BEBERAPA HUKUM TENTANG WUDHU pdf

BEBERAPA HUKUM TENTANG WUDHU'
DAN TAYAMMUM

QSj^S
Artinya: 5. Hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik dan
makanan orang-orang yang pernah diberi kitab (ahli kitab) juga
halal bagimu, dan makananmu juga halal bagi mereka. Dan (halal
juga bagimu) perempuan-perempuan terpelihara dari orang-orang
mukmin dan juga perempuan-perempuan terpelihara dari orangorang yang pernah diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
berikan kepada mereka maskawin-maskawin mereka dengan tidak
bermaksud berbuat mesum (zina) dan mengambilnya sebagai
gundik; dan barangsiapa menolak iman, maka sia-sialah amalnya,
dan kelak di akhirat dia tergolong orang-orang yang rugi. 6. Hai
orang-orang yang beriman! Apabila kamu berdiri (hendak) shalat,
maka basuhlah muka-mukamu dan tangan- tanganmu sampai siku,
dan usaplah kepala-kepalamu dan kaki-kakimu sampai mata kaki;
dan jika kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah; dan jika
kamu dalam keadaan sakit atau sedang dalam bepergian atau salah
seorang dari antara kamu itu datang dari buang air atau kamu
(selesai) menyentuh (bercampur) dengan perempuan lalu kamu
tidak mendapatkan air, maka tayammumlah dengan tanah yang

bersih, yaitu usaplah wajah-wajahmu dan tangan- tanganmu idari
padanya.i Sebab Allah tidak menghendaki untuk menjadikan
sesuatu keberatan atas kamu, tetapi Dia menghendaki untuk
menyucikan kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya atasmu,
supaya kamu bersyukur. (QS al-Maidah).

TAFSIRNYA
1. Didahulukannya "perempuan-perempuan terpelihara dari
orang-orang mukmin daripada ahli kitab", untuk menunjukkan
keutamaan kawin dengan perempuan mukminah daripada
perempuan ahli kitab, kendatipun kawin dengan perempuan ahli
kitab itu halal. Namun perempuan mukminah justru lebih baik. Jadi
kawin dengan perempuan mukminah adalah lebih baik, karena sabda
Rasulullah saw.:

476

1

KANDUNGAN HUKUM

"Maukah kalian kubentahukan tentang sesuatu simpanan
seseorang yang sangat baik? Yaitu: Perempuan shalihah...."
Sedang yang disebut perempuan shalihah itu hanya ada pada
perempuan mukminah. Inilah rahasia diikatnya perkawinan itu dengan
perempuan-perempuan mukminah, sebagaimana tersebut di surat AlAhzab 49: "Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu kawin
dengan perempuan-perempuan mukminah...."
2. Halalnya perempuan yang dikawini itu diikat dengan
maskawin. adalah untuk menunjukkan akan kerasnya kewajiban
membayar maskawin. Dengan demikian, maka barangsiapa yang kawin
dengan seorang perempuan dengan niat tidak akan memberi
maskawin, maka perkawinan semacam itu tak ubahnya dengan zina.
Kemudian dinamainya maskawin itu dengan "ajr" (upah) untuk
menunjukkan, bahwa maskawin itu tidak ada suatu ketentuan yang
tertentu, sebagaimana halnya upah yang tidak dapat ditentukan, tetapi
hanya terjadi atas keSepakatan kedua belah pihak.
3. Ungkapan "Barangsiapa menolak iman..." ini termasuk
"majaz mursal", sedang yang dimaksud ialah: Barangsiapa yang kufur
terhadap kalimah tauhid "lailaha illallah". Di sini kalimah tauhid itu
disebut "iman", karena merupakan suatu kepastian dalam iman. Ada
juga yang mengatakan, bahwa yang dimaksud oleh kalimat tersebut,

yaitu kufur terhadap syari'at Allah, atau kufur terhadap agama Allah.
Yang dengan itu maka amalnya menjadi sia-sia. Kedua-duanya mirip,
dan termasuk majaz.
4. Membawakan kata "mas-hu" (mengusap) dalam ayat wudhu'
ini, mengandung pengertian mengusap anggota-anggota yang wajib
dibasuh. Di sini ada suatu isyarat yang lembut sekali, yang
menunjukkan harus adanya tertib wudhu', yaitu pertama- tama
membasuh muka, kemudian kedua tangan sampai ke siku, lalu
mengusap kepala, kemudian baru membasuh dua kaki. Inilah tertibnya
wudhu', kendati oleh sebagian pendapat dikatakan bukan wajib,
namun 'ala kulli hal tertib itu diperlukan dan dianjurkan (mandub).
Jadi mei/gikuti petunjuk Nabi lebih sempurna dan lebih utama.

1. Hukumnya penyembelihan ahli kitab.
Umumnya ahli tafsir berpendapat, bahwa yang dimaksud
"makanan orang-orang yang pernah diberi kitab halal bagimu" itu
adalah sembelihan ahli kitab; dan itulah yang betul. Jadi bukan
sekedar roti, buah-buahan dan makanan-makanan lainnya, seperti
yang diduga oleh sebagian orang. Sebab sembelihan- sembelihan
itulah yang menyebabkan binatang itu menjadi halal. Adapun roti

dan buah-buahan, selamanya sudah halal bagi orang- orang mukmin,
sebelum menjadi miiik orang-orang ahli kitab ataupun sesudah
dimilikinya. Jadi dalam masalah makanan ini tidak ada jalan untuk
dikecualikan bagi ahli kitab.
Dikecualikannya hukum ini bagi ahli kitab, karena sembelihan
penyembah-penyembah berhala itu tidak halal buat orang mukmin,
begitu juga tentang mengawini perempuan- perempuan mereka,
berdasar firman Allah: "dan jangan kamu makan dari binatang yang
tidak disebut asma Allah atasnya" dan firman-Nya: "dan jangan
kamu mengawini perempuan- perempuan musyrikah sehingga
mereka itu beriman."
Adapun ahli kitab, dari segi penyembelihan dan pernikahannya,
mempunyai hukum khusus. Sedang Majusi diperlakukan seperti ahli
kitab dalam hal jizyah (upeti), bukan soal sembelihan dan
pernikahan.
Diriwayatkan dari 'Ali r.a., bahwa ia pernah mengecualikan
Nashrani Bani Taghlab, seraya berkata: Mereka itu bukan beragama
Nashrani dan tidak pernah mengambil (ajaran) Nashrani itu, kecuali
dalam hal minum arak. Pendapat inilah yang kemudian diambil oleh
Imam Syafi'i.

Dari Ibnu 'Abbas r.a., sesungguhnya ia pernah ditanya tentang
penyembelihan orang-orang Nashrani Arab, maka jawabnya: Tidak
mengapa. Dan itulah yang diambil oleh Abu Hanifah 428)
Dalam ayat itu Allah hanya menyebut "Makananmu halal buat
mereka", dengan tidak menyebut "perempuan", untuk menunjukkan
adanya perbedaan hukum antara penyembelihan dan perkawinan, di
mana halalnya penyembelihan itu terjadi pada kedua belah pihak,
sedang soal perkawinan hanya berlaku di satu
428) Tafsir ar-Razi 11:141.

476

2

pihak. Di sini ada perbedaan yang cukup jelas. Sebab kalau sekiranya
seorang laki-laki ahli kitab itu dibolehkan kawin dengan perempuan
muslimah, niscaya akan dibenarkan oleh syara" penguasaan kuffar
atas wanita muslimah melalui perkawinan itu, padahal Allah sudah
jelas tidak memberi kesempatan kaum kuffar untuk menguasai orangorang mukmin. Berbeda dengan masalah makanan yang dibolehkan
dari kedua belah pihak, dan tidak ada hal yang terlarang.

