HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KESEPIAN PADA DEWASA AWAL

  HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN KESEPIAN PADA DEWASA AWAL Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Tri Astiani Susilowati NIM : 049114111 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

HALAMAN MOTTO

  Genius seems t o be t he f acult y of having f ait h in ever yt hing, especially oneself ( Kejeniusan tampaknya adalah kemampuan mempercayai segala sesuatu, terlebih lagi percaya pada diri sendiri )

  

Arthur Stringer

  Lif e is no brief candle to me. It is a short of splendid torch which I have got hold of f or the moment, and I want to mak e it bum as brightly as possible bef ore handing it on to f uture generations

  ( Bagiku hidup bukanlah sebatang lilin. Hidup bagiku bagai obor yang menyala, yang kugenggam saat ini. Aku ingin dia

  

menyala seterang mungkin, sebelum dia beralih ke generasi selanjutnya )

George Bernard Shaw

  T he best part of one subjek life is the working part, the creative part. B elieve me, I love to succeed, but the real spiritual and emotional exitement is in the doing

  ( Sisi terbaik dari kehidupan seseorang adalah sisi kekaryaannya, sisi kreatifitasnya. Percayalah padaku, saya senang

  

sukses, namun kepuasan jiwa dan perasaan terletak pada proses mengerjakan )

Garson Kanin

HALAMAN PERSEMBAHAN

  K ar ya seder hana ini kuper sembahkan kepada

  :

Ayahanda dan I bundaku t ercint a

yang t ak pernah berhent i memberikan kasih sayang nan t ulus kepadaku

K akakku t ersayang:

  M ba Erna yang pengert ian dan selalu memberi perhat ian, sert a sebagai t eladanku Adik-adikku t ersayang: W ahyu, sayangilah keluargamu melebihi sayangmu pada mot ormu Rika, jadilah anak baik dan cont oh yang baik Cindi, keceriaanmu selalu membangkit kan semangat ku Alm. M bah K akung, aku rindu...dan aku akan selalu mengingat nasehat mu M bah Put ri, jangan merasa sendiri karena engkau masih punya kami

  ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KOMPETENSI INTERPERSONAL DENGAN

KESEPIAN PADA DEWASA AWAL

  Tri Astiani Susilowati Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2009

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal.

  Subjek dalam penelitian ini adalah 65 dewasa awal dengan batasan usia 18 sampai 40 tahun. Alat pengumpulan data yang digunakan untuk kompetensi interpersonal adalah skala kompetensi interpersonal, sedangkan untuk kesepian adalah skala kesepian.

  Hasil uji coba alat ukur pada skala kompetensi interpersonal menyatakan 36 item sahih dari keseluruhan 60 item dengan reliabilitas 0,923 sedangkan pada skala kesepian terdapat 51 item sahih dari keseluruhan 60 item dengan reliabilitas 0,945.

  Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik korelasi

  

Product Moment dari Pearson. Hasil yang diperoleh adalah -0,744 dengan

  probabilitas 0,000 (p < 0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan adanya hubungan negatif antara kompetensi interpersonal dan kesepian pada dewasa awal diterima. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi kompetensi interpersonal maka semakin rendah tingkat kesepian pada dewasa awal demikian pula sebaliknya.

  

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN INTERPERSONAL COMPETENCES

WITH LONELINESS OF YOUNG ADULT

Tri Astiani Susilowati

Faculty of Psychology Sanata Dharma University

  

Yogyakarta

2009

  The aim of this research is to know the correlation between interpersonal competences with loneliness of young adult. The hypothesis in this research there is negative correlation between interpersonal competences with loneliness of young adult.

  The subject in this research is the young adult in constrain from 18 up to 40 years old. The data collection tool which used for the interpersonal competence is interpersonal competences scale, whereas for the loneliness is the loneliness scale.

  Try-out result in interpersonal competences scale asserts that there were 36 valid items from the whole 60 items with 0,923 reliability, whereas at the loneliness scale there were 51 valid items with 0,945 reliability.

  Methodology that is applied to analyze the data is the correlation technique of Product Moment by Pearson. The result which is obtained from this analysis is

  • 0,744 by 0,000 probability (p < 0,01). That result indicates significance negative correlation between interpersonal competences and loneliness of young adult was accepted. In the other words, if interpersonal competence was higher, the level of loneliness of young adult is lower.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul:

  

Hubungan antara Kompetensi Interpersonal dengan Kesepian pada Dewasa

Awal dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas Psikologi

  Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

  1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semangat, bimbingan, arahan dan waktu kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  3. V. Didik Suryo H, S.Psi., M.Si dan MM. Nimas Eki S, S.Psi., Psi., M.Si selaku dosen penguji atas masukan dan kritiknya.

  4. P. Henrietta P.D.A.D.S., S.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan bimbingan selama penulis menjalankan studi

  5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah banyak memberikan ilmunya

  6. Mas Gandung dan Mba Nanik di sekretariat Fakultas Psikologi, terimaksih telah membantu kelancaran penulis selama studi. Mas Muji dan Mas Doni di Lab Fakultas Psikologi terimakasih telah membantu dalam kelancaran praktikum. Pak Gi’ terimakasih atas keramahtamahannya.

