MODEL KONSELING KETERAMPILAN HIDUP (LIFESKILLAS COUNSELING) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA TUNA RUNGU JENJANG SMPLB DI SLB-B KOTA BANDUNG.

(1)

MODEL KONSELING KETERAMPILAN HIDUP (

LIFESKILLS

COUNSELING)

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL

SISWA TUNA RUNGU JENJANG SMPLB DI SLB-B KOTA BANDUNG

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Persyaratan untuk

Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan dalam

Bidang Bimbingan dan Konseling

Promovendus

Tati Hernawati

1009558

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2012


(2)

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA TUNA RUNGU JENJANG SMPLB DI SLB-B KOTA BANDUNG

Oleh Tati Hernawati

S.Pd. IKIP Bandung, 1986 M.Pd. UPI Bandung, 2000

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Program Studi Bimbingan dan Konseling

© Tati Hernawati, 2012 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2012

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

(4)

(5)

(6)

Tati Hernawati.(2012). Model Konseling Keterampilan Hidup (Lifeskillas Counseling) untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Tuna Rungu Jenjang SMPLB di SLB-B Kota Bandung. Program Studi Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini dilatarbelakangi belum optimalnya pencapaian keterampilan sosial siswa tunarungu, khususnya pada jenjang SMPLB. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu model konseling untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB. Adapun pendekatan konseling yang diasumsikan efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial tersebut adalah konseling keterampilan hidup. Subyek dalam studi pendahuluan adalah siswa tuna rungu jenjang SMPLB yang ada di Kota Bandung sejumlah 32 siswa, sedangkan subyek dalam uji coba model sebanyak 12 siswa dari SLB-B Cicendo Bandung. Model konseling yang dihasilkan dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru wali kelas atau guru Bimbingan&Konseling di sekolah dalam upaya meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu serta membantu penerapan kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengembangkan pendidikan yang berorientasi keterampilan hidup. Untuk mencapai tujuan di atas, peneliti menggunakan model penelitian dan pengembangan (Research and Development atau R&D). Berdasarkan model penelitian tersebut, penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap studi pendahuluan, pengembangan dan validasi model, serta pengujian model. Temuan penelitian adalah: Pertama,pencapaian keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB sebagian besar (78%) berada pada kategori cukup dan sebagian kecil (22%) berada pada kategori kurang. Kedua, Model konseling keterampilan hidup mencakup dasar pemikiran, tujuan, asumsi, peranan konselor & guru wali kelas, tahapan konseling, serta evaluasi dan indikator keberhasilan. Ketiga, hasil uji efektivitas menunjukkan bahwa model konseling keterampilan hidup efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu.


(7)

Tati Hernawati (2012). Lifeskills Counseling Model to Increase Social Skill of Students

with Hearing Impairment in Special Junior High School in B-Special School in Bandung.

Guidance and Counseling Study Program, Post Graduate School of Indonesia University of Education (UPI).

The background of this study is the high amount of problems related to the low social skills achievement of students with hearing impairment, particularly in Special Junior High School. Therefore, the aim of this study is to produce a counseling model to increase social skills of students with hearing impairment in Special Senior High School. The counseling approach assumed as effective strategy to increase social skills is lifeskills counseling. The subject in preliminary study are 32 students with hearing impairment in Special Junior High School level in Bandung while the amount of model try out are 12 students from Special School Cicendo Bandung. The counseling model can be used by the homeroom teachers/counselor to increase the social skill of students with hearing impairment and support the implementation of National Education Ministries policy in order to develop lifeskills oriented education. In order to reach the goal, the researcher used research and development model or R&D. Based on the research model, the study was devided into three steps, preliminary study, model development and validation, and model testing. This study has three results, first, the social skills achievement of students with hearing impairment in most of Special Junior High School (78%) are in sufficient category and small amount (22%) are in low category. Second, lifeskills counseling model involves rationale, aim, assumption, role of counselor and homeroom teacher, counseling steps, and the evaluation and indicator of success. Third, effectivity test result shows that lifeskills counseling model is effective to increase social skill of students with hearing impairment.

Keywords: model, lifeskills counseling, social skill, and hearing impairment.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ………...… i

ABSTRACT ……….ii

KATAPENGANTAR ……….iii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….iv DAFTAR ISI ……….viii

DAFTAR TABEL ………....x

DAFTAR BAGAN ………..xi

DAFTAR GRAFIK ………....xii

DAFTAR LAMPIRAN ……….xiii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ………7

C. Tujuan Penelitian ………..8

D. Manfaat Penelitian ………9

E. Struktur Organisasi Disertasi ………..10 BAB II : KONSELING KETERAMPILAN HIDUP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA TUNA RUNGU A. Konseling Keterampilan Hidup ……….…12

B. Keterampilan Sosial ………...27

C. Pengembangan Keterampilan Sosial Siswa Tuna Rungu …………...49

D. Penelitian yang Relevan ………..57

E. Kerangka Berfikir………....59

BAB III : METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ………...62

B. DefinisiOperasional Variabel ………..63

C. Subyek Penelitian ………66


(9)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Peneltian ………84

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………123

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ………...131

B. Saran ……….132

DAFTAR PUSTAKA ………...136

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………..140


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Kisi- Kisi Instrumen Pengumpulan Data Pencapaian

Sosial siswa ………...70 3.2 Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data Pelaksanaan

Layanan Bimbingan dan Konseling di SLB –B ………72 3.3 Pertimbangan Penerapan SKLB ... 80 4.1 Hasil Pencapaian Skor Keterampilan Sosial Siswa Tunarungu

pada Pretest dan Posttest ………….……………115 4.2 Menghitung Nilai T ………119


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

3.1 Tahapan Penelitian dan Pengembangan Konseling


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Gambaran Pencapaian Keterampilan Sosial Siswa Tuna Rungu Jenjang SMPLB

……….…………85 4.2 Gambaran Pencapaian Setiap Aspek Keterampilan

Sosial ………...86 4.3 Perbedaan Skor Pretest dan Posttest Keterampilan


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Siswa tuna rungu jenjang SMPLB termasuk dalam masa remaja. Pada masa ini, individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas, di mana pengaruh teman-teman dan lingkungan sosialnya sangat berpengaruh. Agar mereka dapat menghadapi kehidupan dengan segala permasalahannya, diperlukan berbagai keterampilan hidup. Salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai individu, termasuk remaja tunarungu, adalah keterampilan sosial. Combs&Slaby (Cartledge&Milburn, 1995:7) mengemukakan bahwa keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam suatu konteks sosial dengan cara-cara yang spesifik yang secara sosial dapat diterima, dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan secara pribadi, menguntungkan bersama, atau menguntungkan orang lain.

Depdiknas (2005:3) mengemukakan bahwa kecakapan (keterampilan) hidup, ada yang bersifat generik dan spesifik. Keterampilan hidup generik mencakup keterampilan pribadi dan sosial, sedangkan keterampilan hidup spesifik mencakup keterampilan akademik dan vokasional. Sedangkan menurut Nelson& Jones (1997:39), keterampilan hidup yang harus dikuasai individu mencakup Responsiveness, Realism, Relating skills, Rewarding activity skills,dan Right-and-wrong skills. Dari kelima keteramplan tersebut, dua keterampilan,


(14)

yaitu Relating skills dan Right-and-wrong skills tercakup dalam keterampilan sosial.

Keterampilan sosial sangat diperlukan untuk menyesuaikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Kegagalan remaja dalam menguasai keterampilan sosial menyebabkannya sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Kegagalan menyesuaikan diri dapat menyebabkan timbulnya rasa rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku kurang normatif, dan sebagainya. Dalam perkembangan yang lebih ekstrim, hal itu bisa menyebabkan terjadinya kenakalan remaja, tindakan kriminal, bahkan disertai tindakan kekerasan.

