POLA PEWARISAN BUDAYA MEMBATIK MASYARAKAT SUMEDANG.

(1)

POLA PEWARISAN BUDAYA MEMBATIK MASYARAKAT SUMEDANG

(Studi Kasus Pola Pewarisan Membatik di Tiga Sanggar Batik Kasumedangan)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Rupa

oleh :

AINI LOITA NIM. 1201087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

Pola Pewarisan Membatik

Masyarakat Sumedang

(Studi Kasus Pola Pewarisan

Membatik di Tiga Sanggar Batik

Kasumedangan)

Oleh Aini Loita

S. Pd UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Prodi Pendidikan Seni

© Aini Loita 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Juli 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

AINI LOITA

POLA PEWARISAN BUDAYA MEMBATIK MASYARAKAT SUMEDANG

(Studi Kasus Pola Pewarisan Membatik di Tiga Sanggar Batik Kasumedangan)

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Dr. Ayat Suryatna, M. Si NIP. 196403011989011001

Pembimbing II

Dr. Zakarias S. Soeteja, M. Sn NIP. 196707241997021001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Seni

Dr. Sukanta, S. Kar., M. Hum NIP. 196209171989031002


(4)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR... i

ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xvi

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Fokus Penelitian... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Sistematika Penulisan... 8

BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEP-KONSEP KUNCI... 9

A. Konsep Kebudayaan dan Pergeseran Kebudayaan... 9

B. Konsep Pewarisan Budaya... 11

C. Konsep Pendidikan Seni Rupa untuk Orang Dewasa pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah... 19

D. Konsep Pendidikan Nonformal... 25

E. Konsep Seni Rupa... 27

F. Konsep Seni Kriya Batik... 28

G. Perkembangan Batik Jawa Barat... 36

H. Tinjauan Batik Kasumedangan... 38

I. Model Berpikir... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 44

A. Metode dan Pendekatan Penelitian... 44

B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian... 44


(5)

D. Teknik Pengumpulan Data... 46

E. Teknik Analisis Data... 48

BAB IV POLA PEWARISAN BUDAYA MEMBATIK MASYARAKAT SUMEDANG... 51

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 51

1. Sejarah Singkat Kabupaten Sumedang... 51

2. Lingkungan Geografis Kabupaten Sumedang... 53

3. Sistem Sosial Budaya Masyarakat Sumedang... 55

4. Lingkungan Tiga Sanggar Batik Kasumedangan... 62

B. Eksistensi Batik Kasumedangan... 69

1. Sejarah Berdirinya Saung Batik Wijaya Kusumah-Pamulihan... 70

2. Sejarah Berdirinya Sanggar Batik Umimay-Tanjungsari... 75

3. Sejarah Berdirinya Dapur Batik An-Nur-Conggeang... 78

4. Fungsi Batik Kasumedangan... 79

5. Jenis, Model dan Penggunaan Pakaian Adat Kasumedangan... 81

6. Visualisasi Ragam Hias Keraton sebagai Dasar Motif Batik Kasumedangan... 83

7. Pemasaran Kain Batik Kasumedangan... 90

C. Persepsi Tiga Sanggar Batik Kasumedangan tentang Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang... 103

1. Tujuan Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang.. 105

2. Kendala-Kendala dalam Usaha Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang... 107

3. Nilai-Nilai Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang... 109

D. Pelaksanaan dan Hasil Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang... 119

1. Pelaksanaan Pewarisan Budaya Membatik di Saung Batik Wijaya Kusumah-Pamulihan... 119 2. Pelaksanaan Pewarisan Budaya Membatik di Sanggar Batik


(6)

Umimay-Tanjungsari... 124

3. Pelaksanaan Pewarisan Budaya Membatik di Dapur Batik An-Nur-Conggeang... 129

4. Hasil Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang... 130

E. Pola Bertahan dan Berkembangnya Jenis dan Motif Batik Kasumedangan... 155

1. Profil Karya Batik Wijaya Kusumah-Pamulihan... 156

2. Profil Karya Sanggar Batik Umimay-Tanjungsari... 162

3. Profil Karya Dapur Batik An-Nur-Conggeang... 171

4. Tampilan Visual Batik Kasumedangan... 176

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 188

A. Kesimpulan... 188

B. Rekomendasi... 191


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

2.1 Ciri-Ciri Batik Jawa Barat... 37 2.2 Motif dan Makna dalam Batik Kasumedangan... 41 2.3 Profil Batik Kasumedangan... 42 4.1 Daftar Karyawan Batik Wijaya Kusumah yang Masih Eksis

Hingga Kini... 122 4.2 Daftar Karyawan Sanggar Batik Umimay yang Masih Eksis

Hingga Kini... 126 4.3 Daftar Karyawan Dapur Batik An-Nur yang Masih Eksis

Hingga Kini... 129 4.4 Skema Contoh Jalannya Canting Tulis... 133 4.5 Skema Contoh Jalannya Canting Cap... 140 4.6 Motif-Motif Batik yang Dipandang Khas Sumedang

yang Terdapat di Batik Wijaya Kusumah... 157 4.7 Motif-Motif Batik yang Dipandang Khas Sumedang

yang Terdapat di Sanggar Batik Umimay... 166 4.8 Motif-Motif Batik yang Dipandang Khas Sumedang

yang Terdapat di Dapur Batik An-Nur... 172

4.9 Jumlah Motif-Motif Batik Kasumedangan yang

Teridentifikasi dari Tiga Sanggar Batik Kasumedangan... 185

4.10 Profil Batik yang Dipertahankan dan Dikembangkan oleh


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman 2.1 Gambar Bagan Model Berpikir... 43 4.1 Mahkota Binokasih yang Terdapat di Museum Prabu Geusan

Ulun, Yayasan Pangeran Sumedang... 52 4.2 Kilat Bahu Berbentuk Kepala Ular Naga yang Terdapat di

Museum Prabu Geusan Ulun, Yayasan Pangeran Sumedang... 52 4.3 Batas Wilayah dan Sebaran Kecamatan di Kabupaten

Sumedang... 53 4.4 Patung Cadas Pangeran sebagai Monumen Peringatan Peristiwa

Cadas Pangeran... 54 4.5 Monumen Lingga yang Terletak di Tengah Alun-Alun Kabupaten

Sumedang... 54 4.6 Kerajinan Tangan Anyaman Bongsang sebagai Kemasan Tahu

Sumedang (Kiri) dan Patung Tanimar Salah Satu Mata Pencaharian Warga Sumedang (Kanan)... 58 4.7 Kerajinan Tampir Salah Satu Mata Pencaharian Warga

Sumedang... 59 4.8 Kerajinan Wayang Golek Salah Satu Mata Pencaharian Warga

Sumedang... 59 4.9 Membuat Tahu Sumedang Salah Satu Mata Pencaharian Warga

Sumedang... 59 4.10 Membuat Opak Salah Satu Mata Pencaharian Warga Sumedang.... 60 4.11 Kesenian Kuda Renggong... 61 4.12 Kesenian Jentreng Tarawangsa... 62 4.13 Halaman Batik Wijaya Kusumah di Pamulihan yang Cukup Luas

untuk Penjemuran Kain Batik... 63 4.14 Rumah Kediaman Ibu Ina Mariana Merangkap Gallery Batik

Wijaya Kusumah di Jln. Pangeran Kornel No. 246 Kecamatan

Sumedang Selatan... 64 4.15 Gallery Sanggar Batik Umimay Tanjungsari... 65


(9)

4.16 Tempat Pembuatan Batik di Halaman Depan Bengkel Sanggar Batik Umimay Tanjungsari... 65 4.17 Tempat Pembuatan Batik di Dalam Bengkel Sanggar Batik

Umimay Tanjungsari... 65 4.18 Beberapa Motif Hias Kasumedangan di Tembok Belakang

Halaman Bengkel Sanggar Batik Umimay... 66 4.19 Rumah Kediaman Hj. Ecin Merangkap Bengkel Dapur Batik

An-Nur di Dusun Tagog Desa Cibeureuyeuh Kecamatan Conggeang... 67 4.20. Gedung Dapur Batik An-Nur Tempat Pembuatan Batik

Kasumedangan Terletak di Halaman Belakang Rumah Utama

Hj. Ecin... 67 4.21 Suasana di Depan Galerry (Tempat Menjual dan Memajang Kain

Batik) Dapur Batik An-Nur... 67 4.22 Peta Tiga Lokasi Penelitian Pengrajin Batik Kasumedangan... 69 4.23 Ibu Ina Mariana ketika Diwawancarai di Gallery Batik Wijaya

Kusumah... 70 4.24 Bantuan Berupa Kompor Listrik dari Ibu Ani Yudhoyono melalui

Ibu Sendy Dede Yusuf (Ketua Yayasan Batik Jawa Barat) kepada Pengrajin Batik Wijaya Kusumah di Pamulihan... 72 4.25 Ibu Ina Mariana Memperlihatkan Batik Kasumedangan Motif

Kujang Buhun di Stand Pameran “Festival Prabu Geusan Ulun”

di Halaman Gedung Negara Pemkab Sumedang Jln. Prabu Geusan Ulun, Sumedang, Senin (25/11/2013)... 74 4.26 Umimay (Kanan) Pemilik Sanggar Batik Umimay... 75 4.27 Umimay (Kiri) Memperlihatkan Batik Kasumedangan kepada