2. Hukumnya kawin dengan perempuan Yahudi dan Nashrani
Kebanyakan ahli fiqih berpendapat, bahwa kawin dengan
perempuan kafir dzimmi, baik Yahudi maupun Nashrani itu
hukumnya halal. Mereka berdalil dengan ayat ini, yaitu "Dan (halal)
perempuan-perempuan yang terpelihara dari orang-orang yang
pernah diberi kitab sebelummu."
Tetapi Ibnu 'Umar tidak berpendapat begitu, dengan alasan
firman Allah, "Dan jangan kamu kawin dengan perempuanperempuan musyrik, hingga mereka itu beriman", seraya berkata: Aku
tidak tahu suatu kemusyrikan yang lebih besar daripada ucapan
seorang perempuan: "Sfesungguhnya Tuhan kami adalah Isa." Ia juga
berdalil dengan I penegasan Allah sendiri yang mengharuskan (kaum
muslimin) untuk menjauhi orang-orang kafir, seperti - tersebut dalam
firman-Nya: "Janganlah kamu menjadikan musuhku dan musuhmu
sebagai pemimpin." (QS al- Mumtahinah 1).
Aku (ash-Shabuni) berkata: Ayat tersebut tegas membolehkan
laki-laki muslim kawin dengan perempuan- perempuan ahli kitab. Ayat
itulah satu-satunya dalil yang jelas yang dipakai oleh Jumhur. Tetapi
barangkali Ibnu 'Umar memakruhkan kawin dengan hali kitab itu
karena dikuatirkan akan keadaan suami atau anak-anaknya. Sebab
suami isteri itu harus hidup penuh rasa cinta kasih. Sebab bisa jadi

kalau rasa cinta seorang suami kepada isterinya sangat kuat, akan
menyebabkan suami condong kepada agama isteri, dan anak- anak
pun akan condong kepada ibunya lebih banyak daripada kepada
bapak. Ini pula barangkali sebab terpengaruhnya laki-laki kepada
agama perempuan Nashrani dan Yahudi, sehingga perkawinan yang
demikian itu akan berbahaya bagi kehidupan anak-anak. Sedang kalau
kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu tetap ada, maka jelas
perkawinan semacam itu hukumnya haram.
Tetapi kalau kekhawatiran seperti itu tidak ada, atau mungkin malah
diharapkan dengan perkawinan seperti itu si isteri akan masuk Islam,

476

maka tidak ada jalan untuk mengharamkan perkawinan itu. Wallahu
a'lam.
3. Wudhu' bagi orang yang tidak berhadats.
Zhahirnya firman Allah "Apabila kamu hendak mengerjakan
shalat...." itu menunjukkan wajibnya wudhu' bagi setiap orang yang
hendak shalat, sekalipun dia tidak batal (hadats). Tetapi para 'ulama
telah sepakat bahwa wudhu' itu tidak wajib, kecuali bagi orang yang

hadats. Jadi ikatan "hadats" itu terkandung dalam ayat tersebut,
sehingga bolehlah ayat itu kita artikan sbb.: "Jika kamu hendak
mengerjakan shalat, padahal kamu sedang hadats...." Namun
penafsiran/ta'wil ayat ini dengan pengertian tersebut dasarnya ialah
ijma', di samping juga dalam ayat itu sendiri ada kalimat yang
menunjukkan demikian, yaitu dalam hal tayammum, sedang
tayammum adalah ganti wudhu' dan menempati hukum wudhu', di
mana dalam wajibnya tayampium itu diikat dengan adanya hadats.
Maka yang pokok di sini harus adanya ikatan itu, yang membawa
suatu konsekuensi, bahwa penggantinya pun harus menduduki
tempat yang pokok itu. Dan oleh karena perintah wudhu' itu sama
dengan perintah mandi di mana mandi itu terikat oleh hadats, sebagai
tersebut dalasm firman Allah, "Dan jika kamu dalam keadaan junub
maka bersucilah", maka persamaannya yaitu perintah wudhu' itu
harus juga terikat oleh hadats (yang selanjutnya disebut hadats kecil).
Di antara dalilnya pula, yaitu riwayat Nabi saw. yang pernah
shalat lima kali pada hari fat-hu Mekkah dengan sekali wudhu',
sehingga mengundang pertanyaan 'Umar:

• jv-t-V.

Ya Rasulullah! Engkau telah berbuat sesuatu yang se/ama ini
belum pernah engkau kerjakan? Maka jawab Nabi: Memang
itu sengaja kulakukan hai 'Umar.
Ya'ni, Nabi berbuat demikian itu untuk menerangkan kepada
ummatnya, bahwa cara seperti itu boleh.

3

Adapun riwayat yang menerangkan, bahwa Nabi dan para
khalifahnya biasa wudhu' setiap kali shalat itu, bukan karena wajib,
tetapi karena sunnat. Sedang Nabi saw. selalu senang kepada
perbuatan yang afdhal. Jadi perbuatannya seperti itu tidak berarti
menunjukkan wajib wudhu' untuk setiap kali shalat.
4. Hukumnya mengusap kepala dan ukurannya.
Ahli-ahii fiqih telah sepakat, bahwa mengusap kepala itu
termasuk salah satu fardhunya wudhu', berdasar firman Allah, "dan
usaplah kepalamu". Akan tetapi mereka juga berbeda pendapat
tentang ukuran mengusapnya itu:
a. Ulama' Malikiyah dan Hanbali berpendapat wajib mengusap
semua kepala, karena ihtiyath.

b. Ulama' Hanafiyah berkata: Diharuskan mengusap
seperempat kepala, berdasar fi'liyah Nabi saw. yang mengusap ubunubunnya.
c. Ulama' Syafi'iyah berkata: Cukup mengusap sebagian kecil
dari kepala, asal sudah bisa disebut mengusap, sekalipun misalnya
hanya mengusap beberapa utas rambut, asal sudah benar-benar
yakin.
Dalil-dalilnya:
Malikiyah dan Hanabilah berdalil atas. wajibnya mengusap
semua bagian kepala itu, karena "ba"' dalam kata "biru'usikum" itu
ziyadah (tambahan) yang gunanya adalah litta'kid (untuk memperkuat
saja). Jadi arti ayat tersebut adalah sbb.: usaplah kepaia-kepalamu.
Mereka juga berkata, bahwa ayat wudhu' itu serupa dengan
ayat tayammum, di mana Allah memerintahkan untuk mengusap
semua wajah" maka usaplah wajah-wajahmu dan tangantanganmu...". Oleh karena mengusap wajah dalam tayammum itu
meliputi seluruh bagian wajah, maka di dalam wudhu' pun harus
mengusap semua bagian kepala, tidak cukup sebagiannya saja. Ini
diperkuat oleh fi'liyah Nabi saw. di maila ia mengusap kepala itu
seluruhnya.
Hanafiyah dan Syafi'iyah beralasan, bahwa "ba"' di situ 1
ittab'idh untuk menunjukkan sebagian, bukan ziyadah. Maka ayat

tersebut berarti: usaplah sebagian kepalamu, hanya saja Hanafiyah
menentukan sebagian kepala itu ialah seperempat, karena
sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Mughirah, bahwa Nabi
saw. dalam suatu bepergian, lalu singgah di suatu tempat untuk
buang aiT, lalu ia datang dan wudhu' dengan mengusap ubunubunnya.429)
Adapun Syafi'iyah berpendapat, bahwa ba' di situ adalah
littab'idh. Sedang sedikitnya apa yang disebut "mengusap" itu kalau
429HR Muslim.

