Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Korosi Logam Fe, Ni, Dan Cr Pada Korosi Baja SS 304 Dalam Medium Asam Sulfat ( H2SO4 ) 1M

(1)

PENGARUH WAKTU TERHADAP KECEPATAN KOROSI

LOGAM Fe, Ni, DAN Cr PADA BAJA SS 304 DALAM

MEDIUM ASAM SULFAT (H

2

SO

4

) 1M

SKRIPSI

NUR ASMI

090802007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PENGARUH WAKTU TERHADAP KECEPATAN KOROSI LOGAM Fe, Ni, DAN Cr PADA BAJA SS 304 DALAM MEDIUM ASAM

SULFAT (H2SO4) 1M

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NUR ASMI 090802007

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH WAKTU TERHADAP KECEPATAN KOROSI LOGAM Fe, Ni, DAN Cr PADA BAJA SS 304 DALAM

MEDIUM ASAM SULFAT (H2SO4) 1M

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2014

NUR ASMI 090802007


(4)

PERSETUJUAN

Judul :Pengaruh Waktu Terhadap Kecepatan Korosi Logam Fe, Ni, Dan Cr Pada Korosi Baja SS 304 Dalam Medium Asam Sulfat ( H2SO4 ) 1M

Kategori : Skripsi Nama : Nur Asmi NomorIndukMahasiswa : 090802007

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas :Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Januari 2014

KomisiPembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs.Amir Hamzah Siregar,MSi. Dr.Darwin Yunus Nasution,MS NIP:196106141991031002 NIP:195508101981031006

Diketahui/Disetujuioleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst,MS. NIP. 195408301985032001


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmanirrohiim.

Alhamdulillah Puji syukur saya panjatkan kehadirat Ilahi Robbi Tuhan semesta alam, karena atas nikmat dan karunianyalah saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Dan tidak lupa sholawat dan salam keharibaan Nabi besar Muhammad SAW yang mana syafaat beliau yang diharapkan dikemudian hari.

Ucapan terimakasih yang sebesarnya-besarnya saya ucapkan kepada kedua orangtua saya ( Alm. Ayahanda Wahban Lubis dan Ibunda Rahmawati Nst), yang telah bersusah payah melahirkan dan membesarkan saya hingga hari ini dan kepada keempat abang dan kakak saya, Syaiful Alamsyah Lubis dan keluarga, Khoirul Basri Lubis dan keluarga, Fitria Dewi Lubis dan keluarga, dan khususnya abanganda Sahut Maholong Lubis dan kedua adik saya Zul Fikar lubis, dan Wahyu Rahmiana Lubis yang tak bosan-bosannya memberikan dukungan baik doa dan materi serta semangat kepada saya hingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak Dr.Darwin Yunus Nst.MS. dan bapak Drs. Amir Hamzah Siregar.Msi. yang telah banyak membantu memberikan masukan dan membimbing saya untuk menyelesaikan skiripsi ini. Kepada bapak Prof.Harlem Marpaung selaku dosen Penasehat Akademik saya, saya ucapkan terimakasih atas saran dan nasehatnya selama ini saat saya menjalani perkuliahan. Terimakasih saya ucapkan kepada ibu Dr.Rumondang Bulan Nst,MS dan bapak Dr.Albert pasaribu,MSc selaku ketua dan sekretaris Departemen atas bantuanya selama ini. Dan juga ucapan terimakasih saya ucapkan kepada kak Ayu selaku laboran Kimia Dasar LIDA USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian penulis. Kepada seluruh dosen dan staf pengajar kimia FMIPA USU atas ilmu dan motifasi yang diberikan kepada saya, semoga bermanfaat bagi saya dan dapat saya aplikasikan.

Kepada teman seperjuangan kasra, Rina, Indah, dan kak Emi, khususnya teman-teman stambuk 2009 yang tak bisa saya sebutkan namanya satu persatu, adek-adek stambuk 2010-2012, teman-teman Asrama putri USU Ulin, Ade, Fitri, Nirma, Reni, Iin, dan teman-teman KSE serta yayasan KSE pusat saya ucapkan terimakasih atas dukungan, doanya dan kesempatan kepada saya menjadi penerima beasiswa KSE hingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

Penulis


(6)

PENGARUH WAKTU TERHADAP KECEPATAN KOROSI LOGAM Fe, Ni, DAN Cr PADA BAJA SS 304 DALAM MEDIUM ASAM SULFAT

(H2SO4) 1M

ABSTRAK

Pengaruh waktu terhadap kecepatan korosi logam Fe, Ni, dan Cr pada baja SS 304 dalam medium asam sulfat (H2SO4) 1M telah diteliti dengan menggunakan metode uji pengurangan berat (Weight Loss Test). yaitu dengan perendaman Baja SS 304 dalam variasi waktu 10,20,dan 30 hari, kemudian larutan bekas perendaman baja SS 304 tersebut dianalisis dengan menggunakan alat Spektroskopi Serapan Atom (SSA) untuk menentukan kadar logam (Cr, Fe, dan Ni) yang hilang, dan analisa permukaan logam untuk menentukan jenis korosi yang terjadi dengan menggunakan alat Scanning Electron Microskopy (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi logam Fe sebesar 19,6 mpy, logam Cr sebesar 6,31 mpy dan logam Ni sebesar 1,02 mpy pada perendaman 10 hari, pada perendaman 20 hari laju korosi logam meningkat yaitu logam Fe menjadi 32,2 mpy, logam Cr 18,48 mpy dan logam Ni 1,4 mpy, dan pada perendaman 30 hari laju korosi logam menurun, logam Fe menurun menjadi 25,6 mpy, logam Cr 16,42 mpy dan logam Ni 0,93 mpy. Berdasarkan laju korosi diatas logam –logam ini maksimum terkorosi pada perendaman 20 hari karena adanya lapisan pasivasi pada logam tersebut setelah perendaman 20 hari yang menyebabkan laju korosi menurun setelah perendaman 30 hari dan korosi yang terjadi pada permukaan logam tersebut adalah jenis korosi sumuran (pitting).


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar isi vi

Daftar tabel ix

Daftar gambar x

Daftar lampiran xi

BAB 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Lokasi Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

BAB 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Elektrokimia 7

2.1.1 Pengertian elektrokimia 7

2.1.2 Perbandingan reaksi kimia dan elektrokimia 7

2.1.3 Potensial elektroda reversible 8

2.1.4 Potensial elektrode dan keaktifan persamaan Nerst 8

2.1.5. Potensial Elektroda Standar 9

2.2. Korosi 2.2.1 Pengertian korosi 11

2.2.2 Jenis – jenis korosi 12

2.3. Baja 14

2.3.1 Pengertian baja 14

2.3.2 Jenis – jenis baja paduan 15

2.3.4 Jenis – Jenis baja tahan karat 16

2.4. Metode Pengukuran Laju Korosi 17

2.4.1 Tehnik Elektrokimia 17

2.4.2 Metode Pengurangan Berat Sampel 19 2.5 Sifat – sifat logam yang terkandung dalam baja 304 21

2.5.1 Logam Besi (Fe) 21

2.5.2 Logam Kromium (Cr) 22

2.5.3 Logam Nikel (Ni) 23


(8)

2.6 Asam Sulfat 24 2.7 Spektroskopi Serapan Atom 24

2.7.1 Prinsip Dasar Spektroskopi Serapan Atom 25 2.7.2 Gangguan Pada Spektroskopi Serapan Atom 25 2.7.3 Kelebihan dan Kekurangan Spektroskopi

Serapan Atom 26

2.8 Scanning Electron Microscopy 27 BAB 3. Metode Penelitian

3.1 Alat dan bahan 28

3.1.1 Alat 28

3.1.2 Bahan 28

3.2 Prosedur penelitian 29

3.2.1 Penghilangan Berat Baja SS 304 29 3.2.2 Pembuatan Larutan Standart 29 3.2.3 Karakterisasi Dengan Analisis Spektroskopy

Serapan Atom 31

3.2.4 Penentuan Lgam Baja SS 304 (Fe, Cr, dan Ni) Yang Terkorosi Dalam Larutan H2SO4 dalam

Waktu yang Bervariasi 32 3.2.5 Analisa Morfologi Permukaan Logam Baja

dengan SEM 32

3.2.6 Pengolahan Data 33

3.3 Bagan Penelitian 34

3.3.1 Perendaman Baja SS 304 dalam H2SO4 34

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standart dan Kurva 35 Kalibrasi Logam Ni

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standart dan Kurva Kalibrasi Logam Fe 36 3.3.4 Penentuan Larutan Seri Standart dan Kurva

Kalibrasi Logam Cr 37 3.3.5 Penentuan Logam Ni dalam Larutan Bekas perendaman Baja SS 304 10 hari 38 3.3.6 Penentuan Logam Fe dalam Larutan

Bekas perendaman Baja SS 304 10 hari 38 3.3.7 Penentuan Logam Cr dalam Larutan

Bekas perendaman Baja SS 304 10 hari 39 3.3.8 Analisis Permukaan Logam dengan Alat Scanning

Electron Microscopy (SEM 39 BAB 4. Hasil dan Pembahasan

4.1. Hasil Penelitian 40

4.1.1. Konsentrasi Logam (Cr, Fe, dan Ni) Larutan Bekas Perendaman Baja SS 304 yang Dianalisis

dengan SSA 40 4.1.2. Penentuan Kadar Logam (Cr, Fe, dan Ni) Satuan


(9)

4.1.3. Penentuan Laju Korosi Logam (Cr, Fe, dan Ni) Yang Terkorosi dalam Larutan H2SO4 41

4.1.4. Persentase berat logam (Cr, Fe dan Ni) yang Hilang dari Berat Total Masing – masing Logam yang terkandung dalam Baja SS 304 43 4.2. Pembahasan Hasil Penelitian 44

4.3. Hasil Analisa Permukaan Logam Setelah Dilakukan

Perendaman 30 Hari yang Diuji Dengan Alat SEM 47 BAB 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 50

5.2. Saran 51


(10)

PENGARUH WAKTU TERHADAP KECEPATAN KOROSI LOGAM Fe, Ni, DAN Cr PADA BAJA SS 304 DALAM MEDIUM ASAM SULFAT

(H2SO4) 1M

ABSTRAK

Pengaruh waktu terhadap kecepatan korosi logam Fe, Ni, dan Cr pada baja SS 304 dalam medium asam sulfat (H2SO4) 1M telah diteliti dengan menggunakan metode uji pengurangan berat (Weight Loss Test). yaitu dengan perendaman Baja SS 304 dalam variasi waktu 10,20,dan 30 hari, kemudian larutan bekas perendaman baja SS 304 tersebut dianalisis dengan menggunakan alat Spektroskopi Serapan Atom (SSA) untuk menentukan kadar logam (Cr, Fe, dan Ni) yang hilang, dan analisa permukaan logam untuk menentukan jenis korosi yang terjadi dengan menggunakan alat Scanning Electron Microskopy (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi logam Fe sebesar 19,6 mpy, logam Cr sebesar 6,31 mpy dan logam Ni sebesar 1,02 mpy pada perendaman 10 hari, pada perendaman 20 hari laju korosi logam meningkat yaitu logam Fe menjadi 32,2 mpy, logam Cr 18,48 mpy dan logam Ni 1,4 mpy, dan pada perendaman 30 hari laju korosi logam menurun, logam Fe menurun menjadi 25,6 mpy, logam Cr 16,42 mpy dan logam Ni 0,93 mpy. Berdasarkan laju korosi diatas logam –logam ini maksimum terkorosi pada perendaman 20 hari karena adanya lapisan pasivasi pada logam tersebut setelah perendaman 20 hari yang menyebabkan laju korosi menurun setelah perendaman 30 hari dan korosi yang terjadi pada permukaan logam tersebut adalah jenis korosi sumuran (pitting).


