HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PENYESUAIAN DIRI REMAJA TUNA RUNGU DI SMPLB-B DAN SMALB-B KOTA MALANG

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Setiap individu sangat mendambakan dirinya terlahir dalam keadaan sempurna (jasmani dan rohani). Dengan kesempurnaannya tersebut, ia akan berkembang secara wajar, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya secara tepat. Namun tidak demikian halnya bagi remaja tuna rungu. Remaja tuna rungu mempunyai perasaan rendah diri yang berlebih, karena remaja tuna rungu belum mampu menerima keadaan fisiknya yang tidak sempurna dibanding dengan anak yang normal (Mangunsong, 2009).

Menurut Hall dalam Santrock (2002) masa remaja merupakan masa topan badai dan stress (storm & stress). Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tidak memiliki masa depan yang baik (Dariyo, 2004).

Piaget dalam (Hurlock, 1994) menjelaskan bahwa secara psikologis remaja berintegrasi dengan masyarakat dewasa, mereka tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Transformasi yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dalam perkembangan ini.


(2)

Salah satu tugas perkembangan masa remaja adalah tugas penyesuaian diri (Hurlock, 1994). Demikian pula yang terjadi pada masa remaja tuna rungu. Tuna rungu secara umum dimakna dan identik dengan kurang atau tidak berfungsinya indera pendengaran sehingga individu yang bersangkutan mempunyai keterbatasan dalam mendengar suara-suara dari dunia luar (Mangunsong, 2009). Dalam hal ini, ketidakmampuan mendengar tersebut berpengaruh pada kemampuan individu dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan sosial penyandang tunarungu.

Tharpe dalam Mangunsong (2009) menyebutkan bahwa hilangnya fungsi pendengaran pada individu berdampak pada perkembangan komunikasi dan psikososial penyandangnya. Dengan demikian keterbatasan yang dimiliki penyandang tuna rungu tidak hanya dalam hal mendengar, namun dapat pula dalam hal penyesuaian diri.

Sebagai makhluk sosial, remaja tuna rungu juga membutuhkan pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan dan penerimaan dari orang lain yang memberikan warna kehidupan sebenarnya. Berhasil ataupun gagalnya siswa dalam proses penyesuaian diri sangat berkaitan erat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang dapat berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja adalah kecerdasan emosi (Soeparwoto, 2004). Demikian juga remaja tuna rungu sebagai individu dalam lingkungan dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dimana ia berada untuk dapat hidup dengan nyaman dan harmonis dengan keadaan lingkungan di sekitarnya.


(3)

Anak dengan gangguan pendengaran (tuna rungu) seringkali menimbulkan masalah tersendiri. Masalah utama anak tunarungu adalah masalah komunikasi (Mangunsong, 2009). Ketidakmampuannya untuk berkomunikasi secara wajar/ normal berdampak luas, baik pada segi keterampilan bahasa, membaca, menulis maupun penyesuaian diri serta berprestasi di sekolahnya. Sebenarnya bukan hanya aspek-aspek itu saja yang terpengaruh, melainkan seluruh aspek perkembangan kehidupannya. Berpangkal dari kesulitannya mendengar, penyandang tuna rungu mengalami hambatan dalam pembentukan bahasa. Dengan ketidakmampuan berbahasa, khususnya secara verbal, mengalami kesulitan dalam menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, kebutuhan dan kehendaknya pada orang lain, sehingga kebutuhan mereka tidak terpuaskan secara sempurna. Di samping tidak dimengerti orang lain, penyandang tunarungu umumnya sukar memahami orang lain. Banyak diantara mereka merasa terkucil atau terisolasi dari lingkungan sosialnya. Salah satu dampak ketunarunguan adalah terhambatnya perkembangan sosial dan emosi.

Perkembangan sosial remaja tuna rungu dipengaruhi berbagai hal yang saling berhubungan, salah satunya adalah pemilihan bahasa yang digunakan dalam hubungannya dengan orang lain (Gregory dalam Mangunsong, 2009). Akibatnya banyak penyandang tunarungu berisiko mengalami kesepian. Mereka memiliki masalah dalam menemukan orang yang dapat diajak berbicara.

Banyak ditemukan anak tuna rungu yang mengalami hambatan dalam melakukan tugas perkembangan, seperti dalam berinteraksi dengan teman


(4)

sebayanya baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan masyarakat. Hambatan yang dialami remaja tuna rungu dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu ketidakmampuannya dalam berkomunikasi.

Salah satu potensi yang harus dimiliki oleh seorang individu supaya dapat diterima di lingkungan dan dapat berkembang sebagaimana mestinya adalah kemampuan menyesuaikan diri. Menurut Sobur (2003) penyesuaian diri adalah kemampuan individu untuk membuat hubungan yang memuaskan antara orang dan lingkungan. Lingkungan di sini adalah lingkungan sosial di mana individu hidup, termasuk anggota masyarakat, adat kebiasaannya dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan masing-masing individu dengan individu lain.

