PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA LKS BAHA

511: Bahasa Daerah
(Jawa)
USULAN PENELITIAN
HIBAH BERSAING
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)
BAHASA JAWA SMP/M.Ts. DI JAWA TIMUR BERBASIS TEKS
DAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

TIM PENGUSUL
Drs. SUKARMAN, M. Si.
YOHAN SUSILO, S.Pd.

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGADIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
MARET, 2015

0

1

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
RINGKASAN
BAB I

: PENDAHULUAN

BAB II

: TINJAUAN PUSTAKA

BAB III

: METODE PENELITIAN

BAB IV

:. BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1

: Justifikasi Anggaran

2

: Dukungan sarana dan prasarana penelitian

3

: Susunan organisasi dan pembagian tugas tim peneliti

4

: Daftar Riwayat Hidup Penelitian

5


: Surat pernyataan ketua peneliti dan tim peneliti

2

I. IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian

: Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Jawa
SMP/ M.Ts. di Jawa Timur Berbasis Teks dan Pendidikan
Karakter Bangsa

2. Ketua Peneliti

:

a. Nama Lengkap

: Drs. Sukarman, M.Si.

b. Bidang Keahlian


: Pendidikan Bahasa

c. Jabatan

: Lektor Kepala

c. Jurusan/Fakultas

: Pendidikan Bahaa dan Sastra Daerah/ FBS

d. Perguruan Tinggi

: Universitas Negeri Surabaya

e. Alamat Surat

: Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah,
FBS UNESA, Kampus Lidah Wetan Surabaya


f. Telepon/ Faks

: (031) 7522876

g. E-mail

: sukarman.unesa@yahoo.com

3. Anggota Peneliti
No
.
1.

:

Nama dan Gelar
Akademik
Yohan Susilo, S.Pd.

4. Objek Penelitian


Bidang

Instansi

Alokasi Waktu

Keahlian
Pendidikan
Bahasa/ Sastra

UNESA

(jam/minggu)
10/8

:

Penelitian ini menyusun perangkat pembelajaran Bahasa Jawa Tingkat SMP di Jawa
Timur yang berbasis pendidikan karakter dan implementasinya.



Objek Utama

:

Tahun I
(1) Mengkaji KTSP dan Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa Tingkat SMP di
Jawa Timur.
(2) Menyusun LKS Mulok Bahasa Jawa Tingkat SMP di Jawa Timur yang
Berbasis Teks dan Pendidikan Karakter.
Tahun II

3

(1) Mengujicobakan LKS pembelajaran Bahasa Jawa Tingkat SMP yang telah
disusun pada SMP-SMP yang yang dipilih secara acak yang mewakili.
(2) Menyusun laporan hasil Ujicoba LKS.



Objek Pendukung
(1)

:

Model pengembangan perangkat pembelajaran RPP berbasis teks dan
pendidikan karakter.

(2) Perangkat buku teks siswa yang ada di pakai guru dalam pembelajaran.
5. Masa Pelaksanaan

:

 Mulai

: Maret 2016

 Berakhir

: Nopember 2016


6. Usulan Biaya

:

 Tahun I

: Rp. 75.000.000,00

 Tahun II

: Rp. 75.000.000,00

7. Lokasi Penelitian

: Provinsi Jawa Timur

8. Temuan yang ditargetkan:
Hasil temuan yang ditargetkan dalam penelitian ini adalah:
8.1 Laporan Penelitian, yang berisi:

(1) Analisis

KTSP Muatan Lokal Bahasa Jawa yang mencakup analisis

Kompetensi Inti Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) yang mencakup Kompetensi
Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).
(2) Pengembangan LKS Mulok Bahasa Jawa Tingkat SMP Jawa Timur yang
Berbasis Teks dan Pendidikan Karakter Bangsa.
8.2 Buku LKS Mulok Bahasa Jawa Tingkat SMP Jawa Timur yang Berbasis Teks dan
Pendidikan Karakter.
8.3 Compact Disk (CD)/ DVD contoh model pembelajaran menggunakan LKS yang
Berbasis Teks Dan Pendidikan Karakterr Bangsa.
9. Instansi lain yang terlibat

:

9.1 Dinas Pendidikan Provinsi
9.2 Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kotamadya

4


9.3 MGMP/MGBS Mapel Mulok Bahasa Jawa Kabupaten/ Kotamadya
9.4 Satuan Pendidikan, yaitu SMP/ M.Ts Negeri/ Swasta
10. Kontribusi mendasar pada bidang ilmu :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai berikut:
10.1 Bahan pertimbangan dalam rangka inovasi dan revitalisasi KTSP Mapel Mulok
Bahasa Jawa untuk jenjang SMP di Jawa Timur.
10.2

Model pengembangan perangkat pembelajaran berupa LKS dan model

pembelajaran bagi guru maupun calon guru Mapel Bahasa Jawa untuk jenjang
SMP di Jawa Timur.
10.3

Bahan referensi dan rekomendasi bagi Dinas Pendidikan terkait untuk

memperbaiki proses pembelajaran maupun pendidikan pada umumnya.
11. Keterangan Lain Yang Dianggap Perlu:
Pendidikan karakter bangsa mulai marak dibicarakan kembali sekitar awal tahun
2009. Pendidikan karakter harus diimplementasikan ke dalam pembelajaran, bukan
sekedar pada materi tetapi juga pada perangkat dan proses pembelajaran. Perangkat
pembelajaran LKS berbasis teks dan model pembelajaran yang berbasis pendidikan
karakter sampai saat ini belum banyak dikembangkan oleh guru.
II. SUBSTANSI USUL PENELITIAN
ABSTRAK
Penelitian tentang Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Bahasa Jawa
SMP/ M.Ts. di Jawa Timur Berbasis Teks dan Pendidikan Karakter sampai saat ini
sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan, yaitu
adalah pengembangan perangkat pembelajaran Bahasa Jawa yang belum berbasis teks
dan pendidikan karakter. Pengembangan buku berbasis teks dan pendidikan karakter
sampai saat ini sedang disosialisasikan terus-menerus dan berkesinambungan kepada
guru. Penelitian yang akan dilakukan ini sebagai salah satu upaya untuk membantu
mengatasi kebingungan guru dalam mengimplementasikan pembelajaran berbasis teks
dan pendidikan karakter dalam pengembangan perangkat pembelajaran Bahasa Jawa
maupun dalam proses pembelajarannya. Oleh karena itu, perlu diteliti lebih lanjut
permasalahan tentang: (1) analisis KTSP 2013 dan Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa
Tingkat SMP di Jawa Timur yang mencakup analisis Kompetensi Inti Lulusan dan
Standar Isi (Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar), (2) penyusunan LKS Mulok
Bahasa Jawa Tingkat SMP di Jawa Timur yang berbasis teks dan pendidikan karakter,
dan (Tahun 11) (3) pembuatan CD/ DVD model pembelajaran Bahasa Jawa yang
mengimplementasikan perangkat LKS yang berbasis teks dan pendidikan karakter, dan
5

