MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI.

(1)

MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF

MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Seni

Oleh:

Yulia Hendrilianti, S.Pd.

NIM. 1303050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO

PADA SISWA TUNA RUNGU

DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI

Oleh

Yulia Hendrilianti

S.Pd., Universitas Pendidikan Indonesia, 2005

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd)

pada Program Studi Pendidikan Seni, Sekolah Pascasarjana UPI

© Yulia Hendrilianti

Universitas Pendidikan Indonesia 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang


(3)

MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF

MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH :

Pembimbing

Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M.Hum. NIP. 19521205 198611 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Seni

Dr. Tri Karyono, M. Sn. NIP. 19661107 199402 1 001 DISETUJUI OLEH PENGUJI


(4)

Penguji I

Dr. Tri Karyono, M.Sn. NIP. 19661107 199402 1 001

Penguji II

Dr. Trianti Nugraheni, M.Si. NIP. 19730316 199702 2001

Penguji III

Dr. Desfina, M.Hum. NIP. 19610220 199003 2001


(5)

MODEL PEMBELAJARAN TARI KREATIF

MELALUI PENGEMBANGAN BISINDO PADA SISWA TUNA RUNGU DI SMPLB-B BUDI NURANI KOTA SUKABUMI

Yulia Hendrilianti Program Studi Pendidikan Seni

Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang bagaimana mengajarkan tari kreatif pada siswa tunarungu kelas 8 SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi dengan mengembangkan kode-kode yang ada dalam Bisindo yang mirip dengan gerakan-gerakan tari sesuai dengan ritmik tari. Bagi siswa tunarungu, menari sesuai dengan ritmik adalah sesuatu yang relatif sulit karena membutuhkan beberapa kode visual yang merepresentasikan gerakan-gerakan tertentu dalam menari. Melalui model pembelajaran ini, peneliti berupaya untuk mengadaptasi kode-kode Bisindo yang familiar bagi siswa tunarungu untuk digunakan dalam menari. Dengan menggunakan kode-kode ini, para siswa terampil dan mampu berpikir kritis serta menciptakan gerakan-gerakan tari yang diadaptasi dari kode-kode Bisindo.

Kata kunci: Model Pembelajaran, Tari Kreatif, Isyarat Jari Bisindo, Siswa Tuna Rungu.

CREATIVE DANCE LEARNING MODEL THROUGH THE DEVELOPMENT OF BISINDO CODES FOR DEAF STUDENTS OF SMPLB-B BUDI NURANI

SUKABUMI Yulia Hendrilianti Arts Education Study Program

Postgraduate School of Indonesia University of Education (UPI) [email protected]

ABSTRACT

The research focused on teaching deaf students of Grade 8 SMPLB-B Budi Nurani in Sukabumi city creative dance based on particular codes of Bisindo that resemble dancing moves and rythms. For deaf students, dancing in harmony to the rythm is relatively difficult as it requires particular visual codes that represent the rythm or movement of a dance. In this learning model, the researcher attempted to adapt Bisindo codes, which are familiar to deaf students, for instructing deaf students in a dance performance. Through the use of this codes in giving instruction in a dance, the deaf students are capable of doing critical thinking, innovating, and creating new dance movements, which are adapted from Bisindo codes.


(6)

DAFTAR ISI

JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iii

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR BAGAN ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat / Signifikansi Penelitian ... 13

E. Struktur Organisasi Tesis / Sistematika Penulisan Tesis ... 14

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Tuna Rungu ... 16

B. Golongan Tuna Rungu ... 19

C. Karakteristik Anak Tuna Rungu ... 22

D. Klasifikasi Tuna Rungu ... 23

E. Perbedaan sekolah Reguler dan Sekolah Khusus Anak Tuna Rungu ... 24

F. Pendidikan Seni dalam BKPBI ((Bina Komunikasi Persepsi Bunyi dan Irama) ... 27


(7)

I. Model Pembelajaran ... 33

J. Bisindo ... 57

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 62

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 62

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 65

C. Metode dan Desain Penelitian ... 66

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 69

E. Teknik Analisis Data ... 74

F. Validasi Hasil Penelitian ... 74

G. Jadwal Penelitian ... 75

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

A. Konsep Awal Pembelajaran ... 76

B. Proses Pengembangan Bisindo Dalam Model Pembelajaran Tari Kreatif ... 88

C. Hasil Pembelajaran Tari Kreatif Setelah Menggunakan Model Isyarat Bisindo ... 124

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ... 129

A. Simpulan ... 129

B. Saran ... 132

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 136


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan Nasional dalam bidang pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas manusia Indonesia, mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur dan beradab. Implementasi pendidikan didalam kurikulum harus mampu menjamin peningkatan mutu pendidikan dengan meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, olah rasa, olah raga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global dengan tetap berpegang pada nilai-nilai kultur kepribadian bangsa Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab. Melalui pendidikan, peserta didik dibentuk menjadi warga negara yang demokratis, dan bertanggung jawab, yaitu mampu menghargai perbedaan dan partisipasi dalam masyarakat.

UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, tercantum pengertian

pendidikan, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,


(9)

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945, berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Pendidikan merupakan segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina kehidupan yang lebih baik, yang sesuai dengan martabat manusia, pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa lepas dari kehidupan. pendidikan bukan untuk kampanye atau hal lain tentang kedudukan, namun berpengaruh pula terhadap perkembangan suatu bangsa. Sejalan pengertian yang tercantum dalam pasal 1 butir 3 UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang berbunyi, “

sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.”

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka pencapaiannya dibebankan kepada masing-masing institusi/lembaga pendidikan sesuai dengan jenis pendidikan dan tujuan kelembagaan pendidikan. Selanjutnya, dikembangkan masing-masing, pencapaiannya tentu dibebankan pada penyelenggaraan, setiap bidang studi/mata pelajaran.

Penyelenggaraan setiap bidang studi tentu memiliki tujuan. Tujuan masing-masing bidang studi berbeda-beda meskipun semua bidang studi diarahkan untuk mencapai satu tujuan, yaitu tujuan institusional/kelembagaan. Tujuan setiap bidang studi ini disebut


(10)

tujuan kurikuler yang biasanya sudah dirumuskan secara seragam dan baku untuk semua wilayah pendidikan.

Sekolah adalah sebuah organisasi yang mewadahi proses kegiatan administrasi, dimana ada sejumlah orang yang terlibat aktif melakukan kegiatan kerja sama atas dasar rasionalitas dan formalitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Sekolah sebagai organisasi mengandung unsur-unsur: manusia, tujuan yang ingin dicapai, tugas-tugas, wewenang, struktur, hubungan formalitas serta sarana prasarana.

Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berfartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan, jenjang pendidikan merupakan tahapan pendidikan yang di tetapkan bedasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan dalam satuan pendidikan, baik formal maupun non formal. Pendidikan formal pada hakekatnya adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Kurikulum di Indonesia banyak mengalami perubahan. Pengajaran pembelajaran telah berubah orientasinya, para guru juga diharapkan mengubah cara mengajar mereka

dari cara mengajar “Teacher-Centered” ke cara belajar yang “Student-Centered”.

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Proses belajar mengajar merupakan interaksi atau hubungan timbal balik antara siswa dengan guru dan antara sesama siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dijelaskan pula dalam undang – undang RI tentang sistem pendidikan nasional tahun 2003 adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha


(11)

mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya menjadi bagian hakiki kinerja seorang guru. Namun, belajar dari perjumpaan dengan para guru di lapangan, guru ternyata banyak menjumpai berbagai macam permasalahan, misalnya bagaimana cara mengajarkan praktikum tanpa memiliki alat praktik, bagaimana cara mengajarkan materi yang bukan bidangnya dan bagaimana pula cara melewati berbagai macam permasalahan itu.

Status dan peran guru dalam masyarakat begitu penting. Pendidikan bermutu hanya bisa diraih jika sekolah memiliki guru-guru bermutu, kualitas pendidikan akan banyak tergantung pada kualitas gurunya. Guru mengemban peran istimewa dalam masyarakat sebagai pelaku perubahan, tidak hanya perubahan yang menggerakan roda transformasi sosial dan ekonomi dalam masyarakat, guru bisa memiliki peranan utama sebagai pendidik karakter, bukan saja mengubah hidup siswa, namun juga memperkaya dan memperkokoh kepribadian siswa menjadi insan berkeutamaan, karena memiliki nilai-nilai yang ingin diperjuangkan dan diwujudkan dalam masyarakat. Bukan saja mengubah anak didik menjadi anak pandai, melainkan membekali mereka dengan keutamaan dan nilai-nilai yang mempersiapkan mereka menjadi insan yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Guru harus mampu membekali anak didik dengan nilai-nilai hidup yang berguna bagi hidupnya sekarang dan yang akan datang. Ia hadir ikut melestarikan tradisi dan menjaga agar nilai-nilai yang satu ke generasi yang lain terwariskan secara berkesinambungan tanpa terputus membantu kelanggengan tata peradaban dalam masyarakat, membangun jejaring menghubungkan masa lalu dan masa kini agar masyarakat dan dunia bisa berjalan menuju masyarakat yang lebih baik di masa depan.

Guru mempunyai kedudukan atau posisi yang sangat penting dan menentukan. Guru merupakan ujung tombak yang strategis, karena berhadapan langsung dengan sasaran tugasnya,yaitu peserta didik. Tugas guru harus mampu membina siswa mentransformasikan dirinya, mengembangkan sikap dan kepribadiannya (attitude dan


(12)

personality), mengembangkan kemampuan berpikir atau kecerdasan (knowledge) serta

melatih keterampilan baik intelektual atau psikomotor (skill).