Sebagai generasi yang akan menjadi tumpuan, masalah penyesuaian diri remaja tuna rungu merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian, karena penyesuaian diri merupakan salah satu kunci kesuksesan individu baik di sekolah ataupun di masyarakat. Individu dituntut bisa menyesuaikan diri terutama pada masa remaja, karena pada masa ini individu mulai berinteraksi dengan lingkup yang lebih luas.

Masa remaja merupakan periode kritis yang menjadi dasar bagi berhasil tidaknya menjalankan tugas perkembangan selanjutnya (Hurlock, 1994). Pada masa ini remaja mengemban tugas-tugas perkembangan untuk mencapai jati diri, kemandirian emosi, kematangan hubungan sosial dan persiapan untuk meniti karir. Pada masa ini juga disebut periode perubahan, baik perubahan perilaku maupun perubahan fisik. Pada periode perubahan ini remaja mulai dituntut dapat


(5)

berperan di lingkungan. Bagi sebagian remaja hal ini dapat menimbulkan masalah baru, sehingga ada yang menyebut masa ini masa bermasalah. Kebanyakan remaja sering sulit mengatasi masalahnya, hal ini sering disebabkan karena selama masa anak-anak sebagian besar masalahnya diselesaikan oleh orang tua, sehingga remaja tidak berpengalaman mengatasinya.

Menurut Gunarsa (1989) frustrasi atau tidak tercapainya pemuasan kebutuhan maupun tertundanya pemuasan kebutuhan dapat mempertinggi daya tahan terhadap frustrasi dan menambah ketekunan remaja dalam mengatasi hambatan perkembangan. Daya tahan terhadap frustrasi menguatkan remaja dalam usaha penyesuaian diri.

Manifestasi seorang remaja yang kurang bisa melakukan penyesuaian diri dapat dilihat, antara lain gelisah dan tidak bisa tenang, jarang bergaul, bahkan mungkin pula ia berusaha menjauhkan diri dari pergaulan, kelihatan bodoh, pemalas suka mengganggu, tidak mau tunduk pada peraturan (Daradjat 1983). Masih banyak lagi bentuk penyesuian diri yang kurang baik, misalnya merasa tertekan untuk menempatkan diri yang sebenarnya, ditempat umum merasa pemalu, penakut, tidak suka bergaul, keras kepala, sering melamun, karena kenyataan yang tidak tertahankan kemudian menempatkan diri dalam khayalan sebagaimana yang diinginkan.

Siswa SMPLB-B dan SMALB-B berusia antara 13 tahun sampai 18 tahun, usia yang termasuk masa remaja dan pada masa-masa itu remaja mulai bersosialisasi dengan lingkup yang lebih luas dibanding lingkup sebelumnya. Remaja dituntut mempunyai keterampilan dalam melakukan penyesuaian diri.


(6)

Jika seorang remaja tidak bisa melakukan penyesuaian diri secara positif maka remaja akan melakukan penyesuaian diri yang salah. Seorang remaja yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri bisa menghambat perkembangannya, menghambat kreatifitasnya dalam mengisi masa remaja dan kurang maksimal dalam berprestasi di sekolah (Hurlock, 1994).

Berdasar pengalaman peneliti di lapangan dan informasi dari beberapa guru banyak siswa SMPLB-B dan SMALB-B mengalami masalah penyesuaian diri, antara lain ditunjukkan sering menyendiri, pemalu, kurang percaya diri, sering membuat gaduh, kurang sopan, terlibat perkelahian, membolos dan masih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan siswa sebagai manifestasi dari penyesuaian diri yang salah.

Masalah emosi yang dialami penyandang tunarungu dikarenakan oleh kurangnya kemampuan untuk memahami aspek-aspek emosi yang dikomunikasikan oleh orang lain secara verbal. Pengalamannya yang terus berlanjut, akhirnya membuat penyandang tunarungu semakin frustrasi (Mangunsong, 2009).

Oleh karena itu sangatlah penting penyesuaian diri bagi penyandang tuna rungu. Penyandang tuna rungu nantinya terjun di masyarakat, sehingga dalam penyesuaian diri harus benar-benar disiapkan supaya memperkecil hambatan yang dialaminya.

Keberhasilan keanekaragaman dalam pendidikan memerlukan upaya khusus untuk merespon kebutuhan pendidikan khusus. Sekolah umumnya cenderung untuk menempatkan prioritas pada perolehan pengetahuan akademis,


(7)

tetapi jarang membuat ketentuan untuk kegiatan yang dirancang untuk mendorong pembangunan sikap sosial.

Remaja tuna rungu mempunyai tuntutan yang relatif sama dengan remaja pada umumnya. Farrugia dan Austin (1980) menemukan bahwa penyesuaian diri pada penyandang tunarungu cenderung lebih rendah dibandingkan dengan individu pada umumnya, walaupun tidak selalu demikian yang akan terjadi pada setiap penyandang tunarungu.

