LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN TINGKAT E

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

TINGKAT EFEKTIFITAS PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM
DALAM PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA SINGOSARI

OLEH
FITA EMILIA RAHMAWATI
NIM : 110102096

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ASIA MALANG
JURUSAN AKUNTANSI
APRIL 2013

1

2

TINGKAT EFEKTIFITAS PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM
DALAM PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA SINGOSARI


PRAKTEK KERJA LAPANGAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi

OLEH :
FITA EMILIA RAHMAWATI
NIM : 110102096

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ASIA MALANG
JURUSAN AKUNTANSI
APRIL 2013

3

LEMBAR PERSETUJUAN

TINGKAT EFEKTIFITAS PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM
DALAM PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK

PRATAMA SINGOSARI

OLEH :
FITA EMILIA RAHMAWATI
NIM : 110102096

Diterima dan Disetujui
Pada Tanggal 25 April 2013

Ketua Jurusan Akuntansi

Murtianingsih, S.E.,MM.

Dosen Pembimbing

Murtianingsih, S.E.,MM.

4

LEMBAR PENGESAHAN


TINGKAT EFEKTIVITAS PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM
DALAM PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA SINGOSARI

OLEH :
FITA EMILIA RAHMAWATI
NIM : 10102096

Disetujui
Pada Tanggal …………

Ketua Jurusan Akuntansi

Dosen Pembimbing

Murtianingsih, S.E.,MM.

Murtianingsih, S.E.,MM.
Mengetahui,

Pembantu Ketua I

Sunu Jatmika,S.Kom.

5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemandirian suatu bangsa dapat dilihat dari cara mengelola penerimaan
anggaran negara dalam membiayai pembangunan nasional dan mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Anggaran dana yang diterima oleh negara diperoleh dari
dua sumber, yaitu: penerimaan negara dari sektor pajak dan penerimaan negara
bukan pajak, yaitu sektor migas dan non-migas.
Penerimaan pajak merupakan pemasukan dana yang paling potensial bagi
negara, karena besarnya pajak seiring dengan laju pertumbuhan penduduk,
perekonomian dan stabilitas politik. Apabila pertumbuhan penduduk meningkat,
laju perekonomian terus bertumbuh dan stabilitas politik terwujud, maka jumlah
pajak yang diterima oleh negara juga akan meningkat. Dewasa ini, penerimaan

negara sudah tidak lagi bergantung pada sektor migas dan non-migas, karena
ketika pemerintah bergantung pada penerimaan sektor migas terjadi krisis ekonomi
yang mengakibatkan turunnya penerimaan sektor migas yang disebabkan oleh
turunnya harga minyak dunia per barel yang ditetapkan oleh Organization of
Petroleum Exporting Countries (OPEC), yaitu $147 per barel pada Juli 2008
(www.ciptapangan.com:2009).
Pada saat itu pemerintah menerapkan kebijakan pada penerimaan dari sektor
pajak yang memiliki otoritas penuh dari pemerintah dan berdasarkan penjelasan

6

umum Undang-Undang (UU) No 6/83 yang telah diubah dengan UU No.16/00
tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan disebutkan bahwa kegiatan
perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan dan peran serta rakyat dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Secara umum, pajak di Indonesia dibedakan menjadi Pajak Pusat dan Pajak
Daerah. Pajak Pusat dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat
Jenderal Pajak – Departemen Keuangan dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Sedangkan Pajak Daerah dikelola oleh pemerintah daerah baik
pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga daerah. Pajak pusat meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai,
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sedangkan pajak daerah
meliputi: Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak
Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan dan lain-lain.
Saat ini dalam pemungutan pajak di Indonesia menganut sistem pemungutan
pajak Self Assessment dan Withholding Tax System. Dalam Self Assessment System
wajib pajak diberikan wewenang sepenuhnya, wajib pajak dituntut aktif
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajaknya.
Fiskus dalam hal ini pegawai pajak tidak campur tangan dalam penentuan
besarnya pajak terutang selama wajib pajak tidak menyalahi peraturan yang
berlaku. Dan sistem ini sangat bergantung pada kesadaran wajib pajak sendiri
untuk melakukannya. Akan tetapi dalam penerapannya masih banyak terdapat