  7. Kedua orangtuaku yang sangat pengertian dan sabar dengan segala keadaanku.

  Aku ingin kalian bangga dengan hasilku. Kakakku Mba Erna, akhirnya aku yang meninggalkan keluarga ini. Terimakasih telah mengukir nama yang indah. Mbah putri jangan sering ngomel ya.

  8. Mas 22T yang selalu menjadi inspirasiku. Terimakasih atas dorongan, mimpi, cinta dan hari-hari yang pernah kita lalui bersama. Semua itu tak akan terlupakan. Semoga mimpi kita terwujud.

  9. Sahabat-sahabatku Dwee cay atas semangat, kebersamaan dan persahabatan kita. Terimakasih menemani setiap malamku dengan suara indahmu. Bu Minah, aku pernah ingin kau menjadi ibu keduaku. Andri, terimakasih atas semangat, kedekatan kita yang hampir 10 tahun, translate jurnalnya, dan traktirannya. Andri sekeluarga, terimakasih untuk tumpangan rumahnya, tempatku berbagi suka dan duka.

  10. Sahabat-sahabat di Psikologi. Ika, yang selalu setia mendengarkan keluh kesahku. Besanan aja yuk?hehe. Mari wujudkan impian kita menjadi Psikolog.

  Oni, ayo tembanget! Selalu ingat perjuangan kita dari awal skripsi, sungguh sangat berkesan. Setelah ini sering-sering bawa Leni ke bengkel ya. Ita, yang selalu mengingatkan untuk tetap semangat. Dalam urusan cinta, kali ini kita senasib. Kadek, kapan kamarmu rapi? Yang rajin ya, hehe tetap semangat. Maaf teman, aku mendahului kalian. Terimakasih atas persahabatan kita selama ini. Karena kalian aku menjadi seperti sekarang. Kenangan indah 4 tahun bersama kalian tak akan aku lupakan. Aku sayang kalian. Semoga kita menjadi sahabat selamanya.

  11. Eric terimakasih tumpangan printnya, semangat, dan canda tawa yang pernah ada. Edi yang selalu menularkan semangatnya, kamu menjadi orang lain yang tak ku kenal sekarang. Tapi kamu pernah dan akan selalu menjadi ”monyet” bagiku. Bayu, Jon, Angga dan teman-teman ’Kost Ijo’ yang lain, terimakasih kalian pernah mengukir senyuman dan tawa untukku. Terimakasih juga membantu penyebaran angket. Angkringannya Arman yang tak ada lagi, inspirasimu kembali. Galih Bro terimakasih untuk semangat lewat kata-kata puitismu. Mas Nugroho, terimakasih doanya. Jaka terimakasih pernah memberiku semangat dan perhatian. Ika Sastra Inggris ’05 yang membantu penyelesaian abstrack-ku.

  12. Teman-teman Psikologi ’04, Nana yang selalu ngajak ke UGM, Ocha, Evi, Tyas, Ciput, Dani yang menemani di Ruang Baca, dan semua teman-teman Psikologi angkatan ’04, terimakasih atas kebersamaan kita selama ada di Psikologi.

  13. Kucingku ”Oik” sumber hiburanku, Kura-kuraku ”Mimi” curahan keluh kesah dan tempatku mengadu, dan kedua Hamsterku yang selalu berisik di malam hari. Terimakasih menemaniku mengerjakan skripsi ini setiap saat. ”Black Sweet”ku yang selalu menemaniku sepanjang jalan. Kau saksi bisu perjuanganku Gejayan-Paingan.

  14. Almamater Fakultas Psikologi Sanata Dharma, disinilah aku mendapatkan ilmu pengetahuan dan ilmu kehidupan.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak keterbatasan layaknya peribahasa tak ada gading yang tak retak. Oleh sebab itu, penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman

  

HALAMAN JUDUL..............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii

HALAMAN MOTTO...........................................................................................iv

HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...............................................................vi

ABSTRAK............................................................................................................vii

ABSTRACK........................................................................................................viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................... ix

KATA PENGANTAR...........................................................................................x

DAFTAR ISI.......................................................................................................xiii

DAFTAR TABEL..............................................................................................xvii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xviii

  

BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1 B. Rumusan Masalah................................................................................... ....7 C. Tujuan Penelitian.........................................................................................7

  

BAB II. LANDASAN TEORI............................................................................8

A. Kesepian......................................................................................................8

  1. Pengertian Kesepian...............................................................................8

  2. Manifestasi Kesepian...........................................................................11

  3. Tipe Kesepian......................................................................................12

  4. Penyebab Kesepian..............................................................................15

  5. Akibat Kesepian...................................................................................19

  6. Kesepian pada Dewasa Awal...............................................................22

  B. Kompetensi Interpersonal..........................................................................25

  1. Pengertian Kompetensi Interpersonal..................................................25

  2. Aspek Kompetensi Interpersonal.........................................................27

  3. Kompetensi Interpersonal pada Dewasa Awal....................................30

  C. Dewasa Awal.............................................................................................33

  1. Pengertian Masa Dewasa Awal............................................................34

  2. Ciri-ciri Masa Dewasa Awal................................................................35

  D. Hubungan Kompetensi Interpersonal dengan Kesepian pada Dewasa Awal...................................................................40

