Identifikasi zat warna pd selulosa

I.

Maksud dan Tujuan
I.1 Maksud
Mengidentifikasi jenis zat warna berdasarkan golongan I-IV yang digunakan pada kain
selulosa dengan cara melunturkan zat warna dan melihat sifat-sifat atau karakteristik zat
warna yang diuji.
I.2 Tujuan
Mengetahui kandungan zat warna yang digunakan pada kain selulosa.

II.
Teori Dasar
II.1 Serat Selulosa
Serat kapas dihasilkan dari rambut biji tanaman kapas. Tanaman kapas termasuk dalam
jenis Gossypium. Tanaman yang berhasil dikembangkan adalah jenis Gossypium hirsutum
dan Gossypium barbadense. Kedua tanaman berasal dari Amerika, Gossypium hirsutum
kemudian terkenal dengan nama kapas ”Upland” atau kapas Amerika dan Gossypium
barbadense kemudian dikenal dengan nama kapas ”Sea Island”. Kapas upland merupakan
kapas yang paling banyak diproduksi dan digunakan untuk serat tekstil, sedangkan kapas
sea island meskipun produksinya tidak terlalu banyak, tetapi kualitasnya sangat baik
karena seratnya halus dan panjang. Oleh karena itu kapas sea island digunakan untuk

tekstil kualitas tinggi.
2.1.1 Komposisi Kapas
Kandungan terbesar dari serat kapas adalah selulosa, zat lain selulosa akan menyulitkan
masuknya zat warna pada proses pencelupan, oleh karena itu zat selain selulosa
dihilangkan dalam proses pemasakan. Komposisi serat kapas dicantumkan pada Tabel
2.1.1.
Tabel 2.1.1 Komposisi Serat Kapas
Senyawa
Selulosa
Protein
Pektin
Lilin
Abu
Pigmen dan zat lain

2.1.2 Sifat Serat Kapas

Kandungan (%)
94
1,3

1,2
0,6
1,2
1,7

Serat kapas berasal dari tanaman, oleh karena itu serat kapas termasuk serat selulosa,
sehingga sifat kimia serat kapas mirip seperti sifat selulosa. Di dalam larutan alkali kuat
serat kapas akan menggembung sedangkan dalam larutan asam sulfat 70% serat kapas
akan larut. Proses penggembungan serat kapas dalam larutan NaOH 18% disebut proses
merserisasi. Kapas yang telah mengalami proses merserisasi mempunyai sifat kilau lebih
tinggi, kekuatan lebih tinggi dan daya serap terhadap zat warna yang tinggi. Oksidator
selama terkontrol kondisi pengerjaanya tidak mempengaruhi sifat serat, tetapi oksidasi
yang berlebihan akan menurunkan kekuatan tarik serat kapas. Oleh karena itu pada
proses pengelantangan yang menggunakan oksidator harus digunakan konsentrasi
oksidator dan suhu pengerjaan yang tepat agar tidak merusak serat.
Morfologi serat kapas jika dilihat dibawah mikroskop mempunyai penampang memanjang
seperti pita yang terpilin dan penampang melintang seperti ginjal dengan lubang ditengah
yang disebut lumen.

Gambar 2.1.2 . Morfologi Serat

Beberapa karakteristik serat kapas tercantum dalam Tabel 2.1.2 berikut :
Tabel 2.1.2 Karakteristik Serat Kapas
Daya serap
Elastisitas
Kimia

: Hidrofilik, Moisture Regain : 8.5 %.
: Kurang baik.
: tidak tahan terhadap asam yang kuat, tidak tahan terhadap alkali,

Pembakaran
Stabilitas dimensi

tidak tahan terhadap bahan kimia yang berlebihan.
: terbakar habis, tidak meniggalkan abu.
: dapat terjadi penyusutan jika dilakukan pencucian yang tidak

Kekuatan

sesuai.

: 2 – 3 gram/denier, kekuatan akan meningkat 10 % lebih kuat

Mulur

ketika basah.
: Mulur serat kapas berkisar antara 4-13 % bergantung pada
jenisnya dengan mulur rata-rata 7 %.