Ibu Sendy Dede Yusuf (Ketua Yayasan Batik Jawa Barat)

di Sanggar Batik Umimay... 78 4.28 Dua Variasi Motif Kembang Bagoesweroeh Diadaptasi dari

Benda-Benda Museum Prabu Geusan Ulun, Kain Batik


(10)

4.29 Hj. Ecin Pemilik Dapur Batik An-Nur... 79

4.30 Model Pakaian Salontreng di Kabupaten Sumedang... 81

4.31 Model Pakaian Baju Takwa di Kabupaten Sumedang... 82

4.32 Model Pakaian Kebaya di Kabupaten Sumedang... 82

4.33 Contoh Kain Motif Kasumedangan Berupa Kemeja... 82

4.34 Ragam Hias Mahkota Binokasih... 83

4.35 Motif Mahkota Binokasih Karya Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 83

4.36 Ragam Hias Kujang... 84

4.37 Motif Kujang Pusaka Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 84

4.38 Ragam Hias Pajajaran... 84

4.39 Motif Hias Pajajaran Karya Pengrajin Dapur Batik An-Nur... 85

4.40 Ragam Hias Lingga... 85

4.41 Motif Lingga dan Variasinya Karya Pengrajin Dapur Batik An-Nur... 85

4.42 Ragam Hias Garuda Mungkur... 86

4.43 Canting Cap Motif Garuda Mungkur Kreasi Pengrajin Batik Dapur An-Nur... 86

4.44 Ragam Hias Manuk Julang... 86

4.45 Motif Manuk Julang dan Variasinya Karya Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 87

4.46 Ragam Hias Naga... 87

4.47 Motif Naga Variasi Ragam Hias Karya Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 87

4.48 Ragam Hias Hanjuang... 88

4.49 Motif Hanjuang... 88

4.50 Ragam Hias Kembang Cangkok Wijaya Kusumah... 88

4.51 Motif Wijaya Kusumah Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 89

4.52 Ragam Hias Teratai... 89

4.53 Motif Kembang Teratai Pakuan Karya Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 89


(11)

4.54 Contoh Seragam Pegawai Pemerintahan Kabupaten Sumedang

Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 91 4.55 Totopong (Ikat Kepala) Motif Cadas Pangeran Karya Pengrajin

Batik Wijaya Kusumah... 91 4.56 Kain Batik Kasumedangan Pesanan KPU (Komisi Pemilihan

Umum) dan Pesananan KKB Kabupaten Sumedang Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 91 4.57 Kain Batik Kasumedangan Pesanan Partai Gerinda Kabupaten

Sumedang Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 92 4.58 Karyawan Batik Wijaya Kusumah Bagian Konveksi sedang

Melipat Kain Batik Motif Lingga untuk Bahan Seragam Lomba

MTQ Kabupaten Sumedang di Karawang... 92 4.59 Display Kain Batik Kasumedangan sebagai Seragam Pesta

Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 93 4.60 Display Kain Batik di Gallery Batik Wijaya Kusumah... 94 4.61 Display Batik di Bagian Ruang Utama Gallery Sanggar Batik

Umimay... 94 4.62 Display Batik di Bagian Ruang Tengah Gallery Sanggar Batik

Umimay... 94 4.63 Display Batik di Gallery Utama Dapur Batik An-Nur... 95 4.64 Desain Kemasan Batik Kasumedangan di Batik Wijaya

Kusumah... 95 4.65 Desain Kemasan Kain Batik di Sanggar Batik Umimay... 96 4.66 Desain Brosur dalam Kemasan Kain Batik Sanggar Batik

Umimay... 97 4.67 Desain Kemasan Produk Kain Batik di Dapur Batik An-Nur... 97 4.68 Stand Pameran Batik Wijaya Kusumah sebagai Mitra Binaan

Jasa Marga... 99 4.69 Dari Kiri ke Kanan: Stand Pameran Batik Wijaya Kusumah

di Salah Satu Pameran Nasional dan Festival Kebudayaan


(12)

4.70 Batik Kasumedangan Motif Naga Variasi Ragam Hias Dipakai

oleh Mantan Wagub Jabar H. Dede Yusuf... 101

4.71 Batik Kasumedangan Karya Sanggar Batik Umimay Dipakai Hj. Dede Yusuf Saat Menjadi Bintang Tamu di Acara Sebuah Stasiun TV Swasta... 101

4.72 Hj. Ecin di Stand Pameran Batik Kasumedangan Dapur Batik An-Nur Memperingati HUT Kabupaten Cirebon yang ke-531 di Alun-Alun Pataraksa Sumber... 102

4.73 Bagan Eksistensi Batik Kasumedangan dan Faktor-Faktor Pendukungnya... 103

4.74 Logo Teratai sebagai Logo Sanggar Batik Umimay... 105

4.75 Bagan Pewarisan Membatik Masyarakat Sumedang... 118

4.76 Ibu Ina Sempat Memiliki Banyak Karyawan di Pamulihan Sebelum Akhirnya Beberapa dari Mereka Merasa Bosan dan Berhenti Menjadi Pengrajin Batik Sumedang... 120

4.77 Beberapa Karyawan Batik Wijaya Kusumah di Kecamatan Pamulihan yang Masih Eksis Hingga Sekarang... 122

4.78 Umimay Nampak Bersemangat ketika Memberikan Informasi dan Menunjukkan Karya-Karya Batiknya... 125

4.79 Penulis Bersama Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 128

4.80 Proses Alur Membatik di Sanggar Batik Umimay... 128

4.81 Hj. Ecin Bersama Para Karyawan Dapur Batik An-Nur... 130

4.82 Bagian-Bagian Canting Tulis... 132

4.83 Beberapa Canting yang Dimiliki Batik Wijaya Kusumah... 137

4.84 Gawangan dari Bambu (Kiri) dan Kompor Listrik (Kanan) yang Terdapat di Sanggar Batik Umimay... 138

4.85 Kegiatan Mencanting Tulis Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 138

4.86 Kegiatan Mencanting Tulis Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 138

4.87 Kegiatan Mencanting Tulis Pengrajin Dapur Batik An-Nur... 139


(13)

4.89 Bantalan Meja Cap (Kiri) dan Lilin Batik Dipanaskan di Dalam Dulang Tembaga yang pada Dasar Dulang Diletakan Beberapa

Lapis Kasa dari Anyaman Kawat Tembaga... 141

4.90 Beberapa Canting Cap yang Dimiliki Batik Wijaya Kusumah... 141

4.91 Beberapa Canting Cap yang Dimiliki Sanggar Batik Umimay... 142

4.92 Beberapa Canting Cap yang Dimiliki Dapur Batik An-Nur... 142

4.93 Pengrajin Batik Wijaya Kusumah sedang Melakukan Proses Membatik dengan Menggunakan Cap Teknik Parang (Miring)... 143

4.94 Hasil Canting Cap Karya Pengrajin Batik Wijaya Kusumah... 143

4.95 Beberapa Contoh Desain Motif Batik Karya Pengrajin Sanggar Batik Umimay... 145

4.96 Proses Mendesain Motif Batik dan Memindahkan Desain Motif Batik pada Kain Mori... 145

4.97 Tabung-Tabung Berisi Zat Pewarna di Dapur Batik An-Nur (Kiri) dan Sanggar Batik Umimay (Kanan)... 146

4.98 Proses Pencelupan di Dapur Batik An-Nur Kain Batik yang telah Direndam dalam Larutan Napthol Ditiriskan... 147

4.99 Proses Nyelup di Sanggar Batik Umimay Kain Batik yang sedang Direndam dalam Larutan Garam (Kiri) dan Kain Batik yang Ditiriskan telah Selesai Direndam Larutan Garam (Kanan).... 148

4.100 Kain Mori yang Masih Berupa Gulungan di Dapur Batik An-Nur.. 149

4.101 Kain Mori dalam Proses Pemotongan di Sanggar Batik Umimay.... 149

4.102 Proses Klowong di Dapur Batik An-Nur... 151

4.103 Kain Mori yang telah Digambari Motif Diberi Isen-Isen dan Cecek Karya Sanggar Batik Umimay... 151

4.104 Kain Batik yang telah Selesai Dibironi (Ditutup Lilin) dan Dicelup Warna Terakhir di Sanggar Batik Umimay... 152

4.105 Mencolet atau Nyolet di Dapur Batik An-Nur... 153

4.106 Proses Ngalorod di Dapur Batik An-Nur (Kiri) dan Batik Wijaya Kusumah (Kanan)... 153


(14)

4.107 Proses Penjemuran Batik di Batik Wijaya Kusumah (Kiri) dan

Sanggar Batik Umimay (Kanan)... 154

4.108 Proses Penjemuran Batik di Dapur Batik An-Nur... 154

4.109 Bagan Alur Pelaksanaan Pewarisan dan Hasil Pewarisan Membatik Masyarakat Sumedang... 155

4.110 Beberapa Motif Batik sebagai Motif untuk Jahit Mixmatch dari Kain Batik Kasumedangan... 162

4.111 Ibu Ina Mengenakan Batik Kasumedangan Motif Cadas Pangeran yang Divariasikan dengan Motif Polkadot Biru... 162

4.112 Dua Desain Motif Cadas Pangeran Karya Sanggar Batik Umimay... 163

4.113 Desain Motif Naga Junun Jucung Variasi Ragam Hias Pajajaran, Binokasih, dan Kujang Karya Sanggar Batik Umimay... 163

