PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN
POLITIK DI INDONESIA PADA MASA
PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI

Diajukan untuk memenuhi Syarat Tugas Formatif I (FI)
Mata Kuliah Kapita Selekta Politik

OLEH : KELOMPOK II

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas
rahmat-Nyalah tim penulis dapat menyusun makalah sederhana ini, yang
membahas tentang Partai Politik sebagai kekuatan politik di Indonesia pada
masa pemerintahan era reformasi. Adapun laporan hasil penelitian ini di buat

untuk memenuhi tugas Formatif I dari Bapak Drs.Halking,M.Si & Budi Ali
Mukmin,S.IP.,M.A. pada mata kuliah Kapita Selekta Politik. Dengan adanya
makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui bagaimana peran Partai
Politik sebagai kekuatan politik di Indonesia pada masa pemerintahan era
reformasi.
Adapun sistematika makalah ini yaitu terdiri atas empat bab. Bab satu
yaitu, pendahuluan yang memuat tentang tiga hal, yakni Latar belakang masalah,
rumusan masalah serta tujuan penulisan. Bab dua adalah landasan teoritis. Bab
tiga menyangkut pembahasan dan, Bab empat berisi kesimpulan dan saran tim
penulis.
Dengan terselesainya makalah ini, tak lupa tim penulis mengucapkan
terimakasih kepada dosen pengampu dan juga semua pihak yang telah banyak
memberikan bimbingan, ajaran, dan motivasi dalam penyusunan laporan hasil
penelitian ini. Upaya semaksimal mungkin telah tim penulis lakukan dalam
menyusun makalah ini, namun tak gading yang tak retak. Tim penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
melengkapi makalah ini.
Medan, Maret 2015
Tim Penulis


DAFTAR ISI

2

KATA PENGANTAR...............................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................5
A. Latar Belakang Masalah................................................................................5
B. Rumusan Masalah.........................................................................................9
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................9
BAB II LANDASAN TEORITIS..........................................................................11
1.

KEKUATAN POLITIK...............................................................................11
1.1 Pengertian Kekuatan Politik.....................................................................11
1.2 Sumber kekuatan politik...........................................................................13
1.3 Fungsi Kekuatan Politik...........................................................................13
1.4 Penggolongan Kekuatan Politik...............................................................14

2.


PARTAI POLITIK.......................................................................................14
2.1 Pengertian Partai Politik...........................................................................14
2.2 Teori Asal Usul Partai Politik...................................................................16
2.3 Fungsi Partai politik..................................................................................18
2.4 Sistem Kepartaian.....................................................................................19
2.5 Tipologi Partai Politik...............................................................................19
2.6 Peran Kepemimpinan dalam Partai Politik...............................................22

BAB III PEMBAHASAN......................................................................................25
A. Kekuatan Politik..........................................................................................25
B. Partai politik pada masa Reformasi............................................................28
C. Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pada Masa Reformasi...........................31
D. Peta Permasalahan Peran Partai Politik di Era Reformasi dan Penguatan
Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat.....38
E. Partai Golkar dan PAN dalam peranannya sebagai Kekuatan Politik.........43

3

F.


Pembenahan Partai Politik..........................................................................46

BAB IV PENUTUP...............................................................................................48
A. Kesimpulan.................................................................................................48
B. Saran............................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................50

4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berjalannya suatu negara tidak terlepas dari sistem politik1. Hal tersebut
dikarenakan sistem politik merupakan tolak ukur kemajuan dalam suatu negara.
Sistem politik yang tertata baik akan memberikan kontribusi yang cukup besar
terhadap kemajuan suatu negara.

Seiring dengan berjalannya waktu, dimana


indonesia telah melewati banyak rintangan mulai dari pasca proklamasi
kemerdekaan hingga era reformasi saat ini. Hal tersebut tidak terlepas dari
kekuatan-kekuatan politik di dalamnya. Salah satu kekuatan politik tersebut
adalah partai politik. Dalam sistem demokrasi, eksistensi suatu partai politik
merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan banyaknya fungsi-fungsi
partai politik yang menyangkut pada kebutuhan masyarakat. Fungsi partai politik
yang lebih cenderung menunjukkan diri sebagai kekuatan politik adalah artikulasi
kepentingan, pemandu kepentingan, komunikasi politik, kontrol politik serta
pembuatan kebijakan.
Namun, fenomena yang terjadi pada masa reformasi saat ini, banyak partai
politik yang meninggalkan peranan sebagai “penyambung lidah masyarakat” dan
hanya mengejar keuntungan untuk partainya saja. Hal ini dapat dilihat pada partaipartai politik yang lebih mengutamakan

politik koalisi dengan partai politik

pemegang kekuasaan dan tidak memiliki peran oposisi. Fenomena pemilu 2009
contohnya, dimana sebagian besar dari sembilan partai politik mempunyai kursi di
DPR, sekalipun berbeda ideologi dengan partai demokrat, berkoalisi dengan motif
perolehan kekuasaan di kabinet (jabatan menteri). Mereka yang berkoalisi dengan
Partai Demokrat ialah, Partai Golkar, PPP, PAN, PKB,PKS. Padahal

sesungguhnya kelima partai tersebut berbeda ideologi dengan partai demokrat
yang memiliki ideologi sekuler. Golkar pada awalnya tidak mendukung pasangan
1Sistem politik merupakan saling hubungan fungsional antara budaya politik, struktur dan fungsi
politik, aktor politik dan input dalam usaha membuat dan melaksanakan keputusan yang
mengikat untuk masyarakat umum. Lihat lebih lanjut dalam Halking & Budi Ali Mukmin. Sistem
Politik Indonesia (Medan:Unimed Press,2013), hlm.1.

5

SBY-Boediono dalam pilpres 2009. Golkar mendukung pasangan Jusuf KallaWiranto, saat Jusuf Kalla ketua umum Golkar dan Wiranto serbagai ketua umum
Partai Hanura. Namun kekalahan Jusuf Kalla dan Wiranto karena sosok figur
SBY-Boediono lebih tinggi dibanding dengan partai politik 2 tidak menyebabkan
Golkar kehilangan kekuasaan di eksekutif. Golkar yang awalnya tidak mendukung
pasangan SBY-Boediono berubah sikap menjadi pendukungnya sehingga
mendapat beberapa jabatan menteri dalam kabinet hasil pilpres 2009. Salah
satunya bahkan

jabatan strategis, yakni Menteri Koordinator Kesejahteraan

Rakyat (Menkokesra) dipegang oleh kader senior GolkarAgung Laksono.