Guru yang efektif memahami diri sendiri dan peka terhadap kebutuhan siswa, mencari metode yang dapat membantu siswa dalam belajar. Metode adalah suatu cara kerja yang sistematis dan umum. Ia berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik suatu metode makin efektif pula dalam pencapaiannya. tetapi tidak ada satu metode pun yang dikatakan paling baik/dipergunakan bagi semua macam usaha pencapaian tujuan. Baik tidaknya, tepat tidaknya suatu metode dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor utama yang menentukan metode adalah tujuan yang akan dicapai.

Metode mengajar atau pengajaran selain ditentukan atau dipengaruhi oleh tujuan, juga oleh faktor kesesuaian dengan bahan, kemampuan guru untuk menggunakannya, keadaan peserta didik dan situasi yang melingkupinya. Dengan kata lain, penerapan suatu metode pengajaran harus memiliki:

1. Revelansi dengan tujuan. 2. Relevansi dengan bahan

3. Relevansi dengan keadaan peserta didik. 4. Relevansi dengan situasi pengajaran.

Metode yang digunakan oleh guru untuk mengajar harusnya dikuasai betul oleh guru, ketidakmampuan seorang guru dalam menggunakan suatu metode pada waktu mengadakan interaksi pengajaran akan berakibat banyak kejanggalan, bahkan ditertawakan peserta didik.

Metode pengajaran harus mempertimbangkan keadaan/kesediaan peserta didik. Kemampuan dan karakteristik peserta didik itu unique. Kecocokan suatu metode itu juga sebetulnya relatif. banyak ragam metode pengajaran. Masing-masing metode memiliki kelebihan/kebaikan dan kekurangan/kelemahan. Ketepatan dan kebaikan metode pengajaran adalah jika ia dapat mendukung dan didukung oleh faktor-faktor pengajaran.

Siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami kekurangan atau kehilangan

kemampuan mendengar. Istilah tunarungu berasal dari kata “Tuna” dan “Rungu”. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Tunarungu adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak


(13)

berfungsinya sebagian atau seluruh pendengaran, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa untuk mengungkapkan dan menyampaikan fikirannya.

Ketunarunguannya berdampak menjadi gangguan pada kehidupannya, cara belajarnya memerlukan upaya yang sungguh-sungguh harus menggunakan teknik dan metode serta strategi pembelajaran yang tepat, sehingga memudahkan pemahaman oleh anak. Selain itu pendapat Mufti Salim (Somantri, 2006, hlm. 93) memberi batasan bahwa:

”Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak”.

Secara lahiriah anak tunarungu mengalami gangguan pada organ pendengaran yang menyebabkan sulit untuk menangkap, mengolah, mengekspresikan dan merespon bunyi-bunyi dari lingkungan dengan tepat, sehingga berpengaruh pada perkembangan bicara. Mata-lah yang mengalihfungsikan atau menutupi hal-hal yang tidak dapat ditangkap melalui organ pendengarannya. Melalui mata, anak tunarungu dapat melihat dan mengamati segala hal yang terjadi dilingkungan. Walaupun anak tunarungu dapat melihat, namun informasi yang ditangkap hanya melalui penglihatan tidak utuh, terpotong dan diterima hanya sebagian saja. Akibat dari terbatasnya informasi berupa bunyi/suara menyebabkan anak tunarungu tidak dapat menginterpretasikan informasi yang diterimanya secara tepat. Hal ini memberikan dampak yang cukup besar bagi perkembangan anak tunarungu terutama dalam berkomunikasi.

Siswa tunarungu memiliki hak yang sama seperti anak yang tidak berkebutuhan khusus dalam hal pendidikan, hal ini tercantum pula dalam Undang-Undang Nomor 20

tahun 2003 pasal 5, yang menyatakan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, dan warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh

pendidikan khusus”.

Seluruh komponen pembelajaran, memang tidak mengkhususkan anak yang berkebutuhan khusus, kurikulum SMPLB-B yang digunakan saat ini pun sama dengan


(14)

siswa pada umumnya, yang membedakannya ada dalam segi komunikasi dan penggunaan strategi pembelajarannya. Penggunaan strategi pembelajaran pada siswa tunarungu pada dasarnya sama dengan strategi pembelajaran pada siswa pada umumnya, tetapi dalam pelaksanaannya harus bersifat visual karena permasalahan anak tuna rungu ada pada komunikasi. Proses pembelajaran siswa tuna rungu harus lebih memanfaatkan indera penglihatannya, sehingga semua pembelajaran hendaknya diilustrasikan dalam bentuk visual. Harus banyak memanfaatkan indera penglihatan siswa tunarungu untuk membantu mereka mendapat informasi yang disampaikan. Hal ini disebabkan tidak berfungsinya pendengaran siswa tunarungu secara optimal, sehingga pembelajaran dapat diilustrasikan dalam bentuk visual.

Seni Budaya adalah bidang seni yang memiliki cakupan yang sangat luas, ada seni rupa, musik, tari dan teater. Seni yang terintegrasi dengan budaya menghasilkan keragaman seni dengan berbagai ciri khas yang dimilikinya. Dalam mata pelajaran seni budaya, aspek budaya tidak dibahas secara tersendiri, tetapi terintegrasi dengan seni, oleh karena itu, mata pelajaran Seni Budaya pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.

Pelajaran Seni Budaya diberikan dengan tujuan untuk memberikan pengalaman estetik pada siswa dalam bentuk kegiatan berekpresi/berkreasi dan berprestasi. Peran ini tidak dapat diberikan oleh mata pelajaran lain, hasil dari pembelajaran Seni budaya ini diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang harmonis dan memiliki multi kecerdasan. Siswa dibentuk agar mampu mengembangkan bakat dan kreativitasnya sesuai dengan pilihan dengan potensi diri yang dimiliki para siswa.

Tujuan akhir pendidikan seni budaya tidak hanya menciptakan siswa yang cerdas tetapi juga siswa yang jujur, bertanggung jawab, dan peduli terhadap sesama. Materi seni budaya tidak sekedar mengajarkan mereka ahli dibidang seni, namun harus memasukan nilai-nilai luhur yang akan membentuk siswa berperilaku berkarakter, sehingga karakter nilai-nilai bangsa dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.

Seni tari adalah seni gerak yang dinamis dan ekpresif, serta bentuk gerakannya mempunyai nilai estetis. Secara empiris seni tari dapat dijadikan sebagai media


(15)

pembelajaran yang banyak memberikan manfaat, terutama membentuk mental siswa didik baik secara pribadi maupun secara sosial, kebudayaan, serta kreativitas.

Seni tari yang diajarkan di sekolah merupakan suatu media ekspresi bagi siswa, demikian juga dengan siswa yang memiliki keterbatasan pendengaran (tuna rungu), tentu keterbatasan itu bukan suatu penghalang bagi siswa tunarungu untuk berekpresi, karena mereka juga mampu mengungkapkan ekspresinya dengan baik meski sekalipun keterbatasan fisik akan sedikit memberi hambatan dalam belajar, terutama ketika berkomunikasi pada saat belajar menari .

Tari kreatif dalam pembelajaran seni tari di sekolah dapat membentuk siswa menjadi kreatif, melalui pembelajaran tari kreatif pula siswa akan termotivasi untuk bersikap kreatif, membiasakan berkreativitas serta mengembangkan kemampuan interaksi sosial dalam pembelajaran yang lebih baik. Keterlibatan siswa secara langsung dalam mencari sebuahgerakan tari melalui pengamatan apresiasi, menjadikan siswa dapat saling bekerjasama, meningkatnya interaksi sosial siswa melalui pembelajaran kreatif.

Eksplorasi gerak melalui arahan isyarat Bisindo dalam tari kreatif, menggali pengetahuan dan pengalaman siswa dalam berekpresi melalui kreasi siswa, mereka bergerak tanpa terbebani, ekpresi mereka sangat antusias dalam berekplorasi, menyusun ragam gerak dan berdiskusi membuat pola lantai, level sampai pada demonstrasi gerak secara bersama-sama sesuai irama tari.

Bagi siswa normal, mungkin tidak akan memiliki kendala dalam pendengaran, sehingga tidak akan menemukan hambatan dalam memperagakan gerakan sesuai irama.

Namun bagi siswa tuna rungu, ini merupakan suatu kesulitan yang membutuhkan strategi khusus dalam pembelajaranya, dengan demikian penggunaan bahasa isyarat, akan mempermudah pemahaman dalam pembelajaran seni tari. Cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh bagi tunarungu akan mempermudah siswa dalam memahami pembelajaran seni tari.

Dinegara Indonesia ada simbol bahasa isyarat yang disebut Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia), meskipun Bisindo ini sekarang sudah mulai jarang dipergunakan oleh kelompok tunarungu dalam komunikasi, baik itu disekolah maupun ditempat umum lainnya, karena komunikasi lebih ditekankan kepada mereka untuk bisa membaca


(16)

komunikasi melalui mulut atau membaca mulut, dibandingkan simbol gerak isyarat tangan yang tidak semua kalangan masyarakat mengetahui dan bisa memperagakan, bahkan jikapun itu ada, tentu akan beragam dan berbeda setiap gerak serta pemaknaannya di setiap wilayah.

Bisindo adalah bahasa isyarat Indonesia. Bahasa isyarat adalah bahasa yang

mengutamakan komunikasi manual, bahasa tubuh, dan gerak bibir, bukannya suara, untuk berkomunikasi. Bahasa isyarat tidak menggunakan kata-kata ataupun tanda baca tetapi menggunakan gerak yang berupa isyarat yang lazimnya sudah dimengerti oleh pelaku dan penerima. Itulah sebabnya bahasa isyarat disebut juga komunikasi non verbal yaitu bahasa yang tidak memakai kata-kata sama sekali dan merupakan bagian dari komunikasi. Bisindo adalah sistem komunikasi yang praktis dan efektif untuk penyandang tunarungu Indonesia yang dikembangkan oleh tunarungu sendiri. Bisindo digunakan untuk berkomunikasi antar individu sebagaimana sama seperti halnya dengan bahasa Indonesia pada umumnya. Dengan Bisindo penyandang tunarungu dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan secara leluasa dan mengekspresikan dirinya sebagai insan manusia warga Negara Indonesia yang bermartabat sesuai dengan falsafah hidup dan HAM. Bisindo ini dikembangkan dan disebarluaskan melalui wadah organisasi GERKATIN (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia). Pada saat ini pusat

Bisindo sedang mengkaji penyusunan standar, penyusunan kamus Bisindo, dan buku

mata pelajaran Bisindo.