4.114 Desain Motif Ngalaksa Karya Sanggar Batik Umimay... 164

4.115 Desain Motif Lingga Karya Sanggar Batik Umimay... 164

4.116 Dua Desain Motif Cadas Pangeran Karya Dapur Batik An- Nur... 172

4.117 Motif Batik Kembang Bagoes Weroeh Warna Putih Latar Hitam, Teknik Batik Cap, Berpola Nongeometris... 177

4.118 Analisis Visual Stilasi Motif Manuk Julang Variasi Ragam Hias... 178

4.119 Analisis Visual Motif Cadas Pangeran, Warna Putih Di Atas Latar Merah Muda... 179


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keputusan Pengangkatan Pembimbing Penulisan Tesis Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3 Instrumen Penelitian (Draft Wawancara Pertanyaan Penelitian) Lampiran 4 Lembar Observasi Responden

Lampiran 5 Urutan Lengkap Susunan Pimpinan Sumedang dari Tahun ke Tahun

Lampiran 6 Daftar Istilah


(16)

ABSTRAK

POLA PEWARISAN BUDAYA MEMBATIK MASYARAKAT SUMEDANG (Studi Kasus Pola Pewarisan Membatik di Tiga Sanggar Batik Kasumedangan) Penelitian bertujuan mengkaji pola pewarisan membatik masyarakat Sumedang. Fokus penelitian pada tiga sanggar batik Kasumedangan. Penelitian menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan budaya. Hasil temuan menunjukan eksistensi batik Kasumedangan cukup baik dan mengalami perkembangan pesat hingga saat ini. Prinsip-prinsip pelaksanaan pewarisan membatik, mengacu pada nilai filosofis, manajerial, dan operasional. Pewarisan membatik masyarakat Sumedang dilakukan dengan sosialisasi simbolik, menghasilkan kemampuan mendesain, memproduksi dan memasarkan karya batik. Jenis motif berkembang pesat dan beragam. Tampilan batik berpola ceplokan, lereng dan nongeometris. Berunsur naratif dan nonnaratif. Bersumber dari sejarah, lingkungan geografis, ekonomi dan sosial budaya Sumedang. Disarankan kepada guru, pengelola pendidikan seni, peneliti, dan pemerintah untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mendukung pewarisan membatik masyarakat Sumedang, terutama pada segi peningkatan kemampuan sumber daya manusia masyarakat pengrajin batik Sumedang.

Kata Kunci: Batik Sumedang, Pewarisan, Sosialisasi Simbolik

ABSTRACT

THE PATTERN OF CULTURAL INHERITANCE IN THE SOCIETY OF BATIK SUMEDANG (Researches in Pattern Batik on Three Batik Kasumedangan Studios)

The research aims to study the inheritance in batik Sumedang society. The focus of research in three galleries batik Kasumedangan. The research using descriptive qualitative analytic approach and the cultural approach. The results of this research show the existence of batik Kasumedangan is good enough and having rapid development to date. Implementation of the principles of inheritance batik, referring to the philosophical, managerial, and operational. Inheritance of Sumedang batik society performed with symbolic socialization, resulting in the ability to design, produce and sell the batik. The pattern of batik developing fast and at large variations. Ceplokan, lereng and nongeometric batik patterns. Has elements narrative and nonnarrative. Sourced from historical, geographical environment, economic and socio-cultural Sumedang. Recommended for teachers, art education managers, researchers, and government to plan, implement, develop and support public inheritance Sumedang batik, especially in terms of building the human resource capacity of Sumedang batik crafters.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan Indonesia dikenal unik oleh dunia dengan hasil kebudayaannya yang bersifat tradisional, hasil kebudayaan yang bersifat tradisional itu berupa seni rupa, seni musik, seni tari, seni sastra, dan seni pertunjukan. Sejak dahulu sampai saat ini kebudayaan yang ada di Indonesia semakin berkembang serta melahirkan budaya-budaya yang baru. Hal ini tentu memberi dampak positif pada produk-produk kebudayaan Nusantara yaitu semakin banyaknya inovasi, modifikasi, dan kreativitas karya seni masyarakat yang ada di Indonesia. Masyarakat yang belum mempunyai kesenian tradisional tertentu kemudian menciptakan suatu karya seni tradisional dengan maksud membentuk suatu identitas lokal masyarakatnya di masa kini maupun di masa yang akan datang.

Produk-produk kesenian yang diciptakan oleh masyarakat lokal adalah kesenian tradisi yang sifatnya orisinil maupun merupakan hasil akulturasi budaya, baik itu dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat lainnya maupun dipengaruhi oleh kebudayaan dari mancanegara. Akulturasi budaya biasanya dikemas atau direproduksi secara variatif oleh masyarakatnya sehingga melahirkan suatu produk kebudayaan yang baru. Seni rupa tradisional yang ada di Nusantara secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis yaitu karya seni rupa Nusantara yang berbentuk dua dimensi, dan karya seni rupa Nusantara yang berbentuk tiga dimensi.

Salah satu karya seni rupa tradisional dua dimensi yang ada di Indonesia yaitu kain batik. Karya seni batik yang ada di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing di setiap daerahnya. Keanekaragaman tersebut berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan alam yang berbeda–beda di wilayah Indonesia dan sejalan pula dengan sejarah perkembangan kebudayaannya. Namun demikian, secara umum batik yang ada di Indonesia memiliki fungsi dan makna yang sama. Fungsi umum kain batik yaitu berfungsi sebagai kebutuhan sekunder, sedangkan


(18)

2

maknanya berisi ungkapan-ungkapan kehidupan sosial maupun ciri khas daerah yang diungkapkan melalui bahasa-bahasa visual.

Meski diyakini berasal dari Jawa, penyebaran seni batik hampir berada di seluruh kepulauan di Indonesia, batik ditemukan juga di Sumatera diantaranya ada batik Aceh, batik Palembang, batik Riau, batik Tanah Liek Sumatera Barat, batik Besurek Bengkulu, dan batik Jambi. Di Kalimantan Selatan batik dikenal dengan nama Sasirangan. Batik di Kalimantan Tengah terkenal dengan nama batik Benang Bintik. Batik-batik Sulawesi Selatan memiliki motif-motif Toraja, Bugis, dan Makasar. Sedangkan batik di Sulawesi Tengah banyak dihasilkan oleh masyarakat kota Palu. Papua memiliki batik motif Asmat. Bali selain menampilkan coraknya yang khas juga menggunakan corak perpaduan Bali dengan luar Bali, seperti Bali-Papua, Bali-Pekalongan, dan lain-lain. Daerah Nusa Tenggara Barat ada batik Sasambo (Sasak Samawa Mbojo). Di Nusa Tenggara Timur batik terdapat di Pulau Sumba dan Pulau Rote.

Batik di Jawa Tengah khususnya berpusat dan berkembang di Yogyakarta dan Surakarta. Batik daerah pesisir utara Jawa, berkembang dari Pekalongan sampai Lasem (Rembang). Daerah perbatikan di Jawa Timur banyak ditemukan di Madura, Tuban, Sidoarjo, Tulungagung, dan Banyuwangi. Sementara itu Tim Isen-Isen yang dikutip Sobandi (2010) mengemukakan bahwa sejarah perkembangan batik di wilayah Jawa Barat dikenal dan dikelompokan menjadi batik tradisi dan batik baru tumbuh. Batik tradisi yaitu batik yang berkembang di Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis. Sementara itu yang termasuk batik tumbuh di Jawa Barat adalah batik Bandung, Cimahi, Majalengka, Cigugur-Kuningan, Banten, Bogor, Karawang, dan Sumedang.

Melihat penyebaran batik hampir terdapat di seluruh Indonesia, kita patut berbangga karena keanekaragaman batik tersebut lebih menguatkan bahwa batik benar-benar merupakan kebudayaan asli Indonesia. Oleh karena itu sangat penting dilakukan inventarisir secara terus menerus untuk mempertahankan eksistensi dan kelestariannya. Beberapa kemunculan industri kerajinan batik baru tumbuh di beberapa daerah Jawa Barat termasuk kemunculan batik di Sumedang terbilang


(19)

3

fenomenal, mengingat beberapa daerah ini telah lama tidak memiliki tradisi membatik.

Daerah Sumedang sejak dahulu tidak dikenal memiliki tradisi perbatikan di wilayahnya (Mashuri, dikutip Surviati 2004). Namun, pada tahun 1999 telah muncul sebuah kreasi batik di daerah Sumedang yang mampu merebut perhatian banyak pihak (Rusmana, dikutip Surviati 2004). Tampaknya batik di daerah Sumedang ini mampu menyejajarkan diri dengan batik-batik yang dihasilkan oleh daerah-daerah lain jauh sebelumnya. Hal ini sangat wajar karena batik Sumedang ini ternyata selain dipakai oleh masyarakat Sumedang juga diminati oleh masyarakat lokal luar daerah Sumedang dan juga diminati oleh beberapa turis mancanegara. Batik di Sumedang dikenal juga dengan nama batik Kasumedangan.

Banyak pihak yang menyorot kemunculan batik di Sumedang ini. Baik pihak yang mendukung maupun yang meragukan prospek maupun nilai seni batik Sumedang. Pihak masyarakat yang meragukan nilai seni maupun muatan budaya yang terkandung dalam batik Kasumedangan beranggapan dengan adanya batik di Sumedang tidak menghargai komitmen leluhur Sumedang yang sejak semula menolak eksistensi batik.