Fakta menunjukkan bahwa remaja tunarungu sangat rentan terhadap perilaku pelecehan seksual dan pengaruh narkotika serta obat-obatan terlarang (narkoba) Keterbatasan mobilisasi dan akses informasi terkait penyesuaian diri remaja tuna rungu menjadi titik lemah bagi kehidupan mereka untuk bisa terhindarkan dari perilaku seks yang berisiko, ancaman pelecehan seksual serta penyalahgunaan narkoba (Kusyuniati, 2009).

Banyak terjadi sesama tuna rungu, karena sama-sama kurang memahami dalam penyesuaian diri, mereka bertemu, mengikuti apa yang pernah dilihat dalam film, akhirnya sampai terjadi imitasi dalam pergaulan bebas. Tentunya sesama remaja tuna rungu tersebut tidak memahami apa yang ditunjukkan dalam film, tidak tahu perlunya menyaring mana yang baik, dan mana yang kurang baik.

Kasus lain terdapat remaja tuna rungu justru merasa rendah diri, minder, bahkan merasa tak berguna dan menjadi konsumen saja ketimbang menjadi penyumbang aktif dalam kegiatan masyarakat. Hal ini karena pandangan masyarakat terhadap penyandang tuna rungu hingga kini masih banyak yang


(8)

negatif, dan tidak jarang diantara mereka harus tersingkir dari pergaulan. Menurut Venkatesh dalam Pradopo, Sukarto dan Tobing (1977) direktur Aksi Kecacatan dan Pembangunan di India yang juga tunanetra, sikap tersebut justru membuat orang bisa menjadi kelainan.

Selain itu penyandang tuna rungu banyak yang mempunyai perasaan terasing dari lingkungan sosialnya. Dampak dari perasaan terasing ini adalah perasaan tidak mendapat topangan dari lingkungannya. Sebagai manusia sosial, setiap pribadi membutuhkan topangan hidup dari sekitarnya.

Penyesuaian diri sangat penting bagi dinamika kehidupan. Keterbatasan kemampuan komunikasi seperti yang dialami remaja tuna rungu dapat menimbulkan permasalahan dalam penyesuaian diri. Remaja tuna rungu diharapkan untuk dapat menerima diri serta mengembangkan hubungan sosial. Namun seorang remaja tuna rungu seringkali berlebihan dalam menilai diri. Pemikiran negatif berlebihan terhadap diri yang berimbas pada penolakan terhadap keadaan diri akan menambah perasaan kurang nyaman dalam penyesuaian diri.

Remaja tuna rungu diharapkan pula untuk dapat mengelola emosi serta mengembangkan hubungan sosial. Namun seorang remaja tuna rungu seringkali sangat kurang dalam pengendalian emosi. Pengendalian emosi yang kurang akan berimbas pada perasaan kurang nyaman dalam penyesuaian diri (Mangunsong, 2009).

Kesukaran yang dialami anak tuna rungu dalam aspek-aspek emosi inilah yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri anak tuna rungu. Pengalaman


(9)

ini menyebabkan anak tuna rungu menjadi frustrasi. Daradjat (1983) menyatakan frustrasi merupakan proses yang menyebabkan individu merasa adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan. Pada kondisi frustrasi ini individu umumnya akan terhambat dalam mencapai apa yang diharapkan.

Anak yang mampu melakukan penyesuaian diri secara baik berarti anak tersebut merasa puas dengan dirinya. Selain mampu membuat penyesuaian diri secara baik, anak juga mempunyai hubungan harmonis dengan orang sekeliling mereka. Dengan demikian penyesuaian diri anak terbentuk dalam interaksi dengan lingkungan.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Pujianto dan Toto Kuwato (2005), tentang Hubungan antara konsep diri dan kemandirian dengan penyesuaian diri pada remaja penyandang tuna netra. Subjek penelitian berjumlah 91 siswa remaja yang berasal dari 5 SLB A yang berada di Jawa Tengah dan DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan penyesuaian diri, ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kemandirian dengan penyesuaian diri dan tidak ada perbedaan yang signifikan antara penyesuaian diri remaja tuna netra pria dan wanita.

2. Penelitian yang dilakukan oleh David Akinlolu Adeyemo (2009) tentang The buffering effect of emotional intelligence on the adjustment of secondary


(10)

school in transition. Subjek penelitian 200 siswa sekolah menengah di kota Ibadan, Nigeria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dan penyesuaian diri.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rohmat Fatoni (2006) mengenai Hubungan antara perilaku over protective orang tua dengan penyesuaian diri remaja. Subjek Penelitian 44 siswa SMA kelas 1 di Semarang. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara perilaku over protective orang tua dengan penyesuaian diri remaja, dengan demikian hipotesis yang diajukan terbukti.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Shrivastava, A & Padhay, S (2009) berjudul Alinetion and emotional intelligence of adolensece with internalising symtoms, yang mengukur tingkat keterasingan dan kecerdasan emosi remaja dengan gejala internalisasi. Subjek penelitian 60 remaja di India. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari remaja kelompok yang terkena internalisasi berdampak memiliki kecerdasan emosi rendah dan skor keterasingannya tinggi. Remaja dengan menunjukkan gejala internalisasi perilaku terasing tinggi dan kecerdasan emosional yang rendah dipengaruhi oleh kepribadian mereka.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri remaja tuna rungu.


