Pergub Nomor 18 Tahun 2017
p
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
NOMOR l& TAHUN 2017
TENTANG
PENYELENGGARAAN
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
Menimbang
: a.
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, nomenklatur Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) berubah
menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP);
b.
bahwa dalam upaya peningkatan pelayanan publik di bidang
pelayanan perizinan dan untuk mengakomodir perubahan
kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu melakukan
penambahan dan perubahan jumlah layanan perizinan yang
disatukan/diintegrasikan melalui penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilaksanakan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
Mengingat
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Gubernur tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
: 1.
Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1999
tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3851);
2.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
4.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4843);
5.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846);
6.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
7.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014
tentang Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
65
Tahun
2005
tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4585);
9.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
96
Tahun
2012
tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan
Republik Indonesia Nomor 5357);
10. Peraturan
Presiden
Nomor
97
Lembaran
Tahun
2014
Negara
tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu;
12. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor
18 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016
Nomor 1 Seri D);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN
PELAYANAN
GUBERNUR
TERPADU
TENTANG
SATU
PINTU
PENYELENGGARAAN
PROVINSI
KEPULAUAN
BANGKA BELITUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
2.
Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
3.
Sekretaris
Daerah
adalah
Kepulauan Bangka Belitung.
Sekretaris
Daerah
Provinsi
-3-
4.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
yang
selanjutnya
disingkat
DPMPTSP
adalah
Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
5.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu yang selanjutnya disebut Kepala DPMPTSP adalah
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6.
Perangkat Daerah Teknis yang selanjutnya disebut PD Teknis
adalah Badan dan Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan fasilitasi,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian sesuai tugas
pokok dan fungsinya.
7.
Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
8.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat
PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu
kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu
pintu.
9.
Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,
kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Non
Perizinan, termasuk penandatangannya atas nama pemberi
wewenang.
10. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan
perundang-undangan.
11. Non Perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan,
fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
12. Perizinan yang Bersifat Strategis adalah perizinan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang memiliki
karakteristik tertentu dengan kriteria meliputi perizinan yang
membutuhkan kajian komprehensif dari banyak pihak terkait,
jangka waktu tertentu, berdampak sangat luas terhadap
lingkungan hidup, konservasi, pemanfaatan penataan ruang
provinsi dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
13. Tatalaksana Perizinan adalah prosedur, syarat formal, dan
proses kerja yang harus dipenuhi oleh penyelenggara PTSP
dalam rangka penetapan keputusan perizinan.
14. Pemohon adalah orang perseorangan, badan usaha, badan
hukum maupun bukan badan hukum, yang mengajukan
permohonan perizinan dan nonperizinan.
15. Tim Teknis adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsurunsur Perangkat Daerah Teknis terkait yang mempunyai
wewenang untuk memberikan saran pertimbangan atau
rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu
permohonan perizinan kepada Kepala DPMPTSP.
16. Standar Pelayanan yang selanjutnya disingkat SP adalah tolak
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji dari Penyelenggara pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau dan terukur.
-4 -
17. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP
adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
18. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
19. Honorer adalah pegawai non Pegawai Negeri Sipil yang bekerja
pada Pemerintah Daerah dan upahnya dibayar atau digaji dari
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
20. Calo atau Perantara adalah orang yang menjadi perantara dan
memberikan
jasanya
untuk
menguruskan
sesuatu
berdasarkan upah maupun tidak menerima upah.
21. Koordinator Perizinan adalah petugas yang berstatus Pegawai
Negeri Sipil atau Honorer atau masyarakat, yang bertugas
membantu
mengoordinasikan
dan
menghimpun
secara
kolektif permohonan pelayanan perizinan sektor kelautan dan
perikanan di lapangan.
22. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara
elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem
pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi
antara Pemerintah yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan dengan pemerintah daerah.
23. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Provinsi kepada orang pribadi atau
badan usaha.
24. Mai Administrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk
tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh
penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan
kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan
orang perseorangan.
BAB II
ASAS DAN PRINSIP
Pasal 2
Penyelenggaraan PTSP berasaskan:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; dan
e. efisiensi berkeadilan;
Pasal 3
Prinsip penyelenggaraan PTSP meliputi:
a. kesederhanaan;
b. kejelasan;
- 5-
c. kepastian waktu;
d. akurasi;
e. keamanan/kepastian hukum;
f.
tanggung jawab;
g. kelengkapan sarana dan prasarana;
h. kemudahan akses;
i. kedisiplinan, kesopanan, keramahan (profesionalisme); dan
j.
kenyamanan.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai dasar Penyelenggaraan
PTSP pada DPMPTSP berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi.
Pasal 5
Penyelenggaraan PTSP pada DPMPTSP bertujuan untuk:
a. mewujudkan tatalaksana Perizinan dan Nonperizinan yang
mudah, murah, transparan, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan
partisipatif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik;
b. meningkatkan pertumbuhan investasi melalui peningkatan
pelayanan publik dalam bidang birokrasi Perizinan dan
Nonperizinan;
c. memberikan
informasi
kepada
penerima
Perizinan
dan
Nonperizinan tentang ketentuan pengaturan tatalaksana Perizinan
dan Nonperizinan yang dilakukan oleh DPMPTSP; dan
d. mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan pembangunan daerah.
BAB IV
HUBUNGAN KERJA
DALAM PENYELENGGARAAN PTSP
Bagian Kesatu
DPMPTSP
Pasal 6
(1)
DPMPTSP mempunyai tugas menyelenggarakan PTSP.
(2)
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) DPMPTSP mempunyai fungsi:
a. pemberian informasi pelayanan Perizinan;
b.
penerimaan permohonan berkas;
c. pelaksanaan verifikasi dan validasi terhadap kelengkapan
berkas sebagai persyaratan yang harus dipenuhi Pemohon
izin;
d. pengoordinasian Tim Teknis PTSP dan pendampingan survei
lapangan bersama dengan anggota Tim Teknis PTSP terhadap
-6-
izin baru atau izin perpanjangan yang mengalami perubahan
spesifikasi;
e.
pemrosesan dan pengolahan berkas serta pengadministrasian
dokumen Perizinan dan Nonperizinan sesuai norma dan SP
terutama berkaitan dengan persyaratan Perizinan, biaya, dan
waktu penyelesaiannya;
f.
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan Perizinan
dengan PD Teknis dan instansi terkait lainnya;
g. penandatanganan naskah dokumen Perizinan sesuai saran
pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis PTSP;
h. penerbitan, penolakan dan pencabutan Perizinan, serta
penyampaian tembusan atau salinannya ke PD Teknis; dan
i. penyediaan layanan pengaduan masyarakat.
Bagian Kedua
Tim Teknis
Pasal 7
(1)
Untuk mendukung dan mengoptimalkan penyelenggaraan PTSP,
dibentuk Tim Teknis PTSP.
(2)
Tim Teknis PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
dan ditetapkan oleh Gubernur atas usulan dari Kepala PD Teknis
yang terdiri dari pejabat PD Teknis terkait yang mempunyai
kompetensi dan kemampuan sesuai dengan bidangnya serta
sesuai dengan jenis Perizinan.
(3)
Tim Teknis PTSP bertugas:
a.
melaksanakan pemeriksaan teknis di lapangan terhadap
permohonan Perizinan yang memerlukan kajian teknis dan
penelitian/survei lapangan;
b. membuat kajian teknis dan berita acara pemeriksaan sesuai
bidangnya;
c.
memberikan saran pertimbangan atau rekomendasi mengenai
diterima atau ditolaknya suatu permohonan Perizinan dan
Nonperizinan kepada Kepala DPMPTSP;
d. menuangkan uraian spesifikasi besaran Retribusi ke dalam
kajian teknis dan/atau saran pertimbangan, khusus bagi
setiap Perizinan yang dikenakan Retribusi;
e.
melaksanakan konsultasi dan koordinasi yang diperlukan
f.
dengan Kepala PD Teknis dan Aparatur PD Teknis;
memberikan laporan tertulis atau tembusan terhadap setiap
hasil saran pertimbangan atau rekomendasi Tim Teknis PTSP
kepada Kepala PD Teknis terkait;
g. merekapitulasi setiap Perizinan yang telah dikeluarkan oleh
DPMPTSP untuk keperluan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian secara fungsional bagi PD Teknis, maupun
keperluan data pembanding bagi DPMPTSP; dan
h. melaksanakan
tugas
lain
yang
diperlukan
dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4)
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Tim Teknis PTSP,
Tim Teknis bertanggung jawab kepada Kepala DPMPTSP melalui
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu selaku Koordinator
Tim Teknis PTSP.
- 7-
(5)
Anggota Tim Teknis PTSP dapat mengusulkan secara lisan atau
tertulis mengenai petugas dari PD Teknis yang bersangkutan
sebagai pendamping yang diikutsertakan dalam survei lapangan
kepada Kepala DPMPTSP maupun kepada Kepala PD Teknis yang
bersangkutan, dengan memperhatikan efektifitas dan daya guna
petugas, serta tingkat resiko atau dampak perizinan yang akan
dilakukan survei lapangan.
(6)
Untuk
mengoptimalkan
pemantauan,
pembinaan,
dan
pengawasan terhadap kinerja/tugas dan peningkatan kompetensi
aparatur anggota Tim Teknis PTSP, Gubernur dapat membentuk
Tim Pembina PTSP yang terdiri dari unsur-unsur Kepala PD
Teknis yang bersangkutan dan pihak-pihak terkait lainnya, yang
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Ketiga
PD Teknis
Pasal 8
(1)
PD Teknis mempunyai tugas memperlancar dan memberikan
dukungan teknis terhadap penyelenggaraan PTSP.
(2)
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) PD Teknis mempunyai fungsi:
a.
pelaksanaan tindak lanjut layanan pengaduan PTSP berkaitan
dengan aspek teknis secara cepat dan tepat;
b. perencanaan dan perumusan arah kebijakan Perizinan sesuai
bidangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c.
pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
terhadap
pelaksanaan izin dan/atau nonizin secara fungsional, sesuai
dengan kewenangan serta tugas pokok dan fungsinya.
BAB V
PENDELEGASIAN WEWENANG
Pasal 9
(1)
Dengan Peraturan Gubernur ini, Gubernur mendelegasikan
wewenang pelayanan dan pemberian Perizinan dan Nonperizinan
secara administrasi yang menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pemrosesan administrasi permohonan Perizinan dan
Nonperizinan, pengoordinasian anggota Tim Teknis PTSP dari PD
Teknis, sampai dengan penandatanganan perizinannya atas nama
pemberi wewenang,
atau
ditentukan
lain oleh
perundang-
undangan.
(3)
Daftar jenis Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan
Gubernur kepada Kepala DPMPTSP adalah sebagai berikut:
a.
Sektor Penanaman Modal, terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
Izin prinsip penanaman modal;
Izin prinsip perluasan penanaman modal;
Izin prinsip perubahan penanaman modal;
Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan
Modal;
Penanaman
- 8 -
5.
6.
7.
8.