Kegagalan dalam menguasai keterampilan sosial dapat juga terjadi pada siswa tunarungu. Siswa tunarungu merupakan siswa yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar secara signifikan. Kondisi ini memiliki dampak terhadap kehidupannya, baik sebagai individu maupun sebagai insan sosial, sehingga mempengaruhi kehidupan mereka baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perilaku sosial siswa tunarungu belum mencapai hasil yang optimal (Hernawati, 2000). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh gambaran bahwa: dalam aspek bersikap respek terhadap orang lain hanya mencapai 68%; aspek berpartisipasi dalam kegiatan sekolah (70%); aspek berpartisipasi dalam kegiatan di masyarakat (62,8%); aspek berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (76,3%); aspek


(15)

berperilaku sesuai dengan peraturan sekolah (64,2%); aspek memiliki kepedulian terhadap kepentingan orang lain ( 64%), dan aspek belajar mengembangkan sikap peka terhadap masalah sosial (51,5%).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, semua indikator perilaku sosial menunjukkan hasil yang belum optimal. Indikator yang menunjukkan ke arah tersebut antara lain adanya siswa-siswa tunarungu yang belum menunjukkan sikap respek terhadap orang tuanya; melangggar tata tertib sekolah (seperti merokok di lingkungan sekolah, tidak mengikuti upacara, dan membolos); partisipasi siswa dalam kegiatan kemasyarakatan masih rendah; serta masih ada siswa-siwa yang menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma misalnya suka berbohong.

Dari beberapa guru SLB-B diperoleh informasi bahwa di antara siswa tunarungu terdapat siswa-siswa yang menunjukkan perilaku sosial negatif, seperti mencuri, bepergian (bahkan pergi ke luar kota) tanpa pamit pada orang tua sehingga mencemaskan orang tua mereka, kurang memperhatikan tata tertib sekolah, bertengkar dengan sesama teman, mudah marah, mudah tersinggung serta cenderung bersosialisasi dengan sesama tunarungu saja.

Kondisi di atas mengindikasikan bahwa keterampilan sosial sebagian siswa tunarungu masih kurang optimal. Kurang optimalnya keterampilan tersebut, dapat dipengaruhi oleh kelainan yang disandangnya serta sikap lingkungan yang mungkin kurang kondusif terhadapnya. Sebagaimana


(16)

disebutkan di atas, bahwa kondisi ketunarunguan memiliki dampak dalam kehidupannya baik sebagai individu maupun sebagai insan sosial.

Salah satu dampak ketunarunguan adalah terhambatnya komunikasi verbal/lisan, baik secara ekspresif (berbicara) maupun reseptif (memahami pembicaraan orang lain). Kondisi tersebut mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan orang yang memiliki pendengaran normal yang lazim menggunakan bahasa lisan sebagai alat komunikasi utama. Sebaliknya orang dengan pendengaran normal pada umumnya sulit memahami bahasa isyarat yang menjadi bahasa ibu kaum tunarungu.

Komunikasi merupakan dasar terjalinnya interaksi sosial yang baik. Masalah dalam berkomunikasi dapat menambah kesulitan dalam berperilaku sosial (Kirk, 1989:315). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian tentang penyesuaian sosial remaja tuna rungu yang terdaftar dalam setting segregasi (n = 39), terpadu sebagian (n = 15), dan mainstreaming (n = 17), yang dibandingkan dengan siswa mendengar (n = 88) sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa tuna rungu dalam seting segregasi mencapai tingkat penyesuaian yang paling rendah secara keseluruhan, baik dibandingkan dengan siswa mendengar maupun dengan siswa tuna rungu dalam seting terpadu sebagian dan mainstreaming, sebagaimana dipersepsi memiliki kompetensi sosial yang rendah. (Musselman et al.,1996).

Gambaran dari kenyataan tentang perilaku sosial siswa tunarungu sebagaimana dijelaskan di atas, mengindikasikan bahwa siswa tunarungu perlu


(17)

mendapat bantuan untuk meningkatkan keterampilan sosialnya. Dengan peningkatan keterampilan sosial tersebut, diharapkan siswa tunarungu dapat menjalani hidupnya secara lebih harmonis di masyarakat. Hal tersebut sebagaimana yang tersirat dalam tujuan pendidikan luar biasa (tertuang dalam PP Nomor 72 tahun 1991), yaitu membantu siswa agar mampu mengatasi kelainan yang disandang serta mampu mengembangkan sikap, pengatahuan, dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjut (Sunardi, 2010: 68).

Pengembangan keterampilan sosial merupakan suatu hal yang sangat penting, sesuai dengan yang digariskan oleh UNESCO bahwa pendidikan harus berada dalam empat pilar, yang dikenal dengan The Four Pilar of Education, yaitu : Learning to Know, Learning to Do, Learning to Be, and Learning to Live Together (Sanjaya,2005: 97-98). Pengembangan keterampilan sosial erat kaitannya dengan pilar pendidikan yang keempat, yaitu learning to live together atau belajar untuk hidup bersama. Siswa dituntut untuk memiliki keterampilan sosial yang memadai agar dapat bergaul dan bekerja sama, sehingga dapat hidup secara harmonis dengan lingkungannya baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.

Salah satu upaya peningkatan keterampilan sosial, adalah melalui pendidikan, khususnya melalui konseling. Konseling berupaya agar konseli


(18)

mampu memahami diri dan lingkungannya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia serta memiliki perilaku yang efektif (Nurihsan, 2006:10). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Kartadinata (2011:23-24) bahwa bimbingan dan konseling merupakan upaya pedagogis untuk memfasilitasi perkembangan individu dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya sesuai dengan potensi yang dimilikinya; bimbingan dan konseling adalah sebuah upaya normatif.

Dalam konseling terdapat berbagai pendekatan yang dapat diterapkan dalam membantu konseli. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan dalam meningkatkan keterampilan sosial siswa adalah konseling keterampilan hidup (life skills counseling). Nelson &Jones (1977:8) mengemukakan bahwa konseling keterampilan hidup merupakan suatu pendekatan konseling yang berpusat pada individu untuk membantu konseli mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri (self-helping skills).

Konseling keterampilan hidup dipilih karena konseling ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain pertama, Konseling keterampilan hidup memiliki tujuan utama yaitu menolong diri (self-helping), dimana konseli memelihara dan mengembangkan kekuatan keterampilan berpikir dan keterampilan bertindak, yang tidak hanya untuk mengatasi masalah yang ada, namun juga mencegah dan menangani masalah-masalah yang mungkin akan timbul (Nelson-Jones. 1997 :8).


(19)

Berdasarkan uraian di atas, peningkatan keterampilan sosial siswa tunarungu diindikasikan dapat diupayakan melalui konseling dengan menggunakan pendekatan konseling keterampilan hidup. Namun konseling keterampilan hidup dengan model yang bagaimana yang efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa? Model tersebut harus sesuai dengan kebutuhan siswa tuna rungu serta kondisi sekolah dalam kaitannya dengan layanan bimbingan dan konseling. Hal inilah yang perlu dikaji melalui penelitian ini.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Keterampilan sosial sangat penting dimiliki oleh manusia termasuk siswa tunarungu, agar dapat bersosialisasi secara positif, sehinga tercipta keharmonisan dalam hidup bermasyarakat. Keterampilan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor kondisi anak sendiri, serta pengalaman interaksinya dengan lingkungannya seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan teman sebaya. Kondisi anak dalam keadaaan tunarungu dapat mempengaruhi keterampilan sosialnya. Hal tersebut dapat dipahami, mengingat kehilangan kemampuan mendengar menyebabkan terhambatnya kemampuan berkomunikasi yang sangat dibutuhkan dalam mengadakan interaksi dengan lingkungan sosialnya secara luas. Demikian juga lingkungan yang kurang kondusif, dapat memperlemah keterampilan sosialnya. Oleh karena itu pada mereka perlu diberikan layanan konseling untuk mengembangkan keterampilan sosialnya.


(20)

Dalam pemberian layanan konseling tersebut perlu adanya suatu model konseling yang betul-betul sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga dapat dilaksanakan secara efektif. Keterampilan sosial merupakan salah satu keterampilan hidup yang harus dikuasai individu, oleh karena itu model konseling yang digunakan adalah model konseling keterampilan hidup.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah model konseling keterampilan hidup efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu jenjang SMPLB?

Rumusan masalah di atas, selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Seperti apa tingkat keterampilan sosial yang dimiliki siswa tunarungu jenjang SMPLB sebelum mendapat perlakuan?

2. Seperti apa pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SLB-B Kota Bandung?

3. Seperti apa rumusan model hipotetik konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu?

4. Bagaimana efektivitas model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah terbentuknya model konseling keterampilan hidup yang efektif untuk mengembangkan keterampilan sosial


(21)

siswa tunarungu jenjang SMPLB. Tujuan akhir tersebut, selanjutnya dijabarkan menjadi tujuan operasional berikut.