(4) ujicoba perangkat LKS pembelajaran Bahasa Jawa Tingkat SMP yang telah disusun
pada SMP-SMP yang yang dipilih secara acak yang mewakili..
Jika penelitian ini terlaksana maka akan dihasilkan buku LKS pembelajaran
Bahasa Jawa SMP/ M.Ts. berbasis teks dan pendidikan karakter dan CD/ DVD rekaman
model pembelajaran dengan penggunaan LKS Bahasa Jawa berbasis teks dan
pendidikan karakter yang bisa diperbanyak untuk konsumsi para guru dan siswa.
Dengan demikian akan ada peningkatan kualitas profesionalisme guru dalam proses
pembelajaran.
Untuk mengungkap permasalahan penelitian tersebut digunakan pendekatan
kualitatif dengan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi
dokumentasi, wawancara, observasi, dan kuesioner. Sumber data penelitian ini adalah
KTSP 2013 dan Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa SMP/M.Ts Jawa Timur yang
merupakan kurikulum payung. Adapun objek utamanya ialah analisis KTSP Bahasa
Jawa dan penyusunan LKS dan model pembelajaran Bahasa Jawa yang berbasis teks
dan pendidikan karakter yang saat ini dalam proses sosialisasi, sedangkan objek
pendukung adalah perangkat pembelajaran dan model pembelajaran Bahasa Jawa yang
telah disusun guru yang berbasis pendidikan karakter.
Selanjutnya penelitian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang (1)
revitalisasi KTSP dan Silabus Mulok Bahasa Jawa, model LKS, dan model
pembelajaran Bahasa Jawa yang berbasis teks dan pendidikan karakter. Agar hasil
penelitian ini relevan dengan kebutuhan lapangan perlu kiranya untuk diujicobakan,
sehingga dapat direfleksi
kelebihan dan kekurangan berkaitan dengan upaya
perbaikan perangkat pembelajaran yang berkelanjutan.
Kata kunci : pengembangan, perangkat LKS, pembelajaran, bahasa Jawa, berbasis
teks, pendidikan, karakter
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi merupakan sebuah proses panjang yang telah menimbulkan dampak
yang begitu luas bagi kehidupan manusia. Salah satu dampak yang sangat terasa adalah
munculnya transformasi budaya yang unik dan membias dari budaya aslinya, tetapi
ditangkap oleh sebagian masyarakat sebagai budaya baru dan modern yang sesuai
dengan konteks situasi yang ada. Arus globalisasi informasi yang merambah sampai ke
seluruh wilayah pelosok tanah air mempengaruhi pula pola perilaku kehidupan
masyarakat konsumennya. Semua aspek kehidupan seakan dipaksa untuk mengikuti
standar yang bersifat global, mulai dari produk barang dan jasa sampai gaya hidup (life
style) keseharian.

6

Arus globalisasi yang telah meretas batas jarak dan waktu menyebabkan manusia
mulai mengalami krisis identitas. Manusia mulai kehilangan akar budayanya dan mulai
membangun hubungan solidaritas baru. Krisis identitas yang paling nyata adalah
terpinggirkannya bahasa, sastra, dan budaya lokal, dan budaya bangsa Indonesia pada
umumnya.
Dalam konteks budaya Jawa, kontak antarbudaya satu dengan budaya lainnya
dari detik ke detik akan memberikan warna baru dan melunturkan nilai-nilai budaya
lokal yang ada. Akibatnya, sikap hidup orang Jawa masa kini mengalami pengikisan
dan erosi tradisi budaya besar-besaran. Dampak ilmiah dari kontak antarbudaya
memunculkan pilihan menerima, menolak, dan adaptasi. Dialektika kesadaran budaya
lokal-global dibangun bukan sekedar untuk pelestaian, pembinaan, dan pengembangan
nilai-nilai budaya lokal (baca: budaya Jawa) yang selaras dengan kemajuan jaman,
melainkan perlu mengarah ke restrukturisasi bahasa, sastra, dan budaya Jawa secara
terpadu. Untuk mengendalikan laju arus globalisasi di segala sektor kehidupan
diperlukan filter, salah satunya berupa pendidikan karakter bangsa.
Undang-Undang

No.20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Dalam uraian fungsi pendidikan nasional tersebut
tertuang dengan jelas karakter bangsa yang diharapkan dibangun melalui dunia
pendidikan.
Pembangunan karakter bangsa sebenarnya telah dilakukan tetapi hasilnya belum
seperti yang diharapkan. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia
dini. Usia dini merupakan masa emas namun kritis bagi pembentukan karakter
seseorang. Media pembangunan karakter yang dipandang lebih efektif adalah lembaga
pendidikan. Pendidikan di semua jenjang diselenggarakan sebagai proses internalisasi
budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan
masyarakat jadi beradab.