Izin
Izin
Izin
Izin
usaha penanaman modal;
usaha perluasan penanaman modal;
usaha perubahan penanaman modal;
usaha penggabungan perusahaan penanaman modal
(merger); dan
9.
b.
Izin Pembukaan Kantor Cabang.
Sektor Kehutanan, terdiri atas :
i:
Izin pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di
dalam taman hutan raya, meliputi :
a) Usaha penyediaan jasa wisata alam; dan/atau
b) Usaha penyediaan sarana wisata alam.
2.
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK)
dari
Gubernur
kapasitas
produksi
2000
s.d.
6000
m3/ tahun;
3.
Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan
Bukan Kayu pada Hutan Negara;
4.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
mendapatkan
izin
pendirian lembaga konservasi dari Menteri Kehutanan
(contoh : kebun binatang, taman safari);
5.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
mendapatkan
Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam dari Menteri Kehutanan (di
dalam suaka margasatwa, taman nasional, kecuali zona
inti dan taman wisata alam); dan
6.
c.
Rekomendasi Gubernur untuk
Pengusahaan Taman Buru.
mendapatkan
Izin
Sektor Perhubungan, terdiri atas :
1.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Dalam Trayek (Izin
Trayek Angkutan Umum dan Angkutan Khusus, skala
kewenangan Provinsi) meliputi :
2.
a) Surat Keputusan Izin Trayek; dan/atau
b) Kartu Pengawasan Izin Trayek.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam
Trayek (Izin Operasi Angkutan, skala kewenangan
Provinsi) meliputi :
a) Surat Keputusan Izin Operasi; dan/atau
b) Kartu Pengawasan Izin Operasi.
3.
Surat Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT);
4.
Surat Izin Usaha Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal
Laut (SIUPEMKL);
5.
Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM);
6.
Surat Izin
(SIUPDPK);
7.
Izin Usaha Angkutan Laut yang Beroperasi Lintas
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi.
Surat Izin Usaha Perusahaan
Pelayaran Rakyat
8.
Usaha
Perusahaan
Depo
Peti
Kemas
(SIUPPER);
9.
Surat
Izin
Pembukaan
Kantor
Cabang
Perusahaan
Pelayaran Rakyat atau Kantor Cabang Perusahaan
Angkutan Laut;
10. Surat Izin Usaha Tally di Pelabuhan;
-
-9 -
_
11.
Rekomendasi Rencana Induk Pelabuhan;
12.
16.
Rekomendasi Penetapan Lokasi Terminal Khusus;
Rekomendasi
Penetapan
DLkr/DLKp
Pelabuhan
Pengumpul Regional;
Rekomendasi Penetapan Lokasi Pelabuhan Pengumpul
Regional;
Surat Izin Kerja Keruk di Pelabuhan Pengumpul Regional;
Surat Izin Kerja Reklamasi di Pelabuhan Pengumpul
17.
Regional;
Rekomendasi
13.
14.
15.
Surat
Izin
Kerja
Keruk
Pelabuhan
Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan
di Laut;
18.
Rekomendasi Surat Izin Kerja Reklamasi Pelabuhan
Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan
di Laut;
19.
Surat
Izin
Usaha
Ekpedisi
Muatan
Pesawat
Udara
(SIUEMPU);
20.
21.
Rekomendasi ketinggian bangunan/ menara di daerah
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan
Persetujuan / Izin Terbang (Flight Aprovval) Perusahaan
Angkutan Udara untuk penerbangan tidak berjadwal
antar Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi, dengan
kapasitas penumpang tertentu (di bawah 30 kursi (seat).
d.
Sektor Kelautan dan Perikanan, terdiri atas :
1.
Surat
Izin
Usaha
Perikanan
(SIUP),
untuk
Bidang
Perikanan Tangkap;
2.
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), untuk ukuran kapal
di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT);
3.
4.
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), untuk ukuran
kapal di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT);
Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Pembudidayaan Ikan;
dan
5.
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Pembudidayaan
Ikan.
e.
Sektor Perindustrian dan Perdagangan, terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
Izin Usaha Industri (IUI) skala investasi di atas Rp. 10
Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan;
Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (B2)
bagi PENGECER TERDAFTAR;
Angka Pengenal Importir (API); dan
Rekomendasi untuk mendapatkan Surat Izin Usaha
Perdagangan Bahan Berbahaya (B2) bagi DISTRIBUTOR
TERDAFTAR.
f.
Sektor Kesehatan, terdiri atas:
1.
3.
Izin Pengakuan Cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF);
Izin Pengakuan Cabang Penyalur Alat Kesehatan;
4.
Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas B;
5.
Izin Operasional Rumah Sakit Kelas B;
2.
=
Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT);
- 10-
6.
Izin Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Umum Madya;
7.
Rekomendasi
Pemeriksaaan
Tempat
Penyalur
Alat
Kesehatan;
8.
Rekomendasi Pemenuhan Persyaratan Kelengkapan
Administrasi Pedagang Besar Farmasi (PBF);
9.
Rekomendasi
.
Pemenuhan
Persyaratan
Kelengkapan
Industri Obat Tradisional (IOT); dan
10. Surat Tanda
Registrasi
Tenaga Teknis
Kefarmasian
(STRTTK);
g.
Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri atas :
Pengesahan Perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga
1.
Kerja Asing (RPTKA); dan
2.
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA) lintas Kabupaten/Kota.
h. Sektor Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral,
terdiri atas :
1.
Izin Pengeboran atau Penggalian Air Tanah;
2.
Izin Pemakaian Air Tanah;
3.
Izin Pengusahaan Air Tanah;
4.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
5.
6.
7.
Izin Operasi Tenaga Listrik;
Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL);
Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk
Kepentingan
Telekomunikasi,
Multimedia
dan
mendapatkan
Izin
Informatika;
8.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
Ketenagalistrikan yang Izinnya merupakan kewenangan
Pemerintah Pusat;
9.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Bukan
Logam dan Batuan;
10. Izin Usaha Pertambangan
(IUP)
Eksplorasi
Mineral
Logam;
11. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral
Bukan Logam dan Batuan;
12. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral
Logam;
13. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
14. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Logam;
15. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan;
16. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Logam;
17. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
18. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Logam;
19. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan;
20. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Logam;
21. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Afiliasi;
22. Izin Prinsip Pengolahan dan/atau Pemurnian;
- 11 -
23.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
Pengolahan dan Pemurnian;
24.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
25.
Pengangkutan dan Penjualan;
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
26.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Bukan Logam
Penjualan;
dan Batuan;
27.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Logam;
28.
Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP);
29.
Izin Surat Keterangan Terdaftar (SKT); dan
Izin Fasilitas Teknis Penunjang Kegiatan Pertambangan.
30.
i.
Sektor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, terdiri
1.
2.
j.
atas :
Izin Pengusahaan Sumber Daya Air; dan
Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Ruang Milik Jalan.
Sektor Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, terdiri atas :
1.
Izin Usaha Perkebunan lintas Kabupaten/Kota;
2.
Izin Usaha Produksi Benih Tanaman Perkebunan; dan
3.
Rekomendasi
Kesesuaian
dengan
Perencanaan
Pembangunan Perkebunan Provinsi dari Gubernur.
k.
Sektor Lingkungan Hidup, terdiri atas :
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Keputusan
1.
Ketidaklayakan Lingkungan Hidup;
2.
Izin Lingkungan;
3.
Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL);
Izin Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) Skala Provinsi; dan
Rekomendasi untuk mendapatkan Izin Pengumpulan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Skala
4.
5.
Nasional.
1.
Sektor Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, terdiri atas :
i:
2.
3.
Izin Koperasi Simpan Pinjam;
Rekomendasi Pendirian Kantor Cabang Pelayanan
Koperasi; dan
Rekomendasi Pengesahan Badan Hukum Koperasi.
m. Sektor Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri atas :
1:
n.
-
Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang.
Sektor Pendidikan, terdiri atas :
1.
Izin Mendirikan Sekolah SMA;
2.
Izin Mendirikan Sekolah SMK;
3.
Izin Mendirikan Sekolah SLB; dan
4.
Izin Membuka Program Keahlian untuk SMK.
- 12 -
o.
Sektor Sosial, terdiri atas :
1.
Pendaftaran Lembaga Kesejahteraan Sosial;
2.
Rekomendasi Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah
(UGB); dan
3.'
Rekomendasi Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau
Barang.
(4)
Gubernur dapat menambah dan/atau mengurangi daftar jenis
Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(5)
Untuk jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan yang belum
teridentifikasi dan belum terdaftar di dalam daftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) setelah teridentifikasi wajib dilaporkan
oleh PD Teknis kepada Gubernur, dan pelayanannya tetap
dilaksanakan oleh PD Teknis, sampai dengan ditetapkannya jenis
Perizinan dan Nonperizinan tersebut ke dalam daftar Peraturan
Gubernur ini.
(6)
Kewenangan dan kewajiban dalam pembinaan, pengawasan dan
pengendalian Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan
oleh DPMPTSP, secara fungsional tetap berada pada PD Teknis
yang bersangkutan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
BAB VI
PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN
Bagian Kesatu
Mekanisme Umum Pelayanan
Pasal 10
(1)
Perizinan dan
Nonperizinan yang diterbitkan oleh Kepala
DPMPTSP wajib dilaksanakan sesuai SP dan SOP mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
SP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Prosedur Pelayanan
Pasal 11
(1)
Untuk memperoleh Perizinan dan Nonperizinan dari Pemerintah
Provinsi, setiap Pemohon wajib mengajukan permohonan
dilengkapi dengan persyaratan kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Permohonan Perizinan dan Nonperizinan dapat diajukan secara
manual atau secara elektronik melalui SPIPISE atau sistem
informasi pelayanan Perizinan secara elektronik lainnya.
(3)
Permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan langsung oleh Pemohon atau dalam hal
yang bersangkutan berhalangan atau tidak memungkinkan untuk
mengurus Perizinan dan Nonperizinan dapat diwakili oleh kuasa
Pemohon, yang dinyatakan dengan Surat Kuasa dan dilampirkan
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penerima Kuasa.
(4) Persyaratan yang diperlukan untuk proses Perizinan dan
Nonperizinan mengacu pada SP yang berlaku.
- 13 -
(5) Pendaftaran
permohonan
Perizinan
dan
Nonperizinan
dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemohon mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
penjelasan persyaratan, formulir Perizinan dan Nonperizinan,
biaya dan waktu yang dibutuhkan
untuk
pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan melalui loket informasi atau
diunduh pada website DPMPTSP;
b. Pemohon mengisi formulir dan melengkapi persyaratan;
c. formulir dan kelengkapan persyaratan dapat disampaikan
melalui:
1. loket pendaftaran; atau
2.