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Korosi dapat didefinisikan sebagai penurunan mutu suatu logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, yang melibatkan pergerakan ion logam ke dalam larutan pada anoda dan pertukaran elektron dari logam kepada katoda. Korosi juga disebut sebagai proses pengkaratan suatu logam, yang mengakibatkan berat logam berkurang, yang lama kelamaan logam tersebut teruarai dari paduannya (Evans, 1976)

Korosi merupakan bahaya Nasional yang nyata yang tingkat kerugiannya lebih besar dari segala bencana alam yang pernah dialami. (Widharto,2004). Penyebab korosi secara umum ada dua macam yaitu : korosi kimia dan korosi elektrolit. Berkaratnya besi dan baja disebabkan kedua hal diatas yaitu terjadinya proses reaksi antara besi atau baja dengan oksigen yang terdapat dalam atmosfer membentuk lapisan oksida pada permukaan logam. (Amanto, 2006)

Baja merupakan logam paduan yang terdiri dari besi dan karbon dengan sedikit adanya unsur lain seperti mangan, nikel, krom, silikon, posfor dan molibdat. Berdasarkan jumlah kandungan baja tersebut, baja dibagi kedalam beberapa tipe, salah satunya baja dengan type SS 304. Baja ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari peralatan rumah tangga hingga alat-alat mesin berat ( Amanto, 2006 )

Baja stainless steel dengan type 304 merupakan bagian dari baja tahan karat atau yang disebut sebagai baja tahan karat austenitik yang memiliki komposisi logam Cr 18%, logam Ni 8 % , logam Fe 66%. Logam Mn 2%, Carbon 0.08%, Posfor 0,45%, Sulfur 0,03% dan slikon 0,75% ( Nurfiyanda, 2011)


(12)

Menurut Patnaik (1999) logam kromium merupakan bagian dari logam transisi yang digunakan dalam paduan logam, seperti dalam baja krom atau baja krom nikel. Kromium bersifat keras, berwarna keabu-abuan dan berkilau, dengan densitas sebesar 7,14 g/L, melebur pada suhu 1900oC, dan mendidih pada suhu 2642oC, dan bereaksi dengan larutan HCl dan H2SO4. Logam nikel juga

merupakan bagian logam transisi yang digunakan dalam berbagai paduan logam seperti dalam krom – nikel, perak jerman, dan lain-lain. Nikel bersifat keras, berwarna putih dan berkilau dan densitasnya sebesar 8.90 g/L, dan titik leleh sebesar 1555oC serta titik didih sebesar 2800oC.

Karena sifat sifat logam penyusun baja inilah, baja SS 304 digunakan dalam industri, salah satu contoh kegunaan baja stainless steel atau baja tahan karat dengan tipe 304 dalam bidang industri yaitu pada industri susu. Baja dalam bentuk pipa yang digunakan untuk menyalurkan susu yang dari peternakan ke tangki pengemasan susu. Selain dalam industri susu baja ini juga digunakan dalam industri minuman mineral bersoda dalam proses pengumpulan dan aliran pengemasan minuman tersebut, dan juga pada mesin pemotongan daging, dalam pemakaian baja tersebut dalam industri – industri kemungkinan terbentuk kerak yang menempel pada baja akibat proses industri – industri, jadi untuk membersihkan kerak yang menempel pada baja digunakan larutan asam yang disebut sebagai proses pickling, karena adanya intraksi baja dengan medium asam kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya korosi (Sastri, 2011).

Kegunaan asam sulfat salah satunya sebagai pembersih permukaan baja atau yang disebut sebagai proses pickling, juga sebagai bahan pendehidrasi, dan lain-lain. Asam sulfat tidak memilki warna, berupa cairan kental berminyak, mudah larut dalam air dan alkohol, memiliki sifat yang sangat korosif dalam konsentrasi yang sama atau lebih besar dari 1,5 M, dan bersifat irritasi dalam konsentrasi lebih besar dari 0,5 M dan lebih kecil dari 1,5 M. Dalam proses pickling larutan asam sulfat yang digunakan adalah larutan asam sulfat 1 M (Patnaik, 1999).


(13)

Ketahanan korosi suatu bahan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yaitu komposisi ingkungan, tingkat pH, kelembaban, angin atau arus air, dan suhu. Faktor-faktor ini ada dibagian jenis lingkungan, atmosfer, air tawar, air asin, dan tanah (Craig, 2006).

Illyasu (2012) telah melakukan penelitian tentang. Prilaku Korosi Baja Stainless Steel Austenitic 304 Dalam Variasi konsentrasi Asam Sulfat, hasil penelitian menunjukkan bahwa baja stainless steel dengan type 304 mengalami penurunan berat dengan meningkatnya waktu perendaman dan konsentrasi H2SO4.

Laju korosi meningkat dengan meningkatnya suhu dan menurun dengan meningkatnya waktu perendaman.

Prastya (2010) telah meneliti tentang Pengaruh pH Lingkungan Terhadap Prilaku Korosi Stainless Steel AISI 304 dan AISI 316. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi menurun dengan menaiknya nilai pH. Basuki (2012) meneliti tentang Analisa Laju Korosi Duplex Ss Aws 2205 Dengan Metode Weight Loss, hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam larutan H2SO4(P) laju

korosi yang dihasilkan untuk baja SS Duplex adalah 1.039 mpy.

Loto (2012) meneliti tentang ketahanan korosi baja austenitik tipe 304 dalam asam sulfat dengan penambahan NaCl, dari penelitiannya disimpulkan bahwa austenitic stainless steel (tipe 304) rentan terhadap lingkungan asam sulfur, dengan korosi lubang (pitting corrosion) yang signifikan dan kerusakan yang luas pada permukaan logam.

Dari penelitian – penelitian diatas, peneliti hanya meneliti kehilangan berat baja setelah direndam tanpa meneliti larutan bekas perendaman baja tersebut. Karena itulah penulis tertarik meneliti tentang pengaruh waktu terhadap korosi logam yang terkandung dalam baja SS type 304 ( Fe, Ni, dan Cr ) dalam larutan bekas perendaman baja. Media pengkorosi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asam Sulfat (H2SO4) 1M. Penentuan laju Korosi logam dalam larutan


(14)

Atom, karena alat Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) lebih spesifik dan dapat mendeteksi logam dalam jumlah mikro sekalipun,dan logam yang terkorosi diuji morfologi permukaannya dengan menggunakan alat Scanning Electro microscopy ( SEM ) yang bertujuan untuk mengetahui korosi yang terjadi pada baja tersebut.

1.2.Perumusan Masalah

1. Logam apakah yang paling cepat terkorosi dalam medianya diantara ketiga logam ( Fe, Ni, dan Cr ) yang diamati dalam larutan bekas perendaman baja SS 304

2. Bagaimana pengaruh waktu terhadap kecepatan korosi logam pada larutan Baja tersebut

3. apakah jenis korosi yang terjadi pada permukaan baja setelah dilakukan perendaman

1.3. Pembatasan Masalah

1. Logam yang diamati pada sampel baja SS 304 yaitu logam Fe , Cr , dan Ni

2. Alat yang digunakan adalah Spektrofotometri Serapan Atom dan Scanning Electron Microscopy

3. Jenis Baja yang diamati adalah Baja SS 304 yang diperoleh di salah satu toko bangunan yang berada di Jl.Mahkamah no 9b UD. Sentosa Medan. 4. Waktu perendaman selama 10, 20, dan 30 hari

1.4. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui logam yang lebih cepat terkorosi dalam medianya diantara ketiga logam ( Fe, Ni, Cr ) yang diamati dalam larutan bekas perendaman baja SS 304


(15)

2. Untuk mengetahui pengaruh waktu perendaman terahadap kecepatan korosi logam pada larutan Baja tersebut

3. Untuk mengetahui jenis korosi yang terjadi pada permukaan baja setelah dilakukan perendaman

1.5.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini untuk memberikan informasi mengenai kecepatan korosi logam yang terkandung dalam Baja SS 304 dalam media H2SO4 1M kepada

publik, khususnya industri yang selalu melakukan pencucian baja yang disebut sebagai proses pickling, bahwa logam yang terkandung dalam baja terurai dari paduanya setelah dilakukan proses pickling dan akan merusak lingkungan, untuk itu industri diharapkan lebih peduli terhadap limbah hasil proses pickling tersebut.

1.6.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera Utara, Analisis Spektrofotometri Serapan Atom dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Analisa SEM dilakukan di Laboratorium Fisika UNIMED.

1.7.Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah merupakan experimen laboratorium. Metode yang digunakan untuk penentuan laju korosi tersebut adalah metode uji kehilangan berat ( weight Loss Test). Baja tipe SS 304 yang diperoleh dari pasaran dipotong dalam bentuk lempengan dengan ketebalan 1mm dan jari-jari 2,5 cm direndam dalam media asam H2SO4 1M untuk pengurangan berat logam (proses korosi). Baja terlebih


(16)

dengan aquabides, selanjutnya dilakukan perendaman dalam H2SO4 1M dengan

variasi waktu yang berbeda.

Kemudian bekas perendaman tersebut dianalisis dengan alat SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) untuk mengetahui logam –logam yang terkorosi dan laju korosi masing – masing logam dalam baja SS 304 tersebut, dan juga dilakukan uji morfologi permukaan logam menggunakan alat SEM (Scanning Electron Microscopy) pada permukaan baja yang direndam selama 30 hari untuk mengetahui jenis korosi yang terjadi.

