PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA YANG DIAJAR RECIPROCAL TEACHING DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF DAN DIAJAR PENDEKATAN EKSPOSITORI DI KELAS VII SMP NEGERI 17 MEDAN T.A 2012/2013.

i

iii

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA YANG
DIAJAR RECIPROCAL TEACHING DENGAN PENDEKATAN
METAKOGNITIF DAN DIAJAR PENDEKATAN
EKSPOSITORI DI KELAS VII
SMP NEGERI 17 MEDAN
T.A 2012/2013

Hotmalida Lubis (081244110009)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan
komunikasi matematik siswa yang diajar Reciprocal Teaching dengan pendekatan
metakognitif dan yang diajar pendekatan ekspositori di kelas VII SMP Negeri 17 Medan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa SMP Negeri 17 Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini ialah seluruh kelas VII yang
kemudian dipilih dua kelas. Kelas eksperimen I (kelas VII-8) diajar menggunakan

Reciprocal Teaching dengan pendekatan metakognitif dan kelas kontrol (kelas VII-7)
diajar dengan pendekatan ekspositori. Instrumen penelitian ini berupa pretes dan postes
yang berbentuk essay tes dan berjumlah 5 soal. Sebelum instrumen diberikan pada siswa
terlebih dahulu divalidkan kepada dua orang dosen matematika dan guru matematika.
Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
homogenitas data. Berdasarkan hasil analisis, pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata
pretes kemampuan komunikasi matematik siswa 40,83 dan postes 76,17 maka tingkat
perubahan kemampuan komunikasi matematik adalah 35,34. Sedangkan pada kelas
kontrol diperoleh nilai rata-rata pretes 43,26 dan postes 60,94 maka tingkat perubahan
kemampuan komunikasi matematik adalah 17,68.
Uji hipotesis, dari perhitungan data siswa diperoleh pada dk = 68 dan taraf nyata
α = 0,05 dan
diperoleh ttabel = 1,997 dan thitung = 7,78. diperoleh thitung
tidak berada diantara interval -1,997 < t < 1,997 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima.
Maka disimpulkan ada perbedaan yang berarti antara kemampuan komunikasi matematik
siswa yang diajar dengan Reciprocal Teaching dengan pendekatan metakognitif dan
ekspositori. Berdasarkan peningkatan nilai rata-rata pada kedua kelas sehingga
disarankan kepada guru matematika untuk dapat menerapkan Reciprocal Teaching
dengan pendekatan metakognitif dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan
bilangan bulat.


ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema pembelajaran Reciprocal Teaching

31

Gambar 2.2. Prosedur Reciprocal Teaching dengan Pendekatan
Metakognitif

46

Gambar 3.1. Skema Prosedur Penelitian

62

Gambar 4.1. diagram batang untuk kelas ekperimen


70

Gambar 4.2. diagram batang untuk pretes kelas kontrol

71

Gambar 4.3. diagram batang untuk postes kelas eksperimen

72

Gambar 4.4. diagram batang untuk postes kelas kontrol

73

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek
penalarannya mempunyai peranan penting dalam upaya penguasaan ilmu

pengetahuan dan teknologi, sehingga matematika sering disebut sebagai ratu ilmu.
Suherman dkk, (1999) mengatakan bahwa matematika sebagai ratu atau ibunya
ilmu dimaksudkan bahwa matematika adalah sebagai sumber ilmu yang lain.
Dengan perkataan lain, banyak ilmu yang penemuan dan pengembangannya
bergantung dari matematika. Sebagai contoh, banyak teori-teori dan cabangcabang dari Fisika dan Kimia yang ditemukan dan dikembangkan melalui konsep
kalkulus, khususnya tentang Persamaan Diferensial. Matematika sebagai suatu
ilmu berfungsi pula untuk melayani ilmu pengetahuan. Selain tumbuh dan
berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga melayani kebutuhan
ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya”.
Melihat begitu pentingnya matematika maka pembelajaran matematika
dimasukkan ke dalam semua jenjang pendidikan di Indonesia mulai dari sekolah
dasar hingga perguruan tinggi. Lerner (dalam Abdurrahman, 2006 : 252)
mengemukakan bahwa: “Matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga
merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat,
dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas”. Selain itu
WikiberitaNET, (2011) juga menyatakan:
“Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri,
aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga

berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan
persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel”.