7

wajib pajak yang belum mengerti sepenuhnya dan memahami tentang Self
Assessment System tersebut. Oleh karena itu pemerintah juga menerapkan sistem
yang disebut Withholding Tax System. Dimana wewenang berada pada pihak
ketiga, dalam hal ini bukan pegawai pajak dan bukan wajib pajak yang

bersangkutan. Pihak ketiga dapat para pemberi kerja atau konsultan pajak dan
diberi kepercayaan untuk melakukan penghitungan, pemotongan serta penyetoran
pajak ke kas negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut
yang telah disetorkan ke kas negara akan menjadi kredit pajak bagi pihak yang
dipotong dalam hal ini wajib pajak dengan melampirkan bukti pemotongan atau
pemungutan. Withholding Tax System meningkatkan kepatuhan wajib pajak secara
sukarela dalam membayar pajak

karena wajib pajak secara tidak langsung

membayarkan pajaknya. Hal ini berimplikasi pada peningkatan penerimaan negara
menjadi optimal dan negara tidak membutuhkan biaya yang terlalu besar dalam
memungut pajak.
Penerimaan Withholding Tax pada tahun 2010 adalah sebesar Rp. 587,65
triliun, meningkat menjadi Rp.730,418 triliun pada tahun 2011, dan ditargetkan
menjadi Rp. 849,706 triliun untuk tahun 2012 atau 83,61% dari total target
penerimaan pajak tahun 2012 sebesar Rp. 1.016,237 triliun. Mengingat pentingnya
peranan Withholding Tax dalam mengamankan penerimaan negara dari sektor
perpajakan, maka Ditjen Pajak mewajibkan seluruh pemotong dan pemungut pajak
untuk menyetorkan dan melaporkan kewajiban perpajakannya sesuai ketentuan

yang berlaku. (www.pajak.go.id)

8

Berdasarkan keterangan diatas maka dalam menulis Laporan Praktek Kerja
Lapangan (PKL), penulis mengambil judul ”TINGKAT EFEKTIVITAS
PENERAPAN WITHHOLDING TAX SYSTEM DALAM PENERIMAAN
PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SINGOSARI”.
B. Tujuan dan Manfaat PKL
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dimaksudkan untuk meningkatkan
pemahaman tentang ilmu dari teori yang kemudian dapat dipraktekkan dalam
dunia kerja yang sesungguhnya. Meskipun, terkadang antara praktek di lapangan
dengan teori yang didapatkan cukup berbeda, namun dengan adanya kegiatan
praktek kerja lapangan hal ini dapat menambah wawasan serta pengalaman yang
baru.
1. Adapun tujuan dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini diantaranya
adalah :
a. Menerapkan teori yang didapatkan mahasiswa dari dosen di kelas selama
masa perkuliahan di KPP Pratama Singosari.
b. Melatih mahasiswa berpikir logis dan kritis dalam menghadapi perbedaan

kinerja dalam kondisi di lapangan sebenarnya. Sehingga mahasiswa menjadi
terlatih sebelum terjun ke dunia kerja.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa terhadap aspek-aspek di
lapangan yang tidak dijelaskan di perkuliahan.

2. Manfaat dari kegiatan Praktek Kerja Lapangan diantaranya, adalah :
a. Bagi Mahasiswa

9

Menambah wawasan dan pengalaman mengenai kondisi institusi atau
perusahaan, serta permasalahan yang sering ditemui didalam dunia kerja dan
proses pemecahannya. Disamping itu, dapat memperoleh pengalaman kerja
yang relevan dengan teori dalam perkuliahan.
b. Bagi Lembaga
1. Agar dapat menjalin hubungan kerjasama antara Lembaga Pendidikan
STIE ASIA Malang dengan institusi atau perusahaan tempat mahasiswa
melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).
2. Sebagai sarana publikasi mengenai keberadaan lembaga pendidikan
penulis.

3. Bisa menjadi acuan mahasiswa STIE ASIA Malang dalam mendalami
materi yang didapatkan di bangku perkuliahan.
c. Bagi Institusi atau Perusahaan.
1. Memberi kontribusi langsung terhadap pekerjaan karyawan di Institusi
atau Perusahaan tersebut.
2. Sebagai sarana Institusi atau Perusahaan dalam membentuk Sumber Daya
Manusia yang potensial dan memiliki nilai lebih.

C. Metode Pelaksanaan PKL
Pelaksanaan PKL dilakukan penulis di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Singosari Jalan Randuagung No. 12 Singosari – Malang dengan metode
pengumpulan data dan jenis data sebagai berikut:
1. Metode Pengumpulan Data.