482

sudah dapat diyakinkan, selain yang yakin tidak termasuk wajib,
tetapi sekedar sunnat.
Imam Syafi'i sendiri mengatakan: Firman Allah "usaplah
kepalamu" itu mempunyai dua kemungkinan, mungkin mengusap
sebagian dan mungkin mengusap seluruh kepala. Sedang sunnah
Nabi menerangkan, bahwa mengusap sebagian itu sudah dipandang
cukup, yaitu Nabi saw. mengusap ubun-ubunnya. Di tempat lain ia
pun berkata. Kalau ada pertanyaan, bahwa tentang tayammum A
llah berfirman "usaplah muka-mukamu", apakah ini cukup
mengusap sebagiannya saja? Maka dapat dijawab sbb.: Mengusap
wajah dalam tayammum adalah sebagai ganti mandi, yang harus
meratakan air pada seluruh bagian yang harus disiram, dan
mengusap kepala adalah bagian yang pokok. Jadi di sini ada bedanya
antara mengusap kepala dengan mengusap wajah.
Al-Qurthubi berkata: Ulama'-ulama' kami menjawab tentang
kedudukan hadits (Nabi mengusap ubun-ubunnya) itu, sebagai
mengatakan: "Barangkali ketika itu Nabi saw. mengerjakannya
karena udzur, dan ini jelas sekali karena peristiwa itu terjadi dalam
bepergian yang pada umumnya membawa udzur yang juga sering
terjadi menuntut perbuatan yang tergesa-gesa dan ringkas. Namun ia
pun agaknya tidak cukup mengusap ubun-ubunnya saja, tetapi
diusapnya juga sorbannya. Jadi seandainya mengusap seluruh kepala
itu tidak wajib, sudah barang tentu ia tidak akan mengusap
sorbannya." 43°)
Aku (ash-Shabuni) berkata: Ba' dalam bahasa Arab pada
mulanya dipergunakan untuk arti tab'idh (sebagian). Sedang dengan
arti zaidah menyalahi arti pokok. Maka selama masih memungkinkan
untuk dipergunakan dengan arti tab'idh, sebagai arti yang hakiki
sesuai perbuatannya, maka haruslah dipergunakan arti tersebut.
Dengasn demikian, maka yang wajib (dalam berwudhu') itu adalah
mengusap sebagian kepala, dan sunnat mengusap seluruh kepala.
Jadi dalam hal ini pendapat
Syafi'iyah dan Hanafiyahlah yang lebih tepat. Tetapi pendapat
Malikiyah dan Hanabilah lebih berhati-hati.430) Wallahu a'lam.
5. Pengertian janabat dan larangannya.
Janabat dalam pengertian syara' yaitu menjauhi shalat,
membaca al-Qur'an, menyentuh al-Qur'an dan masuk masjid,
hingga orang yang junub itu mandi, berdasar firman Allah: "Dan
jika kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah,"
Terjadinya junub ini dijelaskan oleh hadits, karena dua
sebab:
430Menurut bemat kam, pendapat Maliki dan Hanbali itu yang benar,
karena begitulah yang dikerjakan Nabi saw. (Pen.)

4

a. Karena keluar mani, seperti sabda
Nabi saw.:

"Adanya air itu karena air." (HR
Muslim).
Maksudnya: mandi itu wajib karena
keluarnya air mani.
b. Bertemunya dua kemaluan laki-laki dan perempuan, seperti sabda Nabi saw.:

tentasng masalah mandi, yang masingmasing menjelaskan apa yang telah
dilakukannya. Lalu Nabi saw. bersabda:

"Adapun saya, maka saya menuang
atas kepalaku tiga kali
tuangan; dan dengan demikian aku
menjadi suci."

Sedang
alasan
ularna'-ulama'
Hanafi dan Hanbali, bahwa perintah
bersuci itu harus merata ke seluruh
"Apabila dua kemaluan itu telah bertemu, maka wajib mandi." 432)
bagian badan, yang nampak maupun
yang tidak nampak, yang memang
Sebagaimana halnya wajib mandi
mungkin disiram, seperti mulut dan
karena junub ini, wajib mandi pula
hidung.
Dengan
demikian,
maka
ketika berhenti dari haidh dan nifas,
berkumur dan menghirup air dengan
karena firman Allah: "Dan jangan
hidung itu kedua-duanya adalah wajib,
kamu dekati mereka (perempuan yang
berdasar
firman
Allah
"maka
sedang haidh) itu hingga mereka
bersucilah".
bersuci." (QS al-Baqarah 222).
Dan juga tersebut dalam hadits Fathimah binti Abu Hubaisy, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda
kepadanya:

"Apabila haidhmu datang, maka
tinggalkanlah shalat, dan
apabila haidhmu itu berhenti, maka
mandilah dan shalatlah."
(HR Bukhari).
Menurut ijma',bahwa nifas itu sama
dengan haidh.433)
6.

Hukumnya berkumur-kumur dan
menghirup air hidung ketika
mandi.

Dalam hal ini para ulama ahli fiqih
berbeda pendapat. Ulama-ulama Maliki
dan Syafi'i berpendapat tidak wajib,
sedang ulama-'ulama Hanafi dan Hambali
berpendapat wajib.
Alasan
pendapat
'ulama-'ulama
Maliki dan Syafi'i, riwayat yang
mengatakan, bahwa ada suatu kaum yang
berbincang- bincang di hadapan Nabi saw.

5

Mereka ini juga menjawab dalil
yang dijadikan pegangan oleh ulama'ulama' Maliki dan Syafi'i, bahwa tujuan
hadits tersebut untuk menerangkan,
bahwa wudhu' sesudah mandi itu tidak
wajib, sebagaimana yang difaham oleh
kebanyakan shahabat. Di sini Nabi saw.
hanya menerangkan mandi itu wajib,
dan sesungguhnya suci yang kecil itu
masuk dalam suci yang besar.
7. Hukumnya si sakit dan musafir
apabila mendapatkan air.
Ayat di atas menerangkan bolehnya
tayammum bagi si sakit secara mutlaq.
Tetapi kemudian diikat dengan suatu
bahaya
433) Begitu menurut Kamus.

apabila terkena oleh air. sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu
'Abbas dan sejumlah tabi'in, bahwa yang dimaksud "si sakit" di situ
ialah serius dan yang berbahaya kalau kena air. Atas dasar itu, maka
menurut para 'ulama' fiqih, bahwa sakit itu ada beberapa macam:
a. Sakit yang dapat membahayakan jiwa dan anggota apabila
memakai air. Dan ini dapat diketahui atas dasar keyakinan atau
pemeriksaan seorang dokter muslim yang mahir. Waktu itu si sakit
boleh tayammum, dengan kesepakatan para 'ulama'.
b. Sakit yang bertambah parah atau lambat sembuhnya apabila
kena air. Dalam hal ini menurut ulama-ulama Malikiyah dan
Hanafiyah, boleh tayammum; dan itulah pendapat yang paling sah
menurut salah satu pendapat Syafi'i, berdasar riwayat sejumlah
shahabat yang keluar dalam satu bepergian, lalu salah seorang di
antara mereka itu kepalanya terbentur oleh batu hingga luka, lalu ia
bermimpi keluar mani, dan kuwatir bertambah sakit kalau ia
berwudhu'... dst.434)
c. Sakit yang tidak dikuatirkan bahaya atau lama sembuhnya
kalau kena air. Dalam keadaan demikian, si sakit tidak boleh
tayammum. Begitu menurut 'ulama-'ulama Hanafi dan Syafi'i, karena
waktu itu dia tidak dapat dikecualikan dari kemungkinan
menggunakan air. Jadi baginya tidak ada rukhshah untuk tayammum.
Tetapi menurut 'ulama-'ulama Malikiyah, dia boleh tayammum
berdasar kemutlakan ayat "dan jika kamu sakit... dst."
d. Sakit yang terdapat pada salah satu anggota badan. Jika yang
banyak itu yang sehat, maka yang sehat itu harus dibasuh dengan air
dan yang sakit itu diusap (sekadarnya), tidak boleh tayammum. Tetapi
jika yang luka itu yang lebih banyak, maka boleh tayammum. Begitu
menurut Hanafiyah. Adapun menurut Syafi'iyah, yang sehat itu dibasuh
dengan air, dan dia harus tayammum. Tetapi menurut Malikiyah, boleh
tayammum secara mutlaq.

