ANALISIS OPTIMASI PEMANFAATAN ECENG GOND
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
ANALISIS OPTIMASI PEMANFAATAN ECENG GONDOK (EICHHORNIA
CRASSIPES) DANAU RAWAPENING SEBAGAI SUMBER ENERGI
TERBARUKAN
AN ANALYSIS OF THE OPTIMIZATION OF THE RAWAPENING WATER
HYACINTH (EICHHORNIA CRASSIPES) UTILIZATION AS A RENEWABLE
ENERGY SOURCE
Arif Billah
IAIN Salatiga
[email protected]
ABSTRACT
Rawapening Lake has undergone many changes that can be seen from the uncontrolled
water hyacinth, even in the dry season, it can cover the surface of the lake up to 70%. The
rapid growth of water hyacinth requires proper handling. The purpose of this research is to
analyze the utilization of water hyacinth in Rawapening lake optimally as renewable energy
source.
Stages in this research are: (1) Preparation stage contains problem identification, how
to analyze optimization of Rawapening lake water hyacinth utilization as renewable energy
source; and literature studies on water hyacinth, Rawapening lake, and renewable energy; (2)
Data Collection Phase about water hyacinth, Rawapening lake, and renewable energy from
water hyacinth. At this stage the researcher conducts field surveys and interviews of local
residents; (3) Data Processing Phase which contains related data processing and data analysis;
and (4) Final Stage, which is the optimization analysis of the utilization of water hyacinth
(Eichhornia crassipes) Rawapening lake as a renewable energy source.
The result of this research: (1) result of analysis indicate that from the 30% of the land
utilization of Rawapening lake for hyacinth area of 8,010,000 m2, it produced potency of
biogas volume per day equal to 142,663,502.232 m3; (2) the potential of methane gas
produced is 92,731,276.451 m3. This gas can be converted into electrical energy of
1,035,808,357.957 kWh/day or equivalent to 1,035,808.358 MWh/day. This value is
equivalent to 310,138,048.331 kg of LPG gas or equivalent to LPG gas production
103,379,349 three kg LPG tube per day; and (3) it is possible to have a natural cultivation of
water hyacinth as a source of renewable energy by continuously controlling and considering
the survival of Rawapening lake ecosystem including sedimentation of Rawapening lake.
1
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Keywords: Rawapening Lake; Water Hyacinth; Renewable Energy
ABSTRAK
Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan yang dapat dilihat dari tidak
terkontrolnya eceng gondok, bahkan pada musim kemarau dapat menutupi permukaan danau
hingga 70%. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang
tepat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan eceng gondok di danau
Rawapening secara optimal sebagai sumber energi terbarukan.
Tahapan dalam Penelitian ini yaitu: (1) Tahap Persiapan berisi identifikasi masalah,
bagaimana menganalisis optimasi pemanfaatan eceng gondok danau Rawapening sebagai
sumber energi terbarukan; dan studi literatur tentang eceng gondok, danau Rawapening, dan
energi terbarukan; (2) Tahap Pengumpulan Data tentang tentang eceng gondok, danau
Rawapening, dan energi terbarukan dari eceng gondok. Pada tahap ini peneliti melakukan
survey lapangan dan wawancara warga sekitar; (3) Tahap Pengolahan Data yang berisi terkait
pengolahan data dan analisa data; dan (4) Tahap Akhir, yaitu hasil analisa optimasi
pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia crassipes) danau Rawapening sebagai sumber energi
terbarukan.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) hasil analisa menunjukkan bahwa dari pemanfaatan
lahan 30 % danau Rawapening untuk lahan eceng gondok seluas 8.010.000 m2 dihasilkan
potensi volume biogas perhari sebesar 142.663.502,232 m3; (2) potensi gas metana yang
dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3. Gas ini dapat dikonversi menjadi energi listrik sebesar
1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan 1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini setara
dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara dengan produksi gas elpiji 103.379.349
tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya; dan (3) dimungkinkan untuk dilakukan adanya
budidaya secara alami eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan dengan tetap
mengontrol dan mempertimbangkan kelangsungan ekosistem danau Rawapening termasuk
sedimentasi danau Rawapening.
Kata kunci: Danau Rawapening; Eceng Gondok; Energi Terbarukan
2
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
PENDAHULUAN
Undang-Undang No 33 Tahun 2007 tentang Energi dalam pasal 20 ayat 4 memuat
bahwa penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pada Pasal 21 ayat 1 memuat bahwa
Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas: (a) mengoptimalkan seluruh potensi daya
energi; (b) mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konversi dan lingkungan;
dan (c) memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan ekonomi daerah
penghasil sumber energi. Beberapa jenis energi terbarukan yang dapat dikembangkan di
Indonesia antara lain energi matahari, geothermal, hydropower , energi pasang surut, energi
angin, hydrogen, gasified coal, biodiesel, bioethanol, dan biogas. Salah satu tumbuhan yang
dapat menghasilkan biogas adalah eceng gondok (Yonathan, 2012). Eceng gondok
(Eicchornia crassipes) merupakan jenis gulma yang pertumbuhannya sangat cepat.
Berdasarkan observasi lapangan dan menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
tahun 2010, secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan yang
dapat dilihat dari tidak terkontrolnya gulma air (eceng gondok), bahkan pada musim kemarau
dapat menutupi permukaan danau hingga 70% dan penurunan volume air danau sebesar
29,34% selama kurun waktu 22 tahun (tahun 1976 – 1998), hal ini juga dikuatkan oleh hasil
penelitian Putri (2017). Keberadaan eceng gondok atau gulma air dalam jumlah yang banyak
hingga menutupi permukaan perairan akan menyebabkan jumlah cahaya yang masuk ke
dalam air berkurang tingkat kelarutan oksigen dalam air juga berkurang, sehingga jenis
binatang air seperti ikan akan berkurang. Satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari
mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2 (Gutierrez, Ruiz, Uribe, & Martinez, 2001).
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang tepat.
Meningkatnya eceng gondok juga menyebabkan pendangkalan Danau Rawapening. Jika
permasalahan tersebut dibiarkan, maka diprediksi pada tahun 2021 Danau Rawapening akan
menjadi daratan (Tri Retnaningsih, Shalihuddin Djalal, Sutikno, Hadisusanto, & Gell, 2012).
Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 telah
menghasilkan Kesepakatan Bali 2009 antara sembilan menteri tentang pengelolaan danau
berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Kesepakatan Bali 2009
menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan
3
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas
berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen Pemda dan masyarakat
dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman
hayati, dan tingkat resiko bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau,
Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani,
Batur, Rawa Danau, dan Rawapening (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
Berpijak pada paparan di atas, bahwa kemanfaatan eceng gondok yang dapat
dioptimasi sebagai sumber energi terbarukan sekaligus sebagai solusi alternatif untuk
mengendalikan pertumbuhannya di Danau Rawapening maka peneliti memandang perlu untuk
dilakukan kajian tentang analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok di Rawa Pening sebagai
sumber energi terbarukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan eceng
gondok di danau Rawapening secara optimal sebagai sumber energi terbarukan.
4
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
METODOLOGI
Lokasi
Penelitian ini berlokasi di Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan 110o 24’
46” BT – 110o 49’ 06” BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 mdpl.
Metodologi Penelitian
Tahapan dalam Penelitian ini yaitu:
Identifikasi Masalah
Bagaimana menganalisis optimasi pemanfaatan Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Danau Rawapening sebagai sumber energi terbarukan
Tahap
Persiapan
Studi Literatur
Mencari referensi tentang eceng gondok, danau Rawapening, dan
energi terbarukan
Tahap
Pengumpulan
Data
Pengumpulan Data
Survey lapangan dan pengumpulan data tentang eceng gondok,
danau Rawapening, dan energi terbarukan dari eceng gondok
Pengolahan Data
Data dari survey lapangan diolah berdasarkan literatur
Tahap
Pengolahan
Data
Analisis Data
Data dianalisa untuk mengetahui besarnya potensi energi terbarukan dari eceng
gondok danau Rawapening
Hasil Penelitian
Tahap
Akhir
Hasil analisa optimasi pemanfaatan Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Danau Rawapening sebagai sumber energi terbarukan
5
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Letak dan Kondisi Danau Rawa Pening
Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan 110o 24’ 46” BT – 110o 49’
06” BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 mdpl. Danau ini terletak 45 km sebelah
selatan Semarang dan 9 km timur laut Salatiga, di segitiga pertumbuhan Yogyakarta,
Surakarta, dan Semarang (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011). Danau Rawapening
menempati empat wilayah Kecamatan, yakni Ambarawa, Banyubiru, Tuntang, dan Bawen
memiliki luas 2.670 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010). Pada tahun 1976, luas
maksimum 2.500 ha dan minimum 650 ha (Goltenboth, 1979). Sedikit peningkatan luas danau
ini kemungkinan sebagai akibat dari semakin luasnya daerah genangan banjir. Hal ini
diperkuat dengan perubahan tataguna lahan, dimana persentase stabil 4% sejak tahun 1972
(Soeprobowati, 2010).
Daerah Tangkapan Air (DAT) atau catchment area merupakan wilayah daratan yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. DTA Rawapening
termasuk dalam Sub-DAS (Daerah Aliran Sungai) Rawapening, yang terdiri dari 9 sub-sub
DAS dengan daerah tangkapan air 28.735,12 Ha (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). SubDAS Rawapening terdiri dari 9 sub-sub – DAS, Di Kabupaten Semarang terdapat 6 sub-DAS,
yaitu Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Tuntang, Getasan dan Jambu. Sebagian kecil DTA
Rawapening berada di wilayah Kota Salatiga, yakni di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan
Argomulyo. tersaji pada tabel 1.