7

Lembaga pendidikan bukan sekedar merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan
saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai-nilai.
Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup tiga ranah (Taksonomi Bloom) yang mendasar,
yaitu: (1) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk
menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) )
psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis,
kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis , dan (3) afektif yang tercermin pada
kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta
kepribadian unggul, dan kompetensi estetis.
Berkaitan dengan masalah globalisasi dan pembangunan karakter bangsa,
pembelajaran Bahasa Jawa sebagai salah satu mata pelajaran muatan lokal dewasa ini
berada dipersimpangan antara pelestarian budaya Jawa yang adiluhung dan tuntutan
budaya global. Derasnya pengaruh arus globalisasi di segala sektor kehidupan menjadi
salah satu pemicu terpuruknya kondisi bahasa, sastra, dan budaya Jawa sebagai budaya
lokal. Perubahan dan pergeseran bahasa, sastra, dan budaya Jawa tidak dapat dihindari
disebabkan oleh faktor migrasi, bilingualisme, dan juga kebijakan pemerintah sendiri
dalam menyikapi pengaruh budaya global. Masyarakat yang heterogen dan kompleks
berperilaku apriori terhadap bahasa, sastra, budaya, maupun kesenian Jawa, sehingga
jatidiri sebagai orang Jawa mulai terkikis.
Walaupun kedudukan Bahasa Jawa sebagai salah satu bahasa daerah dijamin
secara yuridis, kita tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa

pembinaan dan

pengembangan bahasa daerah masih dalam taraf yang memprihatinkan. Fungsi lembaga
pendidikan sebagai transmisi nilai-nilai luhur budaya bangsa masih belum maksimal.
Perangkat

pembelajaran

dan

model

pembelajaran

yang

ada

belum

mengimplementasikan pendidikan karakter bangsa. Akibatnya, siswa cenderung
memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan, tetapi kurang dalam mengembangkan
sikap kemanusiaan yang penting dalam hidup bermasyarakat atau menjadikan siswa
menjadi sosok kaum intelek yang tidak humanis.
Selain melalui pendidikan berbasis karakter bangsa, upaya untuk merevitalisasi
pembelajaran bahasa Jawa berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
2013 juga dilakukan dengan pengembangan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik

8

dan berbasis teks. Proses pembelajaran saintifik menjadi terintegasi dengan empat
langkah

kegiatan

dengan

6

M

(mengamati,

menanya,

mencoba,

menalar,

mengomunikasikan, dan mencipta).
Istilah teks, juga sering disebut genre adalah satuan bahasa yang dimediakan
secara tertulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna
dalam konteks tertentu pula. Teks adalah bahasa yang sedang digunakan dalam konteks
tertentu. Teks dapat muncul dalam bentuk lisan maupun tulisan yang tidak terlepas dari
sistem bahasa pada konteksnya.
Teks memiliki ciri berikut: (1) Memiliki tata organisasi yang kohesif, (2)
Mengungkapkan makna, (3) Terstruktur pada konteks, dan (4) Dapat dimediakan dalam
bentuk tulis maupun lisan. Adapun langkah pengembangan teks dalam pembelajaran
bahasa

sebagai berikut (1) membangun konteks, (2) membentuk model teks

(pemodelan), (3) membangun teks bersama-sama, dan (4) membangun teks secara
mandiri.
Berkaitan dengan uraian di atas, revitalisasi harus mencakup keseluruhan aspek
pembelajaran bahasa secara terpadu dan terintegrasi, baik melalui pendidikan informal,
formal, dan nonformal. Salah satu caranya adalah menyusun perangkat pembelajaran
dan melaksanakan proses pembelajaran yang berbasis teks dan pendidikan karakter
bangsa. Dalam penelitian difokuskan pada pengembangan LKS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang, masalah yang akan diungkap dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Tahun I
(1) Bagaimanakah KTSP 2013 dan Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa Tingkat SMP
di Jawa Timur?
(2) Bagaiamanakah penyusunan LKS Mulok Bahasa Jawa Tingkat SMP di Jawa Timur
yang berbasis teks dan pendidikan karakter?
Tahuan II:
(3) Bagaimakah model

pembelajaran Bahasa Jawa yang mengimplementasikan

perangkat LKS yang berbasis teks dan pendidikan karakter?

9

(4) Bagaimanakah hasil ujicoba perangkat LKS pembelajaran Bahasa Jawa Tingkat
SMP yang telah disusun pada SMP-SMP yang yang dipilih secara acak yang
mewakili?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
Tahun I :
1.3.1Mendeskripsikan hasil analisis

KTSP dan Silabus Muatan Lokal Bahasa Jawa

Tingkat SMP di Jawa Timur.
1.3.2 Menyusun LKS Mulok Bahasa Jawa Tingkat SMP di Jawa Timur yang Berbasis
Teks dan Pendidikan Karakter.
Tahun II :
1.3.3

Mengujicobakan LKS pembelajaran Bahasa Jawa Tingkat SMP yang telah
disusun pada SMP-SMP yang yang dipilih secara acak yang mewakili.

1.3.4 Menyusun laporan hasil Ujicoba LKS.
1.4

Urgensi (Keutamaan) Penelitian
Pembelajaran

berbasis

teks

dan

pendidikan

karakter

bangsa

harus

diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran di kelas, budaya sekolah, kegiatan
ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah maupun di masyarakat secara
komprehensif. Implementasi pendidikan karakter dalam dalam materi pembelajaran
sudah dilakukan, namun implementasi dalam perangkat pembelajaran belum dilakukan.
Di sisi lain, pembelajaran dan pengembangan bahan ajar

berbasis teks memang

merupakan pemfokusan baru dalam pengembangan materi sebagai implementasi KTSP
2013, sehingga wajar jika belum membudaya di kalangan pendidik dan sekolah pada
umumnya.
Dari hasil studi pendahuluan didapatkan masukan dan permintaan dari para guru
Bahasa Jawa untuk diberikan contoh implementasi pembelajaran dan pengembangan
bahan ajar berbasis teks dan pendidikan karakter

bangsa dalam pengembangan

perangkat pembelajaran, khususnya Silabus, RPP, Buku Teks, dan LKS. Hal itu
disebabkan sampai saat ini mereka belum mengembangkan perangkat pembelajaran
yang berbasis teks dan pendidikan karakter bangsa seperti yang dituntutkan kepada