menurut Syafi'iyah. Tetapi menurut Malikiyah dan Hanabilah cukup
sampai pergelangan.435)
Alasan-alasan:
Ulama'-ulama' Hanafiyah dan Syafi'iyah beralasan, bahwa
"tangan" yang dimaksud dalam firman Allah "maka usaplah wajahwajahmu dan tangan-tanganmu" itu, meliputi lengan semuanya,
hanya saja tayammum itu sebagai ganti wudhu', sedang pengganti
tidak boleh menyalahi pokok, kecuali dengan dalil. Oleh karena
membasuh tangan dalam wudhu' itu harus sampai ke siku, maka
mengusap tangan dalam tayammum pun harus sampai siku pula.
Dalilnya ialah hadits Jabir bin 'Abdullah, yang berbunyi:

° 0 ° -f
"Tayammum itu dua kali tepukan, sekali tepukan untuk
wajah dan sekali lagi tepukan untuk dua lengan sampai
siku."
Sedang ulama'-ulama' Malikiyah dan Hanabilah beralasan,
bahwa kata "tangan" (biasa) dipergunakan untuk telapak tangan,
dengan dalil firman Allah tentang masalah potong tangan "dan
pencuri laki-laki dan perempuan hendaklah kamu potong tangantangan mereka". (QS al-Maidah 41). Sedangkan potong tangan itu
cukup hanya sampai pergelangan, berdasar ijma' ulama'. Oleh karena
itu dalam tayammum pun cukup mengusap sampai pergelangan.

Dari situ jelaslah, bahwa orang yang sakit itu diberi rukhshah
(kemurahan) untuk tayammum sekalipun ada air. Berbeda dengan
musafir yang diperkenankan tayammum itu terikat oleh tidak adanya
air.
434) Hadits ini sudah terdahulu di surat an-Nisa'. (Lihat halaman ....)

8. Batas mengusap tangan dalam tayammum.
Sudah terdahulu, bahwa yang dimaksud "sha'id" dalam ayat
tayammum itu ialah "turab" (debu) yang bersih, berdasar pendapat
yang terpilih. Dan tayammum yang diperintahkan oleh syara' itu ialah
mempergunakan debu tersebut pada dua anggota yang telah ditentukan,
dengan niat bersuci, yaitu muka dan kedua tangan. Dan dua tangan ini menurut Hanafiyah - harus sampai siku. Dan itulah yang benar

6

487

Abu Hayyan berkata dalam al-Bahrul Muhith: Dan diriwayatkan
dari Abu Hanifah dan Syafi'i sebagai mengatakan, bahwa mengusap
tangan sampai siku itu wajib, dan satu golongan berpendapat hanya
sampai pergelangan; dan yang demikian itu adalah pendapat Ahmad,
Thabari dan as-Syafi'i dalam qaul qadimnya yang juga diriwayatkan
dari Imam Malik. Dan diriwayatkan juga dari asy-Sya'bi, bahwa ia
mengusap telapak tangan saja; dan itulah yang menjadi pendirian
sebagai ulama' hadits; dan itu pula yang harus dijadikan pegangan
karena keesahan haditsnya, antara lain seperti yang diriwayatkan oleh
'Ammar bahwa RasuluIIah saw. bersabda:

KESIMPULAN

^^Lc 3 p^UOJ* ^ T^y ^ 0

HIKMATUT TASYRI'

C ^ ) •. cSl&'s 5

^I

"Hanyalah cukup bagimu menepuk tanah dengan tanganmu,
kemudian meniupnya dan kemudian mengusapkannya pada
wajahmu dan telapak tanganmu." (HR Muslim).
'Ammar juga mengatakan dalam mensifati tayammumnya Nabi
saw. sebagai berikut:

"Dan ia (Nabi saw.) menepuk tanah dengan tangannya lalu
meniupnya kemudian mengusapkannya pada wajah dan telapak
tangannya." (HR Muslim).
Dalam riwayat lain dikatakan:

"Kemudian Nabi saw. mendekatkan kedua tangannya itu pada
mulutnya (untuk ditiup), lalu ia usapkannya pada wajahnya dan
telapak tangannya." (HR Bukhari).
Hadits-hadits shahih inilah sebagai penjelasan atas kemungkinan
(ihitimal) dalam ayat tayammum sekitar masalah tempat mengusap
dan caranya itu.43?)

/IS8

1. Sembelihan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah halal.
2. Halal kawin dengan perempuan-perempuan mukminah dan
ahli kitab yang terpelihara (muhshanah).
3. Suci dari hadats kecil dan besar adalah syarat sahnya shalat.
4. Apabila tidak ada air atau tidak bisa menggunakan air
(karena udzur), ketika itu boleh tayammum.
5. Islam adalah agama mudah, tidak ada kesukaran dan
kesempitan dalam hukumnya.

Di antara program syari'ah Islamiyah yang indah itu iaiah
membersihkan manusia dari segala kotoran, jasmani maupun rohani,
yang nampak maupun yang tidak nampak dan rohaninya supaya siap
untuk meng'nadap Tuhan Yang Maha Suci, yang dengan itu manusia
akan naik ke cakrawala yang memancarkan keagungan, kehebatan
dan kesempurnaan.
Islam mensyari'atkan wudhu' dan mandi bagi seorang mukmin
sebagai pencerminan kesucian lahiriyah, di samping menyerukan
untuk menjauhi kema'shiatan dan dosa sebagai lambang kesucian
rohani. Jadi wudhu' dan mandi adalah bertujuan kebersihan
(kesucian jasmani), supaya manusia terbiasa hidup dalam kesucian
jiwa, akhlaq dan agama. Prinsip kebersihan ini selanjutnya supaya
dijadikan sebagai tradisi dalam berbagai aspek kehidupannya,
termasuk dalam jasmaninya, pakaiannya dan makanannya. Islam
menghasung yang demikian itu, karena ia adalah agama suci dan
bersih, seperti diungkapkan "dan hendaklah engkau sucikan
pakaianmu". Kebersihan lahiriyah salah satu bagian dari kebersihan
rohani.
Oleh karena itu tidak mengherankan kalau Syari'ah Islamiyah
yang indah ini justru mcnghendaki manusia supaya bersih dan suci,
sebagaimana disabdakan Nabi saw.:
_^ a ^ p , ■
^
y

"Kesucian - dalam satu riwayat: kebersihan - itu adalah
sebagian dari iman."
Dan hikmahnya dijelaskan oleh Allah swt. dalam akhir ayat itu
sendiri: "Karena Ia tidak menghendaki adanya kesukaran atas kamu,
tetapi Allah
berkehendak
untuk
mensucikan
kamu
dan
menyempurnakan ni'mat-Nya atas kamu, supaya kamu bersyukur."
Suci adalah dasar pokok dalam kehidupan seorang muslim. Kalau
dalam shalat (sebagai perbuatan lahiriyah) Allah tidak menerimanya
kecuali harus suci lahiriyah, maka bagaimana mungkin Ia akan
menerima seseorang yang rohaninya berlumuran kotoran dan dosa, lalu
dia akan masuk di sisi Tuhannya kelak di hari kiyamat?
Islam adalah agama suci. Suci lahiriyah adalah cabang, sedang suci
bathiniyah adalah pokok. Dan suci lahiriyah adalah syarat sahnya
shalat, sebagaimana halnya suci bathiniyah adalah syarat masuk surga.

8

"Pada hari ini harta dan anak-anak tidak lagi bermanfaat, kecuali
orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat." (QS Shad
84).
Suci lahiriyah dan bathiniyah ini kedua-duanya, adalah syarat
dicintai Allah: "Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang
banyak taubat dan dalam keadaan suci." (QS al-Baqarah 222).

\

'^J^yi/V

HUKUMAN PENCURI DAN PENYAMUN

Artinya: 33. Sesungguhnya balasan orang-orang yang memerangi Allah

lagi Maha Penyayang. 40. Apakah engkau tidak tahu, bahwasanya
Allah itu memiliki kerajaan langit dan bumi, la akan menyiksa
siapa saja yang dikehendaki dan Ia pun akan mengampuni siapa
saja yang dikehendaki, dan Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap
sesuatu. (QS al-Maidah).