Gambar 2.1.3 Struktur Serat Kapas

2.1.3 Penggunaan Serat Kapas
Serat kapas banyak digunakan untuk tekstil pakaian, tekstil rumah tangga. Serat-serat
yang sangat pendek yang disebut linter karena sulit dipintal, umumnya digunakan sebagai
bahan baku serta rayon.
II.2 Zat Warna
Zat warna yang ada mungkin digunakan untuk mencelup serat selulosa adalah : zat warna
direk, asam, basa, direk dengan penyempurnaan resin, belerang, bejana, anilin, direk
dengan pengerjaan iring, naftol, pigmen dan zat warna reaktif.
Pengujian zat warna pada serat kapas dan rayon dilakukan dengan cara yang sama.
Identifikasi zat warna pada selulosa digolongkan menjadi empat golongan dan cara

pengujian dilakukan berturut-turut. Zat warna yang dipakai untuk mencelup serat
selulosa dapat digolongkan sebagai berikut.
2.2.1

Golongan I

Zat warna golongan I merupakan zat warna yang luntur dalam larutan amonia atau asam
asetat encer mendidih. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna direk, zat
warna asam, zat warna basa, dan zat warna direk dengan resin.
1) Zat Warna Direk
Zat warna direk bersifat larut dalam air, sehingga dapat langsung dipakai dalam
pencelupan serat selulosa seperti katun, rayon dan rami. Zat warna direk relatif murah
harganya dan mudah pemakaiannya, tetapi warnanya kurang cerah dan tahan luntur hasil
celupannya kurang baik.
Zat warna Direk mempunyai daya afinitas yang besar tehadap serat selulosa, beberapa zat
warna direk dapat mencelup serat binatang berdasarkan ikatan hidrogen. Kebanyakan zat
warna direk merupakan senyawa azo yang disulfonasi.

Kelarutan zat warna direk merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan karena
zat warna direk yang kelarutannya tinggi akan memudahkan dalam pemakaiannya, dan

pada proses pencelupannya relatif lebih mudah rata, tetapi dilain pihak kelarutan yang
tinggi akan mengurangi substantifitas zat warna dan tahan luntur warna terhadap
pencucian hasil celupnya lebih rendah.
Contoh struktur zat warna direk dapat dilihat pada gambar 2.2.1

Gambar 2.2.1 C.I. Direct Blue 95
2) Zat Warna Asam
Zat warna asam adalah zat warna yang dalam pemakaiannya memerlukan bantuan asam
mineral atau asam organik untuk membantu penyerapan, atau zat warna yang merupakan
garam natrium asam organik dimana anionnya merupakan komponen yang berwarna. Zat
warna asam banyak digunakan untuk mencelup serat protein dan poliamida.
Beberapa di antaranya mempunyai susunan kimia seperti zat warna direk sehingga
dapat mewarnai serat selulosa.
Zat warna asam termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Pada umumnya
zat warna asam mempunyai ketahanan cuci dan ketahanan sinar yang baik. Sifat
ketahanan tersebut sangat dipengaruhi oleh berat molekul dan konfigurasinya.
Contoh struktur zat warna asam dapat dilihat pada gambar 2.2.2.

Gambar 2.2.2 C.I. Acid Brown 87


3) Zat Warna Basa
Zat warna basa dikenal juga sebagai zat warna Mauvin, terutama dipakai untuk mencelup
serat protein seperti wol dan sutera. Zat warna ini tidak mempunyai afinitas terhadap
selulosa, akan tetapi dengan pengerjaan pendahuluan (mordanting) memakai asam
tanin, dapat juga mencelup serat selulosa. Zat warna basa yang telah dimodifikasi sangat
sesuai untuk mencelup serat poliakrilat dengan sifat ketahanan yang cukup baik.
Zat warna basa termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Sifat utama dari zat
warna basa adalah ketahanan sinarnya yang jelek. Ketahanan cuci pada umumnya
juga kurang baik beberapa di antaranya mempunyai ketahanan cuci sedang. Warnanya
sangat cerah dan intensitas warnanya sangat tinggi. Zat warna basa di dalam larutan celup
akan terionisasi dan bagian yang berwarna bermuatan positif. Oleh karena itu zat warna
basa disebut juga zat warna kationik.
Contoh struktur zat warna basa dapat dilihat pada gambar 2.2.3.

Gambar 2.2.3 C.I.Basic Brown 5
2.2.2

Golongan II

Zat warna golongan II merupakan zat warna yang berubah warnanya karena reduksi

dengan atrium hidrosulfit dalam suasana alkali dan warna kembali ke warna semula oleh
oksidasi dengan udara. Zat warna yang termasuk golongan ini adalah zat warna bejana,
zat warna belerang, zat warna bejana-belerang dan oksidasi.
1) Zat Warna Bejana
Zat warna bejana tidak larut dalam air, oleh karena itu dalam pencelupannya harus
dirubah menjadi bentuk leuko yang larut. Senyawa leuko tersebut amemiliki substantivitas
terhadap selulosa sehingga dapat tercelup. Adanya oksidator atau oksigen dari udara,