(11)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana deskripsi tingkat kecerdasan emosi remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang?

2. Bagaimana deskripsi tingkat penyesuaian diri remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang?

3. Adakah hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui deskripsi tingkat kecerdasan emosi remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang.

2. Mengetahui deskripsi tingkat penyesuaian diri remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang.

3. Mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri remaja tuna rungu di SMPLB-B dan SMALB-B kota Malang.

D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Berdarkan hasil penelitian ini diharapakan akan mampu menstimulasi timbulnya penelitian lebih lanjut, tidak saja terbatas pada masalah di atas tetapi


(12)

dapat dikembangkan secara lebih baik dan mencakup aspek-aspek lain dari kecerdasan emosi dan penyesuaian diri serta dapat menambah wawasan dalam bidang psikologi.

2. Secara praktis

Dengan mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan penyesuaian diri remaja tuna rungu di SMPL-B SMALB-B kota Malang akan mendapat masukan bagi:

a. Siswa: nantinya kecerdasan emosi siswa bisa ditingkatkan sehubungan dengan kelangsungan penyesuaian dirinya.

b. Sekolah: dengan memperhatikan faktor kecerdasan emosi siswa, akan mampu mencetak siswa yang berkemampuan menyesuaikan diri secara baik. Dengan cara diusulkan kurikulum tentang kecerdasan emosi.


(13)

Tesis Sarjana S-2

Program Studi Magister Sains Psikologi

Diajukan oleh : Esni Triaswari NIM 09820015

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012


(14)

Esni Triaswari NIM 09820015

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal

Pada tanggal 30 Desember 2011

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua : Dr. Latipun, M.Kes ...

Sekretaris : Dra. Siti Suminarti F, M.Si, P.Si ...

Penguji I : Dr. Diah Karmiyati, M.Si, Psi ...


(15)

TESIS

Yang diajukan oleh : Esni Triaswari NIM 09820015

Telah disetujui oleh : Tanggal 14 Januari 2012

Pembimbing Utama : Pembimbing Pendamping

Dr. Latipun, M.Kes Dra. Siti Suminarti F, M.Si, Psi

Direktur Ketua Program Studi

Program Pascasarjana Magister Psikologi


(16)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama : Esni Triaswari NIM : 09820015 Program Studi : Magister Psikologi

Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa : 1. Tesis dengan judul

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN

PENYESUAIAN DIRI REMAJA TUNA RUNGU DI SMPLB-B DAN SMALB-B KOTA MALANG

Adalah hasil karya saya dan dalam naskah Tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, baik sebagian ataupun keseluruhan, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

2. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur PLAGIASI, saya bersedia TESIS ini DIGUGURKAN dan GELAR AKADEMIK YANG TELAH SAYA PEROLEH DIBATALKAN, serta diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3. Tesis ini dapat dijadikan sumber pustaka yang merupakan HAK BEBAS ROYALTY NON EKSKLUSIF.

Demikan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Malang, Desember 2011 Yang menyatakan


(17)

Puji syukur alhamdulillah, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa, penulis panjatkan kepada kehadirat Illahi Robbi yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penelitian ini dapat terselesaikan hingga tersusun menjadi sebuah tesis yang berjudul, ”Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Penyesuain Diri Remaja Tuna Rungu di SMPLB-B dan SMALB-B Kota Malang”.

Shalawat dan salam penulis tujukan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad saw yang telah memberikan pencerahan kepada kita dengan agama rahmatan lil ‘alamin agama Islam.

Dengan selesainya penulisan tesis ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan dari semua pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) .

2. Bapak Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

3. Bapak Dr. Latipun, M.Kes selaku dosen pembimbing utama atas segala waktu, tenaga, perhatian, dan masukan yang telah diberikan selama proses penyusunan tesis.

4. Ibu Dra. Siti Suminarti, M.Si selaku dosen pembimbing pendamping atas segala waktu, tenaga, perhatian, dan masukan yang telah diberikan selama proses penyusunan tesis.

5. Seluruh dosen dan karyawan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), yang telah memberikan ilmu dan pelayanannya selama kuliah. 6. Bapak/ Ibu Kepala Sekolah SMP-SMALB-B YPTB, SMP-SMALB Putra Jaya,

SMP-SMALB Sumber Dharma, SMP-SMALB Bhakti Luhur dan SMPN-SMALB Kedungkandang Malang, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.


(18)

Kedungkandang Malang

9. Teman-teman Pascasarjana Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

10.Suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini, semoga amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT.