Koordinator Perizinan.
d. petugas pendaftaran memeriksa kelengkapan persyaratan
sesuai dengan daftar persyaratan;
e. apabila berkas tidak lengkap dan/atau tidak sesuai dengan
daftar persyaratan, petugas pendaftaran mengembalikan
berkas
permohonan
dan
persyaratan,
untuk
diperbaiki/dilengkapi kembali oleh Pemohon; dan
f. apabila berkas telah memenuhi persyaratan dan lengkap,
petugas pendaftaran meregistrasi dan meng- input data
awal/ header untuk diteruskan kepada petugas verifikasi dan
validasi, dan selanjutnya petugas pendaftaran memberikan
resi/ tanda terima penerimaan berkas kepada Pemohon,
dengan ketentuan apabila nantinya menurut hasil verifikasi
dan validasi petugas pemrosesan menyatakan bahwa
berkas tidak memenuhi persyaratan, maka berkas akan
dikembalikan kepada Pemohon.
(6)
Hasil verifikasi dan validasi berkas permohonan dilanjutkan
kepada petugas pemrosesan untuk edit status pada data base
secara elektronik kemudian dilakukan proses Perizinan dan
Nonperizinan dengan ketentuan:
a. dalam hal hasil verifikasi dan validasi menyatakan
bahwa berkas memenuhi persyaratan tanpa pemeriksaan
lapangan dan/atau tanpa pengkajian oleh Tim Teknis PTSP,
naskah Izin dan/atau Nonizin dapat diproses untuk
ditandatangani Kepala DPMPTSP; dan
b. dalam
hal
hasil
verifikasi
dan
validasi
menyatakan
bahwa berkas memenuhi persyaratan administrasi tetapi
memerlukan pemeriksaan lapangan dan/atau pengkajian, Tim
Teknis PTSP melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau
pengkajian didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP, yang
dikoordinasikan oleh Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu.
(7)
Dalam hal berkas permohonan Perizinan dan Nonperizinan
memerlukan kajian dari Tim Teknis PTSP, ditempuh langkah
operasional sebagai berikut:
a. petugas pemrosesan pada Bidang
Terpadu DPMPTSP menyampaikan
Pelayanan Perizinan
permintaan tertulis
melalui surat Kepala DPMPTSP atau Kepala Bidang Pelayanan
Perizinan Terpadu DPMPTSP selaku Koordinator Tim Teknis
PTSP kepada Tim Teknis PTSP untuk melakukan pemeriksaan
teknis;
b. Tim Teknis PTSP menyusun penjadwalan dan perencanaan
untuk melakukan pemeriksaan lapangan;
c. Tim Teknis PTSP didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP
melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pembahasan,
- 14-
yang
dilanjutkan
dengan
pembuatan
Berita
Acara
Pemeriksaan Lapangan oleh Tim Teknis PTSP;
d. hasil
pemeriksaan
teknis
yang
dilakukan
oleh Tim
Teknis PTSP dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan
saran pertimbangan atau kajian teknis atau dokumen lain
yang dipersamakan, yang disampaikan kepada Kepala
DPMPTSP dengan tembusan kepada Kepala PD Teknis yang
bersangkutan;
e. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis
PTSP menjadi dasar bagi DPMPTSP untuk menerbitkan atau
menolak penerbitan izin;
f.
petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan Perizinan
Terpadu DPMPTSP melaksanakan pengolahan dan penerbitan
dokumen
Perizinan
dan
penolakan/penangguhan,
Nonperizinan
untuk
atau
dokumen
ditandatangani
Kepala
DPMPTSP;
g. selanjutnya Petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan
Perizinan
Terpadu
DPMPTSP
melakukan
tindakan
administrasi atas surat Perizinan dan Nonperizinan atau
penolakan/penangguhan yang telah ditandatangani Kepala
DPMPTSP berupa penomoran dan pengarsipan; dan
h. petugas
pemrosesan
meneruskan
surat
Perizinan
dan
Nonperizinan atau penolakan/penangguhan kepada Petugas
loket pengambilan, untuk disampaikan kepada Pemohon
melalui telepon dan/atau Short Message Service (SMS).
(8)
Perizinan dan Nonperizinan yang tidak dibebani kewajiban
membayar Retribusi dan sudah ditandatangani oleh Kepala
DPMPTSP disampaikan kepada petugas loket pengambilan
dokumen, selanjutnya diinformasikan melalui telepon dan/atau
Short Message Service (SMS) kepada Pemohon bahwa proses
Perizinan dan Nonperizinan telah selesai dan dokumen sudah
dapat diberikan/disampaikan kepada Pemohon.
(9)
Khusus Perizinan dan Nonperizinan yang dikenakan kewajiban
membayar Retribusi, pengambilan
disertakan tanda
bukti
dokumen
pembayaran
atau
Perizinan
Surat
harus
Setoran
Retribusi Daerah (SSRD) atau Surat Tanda Setoran (STS) sesuai
dengan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang telah
ditetapkan Petugas/Pejabat yang ditunjuk.
(10) Pembayaran Retribusi dilakukan melalui loket pembayaran
PTSP yang telah disediakan atau melalui bank yang ditunjuk.
(11) Berdasarkan bukti pembayaran dan/atau resi penerimaan
berkas yang telah diregistrasi, Pemohon mengambil Perizinan
dan Nonperizinan ke loket pengambilan dokumen.
(12) Bagan alur prosedur pelayanan Perizinan dan Nonperizinan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur
ini.
Bagian Ketiga
Penandatanganan Perizinan
Pasal 12
(1) Setiap Perizinan dan Nonperizinan yang telah didelegasikan oleh
Gubernur kepada Kepala DPMPTSP, ditandatangani oleh Kepala
DPMPTSP atas nama Gubernur.
- 15-
(2)
Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan sementara atau
berhalangan hadir lebih dari 2 (dua) hari kerja sampai dengan
maksimal 14 (empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau
kepentingan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan,
maka penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan
Nonperizinan dilakukan secara elektronik berupa tanda tangan
scan komputer.
(3)
Setiap
penandatanganan
secara
elektronik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib diregistrasi atau dilakukan
pencatatan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu pada
DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk pada buku register
tanda tangan elektronik.
(4)
Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan tetap lebih dari 14
(empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau kepentingan
lainnya
sesuai
ketentuan
perundang-undangan,
maka
penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan
dilakukan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu
DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk.
Bagian Keempat
Penolakan dan Pencabutan Perizinan
Pasal 13
(1)
(2)
Kepala DPMPTSP dapat melakukan penolakan terhadap
permohonan Perizinan dan Nonperizinan dari pihak pemohon.
Penolakan permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan alasan yang bersifat
faktual dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, diantaranya:
a. hasil verifikasi dan validasi menyatakan bahwa berkas tidak
memenuhi persyaratan administrasi; dan
b. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis oleh Tim Teknis
PTSP tidak memenuhi persyaratan untuk diterbitkan
perizinannya.
(3)
Pihak Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melakukan upaya hukum berkaitan dengan penolakan
permohonan Perizinan dan Nonperizinan.
(4)
Pemohon dapat mengajukan keberatan atas penolakan akibat
adanya keberatan dari pihak lain.
Pasal 14
(1)
Kepala DPMPTSP dapat melakukan pencabutan Perizinan dan
Nonperizinan yang telah diterbitkannya.
(2)
Pencabutan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan atas permintaan Pemohon sendiri
dan/atau terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan penerbitan izin, maka Kepala PD Teknis
mengusulkan pencabutan Perizinan dan Nonperizinan kepada
Kepala DPMPTSP.
- 16-
Bagian Kelima
Penyelesaian Permasalahan Perizinan dan Nonperizinan
Pasal 15
Permasalahan yang timbul sebagai akibat izin yang diterbitkan, maka
penyelesaian permasalahan tersebut diselesaikan oleh PD Teknis
terkait, dengan difasilitasi oleh DPMPTSP.
Bagian Keenam
Waktu Pelayanan dan Jam Pelayanan Harian
Pasal 16
(1)
Waktu Pelayanan PTSP ditetapkan selama 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
(2)
Ketentuan mengenai waktu pelayanan dan jam pelayanan harian
PTSP,
ditetapkan
lebih
lanjut
dengan
Keputusan
Kepala
DPMPTSP.
BAB VII
DOKUMEN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Legalisasi dan Duplikat/ Salinan Naskah Dokumen
Pasal 17
(1)
Dalam hal pemegang Perizinan dan Nonperizinan membutuhkan
legalisasi atas dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang telah
diterbitkan, yang bersangkutan berhak mengajukan permohonan
legalisasi.
(2)
Permohonan legalisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
disampaikan
kepada
petugas
pendaftaran
dengan
melampirkan/menunjukkan
dokumen
yang
asli
untuk
dilegalisasi,
kemudian
diteruskan
kepada
petugas
verifikasi/validasi.
(3)
Petugas
verifikasi/validasi
selanjutnya
meneruskan
kepada
Kepaia Badan/ Kepala Bidang/ Kepala Seksi/Petugas yang
ditunjuk untuk dimintakan tanda tangan dan stempel DPMPTSP.
Pasal 18
(1)
Dalam hal naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan hilang
atau rusak, pemegang Perizinan dan Nonperizinan berhak
mengajukan permohonan untuk mendapatkan duplikat/salinan
naskah dokumen kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Permohonan
untuk
mendapatkan
duplikat/salinan
naskah
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
melalui petugas pendaftaran dengan melampirkan surat
keterangan kehilangan dari kepolisian.
(3)
Petugas pendaftaran meneruskan permohonan kepada petugas
verifikasi/validasi
untuk
dilakukan
pemeriksaan,
dengan
ketentuan:
a. dalam hal berkas permohonan tidak memenuhi persyaratan
dan/atau diragukan kebenarannya, Kepala DPMPTSP dapat
- 17 -
melakukan
penolakan
bersangkutan; dan
terhadap
permohonan
yang
dalam hal berkas permohonan memenuhi persyaratan, Kepala
DPMPTSP menerbitkan duplikat/salinan naskah dokumen
Perizinan dan Nonperizinan.
Bagian Kedua
Perpanjangan atau Daftar Ulang
Pasal 19
(1)
(2)
Perpanjangan atau daftar ulang naskah dokumen Perizinan dan
Nonperizinan, dilaksanakan melalui prinsip penyederhanaan
prosedur dan kemudahan bagi proses pelayanan perpanjangan
dan daftar ulang, sepanjang tidak mengalami perubahan
spesifikasi.
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan, pengajuan permohonan perpanjangan atau
daftar ulang naskah dokumen
(3)
Perizinan dan
Nonperizinan
dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum habis masa
berlakunya.
Dalam hal pengajuan permohonan perpanjangan atau daftar
ulang naskah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah habis masa berlakunya, maka permohonan
yang bersangkutan diperlakukan sebagai permohonan baru.
Pasal 20
(1)
Dalam hal tanggal perpanjangan atau daftar ulang yang tertera di
dalam naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan bertepatan
dengan hari libur nasional, perpanjangan atau daftar ulang
dilakukan pada hari kerja berikutnya, sehari setelah hari libur
nasional berakhir.
(2)
Perpanjangan atau daftar ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat diperhitungkan sebagai alasan untuk
mengenakan denda Retribusi, atau telah terjadinya pelanggaran.
