PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DI KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU TAHUN 2012

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata pelajaran IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) Terpadu di SMP terdiri dari studi geografi meliputi aktifitas dan peranan manusia dalam upaya untuk beradaptasi dengan tantangan lingkungan alam dan manusia, studi sejarah memaparkan peristiwa dan perubahan masyarakat, pengalaman umat manusia dari masa lampau untuk memahami dan menjadi pelajaran hidup masa kini serta merencanakan masa yang akan datang dalam hal ini ada proses pewarisan budaya, studi ekonomi menyangkut perjuangan hidup dari berbagai aspek dan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan, studi sosiologi memaparkan struktur dan hubungan antar anggota masyarakat, studi antropologi memaparkan tentang kebudayaan manusia dalam memahami dan menjadi pelajaran hidup masa kini dan studi kewarganegaraan memaparkan tentang sistem berbangsa dan bernegara.

Studi geografi adalah ilmu yang menggambarkan atau melukiskan tentang geosfer muka bumi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan bumi, yaitu bumi dan penghuninya. Belajar geografi memiliki makna mempelajari secara keseluruhan gejala-gejala dipermukaan bumi yang meliputi aspek fisik (alam), kemanusian, dan keterhubungan diantara keduanya.


(2)

Bumi memiliki beragam unsur yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Unsur-unsur pada bumi disebut sebagai unsur lingkungan geografis. Adapun unsur-unsur geografis yang berpengaruh terhadap kehidupan manusia menyangkut tentang letak, cuaca dan iklim, relief (topografi), jenis tanah, flora dan fauna, sumber daya air dan kelautan, serta sumber daya mineral. Berkenaan dengan usaha untuk memahami perkembangan lingkungan, akan dipelajari pada pokok bahasan “Kondisi Geografis dan Penduduk”.

Saat ini kurikulum IPS untuk SMP telah menyatukan seluruh ilmu-ilmu sosial dalam satu bidang studi. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari.

Namun dalam prakteknya, model pembelajaran yang diterapkan pada siswa melalui metode ceramah dan tanya jawab biasa lebih dominan dilaksanakan, sedangkan model pembelajaran lain yang bervariasi seperti eksperimen dan kooperatif jarang dilakukan. Dalam metode konvesional seperti ceramah, siswa menjadi kurang kreatif dalam mengembangkan kemampuan berfikir serta mengalami kejenuhan dalam mengikuti pelajaran sehingga siswa menjadi pasif dan kurang terlibat dalam pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Terpadu di SMP N 2 Ambarawa, diketahui bahwa mata pelajaran IPS Terpadu dianggap sebagai mata


(3)

pelajaran yang kurang menarik dan sulit dipahami sehingga siswa enggan untuk turut aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mengerjakan tugas mandiri. Untuk mengatasi hal ini diperlukan teknik yang dapat meningkatkan minat terhadap mata pelajaran IPS sehingga siswa dapat turut aktif dalam kegiatan pengajaran.

Selain masalah yang dikemukakan di atas, proses pengajaran IPS yang selama ini diupayakan mengombinasikan teknik konvensional dengan tugas, namun aktivitas siswa selama proses pembelajaran hanya terbatas pada mencatat, mendengarkan penjelasan guru dan mengerjakan soal dari guru, model belajar yang digunakan monoton, sumber belajar yang kurang dan media pembelajaran yang kurang menarik membuat persepsi siswa mata pelajaran IPS kurang menarik hal ini dapat menyebabkan motivasi dan minat belajar siswa rendah.

Untuk aktifitas berdiskusi, mengeluarkan pendapat atau melakukan praktek atau pengamatan langsung jarang dilakukan. Hal ini berdampak pada sedikitnya jumlah siswa yang dapat mencapai kriteria ketuntasan mengajar yang dipatok dengan nilai 70. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Daftar Nilai Rata-rata Semester 1 Kelas VIII SMP N 2 Ambarawa Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu tahun ajaran 2012/2013

No Kelas Rata – rata Nilai Kelas

1 2 3 4

VIII. 1 VIII. 2 VIII.3 VIII.4

65.60 63.40 59.60 61.00


(4)

Syarat ketuntasan belajar di sekolah minimal 70 (tujuh puluh). Berdasarkan nilai rata-rata kelas VIII pada mid semester 1 tahun ajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa rata-rata nilai siswa VIII pada mata pelajaran IPS Terpadu tidak mencapai syarat ketuntasan belajar yang telah ditetapkan.

Rendahnya pencapaian kompetensi IPS Terpadu siswa merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua, guru dan pemerintah. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah agar tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah. Usaha yang ditempuh pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan antara lain adalah penyempurnaan kurikulum, pemberian dana bantuan kepada sekolah-sekolah yang memiliki fasilitas terbatas, kegiatan penyetaraan bagi guru-guru dan lain sebagainya, namun jika dilihat secara keseluruhan belum memberikan hasil yang maksimal.

Guru merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap rendahnya pencapaian kompetensi IPS Terpadu siswa. Kebanyakan guru di sekolah langsung memegang buku teks dengan berceramah menyampaikan materi kepada siswa. Guru cenderung berceramah tanpa adanya persiapan, terkadang juga salah dalam menyampaikan konsep pelajaran. Hal ini mungkin dapat menjadi salah satu penyebab rendahnya pencapaian kompetensi siswa. Selain itu, saat pembelajaran berlangsung siswa hanya duduk diam, mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran seperti ini akan membuat pembelajaran IPS Terpadu menjadi monoton dan membosankan.


(5)

Hasil observasi menunjukkan kurang terlibatnya siswa secara aktif baik fisik maupun mental dalam proses belajar mengajar terlihat dari cara siswa mengikuti pelajaran, sebagai berikut:

1. Ketika diberi tugas mengerjakan latihan di kelas siswa cenderung menunggu jawaban dari teman yang pintar atau menunggu pembahasan dari guru.

2. Siswa keluar masuk ketika guru menyajikan pelajaran.

3. Siswa cenderung mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendapat. 4. Siswa jarang sekali mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran.

Keadaan tersebut memperlihatkan kurangnya persiapan siswa untuk belajar. Jika hal ini terus dibiarkan akan menimbulkan kesulitan belajar yang berkelanjutan apalagi saat siswa dituntut memahami materi yang lebih spesifik.

Berdasarkan keterangan di atas, dapat diduga bahwa rendahnya prestasi belajar siswa dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik yang bersumber dari dalam diri siswa (intern) maupun dari luar diri siswa (ekstern). Salah satu faktor ekstern

yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah metode belajar. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka diperlukan model pembelajaran yang tepat, menarik dan melibatkan siswa untuk menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh yaitu dengan model kooperatif teknik Two Stay Two Stray (TSTS) yang diharapkan dengan teknik ini aktivitas dan prestasi belajar siswa meningkat.


(6)

Penggunaan model pembelajaran kooperatif TSTS akan mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak materi yang dijelaskan oleh teman. Selain itu, alasan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray ini karena terdapat pembagian kerja kelompok yang jelas tiap anggota kelompok, siswa dapat bekerjasama dengan temannya, dapat mengatasi kondisi siswa yang ramai dan sulit diatur saat proses belajar mengajar. Adapun keunggulan lain adalah melalui teknik Two Stay Two Stray tersebut, siswa dikondisikan aktif mempelajari bahan diskusi atau hal yang akan dilaporkan, karena setiap siswa memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempelajari bahan tersebut bersama kelompok ketika menjadi 'tamu' maupun 'tuan rumah'. Dengan demikian, pengetahuan dan wawasan siswa berkembang, siswa lebih menguasai topik diskusi itu sehingga kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.

Dalam pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan sehingga kegiatan mereka lebih produktif. Berdasarkan uraian di atas maka fokus penelitian ini adalah “.


(7)

Perbedaan Prestasi Belajar Siswa yang Menggunakan Metode Two Stay Two Stray dengan Menggunakan Metode Ceramah Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII di SMP Negeri 2 Ambarawa Pringsewu Tahun 2012.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang berhubungan dengan rendahnya prestasi belajar IPS Terpadu bidang siswa dalam proses pembelajaran antara lain faktor dari dalam diri siswa (intern) dan :dari luar diri siswa (ekstern).