1. Memperoleh gambaran mengenai keterampilan sosial siswa tunarungu jenjang SMPLB sebelum mendapat perlakuan.

2. Memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SLB/B Kota Bandung.

3. Merumuskan model hipotetik konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu.

4. Memperoleh gambaran mengenai efektivitas model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu model konseling keterampilan hidup untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunarungu. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis maupun praktis sebagaimana dipaparkan berikut ini.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi khazanah ilmu pengetahuan, khususnya mengenai konsep dasar pengembangan keterampilan sosial siswa tunarungu. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan pula dapat memperkaya khasanah keilmuan bimbingan dan konseling,


(22)

khususnya tentang pendekatan yang dapat digunakan dalam layanan bimbingan dan konseling terhadap siswa, yaitu pendekatan keterampilan hidup.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

a. Model konseling keterampilan hidup yang dihasilkan dapat dipergunakan oleh konselor sekolah dalam upaya mengembangkan keterampilan sosial siswa tunarungu.

b. Terbentuknya model konseling keterampilan hidup dapat membantu penerapan kebijakan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengembangkan pendidikan yang berorientasi keterampilan hidup.

c. Dengan terbentuknya model konseling keterampilam hidup, diharapkan dapat meningkatkan motivasi konselor untuk menerapkan dan mengembangkan layanan bimbingan dan konseling sebagai komponen yang terpadu dalam program pendidikan di Sekolah Luar Biasa.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Hasil penelitian dikemas menjadi karya tulis ilmiah yang berisi lima bab pemaparan, yaitu :


(23)

Bab I : Pendahuluan, yang berisi latar belakang penelitian , rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan, manfaat, serta struktur organisasi disertasi.

Bab II : Landasan teoretik tentang konseling keterampilan hidup dan pengembangan keterampilan sosial siswa tunarungu, penelitian terdahulu yang relevan serta kerangka berpikir.

Bab III : Metode Penelitian, yang membahas metode penelitian, defnisi perasional variabel, subyek penelitian, serta tahap-tahap penelitian. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan model Penelitian dan Pengembangan (Research and Development atau R&D). Model penelitian tersebut dipilih karena melalui penelitian ini, peneliti ingin menghasilkan suatu produk, yaitu model konseling keterampilan hidup yang efektif untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu.

Gall et al (2003:569) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan pendidikan merupakan model pengembangan berbasis industri, di mana temuan penelitian digunakan untuk merancang produk dan prosedur baru, yang kemudian secara sistematis diuji lapangan, dievaluasi, dan disempurnakan hingga memenuhi kriteria yang ditentukan dalam efektivitas, kualitas, atau standar. Produk dalam pendidikan tidak hanya dalam bentuk buku teks, film instruksional, atau program komputer, melainkan juga metode atau model pengembangan program yang terkait dengan kegiatan pendidikan (Sukmadinata, 2006 : 165).

Disamping itu, R&D ini dipilih karena model tersebut memiliki keunggulan dilihat dari prosedur kerjanya yang sistematis, dimana produk penelitian dilakukan melalu serangkaian kegiatan yang sistematis dimulai dari studi/penelitian pendahuluan untuk merumuskan model konseling, kemudian


(25)

dilakukan pengembangan produk dengan melakukan validasi, serta mengujicobakan model sehingga diperoleh model konseling yang teruji sebagai produk penelitian ini.

Sebagaimana disebutkan di atas, penelitian dan pengembangan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap studi pendahuluan, pengembangan dan validasi model, serta pengujian model. Tahapan tersebut mengacu pada modifikasi tahapan penelitian dengan model R&D yang dikemukakan oleh Syaodih dkk. (Sukmadinata, 2006:189). Sesuai dengan tahapan tersebut, peneliti menggunakan beberapa metode penelitian. Pada tahap pendahuluan, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif, pada tahap pengembangan model menggunakan metode kualitatif, sedangkan tahap pengujian model menggunakan metode eksperimen.

A. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan dalam bab satu, terdapat dua konsep utama dalam penelitian ini, yaitu model konseling keterampilan hidup dan keterampilan sosial siswa tuna rungu. Definisi operasional tentang kedua konsep tersebut, diuraikan sebagai berikut.

1. Model Konseling Keterampilan Hidup

Model merupakan perangkat asumsi, proposisi/prinsip yang terverifikasi secara empirik, diorganisasikan ke dalam sebuah struktur kerja untuk menjelaskan, memprediksi, dan mengendalikan periaku atau arah tindakan


(26)

(Kartadinata, 2008). Dalam definisi lain, model merupakan representasi sebuah sistem, dimana model dipandang sebagai sesuatu yang memiliki sistem yang sesungguhnya (Law&Kelton, 1991:5). Mills et al.(dalam Kenedi, 2005:14) mengemukakan bahwa model merupakan bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan pijakan yang terpresentasi dalam model tersebut. Selanjutnya Shertzerb&Stone (1982 : 62) mengemukakan bahwa model merujuk pada representasi dari sebuah sebuah hasil akhir yang diabstraksikan karena nilai-nilai tersebut sudah melekat atau telah menjadi sifatnya.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka yang dimaksud model dalam penelitian ini adalah suatu representasi atau gambaran akurat sebuah sistem yang diorganisasikan ke dalam sebuah struktur kerja sebagai pijakan seseorang atau sekelompok orang untuk bertindak.

Model konseling keterampilan hidup merupakan suatu pola pemberian bantuan yang berpusat pada individu untuk membantu konseli mengembangkan keterampilan menolong diri sendiri atau self-helping skill. Konseling keterampilan hidup ini bertujuan agar konseli memelihara dan mengembangkan kekuatan keterampilan berpikir dan bertindak, tidak hanya untuk mengatasi masalah yang ada, namun juga mencegah dan menangani masalah yang mungkin timbul di masa mendatang (Nelson&Jones, 1997:8). Model konseling ini merujuk pada tahapan konseling keterampilan hidup yang dikemukakan oleh


(27)

Nelson&Jones,1997:40-48) yang terdiri dari lima tahap yang dikenal dengan DASIE ( Develop.Assess, State, Intervene, and Emphase take-away).

2. Keterampilan Sosial

Sesuai dengan landasan teoretik yang telah dikemukakan pada bab dua, keterampilan sosial dalam penelitiaan ini didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk membuat dan mengimplementasikan serangkaian pilihan dalam mengadakan interaksi dengan lingkungan sosial, sehingga memperoleh adaptasi yang harmonis dalam kehidupan di masyarakat.

Aspek-aspek keterampilan sosial yang harus dimiliki individu sangat beragam, dan yang menjadi rujukan dalam penelitian ini didasarkan pada daftar keterampilan sosial, yang dikemukan oleh Cartledge & Milburn (1992:15), yang mencakup: (1) Perilaku terhadap lingkungan (environmental behaviors) dengan indikator; (2) Perilaku interpersonal (interpersonal behavior); (3) Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri (self-related behaviors); dan (4) Perilaku yang berhubungan dengan tugas (task-related behaviors).

Aspek perilaku terhadap lingkungan (environmental behaviors) merupakan perilaku bagaimana individu memperlakukan lingkungan dengan beberapa bentuk respon, diantaranya, adalah peduli terhadap lingkungan dan peduli terhadap keadaan emergensi atau situasi darurat yang muncul secara tiba-tiba. Aspek perilaku interpersonal (interpersonal behavior) merupakan perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, yang ditunjukkan dengan


(28)

adanya kemampuan berkomunikasi dengan baik,mau menerima otoritas orang lain,memberi perhatian, mau membantu orang lain, mampu mengatasi konflik dengan orang lain, dan bersikap positif terhadap orang lain.

Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri (self-related behaviors) antara lain ditunjukkan dengan perilaku mau menerima konsekuensi, menunjukkan perilaku yang beretika, menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab, serta bersikap positif terhadap diri sendiri.