10

Dalam

penyusunan


laporan

praktek

kerja

ini

menggunakan

metode

pengumpulan data sebagai berikut :
a. Pengamatan (Observasi)
Observasi adalah metode (cara) pengumpulan data dengan pengamatan
secara langsung dan ikut terjun langsung pada objek yang menjadi bahan
laporan ditempat Praktek Kerja lapangan (PKL).
b. Wawancara (Interview)
Interview adalah metode pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab dengan beberapa pihak terkait dalam kegiatan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) yaitu dengan mengajukan pertanyaaan yang berhubungan
dengan “Tingkat Efektivitas Penerapan Withholding System terhadap
Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singosari”.
c. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari kata Dokumen, yang artinya barang –
barang tertulis. Metode dokumentasi berarti cara pengumpulan data dengan
melihat dokumen yang ada di KPP Pratama Singosari. Misalnya : Struktur
Organisasi, arsip-arsip, berkas-berkas mengenai perusahaan atau instansi
tersebut.
d. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku yang ada
hubungannya dengan judul dan masalah yang dibahas di dalam laporan
tugas akhir untuk memperoleh data yang dapat dipergunakan sebagai
landasan teori dan melengkapi isi laporan.
e. Jenis Data.
1. Data Primer

11

Data Primer yaitu data yang dikumpulkan peneliti secara langsung
melalui obyek penelitian dengan melakukan wawancara dengan staff
dan pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singosari dan
pengamatan secara langsung aktivitas di tempat PKL (Praktek Kerja
Lapangan).
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari mempelajari
literature buku-buku yang ada kaitannya dengan bidang yang ditulis dan
artikel dari internet yang berkaitan dengan ‘Withholding System Tax’.

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang akan dibahas sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Berisi pembahasan mengenai latar belakang, tujuan dan
manfaat PKL, metode pelaksanaan PKL, dan sistematika

BAB II

penulisan laporan PKL.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dipaparkan beberapa teori dasar yang
digunakan meliputi Pengertian Pajak, Sistem Pemungutan
Pajak Withholding Tax System, Manfaat Withholding Tax

BAB III

System, serta Pengaruh Penerapan Withholding Tax System.
PELAKSANAAN PKL

12

Bab pelaksanaan PKL ini akan membahas hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan praktek kerja lapangan yang
dilakukan KPP Pratama Singosari yang meliputi: Lokasi
Pelaksanaan PKL, Gambaran Umum Objek PKL, Kegiatan
yang dilaksanakan selama PKL, Permasalahan Kegiatan PKL
(Praktek Kerja Lapangan), Pembahasan dan Evaluasi Hasil
Kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan).
BAB IV

PENUTUP
Berisi kesimpulan dari pelaksanaan PKL dan saran-saran yang
dibuat dari hasil laporan yang telah penulis susun agar
bermanfaat bagi pengembangan lebih lanjut.

13

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Pengertian Efektivitas
Effendy (1989:14) menjelaskan ”Komunikasi yang prosesnya mencapai
tujuan yang direncanakan sesuai dengan biaya yang dianggarkan, waktu yang
ditetapkan dan jumlah personil yang ditentukan.”
Agung Kurniawan dalam bukunya Transformasi Pelayanan Publik
menjabarkan bahwa “Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi
(operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya
yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.”
(Kurniawan, 2005:109)

14

Dari penjelasan diatas, efektivitas merupakan suatu konsep untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, menjalankan tugas dan fungsinya agar mendapatkan
hasil yang diharapkan dalam sebuah organisasi.
B. Pengertian Pajak
Menurut P.J.A. Adriani (Waluyo, 2002 : 4 ), menjelaskan bahwa:
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH yang ditulis oleh
Mardiasmo (2011) hal 1 “Perpajakan”, bahwa : “Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat timbal jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Definisi Pajak menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1983 sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir menjadi Undang-Undang No.28 Tahun 2007
Pasal 1 angka (1) adalah “ Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
C. Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2011), pajak memiliki dua fungsi diantaranya adalah :

15

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai
sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang
sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan
cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui
penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuantujuan tertentu di luar bidang keuangan.
D. Subjek Pajak
Pasal 2 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 mengelompokkan Subjek Pajak
sebagai berikut:
a. Subjek pajak orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia ataupun luar Indonesia.
b. Subjek pajak warisan yang terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