Sebagian pihak lain meragukan kemampuan pihak pembuat batik Kasumedangan dalam mengkreasi dan mentransfer budaya asli Sumedang. Selain itu ada kekhawatiran produk batik baru ini tidak akan mungkin bersaing dengan batik-batik dari daerah lain yang memang memiliki landasan budaya yang kuat dalam tradisi batik dan telah bertahan dalam waktu yang lama. Sebagian masyarakat yang mendukung kemunculan batik Kasumedangan beralasan bahwa budaya bersifat dinamis dan progresif sehingga setiap saat bisa saja berubah sesuai dengan perkembangan jaman.

Menilik dari latar belakang Sumedang yang tidak mengenal atau memiliki kebiasaan membatik sebelum ini, maka kelahiran batik Sumedang terhitung fenomenal. Setelah salah seorang warganya yaitu Ibu Ina Mariana mempelajari seni membatik dan memperkenalkannya kepada masyarakat setempat, ternyata masyarakat bisa menerimanya. Dari hasil penelitian Surviati (2004) berupa tesis,


(20)

4

batik di Sumedang diidentifikasi telah memiliki sekitar 20 motif khas dan bentuk khas batik Kasumedangan yaitu berpola ceplokan, motif utama pada latar vertikal, horisontal atau polos, dan menemukan makna-makna simbolis dari motif-motif tersebut. Batik Kasumedangan mengacu pada keadaan geografis, sosial-ekonomi, dan budaya Sumedang yang motif-motifnya memang sangat khas Sumedang.

Batik Kasumedangan dinilai menampilkan nilai-nilai budaya daerah Sumedang. Hal ini terwujud dalam setiap motif pada batik Kasumedangan yang banyak terinspirasi dari lingkungan geografis daerah Sumedang, sosial ekonomi, simbol-simbol daerah Sumedang dan benda-benda yang terdapat pada peninggalan jejak sejarah masa-masa kerajaan Prabu Geusan Ulun. Motif-motif batik tersebut memiliki ciri kedaerahan yang dimiliki oleh kabupaten Sumedang sehingga merupakan jejak rekam visual kebudayaan Sumedang yang sangat bagus melalui motif-motif batik yang tercipta. Batik Kasumedangan bisa menjadi media informasi bagi generasi muda dan kelompok masyarakat luar Sumedang mengenai nilai-nilai luhur dalam budaya Sumedang, sehingga dapat menjembatani pewarisan nilai-nilai luhur budaya kepada generasi muda sekaligus sebagai pelestarian budaya itu sendiri.

Berdasarkan data awal di lapangan, baik keterangan dari media massa dan internet, saat ini terdapat beberapa pengrajin batik Kasumedangan yang telah teridentifikasi dan masih aktif memproduksi batik di Sumedang dan tersebar di beberapa wilayah kecamatan yang berbeda, diantaranya yaitu Batik Wijaya Kusumah dan Batik Cadas Pangeran (Nafira Collection) di kecamatan Pamulihan, Sanggar Batik Umimay di kecamatan Tanjungsari dan Dapur Batik An-Nur di kecamatan Conggeang. Meskipun jumlahnya tidak banyak. Tetapi hal ini menunjukkan bahwa masih adanya kesadaran individu maupun kelompok yang ada di kabupaten Sumedang akan pentingnya suatu kebudayaan lokal.

Kecenderungan pola pikir masyarakat Sumedang sebagai masyarakat agraris dengan wilayah dataran tinggi (pegunungan) telah melahirkan pergeseran budaya dengan kemunculan batik Kasumedangan, yang selama ini batik berkembang di lingkungan keraton seperti Yogyakarta dan Surakarta serta di lingkungan masyarakat pesisir seperti daerah Cirebon. Sebagai salah satu produk budaya


(21)

5

tradisi modern, batik Kasumedangan diharapkan dapat terus muncul dan berkembang serta dapat menjadi salah satu identitas lokal masyarakat Sumedang yang dikenal luas hingga luar daerah Sumedang. Ketenarannya itu terutama diharapkan akan seperti pada beberapa jenis seni pertunjukan di Sumedang diantaranya seni pertunjukan Kuda Renggong, Tarawangsa, dan Gembyung yang lebih dari tiga generasi telah berhasil memelihara dan mengembangkan jenis kesenian tersebut sehingga masih lestari sampai sekarang.

Pendidikan formal yang berjalan di masyarakat Sumedang, adat istiadat dan pola pikir yang selalu berubah, membuat masyarakat memandang bahwa sentra batik Kasumedangan merupakan tempat pembelajaran. Setelah salah seorang warganya mempelajari membatik maka terjadilah penyebaran dan pewarisan budaya membatik di lingkungan masyarakat Sumedang. Sentra-sentra kerajinan batik yang berdiri terus berusaha menumbuhkan budaya membatik dengan terus menerus memproduksi batik dan menularkan keahlian membatik dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Produk budaya berupa batik Kasumedangan adalah perwujudan pola pikir masyarakat Sumedang. Kualitas batik Kasumedangan dari segi bahan, teknik produksi meliputi batik tulis dan cap, produk desain dan motif cukup mumpuni bersaing di pasaran, selain itu batik Kasumedangan juga menampilkan corak motif serta ciri khas yang berbeda dari daerah lainnya. Ragam bentuk karya motif batik Kasumedangan yang berkembang hingga kini sebagai karya seni rupa kriya juga menjadi hal yang sangat menarik bagi penulis.

Tradisi membatik termasuk hal yang baru bagi masyarakat Sumedang, memperkenalkan suatu hal yang baru tidaklah mudah. Mengingat pula dari segi proses pembuatan, batik membutuhkan proses yang relatif panjang dan rumit. Namun, beberapa pengrajin disana nampak giat menularkan keterampilan membatik pada warga belajarnya sehingga mereka mampu membuat sekaligus memasarkan produk batik mereka. Bahkan pengrajin aktif yang baru memulai kegiatan membatik sampai sekarang terus bertambah. Hal itu menjadi salah satu fenomena menarik bagi penulis.


(22)

6

Berkaitan dengan latar belakang dan fenomena di atas mengenai batik Kasumedangan, sepanjang pengetahuan peneliti belum ada yang meneliti tentang pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana pula perkembangan dan perwujudan visual ragam bentuk motif batik Kasumedangan sebagai bagian produk budaya membatik masyarakat Sumedang hingga saat ini. Maka penulis sangat tertarik untuk menjadikan permasalahan tersebut menjadi fokus dalam penelitian karya ilmiah atau tesis penulis.

Fokus dan masalah tersebut juga berhubungan dengan studi yang selama ini penulis ikuti, yakni dalam disiplin Pendidikan Seni, khususna Seni Rupa. Selain itu juga bidang tersebut menjadi profesi penulis yang selama ini geluti. Karena keterbatasan dana dan waktu penulis hanya akan meneliti dari segi pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana perwujudan visual produk batik Kasumedangan dengan sasaran tiga sanggar batik Kasumedangan yang dianggap dapat mewakili budaya membatik di kabupaten Sumedang.

Dengan demikian judul rancangan penelitian yang penulis ajukan adalah: “Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang (Studi Kasus Pola Pewarisan

Membatik di Tiga Sanggar Batik Kasumedangan)”.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini merujuk pada pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bentuk visual batik Kasumedangan sebagai bagian dari hasil produk budaya membatik masyarakat Sumedang. Dengan demikian fokus masalah adalah bagaimana tiga sanggar batik Kasumedangan mewujudkan budaya membatik masyarakat Sumedang dan bagaimana perwujudan visual produk budaya batik yang dihasilkannya?. Agar operasional, maka fokus penelitian ini akan diuraikan dalam empat pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana eksistensi batik Kasumedangan dari zaman ke zaman?

2. Bagaimana persepsi tiga sanggar batik Kasumedangan tentang pewarisan budaya membatik?

3. Bagaimana pelaksanaan dan hasil pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang?


(23)

7

4. Bagaimana bertahan dan berkembangnya jenis dan motif batik Kasumedangan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan eksistensi batik Kasumedangan dari zaman ke zaman. 2. Menganalisis persepsi tiga sanggar batik Kasumedangan tentang pewarisan

budaya membatik.

3. Menganalisis pelaksanaan dan hasil pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang.

4. Menemukan pola bertahan dan berkembangnya jenis dan motif batik Kasumedangan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademik, yakni penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan tentang konsep pendidikan seni, khususnya seni rupa berkenaan dengan eksistensi batik Kasumedangan, pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang, dan visual batik Kasumedangan. Kontribusi penelitian ini juga akan memberi gambaran pengetahuan bagi berbagai kepentingan, terutama untuk disiplin ilmu-ilmu terkait. Penelitian ini sebagai alat untuk memberi pencerahan di masa depan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Dokumentasi hasil penelitian ini merupakan salah satu usaha pelestarian dan publikasi secara akademis mengenai batik Kasumedangan. Dampak positif penelitian dalam bidang pendidikan dapat memperkaya sumber materi untuk kegunaan teoritis mengenai kategori batik yang baru tumbuh di Jawa Barat. 2. Manfaat Praktis, yakni memberikan input bagi tiga pihak, yakni: (a) praktisi

pendidikan seni di lapangan berkenaan dengan batik Kasumedangan dan pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang; (b) bagi masyarakat dan

stake holder sebagai sarana edukasi yaitu media pendidikan masyarakat luas. Dengan banyaknya informasi mengenai batik Kasumedangan yang dibaca dan opini atau pendapat-pendapat para pakar tentang berbagai masalah di lingkungannya, maka secara tidak langsung akan memperluas wawasan para pembacanya; (c) bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan berkenaan dengan pendidikan seni tentang pemuatan informasi batik


(24)

8

Kasumedangan yang terus-menerus di berbagai media pendidikan akan mendorong masyarakat untuk dapat menangggapi berbagai permasalahan yang diberitakan, sehingga terjadilah proses saling memberi dan saling menerima. Hal ini akan merangsang setiap individu yang membaca untuk melakukan hal pewarisan budaya.