  E. Hipotesis.....................................................................................................42

  

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................43

A. Jenis Penelitian...........................................................................................43 B. Identifikasi Variabel Penelitian .................................................................43

  1. Kompetensi Interpersonal....................................................................43

  b. Analisis Butir atau Diskriminasi Item............................................50

  2. Uji Hipotesis........................................................................................57

  b. Uji Linearitas..................................................................................57

  a. Uji Normalitas................................................................................56

  1. Uji Asumsi...........................................................................................56

  

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...............................56

A. Pelaksanaan Penelitian...............................................................................56 B. Hasil Penelitian..........................................................................................56

  G. Metode Analisis Data................................................................................55

  c. Reliabilitas.....................................................................................55

  a. Validitas.........................................................................................50

  2. Kesepian..............................................................................................44

  2. Hasil Uji Coba Skala............................................................................50

  1. Pelaksanaan Uji Coba Skala.................................................................50

  F. Uji Coba Skala...........................................................................................50

  2. Skala Kesepian.....................................................................................48

  1. Skala Kompetensi Interpersonal..........................................................46

  E. Metode dan Alat Pengumpulan Data.........................................................45

  D. Subjek.........................................................................................................45

  C. Pembahasan................................................................................................58

  

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................64

A. Kesimpulan................................................................................................64 B. Saran...........................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................66

LAMPIRAN..........................................................................................................69

  

DAFTAR TABEL

  Halaman Tabel 1. Pemberian Skor Skala..............................................................................46 Tabel 2. Blue Print dan Susunan Item-item

  Skala Kompetensi Interpersonal (sebelum uji coba)................................47 Tabel 3. Blue Print dan Susunan Item-item

  Skala Kesepian (sebelum uji coba)..........................................................49 Tabel 4. Item yang Sahih dan Gugur pada

  Skala Kompetensi Interpersonal..............................................................51 Tabel 5. Susunan Item-item

  Skala Kompetensi Interpersonal (setelah uji coba).................................52 Tabel 6. Item yang Sahih dan Gugur pada Skala Kesepian...................................53 Tabel 7. Susunan Item-item Skala Kesepian (setelah uji coba).............................54

  DAFTAR LAMPIRAN

  Halaman Lampiran 1. Skala Kompetensi Interpersonal dan Kesepian

  (Sebelum Uji Coba)...........................................................................70 Lampiran 2. Skor Total Uji Coba Skala Kompetensi Interpersonal......................71 Lampiran 3. Analisis Butir Diskriminasi Item

  Skala Kompetensi Interpersonal........................................................72 Lampiran 4. Skor Total Uji Coba Skala Kesepian.................................................79 Lampiran 5. Analisis Butir atau Diskriminasi Item

  Skala Kesepian...................................................................................80 Lampiran 6. Skala Penelitian Kompetensi Interpersonal dan Kesepian (Setelah Uji Coba)...................................................... 89 Lampiran 7. Skor Total Data Penelitian................................................................ 90 Lampiran 8. Uji Normalitas...................................................................................92 Lampiran 9. Uji Linearitas.....................................................................................93 Lampiran 10.Uji Hipotesis.....................................................................................94

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menjalin hubungan interpersonal merupakan sesuatu yang penting

  bagi kehidupan karena merupakan suatu kebutuhan manusia untuk menjalin hubungan dengan sesamanya. Melalui hubungan interpersonal, seseorang akan merasa dirinya berharga, walaupun paling tidak terhadap orang tertentu dalam ikatan hubungan interpersonal itu. Sebaliknya, tanpa hubungan interpersonal seseorang akan merasa terasing dan diasingkan, mengalami kesunyian dan alienasi diri yang kesemuanya dapat menjelmakan stres emosional yang berat (Bastaman dalam Sukmono, Djohan & Ellyawati, 2000).

  Packard (dalam Sukmono et al, 2000) mengemukakan bahwa bila seseorang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal, ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, ”dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita ”flight syndrom” (ingin melarikan diri dari lingkungan). Orang yang tidak dapat membentuk hubungan interpersonal yang baik akan memunculkan beberapa akibat, salah satunya adalah kesepian.