Maksudnya, meskipun mengalami kekalahan dan lawan politik meraih
kemenangan, namun Golkar tetap saja berupaya memperoleh kekuasaan melalui
keanggotaannya koalisi pendiukung SBY-Boediono. Posisi Golkar tidak menjadi
kekuatan oposisional, melainkan kekuatan koalisi.
Selain hal tersebut, karakteristik politik kartel dimana elite Parpol
mengutamakan koalisi, bukan oposisi, sekalipun tergolong kalah dalam
pertarungan perolehan suara dalam Pemilu legislatif, dapat dicontohkan
pengalaman PAN saat penentuan dukungan terhadap calon Presiden RI dalam
Pilpres 2009. Amien Rais adalah seorang aktor yang sangat menentukan
keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN terutama politik kekuasaan seperti
penentuan rekruitmen politik anggota PAN di eksekutif dan juga legislatif. Jabatan
formal Amin Rais di PAN saat itu adalah Ketua MPP (Majelis Penasehat Partai)
DPP PAN, bukan sebagai Ketua Umum DPP PAN. Menjelang Pemilu 2009,
Amien Rais mengarang buku berjudul, Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan
Indonesia!3. Di dalam buku ini, Amien menilai bahwa Indonesia dewasa ini telah
semakin dalam menjadi subordinat dari jaringan korporatokrasi internasional,
jelas-jelas menguras habis-habisan kekayaan Indonesia. Korporatokrasi adalah
sebuah jaringan ekonomi, keuangan, politik, militer, intelektual dan media massa

2 M. Khoirul Anwat dan Vina Salviana DS. Perilaku Partai Politik : Studi Perilaku politik dalam

Kampanye dan kecenderungan Pemilih pada pemilu 2004. (Malang : UMM Press), hlm. 67.
3 Muh. Amien Rais. 2008. Selamatkan Indonesia: Agenda mendesak bangsa. (Yogyakarta:PPSK
Press).

6

dibangun oleh kekuatan-kekuatan kapitalis dan demokrasi liberal Barat.4
Kedaulatan nasional kita justru tergadaikan ke berbagai korporasi asing. Selain itu
Amien juga berpendapat Pemerintah Indonesia telah menjadi pelayan kepentingan
asing, diberi payung hukum dengan perundang-undangan dan berbagai keputusan
politik. State capture corruption (korupsi sandera negara), paling berbahaya
semakin menjulang. Sejauh ini Pemerintah SBY tidak menunjukkan kemauan dan
komitmen politik untuk memberantas korupsi sungguh-sungguh serta Pemerintah
SBY pada dasarnya telah menjadi “broken government”, pemerintahan kucar
kacir, pecah koordinasi dan kepentingan rakyat banyak tidak dilayani, misalnya
antrian minyak tanah, makan nasi aking dan raskin, listrik mati di Jawa dan luar
Jawa, kenaikan harga BBM sampai lebih dari 100%, kondisi infrastruktur jalan
parah penuh berlubang besar. Berdasarkan beberapa penilaian di atas antara lain,
Amien lalu mengajak pembaca untuk tidak lagi memberi kesempatan kepada SBY
memimpin Indonesia. Dikatakannya, bila kepemimpinan SBY, atau model

kepemimpinan SBY diberi kesempatan memimpin Indonesia 5 tahun lagi sesudah
2009, penjajahan ekonomi asing semakin luas dan mendalam sehingga negeri ini
agaknya tidak punya harapan untuk bangkit kembali dan kondisi multidimensional semakin terpuruk. Jenis “korupsi sandera negara” menjadi semakin
sistematik, melembaga, mengakar makin mendalam dan desktruktif.
Buku Amien Rais ini menjadi populer di kalangan kader PAN dan telah
dibedah di bebebapa kota dihadiri dominan kader PAN. Karena itu, apa
terkandung di dalam buku ini menjadi acuan bagi para politisi PAN untuk
membangun opini positif terhadap PAN baik menjelang maupun saat kampanye
Pemilu legislatif tahun 2009 berlangsung. Namun, kandungan buku ini tidak
konsisten dipertahankan segera setelah Pemilu legislatif tahun 2009 usai. Amien
mendahului Keputusan DPP PAN dipimpin Ketua Umum Soetrisno Bachir,
menyampaikan sepihak pernyataan mendukung SBY menjadi Calon Presiden.
Dikesankan, pernyataan ini sebagai keputusan pertemuan silahturahim MPP DPP
PAN di Rumahnya sendiri di Yogyakarta. Pernyataan dukungan tidak dihadiri oleh
beberapa petinggi DPP PAN, termasuk Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir.
4 Ibid,.hlm.83.

7

Intinya, dukungan terhadap SBY bukanlah bermula dari prakarsa atau gagasan

DPP PAN, melainkan Amien Rais peribadi dikesankan sebagai hasil keputusan
MPP DPP PAN. Alasan disampaikan Amien kepada publik mendukung SBY
yakni Partai Demokrat telah menjadi Parpol pemenang Pemilu dan SBY masih
berpeluang besar untuk menang. Itu setidaknya menjamin pemerintahan ke depan
akan lebih kuat dan stabil. “Berkoalisi dengan the losing side, bukan the winning
side, itu sebuah kemubaziran,” kilah Amin. Padahal sebelumnya, Amien dikenal
publik sebagai pengkritik tajam model kepemimpinan SBY pro korporasi
asing. Berdasarkan kedua fenomena partai politik sebagai kekuatan politik yang
sangat menonjol pada masa reformasi tersebut, maka pada bab berikut akan di
bahas bagaimana fungsi partai politik sebagai kekuatan politik di Indonesia masa
Pemerintahan Orde Reformasi.
Menyadari keadaan yang sangat distruktif bagi perkembangan negara dan
bangsa, maka lahirlah gerakan reformasi yang tujuannya tidak lain untuk
menghambat dan menghentikan proses dan praktik-praktik yang distruktif dan
menggantinya dengan tatanan, proses, dan praktik-praktik yang konstruktif bagi
perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara. Selanjutnya gerakan reformasi
berubah bentuknya secara lebih sistematik menjadi agenda nasional. Sejalan
dengan upaya reformasi yang merupakan agenda nasional yang kemudian ditindak
lanjuti dengan dikeluarkannya Undangundang No. 3 Tahun 1999, kehidupan
kepartaian berubah kembali dengan kehidupan multi partai dan telah melahirkan