A. Faktor dari dalam diri siswa (intern) meliputi: 1. Faktor Jasmani

a. Faktor kesehatan b. Cacat tubuh 2. Faktor Psikologis

a. Intelegensi b. Perhatian c. Bakat dan minat d. Motivasi e. Kematangan 3. Faktor Kelelahan

B. Faktor dari luar diri siswa (ekstern) meliputi: 1. Faktor keluarga

a. Cara orang tua mendidik b. Relasi antar anggota keluarga


(8)

c. Keadaan keluarga d. Pengertian orang tua e. Suasana rumah

2. Faktor Lingkungan Masyarakat a. Faktor siswa dalam masyarakat b. Teman bergaul

c. Cara hidup lingkungan 3. Faktor sekolah

a. Guru dan cara mengajar b. Model pembelajaran c. Alat-alat pelajaran d. Interaksi guru dan murid e. Kurikulum

f. Waktu sekolah

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka peneliti membatasi masalah penelitian ini yaitu faktor ektern siswa tentang pembelajaran di sekolah meliputi:

1. Pembelajaran yang masih berpusat pada guru 2. Prestasi belajar siswa sebagian rendah


(9)

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah yang akan dijadikan kaji-tindak adalah:

1. Apakah ada perbedaan aktivitas belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray (TSTS) dengan yang menggunakan model pembelajaran ceramah?

2. Apakah perbedaan aktivitas belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray(TSTS) dengan yang menggunakan model pembelajaran ceramah berbeda pula prestasi belajarnya?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray(TSTS) terhadap peningkatan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu di SMP N 2 Ambarawa Pringsewu.

b. Mengetahui prestasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu di SMP N 2 Ambarawa Pringsewu.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah:

1. Mengembangkan wawasan dan pengalaman peneliti dalam peningkatan kualitas mengajar.


(10)

2. Mengembangkan pengetahuan penulis dari materi yang didapat dari bangku kuliah dengan mengaplikasikannya melalui skripsi sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana pada Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

3. Meningkatkan prestasi belajar IPS Terpadu serta memberikan sumbangan bagi guru IPS Terpadu dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

4. Memberikan sumbangan yang baik bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPS Terpadu.

5. Membantu siswa dalam penyerapan dan pemahaman materi serta membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup subjek penelitian adalah siswa SMP Kelas VIII di SMP Negeri 2 Ambarawa.

1. Ruang lingkup objek penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan hasil belajar IPS Terpadu.

2. Ruang lingkup subjek siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Ambarawa. 3. Ruang lingkup tempat penelitian adalah SMP Negeri 2 Ambarawa.

4. Ruang lingkup waktu penelitian adalah tahun ajaran 2012-2013 semester 1. 5. Ruang lingkup ilmu penelitian adalah perancangan pembelajaran yaitu model

pembelajaran yang meliputi kegiatan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan tindakan dan evaluasi pembelajaran.


(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajar ada baiknya mengetahui terlebih dahulu mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah,1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Menurut Slameto (2010:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang


(12)

dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan menurut Nurkencana (1986:62) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai atau diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai melalui suatu usaha dalam kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 2000). Kegiatan belajar mengajar akan dikatakan berhasil jika siswa dapat mencapai skor 70% atau nilai 7,0. Sedangkan untuk keberhasilan proses belajar mengajar secara klasikal (suatu kelas) dapat dikatakan berhasil jika 70% siswa telah mencapai skor 70% atau nilai 7,0.

Sedangkan prestasi belajar mata pelajaran IPS Terpadu adalah hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar di sekolah dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku,keterampilan dan pengetahuan dan kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka dan pernyataan.

Jadi yang dimaksud dengan prestasi belajar IPS adalah hasil belajar yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan belajar dan megikuti tes yang ditunjukkan dalam bentuk nilai yang berupa angka atau huruf.


(13)

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 1. Faktor dari dalam diri siswa (intern)

Sehubungan dengan faktor intern ini ada tingkat yang perlu dibahas menurut Slameto (2010:54) yaitu faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan.

a. Faktor Jasmani

Dalam faktor jasmaniah ini dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh.

1. Faktor kesehatan

Faktor kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses belajar siswa, jika kesehatan seseorang terganggu atau cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk, jika keadaan badannya lemah dan kurang darah ataupun ada gangguan kelainan alat inderanya.

2. Cacat tubuh

Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurnanya mengenai tubuh atau badan. Cacat ini berupa buta, setengah buta, tulis, patah kaki, patah tangan, lumpuh, dan lain-lain (Slameto, 2010:55).

b. Faktor psikologis

Dapat berupa intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan.


(14)

Slameto (2010:56) mengemukakan bahwa intelegensi atau kecakapan terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dan cepat efektif mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

2. Perhatian

Menurut al-Ghazali dalam Slameto (2010:56) bahwa perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi jiwa itupun bertujuan semata-mata kepada suatu benda atau hal atau sekumpulan obyek.

Untuk menjamin belajar yang lebih baik maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar.

3. Bakat

Menurut Hilgard dalam Slameto (2010:57) bahwa bakat adalah the capacity to learn. Dengan kata lain, bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan terealisasi pencapaian kecakapan yang nyata sesudah belajar atau terlatih.

4. Minat

Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar siswa, siswa yang gemar membaca akan dapat memperoleh berbagai pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, wawasan akan bertambah luas sehingga akan sangat mempengaruhi peningkatan atau pencapaian prestasi belajar siswa yang seoptimal mungkin


(15)

karena siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu pelajaran akan mempelajari dengan sungguh-sungguh karena ada daya tarik baginya.

5. Motivasi

Menurut Slameto (2010:58) bahwa motivasi erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai dalam belajar, di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motivasi itu sendiri sebagai daya penggerak atau pendorongnya.

6. Kematangan

Menurut Slameto (2010:58) bahwa kematangan adalah sesuatu tingkah atau fase dalam pertumbuhan seseorang di mana alat-alat tubuhnya sudah siap melaksanakan kecakapan baru.

7. Kesiapan

Kesiapan menurut James Drever seperti yang dikutip oleh Slameto (2010:59) adalah preparedes to respon or react, artinya kesediaan untuk memberikan respon atau reaksi.

c. Faktor Kelelahan

Ada beberapa faktor kelelahan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Sebagaimana dikemukakan oleh Slameto (2010:59) yaitu “Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena ada


(16)

substansi sisa pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah kurang lancar pada bagian tertentu. Sedangkan kelelahan rohani dapat terus menerus karena memikirkan masalah yang berarti tanpa istirahat, mengerjakan sesuatu karena terpaksa, tidak sesuai dengan minat dan perhatian”.

2. Faktor yang berasal dari luar (faktor ekstern)

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapatlah dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat (Slameto, 2010:60).

a. Faktor Keluarga

Faktor keluarga sangat berperan aktif bagi siswa dan dapat mempengaruhi dari keluarga antara lain: cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, keadaan keluarga, pengertian orang tua, keadaan ekonomi keluarga, latar belakang kebudayaan dan suasana rumah.

1. Cara orang tua mendidik

Cara orang tua mendidik besar sekali pengaruhnya terhadap prestasi belajar anak, hal ini dipertegas oleh Wirowidjojo dalam Slameto (2010:60) mengemukakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk mendidik dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan mutu pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa dan negara.


(17)

2. Relasi antar anggota keluarga

Menurut Slameto (2010:60) bahwa yang penting dalam keluarga adalah relasi orang tua dan anaknya. Selain itu juga relasi anak dengan saudaranya atau dengan keluarga yang lain turut mempengaruhi belajar anak. Wujud dari relasi adalah apakah ada kasih sayang atau kebencian, sikap terlalu keras atau sikap acuh tak acuh, dan sebagainya.