bentuk leuko yang tercelup dalam serat tersebut akan teroksidasi kembali ke bentuk
semula yaitu pigmen zat warna bejana. Senyawa leuko zat warna bejana golongan
indigoida larut dalam alkali lemah sedangkan golongan antrakwinon hanya larut dalam
alkali kuat dan hanya sedikit berubah warnanya dalam larutan hipiklorit. Umunya zat
warna turunan tioindigo dan karbasol warna hampir hilang dalam uji hipoklorit dan di
dalam larutan pereduksi warnanya menjadi kuning.
Ikatan zat warna bejana dengan serat antara lain ikatan hidrogen dan ikatan sekunder
seperti gaya-gaya Van Der Wall. Tetapi karena bersifat hidrofob maka ketahanan cucinya
lebih tinggi daripada zat warna yang berikatan ionik dengan serat.
Zat warna bejana larut adalah leuco zat warna bejana yang distabilkan dalam suasana
alkali, sehingga dalam pemakaiannya lebih mudah karena larut dalam air dan tidak
memerlukan proses pembejanaan.

Zat warna bejana yang berasal dari zat warna bejana jenis indigo dikenal dengan nama
dagang indigosol sedang yang berasal dari zat warna bejana jenis antrakuinon dikenal
dengan nama dagang antraso.
Zat warna bejana yang dirubah menjadi zat warna bejana larut umumnya adalah zat
warna bejana jenis IK yang molekulnya relatif kecil, sehingga afinitas zat warna bejana
larut relatif kecil tetapi pencelupannya mudah rata dan tahan luntur warna terhadap
pencuciannya tinggi karena pada akhir proses pencelupannya zat warna bejana larut
dirubah kembali menjadi zat warna bejana yang tidak larut.
Zat warna bejana larut harganya sangat mahal sehingga hanya digunakan untuk
pencelupan bahan katun kualitas tinggi. Selain untuk mewarnai katun, zat warna bejana
larut juga digunakan terutama untuk pencelupan sutra atau wol.
Sifat-sifat umum :
-

larut dalam air
berikatan kovalen dengan serat

Contoh struktur molekul zat warna bejana dapat dilihat pada gambar 2.2.4.

Gambar 2.2.4 C.I. Vat Green 3


2) Zat Warna Belerang
Termasuk zat warna yang tidak larut dalam air, warnanya terbatas dan suram, tetapi
ketahanan lunturnya tinggi kecuali terhadap khlor (kaporit). Harganya relatf murah, dan
warna yang paling banyak digunakan adalah warna hitam. Zat warna belerang banyak
digunakan untuk pencelupan serat kapas kualitas menengah kebawah.
Struktur molekul zat warna belerang terdiri dari kromogen yang mengandung belerang
yang dihubungkan dengan kromogen lainnya melalui jembatan disulfida ( -S-S-), sehingga
strukturnya menjadi relatif besar.
Zat warna belerang adalah zat warna yang mengandung unsur belerang sebagai kromofor.
Struktur molekulnya merupakan molekul yang kompleks dan tidak larut dalam air oleh
karena itu dalam pencelupannya diperlukan reduktor natrium sulfide dan soda abu untuk
melarutkannya. Untuk membentuk zat warna maka perlu proses oksidasi baik dengan
udara maupun dengan bantuan oksidator-oksidator lainnya.
Contoh struktur zat warna belerang dapat dilihat pada gambar 2.2.5.

Gambar 2.2.5 C.I. Sulphur Yellow 8
3) Zat Warna Bejana-Belerang (Hidron)
Zat warna bejana mengandung belerang yang disebut zat warna hidron merupakan zat
warna belerang yang cara pencelupannya seperti zat warna bejana dengan zat pereduksi

natrium hidrosulfit atau natriumsulfida dan soda kostik untuk suasana alkali.
2.2.3

Golongan III

Zat warna golongan III merupakan zat warna yang rusak oleh reduksi dengan atrium
hidrosulfit dalam suasana alkali dan larutan ekstraksinya dalam amonia atau asam asetat
tidak dapat mencelup kembali kain kapas putih. Zat warna yang termasuk golongan ini
adalah zat warna direk dengan iring logam, zat warna direk dengan iring formaldehida, zat
warna direk yang diazotasi atau dibangkitkan, dan zat warna naftol.