Karena keterbatasan penulis, tesis ini masih jauh dari sempurna, maka saran dan kritik sangat dibutuhkan demi penyempurnaannya. Akhirnya, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Malang, 09 Desember 2011

Penulis


(19)

Halaman Persetujuan ... ii

Susunan Dewan Penguji ... iii

Surat Pernyataan ... iv

Motto ... v

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

Abstrak ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA ... 13

A. Penyesuaian Diri Remaja Tuna Rungu ... 13

1. Pengertian Penyesuaian Diri ... 13

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 16


(20)

1. Pengertian Kecerdasan Emosi ... 25

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi ... 28

3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ... 30

4. Ciri-ciri Kecerdasan Emosional ... 34

5. Kecerdasan Emosi Remaja Tuna Rungu ... 36

C. Konsep Remaja Tuna Rungu ... 39

1. Pengertian Remaja ... 39

2. Ciri-ciri Remaja ... 39

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 42

4. Karakteristik Perkembangan Remaja ... 42

D. Konsep Anak Tuna Rungu ... 45

1. Pengertian Anak Tuna Rungu ... 45

2. Pengelompokkan Anak Tuna Rungu ... 46

3. Faktor-faktor Penyebab Ketunarunguan ... 48

4. Karakteristik Tuna Rungu ... 49

E. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Penyesuaian Diri.... 50

F. Kerangka Berfikir ... 64

G. Hipotesis ... 65

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 66

A. Rancangan Penelitian ... 66

B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 67

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 68

D. Populasi dan Sampel ... 69


(21)

A. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 83

B. Deskripsi Data Penelitian ... 84

C. Hasil Analisis Data ... 86

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 91

BAB V : PENUTUP ... 110

A. Kesimpulan ... 110

B. Saran-saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA


(22)

2. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi ... 74

3. Skoring Skala Kecerdasan Emosi ... 75

5. Blue Print Skala Penyesuaian Diri ... 76

6. Skoring Skala Penyesuaian Diri ... 76

7. Hasil Uji Normalitas Sebaran ... 83

8. Deskripsi Subjek ... 84

11. Deskripsi Tingkat Kecerdasan Emosi ... 85

12. Deskripsi Tingkat Penyesuaian Diri ... 85


(23)

(24)

2. Validitas Skala Kecerdasan Emosi ... 119

3. Validitas Skala Penyesuaian Diri ... 120

4. Skala Kecerdasan Emosi dan Skala Penyesuaia Diri ... 122

5. Deskripsi Skala Kecerdasan Emosi ... 127

6. Deskripsi Skala Penyesuaian Diri ... 128

7. Mean, Standar Deviasi, dan Variance ... 129

8. Uji Normalitas ... 130

9. Korelasi X dan Y ... 133

10.Korelasi Berganda ... 134

11.Pedoman Wawancara ... 136


(25)

Adeyemo, D.A. (2009). The buffering effect of emotional intellegence on the adjusment of secondary school students in transition.Cognition and Emotion, 6, 112-154.

Ali, M., & Asrori, M. (2006). Psikologi remaja perkembangn pesert didik. Jakarta: Bumi aksara

Antia. S.D (1982) Social integration of partially mainsreamed hearing- impaired childen. American Annals of the Deaf, 127 (1), 18-25.

Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Ashman, A., & Elkins, J. (1998). Educating children with special needs. Australia: Prenticeholl Australia pty. Ltd.

Azwar, S. (2007). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2007). Penyususnan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brackett, M.A., Alster,B., Wolfe, C.J. Fale,E., & Katulak, N.A. (2009). Creating

an emotionally intelligent school district: a skill based approch.in Bar-on, K. Maree, &M. Elias (Eds). Educations people to be emotionally intelligent, 78, 127-139.

Brackett, M.A., & Salovey, P. (2006). Measuring emotional intelligence with the Mayer-Salovey-Caruso emotional intelligence test (MSCEIT). Psychotherma, 10, 34-41

Calhoun, J.F. & Acocella, D.P. (1990). Psychology of adjustment and human relationships. New York: Mc Graw-Hill Publishing Company

Chaplin, J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Cooper W. dan Sawaf R. (1999). Executive eq: kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dan organisasi. Terjemahan Widodo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Daradjat, Z. (1983). Kesehatan mental, Cetakan ke- 10. Jakarta : Gunung Agung Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia


(26)

Pengelolaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2007). Standar kompetensi dan kompetensi dasar program khusus bina persepsi bunyi dan irama SDLB dan SMPLB tunarungu. Jakarta: Direktorat Pembinaan SLB Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas

Elliott, J. & Place, M. (2006). Children in difficulty: A guide to understanding and helping. 2nd ed. Newyork: RoutledgeFalmer

Fahmy, M. (1982). Penyesuaian diri,pengertian dan peranannya dalam kesehatan mental. Alih Bahasa : Zakiyah Daradjat. Jakarta : Bulan Bintang

Farrugia, D. & Austin, G.F. (1980). A study of social emotional adjusment pattern of hearingimpaired students indifferent educational settings. American & Annals of he Deef, 125, 535-541.