16

merupakan Subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak
yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai Subjek
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut dapat
dilaksanakan.
c. Subjek Pajak Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha
meliputi perseroan terbatas (PT), Persekutuan komanditer (CV), perseroan
lainya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, kongsi, koperasi,
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi
social politik, atau organisasi yang sejenis, lenbaga, bentuk usaha tetap,
dan bentuk badan lainnya termasuk reksa dana.
d. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia, yang berupa:
1) tempat kedudukan manajemen;
2) cabang perusahaan;
3) kantor perwakilan;
4) gedung kantor;
5) pabrik;
6) bengkel;
7) gudang;
8) ruang untuk promosi dan penjualan;
9) pertambangan dan penggalian sumber alam;

17

10) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
11) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
12) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
13) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
14) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
15) Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi
asuransi atau menanggung resiko Indonesia; dan
16) Computer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
E. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima

atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
c. Laba usaha.
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

18

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
h.
i.
j.
k.

koperasi.
Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. Premi asuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dar anggotanya yang terdiri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan, dan
s. Surplus Bank Indonesia.

F. Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia
Berdasarkan sejarah, sistem pemungutan pajak yang pernah dilaksanakan di
Indonesia adalah :
1. Official Assessment System
Sistem ini merupakan system pemungutan pajak yang member wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang kepada fiskus.

19

b. Wajib pajak bersifat pasif
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2. Self Assessment System.
Suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada wajib pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib
pajak sendiri.
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang.
c. Fiskus tidak ikut campur tangan dan hanya mengawasi.
3. Withholding Tax System
Suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya :
Wewenang besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain
fiskus dan wajib pajak dalam hal ini pemberi kerja ataupun konsultan pajak.
G. Pengertian Withholding Tax System
Withholding Tax System adalah suatu sistem pemungutan pajak di mana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada
pada pihak ketiga dan bukan oleh fiskus maupun oleh Wajib Pajak itu sendiri.
(Judisseno, 2005:25)

20

Sistem Withholding Tax System menekankan pemberian kepercayaan kepada
pihak ketiga, di luar fiskus, yaitu pemberi penghasilan atau konsultan pajak untuk
melakukan penghitungan, pemungutan atau pemotongan pajak atas penghasilan
yang diberikan sesuai dengan prosentase tertentu dari jumlah penghasilan. Jumlah
pajak yang dipungut atau dipotong oleh pihak ketiga tersebut dalam hal ini
pemberi kerja kemudian disetorkan kepada kas negara melalui penyetoran pajak
seperti aktivitas yang dilakukan pada Self Assessment System dalam jangka waktu
tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-undang. Nantinya jumlah yang
disetorkan ke kas negara tersebut akan dapat diperhitungkan kembali oleh Wajib
Pajak yang penghasilannya dipotong atau dipungut dengan melampirkan bukti
pemotongan atau pemungutan yang diberikan oleh pihak ketiga saat transaksi
penerimaan penghasilan. (www.ervinanurfajaria.blogspot.com)
Sistem Withholding Tax di Indonesia diterapkan pada mekanisme
pemotongan/pemungutan

Pajak

Penghasilan

(PPh).

Istilah

pemotongan

dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi
penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan
sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya
(misal: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23). Sedangkan yang dimaksud dengan
pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran yang
berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misal: PPh
Pasal 22). (www.pajak.go.id)
H. Jenis-jenis Penghasilan yang Termasuk Withholding Tax System

21

Penerapan withholding tax system di Indonesia seperti yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008,
tidak hanya terbatas atas penghasilan dari pekerjaan (employment income) seperti
gaji dan upah (PPh pasal 21); penghasilan dari modal (passive income) seperti
deviden, bunga, sewa dan royalti (PPh pasal 23 dan 26), tetapi juga diperluas
terhadap penghasilan dari usaha (bussines income). Bahkan, terhadap transaksi
yang bukan penghasilan, seperti pembayaran kepada badan-badan pemerintah
pdan impor atau kegiatan usaha dibidang tertentu (PPh pasal 22). Pengaturan atas
jenis-jenis penghasilan dan transaksi yang dikenakan withholding tax tidak
seluruhnya diatur oleh Undang-undang PPh, tetapi banyak didelegasikan kepada
Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak.
Jenis-jenis pajak penghasilan yang termasuk dalam Wihholding Tax System
sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
adalah, sebagai berikut:
1. Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh 21)
Pajak yang objek pengenaannya berupa gaji, berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan pribadi dalam negeri.