-

Zat Warna Naftol

Zat warna naftol atau zat warna ingrain merupakan zat warna yang terbentuk di dalam
serat dari komponen penggandeng, (coupler) yaitu naftol dan garam pembangkit, yaitu
senyawa diazonium yang terdiri dari senyawa amina aromatik. Zat warna ini juga
disebut zat warna es atau ”ice colours”, karena pada reaksi diazotasi dan kopling
diperlukan bantuan es. Penggunaannya terutama untuk pencelupan serat selulosa. Selain
itu juga dapat dipergunakan untuk mencelup serat protein (wol, sutera) dan serat poliester.
Zat warna naftol termasuk golongan zat warna azo yang tidak larut dalam air. Untuk
membedakan dengan jenis zat warna azo lainnya sering juga disebut zat warna azoic.
Daya serapnya (substantivitas) terhadap serat selulosa kurang baik dan bervariasi,
sehingga dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu yang mempunyai substantivitas
rendah, misalnya Naftol AS, substantivitas sedang, misalnya Naftol AS – G dan
substantivitas tinggi, misalnya Naftol AS – BO.
Sifat utama dari zat warna naftol ialah tahan gosoknya yang kurang, terutama tahan gosok
basah, sedang tahan cuci dan tahan sinarnya sangat baik. Zat warna naftol baru
mempunyai afinitas terhadap serat selulosa setelah diubah menjadi naftolat, dengan jalan
melarutkannya dalam larutan alkali.
Garam diazonium yang dipergunakan sebagai pembangkit tidak mempunyai afinitas
terhadap selulosa, sehingga cara pencelupan dengan zat warna naftol selalu dimulai
dengan pencelupan memakai larutan naftolat, kemudian baru dibangkitkan dengan garam
diazonium.
Zat warna naftol dapat bersifat poligenik, artinya dapat memberikan bermacammacam
warna, bergantung kepada macam garam diazonium yang dipergunakan dan dapat
pula brsifat monogetik, yaitu hanya dapat memberikan warna yang mengarah ke satu
warna saja, tidak bergantung kepada macam garam diazoniumnya.
Contoh struktur zat warna naftol dapat dilihat pada gambar 2.2.6.

Gambar 2.2.6 Naphthol AS-BO

2.2.4

Golongan IV

Zat warna golongan IV ini merupakan zat warna yang luntur oleh pelarut organik
dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%. Zat warna yang termasuk golongan ini
adalah zat warna pigmen dan zat warna reaktif.
1) Zat Warna Pigmen
Zat warna pigmen hanya berupa kromogen zat warna yang tidak mempunyai gugus yang
dapat berikatan dengan serat sehingga dalam proses pencapan dan pencelupannya perlu
dibantu dengan binder yang berperan sebagai zat pengikat antara serat dan zat warna,
sehingga ketahanan lunturnya sangat ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh
binder.
Zat warna pigmen adalah zat warna yang hanya mengandung kromofor saja sehingga
pada pencelupannya perlu dibantu dengan zat pengikat yang disebut binder/penggikat
karena tidak dapat berikatan dengan serat. Unsur-unsur yang terdapat didalam zat warna
pigmen antara lain, garam-garam organik, oksida organik, gugus azo, logam berwarna dan
lain-lain. Zat warna ini luntur dalam dimetilformamida pekat dan dimetilformamida 1:1
kecuali untuk zat warna pigmen ftalosianin atau yang berasal dari zat warna pigmen
anorganik
Tidak seperti zat warna lainnya yang digunakan pada pencelupan bahan tekstil, maka zat
warna pigmen yang tidak mempunyai auksokrom ini digunakan juga untuk mewarnai
tekstil. Pada umumnya dilakukan dengan cara pencapan, akan tetapi seringkali juga
digunakan untuk mencelup bahan dengan kualitas kasar sampai sedang.
Untuk pencelupan, karena tidak memiliki auksokrom maka tidak dapat digunakan untuk
mencelup benang dengan cara exhaust. Untuk mencelup kain digunakan cara padding dan
pada umumnya hanya mewarnai pada permukaan saja. Sifat ketahanan lunturnya sangat
ditentukan oleh kekuatan pelapisan zat warna oleh binder yang digunakan. Binder ini dapat
membentuk lapisan film dengan bantuan asam yang diperoleh dari katalis dan adanya
panas pada waktu curing.
Contoh struktur molekul zat warna pigmen dapat dilihat pada gambar 2.2.7

Gambar 2.2.7 C.I. Pigment Green 37
2) Zat Warna Reaktif
Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan reaksi dengan serat
(ikatan kovalen) sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari serat. Zat warna
reaktif yang pertama diperdagangkan dikenal dengan nama Procion. Zat warna ini
terutama dipakai untuk mencelup serat selulosa, serat protein seperti wol dan sutera
dapat juga dicelup dengan zat warna ini. Selain itu serat poliamida (nilon) sering juga
dicelup dengan zat warna reaktif untuk mendapatkan warna muda dengan kerataan yang
baik.
Zat warna reaktif termasuk golongan zat warna yang larut dalam air. Karena mengadakan
reaksi dengan serat selulosa, maka hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai
ketahanan luntur yang sangat baik. Demikian pula karena berat molekul kecil maka
kilapnya baik.
Contoh struktur molekul zat warna reaktif dapat dilihat pada gambar 2.2.8.

Gambar 2.2.8 C.I. Reactive yellow 15
III.