3. Keadaan keluarga

Menurut Hamalik (2010:160) mengemukakan bahwa keadaan keluarga sangat mempengaruhi prestasi belajar anak karena dipengaruhi oleh beberapa faktor dari keluarga yang dapat menimbulkan perbedaan individu seperti kultur keluarga, pendidikan orang tua, tingkat ekonomi, hubungan antara orang tua, sikap keluarga terhadap masalah sosial dan realitas kehidupan.

4. Pengertian orang tua

Menurut Slameto (2010:64) bahwa anak belajar perlu dorongan dan pengertian orang tua. Bila anak sedang belajar jangan diganggu dengan tugas-tugas rumah. Kadang-kadang anak mengalami lemah semangat, orang tua wajib memberi pengertian dan mendorongnya sedapat mungkin untuk mengatasi kesulitan yang dialaminya.

Keadaan ekonomi keluarga

Menurut Slameto (2010:63) bahwa keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak. Anak yang sedang belajar selain terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya makanan, pakaian, perlindungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi, penerangan, alat tulis menulis, dan sebagainya.


(18)

 Latar belakang kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar .Oleh karena itu perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan baik, agar mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal.

 Suasana rumah

Suasana rumah sangat mempengaruhi prestasi belajar, hal ini sesuai dengan pendapat Slameto (2010:63) yang mengemukakan bahwa suasana rumah merupakan situasi atau kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga di mana anak-anak berada dan belajar. Suasana rumah yang gaduh, bising dan semwarut tidak akan memberikan ketenangan terhadap diri anak untuk belajar.

b. Faktor Sekolah

Faktor sekolah dapat berupa cara guru mengajar, ala-alat pelajaran, kurikulum, waktu sekolah, interaksi guru dan murid, disiplin sekolah, dan media pendidikan, yaitu :

1. Guru dan cara mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam mengajar . Mengajar itu sendiri menurut menurut Ign.S.Ulih Bukit Karo-Karo dalam Slameto (2010:65) adalah menyajikan bahan pelajaran oleh orang kepadaorang lain agar orang lain itu menerima, menguasai dan mengembangkannya.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode mengajar yang kurang baik itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran sehingga


(19)

guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap mata pekajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau gurunya. Akibatnya siswa malas belajar.

2. Model Pembelajaran

Model atau metode pembelajaran sangat penting dan berpengaruh sekali terhadap prestasi belajar siswa. Dalam hal ini model atau metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya terpaku pada satu model pembelajaran saja, akan tetapi harus bervariasi yang disesuaikan dengan konsep yang diajarkan dan sesuai dengan kebutuhan siswa.

3. Alat-alat Pelajaran

Untuk dapat hasil yang sempurna dalam belajar, alat-alat belajar adalah suatu hal yang tidak kalah pentingnya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Menurut Purwanto (2004:105) menjelaskan bahwa sekolah yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya, kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan mempercepat belajar anak.

4. Kurikulum

Kurikulum diartikan sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa, kegiatan itu sebagian besar menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Menurut Slameto (2010:63) bahwa

kurikulum yang tidak baik akan berpengaruh tidak baik terhadap proses belajar maupun prestasi belajar siswa.


(20)

5. Waktu Sekolah

Waktu sekolah adalah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, waktu sekolah dapat pagi hari, siang, sore bahkan malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi belajar siswa (Slameto, 2010:68).

6. Interaksi guru dan murid

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara intim, menyebabkan proses belajar mengajar itu kurang lancar. Oleh karena itu, siswa merasa jenuh dari guru, maka segan berpartisipasi secara aktif di dalam belajar.

Peran guru lebih dominan dilakukan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam proses pembelajaran sehebat apapun perangkat pembelajaran dibuat oleh guru dan kompetensi guru yang baik tanpa interaksi antara guru dan siswa yang harmonis maka tujuan pembelajaran tidak dapat tercapai optimal. Guru harus mampu menguasahi pola interaksi dan tehnik komonikasi yang baik dalam proses pembelajaran. Interaksi dalam pembelajaran lebih dikenal dengan istilah interaksi edukatif. interaksi edukatif secara spesifik merupakan proses atau interaksi belajar mengajar itu, memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan bentuk interaksi lain. ciri-ciri interaksi belajar mengajar tersebut yaitu:

 Interaksi belajar-mengajar memiliki tujuan,

Interaksi membantu anak dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar-mengajar itu sadar tujuan, dengan menempatkan siswa sebagai pusat perhatian. Siswa mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.


(21)

 Ada suatu prosedur (jalannya interaksi) yang terencana

Agar dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu adanya prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan pembelajaran agar siswa dapat menunjukkan Kota Banjarmasin, tentu kegiatannya tidak cocok kalau disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.

 Interaksi belajar-mengajar ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus.

Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponenkomponen yang lain, apalagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsungnya interaksi belajar-mengajar.

 Ditandai dengan adanya aktivitas siswa.

Sebagai konsekuensi bahwa siswa merupakan sentral, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajarmengajar. Aktivitas siswa dalam hal ini, baik secara fisik maupun secara mental aktif. Inilah yang sesuai dengan konsep KTSP. Jadi tidak ada gunanya guru melakukan kegiatan interaksi belajar-mengajar, kalau siswa hanya pasif saja. Sebab para siswalah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukannya.


(22)

 Dalam interaksi belajar-mengajar, guru berperan sebagai pembimbing.

Dalam peranannya sebagai pembimbing ini guru harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar-mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang akan dilihat dan akan ditiru tingkah lakunya oleh anak didik. Guru (“akan lebih baik bersama siswa”) sebagai

designer akan memimpin terjadinya interaksi belajar-mengajar.  Di dalam interaksi belajar-mengajar membutuhkan disiplin.

Disiplin dalam interaksi belajar-mengajar ini diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh semua pihak dengan secara sadar, baik pihak guru maupun pihak siswa. Mekanisme konkrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib ini akan terlihat dari pelaksanaan prosedur. Jadi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur, berarti suatu indikator pelanggaran disiplin.

 Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu

Dalam sistem berkelas (kelompok siswa), batas waktu menjadi salah-satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus sudah tercapai.

7. Disiplin sekolah

Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah dan juga dalam belajar (Slameto,2010:67). Kedisiplinan sekolah ini misalnya mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan pelaksanaan tata tertib,


(23)

kedisiplinan pengawas atau karyawan dalam pekerjaan administrasi dan keberhasilan atau keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman, dan lain-lain. 8. Media Pendidikan

Media pendidikan ini misalnya seperti buku-buku di perpustakaan, laboratorium atau media lainnya yang dapat mendukung tercapainya prestasi belajar dengan baik.

c. Faktor Lingkungan Masyarakat

Faktor yang mempengaruhi terhadap prestasi belajar siswa antara lain teman bergaul, kegiatan lain di luar sekolah dan cara hidup di lingkungan keluarganya.

1. Kegiatan siswa dalam masyarakat

Menurut Slameto (2010:70) mengatakan bahwa kegiatan siswa dalam masyarakat dapat menguntungkan terhadap perkembangan pribadinya. Tetapi jika siswa ambil bagian dalam kegiatan masyarakat yang telalu banyak misalnya berorganisasi, kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajarnya akan terganggu, lebih-lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya.

2. Teman Bergaul

Anak perlu bergaul dengan anak lain, untik mengembangkan sosialisasinya. Tetapi perlu dijaga jangan sampai mendapatkan teman bergaul yang buruk perangainya. Perbuatan tidak baik mudah berpengaruh terhadap orang lain, maka perlu dikontrol dengan siapa mereka bergaul.

Menurut Slameto (2010:73) agar siswa dapat belajar, teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul


(24)

yang jelek perangainya pasti mempengaruhi sifat buruknya juga, maka perlu diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus bijaksana.

3. Cara hidup lingkungan

Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa (Slameto 2010:71). Masyrakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik, akan berpengaruh jelek kepada anak (siswa) yang berada disitu. Anak /siswa tertarik untuk ikut berbuat seperti yang dilakukan orang sekitarnya. Sebaliknya jika lingkungan adalah orang-orang yang terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik dan menyekolahkan anaknya.