Bagian Ketiga
Bentuk, Jenis Format dan Tata Naskah Dokumen
Pasal 21
(1)
Bentuk dan jenis format Perizinan dan Nonperizinan ditetapkan
oleh Kepala DPMPTSP dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
mengacu
kepada
ketentuan
DPMPTSP dapat melakukan standarisasi tata naskah Perizinan
dan Nonperizinan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas
pelayanan, yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Gubernur.
- 18 -
BAB VIII
LAYANAN INFORMASI DAN LAYANAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Layanan Informasi
Pasal 22
(1)
Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap
penyelenggaraan PTSP, diselenggarakan layanan informasi yang
dapat diakses oleh masyarakat secara cepat, mudah dan
sederhana.
(2)
Layanan informasi yang disediakan oleh PTSP DPMPTSP,
diantaranya meliputi profil DPMPTSP, SP, Maklumat Pelayanan,
pengelolaan layanan pengaduan masyarakat, dan lain sebagainya
yang diperlukan.
(3)
Informasi layanan PTSP dapat diperoleh masyarakat secara
langsung di loket informasi front office PTSP, dan secara tidak
langsung melalui media penyampaian informasi, maupun melalui
sistem informasi secara elektronik.
Bagian Kedua
Layanan Pengaduan
Pasal 23
(1)
Pemohon pengguna jasa dapat menyampaikan pengaduan atas
layanan PTSP melalui layanan pengaduan PTSP, dalam hal
penyelenggaraan PTSP oleh DPMPTSP tidak dilaksanakan sesuai
SP dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Layanan Pengaduan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara lisan dan/atau tulisan melalui media yang
disediakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
pemohon pengguna jasa menerima pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan.
(3)
(4)
DPMPTSP wajib menanggapi dan menindaklanjuti pengaduan
atas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
secara cepat dan tepat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya pengaduan atas layanan.
Prosedur layanan pengaduan PTSP dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pemohon pengguna jasa menyampaikan pengaduan atas
layanan yang diterimanya secara langsung lisan dan/atau
tulisan ke loket layanan pengaduan PTSP, maupun secara
tidak langsung melalui media telepon, email, faximile, SMS,
kotak saran/pengaduan, sistem informasi secara elektronik,
dan Iain-lain;
b. petugas layanan pengaduan PTSP menerima pengaduan,
kemudian meregistrasi dan melakukan entry data atas
pengaduan, selanjutnya membuat dan memberikan resi tanda
terima nomor pengaduan kepada Pemohon pengguna jasa;
c. tim penanganan pengaduan yang terdiri dari petugas layanan
pengaduan PTSP, unsur petugas DPMPTSP yang terkait, Tim
Teknis PTSP, dan dapat mengikutsertakan unsur PD Teknis,
melakukan analisa penyebab selanjutnya menetapkan
tindakan penyelesaian dan menginformasikannya kepada
Pemohon pengguna jasa;
- 19 -
d. tim
penanganan
pengaduan
penyelesaian yang diperlukan,
verifikasi hasil akhirnya dan
Pemohon pengguna jasa;
melakukan
tindakan
selanjutnya melaksanakan
menyampaikannya kepada
e. jika Pemohon pengguna jasa puas dengan hasil akhir
penyelesaiannya, maka proses penanganan pengaduan
dinyatakan selesai;
f.
jika Pemohon pengguna jasa belum puas maka proses siklus
penanganan pengaduan diulang kembali sebagaimana dari
huruf c hingga huruf e hingga selesai.
(5)
Bagan alur prosedur layanan pengaduan PTSP, tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Gubernur ini.
BAB IX
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
Pasal 24
(1)
PTSP melaksanakan survei kepuasan masyarakat melalui
penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) guna mengukur
perubahan
tingkat
kepuasan
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
(2)
Pelaksanaan
survei
kepuasan
masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sendiri oleh DPMPTSP
maupun bekerjasama dengan pihak lain, dengan mekanisme
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Survei kepuasaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4)
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan indikator yang terdiri dari:
a. prosedur, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan
alur pelayanan;
b.
persyaratan, yaitu kesesuaian persyaratan teknis dan
administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan
sesuai dengan jenis pelayanannya;
c.
kejelasan petugas, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan, meliputi nama, jabatan serta
kewenangan dan tanggung jawabnya;
d.
kedisiplinan petugas, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu
kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
e.
tanggung jawab petugas, yaitu kejelasan
wewenang
tanggungjawab
petugas
dalam
penyelenggaraan
penyelesaian pelayanan kepada masyarakat;
f.
kemampuan petugas, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan dan menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat;
g.
kecepatan, yaitu target waktu pelayanan yang dapat
diselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh
penyelenggara pelayanan;
h.
keadilan,
yaitu pelaksanaan
pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
i.
kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan
dan
- 20 -
secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati;
j. kewajaran biaya, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya oleh penyelenggara pelayanan;
k. kepastian biaya, yaitu kesesuaian diantara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
1. kepastian jadwal, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
m. kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan
n. keamanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap risiko yang diakibatkan
dari penyelenggaraan pelayanan.
BABX
RETRIBUSI
Pasal 25
(1)
Untuk melakukan pemungutan Retribusi kepada Pemohon
Perizinan dan Nonperizinan yang jenis perizinannya dikenakan
Retribusi, maka petugas/pejabat yang ditunjuk wajib
membuatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau
dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Petugas/pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berasal dari Tim Teknis PTSP atau dari PD Teknis
maupun dari DPMPTSP selaku PD penyelenggara PTSP.
(3)
Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mekanisme sesuai ketentuan Peraturan
Daerah dan/atau Peraturan Gubernur yang berlaku secara
khusus mengatur mengenai Retribusi.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak Penyelenggara atau Pelaksana PTSP
Pasal 26
Penyelenggara atau Pelaksana PTSP memiliki hak:
a.
memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan
tugasnya;
b. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang
tidak' sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan;
c.
menolak permintaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
d.
mendapatkan insentif/tunjangan khusus
dengan kemampuan keuangan daerah.
yang
disesuaikan
-21 -
Bagian Kedua
Kewajiban dan Larangan Bagi Aparatur
Terkait Penyelenggaraan PTSP
Pasal 27
(1)
Setiap Pegawai
Negeri
Sipil dan
Honorer di lingkungan
(2)
Pemerintah Provinsi, wajib mendukung terselenggaranya PTSP.
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dalam
melaksanakan tugasnya wajib berpedoman kepada SP dan SOP
yang berlaku.
(3)
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang
melakukan tindakan Mai Administrasi.
(4)
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang:
a. melakukan pungutan liar; dan
b. menerima imbalan dalam bentuk apapun dari Pemohon
Perizinan dan Nonperizinan yang patut diduga terkait langsung
atau tidak langsung dengan penyelenggaraan Perizinan dan
Nonperizinan.
(5)
Setiap Pegawai Negeri Sipil dan Honorer di lingkungan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di
lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dilarang
menjadi Calo atau perantara maupun menjadi Penerima Kuasa
dalam
pengurusan
Perizinan
dan
Nonperizinan
pada
penyelenggaraan PTSP.
(6)
Tidak dikategorikan sebagai larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengurus
Perizinan dan Nonperizinan yang terkait langsung dengan usaha
pribadinya sendiri yang dimilikinya secara sah, dan/atau dalam
rangka melaksanakan kewajibannya sebagai Warga Negara
Indonesia.
(7)
Kepala PD Teknis, dilarang menerbitkan Perizinan dan
Nonperizinan yang telah didelegasikan Gubernur kepada Kepala
DPMPTSP.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat Pemohon Perizinan
Pasal 28
Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berhak:
a. mengetahui informasi mengenai SP;
b. mengawasi pelaksanaan SP;
c. mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara PTSP untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan yang diberikan tidak sesuai dengan SP;
e.
f.
g.
memberitahukan
kepada
petugas
pelaksana
PTSP
untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan SP;
mengadukan
petugas
pelaksana
PTSP yang
melakukan
penyimpangan SP dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada
pimpinan penyelenggara PTSP dan Ombudsman; dan
mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan
tujuan pelayanan.
-22 -
Pasal 29
Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan
dalam SP;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
(1)
(2)
Pegawai Negeri Sipil maupun Honorer, dan petugas penyelenggara
atau pelaksana PTSP yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5) dan ayat (7), dikenakan sanksi berdasarkan tingkat
pelanggaran yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari
DPMPTSP, maka Pejabat yang memberikan/menjatuhkan sanksi
adalah Gubernur atau Sekretaris Daerah atau Kepala DPMPTSP
atau pejabat lainnya yang berwenang, disesuaikan dengan
pangkat, golongan dan jabatan pegawai yang melanggar, untuk
selanjutnya dilakukan pembinaan oleh atasan langsung yang
bersangkutan.
(3)
Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari PD
Teknis atau Instansi lainnya, maka Kepala DPMPTSP
menyampaikan secara tertulis perihal pelanggaran dimaksud
kepada pimpinan atau kepala instansi yang bersangkutan, untuk
selanjutnya diproses guna diberikan/dijatuhkan
pejabat yang berwenang.
sanksi oleh
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
Pembinaan atas penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Gubernur.
Pasal 32
(1)
(2)
(3)
Pengawasan umum terhadap proses penyelenggaraan PTSP
dilakukan oleh atasan langsung secara berjenjang.
Pengawasan
fungsional
terhadap
terhadap
proses
penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Inspektorat Daerah
Provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan
PTSP, Gubernur dapat membentuk Tim Pengawas PTSP yang
diketuai oleh Sekretaris Daerah dengan anggota yang terdiri dari
unsur-unsur
Inspektorat
Daerah,
Badan
Perencanaan
Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah, Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah,
Biro Hukum Sekretariat Daerah, dan Biro Organisasi Sekretariat
Daerah.
(4)
Tim
pengawas
PTSP sebagaimana dimaksud
pada ayat
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
(3)
- 23 -
(5)
Tim Pengawas PTSP mempunyai tugas sebagai berikut:
a.
melakukan supervisi dan dukungan atas penyelenggaraan
PTSP, melalui tindakan pencegahan mal administrasi oleh
petugas penyelenggara PTSP;
b. mendorong upaya peningkatan kualitas layanan PTSP melalui
pemantauan berkala maupun insidentil atas penyele
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
NOMOR l& TAHUN 2017
TENTANG
PENYELENGGARAAN
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,
Menimbang
: a.
bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, nomenklatur Badan Pelayanan
Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) berubah
menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (DPMPTSP);
b.
bahwa dalam upaya peningkatan pelayanan publik di bidang
pelayanan perizinan dan untuk mengakomodir perubahan
kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu melakukan
penambahan dan perubahan jumlah layanan perizinan yang
disatukan/diintegrasikan melalui penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilaksanakan oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
Mengingat
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Gubernur tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
: 1.
Undang-Undang
Nomor
28
Tahun
1999
tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3851);
2.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033);
3.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
4.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4843);
5.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846);
6.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
7.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014
tentang Pemerintahan
Daerah
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
65
Tahun
2005
tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4585);
9.