10

guru-guru saat ini. Atas dasar permintaan itulah peneliti berharap melalui penelitian ini
dapat mewujudkan harapan para guru Bahasa Jawa tersebut.
Keutamaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.3 Penelitian

ini

merupakan

bentuk

sosialisasi

pengembangan

perangkat

pembelajaran dan model pembelajaran berbasis teks dan pendidikan karakter
bangsa yang dibutuhkan guru Bahasa Jawa saat ini.
1.4.4 Dengan adanya buku model LKS pengembangan

perangkat pembelajaran

berbasis teks dan pendidikan karakter akan mempermudah dalam menanamkan
pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan guru.
1.4.5 Dengan adanya CD/ DVD contoh model pembelajaran berbasis

teks dan

pendidikan karakter akan mempermudah dalam menanamkan pembelajaran
berbasis teks dan pendidikan karakter dalam setiap mata pelajaran yang
diajarkan guru.
1.4.6 Hasil penelitian ini digunakan untuk merevitalisasi pembelajaran berbasis teks
dan pendidikan karakter dan memotivasi

guru untuk menjadi guru yang

profesional.
BAB II. STUDI PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter
Pembangunan karakter bangsa merupakan salah satu pilar penting pembangunan
bangsa, karakter bangsa merupakan “kemudi” bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,
pembangunan karakter merupakan proses panjang yang harus diupayakan secara terus
menerus. Pembangunan karakter bangsa merupakan aspek penting dalam meningkatkan
kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), karena turut menentukan kemajuan suatu
bangsa.
Thomas Lickona (1992) mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda jaman yang
kini terjadi, tetapi harus diwaspadai karena dapat membawa bangsa menuju jurang
kehancuran. 10 tanda jaman itu adalah: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan
remaja/masyarakat; (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk/tidak baku,
(3) pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan, menguat, (4) meningkatnya
perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; (5)
semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6) menurunnya etos kerja; (7)

11

semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru;(8) rendahnya rasa tanggung
jawab individu dan kelompok; (9) membudayanya kebohongan/ketidakjujuran, dan (10)
adanya rasa saling curiga dan kebencian antar sesama
Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa pendidikan karakter sangat perlu
ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi persoalan di masa depan yang
semakin kompleks seperti semakin rendahnya perhatian dan kepedulian anak terhadap
lingkungan sekitar, tidak memiliki tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan
lain-lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan
karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004) menggagas pandangan bahwa
pendidikan karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk memahami,
peduli, dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan
kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu orang hidup dan bekerja bersama-sama
sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa.
Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter adalah melalui
Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan karakter ke dalam setiap
aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri pendekatan holistik (Elkind dan Sweet,
2005), yaitu: (1) Segala sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan
antara siswa, guru, dan masyarakat; (2) Sekolah merupakan masyarakat peserta didik
yang peduli di mana ada ikatan yang jelas yang menghubungkan siswa, guru, dan
sekolah; (3) Pembelajaran emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik;
(4) Kerjasama dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama
dibandingkan persaingan; (5) Nilai-nilai seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran
menjadi bagian pembelajaran sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas; (6) Siswasiswa diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan; (7) Disiplin dan
pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan hadiah dan
hukuman; dan (8) Model pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan
beralih ke kelas demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun
kesatuan, norma, dan memecahkan masalah
Keberhasilan pendidikan karakter tidak lepas peran guru, orangtua atau siapa
saja, yang penting ia memiliki kepentingan untuk membentuk pribadi peserta didik atau
anak. Lickona, Schaps, dan Lewis (2007) serta Azra (2006) menguraikan beberapa

12

pemikiran tentang peran pendidik, di antaranya: (1) Pendidik perlu terlibat dalam proses
pembelajaran, diskusi, dan mengambil inisiatif sebagai upaya membangun pendidikan
karakter; (2) Pendidik bertanggungjawab untuk menjadi model yang memiliki nilai-nilai
moral dan memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi siswa-siswanya. Artinya
pendidik di lingkungan sekolah hendaklah mampu menjadi “uswah hasanah” yang
hidup bagi setiap peserta didik. Mereka juga harus terbuka dan siap untuk
mendiskusikan dengan peserta didik tentang berbagai nilai-nilai yang baik tersebut.; (3)
Pendidik perlu memberikan pemahaman bahwa karakter siswa tumbuh melalui
kerjasama dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan; (4) Pendidik perlu
melakukan refleksi atas masalah moral berupa pertanyaan-pertanyaan rutin untuk
memastikan bahwa siswa-siswanya mengalami perkembangan karakter; dan

(5)

Pendidik perlu menjelaskan atau mengklarifikasikan kepada peserta didik secara terus
menerus tentang berbagai nilai yang baik dan yang buruk.
Hal-hal lain yang pendidik dapat lakukan dalam implementasi pendidikan
karakter (Djalil dan Megawangi, 2006) adalah: (1) pendidik perlu menerapkan metode
pembelajaran yang melibatkan partisipatif aktif siswa, (2) pendidik perlu menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, (3) pendidik perlu memberikan pendidikan karakter
secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan dengan melibatkan aspek knowing
the good, loving the good, and acting the good, dan (4) pendidik perlu memperhatikan
keunikan siswa masing-masing dalam menggunakan metode pembelajaran, yaitu
menerapkan kurikulum yang melibatkan 9 aspek kecerdasan manusia. Agustian (2007)
menambahkan bahwa pendidik perlu melatih dan membentuk karakter anak melalui
pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak
siswanya melakukan shalat secara konsisten.
Berdasarkan penjelasan di atas, saya mencoba mengkategorikan peran pendidik
di setiap jenis lembaga pendidikan dalam membentuk karakter siswa. Dalam pendidikan
formal dan non formal, pendidik (1) harus terlibat dalam proses pembelajaran, yaitu
melakukan interaksi dengan siswa dalam mendiskusikan materi pembelajaran, (2) harus
menjadi contoh tauladan kepada siswanya dalam berprilaku dan bercakap, (3) harus
mampu mendorong siswa aktif dalam pembelajaran melalui penggunaan metode
pembelajaran yang variatif, (4) harus mampu mendorong dan membuat perubahan
sehingga kepribadian, kemampuan dan keinginan guru dapat menciptakan hubungan