SABABUN NUZUL
Diriwayatkan, bahwa ada serombongan manusia dari 'Urainah
datang ke Medinah, lalu mereka merasa tidak enak badan di Medinah
itu. Kemudian oleh Rasulullah saw. riikirimrya onta sedekah dan
menyuruhnya mereka supaya minum air susu dan kencing onta-onta
tersebut, lalu mereka mengeriafeannya dan menjadi sehat. Tetapi tihatiba mereka murtad, lalu membunuh penggembala onta tersebut dan
merampas onta-onta tersebut. Lalu Rasulullah saw. mengirim
pasukan untuk mengikuti jejak mereka, maka setelah mereka
tertangkap, lalu tangan dan kakinya dipotong dengan berselangseling, matanya dicocok dengan paku lalu dilempar ke tempat yang
panas hingga mati. Begitulah, lalu turun ayat 33 itu.438)

MUNASABTUL AYAT
dan Rasul-Nya serta berjalan di permukaan bumi dengan membuat
kerusakan, ialah dengan dibunuh, atau disalib, atau tangan dan kakinya
dipotong- potong dengan selang-seling atau diasingkan dari bumi (tempat
mereka tinggal); yang demikian itu satu kehinaan bagi mereka di dunia
dan kelak di akhirat mereka akan mendapatkasn siksaan yang besar. 34.
Kecuali orang-orang yang taubat sebelum kamu sekalian berkuasa
(menangkap) atas mereka, maka ketahuilah sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. 35. Hai orang-orang yang beriman!
Takutlah kepada Allah dan carilah wasilah (untuk bisa sampai) kepadaNya, dan berjuanglah kamu di jalan- Nya supaya kamu berbahagia. 36.
Sesungguhnya orang- orang kafir itu kalau seandainya semua yang ada
di bumi ini dan yang seumpamanya itu menjadi milik mereka, untuk
dijadikan menebus (diri) dari adzab hari kiyamat, niscaya tidak akan
diterima (tebusan) itu dari mereka; dan mereka akan mendapatkan
siksaan yang pedih. 37. Mereka berkehendak untuk keluar dari neraka,
tetapi mereka tidak bakal bisa keluar dari neraka itu; dan mereka akan
mendapatkan siksaan nan abadi. 38. Dan pencuri laki-laki dan
perempuan hendaklah kamu potong tangan-tangan
mereka itu, sebagai hukuman atas apa yang mereka lakukan sebagai
contoh yang menakutkan dari Allah, dan Allah Maha Gagah lagi
Maha Bijaksana. 39. Kemudian barangsiapa yang taubat sesudah
perbuatannya yang zhalim itu dan berbuat baik, maka sesungguhnya
Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun

Sesudah Allah swt. menuturkan kissah Qabil dan Habil, dua
putera Adam, dan menerangkan kekejaman pembunuhan serta
mengikat dengan keras agar iangan memperturutkan nafsu untuk
membunuh, yaitu dengan mengatakan: "Barangsiapa membunuh
seorang, seolah-olah ia membunuh orang banyak". Maka di sini Allah
hendak menuturkan pula bagaimana siksaan dan hukuman yang
ditimpakan kepada orang yang membuat kerusuhan di permukaan
bumi ini, sehingga seolah-olah tidak ada orang lain yang lebih berani
dari dia. Kemudian diterangkan juga di situ hukuman pencuri sebagai
salah satu dari bentuk menodai keamanan di bumi ini, dan dianggap
sebagai salah satu dari macam kerusuhan. Di sini Allah mengadakan
suatu hukuman

yang erat sekali antara hukuman pencurian
dan penyamun dengan dosa pembunuhan.
TAFSIRNYA
1) Menyebut kata "memerangi Allah" di sini adalah majaz. Sebab
Allah swt. tidak mungkin dapat diperangi dan dikalahkan, sebab Allah
bersifat kamal (sempurna) dan bersih dari sifat sama (dengan
makhluk). Jadi perkataannya di sini ada idhafah yang di- buang, yaitu
kata "auliya". Ya'ni: Barangsiapa memerangi wali-wali Allah. Di sini
kata wali itu dinisbahkan kepada Dzat-Nya untuk menunjukkan
betapa besar disanya menyakiti wali-wali Allah itu. Sebagaimana
halnya mengungkapkan fakir dan dhu'afa' kepada Dzat- Nya juga, yaitu
dalam firman-Nya: "Barangsiapa meminjami Allah dengan pinjaman
yang baik...," adalah untuk menganjurkan supaya kita berbelas kasih
kepada fuqara wal masakin itu. Yang senada dengan ini disebutkan
dalam hadits qudsi; Allah berfirman:

yang sempit sekali, karena tuduhan sebagai zindiq (munafiq), dan
setelah ia lama tinggal di penjara itu, lalu ia bersyair:
Kami keluar dari dunia, dan keluar dari berhubungan dengan
penduduk dunia ini, dengan keadaan tidak hidup dan tidak mati.
Kalau polisi penjara itu datang menjenguk kami, pada suatu hari
karena suatu keperluan, kami merasa he ran dan kami katakan:
orang ini datang dari dunia.
3) Az-Zamakhsyari berkata: Perkataan "supaya mereka
menebus dengannya" itu, adalah suatu tamsil tentang kepastian
adzab itu bagi mereka, yang sudah tidak ada jalan lagi untuk selamat

( 03 Li"Hai Ibnu Adam, mengapa Aku minta makan kepadamu
tetapi engkau tidak memberi Aku makan?"
2) Kata "mengasingkan dari bumi" itu, maksudnya dikucilkan
atau dijauhkan, misalnya dengan ditahan/dipenjara. Diriwayatkan
dari Imam Malik, sesungguhnya ia berkata: Kata "mengasingkan" di
situ maksudnya ialah dengan dipenjarakan, di mana penjara itu dapat
meniadakan kebebasan dunia, menuju kesempitan dunia. Seolah-olah
kalau seseorang dipenjarakan, maka berarti dia telah diasingkan dari
bumi ini, karena dengan begitu dia tidak lagi melihat kekasihkekasihnya, dan tidak dapat memanfaatkan sesuatu kelezatan dan
keindahan dunia ini.
Imam Fakhrur Razi berkata: Ketika orang-orang pada
memenjarakan Shalih bin Abdul Quddus dalam sebuah rumah penjara

4Q4 10

-j

dari adzab itu dengan cara apa pun. Diriwayatkan, bahwa Rasulullah
saw. bersabda:

"Kelak di hari kiyamat orang kafir akan ditanya: Bagaimana
pendapatmu seandainya engkau mempunyai emas sepenuh bumi
ini? Apakah engkau akan menebus (untuk membebaskan dirimu)
dengan emas itu? Dia akan menjawab: Ya. Lalu dia akan dijawab:
Se ben amy a engkau diminta yang lebih mudah dari itu, yaitu
hendaknya engkau tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu,
tetapi engkau enggan." (HR Bukhari dan Muslim, dari Qatadah).