Perilaku yang berhubungan dengan tugas (task-related behaviors), merupakan perilaku yang berhubungan dengan tugas-tugas yang berkaitan dengan kegiatan belajar di sekolah. Perilaku tersebut atara lain: Mengajukan dan menjawab pertanyaan, mampu menyelesaikan tugas, dan menunjukkan aktivitas berkelompok.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian untuk tahap pendahuluan, adalah 36 siswa tuna rungu jenjang SMPLB (keseluruhan siswa yang aktif) dari enam SLB-B, dengan perincian: 20 siswa SLB Cicendo; dua siswa SLB- BC Budaya Bangsa; empat siswa SLB-B Silih Asih; enam siswa SLB-B Sukapura; dua siswa SLB-B Tut Wuri Handayani, dan dua siswa SLB-BC YPLAB. Responden dalam penelitian ini adalah kepala sekolah serta guru wali kelas/guru kelas dari sekolah tersebut.

Subyek penelitian pada tahap pengujian model adalah 12 siswa SMPLB dari SLB-B Negeri Cicendo. Penentuan subyek penelitian ini menggunakan


(29)

teknik sampling berstrata, yang menghasilkan 2 siswa (semua) yang memiliki pencapaian keterampilan sosial pada kategori kurang dan 10 siswa (diambil secara acak) yang memiliki pencapaian keterampilan sosial pada kategori cukup.

D. Tahap-Tahap Penelitian

Penelitian dan pengembangan dalam pelaksanaannya dilakukan melalui serangkaian tahapan kegiatan yang saling berkaitan. Borg & Gall (1989:624) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan dilakukan melalui sepuluh tahapan, yaitu: (1) penelitian dan pengumpulan informasi; (2) perencanaan; (3) pengembangan produk pendahuluan; (4) uji coba pendahuluan; (5) revisi terhadap produk utama; (6) uji coba utama yang didasarkan pada hasil uji coba pendahuluan; (7) revisi produk operasional; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk akhir; dan (10) diseminasi & implementasi.

Kesepuluh langkah penelitian tersebut, disederhanakan oleh Sukmadinata dan kawan-kawan melalui serangkaian penelitian dengan menggunakan strategi penelitian dan pengembangan, Ketiga tahap penelitian dan pengembangan tersebut adalah; (1) studi pendahuluan; (2) pengembangan model; dan (3) uji model (Sukmadinata, 2006:189).

1. Tahap Studi Pendahuluan

Pada tahap ini ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu: Tujuan studi pendahuluan, subyek penelitian pendahuluan, tahap penelitian pendahuluan, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data pendahuluan.


(30)

a. Tujuan Studi Pendahuluan

Penelitian pada tahap studi pendahuluan merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan memperoleh sejumlah informasi yang diperlukan dalam perumusan model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tunarungu. Studi pendahuluan meliputi studi pustaka dan survei lapangan. Studi pustaka merupakan pengkajian terhadap konsep-konsep yang mendasari model konseling keterampilan hidup, keterampilan sosial, serta mengkaji hasil-hasil penelitiaan yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan.

Sedangkan survei lapangan dilakukan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan kondisi obyektif lapangan. Survei lapangan tersebut menitikberatkan pada upaya untuk mendeskripsikan dan menganalisis tentang pencapaian keterampilan sosial yang dimiliki siswa tuna rungu serta pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SLB-B.

b. Tahapan Kegiatan Penelitian Pendahuluan

Tahap penelitian pendahuluan, dilakukan dalam beberapa kegiatan, yaitu: Pertama, mengungkap kondisi obyektif lapangan melalui melalui survai lapangan yang berkaitan dengan keterampilan sosial yang dimiliki siswa tunarungu, serta pelaksanaan layanan B & K di SLB. Kedua, menganalisis temuan pada tahap kegiatan pertama serta keterampilan sosial yang seharusnya dimiliki siswa tunarungu dan konseptual tentang konseling keterampilan hidup.


(31)

c. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan disesuaikan dengan data yang ingin diperlukan pada setiap tahapan penelitian. Pada tahap penelitian pendahuluan, data yang diperlukan adalah pencapaian keterampilan sosial siswa tunarungu jenjang SMPLB serta data tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling (B&K) di SLB-B. Teknik yang digunakan untuk memperoleh data tentang keterampilan sosial siswa tersebut adalah teknik angket berskala. Bentuk skala yang digunakan adalah Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (K), Sering (S), dan Sangat Sering (SS). Untuk memperoleh data tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dipergunakan teknik wawancara dan studi dokumentasi.

d. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data

1) Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan untuk penyusunan model konseling keterampilan hidup meliputi data tentang tingkat keterampilan sosial siswa tuna Kota Bandung. Untuk memenuhi data tersebut, diperlukan suatu kisi-kisi instrumen pengumpulan data yang sejalan dengan teknik pengumpulan data yang digunakan serta definisi operasional yang telah dikemukakan di atas. Berikut ini adalah kisi –kisi instrumen pengumpulan data pencapaian keterampilan sosial siswa serta pelaksanaan layanan B&K di SLB-B.


(32)

Tabel 3.1

KISI-KISI INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA PENCAPAIAN KETERAMPILAN SOSIAL SISWA

ASPEK INDIKATOR DESKRIPTOR

NOMOR PERNYA- TAAN JUM-LAH +* -* A.Perilaku Terhadap Lingkung-an 1. Peduli terhadap lingkungan

Menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan

1, 1

2. Peduli terhadap keadaan emergensi

Peduli pada keselamatan orang lain

2,3 2

B. Perilaku Interperso-nal 1. Mampu berkomunikasi dengan baik.

Ber tegur sapa dengan orang lain

4 1

2. Mau menerima otoritas orng lain

Menerima otoritas orang tua/ memenuhi

permintaan orang tua

5 1

3. Memberi perhatian

a.Peduli teman 6,7 2

b.Membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah.

8,9 2

c. Membantu guru 10 1

4. Mampu mengatasi konflik

a. Mengatasi ejekan teman

11 1

b.Mengatasi rasa kesal terhadap teman

12,1 3

2 5. Bersikap

positif terhadap orang lain

a.Menghargai pendapat orang lain.

14 1

b.Menghargai karya orang lain.

15 1

c.Memaafkan kesalahan orang lain.

16 1

C. Perilaku yang

berhubugan dengan diri

1.Mau menerima Konsekuensi.

Meminta maaf bila melakukan kesalahan.

17 1

2. Menunjukkan perilaku yang

a.Mematuhi peraturan sekolah.


(33)

ASPEK INDIKATOR DESKRIPTOR NOMOR PERNYA- TAAN JUM-LAH +* -*

sendiri beretika b. Bersikap respek

terhadap orang tua dan guru

19 1

c.Minta izin untuk menggunakan barang orang lain.

20 1

d.Tidak membuat keonaran.

21, 22

2 e.Tidak melakukan

perbuatan yang melanggar norma (mencuri, terlibat narkoba & miras, dsb.)

23 1

3.Menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab

a. Jujur 24,2

5

2

b.Menepati janji. 26 1

c.Menyampaikan amanat. 27 1

4.Bersikap positif terhadap diri sendiri.

a.Memperhatikan penampilan diri.

28 1

b. Mengatakan’terima

kasih’ ketika dipuji 29 1 D. Perilaku

yang berhubungan dengan tugas 1. Mampu mengajukan dan menjawab pertanyaan

a. Bertanya pada guru apabila ada yang tidak mengerti

30 1

b.Menjawab pertanyaan 31 1

2. Mampu menyelesaikan tugas

Mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sungguh-sungguh.

32, 33

2

Jumlah 30 3 33

Adapun kisi-kisi instrumen pengumpul data berkenaan dengan pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling dapat dilihat pada table 3.2 berikut.


(34)

Tabel 3.2

KISI-KISI INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SLB-B

Aspek Indikator

Nomor Item

Wawancara Observasi

dan Studi dokumenta si (Format D) Kepala Sekolah (Format B) Guru Wali Kelas/Guru Pembimbing (Format C) 1.Pandangan terhadap layanan Bimbingan dan Konseling a. Dasar Pertimbangan pelaksanaan layanan B&K.

1 1

b.Ketepatan pandangan tentang kedudukan dan fungsi layanan B&Kdalam program pendidikan.

2,3 2,3

c. Pandangan tentang pelaksanaan layanan B&K di SLB-B.

4,5,6

d. Pandangan tentang prospektif layanan B&K di SLB-B.