  Orang yang merasa kesepian adalah orang yang merasa tidak punya harapan, karena mereka percaya tidak akan pernah menemukan kebahagiaan

  Kesepian dapat dialami semua orang. Peryataan tersebut didukung pendapat dari Peplau dan Perlman (dalam Sears, Freedman, & Peplau, 1991), tidak ada bagian masyarakat yang kebal terhadap kesepian, meskipun beberapa orang memiliki resiko yang lebih besar daripada yang lain. Resiko yang lebih besar mungkin terjadi pada dewasa awal yang mengalami peralihan dari masa sekolah menuju perguruan tinggi. Transisi sosial ke perguruan tinggi adalah waktu ketika kesepian mungkin terbentuk ketika individu meninggalkan dunia tempat tinggal dan keluarga yang dikenal. Banyak mahasiswa baru yang merasa cemas bertemu dengan orang baru dan membangun kehidupan sosial yang baru (Santrock, 2002).

  Salah satu contoh kasus yang dikutip dari situs liputan6.com adalah seorang suami berumur 32 tahun yang menculik anak perempuan berumur 12 tahun di Banyuwangi. Suami tersebut mengaku kesepian karena ditinggal istrinya yang pergi tanpa pamit. Kasus lain dari situs glorianet.org menyebutkan bahwa di Batam seorang lelaki berusia 38 tahun melakukan pemerkosaan terhadap seorang anak berusia 13 tahun. Sebelum sidang, lelaki tersebut mengakui bahwa dirinya melakukan perbuatan tersebut karena kesepian. Dari kedua kasus di atas menunjukkan bahwa kesepian akan mengarah pada hal-hal yang negatif.

  Kasus yang lain dialami seorang mahasiswa baru. Berikut ini adalah pernyataan mahasiswa tersebut (dalam Santrock, 2002):

  Seperti yang tercermin dalam komentar mahasiswa baru di atas, individu biasanya tidak dapat membawa popularitas dan kedudukan sosial dari sekolah menengah atas ke dalam lingkungan universitas. Mereka akan menghadapi tugas membangun hubungan sosial yang sama sekali baru.

  Suatu penelitian dilakukan oleh Carolyn Cutrona, Daniel Rusell, dan Ane Peplau (Cutrona dalam Sears et al, 1991) yang meneliti tentang mahasiswa-mahasiswa yang diterima di UCLA. Hasil penelitian adalah pada awal kuliah, 75 persen mahasiswa baru itu setidak-tidaknya mengalami kesepian sejak kedatangan mereka di kampus. Lebih dari 40 persen menyatakan bahwa mereka mengalami kesepian dengan intensitas sedang sampai berat.

  Sebuah survei dilakukan oleh peneliti pada November 2008. Metode ”Tahun pertama saya menjadi mahasiswa di sini saya sangat kesepian. Saya tidak kesepian sama sekali di sekolah menengah atas. Saya hidup di kota yang cukup kecil—saya mengetahui semua orang dan semua orang tahu saya. Saya menjadi anggota beberapa perkumpulan dan bermain untuk tim basket. Itu tidak terjadi di universitas. Universitas adalah tempat yang luas dan saya sering merasa seperti orang asing. Saya mulai terbiasa dengan hidup di sini, dan pada beberapa bulan terakhir saya telah bertemu dengan orang-orang dan mengenal mereka, tetapi itu semua tidaklah mudah.” tidak. Hasil survei adalah mahasiswa merasa kesepian pada tahun pertama di universitas karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Alasan lain adalah tidak memiliki teman. Beberapa mahasiswa yang tidak tinggal bersama orangtua menambahkan bahwa jauh dari orangtua menambah tingkat kesepian mereka.

  Beberapa kasus dan penelitian di atas menunjukkan bukti bahwa kesepian merupakan sesuatu yang sering dialami mahasiswa baru sebagai individu dewasa awal. Apabila kesepian dialami dalam jangka waktu yang lama, maka akan membawa dampak buruk bagi diri maupun lingkungan. Hal itu didukung oleh pendapat dari Hulme (2000) bahwa orang yang kesepian mudah berganti-ganti teman, karena mereka tidak mampu menjalin hubungan yang mendalam. Selain itu ada pula yang menenggelamkan rasa kesepian dalam obat bius dan narkotika. Orang yang kesepian mudah ketagihan, baik pada pekerjaan, alkohol, obat bius atau hubungan seks dengan sembarang orang. Dari pendapat tersebut, kesepian menjadi masalah penting yang perlu dicari solusinya. Cara untuk mengatasi kesepian adalah dengan membangun hubungan yang berarti dengan orang lain. Untuk membangun hubungan tersebut diperlukan suatu kemampuan yang disebut sebagai kompetensi interpersonal.

  Kompetensi interpersonal menurut Spitzberg dan Cupach, dapat diartikan sebagai suatu kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara tertentu. Keterampilan adalah kemampuan menerapkan perilaku sesuai dengan konteks. Motivasi adalah keinginan untuk mampu berkomunikasi (dalam Nashori, 2000).