E. Sistematika Penulisan BAB I

Berisi uraian mengenai Latar Belakang Permasalahan, Fokus dan Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB II

Berisi landasan konseptual berupa temuan penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang dikaji yaitu Konsep Kebudayaan dan Pergeseran Kebudayaan, Konsep Pewarisan Budaya, Konsep Seni Rupa, Konsep Pendidikan Seni Rupa untuk Orang Dewasa pada Satuan Pendidikan Luar Sekolah, Konsep Pendidikan Nonformal, Konsep Seni Kriya Batik, Perkembangan Batik Jawa Barat, Tinjauan Batik Kasumedangan, dan Model Berpikir.

BAB III

Berisi penjabaran mengenai Metodologi Penelitian, meliputi Metode dan Pendekatan Penelitian yang digunakan, Lokasi dan Subjek Penelitian, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.

BAB IV

Berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan Pola Pewarisan Budaya Membatik Masyarakat Sumedang. Melaporkan hasil pengolahan data berupa pemaparan analisis temuan.

BAB V

Berisi kesimpulan dari keseluruhan hasil temuan dalam penelitian serta memuat saran yang dibuat berdasarkan kesimpulan.


(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan budaya. Pendekatan kualitatif yaitu data yang berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka yang telah dikumpulkan dan diproses kemudian disusun ke dalam teks yang diperluas dan dianalisis yang terdiri atas tiga alur kegiatan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi (Miles dan Huberman, 1992).

Pendekatan budaya dan kualitatif dalam penelitian ini mengutamakan kekuatan pemahaman (verstehen) mengenai gejala-gejala yang ada dalam ruang lingkup penelitian. Ciri utama yang memperhatikan hubungan fungsional antargejala dalam struktur yang bertingkat-tingkat. Antargejala tersebut satu sama lain dipandang saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan secara holistik (Creswell, 1994; Bogdan dan Biklen, 1982). Prosedur penelitian dilakukan dengan studi pendahuluan; penyelesaian ijin dan agenda kerja; penetapan sumber data; strategi penelitian; penentuan lokasi dan objek penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, maka pola budaya belajar produktif ditempatkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari aspek kehidupan kelompok masyarakat Sumedang. Unsur yang berkaitan tersebut yakni keterampilan membatik dan keterampilan hidup. Unsur tersebut saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan. Untuk memperoleh penjelasan mengenai hubungan antar unsur tersebut, maka diperlukan penggalian informasi yang meluas dan mendalam.

B. Lokasi, Waktu dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tiga sanggar batik Kasumedangan yang terdapat di tiga kecamatan di Sumedang selama enam bulan dari bulan Desember 2013 - Mei 2014. Adapun lokasinya yaitu:


(26)

45

1. Batik Wijaya Kusumah di Dusun Cimasuk II Desa Citali, Kecamatan Pamulihan dan gallery batiknya beralamat di Jalan Pangeran Kornel No. 264 Sumedang.

2. Gallery Sanggar Batik Umimay di Jalan Kaum No. 18 RT 3/4 Desa Jatisari Kecamatan Tanjungsari dan tempat workshop I Sanggar Batik Umimay di Jalan Kaum no. 23 RT 3/4 (sebelah Rumah Kayu Cibunder) Tanjungsari Sumedang.

3. Dapur Batik An-Nur sekaligus gallery di Dusun Tagog RT 3/5 Desa Cibeureuyeuh Kecamatan Conggeang.

Dalam penelitian kualitatif, istilah subjek lebih tepat digunakan dibandingkan dengan sampel. Istilah sampel bertolak dari asumsi bahwa setiap unsur dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, sedangkan dalam penelitian kualitatif seperti ini tidak semua subjek dari latar yang diteliti mempunyai peluang yang sama untuk dipilih sebagai subjek penelitian. Dalam penelitian ini sampel berarti subjek orang, peristiwa, dan informasi yang dipilih untuk memberikan informasi yang terpercaya. Untuk itu, penetapan subjek dilakukan melalui sampel internal.

Bogdan dan Biklen (1982:62) menyebut sampel internal, yaitu keputusan yang diambil jika setelah memiliki gagasan umum mengenai apa yang akan dikaji, dengan siapa akan berbicara, kapan melakukan pengamatan, dan berapa banyak jenis dokumen yang akan ditinjau. Oleh Glaser dan Straus (1985:102) disebut sampling teoritis dengan kriteria penentuan kapan berhenti membuat sampling kelompok-kelompok yang berbeda-beda untuk sebuah kategori adalah kejenuhan teoritis kategori itu.

Orang memperoleh kejenuhan teoritis dengan cara mengumpulkan data sambil menganalisisnya. Bila suatu kategori telah jenuh, tidak ada cara lain kecuali terus mencari kelompok baru dengan data dari kategori lain dan berusaha menjenuhkan kategori-kategori baru ini juga. Pemilihan subjek informan, prosedurnya sesuai dengan saran Patton (1980: 205) yaitu peneliti memilih informan yang dipandang paling mengetahui masalah yang dikaji, dan pilihannya


(27)

46

dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam pengumpulan data.

C. Sumber Data

Sumber informasi atau data yang dilakukan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi lapangan, yakni melalui observasi atau pengamatan, baik berupa

pengamatan biasa ataupun pengamatan terlibat. Sumber informasi pengamatan adalah keadaan dan kejadian yang berlangsung dalam lingkungan masyarakat Sumedang dan lingkungan masyarakat sekitar sanggar seperti: (1) peta pemukiman; (2) jenis bangunan yang ada; (3) jalan-jalan yang saling menghubungkan antar kampung; (4) peralatan membatik; (5) kegiatan kegamaan; (6) kegiatan keterampilan hidup sehari-hari. Observasi atau pengamatan terlibat digunakan untuk memperhatikan pada: (7) suasana kehidupan masyarakat; (8) suasana pekerjaan; (9) berbagai proses kegiatan bekerja; (10) proses pewarisan keterampilan membatik.

Interview atau wawancara penting dalam penggalian informasi dari para informan yang memiliki pengetahuan banyak mengenai pola budaya belajar yang akan mencapai keterampilan hidup kolektif. Wawancara dibagi dalam dua bagian,

wawancara terstruktur, yakni dengan menggunakan pedoman wawancara secara berulang kepada informan mengenai suatu topik; dan wawancara mendalam yang digunakan untuk menggali suatu informasi penting di lapangan sehingga dapat mencapai pemahaman yang menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.

Informan yang ditetapkan dalam penelitian ini berada di lingkungan masyarakat Sumedang diantaranya: (a) pemilik tiga sanggar batik Kabupaten Sumedang yaitu Batik Wijaya Kusumah di Kecamatan Pamulihan, Sanggar Batik Umimay di Kecamatan Tanjungsari dan Dapur Batik An-Nur di Kecamatan Conggeang. (b) karyawan sanggar (perajin batik) di tiga sanggar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan informasi yang menjadi serangkaian data penjelas dalam pendekatan ini berdasar pada pandangan masyarakat setempat sebagai landasan prinsipil yang harus ditaati dalam penelitian kualitatif. Dengan demikian posisi peneliti adalah menafsirkan situasi sosial budaya yang tampak berhubungan


(28)

47

dengan tempat, waktu, obyek, pelaku, aktivitas, tindakan, dan perasaan-perasaan masyarakat yang bersangkutan mengenai pola budaya membatik masyarakat Sumedang. Berdasarkan pandangan itu, maka teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian itu yakni:

1. Teknik pengamatan atau observasi, yakni teknik yang menekankan pada kecermatan panca indra dalam mengamati gejala fisik yang berhubungan dengan budaya belajar produktif, keterampilan membatik dan keterampilan hidup kolektif.

2. Teknik pengamatan terlibat, yakni teknik pengamatan mengenai hubungan tindakan manusia dalam kaitanya dengan yang lain. Teknik ini membutuhkan interaksi sosial yang dilakukan dengan kerja sama dengan suatu kelompok sosial sebagaimana yang disarankan oleh Black dan Champion (1992: 289). 3. Metode perekaman, yakni teknik-teknik perekaman yang tercakup dalam

metode perekaman, yang lazim digunakan untuk membantu, atau bersama-sama, bahkan menjadi alat utama untuk mengobservasi, dalam penelitian seni antara lain yaitu: (1) fotografi, (2) video, (3) perekaman audio, (4) melakar

atau gambar tangan. Beberapa motif Batik Kasumedangan digambar ulang dengan tangan supaya lebih jelas detailnya. Teknik-teknik perekaman ini digunakan karena dipandang lebih tepat, cepat, akurat, dan realistik berkenaan dengan fenomena yang diamati, jika dibandingkan dengan mencatatnya secara tertulis. (Rohidi, 2012: 194).