1

2

Namun pada kenyataannya matematika sering ditakuti bahkan dibenci
siswa karena dianggap pelajaran yang sulit dan membosankan. Bambang R.,
(2008) mengatakan bahwa:
“Prestasi belajar matematika mengkhawatirkan bahkan mungkin lebih
rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Beberapa
pelajar tidak menyukai matematika karena matematika penuh dengan
hitungan dan miskin komunikasi. Beberapa pelajar juga berpikir bahwa
matematika pelajaran yang membosankan, karena penuh rumus dan
miskin nilai moral. Kebanyakan pelajar tidak merasa senang ketika
belajar matematika”.
Hal ini juga ditandai oleh data TIMSS 2003 (dalam Zulkarnaen, 2012)
yang menyatakan:

“Skala Matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa
siswa Indonesia berada pada skala rendah (peringkat bawah), Malaysia
pada skala antara menengah dan tinggi (diperingkat tengah), dan
Singapura berada pada skala lanjut (peringkat atas). Namun siswa
Indonesia (169 jam di Kelas 8) lebih banyak menggunakan waktu
dibandingkan siswa Malaysia (120 jam di Kelas 8) dan Singapura (112
jam di Kelas 8)”.
Dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia adalah
rendahnya prestasi siswa (rendahnya daya saing siswa diajang Internasional dan
rendahnya nilai rata-rata EBTANAS murni nasional khususnya matematika) serta
kurangnya minat mereka dalam belajar matematika (matematika dianggap sulit
dan diajarkan dengan metode yang tidak menarik karena guru menerangkan,
sedangkan siswa hanya mencatat). Data TIMSS 2003 (dalam Hidayat, 2011) yang
menunjukkan bahwa penekanan pembelajaran di Indonesia lebih banyak pada
penguasaan keterampilan dasar (basic skills), namun sedikit atau sama sekali tidak
ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-hari,
berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Hampir semua
guru memberikan soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat
bergantung dan sangat mempercayai buku teks yang mereka pakai, dan sebagian
besar guru belum menguasai keterampilan bertanya.


3

Kesulitan-kesulitan

tersebut

secara

tidak

langsung

menghambat

perkembangan belajar siswa. Akhirnya siswa tidak mampu mendapatkan hasil
yang optimal dalam belajar. Abdurrahman (2009 : 13) mengungkapkan bahwa :
“Penyebab utama kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor
internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis; sedangkan
penyebab utama problema belajar (learning problems) adalah faktor

eksternal, yaitu berupa strategi pembelajaran yang keliru, pengelolaan
kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan
pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat”.
Rendahnya kemampuan siswa dalam matematika juga tidak terlepas dari
kemampuan guru dalam mengajar siswanya. Sebagian guru kurang tepat memilih
metode yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran. Umumnya guru
masih menggunakan pendekatan ekspositori dalam pembelajaran dimana guru
lebih berperan aktif sebagai pemberi pengetahuan dan siswa hanya menerima
sehingga siswa jadi jarang berkomunikasi dalam pembelajaran. Kemampuan
komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran
matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan
mengonsolidasi berpikir matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide
matematika (NCTM, 2000). Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam
pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta
memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa
yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Hal ini berarti guru harus
berusaha untuk mendorong siswanya agar mampu berkomunikasi. Pendapat
Ashari, wakil Matematikawan Indonesia (dalam Shadiq, 2007) yang menyatakan:
“Karakteristik pembelajaran matematika saat ini adalah lebih mengacu
pada tujuan jangka pendek (lulus ujian sekolah, kabupaten/kota, atau

nasional), materi kurang membumi, lebih fokus pada kemampuan
prosedural, komunikasi satu arah, pengaturan ruang kelas monoton, low
order thinking skills, bergantung kepada buku paket, lebih dominan soal
rutin, dan pertanyaan tingkat rendah”.
Sementara itu pada laporan TIMSS 2003 (dalam Fachrrurazi, 2011) juga
mengatakan bahwa :
“Siswa Indonesia berada pada posisi 34 dari 45 negara yang disurvei.
prestasi Indonesia jauh di bawah Negara-negara Asia lainnya. Dari

4

kisaran rata-rata skor yang diperoleh oleh setiap Negara 400-625 dengan
skor ideal 1.000, nilai matematika Indonesia berada pada skor 411.
Khususnya kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia, laporan
TIMSS (Suryadi, 2005) menyebutkan bahwa kemampuan siswa
Indonesia dalam komunikasi matematika sangat jauh di bawah Negaranegara lain. Sebagai contoh, untuk permasalahan matematika yang
menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang
berhasil benar hanya 5% dan jauh di bawah Negara seperti Singapura,
Korea, dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%.”
Fahrurrazi (2011) juga mengatakan bahwa,:

“Rendahnya kemampuan komunikasi matematis ditunjukkan dalam studi
Rohaeti (2003) bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa
berada dalam kualifikasi kurang. Demikian juga Purniati (2003)
menyebutkan bahwa respons siswa terhadap soal-soal komunikasi
matematis umumnya kurang. Hal ini dikarenakan soal-soal pemecahan
masalah dan komunikasi matematis masih merupakan hal-hal yang baru,
sehingga siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.”
Dari beberapa hal di atas menjelaskan begitu penting arti dan peranan
pendidikan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa
sehingga dapat disimpulkan kemampuan komunikasi matematika siswa masih
sangat rendah. Salah satu implikasi terhambatnya komunikasi dalam matematika
adalah proses membangun sebuah kerangka pemahaman serta respon terhadap
pembelajaran tidak akan berjalan lancar, seperti yang dikemukakan oleh NCTM
(dalam Widjayanti, 2010) yang menyatakan:
“Dalam matematika, komunikasi memegang peranan yang sangat penting.
Komunikasi menjadi bagian yang esensial dari matematika dan pendidikan
matematika. Komunikasi adalah cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan
mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan
menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan.
Proses komunikasi juga membantu membangun makna dan kelanggengan

untuk gagasan-gagasan, serta juga menjadikan gagasan-gagasan itu
diketahui publik.”
Untuk mengatasi permasalahan itu maka guru perlu mengusahakan
perbaikan

pembelajaran

sebagai

suatu

strategi

untuk

mengembangkan

kemampuan komunikasi matematik siswa dengan cara bagaimana materi itu dapat
dikemas menjadi pelajaran yang menarik dan mudah dimengerti oleh siswa, guru
dapat menerapkan beberapa pendekatan tertentu yang sesuai dengan unsur

5

komunikasi matematik, karena tanpa komunikasi yang baik maka pembelajaran
matematika tidak akan mampu berkembang, salah satunya adalah Reciprocal
Teaching

dengan

pendekatan

metakognitif.

Reciprocal

teaching

atau

pembelajaran terbalik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat
mempertinggi pemahaman siswa terhadap suatu materi dan mengembangkan
kemampuan komunikasi matematiknya secara mandiri. Pendekatan ini mengacu
pada aktivitas belajar antara guru dan siswa mengenai segmen dari suatu materi,
yang tersusun dalam empat srategi pemahaman yaitu: menjelaskan, memprediksi,
membuat pertanyaan, merangkum.
Dari hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di SMP Negeri
17 Medan (Ibu Maryunah S.Pd) diperoleh keterangan bahwa:
”Siswa menganggap matematika itu sulit dan siswa tidak menyukai
matematika yang terkadang disebabkan karena cara mengajar guru yang
monoton. Kemampuan komunikasi matematika siswa masih tergolong
rendah. Siswa menganggap matematika pelajaran yang sulit sehingga
siswa mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah dan belum
mampu mengkomunikasikan ide-ide matematik. Dalam bilangan bulat,
siswa mengalami khususnya dalam mengerjakan operasi bilangan bulat.
Sebagian siswa sulit dalam memahami simbol-simbol pada operasi
bilangan bulat, siswa kurang mampu melakukan perhitungan matematika
secara benar dan juga siswa kurang memahami sifat-sifat masing-masing
operasi bilangan bulat”.
Dalam materi bilangan bulat, sering dianggap sulit oleh siswa karena
kurangnya pemahaman siswa mengenai materi bilangan bulat ketika berada di
Sekolah Dasar. Padahal pokok bahasan bilangan bulat merupakan pengetahuan
dasar yang harus dikuasai oleh siswa tingkat SMP karena berhubungan dengan
materi yang akan dipelajari selanjutnya, siswa kurang mampu dalam memahami
berbagai konsep dan prinsip, yang mengakibatkan siswa tidak mampu menyusun
model

matematika

untuk

menyelesaikan

masalah

sehingga

komunikasi

matematika belum berkembang dengan baik”.
Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan memerlukan penanggulangan
dengan segera. Uraian di atas dirumuskan bahwa akar permasalahan yang
menyebabkan terjadinya masalah seperti ini adalah karena strategi pembelajaran
yang digunakan belum tepat.