13

yang saling menghormati dan bersahabat dengan siswanya, (5) harus mampu membantu
dan mengembangkan emosi dan kepekaan sosial siswa agar siswa menjadi lebih
bertakwa, menghargai ciptaan lain, mengembangkan keindahan dan belajar soft skills
yang berguna bagi kehidupan siswa selanjutnya, dan (6) harus menunjukkan rasa
kecintaan kepada siswa sehingga guru dalam membimbing siswa yang sulit tidak mudah
putus asa.
Sementara dalam pendidikan informal seperti keluarga dan lingkungan, pendidik
atau orangtua/tokoh masyarakat (1) harus menunjukkan nilai-nilai moralitas bagi anakanaknya, (2) harus memiliki kedekatan emosional kepada anak dengan menunjukkan
rasa kasih sayang, (3) harus memberikan lingkungan atau suasana yang kondusif bagi
pengembangan karakter anak, dan (4) perlu mengajak anak-anaknya untuk senantiasa
mendekatkan diri kepada Allah, misalnya dengan beribadah secara rutin.
2.2 Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa Jawa
Pembelajaran sebagai proses sudah barang tentu harus dapat mengembangkan dan
menjawab beberapa persoalan yang mendasar yakni tujuan, bahan, metode dan alat serta
penilaian. Keempat persoalan ini menjadi komponen utama yang harus dipenuhi dalam
proses belajar-mengajar. Tujuan dalam proses belajar-mengajar merupakan komponen
pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan
pembelajaran. Komponen lain setelah tujuan ditetapkan yakni perumusan bahan
pelajaran.
Sudjana (1989: 67) mengemukakan bahwa bahan pelajaran adalah isi yang
diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Pada
hakekatnya bahan pelajaran adalah isi dari mata pelajaran yang diberikan kepada siswa
sesuai dengan kurikulum yang digunakannya. Bahan pelajaran harus disusun
sedemikian rupa agar dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran.
Secara umum sifat bahan pelajaran dapat dibedakan menjadi beberapa kategori, yakni
fakta, konsep, prinsip, dan ketrampilan. Semua bahan pelajaran harus dirumuskan
dengan bahasa yang jelas dan diproyeksikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Martadi juga menambahkan tentang kemasan materi/bahan ajar sebagai berikut: (1)
Cetak seperti: handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart; (2)
Audio Visual seperti: video/film,VCD; (3) Audio seperti: radio, kaset, CD audio, PH;

14

(4) Visual: foto, gambar, model/maket, dan (5) Multi Media: CD interaktif, computerbased media, Internet
Bahan pembelajaran bahasa sebagai alat komunikasi ditekan kepada empat
aspek ketrampilan berbahasa, yaitu

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Seseorang belajar berbahasa didahului oleh menyimak, kemudian berangsur-angsur
mencoba menirukan

atau mengucapkannya, kemudian memahami bahasa tersebut

dalam bentuk tulisan, yakni belajar membacanya, dan pada tingkat yang lebih tinggi
dan lebih rumit adalah kemampuan mengungkapkan bahasa dalam bentuk tulisan.
Kaitan keempat aspek ketrampilan berbahasa tersebut dapat dipahami dalam skema
sebagai berikut:

membaca

Menerima
(reseptif)

menyimak

Pemahaman
(undersyanding)

menulis

Melahirkan
(ekspresif)

berbicara

Tabel 01 : Hubungan empat aspek keterampilan berbahasa

15

Di samping keempat aspek ketrampilan berbahasa, hal yang perlu diperhatikan
adalah perangkat Gsiystem bahasa yang digunakan dalam

komunikasi atau dalam

interaksi. Bahasa yang dituturkan merupakan sustu Gystem yang terdiri atas sub Gsistem
tata bunyi (fonologi), tata kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), tata makna (sistem
c), serta dalam bahasa tulis dikenal adanya ejaan dan dalam bahasa lisan atau ujaran
dikenal adanya sub Gsistem artikulasi (tekanan, nada, dan lagu).
Kriteria penilaian bahan pembelajaran bahasa, antara lain:
(1) Isinya berkaitan dengan tujuan pembelajaran atau indikator pembelajaran.
(2) Isinya sahih (valid) dan handal (reliabel).
(3) Susunannya logis, sistematis dan terintegrasi dengan baik.
(4) Secara psikologis, isinya dapat dipertanggungjawabkan, yaitu: (a) sesuai dengan
prinsip-prinsip ilmu jiwa belajar dan prinsip ilmu perkembangan, (b) menarik, (c)
membangkitkan gairah belajar.
(5) Penggunaan bahasa tepat dan sesuai dengan bahan yang disajikan.
(6) Urutan kegiatan belajar sistematis dan tepat.
(7) Memungkinkan terjadinya umpan balik dengan segera dan memuat latihan yang
diperlukan.
(8) Mendorong perkembangan penalaran (berpikir kritis).
(9)

Memperhatikan dan menerapkan asas kebahasaan, yakni: (a) mengajarkan pola
dasar sebelum pola yang lebih luas dan kompleks, (b) mengajarkan pola-pola
bahasa dan bukan mengerti pola-pola bahasa, (c) mengajarkan pola kemudian
unsur, (d) mengajarakan kenyataan bahasa, (d) mengajarakan masalah bahasa
bukan yang terbiasa.

2.3 Perangkat Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu proses pengembangan potensi dan pembangunan
karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang
berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial),
pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk
bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.

16

Berdasarkan Permendikbud No. 104 Tahun 2014 untuk mencapai kualitas yang
telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan
prinsip sebagai berikut: (1) peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu; (2) peserta
didik belajar dari berbagai sumber belajar;

(3) proses pembelajaran menggunakan

pendekatan ilmiah; (4) pembelajaran berbasis kompetensi; (5) pembelajaran terpadu;
(6) pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran
multi dimensi; (7)

pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif; (8) peningkatan

keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan soft-skills; (9)
pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10) pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai
dengan memberi keteladanan (ing ngarsa sung tuladha), membangun kemauan (ing
madya mangun karsa), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran (tut wuri handayani); (11) pembelajaran yang berlangsung di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat; (12) pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; (13) pengakuan atas
perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik; dan (14) suasana belajar
menyenangkan dan menantang.
Perangkat pembelajaran yang disiapkan guru mencakup:
2.3.1

Analisis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Berdasarkan Permendikbud No. 61 Tahun 2014, Kurikulum 2013 ditetapkan

dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2013. Khusus Mulok
Bahasa Daerah di Jawa Timur dipayungi dengan Peraturan Gubernur No. 19 Tahun
2004, yang menetapkan Mata Pelajaran Bahasa Daerah sebagai Muatan Lokal Wajib di
Sekolah/ Madrasah pada jenjang SS, SMP, dan SMA.
Hal yang dianalisis terkait dengan KTSP Mulok Bahasa Jawa yang berlaku
adalah:
(1)

Mengidentifikasi

SI

dan

SKL sebagai

acuan

dalam

penyusunan KTSP.
(2)

Menganalisis kondisi yang ada di satuan pendidikan yang
meliputi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana prasarana, biaya,
dan program-program.