147 partai politik. Dengan mencermati uraian tersebut di atas, sangat mudah
dimengerti bahwa ternyata sepak terjang peran partai politik sejak kemerdekaan
sampai saat ini mengalami pasang dan surut dalam pembangunan bangsa
khususnya peningkatan partisipasi politik masyarakat di dalam segenap aspek
kehidupan pembangunan nasional. Peran partai politik yang bersifat pasang surut
tersebut terutama dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat terlihat dalam
pasang surutnya peran sebagai wadah penyalur aspirasi politik, sarana sosialisasi
politik, sarana rekrutment politik, dan sarana pengaturan konflik; karena keempat

8

peran itu diambil alih oleh pemerintah khususnya eksekutif yang didukung oleh
legislatif dan yudikatif.5
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Apa yang dimaksud dengan kekuatan politik?
Apa saja sumber-sumber kekuatan politik itu?
Apakah fungsi kekuatan politik itu?
Apa saja penggolongan kekuatan politik itu?
Apa yang dimaksud dengan partai politik?
Apa saja tipologi partai politik itu?
Apa saja fungsi partai politik?
Apa yang dimaksud sistem kepartaian?
Bagaimana peran kepemimpinan dalam partai politik?
Kekuatan politik apa saja yang mempengaruhi kebijakan era reformasi?
Bagaimana Partai politik pada masa Reformasi khususnya Partai Golkar

dan PAN dalam peranannya sebagai Kekuatan Politik?
l. Bagaimana permasalahan yang terjadi pada partai politik di era reformasi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kekuatan politik.
Untuk mengetahui sumber-sumber kekuatan politik.
Untuk mengetahui fungsi kekuatan politik.
Untuk mengetahui penggolongan kekuatan politik.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Partai Politik.
Untuk mengetahui tipologi partai politik.
Untuk mengetahui fungsi partai politik.
Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sistem kepartaian.
Untuk mengetahui peran kepemimpinan dalam partai politik.
Untuk mengetahui kekuatan politik yang mempengaruhi kebijakan era

reformasi
k. Untuk mengetahui kekuatan Partai politik pada masa Reformasi
khususnya Partai Golkar dan PAN dalam peranannya sebagai Kekuatan
Politik.
l. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada partai politik di era
reformasi.
5 Bijah Subijanto. 2000. Penguatan Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik
Masyarakat. Dalam Jurnal Naskah. Jakarta : Universitas Pancasila. No. 20, Juni – Juli 2000, hlm 2

9

BAB II
LANDASAN TEORITIS
1. KEKUATAN POLITIK
1.1 Pengertian Kekuatan Politik
Miriam Budiarjo mengatakan bahwa yang diartikan dengan kekuatankekuatan politik adalah bisa masuk dalam pengertian Individual maupun dalam

10

pengertian kelembagaan6. Dalam pengertian yang bersifat individual, kekuatankekuatan politik tidak lain adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yang
memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadipribadi yang hendak mempengaruhi proses pengambilam keputusan politik. Dan
secara kelembagaan di sini kekuatan politik sebagai lembaga atau organisasi
ataupun bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan dalam sistem politik.
Dalam masyarakat terdapat berbagai kelompok sosial yang masing-masing
memiliki aspirasi dan kepentingan sendiri salah satunya adalah partai politik. Oleh
karena kepentingan tersebut bersangkut paut dengan sistem politik yang artinya
mereka yang memiliki kepentingan terhadap suatu keputusan atau kebijakan
publik yang di keluarkan oleh sistem politik maka kelompok-kelompok yang
memiliki kepentingan tersebut berusaha mempengaruhi sistem politik agar
membuat dan melaksanakan keputusan/ kebijakan yang menguntungkan
kelompok sosial tersebut. Keputusan atau kebijakan tersebut tak lain adalah
pembagian dan penjatahan sesuatu yang di inginkan, yang dicita-citakan yang
menyangkut dengan kebutuhan masyarakat baik yang bersifat spiritual maupun
material. Suatu sistem politik akan dapat berjalan dengan stabil kala pemerintah
itu terdiri atas koalisi besar. Jadi, kelompok-kelompok sosial yang memiliki
kekuasaan tersebutlah yang disebut dengan kekuatan politik. Jadi, Partai politik
merupakan kekuatan politik.7
Peranan kekuatan politik dalam suatu sistem politik adalah terutama
mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan/kebijakan publik
yang mengikat masyarakat sehingga keputusan atau kebijakan tersebut
menguntungkan kelompok masyarakat

yang memiliki power tersebut.

Mempengaruhi ini bisa berarti mempengaruhi isi keputusan/ kebijakan yang akan
diambil dan akan dilaksanakan, dan bisa juga mempengaruhi pembuatan
keputusan yaitu berusaha menentang aktor-aktor pembuat keputusan dengan

6 Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia, 2003) Hlm. 52
7 Halking dan Budi Ali Mukmin. Bahan Ajar Sistem Politik Indonesia. (Medan:Unimed Press,2013),
hlm. 170.

11

mengusulkan aktor-aktor politik sebagai decision maker8 baru yang sesuai dengan
kehendak kelompok atau kekuatan politik tadi.9
Selain pendapat tersebut, kekuatan politik adalah aktor-aktor politik atau
orang-orang yang memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini
terdiri atas pribadi-pribadi yang hendak mempengaruhi proses pengambilan
keputusan politik.
Dan secara kelembagaan disini, kekuatan-kekuatan politik bisa berupa
lembaga ataupun organisasi-organisasi ataupun bentuk lain yang melembaga dan
bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik dalam
sistem politik. Pada dasarnya, menurut Bachtiar Effendy,10 sifat dari kekuatan
politik itu ada yang bersifat formal ada yang bersifat nonformal. kekuatan politik
yang formal mengambil bentuk kedalam partai-partai politik. Sementara yang
diartikan dengan kekuatan-kekuatan politik yang bersifat nonformal adalah
merupakan bagian dari bangunan civil society. Dalam hal ini yang dapat
dimasukkan yakni :


Dunia usaha







Kelompok Profesional dan kelas menengah
Pemimpin agama
Kalangan cedik/pandai (intelektual)
Lembaga-lembaga
Media massa, dan lain-lain

1.2 Sumber kekuatan politik
Adapun sumber kekuatan politik di era reformasi yang bisa dilihat terdiri dari11 :
a. Sarana paksaan fisik seperti senjata, teknologi dan lain-lain.
b. Kekayaan seperti uang, tanah, bankir, pengusaha.

8 Decision Maker adalah pihak/aktor-aktor politik yang berwenang untuk membagi dan menjatah
sesuatu yang di inginkan, yang dicita-citakan yang menyangkut dengan kebutuhan masyarakat
baik yang bersifat spiritual maupun material
9 Ibid. Hlm. 173.
10 P. Antonius Sitepu. TRANSFORMASI KEKUATAN-KEKUATAN POLITIK : Suatu Studi Teori
Kelompok Dalam Konfigurasi Politik Sistem Politik Indonesia. Dalam Jurnal Pemberdayaan
Komunitas. Medan, USU Press. No. 3 Vol. 3, 2004. hlm. 164.
11 Halking dan Budi Ali Mukmin..Op. cit., hlm. 172.