Dalam keseharian, kita sering menggunakan bahasa isyarat saat kita berkomunikasi dengan orang lain, meskipun orang lain mungkin sudah mengetahui bahasa lisan dan tulisan kita dengan baik. Komunikasi non verbal juga menggunakan bagian tubuh misalnya telinga, mata, tangan, dan mulut.

Bahasa isyarat pada siswa tuna rungu sangat berperan penting, sebab bahasa isyarat jauh lebih baik daripada ucapan-ucapan sehingga mudah dimengerti oleh siswa tuna rungu. Salah satu contoh isyarat yang masih lazim digunakan seperti bahasa isyarat dengan mengangkat kedua bahu atau menggelengkan kepala berarti mengekspresikan ketidaktahuan atau tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan kemudian dengan mengacungkan jari jempol merupakan isyarat tanda persetujuan dan tanda kebenaran.


(17)

Pengajaran seni tari dengan menggunakan isyarat, tentu akan mempermudah proses belajar menari bagi siswa tunarungu, dengan melihat isyarat jari atau tangan yang dilakukan guru, maka anak tunarungu mudah memahami kode-kode tari yang disampaikan guru serta mudah berkomunikasi dalam penyampaian materi selama pembelajaran berlangsung.

Metode penyampaian materi tari di SMPLB-B dengan mempergunakan bahasa simbol sehari-hari bagi anak tuna rungu, dengan isyarat jari, tangan dan berbagai gerak yang melambangkan kosa kata Bahasa Indonesia. Pengembangan Bisindo dalam pembelajaran seni tari khususnya, sebagai pengantar materi dan instruksi guru pengajar dalam praktek menari. Dalam seni tari terdapat beberapa simbol kosakata yang melambangkan gerak tertentu yang penggunaan istilah tersebut hanya digunakan dalam bahasa tari. Contoh dari simbol kosakata tersebut adalah gedig, trisi, capang, sembah dan beberapa istilah lainnya. Untuk memudahkan penyampaian materi maka dibuat beberapa istilah agar mempermudah penyampaian materi dengan simbol yang dipergunakan mirip dengan Bisindo, yang intinya mempergunakan jari dan tangan untuk mengganti bahasa verbal atau menyimbolkan pernyataan tertentu.

Kurikulum yang digunakan saat ini, memang masih menggunakan kurikulum yang sama dengan kurikulum yang tidak berkebutuhan khusus, namun dengan kebijakan kepala sekolah, materi tarianpun disesuaikan dengan kondisi siswa, dikarenakan siswa tuna rungu hanya mampu menerima segala informasi dalam pembelajaran melalui satu indera yaitu indera penglihatan saja.

Pembelajaran tari pada siswa tunarungu tingkat SMP di SLB, dengan menggunakan model Bisindo merupakan tata cara dalam berkomunikasi dan bersosialisasi bagi siswa tunarungu, dan tari sebagai bahasa non verbal, dimana didalamnya terdapat elemen gerak yang menjadi isyarat pesan yang disampaikan akan menjadi lebih mudah untuk dipahami, sehingga siswa tunarungu semakin bertambah kepercayaan dirinya dalam mengembangkan kreativitas pengembangan diri. Meskipun kelemahannya tidak bisa mendengar, namun panca indera penglihatannya sangat tajam, sehingga ketika mempelajari seni tari maupun berkomunikasinya, mereka akan mengeluarkan pikirannya dalam lambang visual atau gerak tubuh.


(18)

Selama ini, pendidikan seni tari di SMPLB-B Budi Nurani belum dilaksanakan secara optimal. Pelaksanaan pembelajaran seni tari lebih mengedepankan sekedar tuntutan perlombaan saja, bukan tuntutan kebutuhan aktualisasi diri siswa untuk berekplorasi dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, sehingga siswa belum tergali secara maksimal potensi dan bakat yang dimilikinya. Hal ini nampak dari ketidaktersediaannya guru seni khusus, pengajaran diberikan oleh guru yang berlatar belakang PLB, bukan guru yang berlatar belakang pendidikan seni, sehingga pembelajaran lebih mengarah kepada teoretis saja, karena pengalaman dalam praktek tidak dimiliki oleh pengajar, sehingga pengajaranpun masih dianggap hal yang tidak penting, namun ketika ada program pemerintah, dengan diadakannya perlombaan yang harus mewakili Kota Sukabumi ke tingkat provinsi, maka pihak sekolah memanggil orang yang berkompeten dalam bidang tari untuk memberikan tarian yang siap diperlombakan, dengan kisaran latihan yang singkat kurang lebih 8 kali pertemuan. Menurut pihak sekolah, yang diwakili oleh kepala sekolah SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, dalam kesempatan wawancara secara langsung pada tanggal 8 November 2014, dengan alasan supaya siswa tidak merasa jenuh ketika menari, karena terlalu sering latihan tari akan membuat mereka menjadi malas, dengan waktu yang singkat itulah yang merupakan strategi agar siswa termotivasi dan tidak merasa kelelahan saat berlatih, sehingga siswapun akan antusias dalam menari, bahkan sudah terbukti sampai siswa pernah menjuarai di tingkat provinsi (Lina Darwati,52 th).

Kendala yang terjadi saat ini, tenaga pengajar khusus pembelajaran seni tidak dimiliki oleh SMPLB-B Budi Nurani, sehingga pengajar seni diberikan kepada guru yang memiliki keluarga yang berlatar belakang pendidikan seni, pembelajaran diberikan hanya berfokus pada teori itupun sebatas pengenalan, guru hanya sekedar memberikan pengetahuan dengan penyampaian informasi saja, Pembelajaran seperti ini nampak kurang efektif, karena pembelajaran dengan menghapal tidak menyentuh pada proses kreatif. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka penulis tidak membiarkan dilema guru SLB yang enggan mengajar seni tari karena tidak memahami gerak tari, sehingga penulis berinisiatif untuk membuat kode gerak tari dengan mempergunakan bahasa simbol sehari-hari komunikasi anak tuna rungu yaitu dengan mengembangkan bahasa isyarat jari


(19)

Bisindo pada simbol gerak tari, untuk mendorong guru agar mampu memberikan

pengajaran tari dengan mudah.

Materi tari kreatif melalui pengembangan Bisindo, akan disuguhkan dalam pengamatan apresiasi secara langsung dengan pertunjukan tari topeng Klana sebagai stimulus awal. Materi ini digunakan dengan alasan bahwa konteks dalam karakter gerak tari topeng Klana cenderung dinamis dan gagah, selain itu pula gerak tari topeng Klana bebas dari tuntutan perbedaan jenis kelamin, geraknya dapat dilakukan siswa putra ataupun putri. Melalui apresiasi tari topeng ini pula, siswa secara tidak langsung diarahkan pada tari tradisi, agar ketika siswa berkreasi nantinya, siswa akan berpijak dari sebuah tradisi, dan pembelajaran tari mengarah pada tari kreatif yang berbasis muatan lokal, siswa mampu berkreatifitas dengan balutan kearifan budaya lokal. Namun dasar yang paling utama mengapa tari topeng dijadikan sebagai bahan apresiasi dari pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo ini, karena gerak-gerak yang yang terdapat dalam tari topeng klana, banyak gerak yang mendekati gerak-gerak isyarat

Bisindo, salah satu contoh, ketika siswa mengangkat bahu sebagai simbol ketidaktahuan

mereka saat ditanya, maka di dalam tari klana gerak bahu yang mereka lakukan itu, merupakan gerak tari yang disebut dengan gerak obah bahu.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan terdahulu maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah ” Bagaimana Model Pembelajaran Tari Kreatif Melalui Pengembangan Bisindo Pada Siswa Tuna Rungu Di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi”

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka pertanyaan penelitian meliputi :.

1. Bagaimana konsep awal model yang akan diaplikasikan di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi ?

2. Bagaimana proses pengembangan Bisindo dalam model pembelajaran tari kreatif di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi ?

3.

Bagaimana hasil pembelajaran Tari Kreatif setelah menggunakan model isyarat


(20)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari rencana penelitian ini adalah pertama penulis dapat memahami bagaimana proses dan pengembangan Bisindo dalam model pendidikan seni tari di sekolah luar biasa.

Kajian dan analisa dari penemuan tersebut dapat dideskripsikan dalam bentuk laporan hasil penelitian yang akhirnya dapat dijadikan sebuah acuan atau formula untuk pegangan bagi guru pendidikan seni di sekolah luar biasa khususnya yang sampai saat ini belum paham dan kurang mengetahui bagaimana bahasa isyarat Bisindo, bisa dikembangkan dan menjadi model dalam pembelajaran seni tari. Sesuai dengan rumusan masalah, dan pertanyaan penelitian maka penelitian ini bertujuan juga untuk ;

1. Menghasilkan model pembelajaran tari kreatif yang bisa digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran seni tari bagi para guru siswa tunarungu khususnya di SMPLB-B Kota Sukabumi?

2. Mendeskripsikan konsep awal model yang akan diaplikasikan di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi .

3. Mendeskripsikan proses pengembangan Bisindo dalam model pembelajaran tari kreatif di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

4. Mendeskripsikan model akhir pembelajaran dengan pengembangkan Bisindo dalam pembelajaran Tari kreatif di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

5.