Frijda, N. H. (1999). Emotions and hedonic experience. In DKahneman, E. Dinner, & N Schwarz (Eds.), Well-being: The foundations of Hedonic Psychology, 79, 190-210.

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: Refika Aditama Gunarsa, S. (1989). Psikologi perawatan. Jakarta : BPK Gunung Agung

Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosional, mengapa ei lebih penting dari pada iq. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Goleman, D. (1995). Emotion Intelligence. New York: Scientific American. Hadi, S. (1995). Metode penelitian. Yogyakarta: Andi OFFSET

Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (2006). Exceptional learner: an introduction to special education. International Edition: 10th ed. Boston: Allyn and Bacon

Hariyadi, S., Hendrarno, E., Deliana, S.M,. Suparwoto, & Haryono. (1997). Perkembangan peserta didik. Semarang : IKIP Press Semarang

Hendrarno, Edi, Supriyo & Sugiyo. (1987). Bimbingan konseling di sekolah. Semarang: Bumi Putra


(27)

Kusche,C., Garfield, T., & Greenberg. M. (1993). The understanding of emotional and social attributions in deaf adolescents. Journal of Clinical Child Psychology, 12, 153-160.

Kartono, K. (1986). Patologi sosial 3: gangguan-gangguan kejiwaan. Jakarta: Rajawali

Kusyuniati. (2009). Pedoman untuk guru modul kesehatan reproduksi untuk smplb. Jakarta: WPF

Lopes, P.N., Salovey,P., & Straus, R. (2003). Emotional intelligence, personality, and the perceived quality of social relationships. Personality and Individual Diffences, 35, 641-658.

Lopes, P.N., Brackett, M.A., Nezlek, J., Schutz, A., Sellin, I., & Salovey, P. (2004). Emotional intelligence and social interaction. Personality and Social Psychology Bulletin, 30, 1018-1034

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. LPSP3. Jakarta : Universitas Indonesia

Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Mayer, J.D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? emotional development and emotional intelligence. Emotions, 6, 3-31

Mayer, J.D., Salovey, P., Caruso, D.R., & Sitarenios, G. (2003). Measuring emotional intelligence with the MSCEIT. Emotions, 3, 97-105

Moores, D.F., & Meadow-Orlans, K.P. (1990). Educational and developmental aspects of deafness. Washington, DL : Gallaudt. University Press

Mu’tadin, Z. (2002). Mengembangkan keterampilan sosial pada remaja. Diaksesl Tanggal : 25 Februari 2011.

www.e-psikologi.com/remaja/060802.htm

Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, 9(1), 86-99.

Pramadi, A. (1996). Hubungan antara kemampuan penyesuaian diri terhadap tuntutan tugas dan hasil kerja . Jurnal Psikologi Anima, 9(43), 35-47.


(28)

Gadjahmada Yogyakarta

Rieffe, C., & Terwogt, M. (2000). Deaf childrens understanding of emotion desires take precedence. Journal of Child Psychology, 35, 190-210 Roberts, R.D., Zeidner, M., & Matthews, G (2001). Does emotional intelligence

meet traditional standards for an intelligence? Some new data and conclusions. Emotions, 1, 196-231.

Salovey, P., & Mayer, J.D. (1990). Emotional intelligence, imagination, cognition, and personality. Emotions, 9, 185-211.

Salovey, P., Mayer, J. D., &Caruso,D. (2002). The positive Psychology of Emotional Intelligence In C,R. Snyder & S.J.Lopez (Eds), Handbook of positive psychology, 159-171. Newyork

Salovey,P., Mayer, J.D., Goldmen, S.L., Turvey, C.& Palfai, T.P. (1995). Emotional attention, clarity and repain: exploring emotional intelligence using the Trait Meta Mood Scale. InJ. W. Pennebaker. (ed): Emotion, disclosure and health, 25, 125-151.

Santrock, W, J. (2002). Life span development (perkembangan masa hidup) edisi kelima alih bahasa Achman Chusain. Jakarta: Erlangga

Shaphiro. L.E. (1998) Mengajar emosional intelligence pada anak, Jakarta. PT Gramedia

Shrivastava, A & Padhay, S. (2009). Alinetion and emotional intelligence of adolensece with internalising symtoms. Cognition and emotion, 15, 205-227

Sobur, A. (2003). Psikologi umum dalam lintas sejarah. Bandung: Pustaka Setia Soeparwoto. (2004). Psikologi perkembangan. Semarang: UNNES Press

Somantri, S. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung : PT Refika Aditama. Sumampouw, A. (2003). Profil kebutuhan remaja tunarungu. Jurnal Psikologi

Anima, 18 (4) 381-397.


(29)

Suryaningsih, I. ( 2006). Kecemasan mahasiswa menyusun skripsi ditinjau dari persepsi persepsi terhadap pembimbing skripsi dan kecerdasan emosional. Tesis Univesitas Muhammadiyah Surakarta

Stella PIJ. (2003). Pengembangan model pelatihan kecerdasan emosional untuk pelayanan bimbingan pribadi sosial di sekolah dasar. Tesis. Universitas Negeri Malang Program Pasca Sarjana Program Studi Bimbingan Konseling.