22

Dengan batas waktu pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya serta batas
waktu pelaporan tanggal 20 bulan berikutnya.
2. Pajak Penghasilan pasal 22 (PPh 22)
Pajak yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah baik pemerintah pusat,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga- lembaga
pemerintah lainnya berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang,
dan badan-badan tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain. Dengan
batas waktu pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya serta batas waktu
pelaporan tanggal 20 bulan berikutnya.
3. Pajak Penghasilan pasal 23 (PPh 23)
Wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima
atau memperoleh penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau
penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21 akan
dipotong oleh pemotong PPh pasal 23 yang ditunjuk. Dengan batas waktu
tanggal 10 bulan berikutnya serta batas waktu pelaporan tanggal 20 bulan
berikutnya.
4. Pajak Penghasilan pasal 24 (PPh 24)
Dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung berdasarkan seluruh
penghasilan yang diterima dan diperoleh termasuk penghasilan dari luar
negeri. Pajak yang dibayar atau yang terhutang diluar negeri atas penghasilan
luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terhutang dalam tahun pajak yang sama.
5. Pajak Penghasilan 25 (PPh 25)

23

Pembayaran pajak penghasilan secara angsuran, yang dimaksudkan untuk
meringankan beban wajib pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam
satu tahun pajak. Wajib pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan
terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap
bulan.

6. Pajak Penghasilan pasal 26 (PPh 26)
Pajak Penghasilan yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar
negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia. Dengan batas waktu
pembayaran tanggal 10 bulan berikutnya serta batas waktu pelaporan tanggal
20 bulan berikutnya.
7. Pajak Penghasilan pasal 29 (PPh 29)
Pelunasan pajak penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada
akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar
dari jumlah total pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit
pajak.
8. Pajak Penghasilan pasal 4 ayat 2 (PPh Final)
Pajak penghasilan atas penghasilan bersifat pasif, meliputi bunga deposito
atau tabungan, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
penghasilan tertentu yang pengenaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

24

Pemungutan pajak penghasilan ini bersifat final, yang berarti hanya satu kali
pungut dan tidak dapat menjadi kredit pajak. Dengan batas waktu pembayaran
tanggal 10 bulan berikutnya serta batas waktu pelaporan tanggal 20 bulan
berikutnya.

I. Manfaat Withholding Tax System
Manfaat withholding tax system antara lain, dapat meningkatkan kepatuhan
secara sukarela karena pembayar pajak secara tidak langsung telah membayar
pajaknya,

pengumpulan

pajak

secara

otomatis

bagi

pemerintah

tanpa

mengeluarkan biaya, menigkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan objek
pajak), merupakan penerapan prinsip convenience of tax system, serta
meningkatkan penerimaan pajak (optimalisasi perluasan obyek pajak). (Mansury,
2003:188)
Withholding Tax System selain memperlancar masuknya dana ke kas Negara
tanpa intervensi fiskus juga dapat menghemat biaya administrasi pemungutan
(administrative cost), seperti pada self assessment, wajib pajak yang dipotong atau
dipungut pajaknya secara tidak terasa telah memenuhi kewajiban perpajakannya.
(Nurmantu, 2003:111)
J. Contoh Model Withholding Tax System
Gambar 1
Model Withholding Tax System
2
Self Assessment
System

Wajib Pajak
(Pihak II)

25

Fiskus (Pihak
I)

Official Assessment
System 1
Perusahaan/Instansi
Pemberi Kerja
(Pihak III)

Withholding
Tax System
3

Sumber (Nurmantu, 2003: 112)
Pihak pertama (Pihak I) adalah fiskus, sebab fiskuslah yang mempunyai
wewenang untuk memungut pajak dari Wajib Pajak (Pihak II) dalam Official
Assessment System, namun dalam Self Assessment System Wajib Pajak (Pihak II)
menyetorkan besaran pajak kepada fiskus (Pihak I). Sedangkan dalam Withholding
Tax System, Perusahaan pemberi kerja (Pihak ke III) menyetorkan pajak yang telah
dipotong dari Wajib Pajak (Pihak I) untuk disetorkan ke fiskus (Pihak III).