Mendeskripsikan hasil pembelajaran tari kreatif setelah menggunakan model isyarat

Bisindo di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

D. Manfaat / Signifikansi Penelitian

Kegunaan dari hasil penelitian ini berupa temuan model yang diharapkan dapat bermanfaat dan memperkaya pengetahuan yang berhubungan dengan pengembangan

Bisindo pada pembelajaran seni tari di Sekolah Luar Biasa. Kegunaan atau manfaat

penelitian ini dilihat dari aspek teoretis maupun praktis. 1. Manfaat Teoretis


(21)

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberi masukkan berupa kajian konseptual yang berkaitan dengan pembelajaran seni tari, pengembangan kurikulum, khususnya pendidikan untuk siswa yang berkebutuhan khusus seperti tunarungu.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukkan dan bahan pertimbangan bagi pihak-pihak sebagai berikut:

 Bagi Institusi(Direktoral Jendral Pendidikan Luar Biasa, Dinas Pendidikan Propinsi, Kabupaten/Kota, Sekolah).

sebagai masukkan dan kajian dalam kegiatan pengembangan dan uji coba, perencanaan dan penyelenggaraan pembelajaran, sehingga pengembangan isyarat

Bisindo sebagai alternatif model pembelajaran seni tari di sekolah bagi siswa

tunarungu, yang dapat meningkatkan keberhasilan instansi atau sekolah sebagai lembaga pendidikan yang efektif dan produktif.

 Bagi Orang tua

Sebagai pengetahuan dalam mendidik siswa-siswi tunarungu dalam pendidikan seni tari yang memberikan manfaat serta kemandirian siswa, sebagai generasi penerus yang memiliki akhlak, jati diri, bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.

 Bagi Guru

Memberikan masukkan tentang desain model serta metoda pembelajaran seni tari bagi siswa tunarungu, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai output pendidikan di Sekolah Luar Biasa.

 Bagi Siswa

Dapat dijadikan sebagai motivasi dalam pelaksanaan pembelajaran tari disekolah yang bermanfaat dalam kecakapan hidupnya dalam bermasyarakat, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap jati diri dan cinta budaya bangsa serta sebagai sarana aktualisasi diri dalam mengembangkan bakat dan talentanya agar berkembang potensi yang dimilikinya.


(22)

E. Struktur Organisasi Tesis

Sistematika dalam penulisan penelitian ini dibagi kedalam lima bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan; yang berisi uraian yang berkaitan denganini merupakan

pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, tujuan penelitian, manfaat/ Signifikansi penelitian dan struktur organisasi tesis. Pada bab ini dijelaskan mengenai pentingnya penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang melandasinya serta fokus penelitian.

BAB II: Tinjauan Pustaka; bab ini merupakan suatu kajian teori yang dijadikan

landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Dalam bab ini, peneliti mendudukan masalah yang diteliti dalam konteks bidang keilmuan. Adapun uraian yang terdiri dari,Hipotesis Penelitian

BAB III : Metodologi Penelitian; Bab ini menguraikan secara rinci, mengenai metode

dan pendekatan yang digunakan, termasuk didalamnya uraian mengenai lokasi Penelitian, populasi dan Sampel Penelitian, metode dan desain penelitian;

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan; Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil

penelitian yang terdiri dari hasil observasi di SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, serta pengembangan kode isyarat komunikasi BISINDO menjadi sebuah model pembelajaran seni tari di SLB-B Budi Nurani kota Sukabumi.

BAB V : Kesimpulan dan Saran, menyajikan pemaknaan peneliti terhadap analisis


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

a. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa Budi Nurani, yang lokasinya terletak di jalan Lio Balandongan no. 12 kelurahan Sudajaya hilir, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi. SLB ini merupakan satu-satunya SLB yang ada diwilayah Kota Sukabumi. Subjek penelitian yang dipilih dalam penelitian ini disesuaikan dengan tuntutan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagaimana yang diungkapkan pada bab sebelumnya dalam penelitian ini .

Lokasi penelitian ini adalah SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi yang ada di bawah naungan Dinas Pendidikan Provinsi. Pemilihan lokasi diambil dengan beberapa pertimbangan, diantaranya:

1. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang berprestasi di bidang seni tari.

2. Sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah berkebutuhan khusus yang ada di wilayah Kota Sukabumi.

3. Atas masukan pengawas Seni Budaya SMP, yang merujuk ke SMPLB-B Budi Nurani, karena menurut beliau, sekolah ini telah memenuhi kriteria yang baik dalam segi fasilitas pendidikan maupun peserta didiknya.

4. Sekolah ini tidak memiliki guru seni khusus, selama ini pembelajaran seni hanya berfokus pada teoretis, karena latar belakang pendidikan guru seni budayanya dari pendidikan luar biasa. Sehingga penulis berminat untuk mengembangkan model pembelajaran seni tari yang akan di eksperimentkan disekolah ini, dan berharap penelitian ini tidak sebatas kepentingan pribadi untuk penelitian tesis semata, namun setelah penelitian selesai apa yang sudah penulis lakukan di tempat penelitian, dapat dilanjutkan oleh guru seni tersebut, sehingga memberi pengalaman kepada guru cara mengajarkan tari untuk siswa tuna rungu dan penelitian ini meninggalkan kebermanfaatan bagi guru disana, untuk melanjutkan pengajaran seni tari yang selama ini sekedar berteori saja dan kedepannya mampu


(24)

mengaplikasikan langsung pengajaran tari secara praktikum pula, dengan menggunakan model Bisindo.

5. Ingin memberi pengalaman bagi siswa tunarungu dalam bidang kesenian khususnya seni tari yang dapat melatih keberanian serta kepercayaan dirinya melalui gerak tari, sehingga meningkatkan minat siswa tunarungu dalam seni tari.

Adapun subjek penelitian ini adalah para siswa kelas VIII di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, yang usianya yang berumur 13-15 tahun. Penentuan subyek dilakukan secara purposif dengan kriteria peserta didik kelas atas yang telah mengikuti berbagai pembelajaran Seni Budaya yang diselenggarakan oleh sekolah.

b. Waktu Penelitian

Pelaksanaan eksperimen dilaksanakan mulai dari bulan maret 2015 sampai dengan april 2015. Pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel: 3.1

Jadwal pelaksanaan penelitian

No. Hari, Tanggal Kegiatan Kelompok Sub pokok Bahasan 1 Selasa, 10 Maret 2015 Pretest Eksperimen Wawasan Tari 2 Selasa, 17 Maret 2015 Treatmen Eksperimen Gerak Tari 3 Selasa, 24 Maret 2015 Treatmen Eksperimen Gerak Tari

4 Selasa, 14 April 2015 Treatmen Eksperimen Iringan tari dan Arah hadap 5 Selasa, 28 April 2015 Treatmen Eksperimen Level Pola Lantai

Adapun rincian jelas pelaksanaan penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapannya sebagai berikut :

1. Tahap Orientasi

Tahap pertama pelaksanaan penelitian dengan menentukan permasalahan yang terjadi di lapangan. Hal-hal yang dilakukan dalam kepentingan sebagai


(25)

1.1. Mengamati berbagai gejala yang terjadi di dalam proses pembelajaran seni budaya di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi yang dilakukan oleh guru kelas / bidang studi di sekolah tersebut;

1.2. Memilih lokasi penelitian untuk memudahkan pelaksanaan dan mencari tingkat permasalahan yang paling serius;

1.3. Mengurus perizinan (Sekolah bersangkutan);

1.4. Menyiapkan perlengkapan penelitian, seperti perangkat pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman penilaian dokumen serta alat bantu perekam dan kamera.

2. Tahap Eksplorasi

Pada tahap ini, dilakukan pengumpulan data tentang pembelajaran seni di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi melalui pelaksanaan observasi, wawancara serta studi dokumenter. Meskipun pelaksanaan disatukan, pertanyaan-pertanyaan penelitian dimungkinkan berkembang sesuai dengan signifikan keadaan di lapangan. Kegiatan yang dilakukan meliputi :

2.1. Mengobservasi pembelajaran seni budaya yang diterapkan pada saat ini di lingkungan SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi oleh guru bidang studi sejak tahap perencanaan pembelajaran, pelaksanaan hingga proses akhir untuk mencapai tingkat profesional.

2.2. Melakukan wawancara dengan subjek penelitian dalam situasi yang harmonis. Wawancara ini bersifat “snow ball sampling”, artinya jika orang

yang pertama belum memberikan jawaban yang lengkap maka akan dihimpun dari orang-orang yang terkait dan mempunyai karakteristik yang sama.

2.3. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian, terutama dokumen pembelajaran tari dan proses pengembangan


(26)

dengan bahasa isyarat Indonesia, baik mengenai persepsi, dasar, alokasi kegiatan, sistematika dan prosedur serta implementasi kebijakan tersebut.

3. Tahap Pengecekan

Pada tahap ini, dilakukan pengecekan ulang semua data atau informasi yang telah dikumpulkan dalam kegiatan terdahulu. Upaya demikian bermanfaat bagi kelengkapan atau kesempurnaan data serta validitas data yang dapat dipercaya. Teknik pengecekan data-data ini melalui kegiatan yang meliputi :

3.1. Mengecek ulang data-data yang sudah tekumpul, baik data bersumber dari dokumentasi maupun melalui pengamatan dan konfirmasi.

3.2. Meminta data dan informasi ulang kepada subjek penelitian apabila ternyata data yang telah terkumpul tersebut belum lengkap. Kegiatan yang dilakukan dengan mengkonfirmasi secara langsung.

3.3. Meminta penjelasan pada pihak-pihak terkait tentang pembelajaran Seni tari dengan mengembangkan Bisindo, terutama kepada para ahli pendidikan dan para peneliti pembelajaran seni yang bukan termasuk subjek dalam penelitian ini.