Adapun variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas : waktu perendaman Logam yaitu 10, 20 dan 30 hari. 2. Variabel terikat : Laju korosi masing – masing Logam (Fe, Ni, dan Cr) 3. Variabel tetap : Suhu dan media pengkorosi logam (H2SO4) 1M


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Elektrokimia

2.1.1. Pengertian Elektrokimia

Definisi elektrokimia adalah ilmu yang mempelajari aksi antara sifat-sifat listrik dengan reaksi kimia. Misalnya perubahan energi kimia menjadi energi listrik pada elemen elektrokimia, reaksi oksidasi - reduksi secara spontan pada elemen yang dijadikan sumber arus listrik, dan perpindahan elektron dalam larutan elektrolit yang terjadi pada aki ( Crow,1988)

Elektrokimia berkaitan dengan situasi di mana oksidasi dan reduksi reaksi dipisahkan dalam ruang atau waktu, dihubungkan oleh sebuah sirkuit listrik eksternal. Elektrolisis dan korosi adalah contoh dari proses penting seperti yang ada pada elektrokimia. Prinsip-prinsip dasar elektrokimia didasarkan pada rasio tegangan antara dua zat yang memiliki kemampuan untuk bereaksi satu sama lain (Crow, 1988).

2.1.2. Perbandingan reaksi kimia dan Elektrokimia

Reaksi elektroda merupakan suatu proses kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi, skemanya dapat dilihat sebagai berikut:

katoda + ne anoda

Perbedaan diantara reaksi kimia dengan elektrokima berpuncak daripada sumber elektron yang berlainan. Sistem kenaikan dan penurunan kimia terdiri dari dua sistem, yaitu :


(18)

Ox 1 + ne Red 1

Red2 - ne Ox2 ... (1)

Total = Ox1 + Red2 Red1 + Ox2

2.1.3. Potensial elektrode reversible

Suatu logam yang dicelupkan kedalam suatu larutan ionnya sendiri mempunyai suatu keseimbangan seperti :

Mn+ + ne M ... (2)

Keseimbangan diatas berlaku secara lambat,. Elektroda dari keseimbangan diatas diambil dari salah satu potensial yang nilainya merupakan fungsi dari kedudukan keseimbangan bagi reaksi. Dan jika keseimbangan ditetapkan secara cepat, potensisl dapat ditentukan secara potensiometer dengan membandingkannya dengan elektroda lain dan untuk kesetimbangan termodinamik potensial dikenal sebagai potensial elektrode reversible.

2.1.4. Potensial elektrode dan keaktifan persamaan Nernst

Persamaan reaksi van’t Hoff mengungkapkan perubahan energi bebas untuk

reaksi kimia dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

∆ = ∆Go+ RT ln π(keatifan hasil reaksi)

π(keaktifan bahan reaksi)

atau ... (3)


(19)

perubahan energi bebas bagi suatu reaksi elektroda reversible dapat dihubungkan dengan potensial elektroda melalui :

∆ = − ... (4) Atau untuk keadaan standar

∆Go = -nEoF ... (5)

∆Go adalah energi bebas dan Eo potensial elektroda standar. Hubungan didalam

persamaan (4) dan (5) dapat dihubungkan seperti berikut ini:

nEF = + RT aMn +

atau ... (6)

= +��ln +

disini aM dihilangkan karena keaktifan logam dianggap tetap, sehingga untuk suatu elektroda redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :

Eeq = +��

[ ]

[� ] ... (7)

.

dimana Eeq adalah digunakan untuk menjelaskan bahwa suatu elektroda setimbang

pada kedudukan keseimbangan dinamik diantara bentuk oksida dan reduksi yang ditetapkan secara cepat pada permukaan elektroda (Crow. 1988)

2.1.5. Potensial Elektroda Standar

Besarnya potensial oksidasi dan tandanya, berguna untuk penentuan eksperimental dari potensi oksidasi. Potensi oksidasi diperoleh dengan mengukur elektroda hidrogen standar (SHE), yang terdiri dari elektroda platinum yang direndam dalam 1MHCl dengan melewatkan gas hidrogen pada tekanan 1 atmosfer sepert reaksi berikut :


(20)

Hidrogen elektroda dikenal sebagai standar hidrogen elektroda, dengan potensial nol. Kita dapat menghubungkan elektroda zink dengan sistem elektoda hidrogen standar, dengan jembatan garam, berikut diagram sel dari sistem zink dengan hidrogen.

Zn(s l Zn2+ ll H+ l H2 l Pt

Dari diagram sel diatas zink sebagai anoda,

Zn Zn2+ + 2e Oksidasi Eo = 0,76 V

dan platinum sebagai katoda

2H+ + 2e H2 Reduksi Eo = 0,0 V


(21)

Nilai - nilai positif dari Potensial menunjukkan logam sukar teroksidasi (mengalami reduksi), dan nilai-nilai negatif menunjukkan logam mudah teroksidasi ( Sastri, 2011 ).

2.2. Korosi

2.2.1. Pengertian Korosi

Korosi artinya perusakan atau pengkaratan. Sehingga dapat diartikan bahwa korosi adalah penurunan mutu suatu logam akibat reaksi yang terjadi dengan lingkungan. Masalah korosi merupakan masalah yang cukup serius diberbagai negara, baik di negara maju sekalipun. Karena kerusakan ekonomi yang luar biasa dapat disebabkan oleh korosi, sehingga korosi menjadi subjek penelitian yang luas terutama dengan pandangan untuk meminimalisasi korosi tersebut, agar bisa diterima sebagai beban-ekonomi dan lingkungan (Trethewey,1991).

Sebagian besar yang menyebabkan kasus korosi adalah air, tetapi pengecualian penting pada reaksi permukaan logam dengan udara pada suhu tinggi dapat disebabkan karena pembentukan oksida, dan di lingkungan industri akibat pembentukan sulfida, dan lain-lain. Korosi logam yang kontak dengan larutan berair dapat ditunjukkan oleh setengah reaksi berikut:

M Mn+(aq) + ne

Dalam lingkungan asam, reaksinya sebagai berikut:

O2 + 4H+(aq) + 4e 2H2O atau

2H+ + 2e- H2(g)

Dalam lingkungan Alkali, reaksinya sebagai berikut:


(22)

2H2O + 2e- H2(aq) + 2OH –

Ion-ion logam dapat langsung bereaksi dengan OH membentuk oksida / hidroksida yang menutupi permukaan logam. Reaksi yang terjadi tergantung pada pH, dicatat bahwa pengurangan setengah-reaksi mengubah pH di daerah sekitar permukaan logam. Dengan demikian, faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi pada dasarnya pH, tekanan parsial oksigen, dan konduktivitas larutan. Dalam kasus-kasus tertentu reaksi katodik juga dapat berlangsung karena pengurangan spesies sudah terjadi dalam larutan, seperti Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ (Christhoper, 1993).

2.2.2. Jenis – Jenis Korosi

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai korosi, dibawah ini dijelaskan mengenai beberapa jenis-jenis korosi yaitu :

1. Jenis karat yang terjadi melalui proses elektrokimia adalah antara lain: korosi atmosfer, korosi galvanis, korosi arus liar, korosi air laut, korosi tanah , konsentrasi sel oksigen, dan lain-lain.

2. Jenis korosi yang terjadi melalui proses kimia adalah antara lain: korosi pelarutan selektif, korosi merkuri, korosi asam, korosi titik, graftisasi, dan lain-lain.

3. Jenis korosi yang terjadi melalui proses kombinasi elektrokimia, kimia dan fisik adalah antara lain: korosi tegangan, korosi erosi, dan lain-lain.


(23)

4. Jenis korosi yang terjadi akibat kerusakan mekanis antara lain : korosi gesekan, korosi kelelahan, serangan tumbukan partikel, kavitasi, erosi/ abrasi, dan lain-lain.

Gambar 2.2. korosi abrasi/erosi

5. Jenis korosi yang terjadi pada suhu tinggi misalnya antara lain : korosi metal cair, dan lain-lain.

6. Jenis korosi yang diakibatkan oleh faktor biologis yakni korosi korosi yang disebabkan oleh bakteri produksi sulfat.

7. Kerusakan metal lainnya yang diakibatkan oleh pencemaran zat kimia sewaktu dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang kaya dengan zat pencemar tertentu, misalnya penetasan hidrogen, penetasan sulfur, dan lain-lain.

8. Jenis korosi yang terjadi dibatas kristal metal yakni, korosi intergramular, korosi interdendritic, dan lain-lain.

Kerusakan akibat serangan korosi dapat berupa sumur- sumuran kecil, Keroposan, penetasan, keretakan dan perforasi yang merata dipermukaan logam, hal ini terjadi karena terbentuknya selaput tipis kerak, terbentuknya kerak tebal berlapis-lapis yang jika di kupas dibawahnya akan hilang sebagian permukaan logam, berupa penipisan yang merata, berupa perapuhan / pelunakan metal karena berubah sifat.

Jadi untuk menanggulangi kerusakan yang diakibatkan oleh serangan korosi dapat berjalan dengan lancar, maka diperlukan persiapan-persiapan yang matang yang antara lain adalah sebagai berikut :


(24)

1. Sumber daya manusia yang handal

2. Sistem dan prosedur kerja pegawasan/monitoing bahaya serangan korosi yang baik dan baku.

3. Dukungan fasilitas perusahaan yang memadai (peralatan, sarana, dan lain-lain).

4. Pimpinan perusahaan berupaya tanggap dan peduli atas masalah-masalah kerusakan / kendala operasi yang disebabkan oleh serangan korosi, misalnya berupa reaksi cepat atas laporan, penyediaan anggaran pencegahan dan fasilitas pendidikan bagi para personil yang bergerak dibidang pemantauan dan penanggulangan korosi (Widharto.2004 ).

2.3. Baja

2.3.1. Pengertian Baja

Baja dapat didefenisikan suatu campuran besi dan karbon, dimana unsur karbon menjadi dasar campurannya. Disamping itu, mengandung unsur campuran lainnya seperti sulfur (S), fosfor (P), silikon (Si), dan mangan (Mn) yang jumlahnya dibatasi.

Baja paduan merupakan suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibdem, vanadium, mangan, dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (keras, kuat,dan liat), tetapi unsur karbon tidak dianggap sebagai salah satu unsur campuran. Suatu kombinasi antara dua atau lebih unsur campuran memberikan sifat khas dibandingkan dengan menggunakan satu unsur campuran, misalnya baja yang dicampur dengan unsur kromium dan nikel akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan kenyal (sifat logam ini membuat baja mudah dibentuk dengan cara dipalu, ditempa, digiling, dan ditarik tanpa mengalami patah dan retak-retak. Jika dicampur dengan kromium dan molibdem akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras yang baik dan sifat kenyal yang memuaskan serta tahan terhadap panas ( Amanto, 2006 ).