  Penelitian tentang kompetensi interpersonal telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya oleh Fuad Nashori (2000) yang meneliti hubungan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal pada mahasiswa. Dari penelitian tersebut menghasilkan koefisien korelasi r = 0,4738 dengan p < 0,001. Hal itu menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Semakin tinggi konsep diri mahasiswa, maka semakin tinggi kompetensi interpersonalnya, dan sebaliknya. Penelitian lain dengan peneliti yang sama, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara kompetensi interpersonal antara laki-laki dan perempuan (Nashori, 2003). Hasil perhitungan ditunjukkan dengan p = 0,118 dan koefisien korelasi F = 2,457. Penelitian tentang kompetensi interpersonal juga dilakukan oleh Sukmono et al (2000) yang mengkaitkan antara kompetensi interpersonal dengan penghayatan hidup secara bermakna. Penelitian tersebut menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan. Hasil perhitungan tersebut ditunjukkan dengan koefisien korelasi r = 0,612 dengan p = 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi interpersonal maka semakin tinggi pula penghayatan hidup secara bermakna, begitu juga sebaliknya. memasuki lingkungan sosial yang baru. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Hurlock (1990) bahwa masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa muda diharapkan memainkan peran yang baru dan mengembangkan sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas yang baru.

  Masa dewasa awal merupakan masa dengan resiko lebih besar mengalami kesepian. Untuk mengatasi kesepian tersebut diperlukan suatu kemampuan membangun hubungan interpersonal yang disebut kompetensi interpersonal. Berbagai penelitian tentang hubungan kompetensi interpersonal yang mempengaruhi kualitas hubungan interpersonal terhadap kesepian harus tetap dikembangkan mengingat hal ini penting bagi individu dalam menjalani kehidupan di lingkungannya. Dalam penelitian ini, peneliti ingin membuktikan apakah individu pada masa dewasa awal yang memiliki kompetensi interpersonal tinggi adalah individu pada masa dewasa awal dengan tingkat kesepian yang rendah, dan sebaliknya.

B. RUMUSAN MASALAH

  Apakah ada hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Untuk mengetahui hubungan antara kompetensi interpersonal dengan kesepian pada dewasa awal

  D. MANFAAT PENELITIAN

  1. Manfaat Teoritis Memberikan sumbangan ilmiah, khususnya ilmu psikologi sosial yang membahas tentang kesepian dan kompetensi interpersonal serta menambah wawasan yang lebih mendalam tentang kesepian dan kompetensi interpersonal.

  2. Manfaat Praktis Bagi dewasa awal untuk menambah wawasan serta memahami pentingnya memiliki kompetensi interpersonal yang tampaknya dapat memperkecil resiko kesepian

BAB II LANDASAN TEORI A. KESEPIAN

1. Pengertian Kesepian

  Manusia adalah makhluk sosial, maka ia memerlukan hubungan manusiawi dengan sesamanya. Kodrat manusiawi menuntut agar kita menjalin hubungan akrab satu sama lain. Kita hidup bersama-sama dalam keluarga, suku dan masyarakat bukan hanya karena kita saling membutuhkan, tetapi juga karena kita merasa tertarik satu sama lain. Bila keperluan manusiawi akan keakraban itu tidak terpenuhi, kita cenderung merasa tertekan walaupun hubungan ini mungkin tidak kita sadari. Dalam keadaan seperti ini kita merasa ditolak dan terkurung dalam diri kita sendiri.

  Kita akan menderita kesepian (Hulme, 2000).

  Pernyataan di atas juga didukung oleh Peplau & Perlman (dalam Wright, 2005) yang meringkas berbagai definisi kesepian. Pertama, kesepian adalah hasil dari kurangnya hubungan sosial dari individu. Kedua, kesepian merupakan pengalaman subyektif yang tidak sama dengan isolasi sosial yang obyektif. Ketiga, pengalaman kesepian tidak menyenangkan dan menyusahkan. Peplau & Perlman (dalam Baron & Byrne, 2005) juga menyatakan bahwa meskipun bisa jadi ada kebutuhan biologis untuk adalah kesepian, yaitu suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut. Peplau dan Perlman (dalam Sarwono,1999) juga menyatakan bahwa kesepian adalah perasaan yang timbul jika harapan untuk terlibat dalam hubungan yang akrab dengan seseorang tidak tercapai.

  Kesepian dan kesendirian tidaklah sama. Kesepian menunjuk pada kegelisahan subyektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita kehilangan ciri-ciri pentingnya. Hilangnya ciri-ciri tersebut bisa bersifat kuantitatif, yaitu kita mungkin tidak mempunyai teman seperti yang kita inginkan. Kekurangan itu juga bersifat kualitatif, yaitu kita mungkin merasa bahwa hubungan kita dangkal, atau kurang memuaskan dibandingkan apa yang kita harapkan. Kesepian terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi hanya dengan melihat orang itu. Berbeda dengan rasa kesepian yang subyektif tadi, kesendirian merupakan keadaan terpisah dari orang lain yang bersifat obyektif. Kesendirian bisa bersifat menyenangkan dan tidak menyenangkan. (Sears, Freedman, & Peplau, 1991).

