CYNTHIA CLARIZKA D I8309010

(1)

commit to user

TUGAS AKHIR

PEMBUATAN GELATIN DARI TULANG IKAN KAKAP

MERAH (

Lutjanus sp

)

Disusun Oleh :

CYNTHIA CLARIZKA D I8309010

DEWI FULANAH I8309012

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

201


(2)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah.

Selama melaksanakan Tugas Akhir maupun pembuatan laporan ini, penyusun mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih secara khusus kepada: 1. Bapak Bregas ST Sembodo, S.T., M.T. selaku ketua Program Studi DIII

Teknik Kimia UNS.

2. Ibu Enny Kriswiyanti A., S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan dorongan dan pengarahan dalam penyelesaian Tugas Akhir dan penyusunan laporan ini.

3. Orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan baik materiil maupun spiritual yang tak terhingga.

4. Semua pihak yang telah membantu penyusunan Laporan Tugas Akhir ini hingga bias selesai dalam bentuk laporan.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.Penyusun mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya membangun guna kesempurnaan laporan ini.Akhir kata, penyusun berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, 13 Juni 2012

Penyusun


(3)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR KONSULTASI TUGAS AKHIR ... ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

INTISARI ... ... ix

BAB I. PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang... 1

I.2.Perumusan Masalah ... 2

I.3. Tujuan ………... 3

I.4.Manfaat ... 3

BAB II. LANDASAN TEORI II.1.Tinjauan Pustaka ... 4

II.2.Kerangka Proses ... ... 16

BAB III. METODOLOGI III.1.Alat dan Bahan yang Digunakan ... 18

III.2.Lokasi ... `19

III.3. Gambar Rangkaian Alat ... 19

III.4. Cara Kerja ... 20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1.Hasil ... 24

IV.2.Pembahasan ... 24

BAB V. PENUTUP V.1.Kesimpulan ... 28

V.2.Saran ...28 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi i


(4)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Kandungan Asam Amino dalam Gelatin ... 5 Tabel 2.2. Komposisi lemak, asam lemak dan kolesterol daging ikan kakap

merahper 100 g ... 10 Tabel 2.3. Perbandingan Karakteristik Gelatin Hasil Penelitian Sebelumnya

dengan Gelatin Komersial (SNI) dan Gelatin Standar ... 11

Tabel 4.1. Hasil Gelatin Percobaan ... 24 Tabel 4.2. Perbandingan Gelatin Hasil Penelitian dengan Gelatin Komersial 25


(5)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Kimia Gelatin ... 6

Gambar 2.2. Ikan Kakap Merah ... 10

Gambar 2.3.Proses Pembuatan gelatin dari tulang ikan ... 16

Gambar 2.4. Skema Pelaksanaan Penelitian ... 17

Gambar 3.1. Rangkaian Alat Pengukus Tulang Ikan... 19


(6)

commit to user INTISARI

Cynthia Clarizka Dewati, Dewi Fulanah, 2012, “Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah” Program Studi Diploma III Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Gelatin merupakan suatu protein sebagai bahan tambahan makanan yang diperoleh dari denaturasi panas terhadap bahan kolagen.Pada umumnya gelatin yang tersedia di pasaran adalah produk impor dan kebanyakan berasal dari kulit dan tulang babi. Untuk itu perlu dicarikan bahan baku alternatif untuk menggantikan tulang babi tersebut. Sumber utama yang sangat potensial adalah kolagen yang berasal dari tulang ikan, diantaranya tulang ikan kakap merah.Tugas akhir ini bertujuan untuk membuat gelatin dari tulang ikan kakap merah dan mendapatkan kualitas dari hasil gelatin yang diperoleh yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Proses yang dilakukan dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan antara lain pembersihan tulang dari daging-daging dan lemak dengan cara merendam tulang dalam air mendidih selama 30 menit (degreasing), penjemuran tulang, pemotongan tulang (2-5 cm), perendaman tulang dengan menggunakan HCl 5% selama 48 jam (demineralisasi), pencucian untuk menetralkan pH ossein, ekstraksi dengan pengukusan menggunakan dandang selama 3 jam, penyaringan filtrat hasil ekstraksi, pemekatan filtrat, pengovenan selama 29 jam serta pengecilan ukuran hasil gelatin. Hasil gelatin yang diperoleh kemudian dianalisis hingga tercapai hasil sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Dari percobaan, diperoleh hasil gelatin dengan rendemen sebesar 6,7%. Analisis yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3735 tentang gelatin yaitu kadar protein 75,29%, kadar abu 2,69%, kadar air 7,2%, kadar lemak 9,09%, pH 6, dan kandungan logam berat negatif. Untuk gel strenght

yaitu sebesar 6,8402 gram/cm2, nilai ini belum diketahui apakah sudah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena perbedaan satuan yaitu gram bloom serta keterbatasan alat yang ada.


(7)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pada industri pengolahan ikan selalu terdapat sisa olahan yang berupa tulang, kulit, sisik dan jeroan, dimana sisa olahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah ini biasanya digunakan untuk pakan ternak, padahal sebagian besar sisa olahan tersebut merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, sedangkan tulang dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama produksi gelatin. Indonesia sampai saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan gelatin bagi industri dalam negeri, sehingga harus mengimpor gelatin dari luar negeri. Negara pengekspor utama adalah Eropa dan Amerika. Penduduk muslim yang menjadi mayoritas di Indonesia, mengalami kesulitan dalam membeli produk yang mengandung gelatin, karena umumnya bahan baku gelatin yang terkandung dalam produk-produk tersebut berasal dari tulang atau kulit babi.

Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang dihasilkan di perairan Indonesia. Daerah penghasil utama ikan kakap merah adalah perairan Selat Malaka, pantai utara Jawa dan perairan pantai selatan Sulawesi. Hasil tangkapan ikan kakap merah pada umumnya dikonsumsi segar dan sebagian besar diekspor dalam bentuk fillet. Proses ini dihasilkan limbah yang berupa tulang, kulit, kepala, sisik, isi perut, ekor, insang dan sebagainya yang mencapai 50% dari total berat ikan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sementara proposi tulang pada tubuh ikan pada umumnya mencapai sekitar 12,4%, belum termasuk duri dan daging yang masih menempel pada tulang, bisa mencapai 13,7% (Rosmawaty, 2005).

Produksi gelatin ada dua cara, yaitu cara asam dan cara basa. Pada umumnya produksi gelatin dilakukan secara asam, sedangkan jenis asam yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah gelatin yang dihasilkan dan sifat–sifatnya. Asam klorida (HCl) merupakan jenis asam yang paling tepat digunakan dalam proses ekstraksi, walaupun rendemen yang diperoleh lebih


(8)

commit to user

rendah dibanding dengan menggunakan asam sulfat, tetapi harga asam klorida lebih murah, residunya lebih rendah karena berat molekulnya lebih rendah dan bersifat kurang korosif dibandingkan dengan asam sulfat.

Gelatin merupakan suatu protein sebagai bahan tambahan makanan yang diperoleh dari denaturasi panas terhadap bahan kolagen. Pada saat ini, gelatin yang tersedia dalam bentuk tepung dan bentuk lembaran. Pada umumnya gelatin yang tersedia di pasaran adalah produk impor dan kebanyakan berasal dari kulit dan tulang babi. Untuk itu perlu dicarikan bahan baku alternatif untuk menggantikan tulang babi tersebut. Sumber utama yang sangat potensial adalah kolagen yang berasal dari tulang ikan, diantaranya tulang ikan kakap merah.

Hasil penelitian sebelumnya terhadap ekstraksi gelatin dari tulang ikan kakap merah menunjukkan bahwa demineralisasi yang terbaik adalah perendaman dalam larutan HCl 4% selama 2 hari dan ekstraksi pada suhu 80

0

C selama 6 jam. Cara tersebut memberikan hasil rendemen 7,4%; pH 5,05; viskositas 6,73 cPs; kekuatan gel 126,61 gram bloom; kadar air 6,73%; kadar abu 0,88%; kadar lemak 0,16%; kadar protein 86,61%; titik gel 8,4 0C; titik leleh 24,6 0C; titik isoelektrik 7,0; dan derajat putih 37,63 (Rosmawaty, 2005).

I.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana cara membuat gelatin dari tulang ikan kakap merah? 2. Bagaimana kualitas dari hasil gelatin yang diperoleh?


(9)

commit to user I.3. Tujuan

1. Membuat gelatin dari tulang ikan kakap merah.

2. Mendapatkan data kualitas dari hasil gelatin yang diperoleh.

I.4. Manfaat

1. Bagi mahasiswa, bisa melakukan proses membuat gelatin, dengan mengetahui komposisi yang tepat antara tulang ikan kakap merah dengan konsentrasi HCl yang digunakan dalam perendaman, waktu, dan suhu optimum dalamekstraksi gelatin.

2. Bagi masyarakat, bisa mengetahui bahwa tulang ikan dapat dibuat gelatin yang bisa digunakan dalam berbagai aplikasi kehidupan sehari-hari.

3. Bagi Institusi, menambah data tentang pembuatan gelatin dari tulang ikan. 3


(10)

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI

II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1. Kolagen

Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih (white connetive tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat.Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Baily, 1989).

Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda bergantung pada sumber bahan bakunya.Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama kolagen (Chaplin, 2005).

Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks.Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan zat seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganat. Selain itu, serabut kolagen dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts).Suhu penyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45oC. Jika kolagen dipanaskan pada T>Ts (misalnya 65 – 70oC), serabut triple heliks yang dipecah menjadi lebih panjang.Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air inilah yang disebut gelatin. Kolagen kulit ikan lebih mudah hancur daripada kolagen kulit hewan, dimana kedua jenis kolagen ini akan hancur oleh proses pemanasan dan aktivitas enzim(Wong, 1989).

II.1.2. Gelatin

Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang, dan tulang rawan.Susunan asam aminonya hampir mirip


(11)

commit to user

dengan kolagen, dimana glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan hidroksiprolin (Chaplin, 2005).

Komposisi asam amino dalam gelatin adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Kandungan Asam Amino dalam Gelatin

Jenis asam amino Jumlah % Glisin 26,4 – 30,5 Plrolin 14,0 – 18,0 Hidoksiprolin 13,3 – 14,5 Asam glutamat 11,1 – 11,7 Alanin 8,6 – 11,3

Sumber: Chaplin, 2005

Mekanisme reaksinya dapat digambarkan seperti berikut : C102H149N31O38 + H2O C102H151N31O39

(kolagen) (gelatin)

Asam-asam amino saling terikat melalui ikatan peptida membentuk gelatin.Pada gambar 2.1 dapat dilihat susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X umumnya asam amino prolin dan Y umumnya asam amino hidroksiprolin.Tidak terdapatnya triptofan pada gelatin menyebabkan gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein lengkap (Grobben, et al. 2004).

Gambar 2.1.Struktur Kimia Gelatin (Grobben, et al. 2004)


(12)

commit to user

Berat molekul gelatin rata-rata berkisar antara 15.000 – 250.000. MenurutChaplin (2005), berat molekul gelatin sekitar 90.000 sedangkan rata-rata berat molekul gelatin komersial berkisar antara 20.000 – 70.000.

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B.Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam.Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa, proses ini disebut proses alkali (Utama, 1997).

Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dankulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi.Menurut Wiyono (2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebihdisukai dibandingkan proses basa.Hal ini karena perendaman yangdilakukan dalam proses asam relatiflebih singkat dibandingkan proses basa.


(13)

commit to user

Proses perubahan kolagen menjadi gelatin melibatkan tiga perubahan berikut:

1. Pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai 2. Pemutusan atau pengacauan sejumlah ikatan samping antar rantai 3. Perubahan konfigurasi rantai

Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan aromanya tidak menusuk hidung. Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam klorida, fosfat, dan sulfat. Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida.