4. Teknik wawancara berstruktur. Teknik wawancara penting dilakukan untuk melengkapi teknik observasi. Teknik wawancara berstruktur adalah wawancara yang dilakukan melalui sejumlah informan yang setara dengan cara struktur yang bertingkat-tingkat, yakni dengan menggunakan pedoman wawancara yang dirancang sebelum wawancara dilakukan mengenai suatu topik permasalahan.

5. Teknik wawancara mendalam atau deep interview yang digunakan untuk melengkapi teknik pengamatan terlibat, yakni dengan cara konfirmasi kembali kepada sumber lainnya yang dipandang tepat. Dalam wawancara


(29)

48

mendalam memerlukan informan kunci (key informant) guna memperoleh validitas data yang telah diperoleh dari teknik pengamatan terlibat.

6. Teknik pengumpulan data dokumen, yakni menggali informasi melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian yang dikaji. Diantaranya yaitu doukumen berupa foto-foto lama milik pengrajin Batik Kasumedangan, halaman Facebook milik pengrajin, beberapa informasi dari Youtube yang diunggah oleh pengrajin Batik Kasumedangan.

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif dilakukan dimulai dengan menguji kredibilitas atau derajat kepercayaan dengan tahapan sebagai berikut (Moleong, 2000):

1. Perpanjangan keikutsertaan, dilakukan untuk menuntun peneliti agar terjun ke lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang guna mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang mungkin terjadi kesalahan atau mengotori data.

2. Ketekunan pengamat, dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan memusatkan pada hal-hal tersebut secara rinci.

3. Trianggulasi, dilakukan untuk kebenaran data tertentu dengan membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain. Selain itu, teknik trianggulasi yang banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain.

4. Pengecekan sejawat, teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi atau analitik dengan rekan-rekan sejawat, agar supaya peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran dan dengan adanya diskusi melalui teman sejawat memberikan suatu kesempatan yang baik untuk memulai menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti.

5. Kecukupan referensial, dalam hal ini untuk menampung dan menyesuaikan dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi. Biasanya peneliti menggunakan alat perekam yang dapat dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul.


(30)

49

6. Analisis kasus negative, hal ini dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh-contoh dari kasus yang tidak sesuai dengan pola kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding. Pengecekan anggota, dilakukan untuk pemerikasaan derajat kepercayaan yang dicek meliputi: data, kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan. Selain melakukan kredibilitas data dalam penelitian ini juga dilakukan metode kebergantungan (Dependability). Nasution (1988) menjelaskan bahwa kebergantungan (dependability) menurut istilah konvensional disebut “reliability

atau reliabilitas. Hal ini dilakukan melalui suatu cara yang disebut dengan “audit trail”. Kata “Audit” artinya pemeriksaan pembukuan oleh seorang ahli untuk

memeriksa ketelitian pembukuan, dan kemudian mengkonnfirmasikan serta menjamin kebenarannya, bila ternyata memang benar. “Trail” artinya jelek yang

dapat dilacak.

Audit trail dalam penulisan tesis ini dilakukan oleh pembimbing atau promotor, untuk itu peneliti dalam pemeriksaan audit trail menyediakan bahan-bahan sebagai berikut: (a) data mentah, yaitu catatan lapangan sewaktu mengadakan observasi dan wawancara, hasil rekaman bila ada, dokumen, dan lain-lain yang telah diolah dalam bentuk laporan lapangan; (b) Hasil analisis data, yaitu data berupa rangkuman, hipotesis kerja, konsep-konsep, dan sebagainya; (c) Hasil sintesis data, yaitu data seperti tafsiran, kesimpulan, definisi, interrelasi data, thema, pola, hubungan dengan literature, dan laporan akhir; (d) Catatan mengenai proses yang digunakan, yaitu tentang metodelogi, disain, strategi, prosedur, rasional, usaha-usaha agar hasil penelitian terpercaya (credibility, dependability dan conformability ) serta usaha sendiri melakuan audit trail.

Setelah keabsahan data sudah dipenuhi, selanjutnya melakukan analisis data. Analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut diadaptasi dari Miles dan Huberman (1992):

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data dalam hal ini berupa data-data mentah dari hasil penelitian, seperti: hasil wawancara, dokumentasi, catatan lapangan dan sebagainya.


(31)

50

2. Reduksi data

Setelah data terkumpul dari hasil pengamatan, wawancara, catatan lapangan, serta bahan-bahan data lain yang ditemukan di lapangan dikumpulkan dan diklasifikasikan dengan membuat catatan-catatan ringkasan, mengkode untuk menyesuaikan menurut hasil penelitian.

3. Penyajian data (display data). Data yang sudah dikelompokkan dan sudah disesuaikan dengan kode-kodenya, kemudian disajikan dalam bentuk tulisan deskriptif agar mudah dipahami secara keseluruhan dan juga dapat menarik kesimpulan untuk melakukan penganalisisan dan penelitian selanjutnya. 4. Kesimpulan atau Verifikasi

Hasil penelitian yang telah terkumpul dan terangkum harus diulang kembali dengan mencocokkan pada reduksi data dan display data, agar kesimpulan yang telah dikaji dapat disepakati untuk ditulis sebagai laporan yang memiliki tingkat kepercayaan yang benar.


(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pola pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang maka diperoleh kesimpulan dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Eksistensi batik Kasumedangan di lingkungan kabupaten Sumedang dan luar daerah Sumedang sejak kemunculannya mengalami pasang surut namun akhirnya terus mengalami kemajuan dan perkembangan yang cukup pesat hingga saat ini. Hal itu tercermin dari jumlah pengrajin bertambah dan motif batik hasil kreasi para pengrajin batik Sumedang yang semakin banyak dan beragam serta telah diterima dan digemari konsumen lokal maupun konsumen mancanegara (kolektor batik). Menandakan kualitas batik Kasumedangan sangat baik bersaing di pasaran. Dukungan pemerintah daerah dan pusat dengan adanya peraturan daerah yang mengatur tentang segala aspek kegiatan pewarisan budaya termasuk budaya batik di Sumedang berdampak positif bagi perkembangan pengrajin dan produk batik yang dihasilkan. Batik Kasumedangan dianggap mampu menghidupi para pengrajin sehingga batik Kasumedangan terus diproduksi.

Hal ini sesuai dengan teori adaptasi budaya (Bennet, 1976), teori difusi kebudayaan (Koentjaraningrat) bahwa penyebaran budaya membatik oleh berbagai pihak yang membawa serta kebudayaan tersebut kemana dia pergi memungkinkan terjadinya mata rantai yang menyebabkan eksistensi batik Kasumedangan tetap terjaga. Kesesuaian dengan teori transformasi budaya (Sachari, 2005) adalah perkembangan karya budaya benda batik Kasumedangan dijadikan sebagai indikator untuk memahami perubahan-perubahan yang terjadi pada sejarah kebudayaan membatik masyarakat Sumedang.

2. Persepsi masyarakat Sumedang tentang pewarisan budaya membatik memiliki tujuan dan prinsip. Tujuan pewarisan budaya membatik masyarakat


(33)

189

Sumedang memiliki misi diantaranya sebagai usaha pelestarian, perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan budaya Sumedang melalui batik Sumedang. Pewarisan membatik di Sumedang telah berlangsung selama dua generasi. Prinsip-prinsip pelaksanaan pewarisan budaya membatik mengacu pada nilai filosofis, manajerial, dan operasional sesuai dengan akar budaya masyarakat Sumedang. Hal ini sesuai dengan teori Argyris dan Schön (1978); Farago dan Skyrme dikutip dalam Suryatna (2010:2) yaitu budaya belajar/ model pengetahuan (set of knowledge) masyarakat mengenai belajar yang mengandung nilai norma, ethos dan pedoman dalam bertindak antargenerasi.

3. Pelaksanaan dan hasil pewarisan budaya membatik masyarakat Sumedang yang berlangsung di tiga sanggar secara umum dilakukan dengan cara

sosialisasi simbolik, dimana serangkaian simbol motif-motif batik yang terpilih menjadi media sosialisasi pentingnya batik di lingkungan masyarakat Sumedang. Pewarisan budaya membatik menghasilkan kemampuan belajar membatik sambil bekerja yang meliputi kemampuan mendesain motif batik, memproduksi kain batik dan memasarkan karya seni batik. Serangkaian kemampuan membatik tersebut mampu menghidupi diri dan keluarganya sekaligus melestarikan kekayaan budaya kabupaten Sumedang. Setiap kendala dan permasalahan dihadapi para pengrajin dengan cara merapatkan gotong royong saling bekerja sama dengan cara saling berbagi, saling memberi inspirasi, saling menguatkan diantara sesama pengrajin, pemerintah dan lembaga masyarakat.

Hal ini sejalan dengan pandangan interaksi simbolik (Craib, 1984: 112; Garna dikutip dari Suryatna, 2010:1). Budaya membatik masyarakat Sumedang sebagai sistem simbol yang didalamnya memiliki makna tertentu. Simbol diciptakan, dibakukan, dan diinteraksikan satu sama lain sebagai perwujudan komunikasi budaya. Sedangkan bagi model kolaborasi, budaya membatik masyarakat Sumedang menjadi model pengetahuan yang digunakan untuk bekerja sama secara sosial guna memecahkan masalah bersama.