  Karena sifatnya yang berupa perasaan, kesepian bersifat subyektif. Ia harus dibedakan dari pengertian kesendirian. Kesendirian lebih bersifat fisik objektif, yaitu suatu keadaan dimana seseorang sedang tidak bersama orang lain. Orang dapat menunggu bus umum sendirian, tetapi ia tidak beramai-ramai dengan orang lain tetapi perasaannya sepi, karena ia akan pulang ke tempat kostnya, jauh dari keluarga, jauh dari teman-teman karib, dan jauh dari pacar. Jadi orang dapat merasa sepi, walaupun tidak sendiri. Akan tetapi, dapat juga merasa sendiri, namun tidak sepi (Sarwono,1999).

  Orang yang merasa kesepian adalah orang yang merasa tidak punya harapan, karena mereka percaya tidak akan pernah menemukan kebahagiaan atau berkesempatan berhubungan dengan orang lain. Mereka merasa kosong dan tidak puas sebab menurut anggapan mereka segala kepuasan dalam hidup ini berasal dari hubungan yang penuh arti dengan orang lain (Burns, 1988).

  Pernyataan yang lain menyatakan bahwa kesepian tidak semata- mata muncul akibat kesendirian fisik atau akibat ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan, khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat (Gunarsa, 2006).

  De Jong Gierveld (dalam Latifa, 2007) mendefinisikan kesepian sebagai kondisi isolasi sosial yang subjektif, situasi yang dialami individu tersebut dirasa tidak menyenangkan dan tidak diragukan lagi terjadi kekurangan kualitas hubungan. Selain itu, jumlah (kuantitas) jalinan hubungan yang ada pada individu juga ditemukan lebih sedikit dari yang diharapkan dan diterima, serta situasi keakraban yang diharapkan juga tidak

  Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kesepian adalah pengalaman subyektif yang dialami seseorang sebagai akibat dari harapan untuk terlibat dalam hubungan akrab dengan orang lain tidak tercapai.

2. Manifestasi Kesepian

  Peplau dan Perlman (dalam Astuti, 2004) kesepian dapat dilihat dan dikenali dari manifestasinya (perwujudannya) di dalam berbagai aspek individu. Manifestasi tersebut meliputi:

  a. Manifestasi afektif Manifestasi afektif adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan dengan perasaan negatif individu. Contoh perasaan negatif yaitu malu, bosan, mudah marah, tidak bahagia, tidak suka berinteraksi, cemas, tidak senang berada diantara banyak orang, tidak puas dengan persahabatan yang dibina, dan sedih karena tidak memiliki teman.

  b. Manifestasi kognitif Peplau mengemukakan adanya suatu pola umum yang terdapat pada individu yang merasakan kesepian, yaitu memiliki tingkat self-focus yang tinggi atau terlalu memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan pengalaman-pengalaman pribadinya. Mereka juga menambahkan bahwa orang yang merasa kesepian merasa rendah diri, menilai diri mereka secara umum dapat menjadi kurang mampu untuk berkonsentrasi atau memfokuskan perhatian mereka secara efektif.

  c. Manifestasi perilaku Manifestasi perilaku adalah perwujudan dari kesepian yang berkenaan dengan perilaku negatif yang diakibatkan oleh keadaan emosi individu.

  Contoh perilaku negatif yaitu menjauh, menolak bergabung dengan kelompok, menyendiri dalam suatu pertemuan, gugup dan gemetar menghadapi teman, dan diam ketika terlibat dalam percakapan.

3. Tipe Kesepian

  Tipe kesepian menurut Robert Weiss (dalam Sears et al, 1991) membedakan dua tipe kesepian berdasarkan hilangnya ketetapan sosial tertentu yang dialami oleh seseorang.

  a. Kesepian emosional Kesepian emosional timbul dari ketiadaan figur kasih sayang yang intim, seperti yang bisa diberikan oleh orang tua kepada anaknya atau teman akrab kepada seseorang.

  b. Kesepian sosial Kesepian sosial terjadi bila orang kehilangan rasa integrasi secara sosial atau terintegrasi dalam suatu komunikasi, yang bisa diberikan oleh sekumpulan teman atau rekan sekerja.

  Moustakas (dalam Latifa, 2007) membagi kesepian ke dalam jenis sebagai berikut: a. Eksistensial Loneliness Individu sadar sepenuhnya bila dia adalah soliter, tunggal dan terisolasi.

  Isolasi terjadi karena adanya ketakutan, penolakan dan usaha individu untuk menghindar atau bahkan lari dari pengalaman kesepian.

  Akibatnya individu tidak dapat maju dan berkembang sebagaimana seharusnya.

  b. Loneliness Anxiety Individu merasa “terpisah” dari dirinya sendiri, karena terdapat kesenjangan antara ”diri” yang sebenarnya dengan ”diri” yang dia inginkan. Kecemasan akan kesepian ini juga terjadi karena individu kurang mampu memenuhi keinginannya untuk menjalin keintiman dengan orang lain.

