.

  R.NCO + R’OH R.NH.COO.’R

  Jika diisosianat atau poliisosianat bereaksi dengan diol atau poliol (senyawa polihidrat), akan terbentuk poliuretan: OCN-R-NCO + OH-R’-OH OCN-R-NH-CO-O-R’-OH ( -CO-NH-R-NH-CO-O-R’-O-)

  Secara kimia isosianat dengan gugus hidroksil yang ada pada kayu membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isosianat bereaksi diantara partikel kayu (Galbraith dan Newman. 1992). Kelebihan poliuretan yang dibentuk dari isosianat adalah tidak ada air yang terkandung dalam sistem. Semua resin diaplikasikan dan digunakan sebagai perekat. Dan kelemahannya adalah biayanya lebih mahal. Selain itu, isosianat harus ditangani dengan hati-hati untuk mencegah timbulnya masalah kesehatan.(Maloney, I.M. 1993)

  Dalam suatu proses pembentukan perekat lignin isosianat encer perlu dicatat bahwa meskipun poliisosianat sangat hidrofobik dengan berat molekul rendah dapat bereaksi lambat dengan air pada suhu ruang. Oleh karena itu, suatu larutan lignin encer yang berasal dari limbah cair proses pulping kimia dapat digunakan tanpa adanya modifikasi. Telah dilaporkan bahwa gas yang terbentuk karena reaksi air dengan isosianat tidak menjadi masalah sebab matriks kayu yang digunakan sebagai perekat cukup berpori dan dapat menyerap gas tanpa mempengaruhi kualitas ikatan.(Feldman, D. et al. 1992)

  Reaksi lignin dengan fenol dan isosianat telah diteliti dan dirancang untuk menentukan potensi pemanfaatan lignin didalam industri. Hal ini disebabkan karena langkanya posisi aktif dalam struktur makromolekul lignin (Kratz, et al.1962). Poliuretan mempunyai sifat yang sama dengan nilon, tetapi karena sukar diwarnai dan titik lelehnya lebih rendah, polimer ini pada awalnya tidak banyak diperdagangkan. Akan tetapi, kemudian terjadi kemajuan pesat pada kimia poliuretan yang menghasilkan busa, elastomer, pelapis permukaan, serat, dan perekat poliuretan (Cowd. 1991). Jenis dari perekat poliuretan dapat berupa termoplastik atau termoset yang dapat dipergunakan untuk merekatkan logam, karet, kayu, kertas, kain , gelas, keramik dan plastik, kecuali polisulfida dan fluorokarbon. Bagus digunakan sebagai perekat polivinil klorida. Dan baik digunakan untuk pengatur sifat perekat basis karet (Hartomo, A.J. 1992). Perekat lignin dapat dimanfaatkan secara komersial sebagai

  

bahan pengikat, pengisi, surfaktan, produk polimer dan sumber bahan kimia lainnya

terutama turunan benzena (Santoso,

  A. dan Sutigno. P. 2004). Kemampuan lignin pemanfaatan lignin sebagai bahan perekat (adhesive) dan bahan pengikat (binder) pada papan partikel (particle board) dan kayu lapis (plywood). (Rudatin. 1989).

  Perekat dapat memiliki sifat yang berlainan walaupun bahan dasarnya sama,

hal ini dikarenakan adanya penambahan zat lain dalam formulasi khususnya.