(25)

2.3.2. Jenis – Jenis Baja Paduan

Berdasarkan unsur – unsur campuran dan sifat-sifat dari baja maka baja paduan dapat digolongkan menjadi :

1. Baja dengan kekuatan tarik yang tinggi. Baja ini mengandung mangan, nikel, kromium, dan sering juga mengandung vanadium. 2. Baja tahan pakai

3. Baja tahan karat. Baja ini sering disebut sebagai stainless steel yang mempunyai seratus lebih jenis yang berbeda.

4. Baja tahan panas (Amanto, 2006)

2.3.3. Jenis – jenis baja tahan karat a. Baja tahan karat Martensit

Baja tahan karat martensit memiliki komposisi adalah 12-13% Cr dan 0,1-0,3% C. Kadar Cr sebanyak ini adalah batas terendah untuk ketahanan asam, karena itu baja ini sukar berkarat diudara, tetapi ketahanan dalam suatu larutan juga cukup.

Sampai 500oC, baja ini banyak dipakai karena mempunyai ketahan panas yang baik sekali, dan dengan pengerasan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik, oleh karena itu baja ini dapat dipakai untuk alat pemotong, perkakas, dan sebagainya .

b. Baja tahan karat ferit

Baja tahan karat ferit adalah baja yang terutama mengandung Cr sekitar 16-185% atau lebih. Kebanyakan komponen dibuat dari plat tipis, sebagai bahan untuk bagian dalam dari suatu konstruksi, untuk peralatan dapur, untuk komponen trim mobil bagian dalam, dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa pada lingkungan korosi ringan tidak terjadi karat, tetapi berada pada air larutan netral dapat terjadi korosi lubang atau krevis kalau terdapat sedikit ion klor, atau kalau ada struktur


(26)

berbentuk krevis. Plat tipis dari baja ini dapat menyebabkan tanda regangan spesifik yang disebut ridging disebabkan oleh tarikan atau penarikan dalam, hal ini yang memberikan permasalahan pada pembuatan peralatan dapur.

c. Baja tahan karat Austensit

Baja tahan karat autensit merupakan baja yang memilki komposisi 18% Cr dan 8% Ni, baja ini memiliki ketahan korosi yang baik dibandingkan kedua baja diatas. Baja tahan karat austensit digunakan dalam berbagai industri kimia. Selain itu dipakai untuk bahan kontruksi, prabot dapur, turbin, mesin jet, , bangunan kapal, reaktor atom, dan sebagainya.

Dimulai dari lingkungan ringan sampai lingkungan korosif parah, tergantung pada paduan baja tersebut dan dapat digunakan dalam lingkungan dengan suhu mencapai 600ºC dan suhu rendah dalam kisaran karsinogenik. Kesulitan dalam pengolahan batas baja tahan karat disebabkan karena meningkatnya konsentrasi kromium.

Meskipun baja tahan karat austensit memiliki ketahanan korosi yang baik tetapi harus berhati – hati juga pada penggunaannya karena memiliki kekurangan seperti yang dikemukakan dibawah ini :

a. Korosi antar butir

Yaitu kerusakan yang disebabkan oleh presipitasi karbida pada batas butir, yang menyebabkan daerah kekurangan Cr didekatnya, dari daerah tersebut korosi dimulai.

b. Korosi lubang dan krevis

Korosi lubang disebabkan oleh retakan lapisan yang pasif. Bagian yang pecah dari lapian menjadi rusak karena konsentrasi, yang membentuk lubang.kerusakan pasif disebabkan oleh adanya ion klor. Dan korosi yang menyebabkan pecahnya lapisan lapisan pasif setempat karena pengurangan pH pada permukaan kontak dengan benda lain, disebut korosi krevis. c. Retakan korosi regangan


(27)

Retakan korosi regangan adalah retakan korosi lokal dari lapisan pasif yang pecah karena tegangan tarik (Surdia.2006).

2.4. Metode Pengukuran Laju Korosi

Metode pengukuran laju korosi terdiri dari 3 metode yaitu : 1. Teknik elektrokimia

2. Metode pengurangan berat sampel

3. Metode pengukuran resistansi listrik ( Khatak, 2002 )

2.4.1. Teknik Elektrokimia

Teknik elektrokimia ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :

a. Pengukuran tingkat korosi dengan Ekstrapolasi Tafel rapat arus korosi

Teknik ini menggunakan data yang diperoleh dari pengukuran polarisasi katodik atau anodik. Katodik data polarisasi lebih disukai, karena ini lebih mudah digunakan untuk mengukur eksperimen. cara untuk mengukur icorr adalah dengan

ekstrapolasi pada segmen linier tertentu yang diukur saat potensi kurva kepadatan. Rapat arus korosi dapat dikonversi ke laju korosi oleh hubungan :

R mm/y= 0,0033 x icorr x e/p ... (8)

Dimana : R mm/y = laju korosi (milimeter / tahun) i, = rapat arus korosi (A/cm2)

e = Berat molekul dari logam, p = kerapatan logam (g/cm3).


(28)

Karena baja tahan karat terdiri dari sejumlah elemen paduan utama dengan kepadatanyang berbeda dan bobot yang setara, perhitungan harus dibuat dari distribusi parsial dari berbagai paduan elemen. Perhitungan tersebut dibuat untuk baja tahan karat dan paduan yang lebih tinggi seperti yang tercantum pada Tabel1. Faktor konversi K, untuk setiap paduan dikalikan dengan icorr menghasilkan laju korosi yaitu:

Rmm/y = K x icorr ... (9)

Table .2.2. Faktor konfersi paduan austenitik yang digunakan untuk menghitung laju korosi.

Alloy Faktor konversi (K)

Type 304 0.01346

Type 316 0.01397

Alloy 800 0.01346

Alloy 600 0.01219

Alloy 625 0.01473

b. Pengukuran Tingkat Korosi oleh Linear (Resistance) Polarisasi

Nilai icor, juga dapat diukur dengan teknik lain, umumnya dikenal sebagai

"polarisasi linear". Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa pada potensi yang sangat dekat dengan Ecorr ± 10 mV, kemiringan potensial / kurva arus

diterapkan linier. Kemiringan (AE/Ai), memiliki unit perlawanan yang diberikan dalam ohm (volt/ampere atau milivolt/milliamper). Sehingga dapat dibuat persamaan (Stern Geary Persamaan) maka icorr :


(29)

2.4.2. Metode pengurangan berat sampel

Laju korosi seragam dapat diukur dengan menggunakan tes kupon korosi dengan penurunan berat sampel. Kupon pengujian korosi terutama dirancang untuk menyelidiki korosi seragam.

Praktek ini menjelaskan prosedur yang berlaku, yang meliputi persiapan spesimen, peralatan, kondisi pengujian, metode membersihkan spesimen, evaluasi hasil, perhitungan dan pelaporan laju korosi. Ekspresi laju korosi yang baik harus melibatkan :

i. unit yang umum

ii. perhitungan yang mudah dengan peluang minimum untuk kesalahan

iii. konversi yang tahan dalam beberapa tahun, iv. penetrasi, dan

v. bilangan bulat tanpa desimal yang rumit.

Laju korosi dapat ditentukan dalam berbagai cara dalam literatur, seperti berat persen kerugian, miligram per sentimeter, persegi per hari, dan gram per inci, persegi per jam. Namun mils per tahun adalah yang paling diinginkan untuk cara mengungkapkan laju korosi.

Ungkapan ini mudah dihitung dari penurunan berat badan dari logam atau spesimen paduan selama uji korosi. Konversi dari unit lain untuk mendapatkan mils per tahun diberikan pada Tabel 2.3.

Sesuai ASTM G31 menghitung laju korosi memerlukan beberapa bidang informasi dan beberapa asumsi:

1. penggunaan laju korosi menyiratkan bahwa semua kehilangan massa karena telah terkorosi seragam dan bukan karena korosi lokal.

2. penggunaan laju korosi juga menyiratkan bahwa materi belum internal diserang oleh desinifikasi atau korosi intergranular dan


(30)

3. serangan internal dapat dinyatakan sebagai laju korosi jika diinginkan.

Namun, dalam kasus seperti ini perhitungan tidak harus didasarkan pada penurunan berat badan (kecuali dalam tes kualifikasi seperti praktik A (262), yang biasanya kecil tapi pada microsections, yang menunjukkan kedalaman serangan.

Table 2. 3. Konfersi dari unit laju korosi lain untuk satuan mils per year Unit to be converted Multiplier

Inches per year 1000 Inches per month 12.1000 Millimeters per year 39.4 Micrometer per year 0.039 Milligrams per square

Decimeter per day (mdd) 1.44/density Grams per square meter per day 14.4/ density

Dengan asumsi bahwa korosi lokal atau internal yang tidak hadir, laju korosi rata-rata dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Laju korosi = (K x W) / (A x T x D) ... (11)

dimana K = adalah konstanta,

T = sebagai waktu penghilangan berat,

W= hilangnya massa dalam g menjadi terdekat 1 mg, A= sebagai luas permukaan sampel,dan

D= sebagai kerapatan g/cm3.

Banyak unit yang berbeda yang digunakan untuk mengekspresikan laju korosi. Menggunakan unit untuk T, A, W dan D dari Tabel 2.2, laju korosi dapat dihitung


(31)

dalam berbagai unit dengan nilai yang sesuai K diberikan dalam Tabel 2.3 sebagai berikut :

Table.2.4. Unit Laju Korosi yang Disesuaikan dengan Nilai K

Unit yang Diinginkan Laju Korosi Konstanta (K) dalam Persamaan Laju Korosi

Mils per year (mpy) 3.45 x 106 Inches per year(ipy) 3.45 x 103 Inches per month (ipm) 2.87 x 102 Milllimeter per year (mm/y) 8.76 x 104 Micrometer per year (�m/y) 8.76 x 107 Picometres per second (pm/y) 2.78 x 106 Grams per square per hour (g/m2.h) 1.00 x 104 x DA Milligrams per square decimeter per

day (mdd)

2.40 x 106 x DA

Micrograms per square metre per second (�g/m2.s)

2.78 x 106 x DA

A

Density tidak diperlukan untuk menghitung laju korosi di unit-unit ini. karena dibatalkan oleh K konstan dalam persamaan laju korosi (Khatak, 2002).

2.5. Sifat – Sifat Logam Yang Terkandung Dalam Baja SS304 2.5.1. Logam Besi (Fe)

Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak yang kukuh dan liat. Ia melebur pada suhu 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejumlah kecil karbida, slisida, fosfida, dan sulfida dari besi, serta sedikit grafit. Besi dapat larut dalam asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer, yang menghasilkan garam – garam besi (II) dan gas Hidrogen.


(32)

Fe (s) + 2HCl(aq) Fe2+(aq) + Cl-(aq) + H2(g)

Asam sulfat yang pekat dan panas, menghasilkan ion-ion besi dan belerang dioksida.