17

(3)

Menganalisis peluang dan tantangan yang ada di masyarakat
dan lingkungan sekitar:

komite sekolah, dewan pendidikan, dinas pendidikan,

asosiasi profesi, dunia industri dan dunia kerja, sumber daya alam dan sosial
budaya.
2.3.2

Menganalisis Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata

pelajaran/tema tertentu yang mencakup Kompetensi Inti, Kompetensi Dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran Kompetensi Inti dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Prinsip pengembangan silabus, mencakup: (1) Ilmiah, keseluruhan materi dan
kegiatan

yang

menjadi

muatan

dalam

silabus

harus

benar

dan

dapat

dipertanggungjawabkan secara keilmuan; (2) Relevan, cakupan, kedalaman, tingkat
kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik; (3)
Sistematis, komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam
mencapai kompetensi; (4) Konsisten,adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas)
antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar,
dan sistem penilaian: (5) Memadai, cakupan indikator, materi pokok, pengalaman
belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapaian
kompetensi dasar; (6) Aktual dan Kontekstual, cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan
ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi;
(7) Fleksibel, keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi keragaman peserta
didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat; dan (8) Menyeluruh, komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
Langkah-langkah Pengembangan Silabus, yaitu: (1) Mengkaji Kompetensi Inti
dan Kompetensi Dasar, (2) Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran, (3)
Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran, (4) Merumuskan Indikator Pencapaian

18

Kompetensi, (5) Penentuan Jenis Penilaian, (6) Menentukan Alokasi Waktu, dan (7)
Menentukan Sumber Belajar
Dalam menyusun silabus dapat memilih salah satu format yang ada dan sifatnya
tidak mengikat. Salah satu contohnya sebagai berikut:
SILABUS
Sekolah
Mata Pelajaran
Kelas/Semester
Kompetensi Inti
KD

2.3.3

Indik
a-tor

: SMP
: ........
: .......
: ...........
Mate
ri
Poko
k

Kegia
t-an
Belaj
ar

Tekni
k

Penilaian
Bentuk
Instrume
n

Alok
Conto
asi
h
Waktu

Sumb
er
Belaja
r

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Dalam rangka mengimplementasikan pogram pembelajaran yang sudah

dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). RPP merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di
kelas, laboratorium, dan/atau lapangan untuk setiap Kompetensi dasar. Oleh karena itu,
apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkait dengan aktivitas
pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar.
Prinsip penyusunan RPP

berdasarkan Permendikbud

No. 104 Tahun 2014

sebagai berikut:
1) Setiap RPP harus secara utuh memuat kompetensi dasar sikap spiritual (KD dari KI1), sosial (KD dari KI-2), pengetahuan (KD dari KI-3), dan keterampilan (KD dari
KI-4).
2)

Satu RPP dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih.

3)

Memperhatikan perbedaan individu peserta didik
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan kemampuan awal, tingkat
intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya

19

belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan peserta didik.
4) Berpusat pada peserta didik
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada peserta didik untuk
mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan
semangat belajar, menggunakan pendekatan saintifik meliputi mengamati,
menanya,

mengumpulkan

informasi,

menalar/mengasosiasi,

dan

mengomunikasikan.
5)

Berbasis konteks
Proses pembelajaran yang menjadikan lingkungan sekitarnya sebagai sumber
belajar.

6) Berorientasi kekinian
Pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan nilai-nilai kehidupan masa kini.
7)

Mengembangkan kemandirian belajar
Pembelajaran yang memfasilitasi peserta didik untuk belajar secara mandiri.

8) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut pembelajaran
RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan,
pengayaan, dan remedi.
9) Memiliki keterkaitan dan keterpaduan antarkompetensi dan/atau antar muatan
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara KI, KD,
indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar. RPP
disusun dengan mengakomodasikan pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
10) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan
komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan
kondisi.
Komponen dan Sistematika RPP secara operasional diwujudkan dalam bentuk
format berikut ini.
Sekolah

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
:
20

Mata pelajaran
:
Kelas/Semester
:
Alokasi Waktu
:
A. Kompetensi Inti (KI)
B. Kompeteni Dasar
1. KD pada KI-1
2. KD pada KI-2
3. KD pada KI-3
4. KD pada KI-4
C. Indikator Pencapaian Kompetensi*)
1. Indikator KD pada KI-1
2. Indikator KD pada KI-2
3. Indikator KD pada KI-3
4. Indikator KD pada KI-4
D. Materi Pembelajaran (dapat berasal dari buku teks pelajaran dan buku
panduan guru, sumber belajar lain berupa muatan lokal, materi kekinian,
konteks pembelajaran dari lingkungan sekitar yang dikelompokkan
menjadi materi untuk pembelajaran reguler, pengayaan, dan remedial)
E. Kegiatan Pembelajaran
1. Pertemuan Pertama: (...JP)
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiatan Inti **)
G Mengamati
G Menanya
G Mengumpulkan informasi/mencoba
G Menalar/mengasosiasi
G Mengomunikasikan
c. Kegiatan Penutup
2. Pertemuan Kedua: (...JP)
2.3.4