B. Populasi dan Sample Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa tunarungu kelas 8 SMPLB-B yang berjumlah 8 orang. Adapun penentuan sample dalam penelitian ini menggunakan sampling jenuh, yang mana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel hal ini dikarenakan “ populasi relative kecil, kurang dari 30 orang “ (Sugiyono, 2008. Hlm. 85) . Adapun kriteria sample penelitian ini adalah siswa tunarungu yang duduk di kelas 8 SMPLB-B yang berusia antara 13-15 tahun.


(27)

C. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan informasi yang dikumpulkan sehubungan dengan pembelajaran seni tari di SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi. Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan menggunakan study pustaka dan juga observasi langsung di lingkungan sekolah, untuk mendapatkan data dengan melakukan wawancara secara langsung dengan kepala sekolah, siswa dan guru yang bersangkutan.

Penelitian berlangsung dalam latar belakang alamiah, dimana peneliti sendiri instrumen utamanya dan analisis data dilakukan dengan induktif kualitatif. Penggunaan metoda dan pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok penelitian yaitu mendeskripsikan dan menganalisis pembelajaran seni tari dengan mengembangkan isyarat Bisindo di SLB-B SLB-Budi Nurani Kota Sukabumi. Upaya untuk mencari alternatif jawaban yang dikembangkan dari permasalahan bersumber dari unsur-unsur terkait dalam pembelajaran seni tari di kelas sebagai subjek penelitian.

Pada bagian ini akan dikemukakan metodologi penelitian yang penyajiannya diklasifikasikan menjadi lima bagian. Bagian pertama membicarakan metoda, teknik dan alat pengumpulan data. Pada bagian kedua dijelaskan mengenai subjek penelitian. Bagian ketiga menjelaskan pelaksanaan penelitian. Kemudian pada bagian keempat, dijelaskan mengenai teknik pengolahan dan analisis data, dan kelima menguraikan tentang pengujian tingkat kepercayaan.

1. Metode Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian pendekatan kualitatif, analisisnya menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan informasi yang dikumpulkan sehubungan dengan pengembangan BISINDO dalam pembelajaran seni tari. Metode kualitatif digunakan dengan beberapa pertimbangan, pertama yakni menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga metode ini lebih peka dan lebih


(28)

dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Metode yang dianggap tepat dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan metode kreatif melalui pengembangan Bisindo. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis data dan informasi yang dikumpulkan sehubungan dengan pembelajaran seni tari di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi. Penelitian berlangsung dalam latar belakang alamiah, dimana peneliti sendiri merupakan instrumen utamanya dan analisis data dilakukan dengan induktif kualitatif. Penggunaan metoda dan pendekatan ini berangkat dari tujuan pokok penelitian

Bagan; 3.1. Desain Alur Metode Penelitian

STUDI PENDAHULUAN

Penelitian Lapangan

Model pembelajaran kreatif pada pembelajaran seni tari

Faktual

- Pembelajaran kreatif yang diadaptasi - Pengembangan model pembelajaran kreatif

melalui pengembangan isyarat bisindo

Penelitian pustaka untuk ujicoba model pembelajaran kreatif yang diadaptasi melalui pengembangan isyarat bisindo

Penelitian

Kepust

Revisi

Uji coba adaptasi model

Evaluasi Revisi

(2)

Analisis dan revisi


(29)

2. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri ( manusia sebagai instrumen ). Peneliti datang ke situs berpegang pada fokus, kerangka konseptual, sampel, dan beberapa pertanyaan awal. Lincoln dan Guba ( 1985, hlm. 199 ) secar tegas mengemukakan bahwa apabila metode penelitian telah jelas kualititaf maka instrumen yang digunakan adalah Manusia. Peneliti sebagai instrumen melakukan observasi, wawancara, mengkaji dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang ada dilapangan dan menjelaskan isyarat-isyarat non-verbal.

Huberman & Miles (1984, hlm. 42) menjelaskan bahwa seseorang peneliti kualitatif melakukan penelitian berpegang pada fokus dan pembatasan studi melalui kerangka kerja konseptual, pertanyaan-pertanyaan penelitian, dan penentuan sampel. Ketiga komponen tersebut merupakan rambu-rambu dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Fokus cukup longgar memberi peluang untuk menggunakan cara lain dalam mengungkap isu-isu utama yang ada di lapangan. Peneliti kualitatif berangkat ke lapangan dengan rencana mengumpulkan data, langsung atau tidak langsung, dan biasanya berpegang pada kerangka kerja konseptual dan pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Instrumen dalam penelitian ini mempunyai empat ciri : (1) tidak dibuat secara rinci; (2) bisa disesuaikan dengan konteks penelitian atau kondisi nyata di lapangan; (3) lebih mengutamakan pendalaman kasus yang dikaji; (4) dimulai dengan beberapa pertanyaan awal sesuai dengan teknik pengumpulan data yang digunakan. Walaupun bersifat longgar, tetapi tetap berpegang pada struktur dan keabsahan konteks atau kerangka konseptual yang telah dibangun. Pertimbangan ini menempatkan ketiga pertanyaan pokok di atas menjadi rambu-rambu atau arahan utama bagi peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan.

Alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri dari seperangkat pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumenter. Pedoman observasi digunakan untuk melihat situasi dan kondisi yang terjadi selama proses pembelajaran seni budaya di kelas berlangsung. Pedoman wawancara digunakan


(30)

sebagai pembimbing peneliti untuk mengarahkan pelaksanaan konfirmasi dengan subjek penelitian

D. Tekhnik Pengumpulan Data

Penelitian ini menghimpun semua data lapangan yang berkaitan langsung dengan problema dan bersumber dari dokumen dan jawaban responden, baik siswa, guru dan kepala sekolah. Data dokumen juga dikumpulkan sehubungan dengan proses pembelajaran seni tari dan isyarat Bisindo, metode pembelajaran tarinya, serta pengalokasian kegiatan, dan keadaan tenaga pendidikan bidang studi seni tari di SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang digunakan antara lain teknik pengamatan (observasi), wawancara, dan studi dokumentasi. Ketiga teknik ini digunakan dengan harapan dapat saling melengkapi untuk memperoleh data yang diperlukan, sedangkan jenis data yang diperlukan diklarifikasi menjadi data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari wawancara langsung dan observasi dengan guru kelas yang sekaligus sebagai guru bidang studi seni serta siswa sebagai objek yang menerima pembelajaran. Data primer ini didukung oleh informasi dari berbagai pihak yang terkait, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Teknik-teknik untuk memperoleh data dari guru kelas yang sekaligus sebagai guru bidang studi seni ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai metode dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Observasi

Observasi adalah sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan terhadap obyek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehinggga observer berada bersama objek yang sedang diteliti atau diobservasi secara langsung. Observasi ini bertujuan untuk mengerti ciri- ciri dn luasnya signifikasi dari interrelasi elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial yang serba kompleks dalam


(31)

Teknik observasi ini digunakan oleh peneliti pada saat melakukan penelitian. Pada saat kegiatan penelitian, peneliti terjun langsung kelapangan, dengan kata lain peran peneliti adalah sebagai observer as participant ( observer sebagai partisipan ) yang turut aktif dilapangan mengikuti secara penuh aktivitas dalam kelompok guna memperoleh data melalui pengamatan mengenai pembelajaran yang diselenggarakan, interaksi yang terjadi selama kegiatan belajar, respon-respon yang dapat dicatat selama pelaksanaan yang kemungkinan memberikan dampak posistif atau negatif dari interaksi yang berlangsung selama pembelajaran. Alat yang digunakan dalam observasi ini adalah panduan observasi, alat rekam suara, kamera poto, catatan sebagai dokumentasi.

Observasi partisipasi dilakukan dilokasi penelitian di SLB-B Budi Nurani kota Sukabumi, dengan tujuan untuk memperoleh gambaran kondisi pembelajaran yang telah dilakukan di SLB-B dalam kegiatan pembelajaran seni tari. Untuk mendapatkan hasil pengamatan yang memiliki validitas yang tinggi, maka harus dilakukan pengamatan secara terus menerus dan berulang-ulang sehingga memberikan keyakinan bahwa situasi tersebut memang merupakan situasi yang sebenarnya. Selain itu, harus dapat menafsirkan sendiri hal-hal atau objek yang diteliti atau diamati. Supaya pengamatan tersebut kedalam teknik pengumpulan data, maka kriteria-kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut;

1. Pengamatan yang dilakukan untuk penelitian yang telah dirancang secara sistematik.

2. Pengamatan yang dilakukan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dirancang.

3. Pengamatan tersebut dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan hipotesis penelitian.

4. Pengamatan harus dapat dilihat validitas dan rehabilitasnya.

Teknik ini digunakan untuk mengamati secara langsung kondisi pembelajaran seni di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Budi nurani kota sukabumi seperti


(32)

metode pembelajaran seni budaya, serta fasilitas sekolah, sarana dan prasarana pembelajarannya. Adapun Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 5 minggu, yaitu pada bulan maret dan April 2015.

2. Wawancara

Wawancara adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewee). ( Margono, 2000, hlm. 165 ) ” Wawancara adalah suatu percakaan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu. Wawancara adalah percakapan dengan bertatap muka dengan tujuan memperoleh informasi faktual untuk menafsir dan menilai kepribadian individu atau untuk tujuan-tujuan konseling /penyuluhan, atau tujuan terapeutis”.

Wawancara dilakukan untuk mengetahui secara langsung pendapat berupa pernyataan pengetahuan, perasaaan, pengalaman, yang mencerminkan respon positif atau negatif pada saat pembelajaran diberikan yang tidak dapat dipantau akan tetapi dapat dirasakan setelah dilakukan wawancara, serta wawancara mendalam kepada responden setelah pembelajaran untuk mengetahui dampak dari pembelajaran tersebut. Selain itu, wawancara dilakukan untuk menggali data yang belum terungkap karena keterbatasn observasi jadi wawancara digunakan untuk menambah dan memperjelas hasil observasi.