Percobaan
III.1

Alat dan Bahan

Alat:
-

Tabung Reaksi
Pipet tetes
Pipet Ukur
Spatel
Plat Tetes
Gelas Kimia

-

Batang Pengaduk
Penangas Air
Mikroskop
Kertas lakmus
Sinar UV
Cawan Porselen

- Bahan:
-

Z
a
t

-

W

G

-

a

Bahan

r
n
-

a
D

-

Amonia 10%

i

-

CH3COOH

r
e

10%
-

k
-

I

Asam

asetat

-

-

Eter

s

-

NaCl

a
B

-

e

kapas

putih
-

Wol putih

-

Kain

glasial

A

Kain

akrilat

putih
-

Kain sampel

Na2CO3

-

HCl

-

Na2S

-

SnCl2

l

-

NaCl

-

Na2S2O4

e

-

NaOH 10%

-

Kertas

r

-

Parafin

a
m
-

B
a
s

-

-

II

a
n
g
-

B
e
j
a
n
a

-

H

Pb-

asetat
-

Kain
putih

kapas

i
d
r
o
-

-

n
N

-

Na2CO3

-

Na2S2O4

a

-

Alkohol

-

HNO3 p

f

-

NaCl

-

H2SO4 p

t

-

NaOH 10%

-

Na2SO4

o

-

NaOH 5%

-

NaOCl

l

-

HCl 16%

-

Parafin

P

-

DMF 1:1

-

Kain

i

-

DMF 100%

-

g

III

m

kapas

naftol
-

Wol putih

e
n
-

R
e
a
k
t
i
f

III.2
Prosedur
III.2.1 Identifikasi Zat Warna Golongan I


Pengujian Zat Warna Direk:

-

Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi,lalu ditambahkan 4mL amonia 10%,

-

Larutan didiidihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi,

-

Contoh uji diambil dari larutan ekstrak zat warna ( sebaiknya larutan ekstraksi dibagi
dua, satu bagian untuk uji zat warna direk dan satu bagian lainnya untuk uji zat
warna asam),

-

Kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih dimasukkan kemudian tambahkan
NaCl,dan didiidihkan selama 2 menit kemudian biarkan dingin, kain diambil lalu
dicuci,

-

Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan kain wol dan akrilat
menunjukkan zat warna direk.



Pengujian Zat warna Asam:

-

Apabila dalam uji zat warna direk terjadi pelunturan warna tetapi tidak mencelup
kembali kain kapas putih atau hanya menodai warna dengan sangat muda, maka
dikerjakan pengujian untuk zat warna asam,

-

Larutan ekstraksi yang diperoleh dari pengujian zat warna direk dinetralkan dengan
asam asetat 10% (periksa dengan kertas lakmus),

-

Asam asetat 10%ditambahkan lagi sebanyak 1mL

-

Kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih dimasukkan dan dipanaskan
selama 2 menit,

-

Kain-kain tersebut diambil dan dicuci dengan air dan amati warnanya,

-

Pencelupan kembali kain wol lebih tua dibandingkan dengan kapas dan akrilat
menunjukkan zat warna asam.



Pengujian Zat Warna Basa:

-

Apabila dalam uji zat warna direk tidak terjadi pelunturan atau hanya luntur sedikit
maka dilakukan pengujian untuk zat warna basa,

-

Contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

-

1 mL asam asetat glasial dan 3-5 mL air ditambahkan, lalu dididihkan sampai terjadi
ekstraksi,

-

Contoh uji diambil dan bagilah ekstraksi menjadi dua bagian (satu bagian untuk uji
zat warna basa, satu bagian lagi untuk uji penentuan),

-

Kain kapas putih, wol putih, akrilat putih dimasukkan dan dididihkan selama 2 menit,

-

Kain diambil lalu dicuci kemudian diamati,

-

Pencelupan kembali kain akrilat lebih tua dibandingkan dengan kapas dan wol
menunjukan zat warna basa.

-

Uji penentuan:

-

Tambahkan 3 mL NaOH 10% ke dalam larutan ekstaksi zat warna yang panas,

-

Dinginkan dan kemudian tambahkan 3mL eter,

-

Kocok larutan tersebut, biarkan memisah (air di bawah eter di atas),

-

Pindahkan lapisan eter ke dalam tabung reaksi lain, lalu tambahkan 3 mL asam
asetat 10% kocok lagi,

-

Pewarnaan kembali lapisan larutan asam asetat dengan warna yang sama dengan
warna asli menunjukkan adanya zat warna basa.

III.2.2 Identifikasi Zat Warna Golongan II
-

Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 mL air, NaOH 10%
didihkan selama satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu
menit,

-

Keluarkan contoh uji kemudian oksidasi dengan udara,

-

Warna kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan II.