2.1.3. Pembelajaran IPS Terpadu

Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB, bahkan sampai pada jenjang SMK. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan


(25)

untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Menurut lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006, tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, butir Struktur Kurikulum Pendidikan Umum pada struktur kurikulum SD/MI point b, dinyatakan bahwa “substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:7). Demikian halnya untuk substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs juga merupakan ‘IPA terpadu’ dan ‘IPS terpadu’ (2006:9). Bahkan untuk jenjang pendidikan menengah, khususnya pada SMK/MAK, substansi mata pelajaran IPS juga disajikan sebagai ‘IPS terpadu’ (2006:17).

Mata pelajaran IPS Terpadu disusun secara sistematis dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Disiplin ilmu sosial yang termasuk dalam mata pelajaran IPS adalah (1) ilmu Geografi (aspek yang dipelajari mencakup manusia, tempat, dan lingkungan), (2) ilmu Sejarah (aspek yang dipelajari mencakup waktu, keberlanjutan, dan perubahan), (3) ilmu Sosiologi (aspek yang dipelajari mencakup sistem sosial dan budaya), dan (4) ilmu Ekonomi (aspek yang dipelajari mencakup perilaku ekonomi dan kesejahteraan).


(26)

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif pertama kali muncul dari para filosofis di awal abad Masehi yang mengemukakan bahwa dalam belajar seseorang harus memiliki pasangan atau teman sehingga teman tersebut dapat diajak untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Anita Lie (2010:12), model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan pembelajaran gotong-royong merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang terstruktur.

Roger dan David Johnson dalam buku (Anita Lie, 2010:31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus ditetapkan.

a. Saling ketergantungan positif

Dalam berkelompok, setiap orangnya pasti saling ketergantungan karena untuk menciptakan kelompok kerja kelompok yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat unsur langsung dari yang pertama, jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.


(27)

c. Tatap Muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kepada pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

d. Komunikasi Antar Anggota

Unsur ini juga agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan untuk berkelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.

e. Evaluasi proses kelompok

Setiap kelompok harus melakukan evaluasi hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja secara efektif.

Keuntungan ini akan lebih apabila dilaksanakan dalam kelas kecil atau dengan jumlah siswanya sedikit. Lie dalam bukunya Cooperative Learning (2010:54) mengemukakan beberapa model pembelajara kooperatif, antara lain: Mencari Pasangan, Bertukar Pasangan, Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think Pair-Share and Think-Pair-Square), Berkirim Salam dan Soal, Kepala Bernomor, Kepala Bernomor Terstruktur, Two Stay Two Stray (TSTS), Keliling Kelompok, Kancing Gemerincing, Keliling Kelas, Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, Tari Bambu, Jigsaw, dan Cerita Berpasangan.

Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:


(28)

1. Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma. 2. Functioniong (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok.

3. Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan- bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan. 4. Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk

merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.

2.1.5. Pembelajaran Kooperatif TSTS

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model TSTS. “Dua tinggal dua

tamu” yang dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992 dan biasa digunakan bersama dengan model Kepala Bernomor (Numbered Heads). Struktur TSTS yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu sama lainnya.


(29)

A. langkah-langkah model pembelajaran TSTS (Lie, 2010:60-61) adalah sebagai

berikut.

a. Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.

b. Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.

c. Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Berikut disajikan gambar skema diskusi Model TSTS yang dilakukan.

Gambar 1. Ilustrasi Kelompok Two Stay Two Stray

Pembelajaran kooperatif model TSTS terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

a. Persiapan

Pada tahap persiapan ini, hal yang dilakukan guru adalah membuat silabus dan sistem penilaian, desain pembelajaran, menyiapkan tugas siswa dan membagi siswa menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing anggota 4 siswa dan setiap anggota kelompok harus heterogen berdasarkan prestasi

Ia 2a 3a 4a

I

1b 2b 3b 4b

II

1c 2c 3c 4c III

1d 2d 3d 4d

1e 2e 3e 4e

V 1f 2f

3f 4f

VI

1g 2g 3g 4g VII 1h 2h 3h 4h VII


(30)

akademik siswa. b. Presentasi Guru

Pada tahap ini guru menyampaikan indikator pembelajaran, mengenal dan menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. c. Kegiatan kelompok

Pada kegiatan ini pembelajaran menggunakan lembar kegiatan yang berisi tugas-tugas yang harus dipelajari oleh tiap-tiap siswa dalam satu kelompok. Setelah menerima lembar kegiatan yang berisi permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan konsep materi dan klasifikasinya, siswa mempela-jarinya dalam kelompok kecil (4 siswa) yaitu mendiskusikan masalah tersebut bersama-sama anggota kelompoknya. Masing-masing kelompok menyelesai-kan atau memecahmenyelesai-kan masalah yang diberimenyelesai-kan dengan cara mereka sendiri. Kemudian 2 dari 4 anggota dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lain, sementara 2 anggota yang tinggal dalam kelompok bertugas menyampaikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu. Setelah memperoleh informasi dari 2 anggota yang tinggal, tamu mohon diri dan kembali ke kelompok masing-masing dan melaporkan temuannya serta mancocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. d. Formalisasi

Setelah belajar dalam kelompok dan menyelesaikan permasalahan yang diberikan salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk dikomunikasikan atau didiskusikan dengan kelompok lainnya. Kemudian guru membahas dan mengarahkan siswa ke bentuk formal.


(31)

e. Evaluasi Kelompok dan Penghargaan

Pada tahap evaluasi ini untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah diperoleh dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif model TSTS. Masing-masing siswa diberi kuis yang berisi pertanyaan-pertanyaan dari hasil pembelajaran dengan model TSTS, yang selanjutnya dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tertinggi.

2. Kelebihan dan kekurangan model TSTS

Suatu model pembelajaran pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model TSTS adalah sebagai berikut:

a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan

b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna c. Lebih berorientasi pada keaktifan

d. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya e. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa

f. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan g. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar 3. Kekurangan dari model TSTS adalah:

a. Membutuhkan waktu yang lama

b. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok

c. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga) d. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.


(32)

Untuk mengatasi kekurangan pembelajaran kooperatif model TSTS, maka sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Berdasarkan sisi jenis kelamin, dalam satu kelompok harus ada siswa laki-laki dan perempuannya. Jika berdasarkan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain.

2.1.5 Metode Ceramah Bervariasi

Metode ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar. Satu hal yang tidak pernah menjadi bahan refleksi bagi guru adalah tentang efektifitas penggunaan metode ceramah yaitu mengenai minat dan motivasi siswa, bahkan akhirnya juga berdampak pada prestasi siswa.


(33)

Metode ceramah juga disebut juga kegiatan memberikan informasi dengan kata-kata. Makna dan arti dari materi atau informasi tersebut terkadang ditafsirkan berbeda atau salah oleh siswa. Hal ini karena tingkat pemahaman setiap siswa yang berbeda-beda atau dilain pihak guru sebagai pusat pembelajaran kurang pandai dalam menyampaikan informasi atau materi kepada siswa.

Disebut ceramah bervariasi karena dalam strategi ini terdapat beberapa komponen yaitu:

1. Variasi Metode Ceramah murni hanya efektif 15 menit setelah itu diganti dengan metode Tanya jawab. Dengan demikian interaksi belajar mengajar menjadi bervariasi dan tidak membosankan.

2. Variasi Media Alat indera siswa dilibatkan sebanyak mungkin dalam proses belajar mengajar. Untuk itu media pengajaran divariasikan sehingga fungsi melihat (visual), fungsi mendengar (audio) dan fungsi meraba dan mencium diaktifkan pada hal -hal tertentu.

3. Variasi Penampilan

a. Variasi gerak. Dalam menyampaikan ceramah guru tidak terpaku pada tempat tertentu, gerakannya disesuaikan dengan bahan ceramah dan situasi kelas

b. Variasi isyarat/mimik. Isi ceramah tidak hanya disampaikan melalui kata -kata tetapi juga melalui mimik guru

c. Variasi suara. Variasi tinggi rendahnya suara, cepat lambatnya diucapkan setiap kata dan keras lemahnya memberikan nilai tersendiri dalam berkomunikasi melalui ceramah.