Kabupaten
Semarang
Tabel 1. Sembilan Sub-DAS Danau Rawapening
Kecamatan
Kelurahan
Ambarawa
Kelurahan Bejalen, Desa Kupang, Kelurahan
Tambakboyo, Baran, Lodoyong, Ngampin, Pasekan,
Panjang, Pojoksari, Kranggan.
Banyubiru
Rowoboni, Kebumen, Kebondowo, Banyubiru, Desa
Tegaron, Kemambang, Sepakung, Wirogomo, Gedong,
Ngrapah.
Bawen
Desa Asinan, Bawen, Harjosari.
Tuntang
Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa
Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten, Desa Rowosari,
Gedangan, Watuagung.
Getasan
Wates, Doplang, Batur, Tolokan, Samirono, Polobogo,
6
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Ngrawan, Nagasaren, Manggihan, Kopeng, Getasan,
Sumogawe, Tajuk.
Jambu
Brongkol, Genting, Kelurahan, Kuwarasan, Bedono,
Jambu, Kebondalem, Rejosari, Gondoriyo.
Salatiga
Sidorejo
Blotongan, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor, Bugel.
Sidomukti
Kalicacing, Kecandran, Mangunsari, Dukuh.
Argomulyo
Randuacir, Kumpulrejo, Kumpulrejo.
Danau Rawapening memiliki kapasitas tampung air maksimum 65 juta m3 pada
elevasi muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum 25 juta m3 pada elevasi muka air 462,05
m. Pada tahun 1998, volume air danau Rawapening sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas
genangan antara 1.650 sampai 2.770 Ha (Goltenboth & Timotius, 1994). Curah hujan rata-rata
pada daerah tangkapan 2247 mm/tahun (BPS, 2010).
Pemanfaatan Danau Rawapening
Pemanfaatan lahan daerah tangkapan Danau Rawapening adalah tegalan 35%, sawah
18,3%, semak/lahan terbuka 11,6%, permukiman 13,8%, perkebunan 8%, kebun campur
7,8%, rawa/danau 4,5%, penggunaan lahan lainnya 1% (Bappeda Provinsi Jawa Tengah,
2000). Berdasarkan luas pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2009 di daerah Danau
Rawapening untuk sawah adalah 5.539,25 ha; tegal dan kebun 11.264,2 ha; permukiman
4.408,33 ha; perkebunan 2.16,42; rawa 2.623 ha; dan penggunaan lahan lainnya sebesar
1.340,1 ha (BPS, 2010).
Hasil studi karakteristik Rawapening (BalitBang Prov Jateng, 2003) menggambarkan
kebergantungan kegiatan ekonomi masyarakat yang signifikan pada keberadaan Danau
Rawapening. Kebergantungan tersebut dalam wujud memanfaatkan Danau Rawapening
dalam berbagai sektor, yaitu sektor pertanian, irigasi, pariwisata, PDAM, PLTA, perikanan,
pengendali daya rusak air, serta habitat air dan fauna.
Kegiatan sektor pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar berupa penggunaan
lahan pasang surut seluas 822 ha yang berkaitan dengan pengaturan operasi air danau. Air
danau Rawapening yang dipergunakan untuk irigasi sawah seluas 39.277 ha di Kabupaten
Semarang, Demak, dan Grobogan. Daerah irigasi Glapan Barat seluas 8.896 ha (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2011).
Pada sektor pariwisata, saat ini danau Rawapening telah dikembangkan menjadi obyek
wisata alam. Pemandangan danau dan pegunungan yang indah mempunyai daya tarik
7
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
tersendiri. Masyarakat danau Rawapening sebagian bekerja di sektor ini, antara lain
menyewakan perahu, berdagang di sekitar danau, atau menjadi juru parkir. Wisatawan dapat
memanfaatkan perahu untuk menjelajah danau walaupun vegetasi dominan yaitu eceng
gondok masih menjadi pemandangan luas di hamparan danau.
Permasalahan Danau Rawapening
Berdasarkan hasil penelitian Putri (2017), dihasilkan bahwa kelas tutupan lahan badan
air mengalami penurunan luas pada musim hujan (Desember) sebesar 562,022 ha pada tahun
2015 dan 212,704 ha pada tahun 2016. Luas badan air di musim kemarau (Mei) lebih besar
dari musim hujan (Desember) karena kegiatan penyelamatan Danau Rawapening. Luasan
lahan pertanian mengalami penurunan sebesar 3666,642 ha pada bulan Desember 2015 dan
mengalami penurunan pula pada Desember 2016 sebesar 3625,269 ha. Menurunnya luas
pertanian di musim hujan disebabkan lahan pertanian sering tergenang saat musim hujan yang
disebabkan oleh penurunan daya tamping air danau akibat meluasnya persebaran eceng
gondok yang disertai meningkatnya lahan basah saat musim hujan yaitu 333,513 ha pada
Tahun 2015 dan 95,960 ha pada tahun 2016. Lahan vegetasi di musim hujan (Desember) lebih
besar 3891,961 ha daripada musim kemarau (Mei) pada tahun 2015 dan 3740,331 ha pada
tahun 2016. Lahan lahan terbangun disekitar danau Rawapening terus mengalami
peningkatan, dari bulan Mei 2015 hingga Desember 2015 terjadi peningkatan sebesar 3,190
ha dan dari bulan Desember 2015 hingga bulan Mei 2016 terjadi peningkatan sebesar 0,966
ha dan dari bulan Mei 2016 hingga Desember 2016 terjadi peningkatan sebesar 1,682. Hasil
akurasi overall klasifikasi adalah 95,417% sedangkan akurasi kappa adalah 94,218% masuk
dalam rentang 0,81 – 1 sangat kuat yang menunjukkan hubungan yang kuat dengan objek
pada citra Google earth.
Secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan, yang
diindikasikan oleh tidak terkontrolnya pertumbuhan gulma air yang umumnya berkaitan
dengan proses eutrofikasi. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa volume air Danau
Rawapening dalam kurun 22 tahun (tahun 1976–1998) mengalami penurunan 29,34%.
Degradasi kualitas air, sedimentasi yang cukup tinggi dan blooming eceng gondok
mengakibatkan proses pendangkalan danau yang dipercepat. Jika kondisi tidak berubah, maka
diprediksi pada tahun 2021 Rawapening akan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten
Semarang, 2000). Pada tahun 2021 Danau Rawapening diprediksi akan penuh dengan
sedimen dan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000).
8
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Karakteristik Eceng Gondok
Gambar 2. Tanaman Eceng Gondok
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Alismatidae
Ordo: Alismatales
Famili: Butomaceae
Genus: Eichornia
Spesies: Eichhornia crassipes (Mart.) Solms
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter, tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk
oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan
daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir,
kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak
beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut (Rahayu, 2010).
Eceng gondok merupakan gulma yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan
eceng gondok dapat mencapai 1,9 % per hari dengan tinggi 0,3 s.d. 0,5 m (Fikri, 2015). Satu
batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2
(Gutierrez et al., 2001). Eceng gondok memiliki kandungan biomassa selulosa dan
9
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
hemiselulosa yang cukup tinggi terutama pada bagian daunnya, sedangkan untuk kandungan
lignin, protein, dan lipid cukup rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. yang menunjukan
komposisi kimia dari biomassa eceng gondok.
Tabel 2. Komposisi kimia biomassa eceng gondok
Komposisi*
Daun
Batang
Selulosa
28,91
28,23
Hemiselulosa
30,81
26,35
Lignin
4,59
17,44
Protein
20,97
6,80
Lipid
1,79
0,91
Abu
12,95
20,26
Nilai Kalori (KJ/g-BK)
14,93
13,52
*( % Berat Kering)
Sumber: Jun (2006)
Akar
17,07
15,25
14,63
2,60
0,47
49,97
8,46
Potensi Biogas dari Eceng Gondok
Akhiruddin (2009), limbah biomassa Eceng gondok dapat dikonversi menjadi sumber
energi seperti bioethanol dan biogas. Tetapi produksi bioetanol dengan Eceng gondok tidak
efisien, karena perbandingan antara hasil konversi Eceng gondok dengan bahan adalah sangat
kecil. Oleh karena itu biogas lebih cocok menjadi solusi penanganan limbah biomassa Eceng
gondok dan memungkinkan untuk menjadi skala besar nantinya yang digunakan sebagai
solusi energi alternatif.
Sedangkan Astuti (2013), menjelaskan eceng gondok (E. crassipes) merupakan salah
satu biomassa atau bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku biogas dikarenakan memiliki kandungan
karbohidrat dan selulosa.
Produksi Biogas dengan Penambahan Limbah Ternak
Berdasarkan penelitian Astuti (2013), bahan baku isian pembuatan biogas terdiri dari
eceng gondok, kotoran sapi dan air. Pada variasi jumlah eceng gondok terhadap substat yang
digunakan adalah 40 gram, 30 gram, 20 gram, 10 gram, 0 gram dan penambahan kotoran sapi
masing-masing 60 gram dan penambahan air disesuaikan sampai volume total 600 ml
didapatkan perbandingan 40:60:500 dari eceng gondok, kotoran sapi dan air memiliki volume
yang paling optimal yaitu sebesar 125,7 ml biogas pada hari ke 20.