Pengujian Zat Warna Belerang:

-

Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan 3 mL air, natrium karbonat
panaskan kemudian masukan Na2S,

-

Panaskan sampai mendidih selama 1-2 menit,

-

Ambil contoh uji, masukan kapas putih dan NaCl didihkan selama 1-2 menit,

-

Ambil kapas tersebut, letakan di atas kertas saring atau cuci dengan air dan biarkan
terkena udara,

-

Kain kapas putih akan tercelup kembali dengan warna yang sama dengan warna
contoh asli tetapi lebih muda.

-

Uji Penentuan:

-

Didihkan contoh uji dalam 3mL larutan NaOH 10% kemudian cuci bersih, masukan
contoh uji, tambahkan 2 mL HCl 16%,

-

Didihkan selama 1 menit biarkan dingin lalu tambahkan 3 mL SnCl2 10%,

-

Letakan kertas timbak asetat pada mulut tabung, warna coklat atau kehitaman pada
kertas timbale asetat menunjukkan zat warna belerang.

-

Didihkan sehingga sebagian besar zat warna terekstraksi,

-

Ambil contoh uji dari larutan ekstrak zat warna ( sebaiknya larutan ekstraksi dibagi
dua, satu bagian untuk uji zat warna direk dan satu bagian lainnya untuk uji zat
warna asam),

-

Masukan kain kapas putih, kain wol putih, kain akrilat putih kemudian tambahkan
NaCl,

-

Didihkan selama 2 menit kemudian biarkan dingin, ambil kain lalu cuci,

-

Pencelupan kembali kain kapas lebih tua dibandingkan kain wol dan akrilat
menunjukkan zat warna direk.



Pengujian Zat Warna Bejana:

-

Masukan contoh uji tambahkan 2 mL air dan 2 mL NaOH 10%, didihkan kemudian
tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

-

Ambil contoh uji masukan kapas putih dan NaCl didihkan selama dua menit, biarkan
dingin,

-

Kapas tercelup kembali dengan warna contoh asli tetapi lebih muda menunjukkan
zat warna bejana.

-

Uji penentuan:

-

Masukan contoh uji ke dalam lelehan parafin dalam cawan porselen,

-

Apabila padatan parafin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zat
warna bejana (zw belerang tidak mewarnai parafin).



Pengujian Zat Warna Bejana-Belerang (Hidron):

- Sama dengan pengujian zat warna belerang dan bejana.
III.2.3 Identifikasi Zat Warna Golongan III & IV


Uji Pendahuluan:

-

Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan NaOH 10% didihkan selama
satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu menit,

-

Keluarkan contoh uji kemudian oksidasi dengan udara,

-

Warna tidak kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan III.



Pengujian Zat warna Naftol:

-

Masukan contoh uji ke dalam tabung reaksi, tambahkan NaOH 10%, alkohol,
didihkan selama satu menit kemudian tambahkan Na2S2O4 didihkan lagi selama satu
menit,

-

Keluarkan contoh uji kemudian oksidasi dengan udara,

-

Warna tidak kembali ke warna semula maka menunjukkan zat warna golongan III.

-

Uji penenetuan:

-

Lunturan

ditambahkan dengan NaCl, kapas naftol, panaskan lalu cuci amati di

bawah sinar UV, jika kain berpendar menujukan zat warna naftol.
-

Masukan contoh uji ke dalam lelehan parafin dalam cawan porselen,

-

Apabila padatan parafin pada kertas saring berwarna maka menunjukkan adanya zat
warna naftol.



Pengujian Zat Warna Pigmen:

-

Masukan contoh uji dalam larutan DMF 1 : 1, didihkan selama dua menit lalu amati
warnanya,

-

Ulangi pengerjaan dengan menggunakan larutan DMF 100%,

-

Warna Tua pada larutan DMF 1 : 1 dan warna Muda pada DMF 100% menunjukkan
zat warna pigmen.

-

Uji penentuan:

-

Masukan contoh uji ke dalam larutan HCL 1% didihkan selama lima menit,

-

Cuci bersih, ambil seratnya amati di bawah mikroskop,

-

Bila terdapat patikel-partikel zat warna pada permukaan serat menunjukkan zat
warna pigmen dengan zat pengikat.

-

Khusus untuk zat warna pigmen warna biru:

-

Contoh uji ditetesi dengan HNO3 pekat  warna Violet

-

Contoh uji ditetesi dengan H2SO4 pekat  warna Hijau



Pengujian Zat Warna Reaktif:

-

Masukan contoh uji dalam larutan DMF 1 : 1, didihkan selama dua menit lalu amati
warnanya,

-

Ulangi pengerjaan dengan menggunakan larutan DMF 100%,

-

Warna Muda pada larutan DMF 1 : 1 dan warna Tua pada DMF 100% menunjukan
zat warna Reaktif.