(34)

d. Selingan diam. Dalam menyampaikan ceramah perlu diberi kesempatan kepada siswa untuk meresapkan makna ceramah.

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar (Djamarah 2005: 244). Berdasarkan pendapat tersebut bisa disimpulkan bahwa metode ceramah merupakan metode yang sudah sejak lama digunakan dalam kegiatan pembelajaran, khususnya pada kegiatan pembelajaran yang bersifat konvesional atau pembelajaran yang berpusat pada guru.

Pemilihan metode ceramah pada umumnya digunakan karena sudah menjadi kebiasaan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Di samping itu juga, metode ceramah digunakan karena guru biasanya belum puas kalau dalam kegiatan pembalajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga kalau ada guru yang berceramah berarti ada kegiatan pembelajaran dan jika tidak ada guru berarti tidak ada kegiatan pembelajaran. Ada beberapa alasan yang mengapa metode ceramah sering digunakan, alasan ini merupakan sekaligus menjadi keunggulannya. Keunggulan-keunggulannya adalah:

1. Guru mudah menguasai kelas. 2. Mudah dilaksanakan.

3. Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar. 4. Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.


(35)

5. Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik. (Djamarah 2005:244).

Di samping keunggulan-keunggulan tersebut, metode ceramah juga memiliki kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahannya adalah:

1. Mudah terjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

2. Anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.

3. Bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan.

4. Sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar anak didik. 5. Menyebabkan anak didik pasif ( Djamarah 2005:244).

2.2 KERANGKA PIKIR

Prestasi belajar siswa bagi seorang guru maupun sekolah merupakan tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Bila melihat prestasi belajar mata pelajaran IPS Terpadu maka akan nampak prestasi siswa yang belum memenuhi target pencapaian kurikulum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah proses pembelajaran yang masih bersifat konvensional contohnya metode ceramah dimana siswa dianggap sebagai objek belajar, siswa belajar secara individual, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak, kemampuan diperoleh dari latihan-latihan, tujuan akhir nilai atau angka, prilaku didasarkan oleh faktor luar, kebenaran yang dimiliki bersifat absolute dan final. Oleh karena itu pengetahuan dikonstruksi oleh orang lain, guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran, pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas dan keberhasilan pembelajaran diukur dari tes.


(36)

Keberhasilan siswa dalam menyerap dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktoer ekstern dan faktor intern. Salah satu faktor ekstern diantaranya adalah kemampuan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, termasuk dalam hal ini pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang tepat, yaitu sesuai dengan tujuan yang ingin dicapa, sesuai dengan materi pelajaran yang akan disajikan, mampu menarik minat siswa, dan mampu menciptakan suasana pembelajaran secara efektif.

Dalam proses pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray setiap anggota kelompok akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama pula. Dilihat dari landasan psikologi belajar, pembagian kelompok banyak dipengaruhi oleh psikologi belajar kognitif holistic yang menekankan bahwa belajar pada dasarnya adalah proses berfikir. Dalam kelompok kooperatif siswa yang berkemampuan tinggi betul-betul berfungsi sebagai scaffolding ( perancah ) bagi teman-teman yang berkemampuan rendah dan sedang. Ia memberi bantuan kepada teman-temannya dalam memahami konsep-konsep yang dipelajari dan mendorong agar dapat memberi sumbangan bagi keberhasilan kelompoknya. Pada kondisi ini, siswa yang berkemampuan rendah memperoleh keuntungan dalam kegitan belajar.

Sedangkan yang berkemampuan tinggi akan lebih memahami materi yang ia ajarkan dengan teman satu kelompoknya. Oleh karena itu adanya interaksi dalam kelompok secara tidak langsung siswa menjadi aktif serta dalam proses pembelajaran tersebut, sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan


(37)

meningkatnya aktivitas siswa secara tidak langsung dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

Sedangkan pembelajaran ceramah materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Aktivitas yang dilakukan siswa cenderung pasif karena hanya mendengarkan materi yang disampaikan oleh guru. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa di-beri kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham.

Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dapat meningkatkan prestasi belajar IPS Terpadu siswa di kelas VIII SMP Negeri 2 Ambarawa tahun ajaran 2012-2013. Berdasarkan kerangka pikir di atas secara sederhana dapat disajikan dalam paradigma kerangka pikir berikut ini:

Gambar 2. Kerangka Pikir

Pembelajaran

Two Stay Two Stray

Aktivitas belajar siswa

Pembelajaran Ceramah

Prestasi belajar siswa

Aktivitas belajar siswa

Prestasi belajar siswa


(38)

2.3 HIPOTESIS

Hipotesis adalah anggapan dasar mengenai suatu teori yang bersifat sementara, yang kebenaranya masih perlu diuji dibawah kebenaran atau dapat diuji untuk bisa dibuktikan benar atau tidaknya peneliti perlu mengadakan penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:64).

Hipotesis penelitian ini adalah:

a. Ada perbedaan aktivitas belajar siswa antara.yang menggunakan metode Two Stay Two Stray(TSTS) dengan yang menerapkan metode ceramah sehingga menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap aktivitas belajar siswa. b. Ada perbedaan prestasi belajar siswa.yang menggunakan metode Two Stay

Two Stray (TSTS) dengan yang menerapkan metode ceramah sehingga menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.


(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan maka penelitian ini adalah penelitian eksperimental. Penelitian eksperimen menurut Suharsimi Arikunto (2006:3).

“Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat suatu perlakuan tertentu”.

Menurut Furchan (2007:337), eksperimen adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada hubungannya dengan hipotesis. Melalui metode ini, dapat diperoleh bukti-bukti yang menyakinkan tentang pengaruh satu variabel terhadap variabel yang lain. Untuk eksperimen sederhana, diperlukan dua kelompok subyek yaitu kelompok eksperimen dan kelompok pengendali. Kelompok-kelompok tersebut diberi perlakuan yang berbeda. Kelas eksperimen dan kelas kontrol harus setara atau sama, dari segala sesuatu yang mungkin berpengaruh terhadap variabel terikat. Perbedaan kedua kelas tersebut hanya pada perlakuannya saja, yaitu pemberian variabel bebas yang dalam hal ini adalah model pembelajaran.


(40)

Untuk penelitian ekperimen dalam pendidikan, biasanya menggunakan rancangan eksperiment semu (quasi experiment). Desain ini tidak mempunyai pembatasan terhadap randomisasi, dan pada saat yang sama dapat mengontrol ancaman-ancaman validitas. Disebut eksperimen semu karena eksperimen ini belum atau tidak memiliki ciri-ciri rancangan eksperimen yang sebenarnya,karena tidak semua variabelnya dapat dikontrol atau dimanipulasi. Oleh sebab itu validitas penelitian menjadi kurang cukup untuk disebut sebagai eksperimen yang sebenarnya.

Jenis penelitian eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental semu (Quasi Experimental Design). Eksperimental semu digunakan ketika tidak semua situasi dapat dikendalikan secara penuh (Sugiyono,2004:68).

Penelitian eksperimen ini terdiri atas dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada setiap kelas sampel diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas pertama sebagai kelas eksperimen diberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray. Kelas kedua sebagai kelas kontrol diberikan penerapan pembelajaran yang tidak menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Rancangan penelitian ini tergolong bentuk Pretest-Postest Group Kontrol Tidak Secara Random, (Sukardi 2007:186) yaitu:

Tabel 2. Rancangan penelitian

Group Pretes Perlakuan Postes

Eksperimen Y1 X1 Y2


(41)

Y1 adalah pretest yang diberikan sebelum perlakuan, Y2 adalah posttest yang diberikan

setelah perlakuan. X1 adalah perlakuan berupa penerapan model pembelajaran Two Stay Two Stray dan X2 adalah perlakuan berupa penerapan pembelajaran metode ceramah.