Lagipula, sifat perekat tidak hanya ditentukan oleh komposisi bahan kimianya namun

juga oleh kondisi saat dibuat dan dipergunakan. Oleh karena itu, dalam menangani

perekat, perlu diingat bahwa sifat-sifat bakunya hanya merupakan acuan dasar. Jenis,

komposisi, dan kondisi perlu diperhitungkan dan dioptimasi. (Hartomo, A.J. 1992)

  Struktur lignin yang rumit dan adanya ikatan hidrogen akan membentuk ikatan silang yang teratur pada poliuretan, akhirnya poliuretan yang terbentuk menjadi kaku (Supri. 2004). Semakin tinggi rasio bagian keras maka akan semakin keras dan kaku polimernya. Rasio ini sangat ditentukan oleh jenis dan komposisi diisosianat pada saat sintesis. Penggunaan 4,4-difenilmetana-diisosianat (MDI), dan toluena diisosianat (TDI) akan menghasilkan poliuretan dengan bagian keras lebih besar, sedangkan penggunaan heksametilen diisosianat (HMDI) akan menghasilkan bagian lunak lebih besar.(Hasan. 2004)

  Supri ( 2004) menyatakan bahwa poliuretan yang bersifat kaku (rigid) dapat dibentuk melalui sistem campuran lignin isolat dan polietilena glikol. Daerah keras (hard) dan lunak (soft) pada segment poliuretan diperlihatkan oleh Indeks Ikatan Hidrogen (HBI). Semakin besar kandungan lignin dari sistem campuran yang ditambahkan akan semakin tinggi indeks ikatan hidrogen poliuretan.

  Poliuretan memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70 % digunakan sebagai busa, selebihnya sebagai bahan elastomer, lem dan pelapis. Selain itu, poliuretan digunakan sebagai bahan perekat logam, kayu, karet, kertas, kain, keramik, plastik polivinilklorida (PVC), penyambung tangki bahan bakar cryogenic, pelindung berupa termoplastik atau termoset yang merupakan produk reaksi isosianat polifungsi dan alkohol polihidroksi atau poliester tertentu. Kemudian ketahanan terhadap air, bahan kimia, ozon sampai radiasi dan cuaca juga cukup baik.(Hartomo, A.J. 1992)

  Metode yang umum digunakan dalam sintesis poliuretan dengan mereaksikan suatu diol dengan diisosianat melalui metode polimerisasi larutan dan lelehan pada temperatur yang cukup tinggi (Sandler, S.R. 1974). Poliol yang diperoleh dari lignin berfungsi sebagai koreagen yang cukup kompetitif dan ekonomis khususnya untuk pembuatan poliuretan jenis busa, perekat dan pelapis (Rohaeti, E. 2005). Pada proses pembuatan poliuretan dapat dipercepat dengan penambahan katalis berupa senyawa basa seperti piridin, N,N-Dimetilbenzilamin dan N,N-endoetilenpiperazin dan berupa garam logam atau senyawa organometalik seperti bismut nitrat.(Sandler, S.R. 1974) Glasser, W.G. (1985) telah melakukan serangkaian uji pada hidroksi propil yang merupakan turunan dari lignin poliol-isosianat. Pada percobaan awal dilakukan metode mendasar dengan mengontrol jaringan lignin poliuretan terlebih dahulu melalui metode sintesis senyawa polimer dengan karakterisasi terhadap struktur kimia, sifat termal, berat molekul dan kelarutannya dalam pelarut organik.

2.8 Karakterisasi Polimer

  Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena adanya interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polaribilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, B. 1995). Spektroskopi infra merah bermanfaat untuk kajian mikrostruktur maupun gugus fungsi dalam polimer. Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi sampai ketidakjenuhan dapat diungkapkan. (Hartomo, A.J. 1995)

  Pada dasarnya ada dua variasi instrumentasi dari spekroskopi IR yaitu metode dispersif dimana prisma atau kisi dipakai untuk mendispersikan radiasi IR dan metode Fourier Transform (FT) yang menggunakan prinsip interferometri.

  Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi komputer yang terdedikasi sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FT-

  IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih besar dalam penelitian- penelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang.(Stevens, M.P. 2001)

  Pada era modern ini, radiasi inframerah digolongkan atas empat daerah yang dapat dilihat dari tabel 2.2 berikut: Rentang Rentang Bilangan Rentang Frekuensi

  Daerah panjang Gelombang(ύ) (ν) No.

