ANALISIS METODE PRODUKSI DIMETIL ESTER T

ANALISIS METODE PRODUKSI DIMETIL ESTER TEREFTALAT (DMT)
PROSES ESTERIFIKASI
Rhoma Dhianah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
[email protected]

I.

PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara yang berkembang dan
melaksanakan banyak pembangunan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor Industri. Industri kimia adalah contoh dari sektor industri yang sedang dikembangkan di Indonesia, dan diharapkan mampu memberikan suatu kontribusi yang besar bagi pendapatan
negara. Namun pelaksanaannya banyak bahan baku yang digunakan masih tergantung pada impor luar negeri yang cukup besar
dibandingkan dengan ekspornya. Salah satu usaha untuk mengatasi
ketergantungan pada impor tersebut yakni dengan mendirikan pabrik
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Industri polimer, merupakan salah satu industri yang berkembang
pesat di Indonesia, dimana menghasilkan bahan-bahan polimer untuk
kebutuhan alat-alat rumah tangga, pakaian dan lain-lain. Salah satu bahan dasar yang dibutuhkan pada industri polimer adalah dimetil tereftalat (DMT).
DMT adalah dimetil ester dari asam tereftalat (AT), dengan rumus molekul C6H4(COOCH3)2. Berbentuk kristal dan larut dalam kloroform, dioksan, metanol, etilen diklorid maupun pada senyawa organik
lain.
Adapun sifat fisik dan kimia dari Dimetil ester tereftalat sebagai

berikut :
a. Sifat Fisis :
- Rumus molekul

: p-C6H4(COOCH3)2

1

- Jenis

: Technical grade

- Berat molekul

: 194,18 gram/g.mol

- Fase/ warna

: Kristal berwarna putih


- Kemurnian

: 94 % DMT; 0,002 % Metanol; 5,998 % Air

- Ukuran

: 0,3-1,5 mm

- Specific gravity

: 1,283 (25°C)

- Triple point

: 140,64°C

- Titik didih

: 284°C


- Titik leleh

: 141°C

- Kelarutan (100 gr methanol) 25°C: 1,0 gram ; 60°C : 5,7 gram
- Tekanan uap

: 148°C : 1,3 kPa
210°C : 13,3 kPa
233°C : 26,7 kPa
258°C : 53,3 kPa
284°C : 101,3 kPa

b. Sifat kimia: Jika bereaksi dengan etilen glikol akan mengalami
polimerisasi membentuk polietilen tereftalat.

Gambar 1. Struktur bangun Dimetil ester tereftalat
DMT adalah senyawa ester yang berbentuk kristal. DMT diproduksi
dari hasil esterifikasi asam tereftalat (AT) dengan metanol dengan
bantuan


katalisator.

Ada beberapa proses esterifikasi yang telah

dikembangkan yaitu ( Mc. Ketta, 1982 ):

2

1. Esterifikasi AT dan metanol dalam fase cair dengan menggu nakan katalis asam sulfat. Reaksi berlangsung 2-3 jam pada suhu
150°C dan tekanan yang tinggi. Proses ini berlangsung lama
sehingga ester yang terbentuk banyak terurai akibat panas dan
butuh pemurnian yang khusus untuk memisahkan hasil dengan
katalis.
2. Esterifikasi AT dan methanol dalam fase gas dengan
nakan katalis alumina aktif pada

reaktor

menggu-


fixed bed. Reaksi

berlangsung pada suhu 300-330°C dengan tekanan 1 atm.

Gambar 2. Reaksi Esterifikasi Asam Terephthalic dengan Metanol
Ketersediaan bahan baku, merupakan prioritas yang harus
diperhatikan untuk menjamin berlangsungnya produksi yang akan
didirikan. Bahan baku harus tersedia secara periodik dalam jumlah
yang cukup. Pada pembuatan DMT, menggunakan bahan baku asam
tereftalat dan metanol. Asam tereftalat diperoleh dari PT Mitsubishi
Chemical Indonesia di Cilegon Banten yang berkapasitas 640.00
ton/tahun. Sedangkan metanol diperoleh dari PT Kaltim Metanol Industry di

Bontang

ton/tahun,

dan


Kalimantan

Timur

tidak menutup

yang

berkapasitas

kemungkinan

640.000

bahan-bahan

baku

tersebut diperoleh dari pabrik-pabrik lain. Adapun pabrik-pabrik DMT
yang telah didirikan di luar negeri, yaitu :