Dalam melakukan wawancara, peneliti berinteraksi dengan subjek penelitian agar peneliti dapat menganalisis dan menafsirkan jawaban yang diwawancarai. Teknik ini digunakan untuk menggali dan memperoleh data atau informasi yang lebih mendalam dan relevan dengan masalah yang diteliti. Wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru bidang studi seni budaya dan siswa kelas VIII SMPLB-B Budi Nurani. Wawancara dilakukan dengan dua cara yaitu wawancara dengan berstruktur dan wawancara tak berstruktur. Hasil-hasil wawancara ini dituangkan dalam satu


(33)

struktur ringkasan unsur-unsur yang tercakup dalam ringkasan itu sama seperti ringkasan observasi. Dimulai dari penjelasan identitas, deskripsi situasi atau konteks, identifikasi masalah, deskripsi data, dan ditutup oleh pertanyaan-pertanyaan berikutnya. Wawancara dilakukan selama 2 minggu pada bulan maret 2015 selama tiga hari.

Begitu juga tujuannya, membuat file-file yang dapat membantu untuk memudahkan proses analisis, membuat kategori, menarik hubungan atau membandingkan, menarik kesimpulan dan pembuktiannya. Sesungguhnya teknik ringkasan hasil wawancara ini tergolong dalam mengelola data, ringkasan ini sangat berarti dalam proses analisis selama pengumpulan data.

3. Studi Dokumentasi

Dokumen yang dikaji dalam tesis ini adalah suatu tulisan atau catatan berupa laporan, arsip, atau catatan materi lain, tidak dipersiapkan secara khusus untuk merespon permintaan peneliti. Dokumentasi yang tergolong sebagai sumber informasi dalam penelitian ini meliputi pelaksanaan pembelajaran seni tari dikelas dengan menggunakan isyarat Bisindo terhadap siswa SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

Studi dokumentasi ini dituangkan dalam satu ringkasan, tertulis. Struktur ringkasan terdiri dari identitas, deskripsi dokumen pembelajaran seni tari, hubungan dokumen terhadap fokus kajian, rangkuman isi dokumen, pertanyaan-pertanyaan untuk penelusuran selanjutnya. Sama seperti kedua teknik sebelumnya, format studi dokumetasi ini juga dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses analisis, penarikan dan pengujian kesimpulan, serta membangun keabsahan penelitian.

4. Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif digunakan untuk memaknai deskripsi objektif tentang pengembangan model Bisindo dalam pembelajaran seni tari pada siswa tuna rungu di SMPLB-B Budi Nurani kota Sukabumi sebagai hasil dari studi pendahuluan. Analisis


(34)

kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan isyarat Bisindo.

Mengolah dan menganalisis data kualitatif, merujuk kepada analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (1992). Berdasarkan pada uraian miles dan huberman dalam sitorus, dkk (2003) dalam menganalisis data kajian ini dilakukan tiga jalur analisis yaitu; reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Melalui reduksi data maka dilakukan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Proses ini dilakukan secara terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul, sebagai mana tampak dari kerangka konseptual, permasalahan penelitian, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan dalam mereduksi data adalah melalui; meringkas data, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis memo, melalui reduksi data tersebut, dilakukan penajaman, penggolongan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.

Setelah dilakukan reduksi data maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan penyajian data. Data yang sudah diperoleh kemudian disusun menjadi sekumpulan informasi sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data tersebut dilakukan dalam bentuk teks naratif dari catatan lapangan dalam bentuk matrik, grafik, maupun jaringan serta bagan.

Kegiatan analisis data selanjutnya adalah dilakukan penarikan kesimpulan yang didasarkan dari hasil penyajian data yang telah dilakukan. Kesimpulan tersebut juga masih di verifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara; memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang pada catatan-catatan dilapangan serta melalui peninjauan kembali dan tukar pikiran dengan teman sejawat maupun pakar untuk pengembangannya.


(35)

E. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul ( Sugiyono, 2008, hlm 147). Data yang diperoleh dari kegiatan pengumpulan dat berupa hasil pretest dan posttest selanjutnya dibandingkan perbedaannya.

Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data kepastian apakah yang terjadi pengaruh penggunaan isyarat Bisindo pada pembelajaran seni tari di SLB-B Budi nurani kelas 8. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini analisis deskriptif kualitatif. Pada akhir pembelajaran dilakukan penilaian terhadap hasil tes yang dicapai oleh peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh sugiyono ( 2007, hlm. 207 ), bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagai adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

F. Validasi Hasil Penelitian

Upaya mencapai keabsahan atas data dan informasi yang dihimpun di lapangan, maka secara aktual akan dilakukan dengan mempedomani kombinasi konsep Nasution (1988) dan Mugahdjir (1990) melalui tiga langkah seperti diuraikan di bawah ini :

1. Kredibilitas; dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya. Dalam kepentingan ini, dilakukan kegiatan berupa: (a) Trianggulasi yakni mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, seperti membicarakannya dengan dosen PLB atau yang relevan lainnya. (b) membicarakan dengan kolega guna memperoleh penajaman analisis, seperti teman-teman seangkatan atau mereka yang telah menyelesaikan studi setingkat lainnya. (c) menggunakan bahan referensi guna memahami konteks inti pembicaraan. (d)


(36)

diusahakan menyimpulkan secara bersama untuk menghindarkan perbedaan persepsi dan melakukan konfirmasi dengan nara sumber dari hasil wawancara sehingga kekurangan, kekeliruan dapat diperbaiki sesuai dengan yang dimaksud oleh nara sumber.

2. Transferbilitas; dimaksudkan untuk mengetahui hingga mana hasil penelitian dapat diaplikasikan atau digunakan dalam situasi lain. Dalam kepentingan ini, dilakukan kegiatan mendeskripsikan serinci mungkin bagaimana penelitian ini dapat diterapkan, terutama di SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

G. Jadwal Penelitian

3.2. Jadwal pelaksanaan penelitian ditunjukan pada table di bawah ini

No Kegiatan

2014 2015

Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

1 Pengumpulan Referensi (Survey Pra Penelitian) 2 Study Pustaka

3 Penyusunan Proposal Tesis

4 Seminar Proposal 5 Pelaksanaan Penelitian 6 Pengolahan data, analisis

dan penyusunan laporan 7 Seminar Hasil penelitian


(37)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah ditemukan dari hasil lapangan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan proses pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan

Bisindo bagi siswa tunarungu SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, mendeskripsikan

hasil pembelajaran tari kreatif dengan pengembangan Bisindo bagi siswa tunarungu SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi, peneliti menyimpulkan bahwa proses pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo dapat menggali kreativitas siswa, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar seni tari dengan metode kreatif membuat siswa senang dalam menerima pembelajaran, sehingga siswa dapat menumbuhkan minat dalam bidang tari serta mengekplorasi bakat yang dimilikinya.

Peran guru Sekolah Luar Biasa sering dicitrakan memiliki peran ganda karena sistim pengajarannya borongan, semua mata pelajaran hanya diajarkan oleh guru yang sama, baik itu pelajaran matematika, agama maupun pelajaran seni. Tugas guru SLB-B merupakan tugas yang boleh dikatakan agak rumit, karena siswa SLB-B yang kurang pendengaran memiliki sikap dan tingkah laku yang unik dibandingkan siswa yang normal pendengarannya, ini akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran serta tingkah laku siswa yang harus di arahkan menjadi lebih baik, karena siswa tunarungu memiliki karakateristik dan klasifikasi jenis ketunarunguannya. Pembelajaran seni tari di SLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi yang dihimpun pengajarannya oleh guru kelas, lebih cenderung pada teoretis sebatas pengenalan, aktivitas belajar siswa tidak mengarah pada ranah psikomotorik, namun lebih cenderung pada ranah kognitif, guru hanya sekedar memberikan pengetahuan dengan penyampaian informasi bersifat memindahkan ilmu pengetahuan. Kegiatan belajar mengajar dengan metode konvensional (tradisional) yang didominasi oleh guru, siswa banyak mengeluarkan energi untuk berpikir secara abstrak untuk menerima pembelajaran seni tari, sehingga siswa tidak tertarik pada mata pelajaran


(38)

tari yang tidak pernah diajarkan oleh guru kelas, namun pengalaman tari dididapat diluar pembelajaran oleh pelatih yang diundang kepala sekolah, untuk pemenuhan materi yang akan dilombakan oleh kedinasan pemerintah setempat maupun provinsi, dengan kisaran latihan kurang lebih 8 kali pertemuan untuk mencapai satu tarian.