  De Jong Gierveld (dalam Latifa, 2007) juga membedakan kesepian menjadi dua jenis, yaitu: a. State Loneliness

  Kesepian ini terjadi sementara, sewaktu-waktu dan tidak berlangsung lama. Terjadi bila individu menghadapi sebuah situasi yang tidak dapat dihindari, seperti misalnya pada individu yang baru pindah rumah atau pindah kantor. b. Trait Loneliness Pengalaman kesepian ini sering terjadi. Kesepian jenis ini berlangsung lama dan senantiasa datang. Biasanya terjadi pada individu yang tumbuh dalam situasi penolakan atau ketidakpedulian dari lingkungan sekitar, sehingga kesepian ini merupakan bentuk mekanisme dirinya dengan membuat jarak dengan orang lain. Individu belajar untuk tidak mempercayai orang lain karena orang lain dianggap hanya akan menyakitkan hati.

  Wiliam Sadler (dalam Latifa, 2007) membedakan kesepian sebagai berikut: a. Interpersonal Loneliness

  Kesepian ini terjadi ketika individu merindukan seseorang yang dahulu pernah dekat dengannya. Kesepian ini melibatkan kesedihan yang mendalam. Individu selalu mencari orang baru untuk dicintai. Namun, jika menemukan orang yang potensial menjadi pasangan barunya sebelum ia mampu mengatasi kesedihan terdahulu, maka individu akan takut atau menolak.

  b. Social Loneliness Individu merasa terpisah dari kelompok dimana ia merasa berarti.

  Kesepian ini sering menghinggapi kaum minoritas. Kesepian sosial secara lebih akurat didefinisikan sebagai perasaan ketika individu tidak kesejahteraanya dan tidak ada hal yang dapat ia lakukan untuk mengatasi hal itu sekarang.

  c. Culture Shock Kesepian ini terjadi ketika individu ini pindah ke suatu lingkungan kebudayaan baru. Kesepian ini kemungkinan melibatkan kesepian sosial karena beberapa kebudayaan masih tidak mudah untuk menerima orang lain.

  d. Cosmic Loneliness Setiap orang terkadang merasakan kesepian kosmik. Kesepian kosmik juga dikenal sebagai kesepian eksistensial, yaitu perasaan ketidakmungkinan untuk menjalin hubungan yang sempurna dengan orang lain.

  e. Psychological Loneliness Kesepian ini datang dari kedalaman hati individu, baik yang berasal dari situasi masa kini ataupun sebagai reaksi dari trauma masa lalu.

4. Penyebab Kesepian Biasanya orang merasa kesepian pada saat berada seorang diri.

  Sebagai contoh, dalam penelitian Larson mengenai penggunaan waktu, orang lebih merasa kesepian ketika mereka berada seorang diri dibandingkan ketika mereka berada bersama orang lain. Kadang-kadang seseorang mengalami hubungan yang memuaskan sampai perubahan tertentu terjadi dalam hidupnya. Situasi yang biasanya menimbulkan kesepian adalah perpindahan ke kota yang baru, terpisah dari teman dan orang yang dicintai ketika sedang berada di perjalanan atau di rumah sakit, atau mengakhiri hubungan yang penting karena kematian, perceraian, atau perpisahan. Biasanya orang dapat memulihkan diri dari kesepian situasional dan mengembangkan kembali kehidupan sosial yang memuaskan, meskipun dalam beberapa situasi lebih sulit dibandingkan situasi lainnya. Beberapa orang menderita kesepian selama bertahun- tahun, yang sedikit banyak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi di dalam hidupnya. Mereka mengalami kesepian yang akut. Individu semacam ini mungkin menggambarkan dirinya sebagai “orang yang kesepian” dan tidak sebagai seseorang yang sedang berada dalam periode kehidupan yang penuh kesepian. (Sears, et al 1991)

  Menurut Marangoni dan Ickes (dalam Franzoi, 2003) kesepian digambarkan pada seseorang yang mempunyai kepuasan yang kurang pada jaringan sosial dan hubungan yang dekat daripada yang diinginkan.

  Pendapat di atas juga didukung oleh De Jong Gierveld (dalam Latifa, 2007) yang menyebutkan bahwa kesepian dapat dengan mudah terjadi ketika terdapat kesenjangan antara keinginan individu untuk mendapatkan afeksi dan kehangatan dari orang lain dan kenyataan yang sebanyak gambaran jumlah teman yang diinginkan, orang dekat yang dimiliki tidak sesuai dengan harapan kedekatan yang diinginkan.

  Rokach dan Sharma (dalam Latifa, 2007) lebih lanjut menyatakan bahwa kesepian mencerminkan kegagalan individu untuk berintegrasi dengan lingkungan. Kegagalan ini mengakibatkan individu tidak lagi merasa menjadi bagian yang berarti dan penting dari suatu kelompok.

  Pada beberapa orang, rasa kesepian lebih bersifat konstan dan tidak terkait dengan kejadian eksternal ataupun masa. Terkadang, ada orang yang merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri atau merasa bahwa dirinya tidak disukai oleh orang lain.