  • 1

  Inframerah gelombang cm Hz (λ)dalam µm

  14

  1. Dekat 0,78-2,5 13.000-4000 3,8-1,2(10 )

  14

  2. Pertengahan 2,5-50 4000-200 1,2-0,06(10 )

  12

  3. Jauh 50-1000 200-10 6,0-0,3(10 )

  14

  4. Terpakai untuk 2,5-15 4000-670 1,2-0,2(10 ) analisis instrumental

  Disamping untuk maksud tujuan analisis kuantitatif, spektrofotometri inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif. (Mulja, M. 1995)

  Molekul polimer dikenal dengan karakteristik rantai yang terdiri dari sejumlah satuan ulangan. Secara teori spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Akan tetapi berbeda dengan senyawa berbobot molekul rendah yang murni. Ditambah lagi perubahan susunan geometris, perubahan orientasi ikatan dan bentuk kristal akan mempengaruhi serapan inframerah oleh ikatan kimia dari satuan ulangan. Ikatan kimia dalam rantai polimer banyak pula yang simetris, vibrasi ikatan ini tidak merubah polarisabilitas ikatan dan karena itu tidak menyerap radiasi elektromagnit. (Wirjosentono, B. 1995). Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah berarti bahwa gugus fungsi yang menyerap pada daerah tersebut tidak ada.(Pine, S. 1988)

  Pada sistem optik FT-IR dipakai radiasi laser yang berguna sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi IR agar sinyal radiasi IR diterima oleh detektor

  

Glycine Sulfate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). MCT lebih banyak

  digunakan dari pada TGS sebab memberikan tanggapan yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih cepat dan tidak dipengaruhi temperatur. MCT yang terpenting bersifat sangat selektif terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi IR. (Mulja, M. 1995)

2.8.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)

  SEM (Scanning Electron Microscopy) dikembangkan untuk mempelajari struktur permukaan secara langsung. SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan suatu metode untuk membentuk bayangan daerah mikroskopis permukaan sampel. Suatu berkas elektron berdiameter antara 5 hingga 10 nm dilewatkan sepanjang spesimen sehingga terjadi interaksi antara berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena berupa pemantulan elektron berenergi tinggi, pembentukan elektron sekunder berenergi rendah, penyerapan elektron, pembentukan sinar-X, atau pembentukan sinar tampak (cathodoluminescence). Setiap sinyal yang terjadi dapat dimonitor oleh suatu detektor. Alat SEM terdiri atas bagian-bagian, yaitu sumber elektron (electron gun) berupa filamen kawat wolfram, alat untuk mencacah (scanner) titik-titik sepanjang spesimen berupa sistem lensa elektromagnetik dan alat pencacah elektromagnetik, seperangkat lensa elektromagnetik untuk memfokuskan elektron dari sumber menjadi titik kecil di atas spesimen, sistem detektor, serta sistem layar. (Rohaeti, E. 2009)

  Dalam analisis ini, suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100

  Ả. (Stevens, M.P.2001) Sebuah ruang vakum diperlukan untuk preparasi cuplikan. Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan electron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter. Gambar yang dihasilkan terdiri dari ribuan titik berbagai intensitas di permukaan Cathode Ray Tube (CRT) sebagai topografi gambar. (Kroschwitz, J. 1990).