4) Didahulukannya kata "pencuri laki-iaki" daripada "pencuri
perempuan" di sini, sedang dalam ayat tentang zina, perempuan
didahulukan daripada laki-iaki, yaitu "azzaniyatu wazzani" (QS An
Nur 2), adalah karena dalam hal pencurian laki- iaki biasanya lebih
maju daripada perempuan, sedang dalam hal zina perempuan lebih
jelek daripada laki-laki. Jadi masing-masing mempunyai kedudukan
sendiri-sendiri.431)
5) Al-Ashmu'i berkata: Aku pernah membaca ayat ini, sedang
ketika itu di sampingku ada seorang baduwi. Lalu sampailah aku pada
ayat "Allah Pengampun Iagi Penyayang" dan itu sangat mudah sekali.
Maka jawab si baduwi itu: Itu perkataan siapa? Kujawab: Itu adalah
kalamullah. Maka baduwi itu berkata: Coba ulang sekali lagi. Lalu
kuulangnya "Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Baduwi itu lalu berkata: Itu bukan kalamullah. Ketika itu aku menjadi
sadar, lalu aku berkata, "Allah Maha Gagah lagi Maha Bijaksana".
Maka jawab baduwi itu selanjutnya: Nah, itu benar, itulah kalamullah.
Kemudian aku balik bertanya: Apakah anda pernah membaca alQur'an? Ia menjawab: Tidak! Aku bertanya lagi: Lalu darimana
engkau bisa mengetahui, bahwa aku keliru? Ia menjawab: Ya ini, Dia
gagah, karena itu lalu Dia memotong tangan. Kalau Dia itu Pengampun
dan Penyayang tidak perlu memotong tangan. 44°)
Aku (ash-Shabuni) berkata: Ini menunjukkan kecerdikan si
baduwi dan betapa eratnya kaitan dan homoginnya permulaan ayat itu
dengan akhirannya.
6) Sebagian orang kafir dalam menentang syari'at potong tangan
ini mengatakan, seraya bersyair:

Menegakkan amanat itulah yang lebih mahal harganya Sungguh
murahnya kerendahan khiyanat. Nalarilah kebijaksanaan Allah
ini.

KANDUNGAN HUKUM
1) Kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai penyamun.
Ayat di atas jelas menunjukkan tentang hukumannya orang
yang memerangi Allah dan Rasul serta merr.buat kerusakan di
permukaan bumi, yaitu dengan diambil tindakan pembunuhan,
disalib, dipotong tangan dan kakinya berselang seling atau
diasingkan dari bumi (tempat dia tinggal). Sekarang yang menjadi
persoalan - dan justru di sinilah yang dipcrselisihkan oleh kaiangan
fuqaha' - yaitu siapa yang disebut memerangi itu?
a. Imam Malik berkata: Yang disebut "orang yang memerangi"
itu, ialah orang yang mendatangi orang lain dengan membawa
senjata dan mengancam mereka, di kota (tempat yang ramai)
ataupun di udik (yang tidak berpenduduk).
b. Abu Hanifah berkata: Orang yang memerangi yang dapat
dikategorikan penyamun itu, ialah orang yang membawa senjata baik
di hutan belantara ataupun di udik (yang tidak berpenduduk).
Adapun di kota, tidak dapat dinamakan penyamun, sebab orang yang
diganggu itu masih mungkin mendapat pertolongan orang lain.
c. Syafi'i berkata: Barangsiapa mencuri besar-besaran di kota
(sekarang dikenal dengan sebutan 'bromocorah' - pen.), dapat
dinamakan sebagai orang yang memerangi. Baik pencuriannya itu
dilakukan di rumah-rumah, di jalan-jalan ataupun di pinggiran kota.
Desa dapat dihukumi kota.
d. Ibnul Mundzir berkata: Al-Qur'an ini berbicara secara
umum, sehingga tidak satu pun golongan yang dapat dikeluarkasn
dari jumlah ayat ini tanpa suatu alasan. Masing-masing dapat
dinamakan memerangi.

Satu tangan karena mencuri 500 uang emas dapat ditebus Tetapi
mengapa dia dipotong hanya mencuri seperempat dinar
Ia dihukum dan kita hanya bisa diam
Kita hanya bisa minta perlindungan kepada Tuhan kami dari
neraka.
Sindiran itu dijawab oleh seorang hukama':

431Lebih lanjut lihat tafsir surat an-Nur, juz II.

11

Aku (ash-Shabuni) berkata: Barangkali pendapat al-Mundzir
inilah yang lebih cocok, karena umumnya ayat tersebut. Sebab
mungkin saja di suatu tempat ada sekelompok manusia (semisal
bromocorah) yang selalu mengancam harta dan nyawa manusia, yang
lebih hebat daripada penyamun di hutan belantara.
2) Apakah ada alternatif dalam hukuman-hukuman tersebut di
atas ini?
Sebagian ulama' berkata: Seorang imam (kepala) boleh
memberikan alternatif hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan itu,
dengan salah satu hukuman-hukuman yang telah ditetapkan Allah:
bunuh, salib, potong tangan dan kaki berselang-seling dan diasingkan,
berdasar zhahir ayat "hendaklah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan
kaki dengan berselang- seling atau diasingkan dari bumi." Demikian
pendapat Mujahid, Dhahhak, dan Nakha'i, yang juga menjadi madzhab
Malik.
Ibnu 'Abbas berkata: Setiap kata "au" (atau) dalam al- Qur'an,
mempunyai pengertian khiyar (memilih).
Segolongan ulama' salaf berkata: Ayat ini menunjukkan tertib
hukuman yang dibagi pada bentuk tindak kejahatan. Maka
barangsiapa yang membunuh dan merampas harta orang, dibunuh dan
disalib. Kalau hanya merampas (mencuri) cukup dipotong tangannya
dan kakinya dengan berselang-seling. Penyamun yang hanya menakutnakuti orang yang sedang berhulu-halang, tetapi dia tidak membunuh
dan tidak merampas harta orang, diasingkan dari tempat tinggalnya.
Begitulah pendapat dalam madzhab Syafi'i dan dua rekan Abu
Hanifah; dan itu pula yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas.
Sedang Abu Hanifah sendiri membawakan ayat ini dalam arti
takhyir (boleh memilih), tetapi tidak mutlaq untuk semua yang disebut
memerangi, bahkan untuk memerangi dalam arti tertentu, yaitu orang
yang membunuh dan merampas harta orang lain. Dalam hal ini imam
(pemimpin) boleh memberikan alternatif dalam empat hal:

menakutkan dan membimbangkan itu justru hanya dipotong
tangannya. Begitulah pendapat Abu Hanifah.
3) Teknik hukuman salib.
Jumurul fuqaha' berpendapat, bahwa imam boleh memilih salah
satu dari macarn hukuman itu, menurut zhahir ayat. Jadi
menurutnya orang yang memerangi Allah dan Rasul itu boleh disalib
(saja), karena firman Allah "atau disalib". Sedang teknik penyaliban,
yaitu disalib dalam keadaan masih hidup, di tempatkan di jalan ray a
selama sehari penuh atau selama tiga hari, untuk memberi peringatan
kepada penjahat-penjahat lainnya. Setclah itu lalu ditusuk dengan
tombak hingga mati. Demikian menurut pendapat madzhab
Malikiyah dan Hanafiyah. Sementara satu golongan berpendapat
tidak pantas disalib sebelum dibunuh, tetapi yang patut penyaliban itu
dilakukan sesudah dibunuh lebih dahulu. Tujuannya supaya sebelum
dibunuh itu masih berkesempatan shalat dan makan serta minum.
Oleh karena itu dia dibunuh dahulu, lalu dishalati dan setelah itu baru
disalib. Demikian menurut madzhab Syafi'iyah.
Imam Stafi'i sendiri berkata: Aku tidak sudi si penjahat itu
dibunuh dalam keadaan tersalib, karena Rasulullah saw. melarang
membunuh orang dengan cara menyakiti.
Al-Alusi berkata: Penyaliban itu dilakukan sebelum dibunuh,
yaitu mereka disalib dalam keadaan hidup lalu perutnya ditusuk
dengan tombak hingga mati.
4)

Bila si pencuri itu dipotong tangannya dan apa saja syaratsyaratnya?

a. Boleh mengambil hukuman potong tangan dan kaki berselangseling dan membunuh.