10
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Gambar 3. Produksi Biogas
Sumber: Astuti, 2013
Konversi Biogas Menjadi Listrik
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan karena produksi biogas
peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangan dunia peternakan sapi di
Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied
Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah
mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah
lingkungan (Nurhasanah et al., 2006).
Konversi energi biogas untuk pembangkit tenaga listrik dapat dilakukan dengan
menggunakan gas turbine, microturbines dan Otto Cycle Engine. Pemilihan teknologi ini
sangat dipengaruhi potensi biogas yang ada seperti konsentrasi gas metan maupun tekanan
biogas, kebutuhan beban dan ketersediaan dana yang ada (Saragih, 2010). Sebagai
pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60 s.d.100 W
lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan
Aplikasi
Jenis Sumber Energi
3
1 m Biogas
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Sumber: Wahyuni, 2008.
11
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Sorensen (2007), menjelaskan bahwa 1 kg gas metana setara dengan 6,13 × 107 J,
sedangkan 1 kWh setara dengan 3,6 × 107 J. Massa jenis gas metana 0,656 kg/m3. Sehingga 1
m3 gas metana manghasilkan energi listrik sebesar 11,17 kWh.
Potensi Pemanfaatan Limbah Biogas Eceng Gondok sebagai Pupuk Organik
Kompos kotoran ternak merupakan kunci keberhasilan bagi petani lahan kering. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kompos dengan dosis 9,5 ton/ha, mampu
meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13 ton/ha, dan efek residunya
untuk musim tanam berikutnya, mampu memberikan hasil lebih tinggi yaitu sebesar 2,6
ton/ha (Suntoro, 2001). Peneliti yang lain melaporkan penambahan dengan dosis 30 ton/ha
mampu memberikan hasil padi gogo 5,93 ton/ha (Mertikawati, Suyono, dan Djakasutami.
1999). Untuk tanaman kedelai dilaporkan penggunaan pupuk kandang sapi 20 ton/ha mampu
memberikan hasil biji 1,21 ton/ha (Wiskandar, 2002).
Sedangkan menurut Chalimah (2015), pupuk organik granul dari limbah biogas
(campuran eceng gondok, kotoran ayam, kambing dan ayam-kambing) memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan tanaman tomat (Solanum lycopersicum). dilihat dari parameter
tinggi tumbuhan, diameter batang dan biomassa tanaman tetapi tidak memberikan pengaruh
nyata pada parameter jumlah daun. Pupuk organik granul kotoran kambing paling efektif
terhadap pertumbuhan tanaman tomat, khususnya tinggi tanaman. pupuk organik granul
kotoran ayam memberikan pengaruh pertumbuhan terbaik pada diameter batang dan biomassa
tanaman. Pengaruh perlakuan pemberian pupuk organik granul dari limbah biogas
memberikan pertumbuhan terbaik di banding kontrol.
Dalam penelitian ini, analisis pembuatan biogas mengacu pada penelitian Astuti
(2013) dengan memanfaatkan eceng gondok dan kotoran sapi. Dengan demikian sisa dari
pembuatan biogas dapat dijadikan sebagai bahan utama pembuatan pupuk organik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data literatur dan obeservasi lapangan, di dapat Luas Danau Rawapening
adalah sekitar 2.670 ha dengan luas perairan 7.200 ha. Luas permukaan danau yang tertutupi
eceng gondok di danau Rawapening saat ini adalah 70 dari luas danau yaitu sama dengan
18.690.000 m2. Salah satu manfaat dari penelitian ini adalah dapat menganalisis optimasi
pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan secara berkelanjutan. Dengan
demikian, peneliti menawarkan pemanfaatan 30 % permukaan perairan danau Rawapening
12
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
untuk lahan “budidaya alami” eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan mengingat
pertumbuhannya yang sangat cepat, yaitu mencapai 1,9 % perhari (Fikri, 2015) dan
pertimbangan keberlangsungan ekosistem danau Rawapening.
Dari luas lahan eceng gondok 8.010.000 m2 maka didapat perharinya dapat dipanen
735.077,7 kg eceng gondok basah, sehingga menghasilkan 52.117,009 kg/hari eceng gondok
kering dimana nilai faktor kelembaban eceng gondok adalah sebesar 0,0709 (Rahman, 2016).
Dari jumlah eceng gondok kering tersebut dapat dihasilkan biogas sebesar 142.663.502,232
m3 .
Menurut Rahman (2016), kandungan gas metana yang dapat dihasilkan biogas eceng
gondok sebesar 65 % dari biogas yang dihasilkan. Dengan demikian, jika terdapat biogas
sebesar 142.663.502,232 m3 maka gas metana yang dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3.
Sehingga berdasarkan analisa tersebut dapat dihitung energi listrik dari optimasi pemanfaatan
eceng gondok danau Rawapening sebesar 1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan
1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini setara dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara
dengan produksi gas elpiji 103.379.349 tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya. Analisa data
secara detail tampak pada tabel 4.
Tabel 4. Analisa Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok Danau Rawapening
Tahapan
Nilai
Satuan
Luas Perairan
7.200 Ha
Luas Danau Rawapening
2.670 Ha
Luas Lahan Eceng Gondok
Saat ini (70% dari luas danau)
18.690.000 m2
Pemanfaatan Eceng Gondok
801 Ha
Budidaya EG (30% dari Danau)
8.010.000 m2
Pertumbuhan Eceng Gondok
152.190
(1,9 % perhari)
152.190 m2 per hari
Eceng Gondok Basah
(1 meterpersegi = 4,83 kg)
735.077,7 Kg
Eceng Gondok Kering
52.117,009 Kg
(Nilai Faktor Kelembaban
79.446,66 m3
MF = 0,0709)
79.446.659.954,268 ml
Produksi Biogas
142.663.502.232.165 ml
(0,07 ml EG menjadi 125,7 ml biogas)
142.663.502,232 m3
Gas metana (65 %)
92.731.276,451 m3
13
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Potensi Produksi Energi Listrik
1.035.808.357,957 kWh perhari
1.035.808,358 MWh perhari
Potensi Produksi Elpiji
310.138.048,331 Kg
Potensi Produksi Elpiji 3 kg
103.379.349,444 elpiji/hari
Adapun limbah dari biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan pupuk. Selain sebagai bahan baku untuk menghasilkan biogas dan pupuk, eceng
gondok juga mempunyai manfaat lainnya antara lain sebagai: (1) bahan baku briket (Hendra,
2011); (2) campuran pakan ikan untuk meningkatkan berat badan dan daya cerna protein ikan
nila merah (Muchtaromah, 2006); (3) pakan alternatif itik pengging jantan (Setiyowati, 2013);
(4) media tumbuh untuk mendukung pertanian organik (Sittadewi, 2007); (5) media tanam
untuk pertumbuhan anggrek bulan (Tristania, 2017); (6) media tanam jamur tiram putih
(Nusantara, 2016); (7) Fitoremediasi cadmium (Cd) pada air tercemar (Zumani, 2015); (8)
teknik alternatif dalam pengolahan biologis air limbah asal rumah pemotongan hewan
(Suardana, 2009); (9) katalis dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara anaerobik
(Utami, 2011); (10) sisipan panel berlubang pada akustik panel gedek bamboo (Wijayanti,
2015); dan (11) bahan baku kerajinan tangan sulam pita (Rapitasari, 2016).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber energi
terbarukan dalam penelitian ini adalah: (1) hasil analisa menunjukkan bahwa dari
pemanfaatan lahan 30 % danau Rawapening untuk lahan eceng gondok seluas 8.010.000 m2
dihasilkan potensi volume biogas perhari sebesar 142.663.502,232 m3; (2) potensi gas metana
yang dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3. Gas ini dapat dikonversi menjadi energi listrik
sebesar 1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan 1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini
setara dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara dengan produksi gas elpiji
103.379.349 tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya; dan (3) dimungkinkan untuk dilakukan
adanya budidaya secara alami eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan dengan tetap
mengontrol dan mempertimbangkan kelangsungan ekosistem danau Rawapening termasuk
sedimentasi danau Rawapening.
Saran yang dapat diambil dari analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok sebagai
sumber energi terbarukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya keterpaduan pemanfaatan
eceng gondok sebagai sumber biogas dengan pemanfaatan limbah dari biogas dan
pemanfaatan eceng gondok lainnya; (2) adanya kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan
Masyarakat Rawapening dalam upaya pemanfaatan eceng gondok sebagai energi terbarukan
14
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
secara terpadu demi kesejahteraan masyarakat sekitar danau Rawapening; dan (3) munculnya
komunitas dan pusat kajian danau Rawapening dengan melibatkan masyarakat, peneliti, dan
akademisi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin. (2009). Potensi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia cressipes Solms)
Sebagai Bahan Baku Biogas Tanpa dan dengan Penambahan Lumpur Aktif Sebagai
Inisiator . Universitas Mulawarman: Samarinda.
Astuti, A., Wardhani, Fathurahman, Nur, M., & Suranto. (2011). Pemanfaatan Limbah Eceng
Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Alternatif Media Pertumbuhan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Astuti, N., Soeprobowati, & Budiyono. (2013). Produksi Biogas dari Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes (mart.) Solms) dan Limbah Ternak Sapi di Rawapening. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana, (2008).
Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, (2010).