Penggunaan asam dalam tahap hidrolisis akan menghasilkan gelatin tipe A dan reaksi yang terjadi adalah substitusi anion fosfat pada garam kalsium dengan anion klorida :

CaCO3(PO4)2 + 6 HCl 3 CaCl2 + 2H3PO4

Sedangkan penggunaan basa menghasilkan gelatin tipe B dengan reaksi : CaCO3(PO4)2 + 6 NaOH 3 Ca(OH)3 + 2Na3PO4

Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut organic lainnya. Menurut Norland (1997), gelatin mudah larut pada suhu 71,1oC dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9oC. Sedangkan menurut Utama (1997), pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49oC atau biasanya pada suhu 60 – 70oC.

Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversibel dari bentuk sol ke gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Menurut Utama (1997), sifat-sifat seperti itulah yangmembuat gelatin lebih disukai dibandingkan bahan-bahan semisal dengannya seperti keragenan dan pektin.


(14)

commit to user II.1.3.Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah merupakan ikan dasar yang selalu berkelompok menempati karang, tandes atau rumpon. Ikan kakap merah yang mempunyai nama inggris red snapper hampir bisa ditemui semua lokasi di Indonesia bahkan di dunia. Ikan yang biasanya memiliki nama latin depannya Lutjanus termasuk dalam family Lutjanidae.

Ciri morfologi ikan kakap merah yakni memiliki warna yang beragam yaitu warna kuning kemerahan, merah tua kehitaman dan kuning kecoklatan. Ikan kakap merah memiliki bentuk badan yang memanjang dan agak pipih, mulut terletak di bagian ujung kepala (terminal) serta memiliki beberapa gigi taring (canine) pada rahangnya. Sirip punggung tunggal dengan 9-12 jari-jari sirip keras dan 9-17 jari-jari sirip lemah yang bercabang. Ikan kakap merah memiliki sirip ekor dengan tiga sirip keras dan 7-14 sirip lemah bercabang (Pusat Oleh-oleh Masakan Ikan, 2010).

Laju pertumbuhan ekspor perikanan Indonesia dalam kurun waktu 1998-2000 terjadi peningkatan.Pada tahun 1998 volume ekspor sebesar 65.291 ton dan meningkat menjadi 203.155 ton pada tahun 2000.Dengan jumlah ekspor tersebut jika diasumsikan adalah dalam bentuk fillet ikan bertulang keras (tuna, kakap merah, dsb), maka akan dihasilkan limbah tulang ikan sebanyak 75.472 ton.Hal ini berdasarkan perhitungan bahwa rendemen tulang ikan adalah 12%.Jika tulang ikan basah dijadikan dalam bentuk kering maka rendemennya adalah 12.25% sehingga diperoleh tulang ikan kering sebesar 9.245 ton, dan selanjutnya akandiperoleh gelatin sejumlah 1.421 ton (bila rendemen 15.38%). Jika harga 1 gram gelatin adalah US$ 1 (tahun 2003 di USA) maka akan dihasilkan devisa sebanyak US$ 1,648 juta. Nilai ini sangat menguntungkan karena tulang ikan yang selama ini merupakan limbah non ekonomis dapat dimanfaatkan dan bernilai tinggi.Lebih dari 60% total produksi gelatin digunakan oleh industri pangan, seperti dessert, permen, jeli, es krim, produk-produk susu, roti, kue, dan sebagainya. Sekitar 20% produksi gelatin digunakan oleh industri fotografi dan 10% oleh industri farmasi dan kosmetik. Kondisi 8


(15)

commit to user

serupa pun terjadi di Indonesia. Seiring dengan makin berkembangnya industri pangan, farmasi dan kosmetik di Indonesia, kebutuhan akan gelatin pun makin meningkat. Namun sayangnya, meningkatnya kebutuhan gelatin di Indonesia ternyata belum banyak direspons oleh industri dalam negeri untuk memproduksinya secara komersial.Karena itu, tak heran jika untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia masih harus mengimpornya dari berbagai negara (Kusumawati, 2008).

Pabrik penghasil tulang ikan kakap merah di Indonesia ada beberapa, antara lain PT. Gunung Batu yang berada di Jawa Barat, PT. Ratu Laut Kidul yang berada di Bali, PT. Javana Food yang berada di Jawa Timur, PT. Bumi Menara Internusa yang berada di Jawa Timur, dan CV. Fahriza yang berada di Gorontalo (Agromania, 2006).

Komposisi kimia daging ikan dapat berbeda-beda tergantung dari spesies ikan, tingkat umur, habitat dan kebiasaan makan ikan tersebut. Komposisi kimia ikan yang dominan adalah air. Kadar air dapat mempengaruhi kandungan lemak yang terdapat pada daging ikan tersebut. Makin tinggi kadar air maka makin rendah kadar lemaknya. Komposisi lemak, asam lemak dan kolesterol ikan kakap dapat dilihat pada tabel 2.2.


(16)

commit to user

Tabel 2.2. Komposisi lemak, asam lemak dan kolesterol daging ikan kakap merahper 100 g

Komposisi kimia Jumlah

Lemak total 40 mg

Lemak jenuh 12,4 mg

MUFA (Monounsaturated fat) 6,4 mg PUFA (Polyunsaturated fat) 21,2 mg

EPA 11 mg

DHA 117 mg

AA 38 mg

Kolesterol 21 mg

Sumber: Rosmawaty, 2005

Gambar 2.2.Ikan Kakap Merah


(17)

commit to user

Tabel 2.3. Perbandingan Karakteristik Gelatin Hasil Penelitian Sebelumnya dengan Gelatin Komersial (SNI) dan Gelatin Standar

Parameter Gelatin tulang ikan

kakap merah 1)

Gelatin tulang ikan

kakap merah 2)

Gelatin komersial

Standar

Analisis proksimat (%) Kadar protein Kadar abu Kadar air Kadar lemak 81,60 2,13 9,15 0,27 86,61 0,88 6,73 0,16 79,40 1,51 10,95 0,15 - Max 3,25 3)

Max 16 3) - Sifat fisik

Viskositas (cPs)

Kekuatan gel (g Bloom) pH 7,46 122,50 4,43 6,73 126,61 5,05 5,75 128,15 7,11

2-7,5 3) 75-300 3) 3,8-6,0 3) Kandungan logam berat

(ppm)

Timbal (Pb) Air raksa (Hg) Arsen (As) 0,03 0,001 0,0003 nd nd 0,0012 0,03 0,001 0,001 Max 50 - 2 3) Kandungan microbiologi

Angka lempeng total (ALT)

Escherichia coli Salmonella sp.