7,8,9

2.Pelaksana-an bimbing-

an dan kon-seling

a. Pelaksana bimbingan dan konseling

4,5,6

b. Sasaran Layanan 7


(35)

Aspek Indikator

Nomor Item

Wawancara Observasi

dan Studi dokumenta si (Format D) Kepala Sekolah (Format B) Guru Wali Kelas/Guru Pembimbing (Format C) dan Konseling

d. Jenis layanan B&K 9 e. Ketersediaan

program B&K

10

f. waktu pelaksanaan 11

g. Tempat pelaksanaan 12

h. Teknik bimbingan dan Konseling

13

i. Sarana dan prasarana

14 1,2,3,4

2) Penyusunan Butir-Butir Pernyataan

Berdasarkan kisi-kisi instrumen di atas, maka disusunlah butir-butir pernyataan instrumen dalam bentuk angket berskala, untuk mengumpulkan data tentang keterampilan sosial siswa tunarungu, dan pedoman wawancara untuk mengumpulkan data tentang pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SLB-B Bandung. Instrumen penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.

3) Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data

Uji validitas instrumen dilakukan melalui analisis korelasi product moment, kemudian dilakukan uji signifikansinya melalui uji t. Setelah dilakukan


(36)

uji validitas, dilakukan uji reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus

Cronbah’s Alpha.

Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu, dan suatu instrumen dikatakan reliabel, berarti instrumen tersebut dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Arikunto, S., 2010:221). Dari hasil pengujian, diperoleh nilai reliabilitas instrumen pengumpulan data keterampilan sosial sebesar 0,82 (perhitungannya dapat di lihat pada lampiran). Merujuk pada pedoman Interpretasi nilai reliabilitas instrumen dari Suharsimi Arikunto (2002 : 254), nilai reliabilitas tersebut berada pada kategori sangat tinggi. Dengan kata lain, instrumen tersebut tingkat keandalannya sangat tinggi.

e. Teknik Analisa Data

Pada tahap pendahuluan ini, data yang diperoleh adalah tentang tingkat keterampilan sosial siswa dan gambaran tentang pelaksanaan layanan B&K di SLB-B. Data mengenai tingkat keterampilan sosial siswa dianalisa secara kuantitatif, sedangkan data yang berkaitan dengan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dianalisis secara kualitatif (deskriptif naratif).

Analisis pencapaian keterampilan sosial siswa tuna rungu dilakukan melalui tahapan sebagai berikut.

1) Menentukan skor maksimal ideal yang diperoleh sampel melalui rumus : Skor maksimak ideal = jumlah soal x skor tertinggi


(37)

Skor minimal ideal = jumlah soal x skor terendah 3) Mencari rentang skor ideal yang diperoleh sampel melalui rumus:

Rentang skor = skor maksimal ideal – skor minimal ideal 4) Mencari interval skor melalui rumus:

Inteval skor = rentang skor : 3

5) Membandingkan skor keterampilan sosial siswa dengan kriteria berikut.

Kriteria Rentang

Baik X> Minimal Ideal + 2. Interval

Cukup Minimal Ideal + Interval < X < Minimal Ideal + 2. Interval Kurang X < Minimal Ideal + Interval

(Sudjana,1996:47) Teknik analisis kualitatif terhadap data layanan bimbingan dan konseling di SLB-B, dilakukan melalui tahapan: reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan.

2. Tahap Pengembangan dan Validasi Model

Tahap kedua, diawali dengan penyusunan draf produk, yaitu model hipotetik konseling keterampilan hidup untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunarungu yang didasarkan pada hasil temuan pada tahap pertama. Adapun tahapan perumusan model konseling tersebut adalah sebagai berikut.


(38)

a. Menganalisis hasil need assessment berupa pencapaian keterampilan sosial pada setiap indikator. Analisis dilakukan untuk mengetahui kelemahan keterampilan, sehingga diketahui kebutuhan siswa tuna rungu berkaitan dengan peningkatan keterampilan sosisalnya.

b. Mengkaji teori konseling keterampilan hidup (lifes counseling) terutama tahapan-tahapan konseling keterampilan hidup serta metode/teknik yang digunakan.

c. Menganalisis pelaksanaan layanan bimbingan dan koseling di SLB-B, terutama aspek pelaksana dan layanan B&K yang diberikan kepada siswa.

d. Membuat rancagan model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa, terutama untuk indikator-indikator yang masih lemah, termasuk membuat Satuan Kegiatan Layanan Konseling (SKLB) sebagai panduam bagi guru untuk melaksanakan konseling.

e. Model hipotetik yang dirumuskan, mencakup dasar pemikiran, tujuan, asumsi, peranan konselor & guru wali kelas, tahapan konseling, evaluasi serta satuan kegiatan layanan konseling sebagai panduan bagi guru untuk melaksanakan kegiatan konseling.

Untuk memperoleh model konseling yang layak diterapkan pada siswa tuna rungu, dilakukan validasi logis/ rasional oleh para pakar melalui expert judgement dan oleh para praktisi SLB- B melalui Focuss Group Discussion (FGD).


(39)

a. Validasi Logis melalui expert judgement

Validasi Logis melalui expert judgement dilakukan untuk memperoleh model yang memiliki kelayakan rasional baik dalam isi atau secara konseptual maupun secara konstruk. Validasi logis ini dilakukan melalui pertimbangan atau penilaian dari para ahli (expert judgement) dalam bidang yang berkaitan dengan isi atau konseptual model yang dirumuskan. Validasi dilakukan oleh dua orang pakar Bimbingan dan Konseling (B&K) dan seorang pakar pendidikan anak berkebutuhan khusus sekaligus juga pakar B&K.

Teknik validasi logis dilakukan melalui ”Teknik Delphi”, yaitu suatu teknik pengumpulan pendapat secara independen untuk mencapai konsensus para ahli terhadap model konseling yang dirumuskan. Para validator memberikan penilaian dan pendapatnya melalui lembar validasi yang disediakan. Pendapat dari validator tersebut dijadikan masukan untuk merevisi model konseling.

Berdasarkan judgement para ahli tersebut, diperoleh hasil bahwa semua aspek model hipotetik konseling dinyatakan layak oleh semua validator. Dengan demikian, model hipotetik konseling yang mencakup: dasar pemikiran, tujuan, asumsi, peranan konselor & guru wali kelas, tahapan konseling, evaluasi, serta satuan kegiatan layanan konseling, sudah sesuai dengan isi dan aspek yang diungkap atau sudah memenuhi standar kelayakan konseptual dalam membangun sebuah model konseling. Di samping itu, para validator merekomendasikan


(40)

bahwa model konseling ini layak untuk dilanjutkan pengembangannya dan diujicobakan di SLB-B.

Saran-saran atau masukan dari para validator untuk pengembangan model hipotetik konseling antara lain : (1) urutan ide dalam dasar pemikiran disusun dari umum ke khusus; (2) memperhatikan aspek kebahasaan dan seting penulisan; (3) menghindari asumsi yang terlalu umum atau di fokuskan pada model yang dikembangkan; (4) mempertegas pihak yang mengimplementasikan model konseling; (5) Deskripsi peran tidak merujuk pada pendapat ahli, namun lebih kongkrit pada mosel yang dikembangkan; (6) Tujuan dalam intervensi harus lebih kongkrit dan spesifik; (7) tahapan DASIE diterapkan dalam setiap tahapan konseling, serta membuat jurnal kegiatan.

b. Validasi Logis/ Rasional melalui Focuss Group Discussion (FGD).

Validasi rasional model hipotetik konseling melalui Focuss Group Discussion (FGD) bertujuan untuk memperoleh masukan dari para praktisi di lapangan, sebagai bahan perbaikan model hipotetik konseling yang dikembangkan terutama mengenai kesesuaian penggunaan bahasa dengan kemampuan siswa tuna rungu serta kemungkinan penerapannya di SLB-B.

Peserta FGD adalah Guru kelas/wali kelas dari empat SLB-B yaitu : B Negeri Cicendo, B Sukapura, B YPLAB Bandung, serta SLB-B Silih Asih SLB-Bandung. Kegiatan diskusi diawali dengan penjelasan mengenai model konseling yang sebelumnya sudah diberikan kepada peserta. Kemudian


(41)

para peserta diminta tanggapannya/ masukanya terhadap pengembangan model konseling. Masukan yang diberikan oleh para peserta, antara lain:

(1) penomoran pada action plan harus sesuai urutan sesi konseling;

(2) istilah-istilah yang belum familier dicarikan persamaannya atau dijelaskan secara khsusus kepada siswa;

(3) layanan konseling ini bisa dilaksanakan dalam program pengembangan diri.