BalitBang Prov Jateng, (2003). Penelitian karakteristik Rowopening.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, (2005). Penyusunan Action Plan Pengembangan Kawasan
Rawapening. Laporan Akhir. CV. Galihloka Semarang.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah. (2000). Penyusunan rencana pengelolaan kawasan
Rawapening Propinsi Jawa Tengah. BAPPEDA JATENG – Pusat Penelitian
Perencanaan Pembangunan Nasional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
BPS. (2010). Kabupaten Semarang Data Dalam Angka 2010 . Badan Pusat Statistik
Kabupaten Semarang.
BPS. (2010). Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Semarang 2010 . Badan Pusat Statistik
Kabupaten Semarang.
Chalimah, S., & Sulaiman, W. (2015). Uji Potensi Hasil Produksi Pupuk Organik Granul
Limbah Biogas terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum).
University Research Colloquium Universitas Muhammadiyah Surakarta . ISSN 2407918.
15
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Cheng, Jun, Zhou, J., Feng Qi, Binfei Xie, & Kefa Cen. (2006). Biohydrogen Production from
Hyacinth by Anaerobic Fermentation. WHEC 16, 13-16.
Fikri, Ahmad, A., & Muria. (2015). Pengaruh Perbandingan Eceng Gondok dengan Air
terhadap Penyisihan COD dan Padatan pada Produksi Biohidrogen secara Fermentasi
Anaerob Batch Tahap Asidogenesis. JOM FTEKNIK 2(2).
Goltenboth, F. (1979). Preliminary final report. The Rawapening Project. Satya Wacana
Christian University: Salatiga.
Goltenboth, F., & Timotius. (1994). Danau Rawapening di Jawa Tengah, Indonesia . Satya
Wacana University Press: Salatiga. V-2.
Guitierrez, E.L., Ruiz, E.F., Uribe, E.G., & Maertinez, J. (2001). Biomass and productivity of
ater hyacinth and their application in control program. In Biological and integrated
control of water hyacinth Eichornia crassipes. Edited by Julien, M.H.; Hill, M.P.;
Center, T.D.; and Jianqing, D. ACIAR proceeding 102.
Hendra, D., & Nuryana, F. (2011). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk
Bahan
Baku
Briket
sebagai
Bahan
Bakar
Alternatif.
eprints.undip.ac.id/39321/1/34._Artikel_Ilmiah_(Arif_-_Nungki) 220-225.pdf (diakses
tanggal 27 September 2017).
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). (2010). Program danau prioritas nasional tahun
2010–2014. Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). (2011). Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan)
Danau Rawapening. Kementerian Lingkungan Hidup.
Larson, T.M.J. (2002). Kriging Water Levels with a Regional-Linear and Point Logarithmic
Drift. Ground Water 33 (1): 338-35
Mertikawati, Suyono, & Djakasutami. (1999). Pengaruh Berbagai Pupuk Organik Terhadap
Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Vertisol dan Ultisol serta Hasil Padi Gogo. Konggres
Nasional VII. HITI. Bandung.
Muchtaromah. (2006). Pemanfaatan Tepung Hasil Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia
Crassipes) Sebagai Campuran Pakan Ikan Untuk Meningkatan Berat Badan Dan Daya
Cerna Protein Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp) Refleksi Surat Ali Imran 190-191. ElQudwah
(10-2006).
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewjournal&journal=5286&issue=%20El
-Qudwah%20(10-2006). (diakses tanggal 27 September 2017).
Nurhasanah, A., T.W. Widodo., A. Asari, & E. Rahmarestia. (2006). Perkembangan Digester
Biogas
di
Indonesia .
https://ngori.files.wordpress.com/2009/05/perkembangandigester.pdf. (diakses tanggal 27 September 2017).
16
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Nusantara, P., Wahyuni, & Sukarsono. (2016). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dan Penambahan Air Kelapa dalam Media Tanam Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016 Kerjasama Prodi
Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang.
Pemerintah Kabupaten Semarang. (2000). Proyek Perencanaan Tata Lingkungan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Rawapening. PT. Comarindo Mahameru. Semarang.
Putri, R. (2017). Analisis Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Rawapening
dengan Sentinel-1A Tahun 2015-2016. Departemen Teknik Geomatika. Fakultas Teknik
Sipil Dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Rahayu.
(2013).
Data
Eceng
https://www.academia.edu/6683028/Data_Eceng_gondok.
(diakses
September 2017).
Gondok.
tanggal
28
Rahman, R., Febriyanti, & Amalia. (2016). Potensi Substrat Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) sebagai Bahan Baku Tambahan untuk Peningkatan Produksi Biogas.
https://www.researchgate.net/publication/299562203. (diakses tanggal 28 September
2017).
Rapitasari, D. & Amirullah. (2016). IPTEKS bagi Masyarakat (IbM) Pemberdayaan Usaha
Kerajinan Tangan Eceng Gondok “Sulam Pita” Bernilai Ekonomis Tinggi di Kelurahan
Kebraon Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya. Prosiding Seminar Nasional
Ekonomi dan Bisnis. FEB UMSIDA.
Saragih, Budiman R. (2010). Analisis Potensi Biogas untuk Menghasilkan Energi Listrik dan
Termal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan. Universitas Indonesia: Jakarta.
Setiyowati, Mahfudz, & Setiadi. (2013). Analisis Break Even Point dari Pemanfaatan Daun
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terfermentasi sebagai Pakan Alternatif Itik
Pengging Jantan. Agromedia (31)2.
Sittadewi. (2007). Pengolahan Bahan Organik Eceng Gondok Menjadi Media Tumbuh untuk
Mendukung Pertanian Organik. Jurnal Teknik Lingkungan (8)3 hal. 229-234: 1441318X.
Soeprobowati, T. R. (2010). Stratigrafi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi
Sebagai Landasan Pengelolaan Danau. Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional
Limnologi V Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia: Mitigasi Bencana Dan
Peran Masyarakat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Bogor, 28 Juli 2010.
17
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Soeprobowati, T. R. (2010b). Analisis Diatom Protokol Indonesia untuk Rekonstruksi Danau
Rawapening, Jawa, Indonesia . Disertasi Program Doktor Ilmu Lingkungan UGM.
Soeprobowati, T.R., Shalihuddin D.J., Sutikno, Suwarno H., & Peter Gell. (2010). Strategi
Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi Sebagai Landasan Pengelolaan
Danau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V.
Sorensan, Bent. (2007). Renewable Energi Conversion, Transmsision and Storage.
http://197.14.51.10:81/pmb/ENERGETIQUE/Renewable%20Energy%20Conversion%2
0Transmission%20and%20Storage.pdf (diakses tanggal 29 Sepetember 2017).
Suardana, (2009). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhomia crassipes (mart) solm)
sebagai Teknik Alternatif dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar – Bali. Berita Biologi 9(6) Desember 2009.
Tri Retnaningsih, S., Shalihuddin Djalal, T., Sutikno, Hadisusanto, S., & Gell, P. (2012).
Strategi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi sebagai Landasan
Pengelolaan Danau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V Tahun 2010, 102–115.
Tristania, N. (2017). Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Media Tanam untuk
Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp.) Tahap Aklimatisasi. SimkiTechsain Vol. 01 No. 09 Tahun 2017.
Utami. (2011). Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Katalis dalam Pengolahan Limbah
Cair Industri Tahu secara Anaerobik. Berita Litbang Industri Vol. XLVIII No.3
November 2011, pp 16-25.
Wahyuni, Sri. (2008). Analisa Kelayakan Pengembangan Biogas Sebagai Energi Alternatif
Berbasis Individu dan Kelompok. Tesis Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Wijayanti, M., Yahya, I., Kristiani, H., & Muqowi, E. (2015). Analisis Kinerja Akustik Panel
Gedek Bambu dengan Sisipan Komposit Eceng Gondok. Jurnal Fisika dan Aplikasinya .
Volume 11, Nomor 2 Juni 2015.
Wiskandar. (2002). Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di
Lahan Kritis yang Telah Diteras. Konggres Nasional VII.
Yonathan, A., Avianda, R.P., & Bambang, P. (2012). Produksi Biogas Dari Eceng Gondok
(Eicchornia crassipes): Kajian Konsistensi PH Terhadap Biogas Dihasilkan. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol 1, No. 1. hal: 412-416.
Zumani, D., Suryaman, M., & Dewi, S. (2015). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes (mart.) Solms) untuk Fitoremediasi Kadmium (cd) Pada Air Tercemar. Jurnal
Siliwangi (1)1: 2477-3891.
18
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
ANALISIS OPTIMASI PEMANFAATAN ECENG GONDOK (EICHHORNIA
CRASSIPES) DANAU RAWAPENING SEBAGAI SUMBER ENERGI
TERBARUKAN
AN ANALYSIS OF THE OPTIMIZATION OF THE RAWAPENING WATER
HYACINTH (EICHHORNIA CRASSIPES) UTILIZATION AS A RENEWABLE
ENERGY SOURCE
Arif Billah
IAIN Salatiga
[email protected]
ABSTRACT
Rawapening Lake has undergone many changes that can be seen from the uncontrolled
water hyacinth, even in the dry season, it can cover the surface of the lake up to 70%. The
rapid growth of water hyacinth requires proper handling. The purpose of this research is to
analyze the utilization of water hyacinth in Rawapening lake optimally as renewable energy
source.