(1)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HAL

1. Reliabilitas Skala Kecerdasan Emosi dan Skala Penyesuaian Diri... 118

2. Validitas Skala Kecerdasan Emosi ... 119

3. Validitas Skala Penyesuaian Diri ... 120

4. Skala Kecerdasan Emosi dan Skala Penyesuaia Diri ... 122

5. Deskripsi Skala Kecerdasan Emosi ... 127

6. Deskripsi Skala Penyesuaian Diri ... 128

7. Mean, Standar Deviasi, dan Variance ... 129

8. Uji Normalitas ... 130

9. Korelasi X dan Y ... 133

10.Korelasi Berganda ... 134

11.Pedoman Wawancara ... 136


(2)

Daftar Pustaka

Abe, J.A, & Izard, C,E (1999). The developmental functions of emotions: an analysis in term differential emotional theory. Cognition and Emotion, 13, 523-549.

Adeyemo, D.A. (2009). The buffering effect of emotional intellegence on the adjusment of secondary school students in transition.Cognition and Emotion, 6, 112-154.

Ali, M., & Asrori, M. (2006). Psikologi remaja perkembangn pesert didik. Jakarta: Bumi aksara

Antia. S.D (1982) Social integration of partially mainsreamed hearing- impaired childen. American Annals of the Deaf, 127 (1), 18-25.

Arikunto, S. (1998). Prosedur penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Ashman, A., & Elkins, J. (1998). Educating children with special needs. Australia: Prenticeholl Australia pty. Ltd.

Azwar, S. (2007). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2007). Penyususnan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Brackett, M.A., Alster,B., Wolfe, C.J. Fale,E., & Katulak, N.A. (2009). Creating

an emotionally intelligent school district: a skill based approch.in Bar-on, K. Maree, &M. Elias (Eds). Educations people to be emotionally intelligent, 78, 127-139.

Brackett, M.A., & Salovey, P. (2006). Measuring emotional intelligence with the Mayer-Salovey-Caruso emotional intelligence test (MSCEIT). Psychotherma, 10, 34-41

Calhoun, J.F. & Acocella, D.P. (1990). Psychology of adjustment and human relationships. New York: Mc Graw-Hill Publishing Company

Chaplin, J.P. (2002). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Radja Grafindo Persada. Cooper W. dan Sawaf R. (1999). Executive eq: kecerdasan emosional dalam kepemimpinan dan organisasi. Terjemahan Widodo. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Daradjat, Z. (1983). Kesehatan mental, Cetakan ke- 10. Jakarta : Gunung Agung Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia


(3)

David, S. (2009). The emotion systems and the development of emotional intelligence. Emotions, 12, 197-227.

Depdiknas. (2002). Kamus sistem isyarat bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa. Proyek Pengelolaan Sistem dan Standar Pengelolaan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2007). Standar kompetensi dan kompetensi dasar program khusus bina persepsi bunyi dan irama SDLB dan SMPLB tunarungu. Jakarta: Direktorat Pembinaan SLB Dirjen Manajemen Dikdasmen Depdiknas

Elliott, J. & Place, M. (2006). Children in difficulty: A guide to understanding and helping. 2nd ed. Newyork: RoutledgeFalmer

Fahmy, M. (1982). Penyesuaian diri,pengertian dan peranannya dalam kesehatan mental. Alih Bahasa : Zakiyah Daradjat. Jakarta : Bulan Bintang

Farrugia, D. & Austin, G.F. (1980). A study of social emotional adjusment pattern of hearingimpaired students indifferent educational settings. American & Annals of he Deef, 125, 535-541.

Frijda, N. H. (1999). Emotions and hedonic experience. In DKahneman, E. Dinner, & N Schwarz (Eds.), Well-being: The foundations of Hedonic Psychology, 79, 190-210.

Gerungan, W.A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: Refika Aditama Gunarsa, S. (1989). Psikologi perawatan. Jakarta : BPK Gunung Agung

Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosional, mengapa ei lebih penting dari pada iq. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Goleman, D. (1995). Emotion Intelligence. New York: Scientific American. Hadi, S. (1995). Metode penelitian. Yogyakarta: Andi OFFSET

Hallahan, D.P. & Kauffman, J.M. (2006). Exceptional learner: an introduction to special education. International Edition: 10th ed. Boston: Allyn and Bacon

Hariyadi, S., Hendrarno, E., Deliana, S.M,. Suparwoto, & Haryono. (1997).

Perkembangan peserta didik. Semarang : IKIP Press Semarang

Hendrarno, Edi, Supriyo & Sugiyo. (1987). Bimbingan konseling di sekolah. Semarang: Bumi Putra


(4)

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi perkembangan; suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Lukomski, J. (2007). Deaf college students perceptions of their social.emotional adjustment school. Psychology, 6, 79-88.