5,80 x 104 Negatif Negatif

2,50 x 103 Negatif Negatif

8,40 x 104 Negatif Negatif

≤ 104

≤ 105

- Keterangan : (1) Konsentrasi HCl 2%, (2) Hadi, 2005, (3) SNI 06-3735, 1995, (-) tidak

ada standar, (nd) tidak terdeteksi.

Sumber: Kusumawati, dkk, 2008

II.1.4. Pembuatan Gelatin

Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu proses asam dan proses basa.Perbedaan kedua proses ini terletak pada proses perendamannya.Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan metode ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda.Proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap :

1. Tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku.


(18)

commit to user 2. Tahap konversi kolagen menjadi gelatin.

3. Tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan

(Hinterwaldner, 1977).

Pada tahap persiapan dilakukan pencucian pada kulit dan tulang.Kulit atautulang dibersihkan dari sisa-sisa daging, sisik dan lapisan luar yang mengandungdeposit-deposit lemak yang tinggi.Untuk memudahkan pembersihan maka sebelumnya dilakukan pemanasan pada air mendidih selama 1–2 menit.Proses penghilangan lemak dari jaringan tulang yang biasa disebut degreasingdilakukan pada suhu antara titik cair lemak dan suhu koagulasi albumin tulang yaitu antara 32–80oC sehingga dihasilkan kelarutan lemak yang optimum (Ward dan Courts, 1977).

Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu dilakukanproses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam kalsium dan garam lainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah lumer disebut ossein (Utama, 1997). Menurut Wiyono (1992), asam yang biasa digunakan dalam proses demineralisasi adalah asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 4–7 %.Sedangkan menurut Hinterwaldner (1977), proses demineralisasi ini sebaiknya dilakukan dalam wadah tahan asam selama beberapa hari sampai dua minggu.

Selanjutnya pada kulit dan ossein dilakukan tahap pengembungan

(swelling) yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan

mengkonversi kolagen menjadi gelatin.Pada tahap ini perendaman dapat dilakukan dengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk hidung.Sedangkan asam anorganik yang biasa digunakan adalah asam hidroklorat, fosfat, dan sulfat.Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah sodium karbonat, sodium hidroksida, potassium karbonat dan potassium hidroksida (Ward dan Courts, 1977).

Menurut Ward dan Courts (1977) asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada 12


(19)

commit to user

waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa.Karena itu perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Menurut Utama (1997),tahapan ini harus dilakukan dengan tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutan kolagen dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yang dihasilkan.

Hasil penelitian Utama (1997) dalam pembuatan gelatin dari kulit ikan cucut menunjukkan bahwa pada tahap pengembungan kulit lama perendaman yang terbaik adalah 24 jam dengan konsentrasi asam asetat 4%. Sedangkan Apriyanto (1989), dalam pembuatan gelatin dari tulang domba menggunakan larutan HCl 5 % dengan waktu perndaman 1–2 hari.

Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang dipanaskan.Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin. Suhu minimum dalam proses ekstraksi adalah 40–50oC hingga suhu 100oC. Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4 – 5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Hinterwaldner, 1997).Apabila pH lebih rendah perlu penanganan cepat untuk mencegah denaturasi lanjutan (Utama, 1997).

Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total solid larutan gelatin sehingga mempercepat proses pengeringan.Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50oC atau 60

– 70oC. Pengecilan ukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna.Dengan demikian gelatin yang dihasilkan lebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Utama, 1997).

II.1.5. Aplikasi Gelatin

A. Aplikasi gelatin dalam bahan makanan


(20)

commit to user

Gelatin adalah bahan ramuan makanan.Gelatin banyak digunakan karena sifat-sifat fungsinya dan karena kemampuannya untuk memekatkan, menstabilkan, mengudarakan, mengeraskan dan menghasilkan produk yang baik. Ciri khusus dari gelatin yang tidak

dapat diganti dengan bahan lain adalah keupayaan membentuk ‘

thermo-reversible gels’ dan lebur pada suhu badan (27°C ).

Contoh produk yang mengandung gelatin:

a) Marshmallows, fruit chews, toffee

b) Jeli : produk- produk makanan pencuci mulut c) Produk roti dan kue : berbagai produk

d) Produk daging : makanan tin, sosis e) Produk susu : eskrim, yogurt, margarin f) Produk minuman buah-buahan dan wine B. Aplikasi gelatin dalam farmaseutikal dan kosmetik

- Sebagai pengembang plasma darah

- Kapsul gelatin keras, kapsul lembut untuk obat-obatan dan makanansupplemen

- Agen pembentukan dan pembungkus tablet & pil - Asas vaksin dan juga span pembedahan


(21)

commit to user C. Aplikasi gelatin dalam fotografi

- Gelatin digunakan sebagai gel sokongan untuk pembungkus negatif filem, kertas fotografi dan filem sinaran–X (x-ray). Gel sokongan ini berisi pewarna dan bahan yang sensitif kepada cahaya.

- Bahan imagingbagi holografi dan pembungkus kertas ink-jet.