-

Uji Penentuan:

-

Contoh uji ditambahkan NaOH 5%, H2SO4 + wol, wol terwarnai menunjukan zat
warna reaktif,

-

Contoh uji ditambahkan Na2SO4+H2SO4 + wol, wol terwarnai menunjukan zat warna
reaktif,

-

Contoh uji ditambahkan NaOCl  warna luntur = zat warna reaktif.
-

III.3
-

Hasil Percobaan

IV.

Diskusi
-

Identifikasi zat warna berdasarkan penggolongannya memiliki skema yang
sistematis, sehingga percobaan ini dilakukan secara bertahap. Sebelum
mengidentifikasi zat warna, harus dipastikan bahwa kain sampel merupakan kain
selulosa. Serat selulosa dapat diketahui dengan mudah dengan uji pembakaran
dengan hasil berbau kertas dan menyisakan abu yang rapuh dan halus.

-

Zat warna yang biasanya terdapat dalam serat selulosa diantaranya zat warna
direk, asam, basa, bejana, belerang, reaktif, naftol dan pigmen. Zat warna
tersebut dapat dibagi menjadi empat golongan berdasarkan kelunturan dan
karakteristik yang lain dari zat warnanya.

-

Zat warna golongan satu merupakan zat warna yang luntur oleh amonia 10%
yaitu zat warna direk dan zat warna asam, sedangkan yang luntur dengan asam
asetat mendidih merupakan zat warna basa. Pada pengujian zat warna basa
harus dilakukan uji penentuan, karena asam asetat yang dididihkan dapat pula
merubah warna pada zat warna bejana dan zat warna belerang. Pada asam
asetat mendidih zat warna bejana atau zat warna belerang dapat berubah
menjadi bentuk leoco-nya.

-

Pada pencelupan kembali dengan zat warna direk dilakukan pada suasana alkali,
sedangkan pada pencelupan zat warna asam dan basa dibutuhkan suasana
asam karena zat warna asam biasa digunakan untuk mencelup serat protein,
salah satunya yaitu serat wol yang tidak tahan terhadap alkali.

-

Zat warna pada golongan dua merupakan zat warna yang berubah warnanya
setelah direduksi dengan Na2S2O4 dalam suasana alkali dan saat dioksidasi
warnanya akan kembali ke warna semula. Zat warna yang termasuk golongan
dua yaitu St warna bejana, belerang, dan bejana-belerang (hidron).

-

Untuk membedakan zat warna bejana dan belerang harus dilakukan uji
penentuan pada kedua zat warna tersebut. Pada uji parafin zat warna bejana
akan mewarnai parafin, namun parafin pun dapat terwarnai oleh zat warna naftol
sehingga uji pendahuluan sangat penting untuk dilakukan agar tidak terjadi
kekeliruan.

-

Untuk uji penentuan zat warna belerang dapat digunakan kertas Pb-asetat. Saat
contoh uji ditambahkan HCl dan SnCl2 dan kemudian dipanaskan Sulphur pada
zat warna akan terlepas dan menguap, sehingga saat dipanaskan kertas Pb-

asetat diletakkan di mulut tabung. Sulphur yang menguap akan bereaksi dengan
kertas Pb-asetat menjadi PbS(noda hitam) dan asetat menjadi asam asetat.
-

Pada hasil pengujian ketiga zat warna pada golongan tiga ini jangan terkecoh
dengan zat warna hidron, karena hasil pada zat warna hidron ini positif pada
pengujian penentuan zat warna bejana dan belerang.

-

Pada zat warna golongan tiga ini merupakan zat warna yang rusak atau berubah
warnanya dengan reduksi Na2S2O4 dalam suasana alkali, sehingga dengan
oksidasi warna tidak akan kembali seperti semula. Zat warna yang telah diuji
pada golongan ini adalah zat warna naftol. Zat warna naftol ini akan rusak karena
ikatan antara naftol dan garang diazonium terputus.

-

Uji penentuan zat warna naftol selain dengan parafin, zat warna naftol ini dapat
diketahui dengan penggunaan sinar uv yang dipancarkan pada hasil pencelupan
kembali dengan kain kapas grey. Pada sinar uv hasil pencelupan kembali pada
kain kapas grey itu akan menghasilkan cahaya yang berpendar. Pada pengujian
ini menggunakan kain kapas grey karena pada kain kapas putih mengandung
OBA sehingga akan menghasilkan perbedaan.