3

Tabel 1. Pabrik DMT di luar negeri

DMT digunakan untuk memproduksi poliester jenuh, antara lain
untuk industri ( Mc. Ketta, 1982 ):
1. Polyethylene Terephthalate (PET)
Lebih dari 90 % DMT digunakan sebagai bahan baku PET,
Kebutuhannya pada tahun 1992 berkisar 12,6×106 ton. PET
ini digunakan untuk memproduksi textile dan fiber yang kebutuhannnya sekitar 75 %, food and beverage containers 13
%, dan film untuk audio, video, fotografi kebutuhannya sebesar 7 %.
2. Polybutylene Terephthalate (PBT)
PBT ini digunakan untuk memproduksi molding resin, solvent
free-coatings, electrical insulating varnishes, aramid fibers, dan
adheshives.
II.

PEMBAHASAN
Perbandingan proses produksi dilakukan untuk menentukan

teknologi mana yang lebih efektif dan efisien dalam proses produksi
dimetil ester tereftalat. Proses yang dibandingkan adalah proses esterifikasi AT dan metanol dalam fase cair dengan menggunakan
katalis asam sulfat dengan proses esterifikasi AT dan metanol dalam
fase gas dengan menggunakan katalis alumina aktif.
2.1

Proses esterifikasi asam tereftalat dan metanol dalam fase

4

cair dengan menggunakan katalis asam sulfat
Pada tahun 1949, proses pembuatan DMT dengan cara esterifikasi AT ini dikembangkan pertama kali oleh Dupont dan ICJ, Eastman Kodak dan Am°C o. Proses ini diawali dengan pencampuran
bahan baku dalam mixer, lalu dimasukkan pada reaktor Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) yang berlangsung pada kondisi suhu 250-300°C dan tekanan 15 atm, dimana metanol
dibuat

berlebih.

Untuk

mempercepat


reaksi digunakan katalis

asam sulfat dan diperoleh konversi sebesar 98%. Produk yang
keluar dari reaktor dimurnikan terlebih dahulu dengan serangkaian alat, yakni menara distilasi serta merecycle sisa reaktan ke
dalam mixer. Selanjutnya
tinggi

diambil

produk

yang

mempunyai

kemurnian

sebagai hasil atas menara distilasi, kemudian di


kristalisasi dengan menggunakan kriztalizer dan kristal basah dikeringkan pada rotary dryer.

Gambar 3. Esterifikasi Terephtalate Acid dalam fase cair
Keterangan : a) Esterifier; b) o-Xilene Scrubber; c) Methanol
kolom;

d) O-xilene recovery coulomb; e) 4-Formylbenzi°C

ester

stripper; f) Purifikation coulomb
Asam tereftalat dapat dihasilkan dan dapat diproses menjadi
dimetil tereftalat yaitu dengan proses esterifikasi dengan metanol
dan dimurnikan dengan proses destilasi. Proses ini membu-

5

tuhkan umpan tereftalat yang mempunyai kemurnian yang tinggi.
Asam tereftalat yang murni dan metanol di mixing dan dipompakan
ke reaktor esterifikasi. O-xylene yang dihasilkan digunakan untuk

meningkatkan proses separasi berikutnya. Proses esterifikasi asam
tereftalat dengan metanol berlangsung pada temperatur 250 –
300 °C tanpa katalis, namun demikian katalis dapat digunakan.
Uap metanol terbawa dengan DMT dan O-xilene dari

reaktor ke

kolom O-xilene scrubber, Over head dari reaktor esterifikasi masuk

ke methanol kolom, dalam kolom ini terjadi pemisahan

methanol, dengan bottom produk yang terdiri dari DMT, O-xilene dan
impuritis. Pada kolom O-xilene recovery, purifikasi DMT terjadi pada
tekanan 10-20 kPa, dan temperatur 200-300 °C. O-xilene dipisahkan,
sedangkan produk tengah 4-formil benzoic dan P-toluic, produk
bawah adalah DMT. Produk tengah dari kolom ini dimasukan
kedalam kolom stripper untuk memisahkan 4- formylbenzoic dan
fraksi berat. Produk bawah dari O-xilene recovery dan kolom
stripper di transfer ke kolom purifikasi. Hasil atas merupakan
produk