(deMan, 1989) 15


(22)

commit to user II.2. Kerangka Proses

II.2.1. Kerangka Proses Pembuatan Gelatin Tulang ikan

Degreasing (penghilangan lemak).

Direndam pada air mendidih selama 30 menit

Demineralisasi (perendaman dalam HCl 5%, 48 jam)

Ossein Sisa larutan HCl 5%

Filtrat Ampas tulang ikan

Gelatin

Gambar 2.3. Proses Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Pengecilan ukuran 2 – 5 cm

Penyaringan hasil perendaman

Pencucian dengan air hingga pH netral (6 – 7)

Ekstraksi dalam dandang pada suhu 80-100oC selama 3 jam

Penyaringan hasil ekstraksi

16

Dipekatkan dengan pemanasan dalam gelas beaker

Dikeringkan dalam oven pada suhu 50-60˚C selama 29 jam


(23)

commit to user II.2.2. Pelaksanaan Penelitian Tugas Akhir

Gambar 2.4.Skema Pelaksanaan Penelitian

Study literature / pustaka tentang gelatin

Menentukan komposisi bahan yang akan digunakan

Melakukan pengolahan di laboratorium

Menganalisa produk

Membuat laporan


(24)

commit to user BAB III METODOLOGI

III.1. Alat dan Bahan yang digunakan

Alat dan bahan yang digunakan pada pembuatan gelatin ini adalah : 1. Alat-alat yang digunakan

 Oven

 Desikator

 pH meter

 Waterbath

 Magnetic stirer

 Kain saring

 Cawan porselin

 Pisau

 Dandang

 Kompor Listrik

 Gelas Beaker

 Botol Semprot

 Pipet ukur

 Karet penghisap

 Labu ukur 2. Bahan-bahan yang digunakan

 Tulang ikan kakap merah

 Es batu

 Asam klorida (HCl)

 Aquadest


(25)

commit to user III.2. Lokasi

Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret.

III.3. Gambar Rangkaian Alat

Gambar 3.1. Rangkaian Alat Pengukus Tulang Ikan

Keterangan: 1. Pendingin

2. Dandang dengan penutupnya 3. Angsang

4. Kompor listrik

1

4 2

19


(26)

commit to user III.4. Cara Kerja

III.4.1.Pembuatan gelatin a. Degreasing :

1. Membersihkan tulang ikan dengan merendam dalam air mendidih selama ± 30 menit sambil diaduk-aduk dengan beberapa kali penggantian air. 2. Meniriskan dan menjemur tulang.

3. Pengecilan ukuran tulang (2-5 cm)

b. Demineralisasi :

1. Merendam tulang yang telah bersih dengan larutan HCl 5% dalam gelas beker selama 48 jam sampai terbentuk ossein (tulang lunak).

2. Menyaring ossein dari larutan HCl 5%.

3. Mencuci ossein dengan menggunakan air sampai PHnya netral (6-7). 4. Meniriskan ossein.

c. Ekstraksi :

1. Memasukkan aquadest ke dalam dandang dengan volume tertentu.

2. Memasukkan ossein yang ber-PH netral tersebut ke dalam dandang dengan posisi di atas aquadest yang dibatasi oleh angsang.

3. Kemudian mengekstraksi ossein dengan pengukusan menggunakan dandang pada suhu 80-100oC selama 3 jam.

4. Menyaring filtrat yang dihasilkan dengan menggunakan kain saring, kemudian memekatkan hasil saringan.

d. Pengeringan :

Mengeringkan cairan pekat dalam oven pada suhu 50-60oC selama 29 jam sehingga menghasilkan gelatin.


(27)

commit to user III.4.2. AnalisaGelatin

a. Rendemen (AOAC, 1995)

Rendemen diperoleh dari perbandingan berat kering gelatin yang dihasilkan dengan berat bahans egar (tulang yang telah dicuci bersih). Besarnya rendemen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Rendemen = x 100%

b. Kadar Air (AOAC, 1995)

1. Mengeringkan cawan porselen pada suhu 105oC selama 1 jam, kemudian mendinginkan dan menimbang cawan.

2. Menimbang sampel yang akan ditentukan kadar airnya sebanyak 2 gram.

3. Cawan yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105oC sampai beratnya konstan.

Kadar air dihitung berdasarkan rumus : Kadar Air (%) = − x 100% Keterangan :

A = berat cawan + sampel kering (g) B = berat cawan + contoh basah (g)

c. Kadar Abu (AOAC, 1995)

1. Menimbang cawan porselin sehingga diperoleh berat cawan kering. 2. Memasukkan sampel sebanyak 2 gram ke dalam cawan

3. Memasukkan cawan berisi sampel ke dalam tanur bersuhu 600 ºC. Proses penguapan dilakukan selama 3 jam sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu.

4. Menimbang cawan berisi abu.


(28)

commit to user Kadar abu dihitung dengan rumus : Kadar Abu (%) = x 100%

d. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC,1995)

1. Memasukkan sebanyak 1,5 gram sampel ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 100 gram Na2SO4, 0,2 gram CuSO4 dan 25 ml H2SO4

pekat.

2. Mendidihkan (destruksi) sampai cairan berwarna hijau jernih, setelah itu mendinginkan larutan sampel.

3. Memindahkan hasil destruksi ke alat destilasi dan menambahkan 0,5 gram logam Zn, 175 ml aquadest, 3-4 tetes indikator PP dan menambahkan sedikit demi sedikit larutan NaOH 45 % sampai berwarna ungu kebiruan lalu didestilasi.

4. Menampung hasil destilasi dalam erlenmeyer berisi 75 ml larutan HCl 0,1 N yang telah ditetesi 3-4 tetes indikator MO.

5. Menitrasi dengan NaOH 0,1 N sampai larutan berwarna kuning. Kadar protein ditentukan dengan rumus :

% N=ml HCl – ml NaOH x N NaOH x 14,007x fp )

( ) x 100%

% Protein = % N x faktorkonversi fp = faktor pengenceran

Faktor konversi untuk gelatin = 6,25

e. pH (AOAC,1995)

1. Menimbang sampel sebanyak 0,2 gram, kemudian dilarutkan ke dalam 20 ml air pada suhu 25oC.

2. Menghomogenkan sampel dengan magnetic stirrer dengan cara dipanaskan hingga suhu 40-50 oC, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter.