Stages in this research are: (1) Preparation stage contains problem identification, how
to analyze optimization of Rawapening lake water hyacinth utilization as renewable energy
source; and literature studies on water hyacinth, Rawapening lake, and renewable energy; (2)
Data Collection Phase about water hyacinth, Rawapening lake, and renewable energy from
water hyacinth. At this stage the researcher conducts field surveys and interviews of local
residents; (3) Data Processing Phase which contains related data processing and data analysis;
and (4) Final Stage, which is the optimization analysis of the utilization of water hyacinth
(Eichhornia crassipes) Rawapening lake as a renewable energy source.
The result of this research: (1) result of analysis indicate that from the 30% of the land
utilization of Rawapening lake for hyacinth area of 8,010,000 m2, it produced potency of
biogas volume per day equal to 142,663,502.232 m3; (2) the potential of methane gas
produced is 92,731,276.451 m3. This gas can be converted into electrical energy of
1,035,808,357.957 kWh/day or equivalent to 1,035,808.358 MWh/day. This value is
equivalent to 310,138,048.331 kg of LPG gas or equivalent to LPG gas production
103,379,349 three kg LPG tube per day; and (3) it is possible to have a natural cultivation of
water hyacinth as a source of renewable energy by continuously controlling and considering
the survival of Rawapening lake ecosystem including sedimentation of Rawapening lake.
1
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Keywords: Rawapening Lake; Water Hyacinth; Renewable Energy
ABSTRAK
Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan yang dapat dilihat dari tidak
terkontrolnya eceng gondok, bahkan pada musim kemarau dapat menutupi permukaan danau
hingga 70%. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang
tepat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan eceng gondok di danau
Rawapening secara optimal sebagai sumber energi terbarukan.
Tahapan dalam Penelitian ini yaitu: (1) Tahap Persiapan berisi identifikasi masalah,
bagaimana menganalisis optimasi pemanfaatan eceng gondok danau Rawapening sebagai
sumber energi terbarukan; dan studi literatur tentang eceng gondok, danau Rawapening, dan
energi terbarukan; (2) Tahap Pengumpulan Data tentang tentang eceng gondok, danau
Rawapening, dan energi terbarukan dari eceng gondok. Pada tahap ini peneliti melakukan
survey lapangan dan wawancara warga sekitar; (3) Tahap Pengolahan Data yang berisi terkait
pengolahan data dan analisa data; dan (4) Tahap Akhir, yaitu hasil analisa optimasi
pemanfaatan eceng gondok (Eichhornia crassipes) danau Rawapening sebagai sumber energi
terbarukan.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) hasil analisa menunjukkan bahwa dari pemanfaatan
lahan 30 % danau Rawapening untuk lahan eceng gondok seluas 8.010.000 m2 dihasilkan
potensi volume biogas perhari sebesar 142.663.502,232 m3; (2) potensi gas metana yang
dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3. Gas ini dapat dikonversi menjadi energi listrik sebesar
1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan 1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini setara
dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara dengan produksi gas elpiji 103.379.349
tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya; dan (3) dimungkinkan untuk dilakukan adanya
budidaya secara alami eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan dengan tetap
mengontrol dan mempertimbangkan kelangsungan ekosistem danau Rawapening termasuk
sedimentasi danau Rawapening.
Kata kunci: Danau Rawapening; Eceng Gondok; Energi Terbarukan
2
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
PENDAHULUAN
Undang-Undang No 33 Tahun 2007 tentang Energi dalam pasal 20 ayat 4 memuat
bahwa penyediaan energi baru dan energi terbarukan wajib ditingkatkan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pada Pasal 21 ayat 1 memuat bahwa
Pemanfaatan energi dilakukan berdasarkan asas: (a) mengoptimalkan seluruh potensi daya
energi; (b) mempertimbangkan aspek teknologi, sosial, ekonomi, konversi dan lingkungan;
dan (c) memprioritaskan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan peningkatan ekonomi daerah
penghasil sumber energi. Beberapa jenis energi terbarukan yang dapat dikembangkan di
Indonesia antara lain energi matahari, geothermal, hydropower , energi pasang surut, energi
angin, hydrogen, gasified coal, biodiesel, bioethanol, dan biogas. Salah satu tumbuhan yang
dapat menghasilkan biogas adalah eceng gondok (Yonathan, 2012). Eceng gondok
(Eicchornia crassipes) merupakan jenis gulma yang pertumbuhannya sangat cepat.
Berdasarkan observasi lapangan dan menurut Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
tahun 2010, secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan yang
dapat dilihat dari tidak terkontrolnya gulma air (eceng gondok), bahkan pada musim kemarau
dapat menutupi permukaan danau hingga 70% dan penurunan volume air danau sebesar
29,34% selama kurun waktu 22 tahun (tahun 1976 – 1998), hal ini juga dikuatkan oleh hasil
penelitian Putri (2017). Keberadaan eceng gondok atau gulma air dalam jumlah yang banyak
hingga menutupi permukaan perairan akan menyebabkan jumlah cahaya yang masuk ke
dalam air berkurang tingkat kelarutan oksigen dalam air juga berkurang, sehingga jenis
binatang air seperti ikan akan berkurang. Satu batang eceng gondok dalam waktu 52 hari
mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2 (Gutierrez, Ruiz, Uribe, & Martinez, 2001).
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat memerlukan penanganan yang tepat.
Meningkatnya eceng gondok juga menyebabkan pendangkalan Danau Rawapening. Jika
permasalahan tersebut dibiarkan, maka diprediksi pada tahun 2021 Danau Rawapening akan
menjadi daratan (Tri Retnaningsih, Shalihuddin Djalal, Sutikno, Hadisusanto, & Gell, 2012).
Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 telah
menghasilkan Kesepakatan Bali 2009 antara sembilan menteri tentang pengelolaan danau
berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Kesepakatan Bali 2009
menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan
3
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas
berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen Pemda dan masyarakat
dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman
hayati, dan tingkat resiko bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau,
Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani,
Batur, Rawa Danau, dan Rawapening (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
Berpijak pada paparan di atas, bahwa kemanfaatan eceng gondok yang dapat
dioptimasi sebagai sumber energi terbarukan sekaligus sebagai solusi alternatif untuk
mengendalikan pertumbuhannya di Danau Rawapening maka peneliti memandang perlu untuk
dilakukan kajian tentang analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok di Rawa Pening sebagai
sumber energi terbarukan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan eceng
gondok di danau Rawapening secara optimal sebagai sumber energi terbarukan.
4
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
METODOLOGI
Lokasi
Penelitian ini berlokasi di Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan 110o 24’
46” BT – 110o 49’ 06” BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 mdpl.
Metodologi Penelitian
Tahapan dalam Penelitian ini yaitu:
Identifikasi Masalah
Bagaimana menganalisis optimasi pemanfaatan Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Danau Rawapening sebagai sumber energi terbarukan
Tahap
Persiapan
Studi Literatur
Mencari referensi tentang eceng gondok, danau Rawapening, dan
energi terbarukan
Tahap
Pengumpulan
Data
Pengumpulan Data
Survey lapangan dan pengumpulan data tentang eceng gondok,
danau Rawapening, dan energi terbarukan dari eceng gondok
Pengolahan Data
Data dari survey lapangan diolah berdasarkan literatur
Tahap
Pengolahan
Data
Analisis Data
Data dianalisa untuk mengetahui besarnya potensi energi terbarukan dari eceng
gondok danau Rawapening
Hasil Penelitian
Tahap
Akhir
Hasil analisa optimasi pemanfaatan Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Danau Rawapening sebagai sumber energi terbarukan
5
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Gambar 1. Diagram Alir Tahapan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Letak dan Kondisi Danau Rawa Pening
Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan 110o 24’ 46” BT – 110o 49’
06” BT, dan berada di ketinggian antara 455 – 465 mdpl. Danau ini terletak 45 km sebelah
selatan Semarang dan 9 km timur laut Salatiga, di segitiga pertumbuhan Yogyakarta,
Surakarta, dan Semarang (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011). Danau Rawapening
menempati empat wilayah Kecamatan, yakni Ambarawa, Banyubiru, Tuntang, dan Bawen
memiliki luas 2.670 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010). Pada tahun 1976, luas
maksimum 2.500 ha dan minimum 650 ha (Goltenboth, 1979). Sedikit peningkatan luas danau
ini kemungkinan sebagai akibat dari semakin luasnya daerah genangan banjir. Hal ini
diperkuat dengan perubahan tataguna lahan, dimana persentase stabil 4% sejak tahun 1972
(Soeprobowati, 2010).
Daerah Tangkapan Air (DAT) atau catchment area merupakan wilayah daratan yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. DTA Rawapening
termasuk dalam Sub-DAS (Daerah Aliran Sungai) Rawapening, yang terdiri dari 9 sub-sub
DAS dengan daerah tangkapan air 28.735,12 Ha (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). SubDAS Rawapening terdiri dari 9 sub-sub – DAS, Di Kabupaten Semarang terdapat 6 sub-DAS,
yaitu Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Tuntang, Getasan dan Jambu. Sebagian kecil DTA
Rawapening berada di wilayah Kota Salatiga, yakni di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan
Argomulyo. tersaji pada tabel 1.
Kabupaten
Semarang
Tabel 1. Sembilan Sub-DAS Danau Rawapening
Kecamatan
Kelurahan
Ambarawa
Kelurahan Bejalen, Desa Kupang, Kelurahan
Tambakboyo, Baran, Lodoyong, Ngampin, Pasekan,
Panjang, Pojoksari, Kranggan.
Banyubiru
Rowoboni, Kebumen, Kebondowo, Banyubiru, Desa
Tegaron, Kemambang, Sepakung, Wirogomo, Gedong,
Ngrapah.