Kusche,C., Garfield, T., & Greenberg. M. (1993). The understanding of emotional and social attributions in deaf adolescents. Journal of Clinical Child Psychology, 12, 153-160.

Kartono, K. (1986). Patologi sosial 3: gangguan-gangguan kejiwaan. Jakarta: Rajawali

Kusyuniati. (2009). Pedoman untuk guru modul kesehatan reproduksi untuk smplb. Jakarta: WPF

Lopes, P.N., Salovey,P., & Straus, R. (2003). Emotional intelligence, personality, and the perceived quality of social relationships. Personality and Individual Diffences, 35, 641-658.

Lopes, P.N., Brackett, M.A., Nezlek, J., Schutz, A., Sellin, I., & Salovey, P. (2004). Emotional intelligence and social interaction. Personality and Social Psychology Bulletin, 30, 1018-1034

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan pendidikan anak luar biasa. LPSP3. Jakarta : Universitas Indonesia

Mappiare, A. (1982). Psikologi remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Mayer, J.D., & Salovey, P. (1997). What is emotional intelligence? emotional development and emotional intelligence. Emotions, 6, 3-31

Mayer, J.D., Salovey, P., Caruso, D.R., & Sitarenios, G. (2003). Measuring emotional intelligence with the MSCEIT. Emotions, 3, 97-105

Moores, D.F., & Meadow-Orlans, K.P. (1990). Educational and developmental aspects of deafness. Washington, DL : Gallaudt. University Press

Mu’tadin, Z. (2002). Mengembangkan keterampilan sosial pada remaja. Diaksesl Tanggal : 25 Februari 2011.

www.e-psikologi.com/remaja/060802.htm

Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, 9(1), 86-99.

Pramadi, A. (1996). Hubungan antara kemampuan penyesuaian diri terhadap tuntutan tugas dan hasil kerja. Jurnal Psikologi Anima, 9(43), 35-47.


(5)

Pradopo, T.S., Sukarto & Tobing.C. (1977). Pendidikan anak-anak tunanetra. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Pujianto & Kuwato, T. (2005). Hubungan antara konsep diri dan kemandirian

dengan penyesuaian diri pada penyandang tunarungu. Tesis. Universitas Gadjahmada Yogyakarta

Rieffe, C., & Terwogt, M. (2000). Deaf childrens understanding of emotion desires take precedence. Journal of Child Psychology, 35, 190-210 Roberts, R.D., Zeidner, M., & Matthews, G (2001). Does emotional intelligence

meet traditional standards for an intelligence? Some new data and conclusions. Emotions, 1, 196-231.

Salovey, P., & Mayer, J.D. (1990). Emotional intelligence, imagination, cognition, and personality. Emotions, 9, 185-211.

Salovey, P., Mayer, J. D., &Caruso,D. (2002). The positive Psychology of Emotional Intelligence In C,R. Snyder & S.J.Lopez (Eds), Handbook of positive psychology, 159-171. Newyork

Salovey,P., Mayer, J.D., Goldmen, S.L., Turvey, C.& Palfai, T.P. (1995). Emotional attention, clarity and repain: exploring emotional intelligence using the Trait Meta Mood Scale. InJ. W. Pennebaker. (ed): Emotion, disclosure and health, 25, 125-151.

Santrock, W, J. (2002). Life span development (perkembangan masa hidup) edisi kelima alih bahasa Achman Chusain. Jakarta: Erlangga

Shaphiro. L.E. (1998) Mengajar emosional intelligence pada anak, Jakarta. PT Gramedia

Shrivastava, A & Padhay, S. (2009). Alinetion and emotional intelligence of adolensece with internalising symtoms. Cognition and emotion, 15, 205-227

Sobur, A. (2003). Psikologi umum dalam lintas sejarah. Bandung: Pustaka Setia Soeparwoto. (2004). Psikologi perkembangan. Semarang: UNNES Press

Somantri, S. (2006). Psikologi anak luar biasa. Bandung : PT Refika Aditama. Sumampouw, A. (2003). Profil kebutuhan remaja tunarungu. Jurnal Psikologi

Anima, 18 (4) 381-397.


(6)

Suran, B.G., & Rizzo, J.V. (1979). Special children: an integrative approach. Glenview: Scotts, Foresman and Co.

Suryabrata. S. (1995). Pembimbing ke psikodiagnostik. Yogyakarta: Rakesarasin Suryaningsih, I. ( 2006). Kecemasan mahasiswa menyusun skripsi ditinjau dari persepsi persepsi terhadap pembimbing skripsi dan kecerdasan emosional. Tesis Univesitas Muhammadiyah Surakarta

Stella PIJ. (2003). Pengembangan model pelatihan kecerdasan emosional untuk pelayanan bimbingan pribadi sosial di sekolah dasar. Tesis. Universitas Negeri Malang Program Pasca Sarjana Program Studi Bimbingan Konseling.