2Fe(s) + 3H2SO4(aq) + 6H+(aq) 2Fe3+(aq) + 3SO2(g) + 6H2O(aq)

Dengan asam nitrat encer dingin, terbentuk ion besi(II) dan amonia

4Fe(s) + 10 H+(aq) + NO3-(aq) 4Fe2+(aq) + NH4+(aq) +3H2O(aq)

Asam nitrat pekat dingin, membuat besi menjadi pasif, dalam keadaan ini, ia tak bereaksi dengan asam nitrat encer dan tidak pula mendesak tembaga dari larutan air suatu garam tembaga. Asam nitrat 1+1 atau asam nitrat pekat yang panas melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen dan oksida dan ion logam besi(III) :

Fe(s) + HNO3(aq) + 3H+(aq) Fe3+(aq) + NO(g) + 2H2O(aq)

2.5.2. Logam Kromium (Cr)

Kromium adalah logam kristalin yang putih, tak begitu liat dan tak dapat ditempa. Ia melebur pada suhu 1765oC. Logam ini larut dalam asam klorida encer atau pekat. Jika tak terkena udara, akan terbentuk ion-ion kromium (II):

Cr(s) + 2H+(aq) Cr2+(aq) + H2(g)

Cr (s)+ 2HCl(aq) Cr2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g)

Dengan adanya oksigen dari atmosfer, kromium sebagian atau seluruhnya menjadi teroksidasi kekeadaan tiga valensi:


(33)

Asam sulfat encer menyerang kromium perlahan-lahan, dengan membentuk hidrogen. Dalam asam sulfat pekat panas, kromium melarut dengan mudah, dimana ion – ion kromium (III) dan belerang dioksida terbentuk:

2Cr(s) + 6H2SO4(aq) 2Cr3+(aq) +3SO4-2(aq) + 3SO2(g) + 6H2O(aq)

Asam nitrat baik yang encer maupun yang pekat membuat kromium menjadi pasif, begitu pula asam sulfat pekat dingin dan air raja.

2.5.3. Logam Nikel (Ni)

Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan sangat kukuh. Logam ini melebur pada suhu 1455OC dan sedikit bersifat magnetis.

Asam klorida encer maupun pekat dan asam sulfat encer, melarutkan nikel dengan membentuk hidrogen.

Ni(s) + 2H+(aq) Ni+(aq) + H2(g)

Ni(s) +2HCl(aq) Ni2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g)

Reaksi – reaksi ini dipercepat jika larutan dipanaskan. Asam sulfat, panas, melarutkan nikel dengan membentuk belerang dioksida :

Ni(s) + H2SO4(aq) + 6H+(aq) 3Ni2+(aq) + SO2(g) + 4H2O(aq)


(34)

2.6. Asam Sulfat

Dari semua asam anorganik, asam sulfat (H2SO4) digunakan dalam volume

terbesar dan umumnya dianggap menjadi salah satu bahan kimia yang paling penting dalam industri. Banyak bahan logam dan paduan yang terkorosi oleh asam sulfat karena pH yang rendah. Dalam rentang tengah asam sulfat pekat memiliki konsentrasi tertinggi dari ion H +, sehingga korosi yang kuat (0,5% H2SO4 dengan pH = 2.1, 5% H2SO4 dengan pH = 1.2, 50% H2SO4

dengan pH = 0,3). Tergantung pada konsentrasi dan suhu asam sulfat dapat berupa asam atau mengurangi asam pengoksidasi. Jejak kotoran, misalnya udara oksigen, Fe3+ garam, SO3 dll, benar-benar dapat mengubah karakter asam sulfat, mengubah

mengurangi solusi dalam oksidasi.

Baja austenitik Cr-Ni baja mencapai ketahanan korosi mereka dengan pembentukan lapisan pasif permukaan mereka,. Lapisan ini juga dapat berkembang di bawah kondisi asam sulfat pengoksidasi, dan terdiri dari oksida besi dan kromium oksida, dengan dimasukkan sulfat dapat meningkatkan stabilitas. Pada asam tinggi laju alir di bawah kondisi berkurang. pembentukan lapisan pelindungnya hancur atau terhambat. Kadang-kadang, cukup banyak peningkatan korosi terkait dengan situasi ini ( Khatak, 2002).

2.7. Spektrofotometri Serapan Atom

Metode Spektrofotometri Serapan Atom pertama kali dikembangkan oleh Walsh, Alkamede, dan Melatz (1955) yang ditujukan untuk analisis renik dalam sampel yang dianalisis. Pada Spektrofotometri Serapan Atom terjadi penyerapan sumber radiasi (di luar nyala) oleh atom-atom netral dalam keadaan gas yang berada dalam nyala. Radiasi yang diserap oleh atom-atom netral dalam keadaan gas tadi biasanya radiasi sinar tampak atau ultraviolet (Mulja.1995)


(35)

2.7.1. Prinsip Dasar Spektroskopi Serapan Atom

Jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi dilewatkan nyang mengandung atom-atom yang bersangkutan, maka sebagian cahaya itu diserap dan jauhnya penyerapan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Proses terbentuknya uap yang mengandung atom-atom dalam nyala, dapat diringkaskan sebagai berikut: bila suatu larutan yang mengandung senyawa yang cocok dari yang akan diselidiki itu dilewatkan kedalam nyala, terjadilah peristiwa berikut secara berurutan :

1. Penghilangan pelarut atau evaporasi yang meninggalkan residu padat. 2. Penguapan zat padat dilanjutkan denga disosiasi menjadi atom-atom

penyususn yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. (Vogel.1995)

2.7.2. Gangguan pada Spektroskopi Serapan Atom

Gangguan diartikan sebagai suatu factor kimia atau fisika yang akan mempengaruhi jumlah atom pada anlit dalam keadaan dasar (ground state) sehingga akan menyebabkan bertambah atau berkurangnya bacaan nilai serapan atau unsur yang dianalisis.

Ada beberap faktor gangguan dalam menggunakan SSA :

1. Suhu yang sesuai, suhu gas pembakar harus sesuai dengan suhu unsur yang akan dianalisis

2. Konsentrasi sampel tidak boleh melebihi kesensitifan dari alat detector SSA. Ini akan menyebabkan gangguan terhadap garis spectrum dan mengakibatkan kerusakan pada alat detector SSA. 3. Pengaruh penguapan pelarut dan bahan larutan jangan sampai

menurunkan suhu nyala gas pembakar, ini akan menyebabkan bacaan nilai serapan atom menjadi rendah (Khopkar, 1990).

4. Laju aspirasi cuplikan ke dalam nyala. Ini tergantung pada tekanan udara, ukuran kapiler dan viskositas larutan.


(36)

5. Derajat dispersi atau atomisasi larutan; hanya tetesan lebih halus tersedot dalam nyala, sedangkan tetesan lebih besar turun dan keluar lewat pembuangan. Bagian tetesan halus tergantung dari tekanan

udara, suhu ‘nozzle’ tempat terjadinya atomisasi, dan tegangan

permukaan larutan.

6. Kedudukan berkas sinar dalam nyala. Populasi atom berubah terhadap tinggi nyala dengan cara yang rumit. Jika penguraian menjadi atom-atom lambat, populasi atom naik di bagian makin tinggi dalam nyala sampai dekat ujung nyala dan populasi atom berkurang ditempat nyala yang dingin. Jika penguraian berlangsung cepat, populasi atom sesuai dengan tinggi suhu nyala.

7. Pengaruh antar unsur, yang paling nyata disebabkan oleh reaksi kimia dalam nyala. Unsur yang dapat menyebabkan gangguan itu berasal dari larutan itu sendiri.

8. Gangguan pada pengerjaan sampel, yaitu terjadinya pencampuran bahan-bahan kimia lain.

2.7.3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Kelebihan yang dimiliki oleh metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA), yaitu :

 Menganalisis konsentrasi logam berat dalam sampel secara akurat karena konsentrasi yang terbaca pada alat SSA berdasarkan banyaknya sinar yang diserap yang berbanding lurus dengan kadar zat.

 Menganalisis sampel sampai pada kadar rendah (‰), sedangkan pada metode

lain seperti volumetrik hanya dapat menganalisis pada kadar yang tinggi (%).

 Analisis sampel dapat berlangsung lebih cepat.

Sedangkan kekurangan penggunaan metode SSA, yaitu :

 Hanya dapat menganalisis logam berat dalam bentuk atom-atom. SSA menganalisis logam berat dari atom-atom karena tidak berwarna.


(37)

 Sampel yang dianalisis harus dalam suasana asam, sehingga semua sampel yang akan dianalisis harus dibuat dalam suasana asam dengan pH antara 2 sampai 3.

 Biaya operasional lebih tinggi dan harga peralatan yang mahal.

2.8. Scanning Electron Microscopy

SEM merupakan suatu berkas insiden elektron yang sangat halus discan menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda. Elektron – elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang yang hampir tiga dimensi. Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Ao. Aplikasi - aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi – dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas – batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat dicampur, struktur sel busa - busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Steven,2001)

SEM dilakukan untuk menyelidiki struktur mikro permukaan material (geopolimer) termasuk porositas dan pembentukan retakan,dan antar muka (interrface) antar agregat – matriks. Salah satu jenis SEM yang banyak digunakan diberbagai Laboratorium adalah jenis Philips XL-30 baik dengan scondary electron detector maupun dengan backscattered electron detector (Subaer, 2008)


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3. 1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat – Alat

- Beaker glass 250 mL pyrex

- Glass ukur 200 mL pyrex

- Labu takar 50 mL pyrex

- SSA Shimadzu AA-6300

- Neraca Analitis -

- Botol Aquadest -

- Corong pyrex

3.1.2. Bahan

- H2SO4 1M

- Aquabidest

- Lempeng Baja SS 304 - Kertas pasir


(39)

3.2. Prosedur Penelitian

3.2.1. Penghilangan Berat Baja SS 304

- Sampel baja SS 304 digosok dengan kertas saring, kemudian dicuci dengan aseton dan dibilas dengan aquabides, lalu dikeringkan dan ditimbang. Kemudian dimasukkkan kedalam beaker glass 250 mL dan direndam dengan larutan H2SO4 1M sebanyak 100 mL selama 10, 20, dan 30 hari.

3.2.2. Pembuatan Larutan Standar

Pembuatan larutan seri standar Besi (Fe)

- Pembuatan Larutan Standar Fe (besi) 100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Fe (besi) 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

- Pembuatan larutan standar 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan Fe (besi) 100 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

- Pembuatan Larutan Standart Fe ( besi ) 0,2; 0,4; 0,6 ; 0,8; 1,00 dan 2,00 mg/L

Sebanyak 1,00; 2,00; 3,00; 4,00; dan 5,00; mL larutan standar Fe (besi) 10 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.


(40)

Pembuatan larutan seri standar Cr (kromium) - Pembuatan Larutan Standar Cr (kromium)100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Cr (kromium) 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

- Pembuatan larutan standar 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan Cr (kromium) 100 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

- Pembuatan Larutan Standar Cr (kromium) 0,5; 1,0; 1,5 ; 2,0; dan 2,5 mg/L

Sebanyak 2,5; 5,0; 7,5; 10; dan 12,5mL larutan standar Cr (kromium) 10 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

Pembuatan larutan standar Ni (Nikel)

- Pembuatan Larutan Standar Ni (Nikel) 100 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan induk Ni (Nikel) 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.