Peneliti merasa tertarik untuk membuat sebuah alternatif suatu model pembelajaran dari pengembangan isyarat komunikasi kaum tunarungu yang terbiasa memakai bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau menyampaikan gagasan atau ide dengan cara membaca bibir, menulis, memberi aba-aba, dan memberi isyarat seperti gerak tangan, kepala, badan dan sebagainya. Model pembelajaran tari kreatif lebih memberikan kebebasan kepada siswa untuk lebih mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya, siswa termotivasi menghasilkan sesuatu yang kreatif, dan pembelajaran lebih dominan peranannya pada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai organisator, fasilitator dan evaluator. Melalui praktek tari kreatif, siswa tunarungu dibekali bagaimana memahami arti sebuah keindahan dan perasaan estetis, digali dari kreativitasnya yang inovasi, berguna dan dapat dimengerti. Materi Topeng Klana sengaja disuguhkan pada apresiasi siswa, sebagai bahan apresiasi dari pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo, karena dalam tari topeng Klana, gerak tari mendekati gerak-gerak isyarat Bisindo, salah satu contoh, ketika siswa mengangkat bahu sebagai simbol ketidaktahuan mereka saat ditanya, maka di dalam tari klana gerak bahu yang mereka lakukan itu, merupakan gerak tari yang disebut dengan gerak Obah bahu. Melalui rangsang kinestetik ini membuat siswa melakukan aktifitas pisik dengan menciptakan suatu produk baru, dari bentuk pengembangan karya lain menjadi karya baru, mengembangkan ide-ide dalam eksplorasi gerak serta dapat menemukan simbol gerak dalam proses penyusunan tari bagi siswa tunarungu. Kebebasan berekspresi dalam menemukan gerak pribadi sebagai materi dasar tari, menanamkan kesadaran siswa tuna rungu terhadap bahasa komunikasi mereka yang dapat dibuat menjadi sebuah gerak, mengolah dan merangkai gerak-gerak kreatif yang dihasilkannya guna menggagas, menciptakan, dan menyajikan karya tarinya sesuai tingkat perkembangan. Teori seni diberikan hanya sebatas pengenalan, dan praktik lebih diutaman dengan mengembangkan gerak komunikasi Bisindo, dengan mengamati langsung sebuah tarian yang disajikan


(39)

oleh siswa normal pada saat apresiasi mampu membangkitkan kreativitas dan motivasi siswa untuk bergerak, berpikir lebih dalam menggali imajinasinya, mengekplorasi gerak tubuhnya, menemukan gerak yang akan disusun menjadi gerak tari, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi atau berkreativitas, sehingga lahirlah sebuah gerak tari dan kode gerak tari yang telah disepakati bersama antara peneliti dengan siswa kelas 8 SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

Pada proses pembelajaran tari kreatif dengan pengembangan Bisindo, hasil kreativitas dari imajinasi siswa akan berpengaruh terhadap keberanian siswa, dimana siswa juga akan mampu menampilkan hasil kreasinya dengan rasa percaya diri, berperan aktif sebagai partisipan dalam proses belajar mengajar, mendorong siswa untuk melakukan eksperimen dengan rekan sebayanya dikelas, mengembangkan pola berpikir, emosi, serta rasa sosialnya dengan lingkungan sekitar, tergali kekompakan dengan siswa lainnya ketika menari dengan menggunakan pola lantai, membawa manfaat perubahan perilaku dalam diri siswa baik secara kognitif, afektif, atau psikomotoriknya. Tujuan pembelajaran tari kreatif bukan berorientasi pada hasil, namun perpaduan proses dan hasil. Siswa mampu menumbuhkan daya kreativitas secara aktif dan membudayakan sikap berani bertanya, tidak minder dan tidak takut salah, bermental kuat dan memiliki percaya diri dalam menemukan jati dirinya dalam lingkungan sosial, mendorong kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab serta bekerja sama dengan rekannya, serta berpikir luwes, dan berpikir orsinil dalam keterampilan tarinya, belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, memperkaya pengalaman belajar peserta didik dalam membuat gerak tari dari sebuah pengembangan gerak isyarat

Bisindo yang telah disepakati bersama di dalam kelas, kemudian membuat sebuah kode

gerak tari untuk kaum tunarungu, meskipun waktunya sangat singkat dan terbatas, tetapi hasilnya sangat memuaskan dengan terwujudnya kreasi tari baru dengan menggunakan instrumen musik, tanpa harus mengikuti gerak tari gurunya, namun mereka bisa mencipta sebuah tari dengan tempo dan pola lantai serta level, sesuai dengan bentuk isyarat

Bisindo. Mereka akan merasa senang dan lebih mudah memahami suatu konsep

pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan tidak harus banyak mendengarkan teori-teori, tetapi melalui praktek langsung, memberikan kebebasan dalam berkreasi akan


(40)

menanamkan rasa percaya diri yang kuat pada diri siswa dalam berpatisipasi, meningkatkan pengetahuan, keterampilan, tanggung jawab, kemandirian, pantang menyerah dan perduli terhadap orang lain, serta memiliki jiwa optimis dalam menemukan jati dirinya dalam lingkungan sebagai kontrol sosial. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format penilaian baik berupa evaluasi saat proses pembelajaran, unjuk kerja, dan hasil akhir kreativitas siswa dalam penampilan tari sesuai dengan iringan tari, level, arah hadap dan pola lantai.

4.2. Saran

Seorang guru yang idealis tidak akan menyerah dengan tantangan pekerjaan dalam dunia pendidikan yang penuh dinamika. Semua rintangan akan dihadapi dengan lapang dada dan kreatif mencari celah demi kelangsungan kegiatan belajar mengajar untuk menghasilkan insan yang cerdas, berbudi dan bertakwa. Setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangan di bidang yang berbeda, dalam mendidik siswa-siswi tunarungu dalam pendidikan seni akan memberikan manfaat serta kemandirian siswa, sebagai generasi penerus yang memiliki akhlak, jati diri, bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai output pendidikan di Sekolah Luar Biasa.

Sebagai motivasi dalam pelaksanaan pembelajaran tari disekolah, SLB dan lembaga-lembaga terkait harus mampu membekali pendidikan yang bermanfaat dalam kecakapan hidupnya dalam bermasyarakat, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap jati diri dan cinta budaya bangsa. Pembelajaran harus bisa menjadi sarana aktualisasi diri siswa dalam mengembangkan bakat dan talentanya agar berkembang potensi yang dimilikinya.

Dengan adanya tesis ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui tentang definisi/karakteristik, lembaga pendidikan sekolah khusus dan regular, serta observasi mengenai pelayanan pendidikan, rencana pembelajaran yang diperoleh di SLB-B, juga dapat di jadikan referensi atau pedoman dalam mengkaji tentang kekhususan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan pada pendengaran/tunarungu.


(41)

Hasil penelitian yang telah ditemukan dilapangan, penulis memberikan saran kepada 1. Lembaga

Sebaiknya materi tari keatif harus tetap disampaikan pada siswa tunarungu, karena memberikan dampak psikologis yang bisa dirasakan langsung oleh siswa tunarungu.

2. Guru Seni SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi

Guru seni harus menguasai materi seni budaya atau BKPBI dan menetapkan model pembelajarannya disesuiakan dengan perkembangan fisik dan mental siswa tunarungu, karena kreativitas tunarungu tidak kalah kreatif dibandingkan dengan siswa normal, dengan mempelajari tari, pembelajaran menjadi suatu kesenangan, bukan sekedar hafalan yang akan membuat siswa jenuh dalam belajar.

3. Siswa

Pada proses pembelajaran tari, siswa sebaiknya lebih aktif dalam menggali imajinasi, bereksplorasi, sehingga seni tari yang mencakup keterampilan gerak tubuh dengan rangsangan bunyi atau dengan apresiasi, akan lebih banyak menggali ragam gerak dengan karya kreatifnya.

4. Penelitian selanjutnya

Dengan penelitian ini, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan awal untuk memahami kreativitas siswa tunarungu dalam tari kreatif melalui pengembangan


(1)

tari yang tidak pernah diajarkan oleh guru kelas, namun pengalaman tari dididapat diluar pembelajaran oleh pelatih yang diundang kepala sekolah, untuk pemenuhan materi yang akan dilombakan oleh kedinasan pemerintah setempat maupun provinsi, dengan kisaran latihan kurang lebih 8 kali pertemuan untuk mencapai satu tarian.

Peneliti merasa tertarik untuk membuat sebuah alternatif suatu model pembelajaran dari pengembangan isyarat komunikasi kaum tunarungu yang terbiasa memakai bahasa isyarat dalam berkomunikasi atau menyampaikan gagasan atau ide dengan cara membaca bibir, menulis, memberi aba-aba, dan memberi isyarat seperti gerak tangan, kepala, badan dan sebagainya. Model pembelajaran tari kreatif lebih memberikan kebebasan kepada siswa untuk lebih mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya, siswa termotivasi menghasilkan sesuatu yang kreatif, dan pembelajaran lebih dominan peranannya pada siswa, sedangkan guru bertindak sebagai organisator, fasilitator dan evaluator. Melalui praktek tari kreatif, siswa tunarungu dibekali bagaimana memahami arti sebuah keindahan dan perasaan estetis, digali dari kreativitasnya yang inovasi, berguna dan dapat dimengerti. Materi Topeng Klana sengaja disuguhkan pada apresiasi siswa, sebagai bahan apresiasi dari pembelajaran tari kreatif melalui pengembangan Bisindo, karena dalam tari topeng Klana, gerak tari mendekati gerak-gerak isyarat Bisindo, salah satu contoh, ketika siswa mengangkat bahu sebagai simbol ketidaktahuan mereka saat ditanya, maka di dalam tari klana gerak bahu yang mereka lakukan itu, merupakan gerak tari yang disebut dengan gerak Obah bahu. Melalui rangsang kinestetik ini membuat siswa melakukan aktifitas pisik dengan menciptakan suatu produk baru, dari bentuk pengembangan karya lain menjadi karya baru, mengembangkan ide-ide dalam eksplorasi gerak serta dapat menemukan simbol gerak dalam proses penyusunan tari bagi siswa tunarungu. Kebebasan berekspresi dalam menemukan gerak pribadi sebagai materi dasar tari, menanamkan kesadaran siswa tuna rungu terhadap bahasa komunikasi mereka yang dapat dibuat menjadi sebuah gerak, mengolah dan merangkai gerak-gerak kreatif yang dihasilkannya guna menggagas, menciptakan, dan menyajikan karya tarinya sesuai tingkat perkembangan. Teori seni diberikan hanya sebatas pengenalan, dan praktik lebih diutaman dengan mengembangkan gerak komunikasi Bisindo, dengan mengamati langsung sebuah tarian yang disajikan


(2)

Yulia Hendrilianti , 2015

Model Pembelajaran Tari Kreatif Melalui Pengembangan Bisindo Pada Siswa Tuna Rungu Di Smplb-B Budi Nurani Kota Sukabumi

oleh siswa normal pada saat apresiasi mampu membangkitkan kreativitas dan motivasi siswa untuk bergerak, berpikir lebih dalam menggali imajinasinya, mengekplorasi gerak tubuhnya, menemukan gerak yang akan disusun menjadi gerak tari, mendorong keberanian untuk mencoba berkreasi atau berkreativitas, sehingga lahirlah sebuah gerak tari dan kode gerak tari yang telah disepakati bersama antara peneliti dengan siswa kelas 8 SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi.