26

BAB IV
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya dan kegiatan yang telah
dilaksanakan selama PKL di Kantor Pelayanaan Pajak Pratama Singosari, penulis
menyimpulkan bahwa dalam penerapan pemungutan pajak dengan Withholding
Tax System pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Singosari cukup efektif dalam
hal meningkatkan penerimaan pajak berdasarkan pada data selama periode 2009
hingga 2010. Namun, masih terdapat adanya kendala dalam pelaksanaannya,
yaitu besarnya pajak kurang bayar yang meningkat selama periode tahun 2011
hingga 31 Oktober 2012. Sehingga, hal ini dapat mempengaruhi target
penerimaan negara terutama pada KPP Pratama Singosari. Hal ini disebabkan
karena faktor ekonomi makro saat itu. Diantaranya PDB yang bertumbuh positif,
tingkat inflasi yang rendah serta peningkatan jumlah penghasilan yang diterima
oleh karyawan. Disamping itu, masih rendahnya tingkat kesadaran wajib pajak
terhadap kepatuhan pajak dengan adanya tidak proporsionalnya perbandingan

27

wajib pajak yang wajib lapor dengan wajib pajak yang telah lapor, sehingga
diperlukan adanya evaluasi lebih lanjut dari kinerja KPP Pratama Singosari.
B. Saran
Dalam pembuatan laporan ini penulis memberi beberapa saran untuk lebih
memajukan dan meningkatkan kinerja dari KPP Pratama Singosari. Diantaranya
adalah perlu adanya sosialisasi kepada wajib pajak maupun pihak ketiga
(pemberi kerja, bendaharawan atau konsultan pajak) melalui sosialisasi langsung
dengan mengundang pemberi kerja, bendaharawan atau konsultan pajak selaku
pihak yang melakukan pemotongan dan pemungutan pajak untuk mendapat
penjelasan yang lebih rinci dari pegawai pajak di KPP Pratama Singosari.
Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi sosialisasi dapat dilakukan melalui
brosur maupun pamflet yang disebar di tempat-tempat umum maupun di KPP
Pratama Singosari. Dengan harapan dari sosialisasi tersebut dapat berlangsung
secara efektif dan tepat sasaran serta target penerimaan negara tercapai. Selain
itu, KPP Pratama Singosari juga dapat merancang sebuah program kerja yaitu
dengan melakukan reminder seara rutin kepada Wajib Pajak untuk melakukan
pelaporan pajak melalui para Account Representative (AR) yang memiliki scope
lebih kecil dan lebih mengetahui tentang kondisi Wajib Pajak sesuai dengan
wilayah kerja dari AR tersebut. Program reminder dapat dilakukan dengan
periode tiga bulan sekali atau enam bulan sekali oleh AR yang bersangkutan
sesuai dengan wilayah kerja.

28

DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi. PT. Mandar Maju. Bandung.
Fajaria, Ervina Nur. 2012. Contoh Makalah Ekonomi Pajak, (Online),
www.ervinanurfajaria.blogspot.com.April 2012. Diakses pada tanggal 1
April 2013 pukul 11.05 wib
Judisseno, Rimsky K, 2005, Pajak dan Strategi Bisnis : Suatu Tinjauan Tentang
Kepastian Hukum dan Penerapan Akuntansi di Indonesia, Edisi
Revisi, Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Kartini dan Partawidjaja. 2009. Minyak melaju, menerjang krisis, (Online),
www.ciptapangan.com. Oktober 2012. Diakses pada tanggal 1 April 2013
pukul 10.35 wib.
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Pembaruan. Yogyakarta.
Mardiasmo, 2011, Perpajakan, Edisi Revisi, Andi : Yogyakarta.
Nurmatu, Safri, 2003, Pengantar Perpajakan, Granit : Jakarta.
R. Mansury, 1992, The Indonesian Income Tax : A Case Study in Tax Reform,
Disertasi, Eramus Universiteit : Rotterdam.
Rusjdh, Muhammad. 2004. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Indeks :
Jakarta.
Waluyo, 2002, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat : Jakarta.
, Perlunya Pembatasan Sistem Withholding Tax atas Penghasilan
Usaha dalam RUU PPh, (Online), www.pajak.go.id . Oktober 2012.
Diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 11.45 wib.

29

, Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2011. (Online).
www.bi.go.id. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 11.30 wib.
, Outlook Perekonomian Indonesia 2012. (Online). www.datacont.co.id.
2012. Diakses pada tanggal 4 Mei 2013 pukul 11.30 wib.