(41)

- Pembuatan larutan standar 10 mg/L

Sebanyak 5 mL larutan Ni (Nikel) 100 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

- Pembuatan Larutan Standar Ni (Nikel) 0,03 ; 0,05; 0,07; 0,10; dan 0,13 mg/L

Sebanyak 1,50; 2,50; 3,50; 5,00; dan 6,5 mL larutan standart Ni (Nikel) 10 mg/L dimasukkan kedalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.3. Karakterisasi dengan Analisis Spektrofotometri Serapan Atom

Penentuan kurva kalibrasi Fe (Besi)

Larutan seri standart logam Fe 0,0 mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom pada panjang gelombang 248,3 nm, perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali, dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar Fe 0,4; 0,6; 0,8; 1,0; dan 2,0 mg/L.

Penentuan kurva kalibrasi Cr (Kromium)

Larutan seri standar logam Cr 0,5 mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom pada panjang gelombang 357,9 nm, perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali, dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standar 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L.


(42)

Penentuan kurva kalibrasi Ni (Nikel)

Larutan seri standar Ni 0,03 mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektroskopi Serapan Atom pada panjang gelombang 232,0 nm, perlakuan dilakukan sebnyak 3 kali. Dilakukan prosedur yang sama untuk larutan seri standart Ni 0,05; 0,07; 0,10; dan 0,13 mg/L.

3.2.4. Penentuan logam Baja SS 304 (Fe, Ni, dan Cr) yang terkorosi dalam larutan H2SO4 1M dalam waktu yang bervariasi.

Larutan bekas perendaman baja 10 hari disaring dengan kertas saring wheatmant. Diambil sebanyak 1 mL, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda. Ditentukan kadar unsur Fe pada panjang gelombang 248,3 nm, kadar unsur Ni pada panjang gelombang 232,0 nm, dan kadar Cr pada panjang gelombang 357,9 nm dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Dilakukan perlakuan yang sama untuk perendaman baja 20 dan 30 hari.

3.2.5. Analisa Morfologi Logam Baja dengan SEM (Scanning Electron

Microscopy)

Penggunaan SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam spesimen palladium. Kemudian sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel di lapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran electron bertenaga 10 kV sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi dan detector scientor yang kemudian diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan


(43)

dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari penentuan kadar logam Fe, Ni, dan Cr dengan menggunakan Spektrofotometri Serapam Atom (SSA) masing- masing logam dihitung kecepatan korosinya dengan menggunakan rumus :

= � �

Dimana : W = Berat logam yang hilang (g) D = Densitas Logam (g/L) A = Luas logam (cm2) T = waktu perendaman (jam) V = kecepatan korosi (mpy)


(44)

3.3. Bagan Penelitian

3.3.1. Perendaman Logam Baja SS 304 dalam Larutan H2SO4 1M

Dipotong berbentuk lempengan Digososk dengan kertas pasir Dicuci dengan aseton

Dibilas dengan aquabides Dikeringkan dan ditimbang

Dimasukkan kedalam beaker glass 250 mL

Ditambahkan larutan H2SO4 1M sebanyak 100 mL

Direndam selama 10 hari Diangkat baja hasil rendaman Dikeringkan dan ditimbang

Catatan : dilakukan perlakuan yang sama untuk perendaman logam 20, dan 30 hari

Baja SS 304

Baja SS 304 bersih


(45)

3.3.2. Pembuatan Larutan Seri standar dan Kurva Kalibrasi Ni (nikel) (SNI.6989.18.2009)

Dipipet sebanyak 5 mL larutan standart nikel dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda diaduk hingga homogen

diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar nikel dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda. Diaduk hingga homogen

Diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar nikel dan dimasukkkan kedalam labu taka 50 mL.

diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda diaduk hingga homogen

diambil sebanyak 0,0;5;10;15;20; dan25 mL larutan seri standar Nikel dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

diencerkan dengan aquabides diaduk hingga homogen

diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 232,0 nm

Larutan seri standar Nikel (Ni) 1000

Larutan seri standar nikel 100 mg/L

Larutan seri standar nikel 10 mg/L

Larutan seri standar nikel 1 mg/L

Larutan seri standar nikel 0,03;0,05;0,07;0,0,10;dan


(46)

3.3.3. Pembuatan Larutan Seri standar dan Kurva Kalibrasi Fe (besi) (SNI.6989.4.2009)

Dipipet sebanyak 5 mL larutan standar besi dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda diaduk hingga homogen

Diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar besi dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda. Diaduk hingga homogen

Diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar besi dan dimasukkkan kedalam labu takar 50 mL.

diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda diaduk hingga homogen

diambil sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; dan5,0 mL larutan seri standar besi dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

diencerkan dengan aquabides diaduk hingga homogen

diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm

Larutan seri standar besi (Fe) 1000 mg/L

Larutan seri standar besi 100 mg/L

Larutan seri standar besi 10 mg/L

Larutan seri standar besi 1 mg/L

Larutan seri standar besi 0,2;0,4;0,6;0,8;dan 1,0mg/L


(47)

3.3.4. Pembuatan Larutan Seri standar dan Kurva Kalibrasi Cr (Kromium) (SNI06.6989.17.2004)

Dipipet sebanyak 5 mL larutan standar krom dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda diaduk hingga homogen

diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar krom dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda. Diaduk hingga homogen

Diambil sebanyak 5 mL larutan seri standar krom 10 mg/Ldan dimasukkkan kedalam labu taka 50 mL.

Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda Diaduk hingga homogen

Diambil sebanyak 2,5; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12,5 mL larutan seri standar besi dan dimasukkan kedalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan aquabides Diaduk hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 357,9 nm

Larutan seri standar Krom (Cr) 1000

Larutan seri standar krom 100 mg/L

Larutan seri standar krom 10 mg/L

Larutan seri standar krom 1 mg/L

Larutan seri standar besi 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L


(48)

3.3.5. Penentuan logam (Ni ) dalam larutan bekas perendaman baja SS 304 10 Hari

Disaring dengan kertas saring whatmant no.42 Diukur pH hingga pH 2

Diambil sebanyak 1 mL

Dimasukkan kedalam labutakar 1000 mL Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda

Diukur absorbansi logam Ni pada Panjang gelombang 232,0 nm

3.3.6. Penentuan logam (Fe) dalam larutan bekas perendaman baja SS 304 10 hari

Disaring dengan kertas saring whatmant no.42 Diukur pH hingga pH 2

Diambil sebanyak 1 mL

Dimasukkan kedalam labutakar 1000 mL Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda

Diukur absorbansi logam besi pada Panjang gelombang 248,3 nm

Larutan bekas perendaman baja 10

Hasil

Hasil


(49)

3.3.7. Penentuan Kadar Logam Cr Pada Larutan Bekas Perendaman Baja SS 304 10 hari

Disaring dengan kertas saring whatmant no.42 Diukur pH hingga pH 2

Diambil sebanyak 1 mL

Dimasukkan kedalam labutakar 1000 mL Diencerkan dengan aquabides hingga garis tanda

Diukur absorbansi logam krom pada panjang gelombang 357,9 nm

Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama untuk larutan bekas perendama baja 20 dan 30 hari.

3.3.8. Analisis Permukaaan Logam dengan Alat Scanning Electron Microscopy (SEM)

Dianalisis permukaan logam dengan menggunakan alat SEM

Hasil

Larutan bekas perendaman baja 10

Hasil

Logam yang direndam selama 30 hari


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Konsentrasi logam (Fe, Cr dan Ni) yang terkandung dalam larutan bekas perendaman baja yang dianalisis dengan SSA

Untuk mengetahui berapa kadar logam ( Cr, Fe, dan Ni ) yang terkandung dalam larutan bekas perendaman Baja SS 304 dianalisis dengan menggunakan alat SSA, hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut :

Tabel 4.1. konsentrasi logam yang terkandung dalam larutan bekas perendaman Baja SS 304

Waktu perendaman Konsentrasi Logam (mg/L)

Cr Fe Ni

0 hari - - -

10 hari 154 528 31

20 hari 902 1736 85

30 hari 1202 2069 85

4.1.2. Penentuan Kadar Logam dalam Satuan Gram (g)

Konsenterasi logam – logam diatas dapat diubah dalam satuan gram dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Massa logam = konsenterasi logam x volume larutan Dimana volume larutan = 100 mL = 0,1 L

kadar logam pada waktu perendaman 10 hari adalah


(51)

= 15,2 mg = 0,0152 gram

b. Logam Fe = 528 mg/L x 0,1 L

= 52,8 mg = 0,0528 gram

c. logam Ni = 31 mg/L x 0,1 L

= 3,1 mg = 0,0031 gram

Catatan : perhitungan yang sama dilakukan untuk kadar logam dalam perendaman 20 dan 30 hari.

Tabel 4.2. kadar logam yang terkandung dalam larutan bekas peendaman baja SS 304

Waktu perendaman Kadar Logam (gram)

Cr Fe Ni

0 hari - - -

10 hari 0,0154 0,0528 0,0031

20 Hari 0,0902 0,1736 0,0085

30 Hari 0,1202 0,2069 0,0085

4.1.3. Penentuan Laju Korosi Logam Cromium (Cr), Logam besi (Fe), dan Ni (Nikel) yang terkorosi dalam larutan H2SO4 ( asam sulfat)

Kadar logam yang hilang atau logam yang terkorosi yang diperoleh setelah dilakukan perendaman baja SS 304 dalam waktu 10, 20, dan 30 hari dapat dihitung laju korosi masing – masing logam tersebut dengan menggunakan rumus metode Weight Loss, seperti yang terlihat pada rumus berikut ini :

Laju korosi = K x W

A x D x T


(52)

Dimana : K = konstanta dalam satuan mpy ( 3,45 x 106 mpy ) W = kehilangan berat logam ( gram)

A = Luas permukaan logam ( cm2) D = densitas logam (gr/L)

T = waktu perendaman ( jam)

Laju Korosi logam ( Cr, Fe, dan Ni) setelah dilakukan Perendaman 10 hari a. Logam Cr

Laju korosi = 3,45 10

6 0,0154 4,911 cm2 x 7,14g

Lx 240 jam

= 6,31 mpy

b. Logam Fe

Laju korosi = 3,45 10

6 x 0,0528 g

4,911 2 7,87 240

= 19,6 mpy

c. Logam Ni

Laju korosi = 3,45 10

6 0,0031 g

4,911 2 8,9 240

= 1,02 mpy

Catatan : Perhitungan yang sama dilakukan untuk laju korosi logam pada perendaman 20, dan 30 hari.