Lembar Kerja Siswa
Secara umum LKS merupakan perangkat pembelajaran sebagai pelengkap atau

sarana pendukung pelaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Lembar
kerja siswa berupa lembaran kertas yang berupa informasi maupun soal-soal
(pertanyaan-pertanyaan) yang harus dijawab oleh peserta didik. LKS ini sangat baik
digunakan untuk menggalakkan keterlibatan peserta didik dalam belajar baik
dipergunakan dalam penerapan metode terbimbing maupun untuk memberikan latihan
pengembangan. LKS adalah suatu lembaran yang berisi pekerjaan atau bahan-bahan
yang membuat siswa lebih aktif dalam mengambil makna dari proses pembelajaran.
LKS dapat digunakan sebagai penunjang untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran dan dapat mengoptimalkan hasil pembelajaran tersebut. Dengan
menggunakan LKS berarti memfasilitasi siswa dapat menjawab soal-soal tentang mata
21

pelajaran yang telah dipelajari. Dengan adanya LKS siswa dapat memahami materi
pelajaran secara keseluruhan dengan lebih mudah. (Azhar, 1997: 78).
Lembar Kerja Siswa sebagai media pembelajaran dapat digunakan untuk
menguji kemampuan dan pemahaman siswa dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Karena di dalam Lembar Kerja Siswa LKS kurang lebih 90 % dari isi keseluruhan
buku adalah soal-soal. Baik pilihan ganda maupun soal isian yang tidak tersedia
jawabannya. 10 % sisanya terdiri dari rangkuman pokok pembahasan secara singkat.
Dengan

menggunakan

LKS

guru

tidak

lagi

harus

bersusah-susah

untuk

mengumpulkan soal-soal atau pertanyaan. Dengan media itu guru hanya dituntut fokus
memberikan pemahaman mata ajar yang telah ditentukan secara maksimal. Untuk
evaluasi maupun tes hasil belajar, guru cukup menginformasikan dan mengarahkan
terhadap soal-soal yang telah tersediadi dalam LKS. Karena kurang lebihnya LKS
berperan sebagai pemandu siswa dalam melaksanakan tugas belajar baik secara
idividu maupun kelompok (Nana Sujana, 1989:134).
Adapun ciri-ciri LKS adalah sebagi berikut:
1) LKS hanya terdiri dari beberapa halaman, tidak sapai seratus halaman.
2) LKS dicetak sebagai bahan ajar yang spesifik untuk dipergunakan oleh satuan
tingkat pendidikan tertentu.
3) Di dalamnya terdiri uraian singkat tentang pokok bahasan secara umum,
rangkuman pokok bahasan, puluhan soal-soal pilihan ganda dan soal-soal isian.
Tujuan penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut.
1)

Memberi

pengetahuan,

sikap

dan

keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik.
2)

Mengecek tingkat pemahaman peserta
didik terhadap materi yang telah disajikan.

3)

Mengembangkan

dan

menerapkan

materi pelajaran yang sulit disampaikan secara lisan.
Manfaat yang diperoleh dengan penggunaan LKS dalam proses pembelajaran
adalah sebagai berikut.
1) Mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
2) Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep.

22

3) Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan
proses.
4)

Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan proses
pembelajaran.

5) Membantu peserta didik memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari
melalui kegiatan belajar.
6) Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang
dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis (Suyitno, 1997:40).
Keunggulan dan Kelemahan Media LKS
a.
1)

Keunggulan media LKS, yaitu:
Dari aspek penggunaan: merupakan media yang paling mudah. Dapat
dipelajari di mana saja dan kapan saja tanpa harus menggunakan alat khusus.

2)

Dari aspek pengajaran: dibandingkan media pembelajaran jenis lain
bisa dikatakan lebih unggul. Karena merupakan media yang baik dalam
mengembangkan kemampuan siswa untuk belajar tentang fakta dan mampu
menggali prinsip-prinsip umum dan abstrak dengan menggunakan argumentasi
yang realistis.

3)

Dari aspek kualitas penyampaian pesan pembelajaran: mampu
memaparkan kata-kata, angka-angka, notasi, gambar dua dimensi, serta diagram
dengan proses yang sangat cepat.

4)

Dari aspek ekonomi: secara ekonomis lebih murah dibandingkan
dengan media pembelajaran yang lainnya.

b.

Kelemahan media LKS, yaitu:

1) Tidak mampu mempresentasikan gerakan, pemaparan materi bersifat linear, tidak
mampu mempresentasikan kejadian secara berurutan;
2)

Sulit memberikan bimbingan kepada pembacanya yang mengalami kesulitan
memahmi bagian-bagian tertentu;

3)

Sulit memberikan umpan balik untuk pertanyaan yang diajukan yang memiliki
banyak kemungkinan jawaban atau pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang
kompleks dan mendalam;

4) Tidak mengakomodasi siswa dengan kemampuan baca terbatas karena media ini
ditulis pada tingkat baca tertentu;

23

5)

Memerlukan pengetahuan prasyarat agar siswa dapat memahami materi yang
dijelaskan. Siswa yang tidak memenuhi asumsi pengetahuan prasyarat ini akan
mengalami kesulitan dalam memahami;

6)

Cenderung digunakan sebagai hafalan. Ada sebagaian guru yang menuntut
siswanya untuk menghafal data, fakta dan angka. Tuntutan ini akan membatasi
penggunaan hanya untuk alat menghafal;

7) Kadangkala memuat terlalu banyak terminologi dan istilah sehingga dapat
menyebabkan beban kognitif yang besar kepada siswa;
8)

Presentasi satu arahkarena bahan ajar ini tidak interaktif sehingga cendrung
digunakan dengan pasif, tanpa pemahaman yang memadai.
Langkah-langkah menyusun LKS adalah sebagai berikut:

1)

Analisis kurikulum untuk menentukan materi yang memerlukan bahan
ajar LKS.

2)

Menyusun peta kebutuhan LKS.

3)

Menentukan judul-judul LKS.

4)

Penulisan LKS.

a)

Rumusan Kompetensi Dasar LKS diturunkan dari buku
pedoman khusus pengembangan silabus.

b)

Menentukan alat penilaian.

c)

Menyusun materi.
Struktur LKS secara umum adalah sebagai berikut:

1)

Judul, mata pelajaran, semester, tempat

2)

Petunjuk belajar

3)

Kompetensi yang akan dicapai

4)

Indikator

5)

Informasi pendukung

6)

Tugas-tugas dan langkah-langkah kerja

7)

Penilaian
Rumaharto (dalam Hartati, 2002:22) menyebutkan bahwa LKS yang baik harus

memenuhi persyaratan konstruksi dan didaktik. Persyaratan konstruksi tersebut meliputi
syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata,
tingkat kesukaran dan kejelasan yang pada hakekatnya haruslah tepat guna dalam arti