Peraturan
Pemerintah
Nomor
96
Tahun
2012
tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan
Republik Indonesia Nomor 5357);
10. Peraturan
Presiden
Nomor
97
Lembaran
Tahun
2014
Negara
tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu;
12. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor
18 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran
Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016
Nomor 1 Seri D);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN
PELAYANAN
GUBERNUR
TERPADU
TENTANG
SATU
PINTU
PENYELENGGARAAN
PROVINSI
KEPULAUAN
BANGKA BELITUNG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
2.
Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung.
3.
Sekretaris
Daerah
adalah
Kepulauan Bangka Belitung.
Sekretaris
Daerah
Provinsi
-3-
4.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
yang
selanjutnya
disingkat
DPMPTSP
adalah
Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
5.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu yang selanjutnya disebut Kepala DPMPTSP adalah
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
6.
Perangkat Daerah Teknis yang selanjutnya disebut PD Teknis
adalah Badan dan Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan fasilitasi,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian sesuai tugas
pokok dan fungsinya.
7.
Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung.
8.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat
PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu
kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu
pintu.
9.
Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak,
kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Non
Perizinan, termasuk penandatangannya atas nama pemberi
wewenang.
10. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan
perundang-undangan.
11. Non Perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan,
fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
12. Perizinan yang Bersifat Strategis adalah perizinan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang memiliki
karakteristik tertentu dengan kriteria meliputi perizinan yang
membutuhkan kajian komprehensif dari banyak pihak terkait,
jangka waktu tertentu, berdampak sangat luas terhadap
lingkungan hidup, konservasi, pemanfaatan penataan ruang
provinsi dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
13. Tatalaksana Perizinan adalah prosedur, syarat formal, dan
proses kerja yang harus dipenuhi oleh penyelenggara PTSP
dalam rangka penetapan keputusan perizinan.
14. Pemohon adalah orang perseorangan, badan usaha, badan
hukum maupun bukan badan hukum, yang mengajukan
permohonan perizinan dan nonperizinan.
15. Tim Teknis adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsurunsur Perangkat Daerah Teknis terkait yang mempunyai
wewenang untuk memberikan saran pertimbangan atau
rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu
permohonan perizinan kepada Kepala DPMPTSP.
16. Standar Pelayanan yang selanjutnya disingkat SP adalah tolak
ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji dari Penyelenggara pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat,
mudah, terjangkau dan terukur.
-4 -
17. Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP
adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan
mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi
pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
18. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara.
19. Honorer adalah pegawai non Pegawai Negeri Sipil yang bekerja
pada Pemerintah Daerah dan upahnya dibayar atau digaji dari
dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
20. Calo atau Perantara adalah orang yang menjadi perantara dan
memberikan
jasanya
untuk
menguruskan
sesuatu
berdasarkan upah maupun tidak menerima upah.
21. Koordinator Perizinan adalah petugas yang berstatus Pegawai
Negeri Sipil atau Honorer atau masyarakat, yang bertugas
membantu
mengoordinasikan
dan
menghimpun
secara
kolektif permohonan pelayanan perizinan sektor kelautan dan
perikanan di lapangan.
22. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara
elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem
pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi
antara Pemerintah yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan dengan pemerintah daerah.
23. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Provinsi kepada orang pribadi atau
badan usaha.
24. Mai Administrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan
hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk
tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut
termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh
penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan
kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan
orang perseorangan.
BAB II
ASAS DAN PRINSIP
Pasal 2
Penyelenggaraan PTSP berasaskan:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; dan
e. efisiensi berkeadilan;
Pasal 3
Prinsip penyelenggaraan PTSP meliputi:
a. kesederhanaan;
b. kejelasan;
- 5-
c. kepastian waktu;
d. akurasi;
e. keamanan/kepastian hukum;
f.
tanggung jawab;
g. kelengkapan sarana dan prasarana;
h. kemudahan akses;
i. kedisiplinan, kesopanan, keramahan (profesionalisme); dan
j.
kenyamanan.
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 4
Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai dasar Penyelenggaraan
PTSP pada DPMPTSP berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh
Pemerintah Provinsi.
Pasal 5
Penyelenggaraan PTSP pada DPMPTSP bertujuan untuk:
a. mewujudkan tatalaksana Perizinan dan Nonperizinan yang
mudah, murah, transparan, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan
partisipatif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik;
b. meningkatkan pertumbuhan investasi melalui peningkatan
pelayanan publik dalam bidang birokrasi Perizinan dan
Nonperizinan;
c. memberikan
informasi
kepada
penerima
Perizinan
dan
Nonperizinan tentang ketentuan pengaturan tatalaksana Perizinan
dan Nonperizinan yang dilakukan oleh DPMPTSP; dan
d. mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam berbagai
kegiatan pembangunan daerah.
BAB IV
HUBUNGAN KERJA
DALAM PENYELENGGARAAN PTSP
Bagian Kesatu
DPMPTSP
Pasal 6
(1)
DPMPTSP mempunyai tugas menyelenggarakan PTSP.
(2)
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) DPMPTSP mempunyai fungsi:
a. pemberian informasi pelayanan Perizinan;
b.
penerimaan permohonan berkas;
c. pelaksanaan verifikasi dan validasi terhadap kelengkapan
berkas sebagai persyaratan yang harus dipenuhi Pemohon
izin;
d. pengoordinasian Tim Teknis PTSP dan pendampingan survei
lapangan bersama dengan anggota Tim Teknis PTSP terhadap
-6-
izin baru atau izin perpanjangan yang mengalami perubahan
spesifikasi;
e.
pemrosesan dan pengolahan berkas serta pengadministrasian
dokumen Perizinan dan Nonperizinan sesuai norma dan SP
terutama berkaitan dengan persyaratan Perizinan, biaya, dan
waktu penyelesaiannya;
f.
pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan Perizinan
dengan PD Teknis dan instansi terkait lainnya;
g. penandatanganan naskah dokumen Perizinan sesuai saran
pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis PTSP;
h. penerbitan, penolakan dan pencabutan Perizinan, serta
penyampaian tembusan atau salinannya ke PD Teknis; dan
i. penyediaan layanan pengaduan masyarakat.
Bagian Kedua
Tim Teknis
Pasal 7
(1)
Untuk mendukung dan mengoptimalkan penyelenggaraan PTSP,
dibentuk Tim Teknis PTSP.
(2)
Tim Teknis PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
dan ditetapkan oleh Gubernur atas usulan dari Kepala PD Teknis
yang terdiri dari pejabat PD Teknis terkait yang mempunyai
kompetensi dan kemampuan sesuai dengan bidangnya serta
sesuai dengan jenis Perizinan.
(3)
Tim Teknis PTSP bertugas:
a.
melaksanakan pemeriksaan teknis di lapangan terhadap
permohonan Perizinan yang memerlukan kajian teknis dan
penelitian/survei lapangan;
b. membuat kajian teknis dan berita acara pemeriksaan sesuai
bidangnya;
c.
memberikan saran pertimbangan atau rekomendasi mengenai
diterima atau ditolaknya suatu permohonan Perizinan dan
Nonperizinan kepada Kepala DPMPTSP;
d. menuangkan uraian spesifikasi besaran Retribusi ke dalam
kajian teknis dan/atau saran pertimbangan, khusus bagi
setiap Perizinan yang dikenakan Retribusi;
e.
melaksanakan konsultasi dan koordinasi yang diperlukan
f.
dengan Kepala PD Teknis dan Aparatur PD Teknis;
memberikan laporan tertulis atau tembusan terhadap setiap
hasil saran pertimbangan atau rekomendasi Tim Teknis PTSP
kepada Kepala PD Teknis terkait;
g. merekapitulasi setiap Perizinan yang telah dikeluarkan oleh
DPMPTSP untuk keperluan pembinaan, pengawasan dan
pengendalian secara fungsional bagi PD Teknis, maupun
keperluan data pembanding bagi DPMPTSP; dan
h. melaksanakan
tugas
lain
yang
diperlukan
dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4)
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Tim Teknis PTSP,
Tim Teknis bertanggung jawab kepada Kepala DPMPTSP melalui
Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu selaku Koordinator
Tim Teknis PTSP.
- 7-
(5)
Anggota Tim Teknis PTSP dapat mengusulkan secara lisan atau
tertulis mengenai petugas dari PD Teknis yang bersangkutan
sebagai pendamping yang diikutsertakan dalam survei lapangan
kepada Kepala DPMPTSP maupun kepada Kepala PD Teknis yang
bersangkutan, dengan memperhatikan efektifitas dan daya guna
petugas, serta tingkat resiko atau dampak perizinan yang akan
dilakukan survei lapangan.
(6)
Untuk
mengoptimalkan
pemantauan,
pembinaan,
dan
pengawasan terhadap kinerja/tugas dan peningkatan kompetensi
aparatur anggota Tim Teknis PTSP, Gubernur dapat membentuk
Tim Pembina PTSP yang terdiri dari unsur-unsur Kepala PD
Teknis yang bersangkutan dan pihak-pihak terkait lainnya, yang
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Ketiga
PD Teknis
Pasal 8
(1)
PD Teknis mempunyai tugas memperlancar dan memberikan
dukungan teknis terhadap penyelenggaraan PTSP.
(2)
Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) PD Teknis mempunyai fungsi:
a.
pelaksanaan tindak lanjut layanan pengaduan PTSP berkaitan
dengan aspek teknis secara cepat dan tepat;
b. perencanaan dan perumusan arah kebijakan Perizinan sesuai
bidangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; dan
c.
pembinaan,
pengawasan
dan
pengendalian
terhadap
pelaksanaan izin dan/atau nonizin secara fungsional, sesuai
dengan kewenangan serta tugas pokok dan fungsinya.
BAB V
PENDELEGASIAN WEWENANG
Pasal 9
(1)
Dengan Peraturan Gubernur ini, Gubernur mendelegasikan
wewenang pelayanan dan pemberian Perizinan dan Nonperizinan
secara administrasi yang menjadi kewenangan Pemerintah
Provinsi kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pemrosesan administrasi permohonan Perizinan dan
Nonperizinan, pengoordinasian anggota Tim Teknis PTSP dari PD
Teknis, sampai dengan penandatanganan perizinannya atas nama
pemberi wewenang,
atau
ditentukan
lain oleh
perundang-
undangan.
(3)
Daftar jenis Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan
Gubernur kepada Kepala DPMPTSP adalah sebagai berikut:
a.
Sektor Penanaman Modal, terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
Izin prinsip penanaman modal;
Izin prinsip perluasan penanaman modal;
Izin prinsip perubahan penanaman modal;
Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan
Modal;
Penanaman
- 8 -
5.
6.
7.
8.
Izin
Izin
Izin
Izin
usaha penanaman modal;
usaha perluasan penanaman modal;
usaha perubahan penanaman modal;
usaha penggabungan perusahaan penanaman modal
(merger); dan
9.
b.
Izin Pembukaan Kantor Cabang.
Sektor Kehutanan, terdiri atas :
i:
Izin pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di
dalam taman hutan raya, meliputi :
a) Usaha penyediaan jasa wisata alam; dan/atau
b) Usaha penyediaan sarana wisata alam.