12

c. Normatif seperti pemimpin agama, kepala suku atau pemerintah yang
diakui.
d. Popularitas pribadi, seperti bintang film, pemain sepakbola.
e. Jabatan keahlian seperti pengetahuan, teknologi, keterampilan.
f.

Massa yang terorganisir seperti organisasi buruh, petani, guru.

g. Informasi seperti pers yang punya kemampuan membentuk opini publik.
1.3 Fungsi Kekuatan Politik
Kekuatan Politik adalah Segala sumber daya politik yang digunakan
seseorang untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi Kekuatan
Politik yaitu:12


Mempengaruhi kebijakan mulai dari proses pembuatan sampai jalannya
kebijakan tersebut



Keseimbangan kekuatan



Agregator dan artikulator kepentingan Pendekatan Analisa Kekuatan
Politik



Struktural Pendekatan yang melihat peran dan fungsi sesorang atau
masyarakat dalam sebuah struktur/sistem.

1.4 Penggolongan Kekuatan Politik
Golongan yang digunakan di dalam mencari penyelesaian persoalanpersoalan yang dihadapi oleh sistem politik tidak lagi didasarkan pada golongan
Infrastruktur politik dan sufrastruktur politik, partai dan bukan partai. Akan tetapi,
kekuatan politik dikategorikan ke dalam golongan ‘radikal’, ‘konservatif’, dan
‘moderat’:
a) Golongan Radikal
Golongan Radikal dalam menegakkan suatu kestabilan, hendaklah
dilakukan oleh mereka yang bersih dari pengaruh Orde Baru. Pemuka dalam
12 Ibid., hlm.173.

13

golongan radikal ini datang dari kalangan yang lebih condong untuk berpaling ke
Barat dalam mengambil contoh untuk mengatur kehidupan politik dan ekonomi di
Indonesia.
b) Golongan Konservatif
Golongan Konservatif lebih diwarnai oleh politik sipil juga menghendaki
pembersihan terhadap sisa-sisa rezim Orde Baru, namun menghendaki peranan
yang besar dalam politik Indonesia. Golongan ini menghendaki pembangunan
yang benar-benar didasarkan kepada kekuatan modal dari dalam negeri. Golongan
Konservatif melihat bahwa pengaturan masyarakat lebih baik menggunakan unsur
yang terdapat di dalam masyarakat sendiri, serta pengambilan keputusan melalui
musyawarah dan mufakat.
c) Golongan Moderat
Golongan Moderat lebih memilih suatu pengambilan keputusan melalui
tradisi yang khas Indonesia.
2. PARTAI POLITIK
2.1 Pengertian Partai Politik
Ada beberapa defenisi parpol yang diberikan oleh para sarjana ilmu
politik, diantaranya:


Carl Fredrich : “Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam
pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan kekuasaan itu akan
memberikan kegunaan material dan ideal kepada anggota-anggotanya”.13



Soultau : “Sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir,
yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan
dan menjalankan kebijaksanaan umum yang mereka buat”.14

13 Miriam Budiarjo, Op. Cit, hlm. 161.
14 Elly M Setiadi dan Usman Kolip. Pengantar Sosiologi Politik. (Jakarta: Penerbit Kencana,2013),
hlm. 277.

14



Inu Kencana Syafi’I : “Sekelompok orang-orang memiliki ideologi yang
sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan
untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level Negara”.15
Partai politik sebagai bagian yang terpenting dari infra struktur politik,

perlu didalami lebih lanjut mengenai hakikatnya sebagai organisasi sosial politik
yang utama, fungsi dan perannya, bagaimana seharusnya kemampuan
organisasionalnya, sehingga kinerjanya sesuai posisi, fungsi dan perannya
tersebut.16
Partai politik merupakan alat yang pernah di desain oleh manusia dan yang
paling ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Partai politik sebagai
institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam
mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik sebagai
pengejawantahan dari kedaulatan rakyat dalam politik formal maka semangat
kebebasan selalu dikaitkan orang dalam membicarakan partai politik sebagai
pengendali kekuasaan. Partai politik selalu dianggap sebagai salah satu atribut
Negara demokrasi modern, dan tidak seorang ahlipun dapat membantahnya,
karena partai politik sangat diperlukan kehadirannya bagi Negara-negara yang
berdaulat.17
Dengan demikian, partai politik merupakan sekelompok anggota yang
terorganisir secara rapi dan stabil yang disatukan dan didorong oleh suatu ideologi
tertentu, yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam
pemerintahan lewat pemilihan umum guna melaksanakan kebijaksanaan umum
yang mereka susun. Kebijaksanaan umum partai tersebut merupakan hasil
pemaduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara
mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakan
kebijaksanaan umum itu adalah lewat pemilihan umum.
15Dewi Kurniasih dan Tatik Rohmawati. Pelaksanaan Fungsi Komunikasi Politik Partai Demokrat
(Studi Pemilihan Walikota Bandung 2013). Dalam. Vol.11 No. 2. Jakarta : Majalah Ilmiah UNIKOM.
hlm 237.
16 Amin Ibrahim. 2009. Pokok-Pokok Pengantar Ilmu Politik. Bandung : CV. Mandar Maju, hal 147
17 Arifin Rahman. 2002. Sistem Politik Indonesia. Surabaya: SIC, hlm.91

15

2.2 Teori Asal Usul Partai Politik
Merujuk pada tulisan Ramlan Surbakti, maka ada tiga teori tentang asal
usul munculnya partai politik, yakni:18
a) Teori Kelembagaan
Teori kelembagaan yang melihat adanya saling hubungan antara parlemen
awal dengan timbulnya partai politik. Dalam teori ini dikemukakan bahwa partai
politik timbul karena adanya kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan
kontak dan membina dukungan dari anggota masyarakat. Artinya, dengan
membentuk organisasi politik setempat, maka para anggota parlemen itu akan
dapat dengan mudah mengadakan kontak dan sekaligus memudahkan pembinaan
dukungan kepadanya. Jadi, partai politik pertama kali dibentuk oleh kalangan
lembaga legislatif dan eksekutif.
Setelah itu, baru muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan
luar kedua badan tersebut sebagai usaha menandingi partai yang dibentuk oleh
kalangan badan legislatif dan eksekutif. Partai yang lahir dari kalangan luar kedua
badan tersebut, biasanya dibentuk atas kesadaran politik sekelompok kecil orang
yang memiliki aspirasi dan cita-cita politik yang sama, yang penuh kesadaran pula
ingin menggunakan partai yang akan dibentuk itu sebagai sarana mencapai tujuan
politiknya. Partai seperti ini dapat ditemui dalam wilayah atau bangsa yang tengah
mengalami