(34)

190

4. Tidak kurang dari 29 jenis motif Batik Kasumedangan yang telah diciptakan dan ratusan bentuk motif berhasil dikembangkan dari sedikitnya 29 padu padan motif utama oleh para pengrajin batik di Sumedang. Motif-motif tersebut bersumber dari lingkungan sekitar pengrajin dan hal-hal yang memiliki kaitan dengan keseharian hidup masyarakat Sumedang, sejarah masyarakat Sumedang, kekayaan alam dan geografis Sumedang, dan materi atau benda-benda yang dianggap memiliki nilai kedaerahan yang dibanggakan masyarakat Sumedang yang dikelola sangat baik oleh para pengrajin batik Sumedang ke dalam bentuk visual motif. Hal tersebut merupakan kekayaan intelektual yang berharga yang dimiliki oleh para pengrajin batik Sumedang.

Namun Batik Sumedang cenderung batik yang artificiality (tiruan dari kelatahan batik-batik dari daerah lain) tetapi tidak menutup kemungkinan motif-motif tersebut menjadi motif batik tradisi bagi generasi masyarakat Sumedang 50 tahun ke depan. Ditemukan pula adanya krisis identitas batik Sumedang akibat adanya tarik menarik dalam hal pembagian kerja (makloon),

mengikuti selera pasar dan motif-motif yang muncul seolah-olah dipaksakan dalam satu bingkai batik Kasumedangan. Pendalaman motif dan penciptaannya cenderung instan jadi kurang detail makna yang terkandung dan visualisasinya

Penamaan hanya sebatas pada penamaan motif sebagai pembeda batik motif satu dengan batik motif lainnya tidak ada nama batik secara khusus. Warna bebas tidak ada warna khusus atau melambangkan hal tertentu, tidak memiliki muatan sakral dan lainnya. Tampilan visual motif batik Kasumedangan bersifat dekoratif yang bertujuan semata-mata untuk menghias kain yang disusun secara geometris dan nongeometris. Penggambaran motif naturalis dan stilasi dari bentuk asli. Dari segi motif apa yang disebut khas dalam batik Sumedang berasal dari ragam hias Kasumedangan yang terdapat dalam Otonomi Daerah dan Peraturan Bupati Sumedang tahun 2009.


(35)

191

Pola pada batik Kasumedangan berupa ceplokan, lereng, abstrak dinamis, dan nongeometris. Pola pada batik Kasumedangan ada yang naratif (berkisah) dan nonnaratif (tidak berkisah). Proses pembatikan dilakukan dengan dua cara yaitu teknik cap dan teknik tulis. Fungsi batik Kasumedangan digunakan untuk kebutuhan praktis sehari-hari. Keseluruhan motif batik Kasumedangan dapat digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat tidak ada motif-motif larangan atau motif yang bersifat sakral, magis, atau spiritual-religius.

B. Rekomendasi

Terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan kemampuan sumber daya manusia masyarakat Sumedang terutama dalam mendesain motif batik sebaiknya mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah Sumedang. Ide-ide brilian dari para pengrajin terhambat disebabkan keterbatasan dalam bidang gambar menggambar, keterbatasan dalam menuangkan ide-ide mereka ke dalam bentuk visual. Selain bakat dan minat yang perlu terus dibina diperlukan suatu model pembelajaran yang dipandang dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kabupaten Sumedang dalam membuat batik terutama dari segi desain dan menggambar motif batik.

Pemerintah harus terus memfasilitasi pengrajin batik Sumedang dari segala aspek baik dukungan moril dan dukungan materil. Alokasi dana harus dialirkan secara lancar demi perkembangan dan kemajuan Batik Kasumedangan di masa yang akan datang. Salah satu yang membuat benda batik itu unik dan digemari justru terdapat dalam motif-motifnya. Maka sudah sewajarnya para putera daerah Sumedang yang memiliki kemampuan dasar dalam desain dan keahlian menggambar seharusnya mendapat perhatian khusus untuk direkrut dan ditempatkan di berbagai sanggar untuk membantu mewujudkan kekayaan intelektual pengrajin dalam bentuk visual. Selain itu disarankan kepada guru, pengelola pendidikan seni, dan peneliti untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mendukung pewarisan membatik masyarakat Sumedang, terutama pada segi peningkatan kemampuan sumber daya manusia masyarakat pengrajin batik Sumedang.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, B. (2013). Warisan Budaya, Pelestarian dan Pemanfaatannya. Diunduh

tanggal 31 Januari 2014 dari

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kki2013/wp- content/uploads/sites/46/2013/10/burhanuddin-arafah_warisan-dan- pewarisan-budaya_unity-in-diversity_warisan-budaya-pelesatrian-dan-pemanfaatannya-.pdf.

Argyris, C. dan Schön, D. (1978). Organizational Learning: A Theory of Action Perspective. Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing Company.

Batik Bloom. (2012, April 03). Proses Membuat Batik Cap dan Tulis. Message posted to http://www.facebook.com/notes/batik-bloom/proses-membuat-batik-cap-dan-tulis/214768101958309

Bennet, John. W. (1976). The Ecological Transition, Cultural Antropology and Human Adaptation. New York: Pergamon Press.

Black, James. A. dan Dean J. Champion. (1992). Method and Issues in Social Research, terjemahan E. Koswara, dkk. Jakarta: PT Eresco.

Bogdan, R. C. & Biklen S. K. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methode. Boston: Allyn and Bacon, Inc. Craib, Ian. (1994). Teori-Teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas.

Alih Bahasa Paul S. Baut dan T. Effendi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Creswell, John. W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thousand Oaks London New Delhi: Sage Publication.

Djoemena, Nian S. (1990). Batik dan Mitra. Jakarta: Djambatan.

Ember R. Carol dan Marvin Ember. (1986). “Teori dan Metoda Antropologi Budaya” dalam Pokok-Pokok Antropologi Budaya. (T.O. Ihromi Edt). Jakarta: Gramedia.

Feldman, Edmund Burke. (1967). Art as Image and Idea. New Jersey: Prentice Hall Inc.


(37)

193

Glasser, Barney G. dan Straus, Anselm. L. (1980). Discovery of Grounded Theory. Strategies for Qualitative Research. New York: Aldine Publishing Co.

Hamzuri. (1989). Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.

Hasanudin. (2001). Batik Pesisiran Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Herlina et al. (2008). Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa. Sumedang: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Sumedang bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Herusatoto, B. (2003). Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Joedawinata, A. (2000). “Peran Desain dalam Pengembangan Produk Kriya”, dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Balai Pustaka

Jukardi, A. Perajin Batik Kasumedangan Gembira Satu Motif Jadi Seragam PNS.

(25 November 2013). Pikiran Rakyat.

Kartika, DS. (2004). Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.

Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi . Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1988). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Parson, Talcott. (1977). Social System and the Evolution of Action Theory. New York: Free Press.

Patton, M. Q. (1980). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, CA: Sage Publication.


(38)

194

Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS).

Prawira, Nanang Ganda. (2000). “Kriya dan Rekahias Baduy”. Jurnal Wacana Seni Rupa, vol. 1, 1, Agustus 2000. Bandung: STISI.

Ratnawati, I. (2010). Kajian Makna Filosofi Motif batik Gajah Oling Banyuwangi (Tesis Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, Tidak diterbitkan).

Rohidi, Tjetjep R. (2012). Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Ruhimat, Toto. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran/ Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP UPI.

Sachari, Agus. (1986). Paradigma Desain Indonesia. Jakarta: Rajawali.

____________.(2005). Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga.

____________.(2001). Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: ITB.

Setyobudi. et al. (2007). Seni Budaya Untuk SMP kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Sobandi, B. (2010). “Lingkungan Alam Sebagai Sumber Gagasan Proses

Penciptaan Motif Batik Bogor”. Ritme Jurnal Seni dan Pengajarannya. 8, (1 April 2010), 21-31.

Soedarso, SP. (1990). Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni. Yogyakarta: Saku Dayarsana.

Soegiarty, Tity. (2003). Bahasa-rupa Gambar Ilustrasi Majalah Mangle sebagai Identitas Budaya Lokal. Program Pasca Sarjana. Semarang: Universitas Negeri Semarang.


(39)

195

Suhersono, H. (2005). Desain Bordir Motif Geometris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sulaeman, Munandar, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Refika Adetama.

Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

___________(2003). Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir.

Sunaryo, A. (2010). Ornamen Nusantara Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia. Semarang: Dahara Prize.

Surviati, D. R. (2004). Kajian Bentuk dan Makna Batik Kasumedangan (Tesis FSRD ITB, 2004, Tidak diterbitkan).

Surya, Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Suryatna, A. (2010). Perwujudan Budaya Belajar Tiga Entitas Masyarakat Jawa Barat (Studi Perwujudan Budaya Belajar Seni Gambar Entitas Masyarakat Jelekong-Bandung, Seni Batik Trusmi-Cirebon dan Seni Keramik Anjun-Purwakarta). Makalah disajikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Seni Rupa, 19 Oktober 2010, UPI, Bandung.

______ (2013). Minggu ke III: Konsep Pewarisan Budaya (Artikel). Tidak dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia. Susanto, S. S. K. ______. Tehnik Membuat Batik Tradisional dan Batik Modern.

Seri BIPIK 20. Yogyakarta: Departemen Perindustrian Team Penerbitan Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil.

Tabrani, P. (2000). “Visi dan Misi Pendidikan Audio Visual dalam Era Informasi”, dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Balai Pustaka.

Tarjo, E. (2004). Strategi Belajar-Mengajar Seni Rupa. Bandung: Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS UPI.


(40)

196

The Liang Gie. (1976). Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Karya.