Bawen
Desa Asinan, Bawen, Harjosari.
Tuntang
Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa
Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten, Desa Rowosari,
Gedangan, Watuagung.
Getasan
Wates, Doplang, Batur, Tolokan, Samirono, Polobogo,
6
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Ngrawan, Nagasaren, Manggihan, Kopeng, Getasan,
Sumogawe, Tajuk.
Jambu
Brongkol, Genting, Kelurahan, Kuwarasan, Bedono,
Jambu, Kebondalem, Rejosari, Gondoriyo.
Salatiga
Sidorejo
Blotongan, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor, Bugel.
Sidomukti
Kalicacing, Kecandran, Mangunsari, Dukuh.
Argomulyo
Randuacir, Kumpulrejo, Kumpulrejo.
Danau Rawapening memiliki kapasitas tampung air maksimum 65 juta m3 pada
elevasi muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum 25 juta m3 pada elevasi muka air 462,05
m. Pada tahun 1998, volume air danau Rawapening sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas
genangan antara 1.650 sampai 2.770 Ha (Goltenboth & Timotius, 1994). Curah hujan rata-rata
pada daerah tangkapan 2247 mm/tahun (BPS, 2010).
Pemanfaatan Danau Rawapening
Pemanfaatan lahan daerah tangkapan Danau Rawapening adalah tegalan 35%, sawah
18,3%, semak/lahan terbuka 11,6%, permukiman 13,8%, perkebunan 8%, kebun campur
7,8%, rawa/danau 4,5%, penggunaan lahan lainnya 1% (Bappeda Provinsi Jawa Tengah,
2000). Berdasarkan luas pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2009 di daerah Danau
Rawapening untuk sawah adalah 5.539,25 ha; tegal dan kebun 11.264,2 ha; permukiman
4.408,33 ha; perkebunan 2.16,42; rawa 2.623 ha; dan penggunaan lahan lainnya sebesar
1.340,1 ha (BPS, 2010).
Hasil studi karakteristik Rawapening (BalitBang Prov Jateng, 2003) menggambarkan
kebergantungan kegiatan ekonomi masyarakat yang signifikan pada keberadaan Danau
Rawapening. Kebergantungan tersebut dalam wujud memanfaatkan Danau Rawapening
dalam berbagai sektor, yaitu sektor pertanian, irigasi, pariwisata, PDAM, PLTA, perikanan,
pengendali daya rusak air, serta habitat air dan fauna.
Kegiatan sektor pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar berupa penggunaan
lahan pasang surut seluas 822 ha yang berkaitan dengan pengaturan operasi air danau. Air
danau Rawapening yang dipergunakan untuk irigasi sawah seluas 39.277 ha di Kabupaten
Semarang, Demak, dan Grobogan. Daerah irigasi Glapan Barat seluas 8.896 ha (Kementerian
Lingkungan Hidup, 2011).
Pada sektor pariwisata, saat ini danau Rawapening telah dikembangkan menjadi obyek
wisata alam. Pemandangan danau dan pegunungan yang indah mempunyai daya tarik
7
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
tersendiri. Masyarakat danau Rawapening sebagian bekerja di sektor ini, antara lain
menyewakan perahu, berdagang di sekitar danau, atau menjadi juru parkir. Wisatawan dapat
memanfaatkan perahu untuk menjelajah danau walaupun vegetasi dominan yaitu eceng
gondok masih menjadi pemandangan luas di hamparan danau.
Permasalahan Danau Rawapening
Berdasarkan hasil penelitian Putri (2017), dihasilkan bahwa kelas tutupan lahan badan
air mengalami penurunan luas pada musim hujan (Desember) sebesar 562,022 ha pada tahun
2015 dan 212,704 ha pada tahun 2016. Luas badan air di musim kemarau (Mei) lebih besar
dari musim hujan (Desember) karena kegiatan penyelamatan Danau Rawapening. Luasan
lahan pertanian mengalami penurunan sebesar 3666,642 ha pada bulan Desember 2015 dan
mengalami penurunan pula pada Desember 2016 sebesar 3625,269 ha. Menurunnya luas
pertanian di musim hujan disebabkan lahan pertanian sering tergenang saat musim hujan yang
disebabkan oleh penurunan daya tamping air danau akibat meluasnya persebaran eceng
gondok yang disertai meningkatnya lahan basah saat musim hujan yaitu 333,513 ha pada
Tahun 2015 dan 95,960 ha pada tahun 2016. Lahan vegetasi di musim hujan (Desember) lebih
besar 3891,961 ha daripada musim kemarau (Mei) pada tahun 2015 dan 3740,331 ha pada
tahun 2016. Lahan lahan terbangun disekitar danau Rawapening terus mengalami
peningkatan, dari bulan Mei 2015 hingga Desember 2015 terjadi peningkatan sebesar 3,190
ha dan dari bulan Desember 2015 hingga bulan Mei 2016 terjadi peningkatan sebesar 0,966
ha dan dari bulan Mei 2016 hingga Desember 2016 terjadi peningkatan sebesar 1,682. Hasil
akurasi overall klasifikasi adalah 95,417% sedangkan akurasi kappa adalah 94,218% masuk
dalam rentang 0,81 – 1 sangat kuat yang menunjukkan hubungan yang kuat dengan objek
pada citra Google earth.
Secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan, yang
diindikasikan oleh tidak terkontrolnya pertumbuhan gulma air yang umumnya berkaitan
dengan proses eutrofikasi. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa volume air Danau
Rawapening dalam kurun 22 tahun (tahun 1976–1998) mengalami penurunan 29,34%.
Degradasi kualitas air, sedimentasi yang cukup tinggi dan blooming eceng gondok
mengakibatkan proses pendangkalan danau yang dipercepat. Jika kondisi tidak berubah, maka
diprediksi pada tahun 2021 Rawapening akan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten
Semarang, 2000). Pada tahun 2021 Danau Rawapening diprediksi akan penuh dengan
sedimen dan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000).
8
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Karakteristik Eceng Gondok
Gambar 2. Tanaman Eceng Gondok
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Alismatidae
Ordo: Alismatales
Famili: Butomaceae
Genus: Eichornia
Spesies: Eichhornia crassipes (Mart.) Solms
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter, tidak mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk
oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan
daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir,
kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak
beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut (Rahayu, 2010).
Eceng gondok merupakan gulma yang pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan
eceng gondok dapat mencapai 1,9 % per hari dengan tinggi 0,3 s.d. 0,5 m (Fikri, 2015). Satu
batang eceng gondok dalam waktu 52 hari mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2
(Gutierrez et al., 2001). Eceng gondok memiliki kandungan biomassa selulosa dan
9
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
hemiselulosa yang cukup tinggi terutama pada bagian daunnya, sedangkan untuk kandungan
lignin, protein, dan lipid cukup rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. yang menunjukan
komposisi kimia dari biomassa eceng gondok.
Tabel 2. Komposisi kimia biomassa eceng gondok
Komposisi*
Daun
Batang
Selulosa
28,91
28,23
Hemiselulosa
30,81
26,35
Lignin
4,59
17,44
Protein
20,97
6,80
Lipid
1,79
0,91
Abu
12,95
20,26
Nilai Kalori (KJ/g-BK)
14,93
13,52
*( % Berat Kering)
Sumber: Jun (2006)
Akar
17,07
15,25
14,63
2,60
0,47
49,97
8,46
Potensi Biogas dari Eceng Gondok
Akhiruddin (2009), limbah biomassa Eceng gondok dapat dikonversi menjadi sumber
energi seperti bioethanol dan biogas. Tetapi produksi bioetanol dengan Eceng gondok tidak
efisien, karena perbandingan antara hasil konversi Eceng gondok dengan bahan adalah sangat
kecil. Oleh karena itu biogas lebih cocok menjadi solusi penanganan limbah biomassa Eceng
gondok dan memungkinkan untuk menjadi skala besar nantinya yang digunakan sebagai
solusi energi alternatif.
Sedangkan Astuti (2013), menjelaskan eceng gondok (E. crassipes) merupakan salah
satu biomassa atau bahan organik yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku biogas dikarenakan memiliki kandungan
karbohidrat dan selulosa.
Produksi Biogas dengan Penambahan Limbah Ternak
Berdasarkan penelitian Astuti (2013), bahan baku isian pembuatan biogas terdiri dari
eceng gondok, kotoran sapi dan air. Pada variasi jumlah eceng gondok terhadap substat yang
digunakan adalah 40 gram, 30 gram, 20 gram, 10 gram, 0 gram dan penambahan kotoran sapi
masing-masing 60 gram dan penambahan air disesuaikan sampai volume total 600 ml
didapatkan perbandingan 40:60:500 dari eceng gondok, kotoran sapi dan air memiliki volume
yang paling optimal yaitu sebesar 125,7 ml biogas pada hari ke 20.
10
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Gambar 3. Produksi Biogas
Sumber: Astuti, 2013
Konversi Biogas Menjadi Listrik
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan karena produksi biogas
peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangan dunia peternakan sapi di
Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan harga LPG (Liquefied
Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan minyak bakar telah
mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah
lingkungan (Nurhasanah et al., 2006).
Konversi energi biogas untuk pembangkit tenaga listrik dapat dilakukan dengan
menggunakan gas turbine, microturbines dan Otto Cycle Engine. Pemilihan teknologi ini
sangat dipengaruhi potensi biogas yang ada seperti konsentrasi gas metan maupun tekanan
biogas, kebutuhan beban dan ketersediaan dana yang ada (Saragih, 2010). Sebagai
pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60 s.d.100 W
lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan dengan bahan bakar lain
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan
Aplikasi
Jenis Sumber Energi
3
1 m Biogas
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Sumber: Wahyuni, 2008.