Hasil perhitunga laju korosi ketiga logam diatas setelah dilakukan perendaman dalam waktu yang bervariasi dapat dilihat pada tabel berikut:


(53)

Tabel 4.3. Laju korosi logam logam Fe, Cr, dan Ni dalam perendaman 10, 20, dan 30 hari

Waktu perendaman (hari) Laju korosi logam (mpy)

Fe Cr Ni

10 hari 19,6 6,31 1,02

20 hari 32,2 18,48 1,41

30 hari 25,6 16,42 0,93

4.1.4. Persentase berat logam (Cr, Fe, dan Ni ) yang hilang dari berat total masing – masing logam yang terkandung dalam baja SS 304

Dari persentase berat logam yang hilang dapat diketahui logam apa yang paling banyak terkorosi setelah dilakukan perendaman dalam waktu 10, 20, dan 30 hari, untuk menghitung persentase kehilangan berat masing – masing logam tersebut dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut :

berat logam = berat logam yang hilang

berat masing−masing logam dalam baja SS 304 x 100%

a. % berat logam Cr =0,0154 g

1.10g x 100% = 1,4%

b. % berat logam Fe =0,0528 �

4,04 � x 100%

= 1,3 %

c. %berat Logam Ni = 0,0031 �

0,5 � 100 % = 0,62 %


(54)

Catatan : Dilakukan perhitungan % berat logam yang sama untuk perendaman baja SS 304 20 dan 30 hari.

Hasil perhitungan % berat logam yang hilang setelah dilakukkan perendaman baja SS 304 dapat dlihat pada tabel 4.4 .

Tabel 4.4. Berat logam ( Cr, Fe dan Ni ) yang Hilang ( % ) Waktu perendaman berat Logam yang hilang ( %)

Cr Fe Ni

10 hari 1,4 % 1.3 % 0,62 %

20 hari 6,9 % 3,6 % 1,4 %

30 hari 8,5 % 3,8 % 1,4 %

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan beda potensial elektroda logam, logam yang mudah melepaskan elektron adalah logam yang mengalami oksidasi atau logam yang memilki beda potensial elektroda yang paling kecil. Dalam elektrokimia logam yang memiliki beda potensial kecil atau yang paling negatif merupakan anoda.

Baja tahan karat SS 304 mengandung beberapa logam diantaranya adalah logam Fe, Cr, dan Ni, dari ketiga logam ini yang paling mudah mengalami korosi atau yang paling mudah mengalami oksidasi adalah logam Cr berdasarkan beda potensialnya,dimana nilai potensial elektroda Eo Cr (-0,71), kemudian di susul oleh logam Fe dengan nilai beda potensial Eo (-0,44). Dan yang paling sukar terkorosi adalah logam Ni Eo (-0,25) (Sastri, 2011).

Pada baja tahan karat logam Cr berfungsi sebagai pelindung baja tersebut sehingga baja tidak terkorosi, yaitu dengan memadukan logam Fe dan Cr


(55)

membentuk paduan logam atau yang disebut sebagai alloy logam sehingga dapat meningkatkan ketahanan logam tersebut terhadap korosi (Sumanto,1994).

Namun meskipun demikian korosi tetap saja tidak bisa dicegah 100%. Seperti yang terlihat pada diagram berikut yang menunjukkan bahwa baja tersebut mengalami korosi yang ditandai dengan berkurangnya berat logam - logam yang terkandung dalam baja SS 304 tersebut setelah direndam dalam lingkungan yang korosif misalnya asam sulfat ( H2SO4).

Gambar 4.1. Diagram laju korosi logam terhadap waktu perendaman

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh laju korosi logam berbeda – beda pada setiap logam dalam perendaman dengan variasi waktu yang berbeda. Seperti yang terlihat pada diagram 4.1 yaitu dalam perendaman 10 hari laju korosi logam Fe yaitu sebesar 19,6 mpy, logam Cr sebesar 6,31 mpy, dan logam Ni sebesar 1,02 mpy.

Pada perendaman 20 hari terjadi peningkatan laju korosi pada ketiga logam tersebut. Laju korosi ketiga logam tersebut yaitu Fe 32,2 mpy, Cr 18,48 mpy, dan 1,4 mpy. Hal ini disebabkan karena logam Cr yang berfungsi sebagai pelindung mulai melemah karena logam Cr tersebut diikat oleh ion sulfat dari

0 5 10 15 20 25 30 35

Fe Cr Ni

la ju ko ro si lo g a m (mp y )

Jenis logam yang diamati

10 hari

20 hari


(56)

medianya, sehingga mempercepat lajunya logam – logam tersebut untuk terkorosi ( Basuki, 2012 )

Namun perendaman 30 hari terlihat ketiga logam tersebut mengalami penurunan laju korosi. Laju korosi ketiga logam tersebut adalah Fe sebesar 25,6 mpy, Cr sebesar 16,42 mpy dan Ni sebesar 1,02 mpy. Terjadinya penurunan kecepatan korosi baja dengan bertambahnya lama waktu perendaman dalam larutan asam sulfat juga sesuai dengan yang dilaporkan oleh Hausler (1986). Dari hasil penelitiannya dengan menggunakan asam klorida sebagai media korosi diperoleh hasil bahwa semakin lama waktu perendaman baja maka kecepatan korosi baja semakin menurun. Hal ini disebabkan karena logam Cr yang diserang oleh ion SO4-2 bereaksi dengan oksida membentuk lapisan Cr2O3 diatas

permukaan logam, sehingga ion SO4-2 sulit masuk kedalam permukaan logam

yang mengakibatkan laju korosi berkurang, pembentukan oksida ini disebut sebagai pasivasi elektron.

Berdasarkan laju korosi ketiga logam tersebut dalam waktu yang bervariasi dapat disimpulkan bahwa logam Fe merupakan logam yang paling mudah terkorosi diantara ketiga logam tersebut, hal ini disebabkan karena dalam penentuan laju korosi berat logam yang hilang dilihat dari jumlah total baja yang hilang bukan dari jumlah masing – masing logam. Selain itu juga logam Fe memiliki jumlah logam yang paling banyak terkorosi dari jumlah total baja yang hilang, karena memiliki jumlah komposisi yang paling banyak dalam baja, dan juga yang menyebabkan laju korosi logam Fe paling besar diantara ketiga logam tersebut.

Namun jika dilihat dari persentase berat logam yang hilang dari berat masing – masing logamnya dalam Baja, logam yang paling banyak terkorosi setelah dilakukan perendaman selama 10, 20, 30 hari adalah logam Cr (kromium), hal ini disebabkan karena beda potensial dari logam kromium lebih kecil dari logam Fe dan Ni, semakin kecil potensial elektroda suatu logam semakin mudah terkorosi berarti semakin besar berat logam itu yang hilang. Dan dari persentase


(57)

berat logam yang dihasilkan juga terlihat bahwa logam Fe dan Ni pada perendaman 20 dan 30 hari jumlah logam yang terkorosi tidak jauh berbeda dan logam Ni hampir tidak terkorosi hal ini dibuktikan dengan besarnya jumlah persentase Ni pada perendaman 20 dan 30 hari adalah sama yaitu sebesar 1,4%. Persentase berat logam yang hilang tersebut dapat dilihat dalam diagram 4.2.

Gambar 4.2. Diagram logam yang hilang setelah dilakukan perendaman ( % )

4.3. Hasil analisa permukaan logam setelah dilakukan perendaman 30 hari yang diuji dengan menggunakan alat Scanning Microcopy Electron (SEM)

Hasil analisa permukaan logam yang diperoleh setelah dilakukan perendaman selama 30 hari dengan menggunakan alan SEM yang bertujuan untuk mengetahui jenis korosi yang terbentuk. Jenis korosi yang terbentuk adalah korosi sumuran (pitting) seperti yang terlihat pada gambar berikut ini:

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Fe Cr Ni

b e ra t lo ga m ya n g h il a n g (% )

Nama logam yang diamati

10 hari

20 hari


(58)

Gambar 4.3. Permukaan logam perendaman 30 hari dengan pembesaran 207x

Gamabr 4.4. Permukaan logam perendaman 30 hari dengan pembesaran 1023x

Korosi sumuran (pitting) dapat terjadi akibat proses elektrokimia yang terkonsentrasi pada suatu lokasi secara berkesinambungan. Jenis karat sumuran (pitting) baik bentuk, sifat dan penyebabnya sangat bervariasi. Namun lingkungan korosinya dalam lingkungan cair atau basah (Widharto,2004).


(59)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa bentuk karat yang dihasilkan adalah bentuk karat yang merata diatas permukaan logam. Korosi sumuran juga bisa disebabkan oleh adanya keberadaan asam pada logam, yang mana asam ini menyerang bagian anodik dari logam tersebut sehingga oksigen sukar masuk kedalam permukaan logam yang mengakibatkan permukaan logam kekurangan oksigen, daerah yang kekurangan oksigen akan menjadi anoda dan menghasilkan kerak pada daerah tersebut yang akhirnya membentuk lubang setempat (pitting) (Vanvlack,1994).

Ukuran dan dalamnya lubang yang terbentuk akibat korosi pada permukaan logam berbeda-beda hal ini disebabkan karena pengaruh kehomogenan paduan dari logam. Kehomogenan paduan suatu logam tidak hanya berpengaruh pada besar dan dalamnya lubang-lubang yang terjadi pada permukaan, tetapi kehomogenan ini juga dapat berpengaruh pada laju korosi logam.


(60)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh beberapa kesimpulan seperti yang tertera dibawah ini :

1. Logam yang paling cepat terkorosi setelah dilakukan perendaman dalam waktu yang bervariasi adalah logam Fe dengan laju korosi 19,6 mpy pada perendaman 10 hari, 32,2 mpy pada perendaman 20 hari dan 25,6 mpy pada perendaman 30 hari. Namun jumlah logam yang paling banyak terkorosi dibandingkan dari berat masing – masing logam yang terkandung dalam baja SS 304 tersebut adalah logam Cr, hal ini terlihat pada % berat logam yang hilang pada waktu perendaman lebih besar diantara logam Fe dan Ni, yaitu sebesar 1,4 % pada perendaman 10 hari, 6,9% pada perendaman 20 hari, dan 8,5 % pada perendaman 30 hari.

2. Laju korosi ketiga logam pada perendaman 10 hari adalah untuk logam Fe 19,6 mpy, Cr 6,31 mpy dan Ni 1,02 mpy, pada perendaman 20 hari laju korosi logam Fe 32,2 mpy, Cr 18,48 mpy dan Ni 1,4 mpy dan pada perendaman 30 hari laju korosi logam Fe adalah 25,6 mpy, logam Cr 16,42 mpy dan Ni 0,93 mpy. Berdasarkan laju korosi diatas juga dapat disimpulkan bahwa ketiga logam tersebut maksimum terkorosi pada perendaman 20 hari, hal ini disebabkan mulai terbentuknya lapisan vasipasi elektron pada permukaan baja atau disebut sebagai lapisan oksida yaitu lapisan Cr2O3 setelah perendaman 20 hari.