penjajahan

yang

menggunakan

partai

itu

untuk

mencapai

kemerdekaannya. Akan tetapi, ini juga dapat ditemui dalam masyarakat negara
maju dimana terdapat sekelompok masyarakat yang kepentingannya kurang
terwakili dalam sistem kepartaian yang ada, seperti Partai Buruh di Inggris dan
Australia.
b) Teori Situasi Historis
Teori situasi historis yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya
suatu sistem politik menghadapi krisis situasi sejarah dan tugas-tugas. Teori
pembangunan yang melihat munculnya partai politik sebagai akibat dari
modernisasi dan pembangunan dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Krisis
18Ramlan Surbakti. Memahami Ilmu Politik. (Jakarta : Kompas Gramedia, 2010).

16

situasi historis terjadi manakala suatu sistem politik mengalami perkembangan
dari bentuk tradisional ke bentuk modern. Pada masa seperti ini terjadi berbagai
perubahan, seperti inflasi. Depresi, gerakan-gerakan populis, pertambahan
penduduk, mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industri, kemajuan
komunikasi dan media massa, mobilitas penduduk peningkatan aspirasi. Krisis
situasi-historis ini menimbulkkan tiga masalah politik besar, yaitu: (1) legitimasi;
(2) integrasi; dan (3) partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan tadi menimbulkan
masalah keabsahan rezim yang berkuasa atas dukungan dari khalayak kepada
rezim yang ada menimbulkan masalah penciptaan identitas bersama sebagai suatu
bangsa dan menimbulkan masalah tuntutan anggota masyarakat untuk ikut serta
dalam proses politik. Untuk menjawab ketiga masalah politik inilah, partai politik
dibentuk. Partai politik yang mempunyai akar dalam masyarakat diharapkan akan
mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuklah pola hubungan kewenangan
antara pemerintah dan rakyat.
c) Teori Modernisasi
Teori ini dikemukakan bahwa modernisasi di segala bidang kehidupan,
seperti sekularisasi pendidikan, urbanisasi, industralisasi, kemajuan transportasi,
kemunikasi dan media massa, meluasnya kekuasaan negara, meningkatnya
kemampuan individu untuk mempengaruhi lingkungan, dan munculnya
organisasi-organisasi profesi dan kepentingan, akan menibulkan keinginan dan
tuntutan individu dan kelompok masyarakat untuk membentuk organisasi politik
untuk memperjuangkan aspirasi mereka.
2.3 Fungsi Partai politik
Menurut Budiardjo, ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi
politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik.19
Penjabaran dari keempat fungsi tersebut, adalah sebagai berikut:
a) Komunikasi Politik
19 Miriam Budiardjo. Op. cit., hlm. 159.

17

Partai politik bertugas menyalurkan beragam aspirasi masyarakat dan
menekan kesimpangsiuran pendapat di masyarakat. Keberadaan partai politik
menjadi wadah penggabungan aspirasi anggota masyarakat yang senada (interest
aggregation) agar dapat di rumuskan secara lebih terstruktur atau teratur (interest
articulation). Selanjutnya, partai politik merumuskan aspirasi tersebut menjadi
suatu usulan kebijak(sana)an, untuk diajukan kepada pemerintah agar menjadi
suatu kebijakan publik. Di sisi lain, partai politik bertugas membantu sosialisasi
kebijakan pemerintah, sehingga terjadi suatu arus informasi berkesinambungan
antara pemerintah dan masyarakat.
b) Sosialisasi Politik
Dalam usahanya untuk memperoleh dukungan luas masyarakat, partai
politik akan berusaha menunjukkan diri sebagai pejuang kepentingan umum. Oleh
karena itu partai politik harus mendidik dan membangun orientasi pemikiran
anggotanya (dan masyarakat luas) untuk sadar akan tanggungjawabnya sebagai
warga negara. Proses tersebut dinamakan sosialisasi politik, yang wujud nyatanya
dapat berbentuk ceramah penerangan, kursus kader, seminar dan lain-lain. Lebih
lanjut,

sosialisasi

politik

dapat

pula

diartikan

sebagai

usaha

untuk

memasyarakatkan (Asshiddiqie, 2006) ide, visi dan kebijakan strategis partai
politik kepada konstituen agar mendapatkan feedback berupa dukungan
masyarakat luas.
c) Rekruitmen Politik
Partai politik memiliki fungsi untuk mencari dan mengajak orang yang
berbakat untuk aktif berpolitik sebagai anggota partai politik tersebut (political
recruitment). Hal ini merupakan suatu usaha untuk memperluas partisipasi politik.
Selain itu, rekruitmen politik yang di arahkan pada generasi muda potensial
menjadi sarana untuk mempersiapkan regenerasi kepemimpinan di dalam struktur
partai politik.
d) Pengelola Konflik

18

Partai politik bertugas mengelola konflik yang muncul di masyarakat
sebagai suatu akibat adanya dinamika demokrasi, yang memunculkan persaingan
dan perbedaan pendapat.
2.4 Sistem Kepartaian
Menurut Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu:20


Pluralisme Sederhana
Sistem Pluralisme sederhana ini mempunyai dua kutub (bipolar) dengan
jarak polaritas tidak ada dan arah politik mengarah pada sentripental.



Pluralisme Moderat
Sistem Pluralisme moderat ini memiliki dua kutub (bipolar) dengan
polaritas kecil dan arah politik partai sentripental.



Pluralisme Ekstrem
Sistem Pluralisme ekstrem yang memiliki banyak kutub (multipolar)
dengan polaritas besar dan arah perilaku politik sentrifugal.

2.5 Tipologi Partai Politik
Partai politik diklasifikasikan ke dalam tiga tipe. Adapun tipologi partai
politik sebagai berikut: 21
a) Berdasarkan asas dan orientasinya


Partai politik pragmatis: Suatu partai yang mempunyai program dan
kegiatan yang tak terkait kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu.
Artinya, perubahan waktu, situasi dan kepemimpinan akan mengubah
program,kegiatan, dan penampilan partai politik tersebut.



Partai politik doktriner. Suatu partai politik yang memiliki sejumlah
program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. Artinya,
ideologi disini adalah sebagai perangkat nilai politik yang dirumuskan

20 Sahid Gatara. 2008. Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Bandung : Pustaka Setia hlm
201
21 Ramlan Surbakti. Op, Cit. hlm.121.