2.8.3 Termogravimetric Analysis (TGA)

  Dalam analisis termogravimetri (TGA) diamati perubahan bobot dari sampel selama kenaikan suhu dengan laju tetap. Karena itu dengan analisis ini dapat diperoleh informasi kehilangan bobot karena penguapan, dekomposisi atau mungkin pertambahan bobot karena pengikatan molekul gas dari atmosfer. (Wirjosentono, B. 1995). TGA juga bermanfaat untuk penetapan volatilitas bahan pemlastik dan bahan- bahan tambahan lainnya. Penelitian-penelitian stabilitas panas merupakan aplikasi utama dari TGA. Suatu termogram khas yang mengilustrasikan perbedaan stabilitas panas antara polimer yang seluruhnya aromatik dan polimer alifatik sebagian yang berstruktur analog. Berat yang tersisa sering kali merupakan refleksi yang akurat dari pembentukan arang yang merupakan parameter penting dalam pengujian nyala. (Stevens, M.P. 2001)

  Ketika suatu zat dipanaskan, maka tentunya akan mengalami perubahan fisika dan kimia. Perubahan fisika dan kimia ini terjadi akibat adanya penggunaan terjadi akibat variasi dari temperatur yang diberikan pada suatu material. Dan perubahan kimia seperti proses dekomposisi atau reaksi yang terjadi akibat adanya perubahan temperatur juga. Reaksi fisika dan kimia yang terjadi pada suatu sampel ketika dilakukan pemanasan akan memiliki karakteristik tersendiri yang dapat diuji atau diperiksa. Ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis termogravimetri diantaranya adalah penentuan temperatur saat terjadi kehilangan berat material. Kehilangan berat ini diindikasikan sebagai proses dekomposisi atau penguapan dari sampel. Selanjutnya, saat sampel tidak mengalami kehilangan berat yang dinyatakan sebagai stabilitas dari material. Rentang temperatur yang diberikan merupakan sifat fisika yang terdapat pada senyawa dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa kimia.

  Instrumen dasar yang diperlukan dalam analisis termogravimetri adalah sebuah neraca presisi dengan suatu tungku yang diprogramkan untuk memberi kenaikan temperatur secara linier dengan waktu. Sifat-sifat kurva termogravimetri yag hendaknya diperhatikan adalah bagian-bagian yang horizontal (datar = plano) menunjukkan daerah dimana tidak ada perubahan bobot, bagian yang melengkung menunjukkan kehilangan bobot, karena kurva termogravimetri merupakan metode kuantitatif perhitungan-perhitungan atas stoikiometri senyawaan dapat dibuat pada setiap temperatur yang ditentukan. Atmosfer-atmosfer paling umum yang dipakai dalam termogravimetri adalah: 1.

  Udara statis (udara dari sekeliling yang mengalir melalui tungku).

  2. Udara dinamis, dimana udara mampat dari sebuah silinder dialurkan melalui tungku dengan laju aliran yang diukur.

  3. Gas nitrogen (bebas oksigen) yang memberikan lingkungan inert. (Vogel, A.I.

  1994)

  Analisis termogravimetri sangat berkaitan dengan sensitifitas yang digunakan Aplikasi ini berperan dalam memperkirakan temperatur panas yang stabil dan temperatur saat dekomposisi. (Billmeyer, F.W. 1984)

2.8.4 Analisa Sifat Mekanik

  Analisa yang dilakuan untuk menentukan sifat mekanik bahan polimer salah satunya adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik (σ) merupakan kekuatan tegangan maksimum spesimen untuk menahan tegangan yang diberikan. Kekuatan tarik mengacu kepada ketahanan terhadap tarikan yang diukur dengan menarik sekeping polimer dengan dimensi yang seragam. Perpanjangan sering disebut juga dengan kemuluran (

  ɛ) yang berarti adalah pertambahan panjang yang dihasilkan oleh ukuran tertentu panjang spesimen, yang diakibatkan oleh tegangan yang diberikan. Selanjutnya adalah modulus tarik yang diperoleh dari perbandingan tegangan terhadap perpanjangan. (Stevens, M.P. 2001)

  Bila suatu bahan polimer yang elastis dikenakan gaya tarikan dengan laju yang tetap, mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bila tegangan dilepaskan maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Diatas titik elastis, molekul- molekul berorientasi searah dengan tarikan dan hanya membutuhkan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. (Wirjosentono, B. 1995)