2.
Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK)
dari
Gubernur
kapasitas
produksi
2000
s.d.
6000
m3/ tahun;
3.
Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan
Bukan Kayu pada Hutan Negara;
4.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
mendapatkan
izin
pendirian lembaga konservasi dari Menteri Kehutanan
(contoh : kebun binatang, taman safari);
5.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
mendapatkan
Izin
Pengusahaan Pariwisata Alam dari Menteri Kehutanan (di
dalam suaka margasatwa, taman nasional, kecuali zona
inti dan taman wisata alam); dan
6.
c.
Rekomendasi Gubernur untuk
Pengusahaan Taman Buru.
mendapatkan
Izin
Sektor Perhubungan, terdiri atas :
1.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Dalam Trayek (Izin
Trayek Angkutan Umum dan Angkutan Khusus, skala
kewenangan Provinsi) meliputi :
2.
a) Surat Keputusan Izin Trayek; dan/atau
b) Kartu Pengawasan Izin Trayek.
Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam
Trayek (Izin Operasi Angkutan, skala kewenangan
Provinsi) meliputi :
a) Surat Keputusan Izin Operasi; dan/atau
b) Kartu Pengawasan Izin Operasi.
3.
Surat Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT);
4.
Surat Izin Usaha Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal
Laut (SIUPEMKL);
5.
Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM);
6.
Surat Izin
(SIUPDPK);
7.
Izin Usaha Angkutan Laut yang Beroperasi Lintas
Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi.
Surat Izin Usaha Perusahaan
Pelayaran Rakyat
8.
Usaha
Perusahaan
Depo
Peti
Kemas
(SIUPPER);
9.
Surat
Izin
Pembukaan
Kantor
Cabang
Perusahaan
Pelayaran Rakyat atau Kantor Cabang Perusahaan
Angkutan Laut;
10. Surat Izin Usaha Tally di Pelabuhan;
-
-9 -
_
11.
Rekomendasi Rencana Induk Pelabuhan;
12.
16.
Rekomendasi Penetapan Lokasi Terminal Khusus;
Rekomendasi
Penetapan
DLkr/DLKp
Pelabuhan
Pengumpul Regional;
Rekomendasi Penetapan Lokasi Pelabuhan Pengumpul
Regional;
Surat Izin Kerja Keruk di Pelabuhan Pengumpul Regional;
Surat Izin Kerja Reklamasi di Pelabuhan Pengumpul
17.
Regional;
Rekomendasi
13.
14.
15.
Surat
Izin
Kerja
Keruk
Pelabuhan
Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan
di Laut;
18.
Rekomendasi Surat Izin Kerja Reklamasi Pelabuhan
Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan
di Laut;
19.
Surat
Izin
Usaha
Ekpedisi
Muatan
Pesawat
Udara
(SIUEMPU);
20.
21.
Rekomendasi ketinggian bangunan/ menara di daerah
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan
Persetujuan / Izin Terbang (Flight Aprovval) Perusahaan
Angkutan Udara untuk penerbangan tidak berjadwal
antar Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi, dengan
kapasitas penumpang tertentu (di bawah 30 kursi (seat).
d.
Sektor Kelautan dan Perikanan, terdiri atas :
1.
Surat
Izin
Usaha
Perikanan
(SIUP),
untuk
Bidang
Perikanan Tangkap;
2.
Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), untuk ukuran kapal
di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT);
3.
4.
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), untuk ukuran
kapal di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT);
Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Pembudidayaan Ikan;
dan
5.
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Pembudidayaan
Ikan.
e.
Sektor Perindustrian dan Perdagangan, terdiri atas :
1.
2.
3.
4.
Izin Usaha Industri (IUI) skala investasi di atas Rp. 10
Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan;
Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (B2)
bagi PENGECER TERDAFTAR;
Angka Pengenal Importir (API); dan
Rekomendasi untuk mendapatkan Surat Izin Usaha
Perdagangan Bahan Berbahaya (B2) bagi DISTRIBUTOR
TERDAFTAR.
f.
Sektor Kesehatan, terdiri atas:
1.
3.
Izin Pengakuan Cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF);
Izin Pengakuan Cabang Penyalur Alat Kesehatan;
4.
Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas B;
5.
Izin Operasional Rumah Sakit Kelas B;
2.
=
Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT);
- 10-
6.
Izin Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Umum Madya;
7.
Rekomendasi
Pemeriksaaan
Tempat
Penyalur
Alat
Kesehatan;
8.
Rekomendasi Pemenuhan Persyaratan Kelengkapan
Administrasi Pedagang Besar Farmasi (PBF);
9.
Rekomendasi
.
Pemenuhan
Persyaratan
Kelengkapan
Industri Obat Tradisional (IOT); dan
10. Surat Tanda
Registrasi
Tenaga Teknis
Kefarmasian
(STRTTK);
g.
Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri atas :
Pengesahan Perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga
1.
Kerja Asing (RPTKA); dan
2.
Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA) lintas Kabupaten/Kota.
h. Sektor Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral,
terdiri atas :
1.
Izin Pengeboran atau Penggalian Air Tanah;
2.
Izin Pemakaian Air Tanah;
3.
Izin Pengusahaan Air Tanah;
4.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL);
5.
6.
7.
Izin Operasi Tenaga Listrik;
Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL);
Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk
Kepentingan
Telekomunikasi,
Multimedia
dan
mendapatkan
Izin
Informatika;
8.
Rekomendasi
Gubernur
untuk
Ketenagalistrikan yang Izinnya merupakan kewenangan
Pemerintah Pusat;
9.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Bukan
Logam dan Batuan;
10. Izin Usaha Pertambangan
(IUP)
Eksplorasi
Mineral
Logam;
11. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral
Bukan Logam dan Batuan;
12. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral
Logam;
13. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
14. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Logam;
15. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan;
16. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Logam;
17. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Bukan Logam dan Batuan;
18. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi
Mineral Logam;
19. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan;
20. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi
Produksi Mineral Logam;
21. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Afiliasi;
22. Izin Prinsip Pengolahan dan/atau Pemurnian;
- 11 -
23.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
Pengolahan dan Pemurnian;
24.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
25.
Pengangkutan dan Penjualan;
Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus
26.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Bukan Logam
Penjualan;
dan Batuan;
27.
Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Logam;
28.
Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP);
29.
Izin Surat Keterangan Terdaftar (SKT); dan
Izin Fasilitas Teknis Penunjang Kegiatan Pertambangan.
30.
i.
Sektor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, terdiri
1.
2.
j.
atas :
Izin Pengusahaan Sumber Daya Air; dan
Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Ruang Milik Jalan.
Sektor Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, terdiri atas :
1.
Izin Usaha Perkebunan lintas Kabupaten/Kota;
2.
Izin Usaha Produksi Benih Tanaman Perkebunan; dan
3.
Rekomendasi
Kesesuaian
dengan
Perencanaan
Pembangunan Perkebunan Provinsi dari Gubernur.
k.
Sektor Lingkungan Hidup, terdiri atas :
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Keputusan
1.
Ketidaklayakan Lingkungan Hidup;
2.
Izin Lingkungan;
3.
Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL);
Izin Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) Skala Provinsi; dan
Rekomendasi untuk mendapatkan Izin Pengumpulan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Skala
4.
5.
Nasional.
1.
Sektor Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, terdiri atas :
i:
2.
3.
Izin Koperasi Simpan Pinjam;
Rekomendasi Pendirian Kantor Cabang Pelayanan
Koperasi; dan
Rekomendasi Pengesahan Badan Hukum Koperasi.
m. Sektor Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri atas :
1:
n.
-
Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang.
Sektor Pendidikan, terdiri atas :
1.
Izin Mendirikan Sekolah SMA;
2.
Izin Mendirikan Sekolah SMK;
3.
Izin Mendirikan Sekolah SLB; dan
4.
Izin Membuka Program Keahlian untuk SMK.
- 12 -
o.
Sektor Sosial, terdiri atas :
1.
Pendaftaran Lembaga Kesejahteraan Sosial;
2.
Rekomendasi Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah
(UGB); dan
3.'
Rekomendasi Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau
Barang.
(4)
Gubernur dapat menambah dan/atau mengurangi daftar jenis
Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
(5)
Untuk jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan yang belum
teridentifikasi dan belum terdaftar di dalam daftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) setelah teridentifikasi wajib dilaporkan
oleh PD Teknis kepada Gubernur, dan pelayanannya tetap
dilaksanakan oleh PD Teknis, sampai dengan ditetapkannya jenis
Perizinan dan Nonperizinan tersebut ke dalam daftar Peraturan
Gubernur ini.
(6)
Kewenangan dan kewajiban dalam pembinaan, pengawasan dan
pengendalian Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan
oleh DPMPTSP, secara fungsional tetap berada pada PD Teknis
yang bersangkutan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
BAB VI
PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN
Bagian Kesatu
Mekanisme Umum Pelayanan
Pasal 10
(1)
Perizinan dan
Nonperizinan yang diterbitkan oleh Kepala
DPMPTSP wajib dilaksanakan sesuai SP dan SOP mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
SP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan Keputusan Gubernur.
Bagian Kedua
Prosedur Pelayanan
Pasal 11
(1)
Untuk memperoleh Perizinan dan Nonperizinan dari Pemerintah
Provinsi, setiap Pemohon wajib mengajukan permohonan
dilengkapi dengan persyaratan kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Permohonan Perizinan dan Nonperizinan dapat diajukan secara
manual atau secara elektronik melalui SPIPISE atau sistem
informasi pelayanan Perizinan secara elektronik lainnya.
(3)
Permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan langsung oleh Pemohon atau dalam hal
yang bersangkutan berhalangan atau tidak memungkinkan untuk
mengurus Perizinan dan Nonperizinan dapat diwakili oleh kuasa
Pemohon, yang dinyatakan dengan Surat Kuasa dan dilampirkan
Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penerima Kuasa.
(4) Persyaratan yang diperlukan untuk proses Perizinan dan
Nonperizinan mengacu pada SP yang berlaku.
- 13 -
(5) Pendaftaran
permohonan
Perizinan
dan
Nonperizinan
dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Pemohon mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
penjelasan persyaratan, formulir Perizinan dan Nonperizinan,
biaya dan waktu yang dibutuhkan
untuk
pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan melalui loket informasi atau
diunduh pada website DPMPTSP;
b. Pemohon mengisi formulir dan melengkapi persyaratan;
c. formulir dan kelengkapan persyaratan dapat disampaikan
melalui:
1. loket pendaftaran; atau
2.
Koordinator Perizinan.
d. petugas pendaftaran memeriksa kelengkapan persyaratan
sesuai dengan daftar persyaratan;
e. apabila berkas tidak lengkap dan/atau tidak sesuai dengan
daftar persyaratan, petugas pendaftaran mengembalikan
berkas
permohonan
dan
persyaratan,
untuk
diperbaiki/dilengkapi kembali oleh Pemohon; dan
f. apabila berkas telah memenuhi persyaratan dan lengkap,
petugas pendaftaran meregistrasi dan meng- input data
awal/ header untuk diteruskan kepada petugas verifikasi dan
validasi, dan selanjutnya petugas pendaftaran memberikan
resi/ tanda terima penerimaan berkas kepada Pemohon,
dengan ketentuan apabila nantinya menurut hasil verifikasi
dan validasi petugas pemrosesan menyatakan bahwa
berkas tidak memenuhi persyaratan, maka berkas akan
dikembalikan kepada Pemohon.