19

secara konkret dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan
yang pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai.


Partai politik kepentingan. Suatu partai politik yang dibentuk dan
dikelola atas dasar kepentingan tertentu seperti petani, buruh, etnis,
agama atau lingkungan hidup secara langsung ingin berpartisipasi
dalam pemerintahan.

b) Komposisi dan Fungsi Anggota
Secara umum, klasifikasi dari sistem kepartaian dapat dibagi dua jenis,
yaitu partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan
berdasarkan jumlah anggota, yang terdiri atas berbagai aliran politik dan
kelompok. Sementara partai kader lebih menekankan pada kekuatan organisasi
dan disiplin para anggotanya.22
Berdasarkan ideologi kepentingan, partai terbagi atas sebagai berikut:
1. Partai kader, yang sangat ditentukan oleh masyarakat kelas mennegah
yang memiliki hak pilih. Pada partai ini, karakteristik serta para
pemberi dana organisasi masih sedikit, dan aktivitas yang dilakukan
jarang berdasarkan pada program dan organisasi yang kuat. Selain itu,
keanggotaan berasal dari kelas menengah ke atas, ideologi
konservatisme ekstrem atau maksimal reformisme moderat, organisasi
kecil, cenderung berbentuk kelompok moderat.
2. Partai massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat. Partai ini
berada diluar lingkungan parlemen (ekstrem parlemen). Ciri khas
partai massa adalah berorientasi pada basis pendukung yang luas,
seperti buruh, petani, kelompok agama, dan sebagainya. Tujuan utama
tidak hanya memperoleh suara dalam pemilu, tetapi memberikan
pendidikan politik bagi para anggotanya dalam rangka membentuk
elite yang direkrut dari massa.

22 Muslim Mufthi. Teori-teori Politik. (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 126.

20

3. Partai diktatorial merupakan sublipe dari partai massa, dengan ciri-ciri
ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai
memiliki kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan
ataupun anggota parta; rekrutmen anggota dilakukan secara lebih
selektif dari partai massa; calon anggota harus teruji kesetiannya
terhadap ideologi partai; menuntut pengabdian secara total dari setiap
anggotanya.
Partai cath-all merupakan gabungan partai kader dan partai massa, yang
tujuan utamanya adalah menerangkan pemilu dengan cara menawarkan
program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang
kaku.
Seorang ilmuan politik, Prancis, Maurice Duverger membedakan antara
partai kader dengan massa partai sebagai berikut:23
1. Partai-partai kader
Partai kader adalah kelompok terkemuka untuk persiapan pemilu,
memimpin kampanye dan mempertahankan kontak dengan para
kandidatnya. Partai kader adalah para elite politik yang memiliki
tujuan untuk mengamankan pemilu bagi kandidatnya.
2. Partai-partai massa
Tidak seperti partai kader, partai massa benar-benar mencoba untuk
merekrut anggota dan mendapatkannya sebanyak mungkin. Para
anggota menjadi sumber penghasilan bagi partai. Mereka adalah kolam
para buruh yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas
kampanye. Dalam kasus partai dengan ideologi yang sudah pasti,
mereka adalah basis untuk menyebarkan ideologi tersebut. Sebagai
imbalan untuk kontribusi mereka sebagai anggota setiap individu
diharapkan memiliki kuasa (pada teorinya) atas tujuan dan aktivitas
partai.
c) Basis Sosial
23 Muslim Mufthi. Studi Organisasi Politik Modern. (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm. 86.

21

Menurut basis sosial, partai politik dibagi menjadi empat tipe, yaitu:


Partai yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat
seperti kelas atas, menengah dan bawah.



Partai

yang

beranggotakan

berasal

dari

kalangan

kelompok

kepentingan tertentu seperti petani, buruh dan pengusaha.


Partai yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu seperti
Islam, Kristen, Hindu dan Budha.



Partai yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu seperti
suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.

d) Berdasarkan tujuan
Berdasarkan tujuannya, partai politik dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:


Partai perwakilan kelompok. Artinya, partai politik yang menghimpun
berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak
mungkin kursi dalam parlemen.



Partai pembinaan bangsa. Artinya, partai yang bertujuan menciptakan
kesatuan nasional, dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan
sempit.



Partai mobilisasi. Artinya, partai yang berupaya memobilisasi
masyarakat kearah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh
pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok
cenderung diabaikan.

2.6 Peran Kepemimpinan dalam Partai Politik
Pemimpin partai politik pada awal-awal kemerdekaan memainkan peranan
penting dalam perkembangan partai tersebut. Keberadaan para kaum intelektual
dalam partai politik saat itu memberikan kekuatan untuk bangkit melawan
penjajahan konial Belanda.24 Pada tahun 1967-1998, kebebasan partai politik
24 Setyawati , Endang. Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik, Studi Kasus : Hary
Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NASDEM. Dalam Jurnal Politik Muda (Vol. 1, No.
1, Oktober-Desember 2012), hlm 2

22

untuk memilih ketua umum secara demokrasi sangatlah sulit. Rezim otoriter
Suharto, mengambil alih siapa yang berhak menjadi ketua umum partai politik di
Indonesia. Dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik, ekonomi dan keamanan
maka partai politik yang ada hanya pasrah menerima keputusan tersebut. Jika
tidak menuruti peraturan pemerintah, maka pemerintahan Suharto akan
membubarkan partai politik tersebut dan yang lebih mengerikan adalah
melakukan penculikan dan pembantaian terhadap para pemberontak pemerintah.25
Keadaan ini tak berubah sampai adanya reformasi pada tahun 1998.
Turunnya Suharto dari kursi Presiden Republik Indonesia membuka kembali
demokrasi kebebasan berpartai politik, maka tak heran jika pemilu tahun 1999
diikuti oleh 48 partai politik. Kemunculan partai yang begitu banyak juga
dipengaruhi oleh setiap orang menginginkan menjadi pemimpin bangsa ini.
Dengan latar belakang pemimpin partai yang bermacam-macam, namun yang
menjadi pemenang adalah partai-partai politik yang memiliki pemimpin yang
berpengaruh dalam masyarakat. Dominasi kepemimpinan partai politik di
Indonesia saat reformasi pun masih didominasi oleh kaum intelektual terpelajar.26
Banyak ahli politik Indonesia yang menyetujui penguanaan istilah
“Bapakisme” untuk menyebutkan sifat kepemimpinan di dalam masyarakat
Indonesia. Menurut Herbet Feith bahwa di dalam kepemimpinan, “Bapak atau
pemimpin memperoleh penghormatan secara mendalam, kasih sayang, kesetiaan
serta dukungan dari anak buah, pengikut ataupun murid.” Begitu pula terhadap
tindakan-tindakan yang hendak dilakukannya.27
Dalam pakem ilmu politik, partai politik mengemban fungsi kaderisasi
politik sebagai fungsi yang strategis untuk merekrut, mendidik dan melatih
anggota partai politik yang berbakat menjadi kader politik yang dipersiapkan
menduduki jabatan publik atau untuk mengisi regenerasi kepemimpinan partai
politik.28 Pemimpin mempunyai konotasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ketua. Karena itu dalam politik tidak dikenal istilah “ketua politik” melainkan
25 Ibid, hlm 3
26 Ibid
27 Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana, hlm.306
28 Soebagio. Distorsi Dalam Transisi Demokrasi Di Indonesia. Dalam Jurnal Makara, Sosial
Humaniora ( Vol.13, No.2, Desember 2009), hlm.2