3.2 Definisi Operasional Variabel

a. Model pembelajaran Kooperatif TSTS

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik.

Lie (2010:61) menyatakan, “Struktur Two Stay Two Stray yaitu memberi kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain”. Adapun langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan antara lain.

1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling mendukung.


(42)

2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya masing-masing.

3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat orang.Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.

4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.

b. Pembelajaran Ceramah

Metode ceramah yaitu penerapan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelasnya, dengan menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa. Metode ceramah ini sering kita jumpai pada proses-proses pembelajaran di sekolah mulai dari tingkat yang rendah sampai ke tingkat perguruan tinggi, sehingga metode seperti ini sudah dianggap sebagai metode yang terbaik bagi guru untuk melakukan interaksi belajar mengajar. Satu hal yang tidak pernah menjadi bahan refleksi bagi guru adalah tentang efektifitas penggunaan metode ceramah yaitu mengenai minat dan motivasi siswa, bahkan akhirnya juga berdampak pada prestasi siswa.

Metode ceramah juga disebut juga kegiatan memberikan informasi dengan kata-kata. Makna dan arti dari materi atau informasi tersebut terkadang ditafsirkan berbeda atau salah oleh siswa. Hal ini karena tingkat pemahaman setiap siswa yang berbeda-beda atau dilain pihak guru sebagai pusat pembelajaran kurang pandai dalam menyampaikan


(43)

informasi atau materi kepada siswa.

c. Aktivitas Belajar

Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar. Dalam pembelajaran, siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan pembelajaran, yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar.

Dimyati, (2006: 62) berpendapat bahwa guru harus berperan dalam mengorganisasikan kesempatan belajar bagi masing-masing siswa, artinya mengubah peran guru dari bersifat didaktis menjadi lebih bersifat mengindividualis, yaitu menjamin bahwa setiap siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada.

Se-lanjutnya Hamalik (2001: 175) mengatakan penggunaan aktivitas besar nilai-nya dalam pembelajaran, sebab dengan melakukan aktivitas pada proses pem-belajaran, siswa dapat mencari pengalaman sendiri, memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, siswa dapat bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa selama proses pembelajaran. Dengan melakukan berbagai aktivitas dalam kegiatan pembelajaran diharapkan siswa dapat membangun pengetahu-annya sendiri tentang konsep-konsep


(44)

matematika dengan bantuan guru. Dalam hal ini, aktivitas yang diamati selama kegiatan pembelajaran berlangsung dibatasi pada ruang lingkup.

d. Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian prestasi belajarada baiknya mengetahui terlebih dahulu mengenai makna kata prestasi dan belajar. Hal ini juga untuk memudahkan dalam memahami lebih mendalam tentang pengertian prestasi belajar itu sendiri. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian prestasi dan belajar menurut para ahli.

Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah,1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud Hasan Abdul Dahar dalam Djamarah (1994:21) bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja.

Menurut Slameto (2010:2) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara sederhana dari pengertian belajar sebagaimana yang dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat diambil suatu pemahaman tentang hakekat dari aktivitas belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri individu


(45)

3.3 Variabel Penelitian a. Variabel bebas

Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa. Sebagai variabel bebas dalam penelitian ini yaitu perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray.

b. Variabel antara

Variabel antara adalah variabel untukk melihat pengaruh tidak langsung antara satu variabel terhadap variabel yang lain.Variabel antara dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar siswa sebagai akibat penggunaan model pembelajaran.

c. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang di pengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikatnya yaitu prestasi belajar siswa.

3.4 Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP N 2 Ambarawa tahun pelajaran 2011-2012 yang berjumlah 122 siswa dan tersebar dalam tiga kelas yaitu VIII1,

VIII2,VIII3,VIII4. Pembagian siswa pada tiap kelas dilakukan secara heterogen, sehingga

proporsi jumlah siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi, sedang maupun kurang dalam tiap kelasnya hampir sama antara salah satu kelas dengan kelas yang lainnya.


(46)

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas (siswa kelas VIII.I yang brjumlah 32 siswa dan kelas VIII.2 yang berjumlah 32 siswa SMP Negeri 2 Ambarawa) yang memiliki homogenitas karakteristik siswanya. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

purposif claster sampling dikenal juga sebagai sampling pertimbangan yaitupengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan (berdasarkan saran dari ahli). Purposif claster sampling akan baik hasilnya ditangan seorang ahli yang mengenal populasi (Sudjana, 2005:168).

Tabel. 3 Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ambarawa

No Kelas L P Jumlah Populasi Jumlah Sampel

1. 2. 3. 4. 8.1 8.2 8.3 8.4 15 21 16 20 22 16 18 18 32 32 34 34 32 32

Jumlah Siswa 72 72 128 64

Sumber :Data Administrasi & TU SMP Negeri 2 Ambarawa

3.5 Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi langsung terhadap aktivitas siswa pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan sejak awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.


(47)

2. Pretes

Pretes merupakan uji awal sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian. Pretes terdiri dari 20 soal pilihan ganda dan 10 soal essay.

3. Posttes

Posttes merupakan uji akhir atau tes akhir, yaitu tes yang dilaksanakan setelah perlakuan. Soal posttes yaitu 20 soal pilihan ganda dan 10 soal essay.

3.6 Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang di gunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Observasi Pendahuluan

a. Membuat surat izin pendahuluan penelitian ke sekolah SMP N Negeri 2 Ambarawa b. Meminta izin dan menyampaikan surat izin penelitian kepada kepala sekolah SMP

Negeri 2 Ambarawa

c. Mengadakan observasi kesekolah untuk menentukan populasi dan sampel 2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

a).Tahap persiapan

Menyiapkan perangkat pembelajaran, menyusun RPP dan instrument tes materi pokok

b).Tahap pelaksanaan proses pembelajaran 1. Memberikan pretes


(48)

dilaksanakan

3. Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran pada kelas eksperimen dan menyimpulkan materi pembelajaran pada kelas kontrol

4. Memberikan posttest

5. Analisis Data

6. Penulisan pembahasan dan Simpulan 3.7 Analisis Data

1.Uji Prasyarat Instrumen

Dalam memeperoleh data dalam suatu penelitian dapat diberikan tes kepada kelas sampel. Agar tes yang didapat benar-benar valid, reliable, memperhatikan taraf kesukaran dan daya beda soal maka terlebih dahulu dilakukan uji coba tes dilakukan analisis soal seperti yang di ungkapkan Arikunto (2006:207) yaitu:

“Analisis soal bertujuan untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik dan jelek. Dengan analisis soal dapat diperoleh kejelekan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan”.

Berdasarkan kutipan tersebut maka suatu soal perlu dianalisis yang bertujuan untuk mengetahui kualitas soal.

a) Uji Validitas

Validitas berarti suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan suatu


(49)

yang kurang baik berarti memiliki validitas rendah (Arikunto 2006:72) untuk mengukur tingkat validitas soal, digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

= N ∑XY − {∑X} {∑Y}

√{N ∑X − {∑X} }{N ∑Y − {∑Y} }

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X : Skor Item Y : Skor Total

N : Banyaknya objek (Jumlah sampel yang diteliti).