(6)
Hasil verifikasi dan validasi berkas permohonan dilanjutkan
kepada petugas pemrosesan untuk edit status pada data base
secara elektronik kemudian dilakukan proses Perizinan dan
Nonperizinan dengan ketentuan:
a. dalam hal hasil verifikasi dan validasi menyatakan
bahwa berkas memenuhi persyaratan tanpa pemeriksaan
lapangan dan/atau tanpa pengkajian oleh Tim Teknis PTSP,
naskah Izin dan/atau Nonizin dapat diproses untuk
ditandatangani Kepala DPMPTSP; dan
b. dalam
hal
hasil
verifikasi
dan
validasi
menyatakan
bahwa berkas memenuhi persyaratan administrasi tetapi
memerlukan pemeriksaan lapangan dan/atau pengkajian, Tim
Teknis PTSP melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau
pengkajian didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP, yang
dikoordinasikan oleh Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu.
(7)
Dalam hal berkas permohonan Perizinan dan Nonperizinan
memerlukan kajian dari Tim Teknis PTSP, ditempuh langkah
operasional sebagai berikut:
a. petugas pemrosesan pada Bidang
Terpadu DPMPTSP menyampaikan
Pelayanan Perizinan
permintaan tertulis
melalui surat Kepala DPMPTSP atau Kepala Bidang Pelayanan
Perizinan Terpadu DPMPTSP selaku Koordinator Tim Teknis
PTSP kepada Tim Teknis PTSP untuk melakukan pemeriksaan
teknis;
b. Tim Teknis PTSP menyusun penjadwalan dan perencanaan
untuk melakukan pemeriksaan lapangan;
c. Tim Teknis PTSP didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP
melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pembahasan,
- 14-
yang
dilanjutkan
dengan
pembuatan
Berita
Acara
Pemeriksaan Lapangan oleh Tim Teknis PTSP;
d. hasil
pemeriksaan
teknis
yang
dilakukan
oleh Tim
Teknis PTSP dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan
saran pertimbangan atau kajian teknis atau dokumen lain
yang dipersamakan, yang disampaikan kepada Kepala
DPMPTSP dengan tembusan kepada Kepala PD Teknis yang
bersangkutan;
e. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis
PTSP menjadi dasar bagi DPMPTSP untuk menerbitkan atau
menolak penerbitan izin;
f.
petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan Perizinan
Terpadu DPMPTSP melaksanakan pengolahan dan penerbitan
dokumen
Perizinan
dan
penolakan/penangguhan,
Nonperizinan
untuk
atau
dokumen
ditandatangani
Kepala
DPMPTSP;
g. selanjutnya Petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan
Perizinan
Terpadu
DPMPTSP
melakukan
tindakan
administrasi atas surat Perizinan dan Nonperizinan atau
penolakan/penangguhan yang telah ditandatangani Kepala
DPMPTSP berupa penomoran dan pengarsipan; dan
h. petugas
pemrosesan
meneruskan
surat
Perizinan
dan
Nonperizinan atau penolakan/penangguhan kepada Petugas
loket pengambilan, untuk disampaikan kepada Pemohon
melalui telepon dan/atau Short Message Service (SMS).
(8)
Perizinan dan Nonperizinan yang tidak dibebani kewajiban
membayar Retribusi dan sudah ditandatangani oleh Kepala
DPMPTSP disampaikan kepada petugas loket pengambilan
dokumen, selanjutnya diinformasikan melalui telepon dan/atau
Short Message Service (SMS) kepada Pemohon bahwa proses
Perizinan dan Nonperizinan telah selesai dan dokumen sudah
dapat diberikan/disampaikan kepada Pemohon.
(9)
Khusus Perizinan dan Nonperizinan yang dikenakan kewajiban
membayar Retribusi, pengambilan
disertakan tanda
bukti
dokumen
pembayaran
atau
Perizinan
Surat
harus
Setoran
Retribusi Daerah (SSRD) atau Surat Tanda Setoran (STS) sesuai
dengan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang telah
ditetapkan Petugas/Pejabat yang ditunjuk.
(10) Pembayaran Retribusi dilakukan melalui loket pembayaran
PTSP yang telah disediakan atau melalui bank yang ditunjuk.
(11) Berdasarkan bukti pembayaran dan/atau resi penerimaan
berkas yang telah diregistrasi, Pemohon mengambil Perizinan
dan Nonperizinan ke loket pengambilan dokumen.
(12) Bagan alur prosedur pelayanan Perizinan dan Nonperizinan,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur
ini.
Bagian Ketiga
Penandatanganan Perizinan
Pasal 12
(1) Setiap Perizinan dan Nonperizinan yang telah didelegasikan oleh
Gubernur kepada Kepala DPMPTSP, ditandatangani oleh Kepala
DPMPTSP atas nama Gubernur.
- 15-
(2)
Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan sementara atau
berhalangan hadir lebih dari 2 (dua) hari kerja sampai dengan
maksimal 14 (empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau
kepentingan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan,
maka penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan
Nonperizinan dilakukan secara elektronik berupa tanda tangan
scan komputer.
(3)
Setiap
penandatanganan
secara
elektronik
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) wajib diregistrasi atau dilakukan
pencatatan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu pada
DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk pada buku register
tanda tangan elektronik.
(4)
Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan tetap lebih dari 14
(empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau kepentingan
lainnya
sesuai
ketentuan
perundang-undangan,
maka
penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan
dilakukan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu
DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk.
Bagian Keempat
Penolakan dan Pencabutan Perizinan
Pasal 13
(1)
(2)
Kepala DPMPTSP dapat melakukan penolakan terhadap
permohonan Perizinan dan Nonperizinan dari pihak pemohon.
Penolakan permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan alasan yang bersifat
faktual dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, diantaranya:
a. hasil verifikasi dan validasi menyatakan bahwa berkas tidak
memenuhi persyaratan administrasi; dan
b. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis oleh Tim Teknis
PTSP tidak memenuhi persyaratan untuk diterbitkan
perizinannya.
(3)
Pihak Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melakukan upaya hukum berkaitan dengan penolakan
permohonan Perizinan dan Nonperizinan.
(4)
Pemohon dapat mengajukan keberatan atas penolakan akibat
adanya keberatan dari pihak lain.
Pasal 14
(1)
Kepala DPMPTSP dapat melakukan pencabutan Perizinan dan
Nonperizinan yang telah diterbitkannya.
(2)
Pencabutan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan atas permintaan Pemohon sendiri
dan/atau terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan penerbitan izin, maka Kepala PD Teknis
mengusulkan pencabutan Perizinan dan Nonperizinan kepada
Kepala DPMPTSP.
- 16-
Bagian Kelima
Penyelesaian Permasalahan Perizinan dan Nonperizinan
Pasal 15
Permasalahan yang timbul sebagai akibat izin yang diterbitkan, maka
penyelesaian permasalahan tersebut diselesaikan oleh PD Teknis
terkait, dengan difasilitasi oleh DPMPTSP.
Bagian Keenam
Waktu Pelayanan dan Jam Pelayanan Harian
Pasal 16
(1)
Waktu Pelayanan PTSP ditetapkan selama 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu.
(2)
Ketentuan mengenai waktu pelayanan dan jam pelayanan harian
PTSP,
ditetapkan
lebih
lanjut
dengan
Keputusan
Kepala
DPMPTSP.
BAB VII
DOKUMEN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Legalisasi dan Duplikat/ Salinan Naskah Dokumen
Pasal 17
(1)
Dalam hal pemegang Perizinan dan Nonperizinan membutuhkan
legalisasi atas dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang telah
diterbitkan, yang bersangkutan berhak mengajukan permohonan
legalisasi.
(2)
Permohonan legalisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
disampaikan
kepada
petugas
pendaftaran
dengan
melampirkan/menunjukkan
dokumen
yang
asli
untuk
dilegalisasi,
kemudian
diteruskan
kepada
petugas
verifikasi/validasi.
(3)
Petugas
verifikasi/validasi
selanjutnya
meneruskan
kepada
Kepaia Badan/ Kepala Bidang/ Kepala Seksi/Petugas yang
ditunjuk untuk dimintakan tanda tangan dan stempel DPMPTSP.
Pasal 18
(1)
Dalam hal naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan hilang
atau rusak, pemegang Perizinan dan Nonperizinan berhak
mengajukan permohonan untuk mendapatkan duplikat/salinan
naskah dokumen kepada Kepala DPMPTSP.
(2)
Permohonan
untuk
mendapatkan
duplikat/salinan
naskah
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
melalui petugas pendaftaran dengan melampirkan surat
keterangan kehilangan dari kepolisian.
(3)
Petugas pendaftaran meneruskan permohonan kepada petugas
verifikasi/validasi
untuk
dilakukan
pemeriksaan,
dengan
ketentuan:
a. dalam hal berkas permohonan tidak memenuhi persyaratan
dan/atau diragukan kebenarannya, Kepala DPMPTSP dapat
- 17 -
melakukan
penolakan
bersangkutan; dan
terhadap
permohonan
yang
dalam hal berkas permohonan memenuhi persyaratan, Kepala
DPMPTSP menerbitkan duplikat/salinan naskah dokumen
Perizinan dan Nonperizinan.
Bagian Kedua
Perpanjangan atau Daftar Ulang
Pasal 19
(1)
(2)
Perpanjangan atau daftar ulang naskah dokumen Perizinan dan
Nonperizinan, dilaksanakan melalui prinsip penyederhanaan
prosedur dan kemudahan bagi proses pelayanan perpanjangan
dan daftar ulang, sepanjang tidak mengalami perubahan
spesifikasi.
Sepanjang tidak ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan, pengajuan permohonan perpanjangan atau
daftar ulang naskah dokumen
(3)
Perizinan dan
Nonperizinan
dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum habis masa
berlakunya.
Dalam hal pengajuan permohonan perpanjangan atau daftar
ulang naskah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah habis masa berlakunya, maka permohonan
yang bersangkutan diperlakukan sebagai permohonan baru.
Pasal 20
(1)
Dalam hal tanggal perpanjangan atau daftar ulang yang tertera di
dalam naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan bertepatan
dengan hari libur nasional, perpanjangan atau daftar ulang
dilakukan pada hari kerja berikutnya, sehari setelah hari libur
nasional berakhir.
(2)
Perpanjangan atau daftar ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dapat diperhitungkan sebagai alasan untuk
mengenakan denda Retribusi, atau telah terjadinya pelanggaran.
Bagian Ketiga
Bentuk, Jenis Format dan Tata Naskah Dokumen
Pasal 21
(1)
Bentuk dan jenis format Perizinan dan Nonperizinan ditetapkan
oleh Kepala DPMPTSP dengan
peraturan perundang-undangan.