(4) Dalam penjelasan materi kepada siswa menggunakan bahasa yang sederhana, kalimat tidak terlalu panjang, serta harus diulang-ulang mengingat keterbatasan pemahaman bahasanya yang terbatas.

Setelah memberikan masukan-masukan, para peserta diminta untuk menganalisis kemungkinan penerapan Satuan Kegiatan Layanan Konseling (SKLB) di sekolah kemudian mengisi daftar cocok (checklist) pertimbangan penerapannya. Pertimbangan tersebut didasarkan pada empat kriteria, yaitu:

1) Tidak dapat dilaksanakan.diterapkan oleh guru.

2) Dapat dilaksanakan/diterapkan guru apabila mendapatkan pelatihan. 3) Dapat dilaksanakan/diterapkan guru setelah mempelajari secara

mendalam.


(42)

Hasil pertimbangan tersebut dapat dikemukakan pada tabel 3.3. berikut ini.

Tabel 3.3

Pertimbangan Penerapan SKLB

Sesi Tema Pertimbangan

1 2 3 4

1 Peduli Lingkungan 0 1 3 3 7

2 Peduli Terhadap Keadaan Emergensi 0 2 3 2 7 3 Cara-Cara Berkomunikasi yang Baik 0 1 4 2 7 4 Menerima otoritas orang lain 0 4 3 0 7

5 Peduli Teman 0 1 3 3 7

6 Terampil Membantu Orang Tua dan Orang Lain

0 2 2 3 7

7 Mengatasi Konflik 0 2 5 0 7

8 Bersikap Positif Terhadap Orang Lain 0 0 4 3 7 9 Menerima Konsekuensi dari Perbuatan

Kita

0 2 5 0 7

10 Perilaku Beretika 0 0 4 3 7

11 Perilaku Bertanggung jawab 0 2 3 2 7 12 Bersikap Positif Terhadap Diri Sendiri 0 3 2 2 7 13 Meningkatkan Keterampilan

Mengajukan dan Menjawab Pertanyaan

0 3 3 1 7

14 Meningkatkan Keterampilan Menyelesaikan Tugas

0 3 3 1 7

15 Kerja Kelompok (Membuat Suatu Karya Seni)

0 3 4 0 7


(43)

Berdasarkan tabel 4.1 di atas tentang pendapat para wali kelas untuk menerapkan satuan kegiatan layanan konseling, sebanyak 29 pendapat (27,6 %) menyatakan bahwa untuk menerapkan layanan tersebut perlu pelatihan terlebih dahulu. Sebanyak 51 pendapat (48,6 %) menyatakan bahwa penerapan layanan tersebut dapat dilaksanakan setelah dipelajari secara mendalam, dan sebanyak 25 pendapat (23,8%) menyatakan bahwa penerapan layanan tersebut segera dapat dilaksanakan. Berdasarkan pertimbangan para guru tersebut, model konseling ini pada dasarnya dapat diterapkan/dilaksanakan di SLB-B. Berdasarkan pertimbangan tersebut pula, sebelum mengujicobakan layanan konseling ini, peneliti terlebih dahulu mengadakan pembahasan SKLB secara lebih mendalam dengan salah seorang wali kelas yang berkolaborasi dengan peneliti.

Berdasarkan hasil validasi rasional melalui expert judgement dan Focuss Group Discussion (FGD) tersebut, model hipotetik konseling yang dikembangkan direvisi sehingga menjadi model hipotetik konseling yang siap diujicobakan.

3. Tahap Pengujian Model

Tahap ketiga merupakan tahap pengujian model yang telah divalidasi secara logis/rasional. Pengujian model dilakukan melalui metode pra eksperimen dengan One Group Pretest-Posttest Design.


(44)

Untuk lebih jelasnya, rancangan penelitian tersebut dapat digambarkan melalui skema berikut.

Keterangan :

= Kondisi sebelum perlakuan (pretest)

X = Perlakuan

= Kondisi sesudah perlakuan (posttest) (Arikunto, 2010 : 212)

Subyek penelitian pada tahap pegujian model adalah 12 siswa yang diambil secara acak dari 20 siswa SMPLB di SLBN-B Cicendo Bandung. Sedangkan hipotesis penelitiannya adalah: ”Konseling keterampilan hidup dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB Bandung.”

Dalam memperoleh fakta empirik tentang efektivitas model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu, dilakukan analisis pencapaian keterampilan sosial sebelum dan sesudah mengikuti layanan konseling yang diberikan dalam pengujian model. Uji efektivitas model tersebut dilakukan dengan menggunakan Uji Wilcoxon, dengan alasan: (a) data yang diolah merupakan data berpasangan dan (b) sampelnya kecil.


(45)

Berdasarkan hasil pra eksperimen tersebut, model konseling disempurnakan kembali sehingga menjadi model yang sudah diuji coba/teruji. Untuk lebih jelasnya, ketiga tahap penelitian tersebut dapat dilihat pada bagan 3.1 berikut.

Bagan 3.1

Tahapan Penelitian dan Pengembangan Konseling Keterampilan Hidup a. Teori tentang

keterampilan sosial b.Teori tentang konseling keterampilan hidup

c. Hasil penelitian

 Pencapaian keterampilan sosial siswa tuna rungu

 Pelaksanaan layanan B & K di SLB-B

Validasi rasional melalui Focus Group Discusion (FGD) Validasi rasional melalui expert judgement

Penyusunan draft awal Model Hipotetik Konseling

Keterampilan Hidup (KKH)

 Persiapan model

 Pembahasan model (SKLK) dengan wali kelas

 Pelaksanaan uji coba

 Evaluasi  Penyempurnaan

model

Revisi Model Hipotetik KKH

STUDI LAPANGAN STUDI PUSTAKA

UJI COBA TERBATAS

K E G I A T A N H A S I L

I

II

III

T A H A P A N Model Konseling Keterampilan Hidup yang sudah diuji coba

Revisi Model Hipotetik KKH

Hasil studi pustaka dan studi lapangan

Model Hipotetik KKH yang sudah divalidasi STUDI PENDAHULUAN PENGEMBANGAN MODEL PENGUJIAN MODEL KKH


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian dan pengembangan model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu, dipaparkan sebagai berikut.

Pertama, hasil penelitian ini adalah suatu model konseling keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB. Model ini didasarkan pada temuan obyektif di lapangan serta kajian konseptual, yang selanjutnya diujicobakan secara kolaboratif dengan wali kelas guna mengetahui efektivitasnya. Model tersebut dihasilkan dengan menempuh prosedur penelitian dan pengembangan yang terdiri dari tiga tahapan utama, yaitu; studi pendahuluan, pengembangan dan validasi model, serta uji model.

Kedua, hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa pencapaian keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB di Kota Bandung menunjukkan belum terampil, sehingga memerlukan suatu upaya untuk meningkatkannya.

Ketiga, Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di SLB-B Kota Bandung belum profesional, mengingat di SLB tersebut belum ada tenaga ahli bimbingan dan konseling atau konselor.


(47)

Keempat, model konseling yang dihasilkan ini terdiri dari beberapa

komponen, yaitu: dasar pemikiran, tujuan, asumsi, peranan konselor&guru wali kelas, tahapan konseling, serta evaluasi dan indikator keberhasilan, yang

dilengkapi dengan 14 satuan kegiatan layanan konseling sebagai panduan bagi para guru wali kelas /guru kelas untuk melaksanakan konseling. Hasil validasi rasional oleh para pakar bimbingan dan konseling, pakar pendidikan luar biasa, maupun para praktisi di lapangan, menunjukkan bahwa model tersebut layak untuk diujicobakan.

Kelima, setelah diujicobakan, model konseling keterampilan hidup tersebut efektif untuk meningkatkan semua aspek keterampilan sosial siswa tuna rungu jenjang SMPLB di SLB-B Kota Bandung.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut.

1. Saran untuk Kepala SLB-B

a. Seyogyanya kepala sekolah menetapkan dan mensosialisasikan kebijakan serta pengaturan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling secara eksplisit dalam program pendidikan di sekolah.


(48)

b. Menyediakan buku-buku panduan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang akan sangat bermanfaat bagi para guru dalam memberikan bimbingan bagi para siswanya.