Untuk mengetahui besarnya koefisien korelasi, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Tabel Koefisien Korelasi

Besar Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 - 1,00

0,60 - 0,80 0,40 - 0,60 0,20 – 0,40 0,00 – 0,20

Sangat Tinggi Tinggi

Cukup Rendah

Sangat Rendah Sumber: Arikunto,(2008 : 75 )

b) Uji Reliabilitas

Reabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen sudah dapat cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto 2006:78). Untuk memperoleh indeks reliabilitas soal dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Sperman-Brown, yaitu:


(50)

r

11

= 2x r

1/21/2

( 1 +

r

1/21/2 )

Keterangan :

r

11 : Reliabilitas instrumen

r

1/21/2 :

r

xyyang disebutkan sebagai indeks korelasi antara dua belahan instrumen.

c) Tingkat kesukaran soal (P)

Tingkat kesukaran soal merupakan bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Rumus yang digunakan seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2008:208) yaitu:

Keterangan :

P = tingkat kesukaran

B = jumlah siswa yang menjawab pertanyaan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel. 4. Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal

No Indeks kesukaran Klasifikasi

1 2 3

0,00-0,30 0,30-0,70 0,70-1,00

Sangat rendah Rendah Sedang Sumber: Arikunto (2008:210)

JS B


(51)

d) Daya beda (D)

Daya pembeda soal merupakan suatu indikator untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa kurang pandai. Dalam menentukan daya beda dapat menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Arikunto (2008: 213):

Keterangan : D = daya pembeda

Ba= jumlah kelompok atas yang menjawab benar Bb= jumlah kelompok bawah yang benar

Ja= jumlah kelompok atas Jb= jumlah kelompok bawah Tabel.5. Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal

No Indeks daya beda Klasifikasi

1 2 3 4 5 0,00-0,20 0,20-0,40 0,40-0,70 0,70-1,00 Minus Jelek Cukup Baik Baik sekali Tidak baik Sumber: Arikunto (2008:223)

2. Analisis Data Prestasi Belajar Siswa a. Hasil tes belajar

NA

=

∑ J w n Ben r

∑ �

x

%

Keterangan:

NA = Nilai tes belajar siswa

b b a a J B J B D 


(52)

b. Nilai rata-rata siswa

X̅n =

∑ Xn

Keterangan: X

̅n = Nilai rata-rata siswa pada tahap ke-n ∑ Xn = Jumlah Nilai siswa pada tahap ke-n

N = Jumlah siswa yang mengikuti tes hasil belajar 3. Uji Hipotesis

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai akhir posttest dirumuskan sebagai berikut:

Nilai Akhir = ∑ skor yang diperoleh siswaskor maksimum ×

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji normalitas, uji homogenitas, dan pengujian hipotesis.

3.1 Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan statistik yang akan digunakan dalam mengolah data, yang paling penting adalah untuk menentukan apakah menggunakan statistik parametrik atau nonparametrik. Untuk menguji normalitas data sampel yang diperoleh yaitu gain ternormalisasi dapat digunakan uji Chi-Kuadrat. Uji normalitas ini


(53)

dilakukan juga untuk melihat apakah sampel berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Langkah-langkah uji normalitas adalah sebagai berikut: a) Menyusun data dan mencari nilai tertinggi dan terendah. b) Membuat interval kelas dan menentukan batas kelas. c) Menghitung rata-rata dan simpangan baku.

d) Membuat tabulasi data kedalam interval kelas.

e) Menghitung nilai z dari setiap batas kelas dalam Sudjana (2005) dengan rumus: Z= ��− �̅

dimana S adalah simpangan baku dan � adalah rata-rata sampel

f) Mengubah harga Z menjadi luas daerah kurva normal dengan menggunakan tabel.

g) Menghitung frekuensi harapan berdasarkan kurva dalam Sudjana (2005) Dengan χ = ∑ � 獦−��

�� � �=

χ = Chi–kuadrat

Oi = frekuensi pengamatan (observasi) Ei = frekuensi yang diharapkan


(54)

signifikan 5%

i) Menarik kesimpulan, jika χℎ� < χ �� maka data berdistribusi normal atau terima H0

3.2 Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam sudjana (2002) :

F= 2

2 2 1

s s

= ∑�� − ∑ ��

− dan =

∑�− ∑ ��

Keterangan :

F = Kesamaan dua varians

n1 = jumlah anggota kelas eksperimen

n2 = jumlah anggota kelas kontrol 2

1

s = varians kelas eksperimen

2 2

s = varians kelas kontrol

xi2= jumlah nilai data kelas kontrol

xi1= jumlah nilai data kelas eksperimen


(55)

Dengan kriteria uji adalah terima jika :

3.3 Teknik Pengujian hipotesis

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik (sudjana,2005: 238). Uji parametrik menggunakan uji-t, sedangkan untuk data sampel yang berasal dari populasi tidak berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji nonparametrik (Sudjana,2005:239).

a. Uji kesamaan dua rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan prestasi belajar siwa antara model pembelajaran TSTS dengan model pembelajaran Ceramah siswa SMP Negeri 2 Ambarawa.

a. Rumusan hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan prestasi belajar siswa antara model pembelajaran TSTS

dengan Model pembelajaran ceramah.

H1 : Ada perbedaan prestasi belajar siswa antara model pembelajaran TSTS dengan

Model pembelajaran ceramah.

Statistik yang digunakan untuk uji ini berdasarkan Sudjana (2005) adalah:

2 1 2 1 1 1 n n s X X thitung  

 , dengan

2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 2       n n s n s n s


(56)

Keterangan :

thitung = Kesamaan dua rata-rata s12= varians kelas eksperimen 1

X = Nilai rata-rata kelas eksperimen s = Standar Deviasi

2

X = Nilai rata-rata kelas kontrol s2 = Varians

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen s22= varians kelas kontrol

n2 = Jumlah siswa kelas kontrol

kriteria uji: terima H0 jika thitungttabel

dengan dk = (n1n22)

b. Uji perbedaan dua rata-rata

Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan rumusan statistik uji perbedaan dua rata-rata. Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut :

H0 : µ1 <µ2 : Rata-rata prestasi belajar siswa antara model pembelajaran TSTS lebih besar

dari pada rata-rata prestosi dengan model pembelajaran ceramah

H1 : µ1 > µ2: Rata-rata prestasi belajar siswa antara model pembelajaran TSTS lebih kecil

dari pada rata-rata prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran Ceramah.

Uji statistik ini sangatlah bergantung pada homogenitas kedua varians data, karena jika kedua varians kelas sampel homogen (σ12= σ22), maka uji yang dilakukan menggunakan


(57)

Keterangan:

= nilai rata-rata kelas eksperimen = Simpangan baku gabungan = nilai rata-rata kelas kontrol s12= varians kelas kontrol = Jumlah siswa kelas eksperimen s22= varians kelas eksperimen = Jumlah siswa kelas control

Dengan kriteria uji :

Terima H0 jika thitung < t(1-α) dan tolak sebaliknya.

dk = (n1 + n2– 2) α = 0,05

Sedangkan jika kedua varians kelas sampel tidak homogen (σ12≠σ22), maka uji yang

dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :

 

2

2 2 1 2 1 2 1 ' n s n s X X t    Keterangan :

t’ = perbedaan dua rata-rata n2 = Jumlah siswa kelas kontrol X1 =

Nilai rata-rata kelas eksperimen s2 = Varians

2

X = Nilai rata-rata kelas kontrol s12= varians kelas eksperimen n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen s22= varians kelas kontrol


(58)

Kriteria uji: tolak H0 jika

dan terima H0 jika sebaliknya, dengan

dk = (n1-1) dan (n2-1) α = 0,05


(59)

(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perbedaan aktivitas belajar siswa yang signifikan antara yang diberi model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dengan ceramah, hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap pembelajaran.

2. Terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang signifikan antara yang diberi model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dari prestasi belajar siswa yang diterapkan model pembelajaran ceramah. Pada kelas eksperimen nilai rata-rata kelas 76,06 sedangkan pada kelas kontrol nilai rata-rata siswa adalah71,93. Tingginya rata-rata hasil pencapaian kompetensi mata pelajaran IPS Terpadu pada siswa kelas eksperimen tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Metode pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa disarankan, agar guru dapat menggunakan metode tersebut dalam pembelajaran IPS Terpadu.

2. Untuk meningkatkan prestasi belajar IPS Terpadu maka guru perlu menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi antara lain metode Two Stay Two Stray (TSTS).


(61)

ABSTRACT

THE COMPARISON OF LEARNING ACHIEVEMENT OF

INTEGRATED SOCIAL SCIENCE STUDENTS WHO ARE TAUGHT BY USING TWO STAY TWO STRAY (TSTS) METHOD AND THEY WHO

ARE TAUGHT BY USING COMMUNICATIVE METHOD AT THE SECOND GRADE OF JUNIOR HIGH SCHOOL

NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU OF THE YEAR 2012

BY ANNA RESHA

Integrated The objective of this research is to find out the difference of learning achievement students who are taught by using Two Stay Two Stray (TSTS) method and they who are taught by using Communicative Learning social science at the second grade of junior high school Negeri 2 Ambarawa Pringsewu.