utama

yaitu Dimethil Therephtalate sedangkan produk

bawah adalah residu.
Pada proses ini menggunakan Reaktor Alir Tangki Berpengaduk
(RATB) sering juga disebut dengan Continous Stirred Tank Reactor
(CSTR) atau Mixed Flow Reactor. RATB adalah salah satu reaktor
ideal yang berbentuk tangki alir berpengaduk yang biasa digunakan
untuk reaksi homogen atau reaksi yang terjadi dalam satu fase saja.
Contohnya: 1. cair-cair 2. gas-gas Sehingga untuk reaksi fase gas
(non katalitik) reaksinya berlangsung cepat, contohnya pada reaksi
pembakaran Untuk reaksi fase cair (katalitik) reaksinya dalam sistem
koloid.
Keuntungan:
- Pengontrolan suhu mudah sehingga kondisi operasi yang
isotermal bisa terpenuhi.

6

- Mudah
-

dalam

melakukan

pengontrolan

secara

otomatis

sehingga produk lebih konsisten dan biaya operasi lebih rendah.
Terdapat pengaduk sehingga suhu dan komposisi campuran

adalah reaktor yang selalu homogen bisa terpenuhi.
Kerugian :
- Reaksinya berlangsung isotermal sehingga dipakai katalisator
yang aktifitasnya rendah dan butir katalisator kecil sehingga tidak
ada tahanan perpindahan panas

Gambar 4. Continued Stirred Tank Reactor
Reaksi esterifikasi ini berlangsung pada tekanan yang tinggi
dan lama sehingga ester yang terbentuk banyak terurai akibat
dari panas sehingga dibutuhkan pemurnian yang khusus dalam
memisahkan produk dengan katalis.
2.2

Esterifikasi AT dan metanol dalam fase gas dengan
menggunakan katalis alumina aktif
Proses esterifikasi ini dikembangkan oleh A.B Gainer dan L.E.Mc
Makin (US.Patent 3.377.376 dan US.Patent 3.972.912) untuk
suatu perusahaan mobil oil corporation. Reaksi ini berlangsung
pada reaktor fixed bed dalam fase gas dengan menggunakan
katalis alumina aktif (Alumina A + 1% KOH), reaksi ini berlang sung pada suhu 300-330°C dengan tekanan 1 atm, dan diperoleh
konversi sebesar 96-99%.
Proses ini sering dipakai karena lebih ekonomis dan banyak
dikembangkan

secara

komersial,

selain

itu

keuntungan

dari

proses ini adalah pemakaian katalis alumina aktif dapat menekan

7

seminim mungkin terbentuknya hasil samping monoetil tereftalat.
Asam tereftalat yang tidak teresterifikasi bisa di desublimasi dan di
recycle kembali ke reaktor. DMT beserta produk lainnya kemudian
diembunkan dan dipisahkan dari metanol dengan kristalisasi.

Gambar 5. Esterifikasi Terephtalate Acid dalam fase gas
AT yang berbentuk kristal harus disublimasi terlebih dahulu
dengan uap metanol untuk mempurifikasi AT dari zat-zat impurities yang volatilitasnya lebih rendah serta logam-logam yang
tidak tersublimasi. Excess metanol yang digunakan harus sangat
berlebihan untuk menyublimasi AT. AT dan metanol dalam fase gas
ini kemudian diesterifikasi di fixed bed reaktor yang berisikan
katalis alumina aktif. Reaksi berlangsung sangat cepat pada suhu
300-330 °C dengan konversi reaktor bisa mencapai 96-99 % dan
reaksi samping yang sangat sedikit. Suhu reaktor terbatas pada
maksimal 330 °C karena di atas suhu 330 °C akan terjadi minor
disintegration, reaksi samping akan banyak, dan problem teknik
akan muncul. ( US Patent 3,972,912 ) AT yang tidak teresterifikasi bisa didesublimasi dan direcycle kembali ke reaktor. DMT
beserta produk lainnya kemudian diembunkan dan dipisahkan
dari metanol dengan kristalisasi.

8

Pada proses ini menggunakan Reaktor Fixed Bed, yaitu reaktor
dengan menggunakan katalis padat yang diam dan zat pereaksi
berfase gas. Butiran-butiran katalisator yang biasa dipakai dalam
reaktor fixed bed adalah katalisator yang berlubang di bagian tengah,
karena luas permukaan persatuan berat lebih besar jika dibandingkan dengan butiran katalisator berbentuk silinder, dan aliran gas
lebih lancar.