(29)

commit to user f. KekuatanGel (Pambudi, 2009)

1. Mengekstrak 2 gram gelatin dengan 25 ml aquadest dan memekatkan sampai didapat volume ± 20 ml.

2. Menuang filtrat ke dalam cawan petri dengan bagian bawah transparan dan mendinginkan dalam lemari es sampai terbentuk jel. 3. Meletakkan batu bata di atas jelli dan mencatat berat batu bata yang

digunakan sampai batu menembus jel hingga dasar cawan petri.

4. Menghitung gel strenght.

Gel strenghtditentukan dengan rumus :

Gel strenght =

Keterangan :

m = massa batu bata yang digunakan (gram)

A = luas permukaan jelli yang tertekan oleh batu bata (cm2)


(30)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Data kondisi proses:

- Tulang ikan : kakap merah

- Berat tulang ikan : 200 gram

- Berat aquadest : 600 gram

- HCl : 5%

- Waktu pengukusan : 3 jam

Menghasilkan gelatin sebanyak 13,463 gram, dengan spesifikasi dapat dilihat pada tabel IV.1.

Tabel IV.1.Hasil Gelatin Percobaan No Analisis Percobaan Hasil

1 Rendemen 6,7%

2 Kadar Protein 75,29%

3 Kadar Abu 2,69%

4 Kadar Air 7,2%

5 Kadar Lemak 9,09%

6 Gel Strenght 6,8402gram/cm2

7 pH 6

8 Kandungan Logam Berat -

IV.2. Pembahasan

Data perbadingan gelatin hasil percobaan dengan gelatin komersial dapat dilihat pada tabel IV.2.


(31)

commit to user

Tabel IV.2. Perbandingan Gelatin Hasil Percobaan dengan Gelatin Komersial No Analisis Gelatin Hasil Percobaan Gelatin Komersial

1 Rendemen 6,7% -

2 Kadar Protein 75,29% 79,40%

3 Kadar Abu 2,69% 1,51%

4 Kadar Air 7,2% 10,95%

5 Kadar Lemak 9,09% 0,12%

6 Gel Strenght 6,8402gram/cm2 7,4258gram/cm2

7 pH 6 7,11

8 Kandungan Logam

Berat

- Pb : 0,03

Hg : 0,001 As : 0,001

Nilai rendemen dari suatu pengolahan bahan merupakan parameter yang penting sebagai dasar perhitungan analisis finansial, memperkirakan jumlah bahan baku untuk memproduksi produk dalam jumlah tertentu, dan mengetahui tingkat efisiensi dari suatu proses pengolahan. Rendemen gelatin dari tulang ikan kakap merah dari percobaan didapat sebesar 6,7% dengan lama proses pengukusan selama 3 jam.

Protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Protein dalam gelatin termasuk dalam kelompok Protein fibriler (skleroprotein) dan mempunyai kadar protein yang tinggi, karena gelatin diperoleh dari penguraian kolagen dengan panas (Junianto dkk, 2006). Kadar protein gelatin yang diperoleh dari percobaan adalah 75,29%. Nilai kadar protein tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar protein gelatin komersial yaitu 79,40%.

Kadar abu suatu bahan menunjukkan kuantitas keberadaan mineral dalam bahan tersebut.Umumnya mineral yang terdapat dalam gelatin yang diekstraksi dari tulang ikan terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, magnesium, dan belerang.Standar Nasional Indonesia mensyaratkan untuk kadar abu gelatin maksimum 3,25%, sedangkan nilai kadar abu gelatin dari percobaan diperoleh 2,69%. Besar kecilnya kadar abu ditentukan pada saat proses demineralisasi, semakin banyaknya kalsium yang luruh maka kadar abu akan semakin rendah. Pada saat perendaman asam klorida akan bereaksi


(32)

commit to user

dengan kalsium fosfat pada tulang hal ini akan menghasilkan garam kalsium yang larut sehingga tulang menjadi lunak (Junianto dkk, 2006). Reaksi yang terjadi adalah:

Ca3(PO4)2+ 6HCl → 3CaCl2 + 2H3PO4

Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya.Air yang terkandung di dalam bahan dapat mempengaruhi bentuk fisik bahan tersebut dan masa simpannya. Hasil analisis kadar air terhadap gelatin yang diperoleh dari percobaan ini sebesar 7,2%, nilai ini masih berada dalam kisaran kadar air yang diperkenankan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3735 tahun 1995 untuk produk gelatin yaitu maksimum 16%. Dengan demikian kadar air gelatin hasil percobaan ini memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Kandungan lemak gelatin dari percobaan sebesar 9,09%. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu sebesar 0,12%. Sedangkan Standar Nasional Indonesia tidak menetapkan standar untuk kadar lemak pada gelatin. Rendahnya kadar lemak gelatin yang dihasilkan tergantung konsentrasi HCl, suhu ekstraksi dan pada saat proses penyaringan.

Untuk keperluan industri, kekuatan gel menjadi pertimbangan dalam menentukan kelayakan penggunaan gelatin. Kekuatan gel adalah salah satu parameter dari tekstur suatu bahan dan merupakan gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu (deMan, 1989). Nilai kekuatan gel gelatin hasil percobaan sebesar 6,8402gram/cm2. Sedangkan Standar Nasional Indonesia menetapkan gel strenght gelatin sebesar 75-300 gram bloom. Karena keterbatasan alat dan tempat sehingga belum bisa dilakukan analisis gel strenght yang sesuai dengan standar mutu SNI. Akan tetapi nilai dari gel strenght gelatin tulang ikan kakap merah tidaklah jauh dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu gelatin tulang ikan air tawar sebesar 5,004 gram/cm2 (Pambudi, 2009) dan gelatin komersial sebesar 7,4258gram/cm2.