24

dapat dimengerti oleh pihak pengguna LKS yaitu peserta didik, sedangkan syarat
didaktif artinya bahwa LKS tersebut haruslah memenuhi asas-asas yang efektif dan
efisien.
LKS dapat digunakan sebagai pengajaran sendiri, mendidik siswa untuk mandiri,
percaya diri, disiplin, bertanggung jawab dan dapat mengambil keputusan. LKS dalam
kegiatan

pembelajaran

dapat

dimanfaatkan

pada

tahap

penanaman

konsep

(menyampaikan konsep baru) dan pada tahap pengembangan konsep (tahap lanjutan
dari penanaman konsep). Pemanfaatan LKS pada tahap pemahaman konsep berarti LKS
dimanfaatkan untuk mempelajari suatu topik dengan maksud memperdalam
pengetahuan tentang topik yang telah dipelajari pada tahap sebelumnya, yaitu
penanaman konsep (TIM PPPG Matematika dalam Rahmawati, 2006:27).
LKS yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah LKS berbasis teks sebagai
implementasi KTSP 2013. LKS ini dirancang agar siswa aktif melakukan kegiatan
belajar melalui tugas-tugas, baik secara kelompok maupun mandiri. Untuk mengajarkan
bahasa Jawa dengan menggunakan LKS ini, pengajar hendaknya menempuh empat
tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pembangunan konteks, (2) tahap pemodelan teks,
(3) tahap pembuatan teks secara bersama-sama, dan (4) tahap pembuatan teks secara
mandiri.
Setiap bab pada buku LKS ini terdapat tiga kegiatan belajar, yaitu (1) Kegiatan
Belajar 1 berkenaan dengan tahap pembanguan konteks yang dilanjutkan dengan
pemodelan. Pembangunan konteks dimaksudkan sebagai langkah-langkah awal yang
dilakukan oleh guru bersama siswa untuk mengarahkan pemikiran ke dalam pokok
persoalan yang akan dibahas pada setiap bab. Tahap pemodelan adalah tahap yang berisi
pembahasan teks yang disajikan sebagai model pembelajaran. Pembahasan diarahkan
kepada semua unsur kebahasaan yang membentuk teks itu secara keseluruhan. Kegiatan
Belajar 2,

tahap pembangunan teks secara bersama-sama. Pada tahap ini siswa

bersama-sama siswa lain dan guru sebagai fasilitator menyusun kembali teks seperti
yang ditunjukkan pada model. Tugas-tugas yang diberikan berupa semua unsur
kebahasaan yang sesuai dengan ciri-ciri yang dituntut pada jenis teks yang dimaksud.
Adapun Kegiatan Belajar 3 merupakan kegiatan belajar mandiri. Pada tahap ini, siswa
diharapkan dapat mengaktualisasi diri dengan menggunakan teks sesuai dengan jenis
dan ciri-ciri seperti yang ditunjukkan pada model.

25

BAB III. DESAIN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif, dan
menggunakan metode deskriptif. Menurut Taylor seperti yang dikutip Moleong (2000:
3) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati. Sudaryanto (1988: 62) menyatakan bahwa metode
deskriptif pada hakikatnya didasarkan pada faktor yang ada atau suatu fenomena yang
memang secara empiris hidup dalam penurunannya yang bertujuan utama untuk
melukiskan kenyataan yang sebenarnya dari suatu objek. Menurut Sudikan (2001: 85),
penelitian kualitatif deskriptif adalah penelitian yang bersifat pemerian artinya mencatat
secara teliti gejala-gejala (fenomena) yang dilihat dan didengar serta dibacanya.
Lebih lanjut, Hutomo seperti yang dikutip Sudikan (2001: 85-86) menyarankan
bahwa metode kualitatif akan berhasil jika memperhatikan ciri-ciri sebagai berikut: (1)
sumber data bersifat ilmiah, artinya peneliti harus berusaha memahamai gejala empirik
(kenyataan) secara langsung dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, (2) peneliti
sendiri merupakan instrumen yang paling penting di dalam pengumpulan data dan
penginterpretasian data, (3) penelitian kualitatif bersifat pemerian (deskriptif), (4)
penelitian digunakan untuk memahami bentuyk-bentuk tertentu atau kasus, (5) analisis
bersifat induktif, (6) di lapangan peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang
didtelitinya, (7) data dan informasi harus berasal dari tangan pertama, (8) kebenaran
data harus dicek dengan data lain, (9) orang (sesuatu) yang dijadikan subjek penelitian
disebut partisipan, (10) titik berat perhatianharus pada pandangan emik, peneliti harus
perhatian pada masalah penting yang diteliti dari orang yang diteliti, dan bukan dari etik
(kacamata peneliti), (11) dalam pengumpulan data menggunakan purposive sampling
bukan probalistik statistik, dan (12) dapat menggunakan data kuantitatif maupun data
kualitatif.
Penelitian yang akan dilakukan tergolong penelitian pengembangan. Model
penelitian pengembangan yang

dilakukan adalah penyederhanaan Model Four-D.

Metode pengembangan (development research) dengan menggunakan pendekatan
pengembangan model 4D (four-D model) mempunyai beberapa tahapan. Tahapan

26

model pengembangan meliputi tahap pendefinisian (define), tahap perancangan
(design), tahap pengembangan (develop) dan tahap penyebaran (disseminate). Menurut
Trianto (2007 : 65), secara garis besar keempat tahap tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
a. Tahap Pendefinisian (Define)
Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran diawali dengan analisis tujuan dari batasan materi yang dikembangkan
perangkatnya. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok, yaitu: (a) analisis ujung depan, (b)
analisis siswa, (c) analisis tugas, (d) analisis konsep, dan (e) perumusan tujuan
pembelajaran.
b. Tahap Perencanaan (Design)
Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran. Tahap
ini terdiri dari empat langkah yaitu, (a) penyusunan tes acuan patokan, merupakan
langkah awal yang menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun
berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi Dasar dalam
kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat yang mengukur terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar mengajar, (b) pemilihan media
yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan materi pelajaran, dan (c) pemilihan format.
Di dalam pemilihan format ini misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji formatformat perangkat yang sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang lebih
maju.
c. Tahap Pengembangan (Develop)
Tujuan tahap ini adalah untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah
direvisi berdasarkan masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh
para pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan
rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang sesungguhnya. Hasil
tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi. Langkah berikutnya adalah uji coba
lebih lanjut dengan siswa yang sesuai denga