2. Saran untuk Guru Wali Kelas/ Guru Kelas

a. Mengkaji lebih jauh konsep-konsep dasar bimbingan dan konseling, baik yang menyangkut kedudukan dan fungsi bimbingan dalam keseluruhan program pendidikan, jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling, maupun pengembangan keterampilan sosial siswa tuna rungu dengan melaksanakan brain storming yang dipandu oleh nara sumber yang berkompeten

b. Membuat program layanan bimbingan dan konseling khususnya dalam bidang sosial, baik yang menyangkut layanan pengumpulan data siswa, penyajian informasi dan penempatan, layanan konseling, serta penilaian dan penelitian.

c. Meningkatkan kompetensinya di bidang layanan bimbingan dan konseling dengan membaca literatur, berhubung pelatihan B&K yang dikhususkan untuk guru SLB sangat terbatas.

3. Saran untuk Pengambil Kebijakan Terkait

a. Perlunya dilakukan penempatan tenaga ahli/ konselor di SLB, khususnya di SLB-B. Hal ini sesuai harapan kepala sekolah maupun guru wali kelas, yang mengalami kendala dalam melaksanakan layanan bimbingan terhadap siswanya, dikarenakan keterbatasan pemahamananya terhadap pelaksanaan


(49)

layanan bimbingan dan konseling (B&K). Disamping menyelenggarakan layanan B&K terhadap siswa tuna rungu, konselor dapat menjadi konsultan bagi guru-guru di SLB untuk menberikan layanan pendidikan yang lebih efektif bagi siswanya. Pentingnya ada tenaga konselor di SLB adalah untuk kefektifan layanan yang diberikan dengan berbagai teori konseling yang dapat diterapkan pada siswa tuna rungu.

b. Pentingnya diselenggarakan pelatihan tentang layanan bimbingan dan konseling terhadap para guru secara lebih intensif, mengingat terbatasnya pemahaman para guru SLB khususnya SLB-B Kota Bandung terhadap layanan bimbingan dan konseling. Selama ini pelatihan yang sering mereka terima berkaitan dengan bidang akademik dan bidang kekhususan, seperti Bina Komunikasi persepsi bunyi dan Irama.

4. Saran untuk Peneliti Selanjutnya

a. Model konseling keterampilan hidup yang dihasilkan dalam penelitian ini, ditujukan untuk meningkatkan keterampilan sosial yang merupakan aspek dari keterampilan hidup. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian untuk menghasilkan model konseling tersebut guna meningkatkan aspek keterampilan hidup lainnya, seperti responsiveness, realism, serta rewarding activity skills.

b. Penelitian dan pengembangan model konseling keterampilan hidup ini hanya dilaksanakan terhadap salah satu jenis siswa berkebutuhan khusus, yaitu siswa tuna rungu. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dan


(50)

pengembangan keterampilan hidup untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa – siswa berkebutuhan lainnya, seperti siswa tuna netra, siswa tuna grahita, siswa tuna daksa, dan siswa dengan gangguan perilaku dan emosi.

c. Penelitian ini lebih mengarah pada siswa yang memiliki keterampilan sosial dalam kategori yang belum baik atau belum terampil. Oleh karena itu peneliti menyarankan para peneliti selanjutnya untuk meneliti orang-orang penyandang tuna rungu yang memiliki keterampilan sosial yang diindikasikan terampil, terutama untuk mengungkap layanan intervensi yang diperolehnya sehingga menjadi orang yang terampil dalam keterampilan sosialnya. Hal ini sangat penting dilakukan, karena akan menjadi masukan yang berharga bagi para orang tua yang memiliki anak tunarungu maupun bagi guru yang mengajar siswa tuna rungu dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya, sehingga menjadi siswa yang mandiri dan berdaya guna dalam kehidupannya di masyarakat.

d. Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian dengan mengungkap pencapaian keterampilan sosial siswa tuna rungu melalui evaluasi eksternal, misalnya oleh guru atau orang tua disamping evaluasi internal oleh siswa yang bersangkutan.

e. Dalam penelitian ini, uji efektivitas model dilakukan melalui disain praeksperimen. Oleh karena itu, kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian serupa dengan disain eksperimen yang lebih powerfull seperti kuasi eksperimen atau ekperimen yang sesungguhnya.


(51)

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Admin (2008). Antara Hard Skill dan Soft Skill. [Oneline]. Tersedia: http://www.infocomcareer.com. [ Mei 2012]

Afgani,M.W. (2012). Tiga Teori yang Melandasi Pendidikan [Oneline]. Tersedia: http//Muhammad-win-afgani.blogspot.com/2012/01/tiga-teori-yang

melandasi-pendidikan.html [8 Februari 2012] Ahmadi A. (1991). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

______. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Borgh. & Gall,M.D. (1979). Educational Research. New York : Longman Inc. Boothroyd, Arthur. (1982). Hearing Impairments in Young Children. Prentice

Hall,Inc.Englewood Cliffs,N.J.07632.

Bunawan, Lani. (1983). Psikologi Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama.

Cartledge, G.& Milburn, J.F. (1992). Teaching Social Skills to children : Innovative Approach. New York : Perganon Press.

Darling, Nancy. (1999). Parenting Style and Its Correlates. ERIC Digest : ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education Champaign IL. (Online). Tersedia: http://www.ericdigests.org/1999-4/parenting. htmentals [14 Januari 2010]

Depdiknas (2005). Indikator Keberhasilan Program Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : Depdiknas. _______ . (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

dalam jalur Pendidikan Formal. Jakarta : Depdiknas.

Gall, M. et al (2003). Educational Research, an Introduction. New York : Pearson Education, Inc.

Hallahan, D. & Kauffman, J. (1991). Exceptional Children Introduction to Special Education (Fifth ed.). New Jersey : Prentice Hall International Inc.


(53)

Hartup, Willard W. (1992). Having Friends,Making Friends, and Keeping Friends: Relationships as Educational Contexts: The ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education [Oneline]. Tersedia : http://ceep.crc.uiuc.edu/pubs/ivpaguide/appendix/hartup-friends.pdf. [14 Januari 2010]

Hardman, M.L. et al. (1990). Human Exceptionality (3rd edition). Massachusetts: A Division of Simon& Schuster Inc.

Hernawati, T. (2000). Layanan Dasar Bimbingan dalam Mengembangkan Perilaku Sosial Siswa Tunarungu. Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Hurlock, E.B. (1997). Perkembangan Anak. Jilid 1 jakarta : Erlangga.

Jimenez, C. et al. (t.t.). Social Skills for Middle School Students. [Online]. Tersedia: http://www.cccoe.net/social/skillslist.htm [28 Maret 2008] Kartadinata,S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya

Pedagogis, Kiat mendidik sebagai Landasan Profesional Tindakan Konselor. Bandung : UPI Press.

Kirk,S. & Gallagher, J. (1989). Educting Exceptional Children ( Six ted.). Boston: Houghton Mifflin Company.

Ladd & Asher. (1985). Social Skill L’ATraining anf Children’s Peer Relations dalam L’Abate, L. & Milan,M.A. (Eds). (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York : John Wiley and Sons Inc.

Martono, N. (2010). Statistik Sosial, Teori dan Aplikasi program SPSS. Jogjakarta: Gaya Media.

Monks F.J. et al. (1996) Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Moores, D.F.(1981). Educating The Deaf Psychology, Principle, and Practices (2nd Edition). Boston: Houghton Mifflin Company.

Musselman, C., et al. (1996) “The Social Adjustment of Deaf Adolescents in Segregated, Partially Integrated, and Mainstreamed Settings”, Journal of Deaf Studies and Deaf Education, 1,(1),52-63.

Nelson-Jones R. (1990). Practical Counselling and Helping Skills, helping Clients to Help Themselves (2nd Edition). London: British Library Cataloguing in Publication Data.


(54)

_______. (1995). Practical Counselling and Helping Skills, How to Use the Lifekills Helping Model (3rd Edition). London: British Library Cataloguing in Publication Data.

_______. (1997). Practical Counselling and Helping Skills, Texts and Exercises for the Lifeskills Counselling Model (4th Edition). London : British Library Cataloguing in Publication Data.

Nurihsan, A. Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Phillips, E. Lakin. Social Skills: History and Prospect. dalam L’Abate, L. & Milan,M.A. (Eds). (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York : John Wiley and Sons Inc.