(61)

3. Jenis korosi yang terjadi pada baja setelah perendaman 30 hari adalah korosi sumuran/pitting. Dimana terlihat lubang – lubang kecil dipermukaan logam berbentuk sumuran.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana pengaruh suhu terhadap laju korosi masing - masinglogam yang terkandung dalam baja SS 304 dan pengaruhnya pada jenis korosi yang dihasilkan.

2. Disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menambahkan variasi waktu perendaman logam baja dalam variasi waktu lebih dari 30 hari.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, H. 2006. Ilmu Bahan. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Basuki, M., Abdul, A., Dzikri, H. 2012. Analisa Laju Korosi Dupleks SS AWS Dengan Metode Weight Loss. Journal Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III. Surabaya : Institut Technologi Adhi Tama.

Brady, J, E. 1990. General Chemistry Principles & Structure. New York : John Wiley & Sons Inc.

Christhoper, M. A. B. 1993. Electrochemistry Principle Method and Application. New York: Oxford University Press Inc.

Craig, D, B. 2006. Corrosion Prevention And Control A Program Management Guide For Selecting Materials. Handbook. USA : AMMTIAC.

Crow, D, R. 1988. Prinsip Dan Penggunaan Elektrokimia. Penerjemah Seng Chye Eng. Edisi kedua. Pulau Pinang : Universitas Sains Malaysia.

Evans. 1976. The Corrosion and Oxidation of Metals. second supplementary volume. London: Chapter 5, 12, and 1.

Gusti, D, R, 2008. Pengaruh Penambahan Asam Suksinat Dalam Menghambat Korosi Baja Dalam Larutan Asam Sulfat. Jurnal Sains Universitas Sam Ratulangi Vol. 1: 40-50.

Hausler, R. H. 1986. On The Use of Linier Polarization Measurement for The Evaluation of Corrosion Inhibitors In Concentrated HCl at 200 F (93 °C). J.Corrosion Science, New York.

Iliyasu, I., Yawas, D. S., and Aku, S. Y. 2012. Corrosion Behavior of Austenitic Stainless Steel In Sulphuric Acid at Various Concentration. Journal Advances in Applied Science Research Vol. 3 (6) : 3909 – 3915.

Khatak, H, S. 2002. Corrosion of Austenitic Stainless Steels Mechanism Mitigation And Monitoring. England : Alpha science International Ltd. Khopkar. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press.

Loto, R. T. 2012. Corrosion Resistance of Austenitic Stainless Steel in Sulphuric Acid. International Journal of Physical Sciences Vol. 7(10) : 1677 – 1688.


(63)

Mulja, J. C. & Miller, J. N. 1991. Statistika Untuk Kimia Analitik. Edisi Kedua. Bandung : ITB.

Nurfiyanda, F. 2011. Inhibisi Korosi Baja SS 304 dalam Media H2SO4 dengan

Isatin. [Prosiding Kimia FMIPA ITS]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Patnaik, P. 1999. A Comprehensive Guide To The Hazardous Properties of Chemical Substances. Second Edition. Canada : John Wiley & Bons. Prastya , H, A., Sulistijono, Hosta, A. 2010. Pengaruh pH Lingkungan Terhadap

Perilaku Korosi Stainless Steel AISI 304 dan AISI 316. Journal Fakultas Teknik Material dan Metalurgi. ITS.

Rohman , A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Rozenfeld, I. 1980. Corrosion Inhibitors. New York : Mc Graw Hill Book Com. Sastri, V, S. 2011. Green Corrosion Inhibitors. New Jersey : John Willey & Sons

Inc.

Steven, P, M. 2001. Kimia Polimer. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.

Subaer. 2008. Pengantar Fisika Geopolimer. Solo : Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.

Sumanto. 1994. Pengetahuan Bahan Untuk Mesin Dan Listrik. Yogyakarta : Andi Offset.

Surdia,T. 2005. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Trethewey, K.R. and J. Chamberlain, 1991. Korosi. Terjemahan Alex Tri

Kantjono Widodo. Edisi pertama. Jakarta : Gramedia PustakaUtama. Widharto, S. 2004. Karat dan Pencegahannya. Edisi ketiga. Jakarta : PT Pradnya

Paramita.

Vanvlack,L.H. 1994. Ilmu dan Teknologi Bahan (Ilmu Logam dan Bukan Logam). Terjemahan Ad Djaprie. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan Setiono. Jakarta : PT. Kalman media pustaka.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan Setiono. Edisi Keempat. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.


(64)

Lampiran 1. Pembutan kurva kalibrasi Logam Fe, Cr dan Ni

a. Kurva kalibrasi logam Fe

Tabel 1. Data Absorbansi larutan standar Besi (Fe) No Konsentrasi Absorbansi

1 0,0 0,001

2 0,2 0,014

3 0,4 0,0307

4 0,6 0,0456

5 0,8 0,0635

6 1 0,081

7 2 0,15

Gambar 1. Kurva kalibrasi larutan standar Besi (Fe) y = 0,075x + 0,001

R² = 0,998

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16

0 0.5 1 1.5 2 2.5

A b so rb a n si la ru ta n s ta n d a rt lo ga m b e si (F e )


(65)

1. Penurunan persamaan garis regresi untuk penentuan konsentrasi logam Fe berdasarkan pengukuran Absorbansi larutan standar.

Tabel 2. Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Penentuan Konsentrasi Logam Besi (Fe) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Besi (Fe)

No xi yi xi-x yi-y (xi-x)2 (yi-y)2 (10-3)

(xi-x)(yi-y) (10-3) 1 0,00 0,001 -0,714 -0,0541 0,5102 2,928 38,653 2 0,2 0,014 -0,514 -0,0411 0,2644 1,690 21,144 3 0,4 0,0307 -0,314 -0,0244 0,0987 0,596 7,6730 4 0,6 0,0456 -0,114 -0,0095 0,0130 0,0905 1,0873 5 0,8 0.0635 0,0857 -0,0083 0,0073 0,0703 0,7187 6 1,0 0,081 0,2857 0,02588 0,0816 6,7007 7,3959 7 2,0 0,15 1,2857 0,09488 1,6530 9,0032 121,99

∑ 5 0,3848 0 -5,5122 2,6285 15,049 198,67

= ∑ = 5

7= 0,7143

= ∑ = 0,3848

6 = 0,0551

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

= +

Dimana : a = slope

b = intersept

Harga slope dan intersept dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square sebagai berikut :

=∑ − −

∑( − )2

= 153,5 10 −3 2,0333 10−3 = 0,0755


(66)

= −

= 0,064133− 0,07553 0,833 = 0,001

Sehingga diperoleh nilai korelasi :

�= ∑( − )( − ) [∑( − )2()2]1/2 �=198,67 10

−3 199,07 10−3

�= 0,998

Dari nilai diatas dapat ditentukan konsentrasi logam Fe dengan menggunakan persamaan regresi berikut :

= +

0,0406 = 0,075 + 0,001 = 0,0396

0,075 = 0,528

Konsentrasi logam Fe dalam larutan bekas perendaman baja selama 10 hari adalah 0,528 mg/L

b. Kurva kalibrasi logam Cr

Tabel 3. Data Absorbansi Larutan Standar Kromium (Cr) No Konsentrasi Absorbansi

1 0,0 0,002

2 0,5 0,0328

3 1,0 0,0602

4 1,5 0.0826


(1)

Tabel 8. Berat Masing – Masing Logam dalam Baja SS 304 Waktu

perendaman

Berat masing- masing Logam

Fe Cr Ni

10 hari 4,0392 1,10 0,5

20 hari 4,8 1,3 0,6

30 hari 5,4 1,4 0,6

Lapmiran 3. Penentuan Persentase Logam Fe, Cr, dan Ni 1. Dalam Larutan Bekas perendaman Baja 10 hari

a. Logam Fe

%logam Fe =0,0528 g

2,4 g 100% = 2,2%

b. Logam Cr

%logam Cr =0,0154

2,4 100%

= 0,64% c. Logam Ni

%logam Ni =0,0031

2,4 100%

= 0,13

Catatan : dilakukan perhitungan yang sama untuk penentuan persen ketiga logam diatas pada perendaman baja 20,dan30 hari


(2)

2. Dalam berat total Baja SS 304 pada perendaman 10 Hari

a. Logam Fe

%logam Fe =0,0528

6,12 100%

= 0,86% b. Logam Cr

%logam Cr =0,0154

6,12 100%

= 0,25% c. Logam Ni

%Logam Fe =0,0031

6,12 100%

= 0,05%

Catatan : dilakukan perhitungan yang sama untuk penentuan persen ketiga logam pada perendaman 20 dan 30 hari

3. Dalam total berat masing-masing logam

a. Logam Fe

% � =0,0528

4,04 100%

= 1,3% b. Logam Cr

% � �=0,0154

1,10 100%

= 1,4% c. Logam Ni

% � = 0,0031

0,5 100%


(3)

Catatan : dilakukan perhitungan yang sama untuk penentuan persen ketiga logam pada perendaman 20 dan 30 hari.

Tabel 9. Persentase Berat Logam Fe, Cr dan Ni Waktu

perendaman

% berat logam dalam larutan bekas perendaman baja

% berat logam dalam berat total logam baja SS 304

% berat Logam dalam berat total masing-masing logam.

Fe Cr Ni Fe Cr Ni Fe Cr Ni 10 hari 2,2 0,64 0,13 0,8 0,25 0,05 1,3 1,4 0,62 20 hari 4,2 2,2 0,2 2,3 1,2 0,11 3,6 6,9 1,4 30 hari 4,5 2,6 0,2 2,5 1,4 0,11 3,8 8,5 1,4


(4)

Lampiran D. Tabel berat dan persentase Logam Fe, Cr dan Ni dalam Waktu yang bervariasi Waktu (hari) Ber at awal baja (g) Berat baja yang hilang (g)

% berat logam dari berat baja yang hilang

% berat logam dalam larutan bekas perendaman baja Laju Korosi Logam (mpy)

% berat logam yang hilang dari berat total masing- masing logam

Fe Cr Ni Fe Cr Ni Fe Cr Ni Fe Cr Ni

10 hari 6,12 2,4 0,86% 0,25% 0,05% 2,2% 0,64% 0,13% 19,6 6,31 1,02 1,3% 1,4% 0,62%

20 hari 7,25 4,1 2,3% 1,2% 0,11% 4,2% 2,2% 0,2% 32,2 18,48 1,4 3,6% 6,9% 1,4%


(5)

Lampiran E. Gambar sampel dan larutan bekas perendaman sampel Baja SS 304

Gambar 1. Larutan bekas perendaman baja 10 hari

Gambar 2. Larutan bekas perendaman baja 20 hari

Gambar 3. Larutan bekas perendaman baja 30 hari

Gambar 4. Baja sebelum perendaman


(6)