Parameter lainnya yang ditetapkan dalam penentuan standar mutu gelatin yaitu pH atau derajat keasaman.Pengukuran nilai pH larutan gelatin


(33)

commit to user

penting dilakukan, karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti gel strenght dan juga berpengaruh terhadap aplikasi gelatin dalam produk. Gelatin dengan pH netral akan sangat baik digunakan untuk produk daging, farmasi, fotografi, cat, dan sebagainya. Sedangkan gelatin dengan pH rendah akan sangat baik digunakan dalam produk juice, mayonnaise, sirop rasa asam dan sebagainya (deMan, 1989).pH gelatin berdasarkan Standar Nasional Indonesia berkisar antara 3,8-6,0. Nilai pH dari gelatin hasil percobaan yaitu 6, maka sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Berdasarkan hasil pengukuran, di dalam gelatin hasil percobaan tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat. Kandungan logam berat yang negatif pada gelatin tulang ikan kakap merah menunjukan bahwa bahan baku tulang ikan kakap merah dan proses pembuatan gelatin tidak tercemar. Sedangkan Standar Nasional Indonesia menetapkan maksimal 50 ppm.Kandungan logam berat tidak terdeteksi menunjukan bahwa gelatin yang dihasilkan dari tulang ikan kakap merah aman dari logam berat dan dapat diaplikasikan atau dikonsumsi.


(34)

commit to user BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan

1. Proses yang dilakukan untuk membuat gelatin dari tulang ikan antara lain pembersihan tulang dari daging-daging dan lemak dengan cara didihkan dengan air (degreasing), penjemuran, pemotongan tulang, ekstraksi dengan pengukusan, dan juga setelah degreasing dilakukan perendaman dengan menggunakan HCl 5% selama 48 jam, pencucian untuk menetralkan pH ossein. Kemudian setelah pengukusan dilakukan penyaringan, pemekatan, dan pengovenan selama 29 jam serta pengecilan ukuran, kemudian dilakukan analisa hasil.

2. Dari percobaan, menghasilkan gelatin dengan rendemen sebesar 6,7%. Analisis yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia tentang gelatin, yaitu dengan kadar protein 75,29%, kadar abu 2,69%, kadar air 7,2%, kadar lemak 9,09%, pH 6, dan kandungan logam berat negatif. Untuk gel strenght belum bisa dianalisis sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena keterbatasan alat yaitu sebesar 6,8402 gram/cm2.

V.2. Saran

1. Setelah dilakukan tugas akhir ini, diperlukan adanya pengenalan lebih lanjut kepada masyarakat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan kakap merah agar masyarakat lebih mengetahui dan mampu menghasilkan produk gelatin yang lebih berkualitas dan juga mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah tulang ikan.

2. Untuk analisa gel strenght, jika tidak ada alat yang digunakan untuk menganalisis maka diperlukan nilai konversi satuan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).


(1)

commit to user f. KekuatanGel (Pambudi, 2009)

1. Mengekstrak 2 gram gelatin dengan 25 ml aquadest dan memekatkan sampai didapat volume ± 20 ml.

2. Menuang filtrat ke dalam cawan petri dengan bagian bawah transparan dan mendinginkan dalam lemari es sampai terbentuk jel. 3. Meletakkan batu bata di atas jelli dan mencatat berat batu bata yang

digunakan sampai batu menembus jel hingga dasar cawan petri.

4. Menghitung gel strenght.

Gel strenghtditentukan dengan rumus :

Gel strenght =

Keterangan :

m = massa batu bata yang digunakan (gram)

A = luas permukaan jelli yang tertekan oleh batu bata (cm2)


(2)

commit to user BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil

Data kondisi proses:

- Tulang ikan : kakap merah

- Berat tulang ikan : 200 gram

- Berat aquadest : 600 gram

- HCl : 5%

- Waktu pengukusan : 3 jam

Menghasilkan gelatin sebanyak 13,463 gram, dengan spesifikasi dapat dilihat pada tabel IV.1.

Tabel IV.1.Hasil Gelatin Percobaan

No Analisis Percobaan Hasil

1 Rendemen 6,7%

2 Kadar Protein 75,29%

3 Kadar Abu 2,69%

4 Kadar Air 7,2%

5 Kadar Lemak 9,09%

6 Gel Strenght 6,8402gram/cm2

7 pH 6

8 Kandungan Logam Berat -

IV.2. Pembahasan

Data perbadingan gelatin hasil percobaan dengan gelatin komersial dapat dilihat pada tabel IV.2.


(3)

commit to user

Tabel IV.2. Perbandingan Gelatin Hasil Percobaan dengan Gelatin Komersial

No Analisis Gelatin Hasil Percobaan Gelatin Komersial

1 Rendemen 6,7% -

2 Kadar Protein 75,29% 79,40%

3 Kadar Abu 2,69% 1,51%

4 Kadar Air 7,2% 10,95%

5 Kadar Lemak 9,09% 0,12%

6 Gel Strenght 6,8402gram/cm2 7,4258gram/cm2

7 pH 6 7,11

8 Kandungan Logam

Berat

- Pb : 0,03

Hg : 0,001 As : 0,001

Nilai rendemen dari suatu pengolahan bahan merupakan parameter yang penting sebagai dasar perhitungan analisis finansial, memperkirakan jumlah bahan baku untuk memproduksi produk dalam jumlah tertentu, dan mengetahui tingkat efisiensi dari suatu proses pengolahan. Rendemen gelatin dari tulang ikan kakap merah dari percobaan didapat sebesar 6,7% dengan lama proses pengukusan selama 3 jam.

Protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Protein dalam gelatin termasuk dalam kelompok Protein fibriler (skleroprotein) dan mempunyai kadar protein yang tinggi, karena gelatin diperoleh dari penguraian kolagen dengan panas (Junianto dkk, 2006). Kadar protein gelatin yang diperoleh dari percobaan adalah 75,29%. Nilai kadar protein tersebut tidak berbeda jauh dengan kadar protein gelatin komersial yaitu 79,40%.

Kadar abu suatu bahan menunjukkan kuantitas keberadaan mineral dalam bahan tersebut.Umumnya mineral yang terdapat dalam gelatin yang diekstraksi dari tulang ikan terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, magnesium, dan belerang.Standar Nasional Indonesia mensyaratkan untuk kadar abu gelatin maksimum 3,25%, sedangkan nilai kadar abu gelatin dari percobaan diperoleh 2,69%. Besar kecilnya kadar abu ditentukan pada saat proses demineralisasi, semakin banyaknya kalsium yang luruh maka kadar abu akan semakin rendah. Pada saat perendaman asam klorida akan bereaksi


(4)

commit to user

dengan kalsium fosfat pada tulang hal ini akan menghasilkan garam kalsium yang larut sehingga tulang menjadi lunak (Junianto dkk, 2006). Reaksi yang terjadi adalah:

Ca3(PO4)2+ 6HCl → 3CaCl2 + 2H3PO4

Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya.Air yang terkandung di dalam bahan dapat mempengaruhi bentuk fisik bahan tersebut dan masa simpannya. Hasil analisis kadar air terhadap gelatin yang diperoleh dari percobaan ini sebesar 7,2%, nilai ini masih berada dalam kisaran kadar air yang diperkenankan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3735 tahun 1995 untuk produk gelatin yaitu maksimum 16%. Dengan demikian kadar air gelatin hasil percobaan ini memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Kandungan lemak gelatin dari percobaan sebesar 9,09%. Nilai ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan gelatin komersial yaitu sebesar 0,12%. Sedangkan Standar Nasional Indonesia tidak menetapkan standar untuk kadar lemak pada gelatin. Rendahnya kadar lemak gelatin yang dihasilkan tergantung konsentrasi HCl, suhu ekstraksi dan pada saat proses penyaringan.

Untuk keperluan industri, kekuatan gel menjadi pertimbangan dalam menentukan kelayakan penggunaan gelatin. Kekuatan gel adalah salah satu parameter dari tekstur suatu bahan dan merupakan gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu (deMan, 1989). Nilai kekuatan gel gelatin hasil percobaan sebesar 6,8402gram/cm2. Sedangkan Standar Nasional Indonesia menetapkan gel strenght gelatin sebesar 75-300 gram bloom. Karena keterbatasan alat dan tempat sehingga belum bisa dilakukan analisis gel strenght yang sesuai dengan standar mutu SNI. Akan tetapi nilai dari gel strenght gelatin tulang ikan kakap merah tidaklah jauh dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu gelatin tulang ikan air tawar sebesar 5,004 gram/cm2 (Pambudi, 2009) dan gelatin komersial sebesar 7,4258gram/cm2.

Parameter lainnya yang ditetapkan dalam penentuan standar mutu gelatin yaitu pH atau derajat keasaman.Pengukuran nilai pH larutan gelatin


(5)

commit to user

penting dilakukan, karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti gel strenght dan juga berpengaruh terhadap aplikasi gelatin dalam produk. Gelatin dengan pH netral akan sangat baik digunakan untuk produk daging, farmasi, fotografi, cat, dan sebagainya. Sedangkan gelatin dengan pH rendah akan sangat baik digunakan dalam produk juice, mayonnaise, sirop rasa asam dan sebagainya (deMan, 1989).pH gelatin berdasarkan Standar Nasional Indonesia berkisar antara 3,8-6,0. Nilai pH dari gelatin hasil percobaan yaitu 6, maka sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia.

Berdasarkan hasil pengukuran, di dalam gelatin hasil percobaan tidak terdeteksi adanya kandungan logam berat. Kandungan logam berat yang negatif pada gelatin tulang ikan kakap merah menunjukan bahwa bahan baku tulang ikan kakap merah dan proses pembuatan gelatin tidak tercemar. Sedangkan Standar Nasional Indonesia menetapkan maksimal 50 ppm.Kandungan logam berat tidak terdeteksi menunjukan bahwa gelatin yang dihasilkan dari tulang ikan kakap merah aman dari logam berat dan dapat diaplikasikan atau dikonsumsi.


(6)

commit to user BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan

1. Proses yang dilakukan untuk membuat gelatin dari tulang ikan antara lain pembersihan tulang dari daging-daging dan lemak dengan cara didihkan dengan air (degreasing), penjemuran, pemotongan tulang, ekstraksi dengan pengukusan, dan juga setelah degreasing dilakukan perendaman dengan menggunakan HCl 5% selama 48 jam, pencucian untuk menetralkan pH ossein. Kemudian setelah pengukusan dilakukan penyaringan, pemekatan, dan pengovenan selama 29 jam serta pengecilan ukuran, kemudian dilakukan analisa hasil.

2. Dari percobaan, menghasilkan gelatin dengan rendemen sebesar 6,7%. Analisis yang sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia tentang gelatin, yaitu dengan kadar protein 75,29%, kadar abu 2,69%, kadar air 7,2%, kadar lemak 9,09%, pH 6, dan kandungan logam berat negatif. Untuk gel strenght belum bisa dianalisis sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) karena keterbatasan alat yaitu sebesar 6,8402 gram/cm2.

V.2. Saran

1. Setelah dilakukan tugas akhir ini, diperlukan adanya pengenalan lebih lanjut kepada masyarakat tentang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan kakap merah agar masyarakat lebih mengetahui dan mampu menghasilkan produk gelatin yang lebih berkualitas dan juga mengurangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan limbah tulang ikan.

2. Untuk analisa gel strenght, jika tidak ada alat yang digunakan untuk menganalisis maka diperlukan nilai konversi satuan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).