"Sariqah" (mencuri) dalam bahasa ialah: mengambil harta
orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dan dengan suatu taktik
(helah). Sedang menurut definisi syara' yang ditetapkan para fuqaha'
yaitu: Seorang yang sadar dan sudah dewasa mengambil harta orang
lain dalam jumlah tertentu secara sembunyi-sembunyi dari tempat
penyimpanannya yang sudah maklum (spesial) dengan cara yang
tidak dibenarkan oleh hukum dan tidak karena syubhat.

b. Boleh mengambil hukuman potong tangan dan kaki berselangseling dan menyalib.

Sedang orangnya disebut "sariq", pencuri, karena
mengambil harta itu dengan sembunyi-sembunyi. Perkataan ....

c. Boleh menyalib saja, tanpa potong tangan dan kaki.
d. Boleh mengambil hukuman bunuh saja, sesuai tuntutan
kemaslahatan.
Menurutnya, bunuh atau salib itu harus dipadukan dengan potong
tangan, sebab kejahatannya itu berupa pembunuhan dan merampas
harta, sedang bunuh itu sendiri adalah hukuman bagi pembunuhan dan
potong tangan adalah hukuman bagi perampasan/pencurian. Oleh
karena itu tidak masuk akal kalau hukuman dalam dua hal yang

498

dia

(mencuri pendengaran) - istilah Al-Qur'an
untuk syetan yang ingin mengetahui rahasia catatan manusia - karena
syetan itu mendengarkan catatan itu dengan sembunyi- sembunyi.
Atas dasar definisi itu, maka tidak setiap pencuri itu harus
dipotong tangannya. Tetapi berlaku untuk pencurian oleh orang
tertentu, dalam jumlah tertentu, dari tempat penyimpanan. Inilah
yang dibawa oleh syari'at yang hanif (lurus) itu.

12

Adapun disebutkannya di situ "harus sadar dan dewasa", karena
pencurian itu satu tindak kejahatan (kriminalitas) sedang apa yang
disebut kejahatan itu tidak akan dianggap kaiau tidak sadar dan belum
dewasa, misalnya oleh orang yang gila dan anak kecil yang justru
keduanya itu tidak mukallaf, tidak dikenakan beban agama. Apa yang
mereka kerjakan tidak termasuk dalam daerah taklif yang dapat
dikenakan sanksi hukum. Kalau pencurian itu dilakukan oleh seorang
anak kecil, maka si anak ini tidak dikenakan tindak an potong tangan.
Hanya cukup dihukum ta'zir (hukuman sekedar pengajaran).

"Tidak dipotong tangan pencuri, melainkan dalam seperempat
dinar ke atas. " (HR Muslim).
Dan ini pula yang diriwayatkan dari Abubakar, Umar, Utsman
dan Ali r.h.m.
c. Apa yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, bahwa Nabi saw.
pernah memotong tangan pencuri yang mencuri perisai seharga tiga
dirham. (HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Adapun jumlah ha rang curian yang dikenakan sanksi potong tangan itu,
para ahli fiqih sendiri masih berbeda pendapat:
a. Abu Hanifah dan Tsauri mengatakan: Tidak ada potong tangan,
melainkan mencuri uang sebesar 10 dirham atau barang yang seharga
sepuluh dirham ke atas.
b. Malik dan Syafi'i berkata: Tidak ada potong tangan melainkan
mencuri seperempat dinar atau tiga dirham.
Alasan-alasan:
Abu Hanifah beralasan dengan:
a. Sabda Nabi saw.:
o a^-x. cjj s y
"Tidak ada potong tangan dalam hal yang kurang dari sepuluh
dirham."
b. Apa yang diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas, Ibnu Mas'ud, Ibnu
'Umar dan 'Atha\ semuanya itu mengatakan: Tidak ada potong tangan
melainkan dalam sepuluh dirham.
- Malikiyah dan Syafi'iyah beralasan dengan:
a) Riwayat 'Aisyah r.a., ia berkata:

"Nabi saw. pernah memotong tangan seorang pencuri (yang mencuri)
seperempat dinar ke atas." (HR Abu Daud, Nasai dan Tirmidzi). 432)
b) Hadits Nabi saw., ia bersabda:

432Dalam riwayat Bukhari, berbunyi sbb.:
f-O tjj J^jU-Jl Ag. fi>JL.

'Tangan pencuri itu dipotong karena mencuri seperempat dinar."

498

13

Fadhilatusy Syekh Ali Sayis berkata: Apabila diperhatikan, bahwa
hukuman-hukuman itu dapat dihindari karena syubhat, dan berhatihati (ihtiyath) adalah suatu perkara yang harus diperhatikan, sedang
larangan harus didahulukan daripada mubah, maka kiranya mungkin
pendapat Abu Hanifah-lah yang harus dipakai. Sebab perisai yang
dicuri yang menyebabkan tangan pencurinya dipotong di zaman Nabi
saw. itu, riwayatnya berbeda-beda, ada yang mengatakan seharga tiga
dirham, ada yang mengatakan seharga empat dirham, ada yang
mengatakan seharga lima dirham, ada yang mengatakan seharga
seperempat dinar dan ada pula yang mengatakan seharga sepuluh
dirham. Sedang mengambil harga yang lebih banyak dalam hal ini akan
lebih selamat, sebab harta yang sedikit itu adalah syubhat. Sedang
hukuman itu dapat terhindar karena syubhat. Memberikan ukuran
yang sedikit itu bisa menyebabkan terjadinya hukuman yang kurang
dari sepuluh dirham. Sedang memberikan ketentuan seharga sepuluh
dirham itu dapat menghindarkan hukuman terhadap pencurian yang
kurang dari itu. Padahal larangan harus didahulukan daripada yang
membolehkan.433)
Adapun disebutnya, bahwa barang yang dicuri itu harus dalam
tempat simpanannya, karena ada sebuah hadits Nabi saw.:

Sedang yang dimaksud tempat penyimpanan itu lazimnya tempat
yang biasa dipakai untuk menyimpan barang, seperti rumah, kemah
dan tenda yang dihuni oleh manusia untuk melindungi barang-barang
mereka. Kadang-kadang yang dimaksud tempat penyimpanan itu
ialah si penjaga barang itu sendiri, yang sengaja mengawasi
barangnya itu. Maka jika barang itu dicuri dari si penjaga tersebut, si
pencurinya harus dipotong
"Aku tidur di masjid yang di dekatku (kuletakkan) bajuku seharga
30 dirham. Lalu datanglah seorang laki-laki menyeret pakaian itu
dariku, lalu kutangkap laki-laki itu dan kubawa dia ke tempat Nabi
saw., kemudian Nabi menyuruhnya supaya dipotong (tangannya).
Maka aku bertanya: Apakah akan engkau potong (tangan)nya
hanya karena mencuri (barang seharga) 30 dirham? Kalau begitu
akan kujual barangku itu kepadanya dengan pembayaran
menyusul. Nabi menjawab: Mengapa ini tidak sebelum engkau
serahkan kepadaku? (HR Abu Daud).
Adapun diharuskan tidak ada syubhat, karena ada hadits Nabi
saw. yang mengatakan:

"Hindarilah hukuman-hukuman karena syubhat (dengan) apa

tangannya, karena ada riwayat dari Shafwan bin Umayah, ia
berkata:
"Tidak ada potong (tangan) karena (mencuri) buah-buahan yang
masih bergantung (dipohonnya) dan tidak juga mencuri barang yang
masih di gunung, tetapi kalau sudah disimpan oleh pembawanya atau
oleh tukang tepung. maka barulah ada potong tangan itu dalam
barang yang mencapai seharga perisai. " (HR Malik dalam alMuwaththa' dari Abdullah bin Abdurrahman al-Makki).

yang kamu mampu. "
Hadits ini sudah sangat populer seperti barang yang sudah
otomatis dimengerti. Oleh karena itu seorang hamba tidak dijatuhi
hukuman potong tangan karena mencuri harta tuannya, ayah
karena mencuri harta anaknya, kawan kongsi mencuri harta kawan
sekongsinya, orang yang berhutang mencuri harta dari orang yang
dihutanginya. Semuanya itu karena ada syubhat.