11
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Sorensen (2007), menjelaskan bahwa 1 kg gas metana setara dengan 6,13 × 107 J,
sedangkan 1 kWh setara dengan 3,6 × 107 J. Massa jenis gas metana 0,656 kg/m3. Sehingga 1
m3 gas metana manghasilkan energi listrik sebesar 11,17 kWh.
Potensi Pemanfaatan Limbah Biogas Eceng Gondok sebagai Pupuk Organik
Kompos kotoran ternak merupakan kunci keberhasilan bagi petani lahan kering. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kompos dengan dosis 9,5 ton/ha, mampu
meningkatkan hasil biji kacang tanah 38,72 % dengan hasil 2,13 ton/ha, dan efek residunya
untuk musim tanam berikutnya, mampu memberikan hasil lebih tinggi yaitu sebesar 2,6
ton/ha (Suntoro, 2001). Peneliti yang lain melaporkan penambahan dengan dosis 30 ton/ha
mampu memberikan hasil padi gogo 5,93 ton/ha (Mertikawati, Suyono, dan Djakasutami.
1999). Untuk tanaman kedelai dilaporkan penggunaan pupuk kandang sapi 20 ton/ha mampu
memberikan hasil biji 1,21 ton/ha (Wiskandar, 2002).
Sedangkan menurut Chalimah (2015), pupuk organik granul dari limbah biogas
(campuran eceng gondok, kotoran ayam, kambing dan ayam-kambing) memberikan pengaruh
nyata terhadap pertumbuhan tanaman tomat (Solanum lycopersicum). dilihat dari parameter
tinggi tumbuhan, diameter batang dan biomassa tanaman tetapi tidak memberikan pengaruh
nyata pada parameter jumlah daun. Pupuk organik granul kotoran kambing paling efektif
terhadap pertumbuhan tanaman tomat, khususnya tinggi tanaman. pupuk organik granul
kotoran ayam memberikan pengaruh pertumbuhan terbaik pada diameter batang dan biomassa
tanaman. Pengaruh perlakuan pemberian pupuk organik granul dari limbah biogas
memberikan pertumbuhan terbaik di banding kontrol.
Dalam penelitian ini, analisis pembuatan biogas mengacu pada penelitian Astuti
(2013) dengan memanfaatkan eceng gondok dan kotoran sapi. Dengan demikian sisa dari
pembuatan biogas dapat dijadikan sebagai bahan utama pembuatan pupuk organik.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data literatur dan obeservasi lapangan, di dapat Luas Danau Rawapening
adalah sekitar 2.670 ha dengan luas perairan 7.200 ha. Luas permukaan danau yang tertutupi
eceng gondok di danau Rawapening saat ini adalah 70 dari luas danau yaitu sama dengan
18.690.000 m2. Salah satu manfaat dari penelitian ini adalah dapat menganalisis optimasi
pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan secara berkelanjutan. Dengan
demikian, peneliti menawarkan pemanfaatan 30 % permukaan perairan danau Rawapening
12
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
untuk lahan “budidaya alami” eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan mengingat
pertumbuhannya yang sangat cepat, yaitu mencapai 1,9 % perhari (Fikri, 2015) dan
pertimbangan keberlangsungan ekosistem danau Rawapening.
Dari luas lahan eceng gondok 8.010.000 m2 maka didapat perharinya dapat dipanen
735.077,7 kg eceng gondok basah, sehingga menghasilkan 52.117,009 kg/hari eceng gondok
kering dimana nilai faktor kelembaban eceng gondok adalah sebesar 0,0709 (Rahman, 2016).
Dari jumlah eceng gondok kering tersebut dapat dihasilkan biogas sebesar 142.663.502,232
m3 .
Menurut Rahman (2016), kandungan gas metana yang dapat dihasilkan biogas eceng
gondok sebesar 65 % dari biogas yang dihasilkan. Dengan demikian, jika terdapat biogas
sebesar 142.663.502,232 m3 maka gas metana yang dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3.
Sehingga berdasarkan analisa tersebut dapat dihitung energi listrik dari optimasi pemanfaatan
eceng gondok danau Rawapening sebesar 1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan
1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini setara dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara
dengan produksi gas elpiji 103.379.349 tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya. Analisa data
secara detail tampak pada tabel 4.
Tabel 4. Analisa Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok Danau Rawapening
Tahapan
Nilai
Satuan
Luas Perairan
7.200 Ha
Luas Danau Rawapening
2.670 Ha
Luas Lahan Eceng Gondok
Saat ini (70% dari luas danau)
18.690.000 m2
Pemanfaatan Eceng Gondok
801 Ha
Budidaya EG (30% dari Danau)
8.010.000 m2
Pertumbuhan Eceng Gondok
152.190
(1,9 % perhari)
152.190 m2 per hari
Eceng Gondok Basah
(1 meterpersegi = 4,83 kg)
735.077,7 Kg
Eceng Gondok Kering
52.117,009 Kg
(Nilai Faktor Kelembaban
79.446,66 m3
MF = 0,0709)
79.446.659.954,268 ml
Produksi Biogas
142.663.502.232.165 ml
(0,07 ml EG menjadi 125,7 ml biogas)
142.663.502,232 m3
Gas metana (65 %)
92.731.276,451 m3
13
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Potensi Produksi Energi Listrik
1.035.808.357,957 kWh perhari
1.035.808,358 MWh perhari
Potensi Produksi Elpiji
310.138.048,331 Kg
Potensi Produksi Elpiji 3 kg
103.379.349,444 elpiji/hari
Adapun limbah dari biogas dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam
pembuatan pupuk. Selain sebagai bahan baku untuk menghasilkan biogas dan pupuk, eceng
gondok juga mempunyai manfaat lainnya antara lain sebagai: (1) bahan baku briket (Hendra,
2011); (2) campuran pakan ikan untuk meningkatkan berat badan dan daya cerna protein ikan
nila merah (Muchtaromah, 2006); (3) pakan alternatif itik pengging jantan (Setiyowati, 2013);
(4) media tumbuh untuk mendukung pertanian organik (Sittadewi, 2007); (5) media tanam
untuk pertumbuhan anggrek bulan (Tristania, 2017); (6) media tanam jamur tiram putih
(Nusantara, 2016); (7) Fitoremediasi cadmium (Cd) pada air tercemar (Zumani, 2015); (8)
teknik alternatif dalam pengolahan biologis air limbah asal rumah pemotongan hewan
(Suardana, 2009); (9) katalis dalam pengolahan limbah cair industri tahu secara anaerobik
(Utami, 2011); (10) sisipan panel berlubang pada akustik panel gedek bamboo (Wijayanti,
2015); dan (11) bahan baku kerajinan tangan sulam pita (Rapitasari, 2016).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan dari analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok sebagai sumber energi
terbarukan dalam penelitian ini adalah: (1) hasil analisa menunjukkan bahwa dari
pemanfaatan lahan 30 % danau Rawapening untuk lahan eceng gondok seluas 8.010.000 m2
dihasilkan potensi volume biogas perhari sebesar 142.663.502,232 m3; (2) potensi gas metana
yang dihasilkan sebesar 92.731.276,451 m3. Gas ini dapat dikonversi menjadi energi listrik
sebesar 1.035.808.357,957 kWh/hari atau setara dengan 1.035.808,358 MWh/hari. Nilai ini
setara dengan 310.138.048,331 kg gas elpiji atau setara dengan produksi gas elpiji
103.379.349 tabung elpiji bermassa 3 kg perharinya; dan (3) dimungkinkan untuk dilakukan
adanya budidaya secara alami eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan dengan tetap
mengontrol dan mempertimbangkan kelangsungan ekosistem danau Rawapening termasuk
sedimentasi danau Rawapening.
Saran yang dapat diambil dari analisis optimasi pemanfaatan eceng gondok sebagai
sumber energi terbarukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya keterpaduan pemanfaatan
eceng gondok sebagai sumber biogas dengan pemanfaatan limbah dari biogas dan
pemanfaatan eceng gondok lainnya; (2) adanya kerjasama antara Pemerintah Daerah dengan
Masyarakat Rawapening dalam upaya pemanfaatan eceng gondok sebagai energi terbarukan
14
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
secara terpadu demi kesejahteraan masyarakat sekitar danau Rawapening; dan (3) munculnya
komunitas dan pusat kajian danau Rawapening dengan melibatkan masyarakat, peneliti, dan
akademisi.
DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin. (2009). Potensi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia cressipes Solms)
Sebagai Bahan Baku Biogas Tanpa dan dengan Penambahan Lumpur Aktif Sebagai
Inisiator . Universitas Mulawarman: Samarinda.
Astuti, A., Wardhani, Fathurahman, Nur, M., & Suranto. (2011). Pemanfaatan Limbah Eceng
Gondok (Eichornia crassipes) sebagai Alternatif Media Pertumbuhan Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Astuti, N., Soeprobowati, & Budiyono. (2013). Produksi Biogas dari Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes (mart.) Solms) dan Limbah Ternak Sapi di Rawapening. Seminar
Nasional X Pendidikan Biologi FKIP UNS.
Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana, (2008).
Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, (2010).