Pada proses pembelajaran tari kreatif dengan pengembangan Bisindo, hasil kreativitas dari imajinasi siswa akan berpengaruh terhadap keberanian siswa, dimana siswa juga akan mampu menampilkan hasil kreasinya dengan rasa percaya diri, berperan aktif sebagai partisipan dalam proses belajar mengajar, mendorong siswa untuk melakukan eksperimen dengan rekan sebayanya dikelas, mengembangkan pola berpikir, emosi, serta rasa sosialnya dengan lingkungan sekitar, tergali kekompakan dengan siswa lainnya ketika menari dengan menggunakan pola lantai, membawa manfaat perubahan perilaku dalam diri siswa baik secara kognitif, afektif, atau psikomotoriknya. Tujuan pembelajaran tari kreatif bukan berorientasi pada hasil, namun perpaduan proses dan hasil. Siswa mampu menumbuhkan daya kreativitas secara aktif dan membudayakan sikap berani bertanya, tidak minder dan tidak takut salah, bermental kuat dan memiliki percaya diri dalam menemukan jati dirinya dalam lingkungan sosial, mendorong kemampuan berpikir kritis dan kreatif, bertanggung jawab serta bekerja sama dengan rekannya, serta berpikir luwes, dan berpikir orsinil dalam keterampilan tarinya, belajar meningkatkan rasa tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, memperkaya pengalaman belajar peserta didik dalam membuat gerak tari dari sebuah pengembangan gerak isyarat

Bisindo yang telah disepakati bersama di dalam kelas, kemudian membuat sebuah kode

gerak tari untuk kaum tunarungu, meskipun waktunya sangat singkat dan terbatas, tetapi hasilnya sangat memuaskan dengan terwujudnya kreasi tari baru dengan menggunakan instrumen musik, tanpa harus mengikuti gerak tari gurunya, namun mereka bisa mencipta sebuah tari dengan tempo dan pola lantai serta level, sesuai dengan bentuk isyarat

Bisindo. Mereka akan merasa senang dan lebih mudah memahami suatu konsep

pembelajaran yang diberikan oleh guru dengan tidak harus banyak mendengarkan teori-teori, tetapi melalui praktek langsung, memberikan kebebasan dalam berkreasi akan


(3)

menanamkan rasa percaya diri yang kuat pada diri siswa dalam berpatisipasi, meningkatkan pengetahuan, keterampilan, tanggung jawab, kemandirian, pantang menyerah dan perduli terhadap orang lain, serta memiliki jiwa optimis dalam menemukan jati dirinya dalam lingkungan sebagai kontrol sosial. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan format penilaian baik berupa evaluasi saat proses pembelajaran, unjuk kerja, dan hasil akhir kreativitas siswa dalam penampilan tari sesuai dengan iringan tari, level, arah hadap dan pola lantai.

4.2. Saran

Seorang guru yang idealis tidak akan menyerah dengan tantangan pekerjaan dalam dunia pendidikan yang penuh dinamika. Semua rintangan akan dihadapi dengan lapang dada dan kreatif mencari celah demi kelangsungan kegiatan belajar mengajar untuk menghasilkan insan yang cerdas, berbudi dan bertakwa. Setiap siswa memiliki kelebihan dan kekurangan di bidang yang berbeda, dalam mendidik siswa-siswi tunarungu dalam pendidikan seni akan memberikan manfaat serta kemandirian siswa, sebagai generasi penerus yang memiliki akhlak, jati diri, bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa, sehingga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai output pendidikan di Sekolah Luar Biasa.

Sebagai motivasi dalam pelaksanaan pembelajaran tari disekolah, SLB dan lembaga-lembaga terkait harus mampu membekali pendidikan yang bermanfaat dalam kecakapan hidupnya dalam bermasyarakat, serta menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap jati diri dan cinta budaya bangsa. Pembelajaran harus bisa menjadi sarana aktualisasi diri siswa dalam mengembangkan bakat dan talentanya agar berkembang potensi yang dimilikinya.

Dengan adanya tesis ini diharapkan para pembaca dapat mengetahui tentang definisi/karakteristik, lembaga pendidikan sekolah khusus dan regular, serta observasi mengenai pelayanan pendidikan, rencana pembelajaran yang diperoleh di SLB-B, juga dapat di jadikan referensi atau pedoman dalam mengkaji tentang kekhususan yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus yang memiliki gangguan pada pendengaran/tunarungu.


(4)

Yulia Hendrilianti , 2015

Model Pembelajaran Tari Kreatif Melalui Pengembangan Bisindo Pada Siswa Tuna Rungu Di Smplb-B Budi Nurani Kota Sukabumi

Hasil penelitian yang telah ditemukan dilapangan, penulis memberikan saran kepada 1. Lembaga

Sebaiknya materi tari keatif harus tetap disampaikan pada siswa tunarungu, karena memberikan dampak psikologis yang bisa dirasakan langsung oleh siswa tunarungu.

2. Guru Seni SMPLB-B Budi Nurani Kota Sukabumi

Guru seni harus menguasai materi seni budaya atau BKPBI dan menetapkan model pembelajarannya disesuiakan dengan perkembangan fisik dan mental siswa tunarungu, karena kreativitas tunarungu tidak kalah kreatif dibandingkan dengan siswa normal, dengan mempelajari tari, pembelajaran menjadi suatu kesenangan, bukan sekedar hafalan yang akan membuat siswa jenuh dalam belajar.

3. Siswa

Pada proses pembelajaran tari, siswa sebaiknya lebih aktif dalam menggali imajinasi, bereksplorasi, sehingga seni tari yang mencakup keterampilan gerak tubuh dengan rangsangan bunyi atau dengan apresiasi, akan lebih banyak menggali ragam gerak dengan karya kreatifnya.

4. Penelitian selanjutnya

Dengan penelitian ini, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan awal untuk memahami kreativitas siswa tunarungu dalam tari kreatif melalui pengembangan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Afriawanto. 2011. Pengajaran Seni Budaya Berbantuan Komputer.

Arikunto, S. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta. Aminulloh,Yusron. (2011). Mindset Pembelajaran:Nuansa.

Ardjo, Durban Irawati. (2008). Kawit Teknik Grak & Tari Dasar Sunda.Bandung:Pusbitari Press Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2006). Standar Kompetensi Dan Kompetensi

Dasar,Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunarungu (SMPLB-B). Badan Standar

Nasional Pendidikan Jakarta.

Direktorat Pembinaan SLB. (2009). Pengembangan Kurikulum:Jakarta.

Hasan, Bachtiar. (2010). Perencanaan pengajaran Bidang Studi.bandung:Pustaka Ramadhan. Jurnal.Universitas Sumatera Utara.

Hurlock, E,B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang ruang kehidupan. Edisi 5. Jakarta.Erlangga.

John Langrehr. 2006. Thinking Skill. Jakarta: PT Elex Komputindo kelompok gramedia. Mack, Dieter. (1996). Pendidikan Musik. Bandung : Universita Pendidikan Indonesia. Margono, S. (2000). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.

Mulyasa.2006. Menjadi Guru Profesional.Bandung : Remaja Rosda Karya.

Rohani Ahmad, Drs. M.Pd. (2004).Pengelolaan Pengajaran. Jakarta:Rineka Cipta.

Sediawati, edi. Dkk. (1986). Pengetahuan elementer tari dan beberapa masalah tari. Direktorat kesenian proyek pengembangan kesenian Jakarta departemen pendidikan dan

kebudayaan. Jakarta.

Sitorus, F. dan Agusta, I. (2003) Metodelogi Kajian Komunitas. Jurusan ilmu-ilmu Sosial,

Fakultas pertanian IPB dan Program Pasca Sarjana IPB.

Sukadi.2006. Guru Powerful Guru Masa Depan.Bandung : Kolbu.


(6)

Yulia Hendrilianti , 2015

Model Pembelajaran Tari Kreatif Melalui Pengembangan Bisindo Pada Siswa Tuna Rungu Di Smplb-B Budi Nurani Kota Sukabumi

Sutjihati, T. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama.

Sugiyono.(2008), Metode Penelitian Pendidikan ,Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif dan R&D, Bandung:Alfabeta.

Udin S. Winataputra. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : Pusat Antar

Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti Depdiknas.

Utami Munandar.2002. Kreativitas dan Keberbakatan, PT Gramedia Utama, Jakarta.

Panduan Pengembangaan Kurikulum dan Program Pembelajaran bagi Siswa MDVI/Deafblinad, direktorat pembinaan pendidikan khususu dan layanan khusus pendidikan dasar direktorat jenderal pendidikan dasar-kemdikbud. Perkins International.2013.

Purnama, Lingga 2001. Strategi Marketing Plan. PT. Gramedia pustaka utama. Jakarta. http://anaktunarungu.multiply.com/journal/item/1.

http://ochamutz91.wordpress.com/2010/05/29/sekolah-terbaik-bagi-anak-tuna-rungu. http://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/viewFile/1095/pdf_1.

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/a/a3/Isyarat_Bisindo.jpg.

http://solider.or.id/2015/03/05/sistem-isyarat-bahasa-indonesia-vs-bahasa-isyarat-indonesia. http://pertri-iad.blogspot.com/2011/03/tim-lemlitbang-bisindo-lembaga.html.

http://ketunarunguan.blogspot.com/2011/10/bisindo.html. http://www.antaranews.com/berita/460423.

Winarsih,Murni.(2007). Intervensi Dini Bagi Anak Tunarungu Dalam Pemerolehan Bahasa,. Depdikbud,Dirjen Dikti,Jakarta.

Winataputra, Udin, S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.