Tirtarahardja, Umar., La Sulo, L.S. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Widagdho, Djoko., dkk. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara.

Wiriaatmadja, R.M.A. (2003). Cadas Pangeran. Sumedang: Yayasan Pangeran Sumedang Museum Prabu Geusan Ulun.

Yudoseputro, W. (1986). Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung: Angkasa.


(1)

191

Aini Loita, 2014

Pola pada batik Kasumedangan berupa ceplokan, lereng, abstrak dinamis, dan nongeometris. Pola pada batik Kasumedangan ada yang naratif (berkisah) dan nonnaratif (tidak berkisah). Proses pembatikan dilakukan dengan dua cara yaitu teknik cap dan teknik tulis. Fungsi batik Kasumedangan digunakan untuk kebutuhan praktis sehari-hari. Keseluruhan motif batik Kasumedangan dapat digunakan oleh berbagai kalangan masyarakat tidak ada motif-motif larangan atau motif yang bersifat sakral, magis, atau spiritual-religius.

B. Rekomendasi

Terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan kemampuan sumber daya manusia masyarakat Sumedang terutama dalam mendesain motif batik sebaiknya mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak terutama Pemerintah Daerah Sumedang. Ide-ide brilian dari para pengrajin terhambat disebabkan keterbatasan dalam bidang gambar menggambar, keterbatasan dalam menuangkan ide-ide mereka ke dalam bentuk visual. Selain bakat dan minat yang perlu terus dibina diperlukan suatu model pembelajaran yang dipandang dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia kabupaten Sumedang dalam membuat batik terutama dari segi desain dan menggambar motif batik.

Pemerintah harus terus memfasilitasi pengrajin batik Sumedang dari segala aspek baik dukungan moril dan dukungan materil. Alokasi dana harus dialirkan secara lancar demi perkembangan dan kemajuan Batik Kasumedangan di masa yang akan datang. Salah satu yang membuat benda batik itu unik dan digemari justru terdapat dalam motif-motifnya. Maka sudah sewajarnya para putera daerah Sumedang yang memiliki kemampuan dasar dalam desain dan keahlian menggambar seharusnya mendapat perhatian khusus untuk direkrut dan ditempatkan di berbagai sanggar untuk membantu mewujudkan kekayaan intelektual pengrajin dalam bentuk visual. Selain itu disarankan kepada guru, pengelola pendidikan seni, dan peneliti untuk merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mendukung pewarisan membatik masyarakat Sumedang, terutama pada segi peningkatan kemampuan sumber daya manusia masyarakat pengrajin batik Sumedang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Arafah, B. (2013). Warisan Budaya, Pelestarian dan Pemanfaatannya. Diunduh

tanggal 31 Januari 2014 dari

http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/kki2013/wp- content/uploads/sites/46/2013/10/burhanuddin-arafah_warisan-dan- pewarisan-budaya_unity-in-diversity_warisan-budaya-pelesatrian-dan-pemanfaatannya-.pdf.

Argyris, C. dan Schön, D. (1978). Organizational Learning: A Theory of Action

Perspective. Menlo Park, California: Addison-Wesley Publishing

Company.

Batik Bloom. (2012, April 03). Proses Membuat Batik Cap dan Tulis. Message posted to http://www.facebook.com/notes/batik-bloom/proses-membuat-batik-cap-dan-tulis/214768101958309

Bennet, John. W. (1976). The Ecological Transition, Cultural Antropology and

Human Adaptation. New York: Pergamon Press.

Black, James. A. dan Dean J. Champion. (1992). Method and Issues in Social

Research, terjemahan E. Koswara, dkk. Jakarta: PT Eresco.

Bogdan, R. C. & Biklen S. K. (1982). Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methode. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Craib, Ian. (1994). Teori-Teori Sosial Modern: dari Parsons sampai Habermas. Alih Bahasa Paul S. Baut dan T. Effendi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Creswell, John. W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative

Approaches. Thousand Oaks London New Delhi: Sage Publication.

Djoemena, Nian S. (1990). Batik dan Mitra. Jakarta: Djambatan.

Ember R. Carol dan Marvin Ember. (1986). “Teori dan Metoda Antropologi Budaya” dalam Pokok-Pokok Antropologi Budaya. (T.O. Ihromi Edt). Jakarta: Gramedia.

Feldman, Edmund Burke. (1967). Art as Image and Idea. New Jersey: Prentice Hall Inc.


(3)

193

Aini Loita, 2014

Glasser, Barney G. dan Straus, Anselm. L. (1980). Discovery of Grounded

Theory. Strategies for Qualitative Research. New York: Aldine Publishing

Co.

Hamzuri. (1989). Batik Klasik. Jakarta: Djambatan.

Hasanudin. (2001). Batik Pesisiran Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada

Ragam Hias Batik. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Herlina et al. (2008). Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa. Sumedang: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Sumedang bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Sunda Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Herusatoto, B. (2003). Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Joedawinata, A. (2000). “Peran Desain dalam Pengembangan Produk Kriya”, dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Balai Pustaka

Jukardi, A. Perajin Batik Kasumedangan Gembira Satu Motif Jadi Seragam PNS. (25 November 2013). Pikiran Rakyat.

Kartika, DS. (2004). Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains.

Kuntjara, Esther. (2006). Penelitian Kebudayaan Sebuah Panduan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi . Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nasution. (1988). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Parson, Talcott. (1977). Social System and the Evolution of Action Theory. New York: Free Press.

Patton, M. Q. (1980). Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills, CA: Sage Publication.


(4)

194

Peraturan Bupati Sumedang Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Sumedang Puseur Budaya Sunda (SPBS).

Prawira, Nanang Ganda. (2000). “Kriya dan Rekahias Baduy”. Jurnal Wacana

Seni Rupa, vol. 1, 1, Agustus 2000. Bandung: STISI.

Ratnawati, I. (2010). Kajian Makna Filosofi Motif batik Gajah Oling Banyuwangi (Tesis Universitas Pendidikan Indonesia, 2010, Tidak diterbitkan).

Rohidi, Tjetjep R. (2012). Metodologi Penelitian Seni. Semarang: Cipta Prima Nusantara Semarang.

Ruhimat, Toto. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran/ Tim Pengembangan

MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP

UPI.

Sachari, Agus. (1986). Paradigma Desain Indonesia. Jakarta: Rajawali.

____________.(2005). Pengantar Metodologi Penelitian Budaya Rupa. Jakarta: Erlangga.

____________.(2001). Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam

Wacana Transformasi Budaya. Bandung: ITB.

Setyobudi. et al. (2007). Seni Budaya Untuk SMP kelas VII. Jakarta: Erlangga.

Sobandi, B. (2010). “Lingkungan Alam Sebagai Sumber Gagasan Proses

Penciptaan Motif Batik Bogor”. Ritme Jurnal Seni dan Pengajarannya. 8, (1 April 2010), 21-31.

Soedarso, SP. (1990). Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni. Yogyakarta: Saku Dayarsana.

Soegiarty, Tity. (2003). Bahasa-rupa Gambar Ilustrasi Majalah Mangle sebagai

Identitas Budaya Lokal. Program Pasca Sarjana. Semarang: Universitas


(5)

195

Aini Loita, 2014

Suhersono, H. (2005). Desain Bordir Motif Geometris. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sulaeman, Munandar, M. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT. Refika Adetama.

Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: ITB.

___________(2003). Simbol-Simbol Artefak Budaya Sunda. Bandung: Kelir.

Sunaryo, A. (2010). Ornamen Nusantara Kajian Khusus tentang Ornamen

Indonesia. Semarang: Dahara Prize.

Surviati, D. R. (2004). Kajian Bentuk dan Makna Batik Kasumedangan (Tesis FSRD ITB, 2004, Tidak diterbitkan).

Surya, Mohamad. (2004). Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Suryatna, A. (2010). Perwujudan Budaya Belajar Tiga Entitas Masyarakat Jawa Barat (Studi Perwujudan Budaya Belajar Seni Gambar Entitas Masyarakat Jelekong-Bandung, Seni Batik Trusmi-Cirebon dan Seni Keramik Anjun-Purwakarta). Makalah disajikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Seni Rupa, 19 Oktober 2010, UPI, Bandung.

______ (2013). Minggu ke III: Konsep Pewarisan Budaya (Artikel). Tidak dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia. Susanto, S. S. K. ______. Tehnik Membuat Batik Tradisional dan Batik Modern.

Seri BIPIK 20. Yogyakarta: Departemen Perindustrian Team Penerbitan Proyek Bimbingan dan Pengembangan Industri Kecil.

Tabrani, P. (2000). “Visi dan Misi Pendidikan Audio Visual dalam Era Informasi”, dalam Refleksi Seni Rupa Indonesia Dulu, Kini, dan Esok. Jakarta: Balai Pustaka.

Tarjo, E. (2004). Strategi Belajar-Mengajar Seni Rupa. Bandung: Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS UPI.


(6)

196

The Liang Gie. (1976). Garis Besar Estetik (Filsafat Keindahan). Yogyakarta: Karya.

Tirtarahardja, Umar., La Sulo, L.S. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Widagdho, Djoko., dkk. (2010). Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara.

Wiriaatmadja, R.M.A. (2003). Cadas Pangeran. Sumedang: Yayasan Pangeran Sumedang Museum Prabu Geusan Ulun.

Yudoseputro, W. (1986). Pengantar Seni Rupa Islam di Indonesia. Bandung: Angkasa.