(2)
mengacu
kepada
ketentuan
DPMPTSP dapat melakukan standarisasi tata naskah Perizinan
dan Nonperizinan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas
pelayanan, yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Gubernur.
- 18 -
BAB VIII
LAYANAN INFORMASI DAN LAYANAN PENGADUAN
Bagian Kesatu
Layanan Informasi
Pasal 22
(1)
Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap
penyelenggaraan PTSP, diselenggarakan layanan informasi yang
dapat diakses oleh masyarakat secara cepat, mudah dan
sederhana.
(2)
Layanan informasi yang disediakan oleh PTSP DPMPTSP,
diantaranya meliputi profil DPMPTSP, SP, Maklumat Pelayanan,
pengelolaan layanan pengaduan masyarakat, dan lain sebagainya
yang diperlukan.
(3)
Informasi layanan PTSP dapat diperoleh masyarakat secara
langsung di loket informasi front office PTSP, dan secara tidak
langsung melalui media penyampaian informasi, maupun melalui
sistem informasi secara elektronik.
Bagian Kedua
Layanan Pengaduan
Pasal 23
(1)
Pemohon pengguna jasa dapat menyampaikan pengaduan atas
layanan PTSP melalui layanan pengaduan PTSP, dalam hal
penyelenggaraan PTSP oleh DPMPTSP tidak dilaksanakan sesuai
SP dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)
Layanan Pengaduan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara lisan dan/atau tulisan melalui media yang
disediakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
pemohon pengguna jasa menerima pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan.
(3)
(4)
DPMPTSP wajib menanggapi dan menindaklanjuti pengaduan
atas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
secara cepat dan tepat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterimanya pengaduan atas layanan.
Prosedur layanan pengaduan PTSP dilaksanakan sebagai berikut:
a. Pemohon pengguna jasa menyampaikan pengaduan atas
layanan yang diterimanya secara langsung lisan dan/atau
tulisan ke loket layanan pengaduan PTSP, maupun secara
tidak langsung melalui media telepon, email, faximile, SMS,
kotak saran/pengaduan, sistem informasi secara elektronik,
dan Iain-lain;
b. petugas layanan pengaduan PTSP menerima pengaduan,
kemudian meregistrasi dan melakukan entry data atas
pengaduan, selanjutnya membuat dan memberikan resi tanda
terima nomor pengaduan kepada Pemohon pengguna jasa;
c. tim penanganan pengaduan yang terdiri dari petugas layanan
pengaduan PTSP, unsur petugas DPMPTSP yang terkait, Tim
Teknis PTSP, dan dapat mengikutsertakan unsur PD Teknis,
melakukan analisa penyebab selanjutnya menetapkan
tindakan penyelesaian dan menginformasikannya kepada
Pemohon pengguna jasa;
- 19 -
d. tim
penanganan
pengaduan
penyelesaian yang diperlukan,
verifikasi hasil akhirnya dan
Pemohon pengguna jasa;
melakukan
tindakan
selanjutnya melaksanakan
menyampaikannya kepada
e. jika Pemohon pengguna jasa puas dengan hasil akhir
penyelesaiannya, maka proses penanganan pengaduan
dinyatakan selesai;
f.
jika Pemohon pengguna jasa belum puas maka proses siklus
penanganan pengaduan diulang kembali sebagaimana dari
huruf c hingga huruf e hingga selesai.
(5)
Bagan alur prosedur layanan pengaduan PTSP, tercantum dalam
Lampiran II Peraturan Gubernur ini.
BAB IX
INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT
Pasal 24
(1)
PTSP melaksanakan survei kepuasan masyarakat melalui
penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) guna mengukur
perubahan
tingkat
kepuasan
masyarakat
terhadap
penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
(2)
Pelaksanaan
survei
kepuasan
masyarakat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sendiri oleh DPMPTSP
maupun bekerjasama dengan pihak lain, dengan mekanisme
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Survei kepuasaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4)
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disusun berdasarkan indikator yang terdiri dari:
a. prosedur, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan
alur pelayanan;
b.
persyaratan, yaitu kesesuaian persyaratan teknis dan
administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan
sesuai dengan jenis pelayanannya;
c.
kejelasan petugas, yaitu keberadaan dan kepastian petugas
yang memberikan pelayanan, meliputi nama, jabatan serta
kewenangan dan tanggung jawabnya;
d.
kedisiplinan petugas, yaitu kesungguhan petugas dalam
memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu
kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
e.
tanggung jawab petugas, yaitu kejelasan
wewenang
tanggungjawab
petugas
dalam
penyelenggaraan
penyelesaian pelayanan kepada masyarakat;
f.
kemampuan petugas, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan
yang dimiliki petugas dalam memberikan dan menyelesaikan
pelayanan kepada masyarakat;
g.
kecepatan, yaitu target waktu pelayanan yang dapat
diselesaikan dalam waktu
yang telah ditentukan oleh
penyelenggara pelayanan;
h.
keadilan,
yaitu pelaksanaan
pelayanan dengan tidak
membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
i.
kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku
petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dan
dan
- 20 -
secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan
menghormati;
j. kewajaran biaya, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap
besarnya biaya oleh penyelenggara pelayanan;
k. kepastian biaya, yaitu kesesuaian diantara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
1. kepastian jadwal, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
m. kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana
pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat
memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan
n. keamanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan
unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang
digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk
mendapatkan pelayanan terhadap risiko yang diakibatkan
dari penyelenggaraan pelayanan.
BABX
RETRIBUSI
Pasal 25
(1)
Untuk melakukan pemungutan Retribusi kepada Pemohon
Perizinan dan Nonperizinan yang jenis perizinannya dikenakan
Retribusi, maka petugas/pejabat yang ditunjuk wajib
membuatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau
dokumen lain yang dipersamakan.
(2)
Petugas/pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat berasal dari Tim Teknis PTSP atau dari PD Teknis
maupun dari DPMPTSP selaku PD penyelenggara PTSP.
(3)
Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan mekanisme sesuai ketentuan Peraturan
Daerah dan/atau Peraturan Gubernur yang berlaku secara
khusus mengatur mengenai Retribusi.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak Penyelenggara atau Pelaksana PTSP
Pasal 26
Penyelenggara atau Pelaksana PTSP memiliki hak:
a.
memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan
tugasnya;
b. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang
tidak' sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan
Perizinan dan Nonperizinan;
c.
menolak permintaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan
d.
mendapatkan insentif/tunjangan khusus
dengan kemampuan keuangan daerah.
yang
disesuaikan
-21 -
Bagian Kedua
Kewajiban dan Larangan Bagi Aparatur
Terkait Penyelenggaraan PTSP
Pasal 27
(1)
Setiap Pegawai
Negeri
Sipil dan
Honorer di lingkungan
(2)
Pemerintah Provinsi, wajib mendukung terselenggaranya PTSP.
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dalam
melaksanakan tugasnya wajib berpedoman kepada SP dan SOP
yang berlaku.
(3)
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang
melakukan tindakan Mai Administrasi.
(4)
Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk
anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang:
a. melakukan pungutan liar; dan
b. menerima imbalan dalam bentuk apapun dari Pemohon
Perizinan dan Nonperizinan yang patut diduga terkait langsung
atau tidak langsung dengan penyelenggaraan Perizinan dan
Nonperizinan.
(5)
Setiap Pegawai Negeri Sipil dan Honorer di lingkungan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di
lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dilarang
menjadi Calo atau perantara maupun menjadi Penerima Kuasa
dalam
pengurusan
Perizinan
dan
Nonperizinan
pada
penyelenggaraan PTSP.
(6)
Tidak dikategorikan sebagai larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (5), yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengurus
Perizinan dan Nonperizinan yang terkait langsung dengan usaha
pribadinya sendiri yang dimilikinya secara sah, dan/atau dalam
rangka melaksanakan kewajibannya sebagai Warga Negara
Indonesia.
(7)
Kepala PD Teknis, dilarang menerbitkan Perizinan dan
Nonperizinan yang telah didelegasikan Gubernur kepada Kepala
DPMPTSP.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Masyarakat Pemohon Perizinan
Pasal 28
Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berhak:
a. mengetahui informasi mengenai SP;
b. mengawasi pelaksanaan SP;
c. mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan;
d. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara PTSP untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan yang diberikan tidak sesuai dengan SP;
e.
f.
g.
memberitahukan
kepada
petugas
pelaksana
PTSP
untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak
sesuai dengan SP;
mengadukan
petugas
pelaksana
PTSP yang
melakukan
penyimpangan SP dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada
pimpinan penyelenggara PTSP dan Ombudsman; dan
mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan
tujuan pelayanan.
-22 -
Pasal 29
Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berkewajiban:
a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan
dalam SP;
b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas
pelayanan; dan
c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan
penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan.
BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
(1)
(2)
Pegawai Negeri Sipil maupun Honorer, dan petugas penyelenggara
atau pelaksana PTSP yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat
(5) dan ayat (7), dikenakan sanksi berdasarkan tingkat
pelanggaran yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian.
Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari
DPMPTSP, maka Pejabat yang memberikan/menjatuhkan sanksi
adalah Gubernur atau Sekretaris Daerah atau Kepala DPMPTSP
atau pejabat lainnya yang berwenang, disesuaikan dengan
pangkat, golongan dan jabatan pegawai yang melanggar, untuk
selanjutnya dilakukan pembinaan oleh atasan langsung yang
bersangkutan.
(3)
Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari PD
Teknis atau Instansi lainnya, maka Kepala DPMPTSP
menyampaikan secara tertulis perihal pelanggaran dimaksud
kepada pimpinan atau kepala instansi yang bersangkutan, untuk
selanjutnya diproses guna diberikan/dijatuhkan
pejabat yang berwenang.
sanksi oleh
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
Pembinaan atas penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Gubernur.
Pasal 32
(1)
(2)
(3)
Pengawasan umum terhadap proses penyelenggaraan PTSP
dilakukan oleh atasan langsung secara berjenjang.
Pengawasan
fungsional
terhadap
terhadap
proses
penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Inspektorat Daerah
Provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan
PTSP, Gubernur dapat membentuk Tim Pengawas PTSP yang
diketuai oleh Sekretaris Daerah dengan anggota yang terdiri dari
unsur-unsur
Inspektorat
Daerah,
Badan
Perencanaan
Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah, Badan
Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah,
Biro Hukum Sekretariat Daerah, dan Biro Organisasi Sekretariat
Daerah.
(4)
Tim
pengawas
PTSP sebagaimana dimaksud
pada ayat
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
(3)
- 23 -
(5)
Tim Pengawas PTSP mempunyai tugas sebagai berikut:
a.
melakukan supervisi dan dukungan atas penyelenggaraan
PTSP, melalui tindakan pencegahan mal administrasi oleh
petugas penyelenggara PTSP;
b. mendorong upaya peningkatan kualitas layanan PTSP melalui
pemantauan berkala maupun insidentil atas penyele