Gambar 6. Reaktor Fixed Bed
Adapun kelebihan dan Kekurangan dari reaktor ini sebagai
berikut:
• Kelebihan:
a. Terjadinya regenerasi secara kontinyu.
b. Reaksinya memiliki efek panas yang tinggi.
c. Suhunya konstan sehingga mudah dikontrol.
• Kekurangan:
a. Partikel mengalami keausan yang dapat menyebabkan
mengecilnya ukuran partikel yang berada di dalam reaktor dan
ikut mengalir bersama aliran gas sehingga perlu digunakan alat
cyclone separators dan aliran listrik yang disambungkan pada
garis antara reaktor dan generator.

9

b. Adanya peningkatan keabrasivan dimana penyebabnya
adalah partikel padat di dalam proses cracking pada fluidized
bed.
c. Tidak mempunyai fleksibilitas terhadap perubahan panas.
2.3

Pemilihan Proses
Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan dari kedua proses diatas, maka proses yang digunakan adalah proses
yang kedua, yaitu Esterifikasi asam tereftalat dan metanol dalam
fase gas dengan menggunakan katalis alumina aktif pada reaktor
fixed bed. Pemilihan ini didasarkan pada kelebihan proses ini, jika
dibandingkan dengan proses lainnya, yaitu:
a. Biaya bahan baku murah.
b.

Pengoperasian mudah karena menggunakan proses yang
sederhana

c. Proses tanpa oksidasi cenderung lebih ramah lingkungan.
d. Secara komersial dan ekonomis dapat bersaing dengan
proses lain.
e. Produk yang dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi.
f. Konversi reaksi yang diperoleh mencapai 98 % sehingga secara ekonomis proses ini layak dibuat dalam skala pabrik.
Tabel 2. Perbandingan metode pembuatan Dimetil ester tereftalat
Faktor Teknis
Katalis
Fase
Reaktor
Tekanan

Esterifikasi A
Asam sulfat (H2SO4)
Cair
Continous Stirred Tank

Reactor (CSTR)/RATB
operasi 15

(atm)
Temperatur
erasi (°C)
Konversi hasil

op- 250 – 300
98%

Esterifikasi B
Alumina aktif
gas
Fixed bed reactor
1
300 - 330
99%

10

III. KESIMPULAN
Secara garis besar, terdapat 2 metode esterifikasi dalam proses
produksi dimetil ester tereftalat, yaitu proses esterifikasi

AT

dan

metanol dalam fase cair dengan menggunakan katalis asam sulfat
dan proses esterifikasi AT dan metanol dalam fase gas dengan
menggunakan katalis alumina aktif. Bahan baku yang digunakan yaitu
asam tereftalat dan methanol. Analisis terhadap kedua metode tersebut
dilakukan baik dari sisi ekonomi, dampak lingkungan, teknologi proses,
alat proses yang digunakan, kondisi operasi serta nilai konversi yang dihasilkan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dilihat dari segi ekonomi,
dampak lingkungan serta nilai konversi hasil maka proses yang paling
memungkinkan yaitu proses esterifikasi AT dan metanol dalam fase
gas dengan menggunakan katalis alumina aktif. Berdasarkan hasil
analisis, reaksi pada metode tersebut berlangsung pada tekanan rendah sehingga relative lebih aman dan konversi hasil yang diperoleh
lebih tinggi.
IV.

DAFTAR PUSTAKA
Mc. Ketta and Cunningham, W.A., 1982, ”Enclycopedia Of Chemical
Enggeneering” , 4 ed.,Vol 16, Marcel Dekker Inc., New York.
Andhy,Julianto W.2012. Pra Rancangan Pabrik Dimetil Tereftalat dari
Asam tereftala dan Metanol dengan kapasitas Produksi 60.000
ton/tahun.http://repository.usu.ac.id, (diakses pada 25 Desember
2016).
Hapsarining,W.2014.Pra rancangan pabrik dimetil tereftalat dari asam
tereftalat dan methanol dengan katalis alumina aktif dengan
kapasitas 100.000 ton/tahun.http://eprints.ums.ac.id/31211/26/
NASKAH_PUBLIKASI_PD.pdf.(diakses pada 25 Desember 2016)

11

Anonim.2015.Pra rancangan pabrik asam tereftalat dari Paraxylene
dan
udara kapasitas 300.000 ton/tahun.http://etd.repository.ugm.ac.id.
pdf.(diakses pada 25 Desember 2016)

12