6

Untuk itu peneliti mencoba memberikan pendekatan pembelajaran yang
dapat

membantu

siswa

dalam

meningkatkan

kemampuan

komunikasi

matematiknya yang akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan bermatematika
menjadi lebih bermakna.
Dari semua penjelasan di atas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti:
“Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa yang Diajar
Reciprocal

Teaching

Dengan

Pendekatan

Metakognitif

dan

Diajar

Pendekatan Ekspositori Di Kelas VII SMP Negeri 17 Medan Tahun Ajaran
2012/2013”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan

latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, ada

beberapa masalah yang dapat diidentifikasi, yaitu :
1. Siswa kurang menyenangi matematika.
2. Pembelajaran matematika di kelas masih bersifat Teacher Centered
3. Pendekatan pembelajaran kurang tepat sehingga siswa kurang aktif dalam
pembelajaran.
4. Sebagian besar siswa masih sulit untuk bertanya, mengungkapkan
pendapat maupun menyanggah suatu pertanyaan (kemampuan komunikasi
matematik siswa masih rendah).
1.3. Batasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas sangat luas, maka masalah yang dipilih dibatasi pada
masalah pendekatan pembelajaran yang kurang tepat dan kemampuan komunikasi
matematik siswa masih rendah.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, rumusan
masalah yang diajukan adalah: “Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi
matematik siswa yang diajar Reciprocal Teaching dengan pendekatan
metakognitif dan diajar pendekatan ekspositori di kelas VII SMP Negeri 17
Medan T.A 2012/2013”.

7

1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan
kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar Reciprocal Teaching
dengan pendekatan metakognitif dan diajar pendekatan ekspositori di kelas VII
SMP Negeri 17 Medan T.A 2012/2013.
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Siswa
Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa
terhadap matematika, serta memperoleh pengalaman baru dalam belajar
2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan guru
terhadap alternatif pendekatan pembelajaran yang memungkinkan untuk
diterapkan sebagai upaya meningkatkan komunikasi matematik siswa.
3. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah terutama
dalam pembelajaran matematika.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah ilmu dan pengalaman tentang pembelajaran matematika
melalui Reciprocal Teaching dengan pendekatan metakognitif sekaligus
dapat mempraktekkan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan dalam
pembelajaran matematika.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada
bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Ada perbedaan
kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajar menggunakan Reciprocal
Teaching dengan pendekatan metakognitif dan pendekatan ekspositori di kelas
VII SMP Negeri 17 Medan Tahun Ajaran 2012/2013.
5.2. Saran
Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini, yaitu :
Rasa percaya diri siswa dalam proses pembelajaran masih kurang
sehingga harus lebih ditingkatkan, baik oleh siswa itu sendiri maupun dengan
bantuan guru. Rasa percaya diri ini terutama sangat perlu terutama agar siswa
tidak malu jika disuruh ke depan kelas.
Berjalannya proses belajar mengajar dengan baik juga tidak terlepas
dari penguasaan kelas. Dengan menguasai kelas maka guru dapat mengontrol
siswa. Disarankan kepada guru maupun peneliti selanjutnya harus bisa
menguasai kelas agar proses pembelajaran berjalan lancar.
Pendekatan pembelajaran yang tepat merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa. Disarankan agar
siswa benar-benar paham pendekatan pembelajaran yang digunakan agar
tujuan pembelajaran tercapai.
Siswa harus lebih diaktifkan di dalam kelas supaya siswa mampu
berkomunikasi matematik dengan baik. Dengan mampu berkomunikasi berarti
siswa bisa mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi matematika
baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis serta merefleksikan pemahaman
tentang matematika sehingga siswa yang mempelajari matematika mampu
memahami dan menggunakan tata bahasa matematika
Kepada peneliti selanjutnya agar mengikuti jadwal mata pelajaran
disekolah dan melakukan penelitan paling sedikit dua minggu agar hasil yang
diperoleh semaksimal mungkin.

80

Dokumen yang terkait

ERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA ANTARA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN-ENDED SUB POKOK BAHASAN LAYANG-LAYANG DAN TRAPESIUM KELAS VII SMP MUH

0 7 18

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DI KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU TAHUN 2012

0 8 75

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF DAN MEDIA PRESENTASI PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2013-2014

1 10 87

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI SMP N 4 PADANGSIDIMPUAN

3 17 11

PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN OPEN ENDEED TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI SEGI EMPAT DAN SEGITIGA KELAS VII DI SMP NEGERI 2 KISARAN

0 1 7

PENDEKATAN KONTEKSTUAL DAN STRATEGI THINK-TALK-WRITE UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN DISPOSISI MATEMATIK SISWA SMP Taufiq

0 0 13

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS EKONOMI SISWA YANG DIAJAR MENGGUNAKAN METODE LATIHAN DENGAN METODE CERAMAH KELAS III SLTP NEGERI 1 MUARA BADAK TAHUN PELAJARAN 20002001

0 0 27

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK PADA SISWA KELAS VII SMP

0 1 11

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN QUANTUM TEACHING DI KELAS VIII SMP

0 0 12

PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA YANG DIAJARKAN DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MODEL RECIPROCAL TEACHING DI SMP SWASTA AL-WASHLIYAH 8 MEDAN TAHUN AJARAN 20172018

1 2 203