23

“pemimpin politik”. Karenanya menjadi pemimpin politik tidaklah mudah.
Kepemimpinan politik di Indonesia saat ini berkaitan erat dengan pengusaha.
Trend ini seakan kembali berulang. Namun yang membedakan saat ini adalah
maraknya pengusaha media yang terjun ke bidang politik melalui partai politik
dengan menjadi ketua, anggota atau ketua dewan Pembina atau Pakar. Hary
Tanoesoedibyo menjadi bukti konkretnya.29
Kepemimpinan merupakan hal wajib yang harus dimiliki oleh partai
politik. Hal itu disebabkan partai politik merupakan sebuah organisasi yang
bergerak dibidang politik. Kepemimpinan partai politik di Indonesia sangatlah
beragam. Hal ini ditunjukan dengan berbagai profesi seperti intelektual, pedagang,
buruh, guru, dsb yang terjadi dalam kepemimpinan partai politik saat masa
kolonial dan masa kemerdekaan. Perkembangan kepemimpinan partai di
Indonesia yang saat marak saat ini adalah banyaknya pengusaha yang menjadi
pemimpin partai politik.30

BAB III
PEMBAHASAN
A. Kekuatan Politik
Menganalisa kekuatan politik indonesia tidak terlepas dari budaya politik
yang dimiliki oleh indonesia yang berupa, ketidakjelasan hierarki atau adanya
sumber homogen, kecendrungan patronage/klientilistic masa orba, Neo29 Setyawati , Endang. Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik (Studi Kasus : Hary

Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NASDEM). Dalam Jurnal Politik Muda (Vol. 1,
No. 1, Oktober-Desember 2012), hlm.8

30 Endang Setyawati. 2012. Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik (Studi Kasus :
Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NASDEM). Dalam Jurnal Politik Muda. Ilmu
Politik FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya. Vol. 1, No. 1, Oktober-Desember, hlm.64

24

patrimonialistik sehingga minimnya civil society. Kekuatan politik indonesia
sedikit banyak telah menampakan diri melalui angkatan bersenjata, partai politik,
golongan intelektual dan mahasiswa, kelompok pedagang, pengusaha dan
profesional, serta kelompok penekan yang baru muncul semenjak dekade XX.
Konsep-konsep yang berkaitan dengan kekuatan politik, yakni :31


Influence atau pengaruh, yaitu bagimana seseorang mampu mempengaruhi
agar orang lain berubah secara sukarela.



Persuasi yaitu cara meyakinkan orang dengan memberikan argumentasi.



Manipulasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain namun
yang dipengaruhi tidak menyadari.



Coersion adalah ancaman atau paksaan agar orang lain sesuai dengan
kehendak yang punya kekuasaan.Force yaitu tekanan fisik, seperti
membatasi kebebasan. Ini biasanya dilengkapi dengan sejata, sehingga
orang lain mengalami ketakutan.
Dalam studi politik klasik ataupun modern, kekuatan-kekuatan politik

dapat mengorganisasikan diri dalam berbagai kekuatan politik yang lebih
memungkinkan suatu kekuatan politik untuk berkontestasi dengan kekuatan
politik yang lain, baik dalam perebutan sumber ekonomi maupun kekuasaan
politik. Pengorganisasian tersebut dapat mewujud dalam civil society, seperti
LSM, kelompok studi, dan organisasi kemahasiswaan; political society, seperti
parpol, birokrasi, militer, buruh; serta economical society, seperti pemilik modal
dan organisasi bisnis, yang semuanya bergantung padakaraktersistik dan modal
sosial yang mendukungnya.32
Menganalisis bagaimana kekuatan yang dimiliki partai Golkar Pasca
reformasi, memang menjadi salah satu kekuatan politik yang menarik untuk
diamati. Demikian pula menjelaskan posisinya menjelang Pilpres Juli 2009.
Penjelasan ini, sebetulnya sama menariknya untuk mengkaji faktor-faktor yang
menyebabkan kemerosotan suara dari partai berlambang pohon beringin ini.
Bahkan dalam beberapa hal, alasan-alasan tersebut saling melengkapi
31 Ummi Illiyana. Perkembangan koalisi parpol di DPRD era reformasi. Dalam Tesis Pascasarjana.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012.
32 Muslim Mufthi. Kekuatan politik di Indonesia. (Bandung:: Pustaka Setia,2013) hlm. 16.