-

Zat warna pada golongan empat ini merupakan zat warna yang tidak luntur
dalam

pelarut-pelarut

anorganik

tetapi

luntur

dalam

larutan

organik

dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%. Untuk membedakan zat warna
pigmen dengan reaktif dapat dilihat dari lunturannya. Zat warna pigmen
merupakan zat warna yang tidak larut pada air sehingga pada dimetilformamida
1:1 lunturan berwarna muda dan pada dimetilformamida 100% lunturan berwarna
tua, sedangkan zat warna reaktif merupakan zat warna yang larut dalam air
sehingga pada dimetilformamida 1:1 lunturan berwarna lebih tua dibandingkan
dengan lunturan pada dimetilformamida 100%.
-

Untuk uji penentuan dapat dilihat pada mikroskop, karena zat warna pigmen tidak
berikatan dengan serat dan hanya menempel pada permukaan serat dengan
bantuan binder, maka penampang yang terlihat pada mikroskop hanya sebagian
yang terwarnai. Sedangkan zat warna reaktif berikatan dengan serat sehingga
pada mikroskop terlihat serat yang terwarnai seluruhnya.

-

Khusus untuk zat warna pigmen yang berwarna biru dapat dilakukan uji
penentuan dengan menggunakan larutan HNO3 pekat dan H2SO4 pekat. Jika
ditambahkan HNO3 kain akan berubah warna violet, karena HNO 3 dapat

memberikan efek batokromik, sedangkan dengan penambahan H 2SO4 dapat
menimbulkan efek hipsokromik sehingga kain berubah warna menjadi Hijau.
-

Untuk zat warna reaktif dapat dilakukan uji penentuan dengan menggunakan
H2SO4 p, campuran H2SO4-Na2SO4 dan menggunakan Cl2 (klor aktif). Zat warna
reaktif merupakan zat warna yang tidak tahan terhadap oksidator kuat, sehingga
saat ditambahkan klor aktif gugus Sel-OH akan tergantikan pada ikatannya. Pada
penggunaan H2SO4 pekat dapat menyebabkan serat larut sehingga kurang
efektif.

V.

Kesimpulan
-

Zat warna dapat diidentifikasi berdasarkan sifat kimianya dan karakteristik
lainnya, sehingga dapat dilakukan secara bertahap dan sistematis.

-

Zat warna golongan I luntur dalam larutan amonia 10% atau CH3COOH mendidih.
Zat warna golongan II Berubah warna dengan reduktor Na2S2O4 dalam suasana

-

alkali, dan kembali ke warna semula dengan oksidasi.
Zat warna golongan III rusak atau berubah warna dengan reduktor Na2S2O4 dalam

-

suasana alkali, sehingga warna tidak dapat kembali seperti semula.
Zat warna golongan IV tidak luntur dalam berbagai pelarut an-organik dan luntur
pada pelarut organik dimetilformamida 1:1 dan dimetilformamida 100%.
-

-

DAFTAR PUSTAKA

-

Dr.Noerati, Gunawan, dkk, Bahan Ajar Pendidikan dan Latihan Profesi Guru

Teknologi Tekstil, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, 2013.
-

Evaluasi Tekstil Bagian Kimia, Moerdoko Wibowo,S.Teks dkk, Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil, Bandung, 1975
-

Modul pengujian dan evaluasi kimia tekstil II, sekolah tinggi teknologi tekstil
-

Dokumen yang terkait

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Identifikasi tindak kekerasan yang dialami anak jalanan (study analisis terhadap anak jalanan di traffic light SMP 2 Kotatip Jember)

0 11 93

Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode certainty of response index (cri) pada konsep fotosintesis dan respirasi tumbuhan

3 43 8

Hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi dan seng), stunting dan stimulasi psikososial dengan status motorik anak usia 3-6 Tahun di paud wilayah Binaan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama Tahun 2014

7 37 152

Identifikasi Bakteri Escherichia coli Pada Es Batu yang Dijual Warung Nasi di Kelurahan Pisangan Tahun 2015

4 32 61

Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Wilayah Industri TPT Kabupaten Bandung (Studi Kasus : Kecamatan Dayeuh Kolot, Kecamatan Majalaya, Kecamatan Katapang, Kecamatan Pameungpeuk, d

0 5 6

Aplikasi Identifikasi Penyebab Kematian Pada Penelitian Cirai UPK-FK UNPAD

2 19 183

Kajian pemilihan warna dan kualitas karya pada ilustrasi manual penyandang buta warna total : (studi kasus : ilustrasi manual berwarna karya Rukmnunal Hakim)

1 36 86

Identifikasi Bakteri Escherichia coli O157:H7 dalam Daging Sapi yang Berasal dari Rumah Potong Hewan Lubuk Buaya

1 1 5

Identifikasi Mikroorganisme Penyebab Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Pengguna Kateter Urine di ICU RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 01 Agustus-30 November 2014

0 2 6