433 Tafsir al-Ahkam oleh Ali Sayis 2:189.

498

14

5) Batas potong tangan.
Firman Allah "maka potonglah tangan mereka" itu, jelas
menunjukkan wajib dipotong tangan si pencuri; dan para fuqaha' pun
telah sepakat, bahwa tangan yang dipotong itu ialah tangan yang
kanan, karena satu qira'ah Ibnu Mas'ud mengatakan:

"Maka potonglah kanan-kanan mereka."
Kemudian para fuqaha' juga berbeda pendapat tentang batas
potong tangan itu:
- Fuqaha' Amshar mengatakan: Potong tangan itu dari batas
pergelangan, bukan dari batas siku, tidak juga dari batas ketiak.
- Al-Khav/arij mengatakan: Batas potong tangan itu sampai
ketiak.
- Satu golongan berpendapat: Batas potong tangan itu hanya jarijarinya saja.
Adapun alasan jumhur ialah riwayat yang mengatakan, bahwa
Rasulullah saw. pernah memotong tangan pencuri dari batas
pergelangan. Begitu juga riwayat dari Ali dan 'Umar ibnul Khaththab
yang juga pernah memotong tangan pencuri sampai batas pergelangan.
Dan inilah yang harus diutamakan.
Tetapi kalau pencuri itu mengulangi mencuri lagi, maka berdasar
kesepakatan fuqaha', dia harus dipotong kakinya yang kiri, karena ada
satu riwayat dari Nabi saw., ia bersabda:

15

"Apabila ada seorang pencuri mencuri, maka potonglah
tangannya, kemudian apabila dia mengulangi lagi, maka
potonglah kakinya yang kiri."
Juga fi'liyah 'Ali dan 'Umar yang pernah memotong tangan
pencuri dan kemudian kakinya yang kiri. Peristiwa itu disaksikan
oleh para shahabat dan tidak seorang pun yang menentangnya. Maka
peristiwa itu dinilai sebagai ijma'.
Dan kalau dia mengulangi lagi yang ketiga kalinya, maka
menurut Hanafiyah dan Hanabilah tidak perlu dipotong, tetapi
barang yang dicuri itu harus menjadi tanggungan pencuri dan dia
dipenjarakan sampai taubat. Tetapi menurut Syafi'iyah dan
Malikiyah, apabila dia mencuri lagi yang ketiga kalinya, maka dia
harus dipotong tangannya yang kiri, dan kalau mengulangi lagi yang
keempat kalinya, maka dipotonglah kakinya yang kanan.
Diriwayatkan, bahwa Abu Hanifah mengatakan: Sesungguhnya
aku merasa malu kepada Allah membiarkan pencuri itu tanpa tangan
yang justru terpakai untuk makan, dan tanpa kaki yang justru buat
jalan. Pendapat inilah yang juga diriwayatkan dari Ali, Umar dan
beberapa shahabat lainnya.
HIKMATUT TASYRP
Islam, dengan syari'atnya yang abadi itu akan selalu melindungi
kehormatan manusia, sehingga dianggapnya perbuatan memusuhi
jiwa manusia, merampas harta dan menodai nama baik manusia itu,
sebagai kejahatan.yang sangat berbahaya yang harus dihukum
dengan setimpal. Kejahatan berupa pembunuhan dan merampas hak
orang serta mengganggu ketenangan dengan pencurian harta,
kesemuanya itu adalah kejahatan yang perlu diberantas dengan tegas
dan keras, sehingga tidak ada lagi penjahat-penjahat di bumi ini yang
akan membuat kerusuhan, dan tidak ada lagi perbuatan-perbuatan
yang mengganggu keamanan seseorang dan masyarakat.
Di sini Islam meletakkan berbagai hukuman terhadap penjahatpenjahat itu, seperti: hukuman bunuh, salib, potong tangan dan kaki,
dan pengasingan. Sedang untuk pencuri itu sendiri diberinya sanksi
potong tangan.

Hukuman-hukuman ini semua dinilai sebagai usaha mengikis habis
kejahatan itu seakar-akarnya, dan diberantasnya kejahatan itu dari
buaiannya, sehingga manusia akan hidup dengan penuh keamanan,
ketenangan dan ketenteraman. Tetapi musuh-musuh kemanusiaan
menganggap besar dan berat atas pembunuhan terhadap pembunuh
dan memotong tangan pencuri. Mereka beranggapan, karena mereka
itu rela menyandang sakit jiwa. Hukuman seperti itu tidak layak bagi
masyarakat modern yang selalu berusaha untuk membentuk kehidupan
yang bahagia dan terhormat. Mereka ini mengharapkan kasih sayang
masyarakat kepada penjahat, tetapi tidak meminta kasih sayang dari
penjahat terhadap masyarakat, yang justru penjahat itu telah
merenggut nyawa manusia dan mengganggu ketenteraman masyarakat,
sehingga masyarakat selalu dicekam oleh rasa takut, takut keamanan
dirinya, hartanya dan nyawanya.
Pikiran-pikiran seperti ini sama sekali tidak rasional dan tidak
logis. Sehingga di beberapa negara banyak terdapat gang- gang yang
merenggut nyawa manusia, menumpahkan darah dan merampok harta
manusia. Kejahatan demi kejahatan teras bermaharajalela, keamanan
terganggu, masyarakat menjadi rusak dan rumah-rumah penjara penuh
dengan penjahat dan penyamun.
Yang sangat mengherankan justru orang-orang Barat yang
menganggap kekakuan dan kekerasan hukum Islam bagi masyarakat
modern sekarang ini, sehingga dihapuslah hukuman qishash, zina dan
potong tangan dan seterusnya itu, justru mereka sendiri berbuat sesuatu
yang dapat memusingkan kepala dan mendebarkan jantung.
Peperangan yang mereka kobarkan, kebiadaban yang mereka lakukan
seperti pembunuhan atas diri orang-orang yang tak berdosa, anak-anak

dan orang perempuan serta rumah-rumah tumbang bersama
penghuninya itu, semua dalam pandangan mereka tidak dianggap
sebagai kebengisan. Kiranya sungguh tepat sekali apa yang
diungkapkan seorang penyair dalam melukiskan logika Barat itu
sebagai berikut:

O 1 . ',

„s

A/ e »

Membunuh seorang di hutan belantara dianggap suatu dosa yang
tidak terampuni. Tetapi membunuh suatu bangsa yang sedang
dalam kedamaian dianggap suatu masalah yang perlu dipikirkan.
Betul, bahwa Islam mensyari'atkan hukuman potong tangan bagi
pencuri dan itu adalah hukuman yang kejam, tetapi justru dengan itu
akan melindungi harta dan nyawa manusia. Tangan jahat yang
dipotong itu adalah anggota yang menjadi sumber penyakit, karena
itu tidak patut tangan seperti itu dibiarkan qienularkan penyakit ke
seluruh badan. Tetapi sungguh akan lebih baik kalau anggota seperti
itu dihabiskan saja supaya seluruh badan bisa selamat. Satu tangan
saja sudah cukup menjamin untuk membuat penjahat-penjahat itu
grogi serta menahan permusuhan dan membuat masyarakat dalam
situasi aman dan tenteram. Kalau begitu mana yang lebih dapat
melindungi jiwa, harta dan nyawa. Syari'at mereka ataukah syari'at
Allah yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu itu?

430) Tafsir al-Qurthu

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

HUBUNGAN IMPLEMENTASI PERAWAT TENTANG PATIENT SAFETY DENGAN RESIKO CEDERA PADA INFANT DAN TODDLER

38 264 22

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP SIKAP TENTANG KORUPSI PADA MAHASISWA

11 131 124

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG DESAIN KEMASAN PRODUK DENGAN INTENSI MEMBELI

9 123 22

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA MEREK AIR MINUM MINERAL "AQUA-versus-INDOQUALITY" (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 04.PK/N/HaKI/2004)

2 65 91

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215