25

(komplementatif) dengan pilihan-pilihan berkoalisinya. Beberapa hal yang perlu
diungkapkan tentang magnitude-nya Partai Golkar. Pertama, dari sisi sejarah
perpolitikan di Indonesia. Partai Golkar adalah pewaris utama dari Golongan
Karya, sebuah kekuatan politik dominan, yang menjadi mesin politik setia bagi
kekuasaan politik Orde Baru, yang memerintah lebih dari 32 tahun. Jika kita
gunakan istilah Donnald K. Emerson, Golkar adalah penunjang utama sistem One
Party Dominant System yang dijalankan penguasa Orde Baru. Jelas, posisi ini
amat menguntungkan, karena elekbilitasnya menjadi tinggi.
Kedua, kemapanan jaringan dan struktur politik kepartaian. Terkait dengan
panjangnya perjalanan sejarah politik partai ini, maka, ia menjadi salah satu partai
yang memiliki jaringan politik yang begitu kuat. Ketiga, kapasitas elit yang
merata. Hampir dapat dipastikan, tidak ada satu tokoh sentral yang terkesan
dikultuskan. Memang ia memiliki tokoh seperti JK, Wakil Presiden RI, namun
ketokohannya tidak sepopuler dan sekuat Megawati Sukarnoputeri di PDI-P
maupun SBY di Partai Demokrat. Dari sisi ketokohan, elit partai yang merata,
sejatinya partai ini dapat menjanjikan sebagai partai moderen. Keempat,
kemampuan adaptasi.
Pemilu Legislatif 2009, suara partai ini melorot. Ironisnya, hal itu terjadi
di saat Sang Ketua Umum, Jusuf Kalla sedang menjabat sebagai Wakil Presiden
Republik Indonesia. Dapat dikatakan, ada dua alasan mendasar yang
menyebabkan melorotnya suara partai ini. Kedua faktor itu adalah faktor internal
dan faktor eksternal.33 Secara sederhana, untuk menggambarkan faktor internal,
dapat digunakan dua asumsi. Pertama dari aspek figur Jusuf Kalla (JK) dan
kepemimpinannya. Kedua, dapat dikaji dengan menggunakan konsep fungsifungsi partai politik. Ramlan Surbakti menjelaskan tujuh konsep fungsi partai
politik, yaitu sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, pemadu
kepentingan, komunikasi politik, pengendalian konflik dan kontrol politik. Faktor
Internal, Langkah Awal Dari Keterpurukan antara lain:
a) Aspek Kefiguran Jusuf Kalla (JK)
33 Dedi Irawan. Membaca Arah Konsolidasi Politik Parta Golkar Pasca Pilpres 2009. Dalam jurnal
Kajian Politik dan Masalah Pembangunan (Vol. 5. No.1. 2009). Hlm 471

26

Figur seperti Jusuf Kalla (JK), sebenarnya menjadi dilemma bagi Golkar.
Di satu sisi, sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, JK terpilih pada
Musyawarah Nasional Partai Golkar pada 2004, dengan meninggalkan catatan
penting. Pertama, Munas terselenggara di saat ia sudah menjadi Wakil Presiden,
sehingga jabatan ini akan memengaruhi keberhasilannya sebagai Ketua Umum
terpilih. Kedua, ia menyingkirkan Akbar Tandjung, Ketua Umum DPP Partai
Golkar periode 1999 – 2004, yang langkah politiknya di Koalisi Kebangsaan
berhenti saat Megawati Sukarnoputri gagal menjadi orang nomor satu di republik
ini. Jadi, ada aspek eksternal yang begitu kuat dalam produk Munas Golkar di
Bali tersebut.
Selain itu, sosok JK dianggap sebagai tokoh yang berlari cepat
meninggalkan sang presiden dan cenderung melebihi kewenangan yang
dimilikinya. Respon masyarakat menunjukkan, prilaku JK ini belum pas bagi
kultur masyarakat kita, yang sangat menanti tokoh-tokoh yang elegan, berwibawa
serta mampu memahami perasaan masyarakat. Jadi tidak sekadar asal cepat saja.
b) Aspek Kepemimpinan
Dapat dikatakan, elit-elit Golkar pada periode ini belum menunjukkan
model kepemimpinan yang ideal. Alih-alih ideal, di saat bangsa sedang menderita,
banyak tokoh Golkar di tingkat nasional terkesan tidak empati terhadap nasib dan
penderitaan rakyat. Ini dapat dilihat saat Aburizal Bakrie, anggota Dewan
Penasihat Partai Golkar, menjadi Menko Perekonomian.
Lain halnya kekuatan partai Golkar yang semakin merosot dan hanya
menjadi pendamping penjalan kekuasaan di era Pemerintahan, justru Partai Partai
Amanat Nasional (PAN) tidak mencamtumkan Agak berbeda dengan apa yang
termuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaraan Rumah Tangganya (AD/ART),
Partai Amanat Nasional (PAN), justru tidak mencantumkan idiologi apa yang
dianut oleh partai ini. Pada pasal 4, AD/ART-nya PAN hanya menyebutkan bahwa
PAN berdasarkan Pancasila dan berasaskan akhlak politik dengan berlandaskan
agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Pebedaan sedikit terlihat dari
isi tujuan pokok partai PAN, yaitu mewujudkan Indonesia Baru yang menjunjung
tinggi dan menegakan nilai-nilai iman dan takwa. Kalimat ”mewujudkan
27

Indonesia baru”34 menunjukan bahwa partai ini mengandaikan adanya format
lama dari sistem bernegara selama ini yang harus ditinggalkan, dan digantikan
dengan format yang sama sekali baru. Namun kemudian, format baru yang
dibayangkan kembali sama yaitu terciptanya kedaulatan rakyat, keadilan sosial,
kemakmuran dan kesejahteraan dalam wadah Negara Republik Indonesia.
Yang menarik dari keorganisasian PAN adalah keberadaan Mahkamah
Penyelesaian Sengketa (MPS), yang berada pada Dewan Pimpinan Pusat dan
berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam tubuh partai. Lebih dari
itu, dalam kelembagaan partai juga dikenal pendekatan pemberian penghargaan
bagi kader, anggota, dan disimpan sebagai yang berjasa terhadap partai, Sanksi
bagi anggota maupun pengurus partai yang melakukan pidana kejahatan dan/atau
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang, Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga dan peraturan-peraturan partai, dan rehabilitasi yaitu pemulihan
nama baik, harkat, martabat, dan hak anggota dan atau pengurus.
B. Partai politik pada masa Reformasi
Parpol adalah salah satu kelengkapan utama dari negara demokrasi.
Negara tanpa Parpol tidaklah layak disebut negara demokrasi. Demokrasi
merupakan sistem pemerintahan yang paling populer di seluruh dunia. Karena,
demokrasi diyakini mampu mewujudkan tujuan bernegara yakni, kesejahteraan
dan keadilan sosial bagi segenap warga negara35. Bahkan pendapat yang lebih
ekstrim mengatakan bahwa tidak ada demokrasi ketika tidak ada partai politik
didalamnya, karena partai politiklah yang memainkan peranan penting dalam
sistem demokrasi36.
Oleh karena itu, Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan
pelopor perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Reformasi
yang ditandai oleh lengsernya Soeharto dan naiknya B.J Habibie sebagai presiden,
34 Teguh Imansyah. Regulasi Partai Politik dalam

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

TEPUNG LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI IMMUNOSTIMULANT DALAM PAKAN TERHADAP LEVEL HEMATOKRIT DAN LEUKOKRIT IKAN MAS (Cyprinus carpio)

27 208 2

PENGARUH KONSENTRASI TETES TEBU SEBAGAI PENYUSUN BOKASHI TERHADAP KEBERHASILAN PERTUMBUHAN SEMAI JATI (Tectona grandis Linn f) BERASAL DARI APB DAN JPP

6 162 1

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18