BalitBang Prov Jateng, (2003). Penelitian karakteristik Rowopening.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah, (2005). Penyusunan Action Plan Pengembangan Kawasan
Rawapening. Laporan Akhir. CV. Galihloka Semarang.
Bappeda Propinsi Jawa Tengah. (2000). Penyusunan rencana pengelolaan kawasan
Rawapening Propinsi Jawa Tengah. BAPPEDA JATENG – Pusat Penelitian
Perencanaan Pembangunan Nasional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
BPS. (2010). Kabupaten Semarang Data Dalam Angka 2010 . Badan Pusat Statistik
Kabupaten Semarang.
BPS. (2010). Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Semarang 2010 . Badan Pusat Statistik
Kabupaten Semarang.
Chalimah, S., & Sulaiman, W. (2015). Uji Potensi Hasil Produksi Pupuk Organik Granul
Limbah Biogas terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum).
University Research Colloquium Universitas Muhammadiyah Surakarta . ISSN 2407918.
15
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Cheng, Jun, Zhou, J., Feng Qi, Binfei Xie, & Kefa Cen. (2006). Biohydrogen Production from
Hyacinth by Anaerobic Fermentation. WHEC 16, 13-16.
Fikri, Ahmad, A., & Muria. (2015). Pengaruh Perbandingan Eceng Gondok dengan Air
terhadap Penyisihan COD dan Padatan pada Produksi Biohidrogen secara Fermentasi
Anaerob Batch Tahap Asidogenesis. JOM FTEKNIK 2(2).
Goltenboth, F. (1979). Preliminary final report. The Rawapening Project. Satya Wacana
Christian University: Salatiga.
Goltenboth, F., & Timotius. (1994). Danau Rawapening di Jawa Tengah, Indonesia . Satya
Wacana University Press: Salatiga. V-2.
Guitierrez, E.L., Ruiz, E.F., Uribe, E.G., & Maertinez, J. (2001). Biomass and productivity of
ater hyacinth and their application in control program. In Biological and integrated
control of water hyacinth Eichornia crassipes. Edited by Julien, M.H.; Hill, M.P.;
Center, T.D.; and Jianqing, D. ACIAR proceeding 102.
Hendra, D., & Nuryana, F. (2011). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) untuk
Bahan
Baku
Briket
sebagai
Bahan
Bakar
Alternatif.
eprints.undip.ac.id/39321/1/34._Artikel_Ilmiah_(Arif_-_Nungki) 220-225.pdf (diakses
tanggal 27 September 2017).
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). (2010). Program danau prioritas nasional tahun
2010–2014. Kementerian Lingkungan Hidup.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). (2011). Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan)
Danau Rawapening. Kementerian Lingkungan Hidup.
Larson, T.M.J. (2002). Kriging Water Levels with a Regional-Linear and Point Logarithmic
Drift. Ground Water 33 (1): 338-35
Mertikawati, Suyono, & Djakasutami. (1999). Pengaruh Berbagai Pupuk Organik Terhadap
Beberapa Sifat Fisika dan Kimia Vertisol dan Ultisol serta Hasil Padi Gogo. Konggres
Nasional VII. HITI. Bandung.
Muchtaromah. (2006). Pemanfaatan Tepung Hasil Fermentasi Eceng Gondok (Eichornia
Crassipes) Sebagai Campuran Pakan Ikan Untuk Meningkatan Berat Badan Dan Daya
Cerna Protein Ikan Nila Merah (Oreochromis Sp) Refleksi Surat Ali Imran 190-191. ElQudwah
(10-2006).
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewjournal&journal=5286&issue=%20El
-Qudwah%20(10-2006). (diakses tanggal 27 September 2017).
Nurhasanah, A., T.W. Widodo., A. Asari, & E. Rahmarestia. (2006). Perkembangan Digester
Biogas
di
Indonesia .
https://ngori.files.wordpress.com/2009/05/perkembangandigester.pdf. (diakses tanggal 27 September 2017).
16
ICIIES CONFERENCE - IAIN SALATIGA 2017
http://e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2084/1/PROCEEDINGS%20ICIIES%20-Book%20ONE.pdf#page=46
Nusantara, P., Wahyuni, & Sukarsono. (2016). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) dan Penambahan Air Kelapa dalam Media Tanam Jamur Tiram Putih
(Pleurotus ostreatus). Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016 Kerjasama Prodi
Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan (PSLK)
Universitas Muhammadiyah Malang.
Pemerintah Kabupaten Semarang. (2000). Proyek Perencanaan Tata Lingkungan Daerah
Aliran Sungai (DAS) Rawapening. PT. Comarindo Mahameru. Semarang.
Putri, R. (2017). Analisis Perubahan Tutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Rawapening
dengan Sentinel-1A Tahun 2015-2016. Departemen Teknik Geomatika. Fakultas Teknik
Sipil Dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Rahayu.
(2013).
Data
Eceng
https://www.academia.edu/6683028/Data_Eceng_gondok.
(diakses
September 2017).
Gondok.
tanggal
28
Rahman, R., Febriyanti, & Amalia. (2016). Potensi Substrat Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) sebagai Bahan Baku Tambahan untuk Peningkatan Produksi Biogas.
https://www.researchgate.net/publication/299562203. (diakses tanggal 28 September
2017).
Rapitasari, D. & Amirullah. (2016). IPTEKS bagi Masyarakat (IbM) Pemberdayaan Usaha
Kerajinan Tangan Eceng Gondok “Sulam Pita” Bernilai Ekonomis Tinggi di Kelurahan
Kebraon Kecamatan Karangpilang Kota Surabaya. Prosiding Seminar Nasional
Ekonomi dan Bisnis. FEB UMSIDA.
Saragih, Budiman R. (2010). Analisis Potensi Biogas untuk Menghasilkan Energi Listrik dan
Termal pada Gedung Komersil di Daerah Perkotaan. Universitas Indonesia: Jakarta.
Setiyowati, Mahfudz, & Setiadi. (2013). Analisis Break Even Point dari Pemanfaatan Daun
Enceng Gondok (Eichhornia crassipes) Terfermentasi sebagai Pakan Alternatif Itik
Pengging Jantan. Agromedia (31)2.
Sittadewi. (2007). Pengolahan Bahan Organik Eceng Gondok Menjadi Media Tumbuh untuk
Mendukung Pertanian Organik. Jurnal Teknik Lingkungan (8)3 hal. 229-234: 1441318X.
Soeprobowati, T. R. (2010). Stratigrafi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi
Sebagai Landasan Pengelolaan Danau. Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional
Limnologi V Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia: Mitigasi Bencana Dan
Peran Masyarakat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Bogor, 28 Juli 2010.
17
Analisis Optimasi Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Danau Rawapening
sebagai Sumber Energi Terbarukan (Arif Billah)
Soeprobowati, T. R. (2010b). Analisis Diatom Protokol Indonesia untuk Rekonstruksi Danau
Rawapening, Jawa, Indonesia . Disertasi Program Doktor Ilmu Lingkungan UGM.
Soeprobowati, T.R., Shalihuddin D.J., Sutikno, Suwarno H., & Peter Gell. (2010). Strategi
Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi Sebagai Landasan Pengelolaan
Danau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V.
Sorensan, Bent. (2007). Renewable Energi Conversion, Transmsision and Storage.
http://197.14.51.10:81/pmb/ENERGETIQUE/Renewable%20Energy%20Conversion%2
0Transmission%20and%20Storage.pdf (diakses tanggal 29 Sepetember 2017).
Suardana, (2009). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhomia crassipes (mart) solm)
sebagai Teknik Alternatif dalam Pengolahan Biologis Air Limbah Asal Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) Pesanggaran Denpasar – Bali. Berita Biologi 9(6) Desember 2009.
Tri Retnaningsih, S., Shalihuddin Djalal, T., Sutikno, Hadisusanto, S., & Gell, P. (2012).
Strategi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi sebagai Landasan
Pengelolaan Danau. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V Tahun 2010, 102–115.
Tristania, N. (2017). Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Media Tanam untuk
Pertumbuhan Anggrek Bulan (Phalaenopsis Sp.) Tahap Aklimatisasi. SimkiTechsain Vol. 01 No. 09 Tahun 2017.
Utami. (2011). Pemanfaatan Eceng Gondok sebagai Katalis dalam Pengolahan Limbah
Cair Industri Tahu secara Anaerobik. Berita Litbang Industri Vol. XLVIII No.3
November 2011, pp 16-25.
Wahyuni, Sri. (2008). Analisa Kelayakan Pengembangan Biogas Sebagai Energi Alternatif
Berbasis Individu dan Kelompok. Tesis Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Wijayanti, M., Yahya, I., Kristiani, H., & Muqowi, E. (2015). Analisis Kinerja Akustik Panel
Gedek Bambu dengan Sisipan Komposit Eceng Gondok. Jurnal Fisika dan Aplikasinya .
Volume 11, Nomor 2 Juni 2015.
Wiskandar. (2002). Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di
Lahan Kritis yang Telah Diteras. Konggres Nasional VII.
Yonathan, A., Avianda, R.P., & Bambang, P. (2012). Produksi Biogas Dari Eceng Gondok
(Eicchornia crassipes): Kajian Konsistensi PH Terhadap Biogas Dihasilkan. Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Vol 1, No. 1. hal: 412-416.
Zumani, D., Suryaman, M., & Dewi, S. (2015). Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes (mart.) Solms) untuk Fitoremediasi Kadmium (cd) Pada Air Tercemar. Jurnal
Siliwangi (1)1: 2477-3891.
18