Qassem, Ali. (t.t.). Pembinaan Keterampilan Diri, [Online], Tersedia : www.aliqassem.com [23 Mei 2009]

Rusmana, N. (2009. Permainan (Game & Play). Permainan untuk para Pendidik,Pembimbing, Pelatih dan Widyaiswara. Bandung : Rizki.

_______ (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung : Rizki.

Sasongko, Rambat, N.(2001). Model Pembelajaran Aksi Sosial untuk Pengembangan Nilai-Nilai dan Keterampilan Sosial. Disertasi Doktor pada Pendidikan Umum UPI.

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Prenada media.

Suarez, M. (2000). Promoting Social Competence in Deaf Students: The Effect of an Intervention Program. Dalam Journal. of Deaf Studies and Deaf Education [Online],Vol 5 (4), 11 halaman. Tersedia : http://jdsde.oxfordjournals.org/content/5/4/323 [Mei 2012]

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung

Sukartini. (2003). Pendekatan Konseling Keterampilan Hidup: Inovasi dalam Bidang Bimbingan dan Penyuluhan. Jurnal Mimbar Pendidikan. No.4/XXII/2003.

____________ . Model Konseling Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Dimensi Kendali Pribadi yang Tegar. (Disertasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(55)

Sunardi. (2010). Kurikulum Pendidikan Luar Biasa di Indonesia dari Masa ke Masa. [Oneline], Tersedia: www.puskurbuk.net/.../Sejarah_Kurikulum_PLB.[8 Pebruari 2012]

Syaodih,N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Refika Aditama. Uden,V. (1977).A.World of Language for Deaf Children;Basic Principles A

Maternal Reflective Method, Swetz & Zeitlinger, Amsterdam& Lisse. Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2006). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

_____. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.


(56)

(1)

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Admin (2008). Antara Hard Skill dan Soft Skill. [Oneline]. Tersedia: http://www.infocomcareer.com. [ Mei 2012]

Afgani,M.W. (2012). Tiga Teori yang Melandasi Pendidikan [Oneline]. Tersedia: http//Muhammad-win-afgani.blogspot.com/2012/01/tiga-teori-yang

melandasi-pendidikan.html [8 Februari 2012] Ahmadi A. (1991). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

______. (2010). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Borgh. & Gall,M.D. (1979). Educational Research. New York : Longman Inc. Boothroyd, Arthur. (1982). Hearing Impairments in Young Children. Prentice

Hall,Inc.Englewood Cliffs,N.J.07632.

Bunawan, Lani. (1983). Psikologi Anak Tunarungu. Jakarta : Yayasan Santi Rama.

Cartledge, G.& Milburn, J.F. (1992). Teaching Social Skills to children : Innovative Approach. New York : Perganon Press.

Darling, Nancy. (1999). Parenting Style and Its Correlates. ERIC Digest : ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education Champaign IL. (Online). Tersedia: http://www.ericdigests.org/1999-4/parenting. htmentals [14 Januari 2010]

Depdiknas (2005). Indikator Keberhasilan Program Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup di Sekolah Menengah Pertama. Jakarta : Depdiknas. _______ . (2007). Rambu-Rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

dalam jalur Pendidikan Formal. Jakarta : Depdiknas.

Gall, M. et al (2003). Educational Research, an Introduction. New York : Pearson Education, Inc.

Hallahan, D. & Kauffman, J. (1991). Exceptional Children Introduction to Special Education (Fifth ed.). New Jersey : Prentice Hall International Inc.


(3)

Hartup, Willard W. (1992). Having Friends,Making Friends, and Keeping Friends: Relationships as Educational Contexts: The ERIC Clearinghouse on Elementary and Early Childhood Education [Oneline]. Tersedia : http://ceep.crc.uiuc.edu/pubs/ivpaguide/appendix/hartup-friends.pdf. [14 Januari 2010]

Hardman, M.L. et al. (1990). Human Exceptionality (3rd edition). Massachusetts: A Division of Simon& Schuster Inc.

Hernawati, T. (2000). Layanan Dasar Bimbingan dalam Mengembangkan Perilaku Sosial Siswa Tunarungu. Tesis pada PPS IKIP Bandung: tidak diterbitkan.

Hurlock, E.B. (1997). Perkembangan Anak. Jilid 1 jakarta : Erlangga.

Jimenez, C. et al. (t.t.). Social Skills for Middle School Students. [Online]. Tersedia: http://www.cccoe.net/social/skillslist.htm [28 Maret 2008] Kartadinata,S. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya

Pedagogis, Kiat mendidik sebagai Landasan Profesional Tindakan Konselor. Bandung : UPI Press.

Kirk,S. & Gallagher, J. (1989). Educting Exceptional Children ( Six ted.). Boston: Houghton Mifflin Company.

Ladd & Asher. (1985). Social Skill L’ATraining anf Children’s Peer Relations

dalam L’Abate, L. & Milan,M.A. (Eds). (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York : John Wiley and Sons Inc.

Martono, N. (2010). Statistik Sosial, Teori dan Aplikasi program SPSS. Jogjakarta: Gaya Media.

Monks F.J. et al. (1996) Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Moores, D.F.(1981). Educating The Deaf Psychology, Principle, and Practices (2nd Edition). Boston: Houghton Mifflin Company.

Musselman, C., et al. (1996) “The Social Adjustment of Deaf Adolescents in

Segregated, Partially Integrated, and Mainstreamed Settings”, Journal of Deaf Studies and Deaf Education, 1,(1),52-63.

Nelson-Jones R. (1990). Practical Counselling and Helping Skills, helping Clients to Help Themselves (2nd Edition). London: British Library Cataloguing in Publication Data.


(4)

_______. (1995). Practical Counselling and Helping Skills, How to Use the Lifekills Helping Model (3rd Edition). London: British Library Cataloguing in Publication Data.

_______. (1997). Practical Counselling and Helping Skills, Texts and Exercises for the Lifeskills Counselling Model (4th Edition). London : British Library Cataloguing in Publication Data.

Nurihsan, A. Juntika. (2006). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama.

Phillips, E. Lakin. Social Skills: History and Prospect. dalam L’Abate, L. & Milan,M.A. (Eds). (1985). Handbook of Social Skills Training and Research. New York : John Wiley and Sons Inc.

Qassem, Ali. (t.t.). Pembinaan Keterampilan Diri, [Online], Tersedia : www.aliqassem.com [23 Mei 2009]

Rusmana, N. (2009. Permainan (Game & Play). Permainan untuk para Pendidik,Pembimbing, Pelatih dan Widyaiswara. Bandung : Rizki.

_______ (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di sekolah (Metode, Teknik, dan Aplikasi). Bandung : Rizki.

Sasongko, Rambat, N.(2001). Model Pembelajaran Aksi Sosial untuk Pengembangan Nilai-Nilai dan Keterampilan Sosial. Disertasi Doktor pada Pendidikan Umum UPI.

Sanjaya, W. (2005). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Prenada media.

Suarez, M. (2000).Promoting Social Competence in Deaf Students: The Effect of an Intervention Program. Dalam Journal. of Deaf Studies and Deaf Education [Online],Vol 5 (4), 11 halaman. Tersedia : http://jdsde.oxfordjournals.org/content/5/4/323 [Mei 2012]

Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Bandung

Sukartini. (2003). Pendekatan Konseling Keterampilan Hidup: Inovasi dalam Bidang Bimbingan dan Penyuluhan. Jurnal Mimbar Pendidikan. No.4/XXII/2003.

____________ . Model Konseling Keterampilan Hidup untuk Mengembangkan Dimensi Kendali Pribadi yang Tegar. (Disertasi). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


(5)

Sunardi. (2010). Kurikulum Pendidikan Luar Biasa di Indonesia dari Masa ke Masa. [Oneline], Tersedia: www.puskurbuk.net/.../Sejarah_Kurikulum_PLB.[8 Pebruari 2012]

Syaodih,N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Refika Aditama. Uden,V. (1977).A.World of Language for Deaf Children;Basic Principles A

Maternal Reflective Method, Swetz & Zeitlinger, Amsterdam& Lisse. Yusuf, Syamsu & Nurihsan, A. Juntika. (2006). Landasan Bimbingan dan

Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Yusuf, Syamsu. (2005). Psikologi Perkembangan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

_____. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosdakarya.


(6)