This research used quasi experimental method. The researcher has determined the sample by using purposive sampling. The sample which determined consists of two classes they are student class VIII.1 as the experimental class and student class VIII.2 as the control class. Quantitative data was gained directly from the subject of the research by giving the pre-test and post-test in learning of Geographic condition and inhabitant material. In analyzing the data used hypothesis testing used normality testing, homogeneity testing, similarity testing of two averages and difference testing of two averages.

Based on the results of this study concluded that there are significant differences between the activity and the learning achievement of students who use the lecture method of teaching with students using the Two Stay Two Stray (TSTS) after being treated. This is evidenced by the acquisition of the average classroom student achievement experiments (VIII.1 at 76.06 while the control class (VIII.2) of 71.93. Feat t test of the two parties do, obtained at 1.711 greater thitung from 1.67 ttable so Ho is rejected, so that there is a significant difference of learning outcomes between students who are taught with cooperative learning techniques Two types Stay Two Stray (TSTS) with learning lectures.


(62)

ABSTRAK

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO STAY TWO STRAY

(TSTS) DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DI KELAS VIII DI SMP NEGERI 2 AMBARAWA

PRINGSEWU TAHUN 2012

Oleh Anna Resha

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran ceramah dengan pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray(TSTS) pada mata pelajaran IPS bidang di kelas VIII SMP Negeri 2 Ambarawa Pringsewu.

Penelitian menggunakan metode Quasi Eksperimen. Pengambilan sampel digunakan dengan teknik Purposive Sampling. Sampel yang ditetapkan terdiri dari 2 kelas yaitu siswa kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.2 sebagai kelas kontrol. Data kuantitatif yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan memberikan (pre test) dan (post test) dalam pembelajaran pada materi Kondisi geografis dan penduduk. Analisis data untuk uji hipotesis menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, uji kesamaan dua rata-rata, dan uji perbedaan dua rata-rata.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara aktivitas dan prestasi belajar siswa yang menggunakan metode pembelajaran ceramah dengan siswa yang dengan menggunakan metode Two Stay Two Stray(TSTS) setelah diberi perlakuan. Hal ini dibuktikan dengan adanya perolehan rata-rata prestasi belajar siswa kelas eksperimen (VIII.1 sebesar 76,06 sedangkan kelas kontrol (VIII.2) sebesar 71,93. Dari prestasi uji t dua pihak yang dilakukan, diperoleh

t

hitung sebesar 1,711 lebih besar dari

t

tabel 1,67 jadi Ho ditolak,

sehingga ada perbedaan yang signifikan dari hasil belajar antara siswa yang diajar dengan teknik pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dengan pembelajaran ceramah.


(1)

Judul Skripsi : PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR IPS TERPADU SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE CERAMAH DI KELAS VIII SMP NEGERI 2 AMBARAWA PRINGSEWU TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Anna Resha Nomor Pokok Mahasiswa : 0853034005

Program Studi : Pendidikan Geografi Jurusan : Pendidikan IPS

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Pembantu

Dr. Sumadi, M.S Dedy Miswar, S.Si, M.Pd

NIP19530717119800021005 NIP 19741108 200501 1 003 2. Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Ketua Program Studi

Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Geografi

Drs. Hi. Buchori Asyik, M.Si. Drs. Zulkarnain, M.Si. NIP 19560108 198503 1 002 NIP 19600111 198703 1 001


(2)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kehadirat Allah SWT, kupersembahkan karya

sederhana ini kepada:

Ibu dan ayah tercinta yang telah tulus dan ikhlas membesarkan dan

mendidikku dengan limpahan cinta dan kasih sayang, memberikan motivasi,

sert

a tak henti hentinya berdo’a demi keberhaasilanku.

Almamater Tercinta Universitas Lampung.


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara, pada tanggal 20 Juni 1990 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan bapak Yose Rizal dengan Ibu Nurhayati (Alm) .

Penulis mengawali pendidikan formal di sekolah dasar negeri 1 Datar Bancong, Way Kanan yang diselesaikan pada tahun 2002, dan melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Abung Barat pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi dan selesai pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Universitas Lampung melalui jalur Ujian Mandiri (Non SNMPTN) pada Program Studi Pendidikan Geografi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Penulis pernah mengikuti Kuliah Kerja Lapangan ke Bandung dan Pengandaran pada tahun 2011, dan telah menyelesaikan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Kresno Mulyo, Pringsewu serta Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP N 2 Ambarawa Pringsewu.


(4)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan karena atas rahmat dan hidayah-nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul

Perbedaan Prestasi Belajar Ips Terpadu Siswa Yang Diajar Dengan Menggunakan Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Dibandingkan Dengan Menggunakan Metode Ceramah Di Kelas VIII SMP Negeri 2 Ambarawa Pringsewu Tahun 2012.

Skirispsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Terselesaikanya skripsi ini tidak terlepas dari pembimbing I yaitu kepada yang terhormat Bapak Dr. Sumadi, M.S juga pembimbing akademik (PA) dan Bapak Dedy Miswar, S.Si, M.Pd selaku pembimbing II yang telah membantu penulisan dan penyusunan skripsi ini yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung serta Bapak Drs. Fachri Thaib, M.Pd, sebagai pembahas atas kebaikanya memberikan kritik dan saran dalam

penyusunan skripsi ini.


(5)

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. M. Thoha B. S. Jaya, M.S. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si. selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Hi. Iskandar Syah, M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

8. Bapak Sunardi,S.Pd selaku kepala sekolah SMP Negeri 2 Ambarawa Pringsewu yang telah mengizinkan penulis untuk melaksanakan penelitian di SMP Negeri 2 Ambarawa dan Bapak Maradona,S.E yang telah banyak membantu dalam pengolahan data dan banyak memberikan motivasi bagi penulis.

9. Sahabatku Tersayang (Beti, echi, Inggrit, Adin, Data, Wenda, Dera, Sari Widodo, Azam, dan Eka) terimakasih atas do’a, semangat dan motivasi yang


(6)

telah diberikan. serta teman-teman seperjuangan angkatan 2008 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan moril maupun materil dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi dengan harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk kita semua. Amin

Bandar Lampung, 2012


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar ips siswa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif teknik inside outside circle dan two stay two stray

0 12 0

Perbedaan Hasil Belajar Antara Siswa yang Menggunakan Metode Pembelajaran Two Stay Two Stray dan Jigsaw Pada Konsep Pencernaan

2 14 198

Pengaruh teknik kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Guided Note Taking (GNT) terhadap hasil belajar siswa pada konsep archaebacteria dan eubacteria: kuasi eksperimen di SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan.

0 9 243

perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan pendekatan sts, sets, dan stem pada pembelajaran konsep virus

3 22 77

PERBEDAAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA YANG DIAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DAN KONVENSIONAL DI KELAS X SMA NEGERI 8 MEDANT.A 2013/2014.

0 6 22

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DENGAN Perbandingan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Two Stay Two Stray (Tsts) Dengan Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas VII SMPN 2 Kartasura Sukoha

0 2 14

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DENGAN Perbandingan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Two Stay Two Stray (Tsts) Dengan Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas VII SMPN 2 Kartasura Sukoha

0 1 11

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DAN Perbedaan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) Dan Think Pair Share (TPS) Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Colomadu Karanganyar T

0 4 16

PERBEDAAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN TWO STAY-TWO STRAY (TS-TS) DAN TEAM Perbedaan Hasil Belajar Biologi Dengan Menggunakan Pembelajaran Two Stay-Two Stray (Ts-Ts) Dan Team Assisted Individualitation (Tai) Siswa Kelas Viii Smp

0 2 15

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TSTS (TWO STAY TWO STRAY) PELAJARAN IPS DI KELAS IV SD NEGERI 101777 SAENTIS TAHUN AJARAN 2011/2012.

0 1 18