  Gunarsa (2006) mengungkapkan bahwa kesepian tidak semata- mata muncul akibat kesendirian fisik atau akibat ketidakberadaan orang lain di sekeliling hidup seseorang, tetapi juga akibat perasaan ditinggalkan khususnya oleh mereka yang tadinya memiliki hubungan emosional yang amat dekat. Namun penting untuk diperhatikan agar tidak menjadi rancu bahwa kesepian tidak serta merta muncul akibat berkurangnya dukungan sosial dalam arti umum. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional.

  Larry Yeagley (dalam Latifa, 2007) juga mengemukakan bahwa kesepian dapat disebabkan oleh berbagai faktor sosial, yakni: a. Kemandirian dan ketergantungan diri

  Dua hal di atas sering dibicarakan sebagai sebuah usaha untuk mencapai kemajuan dan sukses. Kerja tim tampaknya sudah tergantikan oleh inisiatif individu, sehingga individu merasa tidak lagi perlu untuk berhubungan dan tergantung pada orang lain. Hal inilah yang menyebabkan rasa kesepian.

  b. Kompetisi Kompetisi dimulai sejak taman kanak-kanak dan diterapkan di rumah, tempat kerja, dan di mana saja. Hal tersebut membuat manusia tidak lagi membutuhkan teman dan kesepian adalah hasilnya.

  c. Segregasi kelompok usia Anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya bersama teman sebaya. Orang-orang tua meninggalkan rumah dan lebih memilih rumahnya diurus oleh para pembantu serta menyewa pengasuh untuk anak-anaknya. Situasi trans- generasi yang tidak adekuat ini menyebabkan isolasi pada individu.

  d. Suburban sprawl Disebut juga perpencaran karena pengaruh sub-urban. Banyak rumah tangga di dunia, terutama di negara-negara besar terpisah dari e. Hiburan di rumah Komputer dan video menawarkan hiburan yang lebih personal dan menggantikan fungsi pertemuan di tempat sosial.

  f. Latchkey children Keterpisahan dari orang tua dalam jangka waktu cukup lama berpotensi menyebabkan kesepian pada anak-anak dan remaja.

  g. Perceraian Kebebasan individu adalah hal yang paling utama. Tanggung jawab terhadap orang lain dan setia terhadap komitmen bukan prioritas yang dianjurkan oleh konselor pernikahan. Penolakan dan kesepian meningkat sejalan dengan bertambahnya angka perceraian.

  h. Isolasi Banyak faktor yang ikut berkontribusi dalam isolasi individual dan keluarga. Sebagai contoh, orang tua tunggal terlalu sibuk untuk perkembangan pribadi dan perkembangan sistem support.

5. Akibat Kesepian

  Banyak orang mencari kompensasi untuk mengisi keperluan mereka akan hubungan akrab dengan orang lain. Kompensasi ini berbagai macam, yaitu ada orang yang cenderung melarikan diri ke dalam keramaian misalnya rumah mereka senantiasa hiruk pikuk, tamu datang akrab itu dengan melibatkan diri dalam berbagai macam organisasi, sibuk dengan urusan kepanitiaan atau pertemuan (Hulme, 2000).

  Orang-orang yang merasa kesepian cenderung menghabiskan waktu senggang mereka pada aktivitas yang sendiri, memiliki kencan yang sangat sedikit, dan hanya memiliki teman biasa atau kenalan (Bell dalam Baron & Byrne, 2005).

  Kesepian juga disertai dengan afek negatif, termasuk perasaan depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, dan ketidakpuasan yang diasosiasikan dengan pesimisme, self-blame, dan rasa malu (Anderson dkk, dalam Baron & Byrne, 2005). Menurut Kahn, Hessling, dan Russell (dalam Gunarsa, 2006), rasa kesepian dan afek negatif memiliki hubungan timbal balik. Kesepian dapat menggugah munculnya afek negatif; sebaliknya, afek negatif dapat meningkatkan intensitas kesepian. Seseorang yang dihinggapi kesepian memiliki kemungkinan cukup besar untuk cenderung memiliki afek negatif karena ia merasa dirinya diabaikan oleh orang lain, tidak dipedulikan oleh orang lain, tidak lagi bermakna bagi orang lain, dan keberadaan orang lain bersamanya hanya bersifat sementara dan adakalanya hanya bersifat formalitas saja. Afek negatif ini kemudian mempengaruhi persepsi serta perilaku mereka terhadap keberadaan orang lain, sehingga orang lain yang berada bersama mereka juga merasakan negativitas afek tersebut dan selanjutnya mereka Akibat selanjutnya, yang dirasakan oleh individu yang kesepian adalah hidupnya kian terasa sepi.

  Kesepian bisa merusak kesehatan. Para ahli mengatakan orang- orang yang yang sering didera rasa kesepian memiliki kualitas kesehatan yang buruk. Selain remaja, orang lanjut usia juga sering merasa kesepian. Para peneliti dari University California Los Angeles (UCLA) menemukan jenis gen tertentu yang lebih aktif pada orang yang memiliki perasaan kesepian berlarut-larut. Akibatnya gen yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh menjadi rusak. Sedangkan gen lain, termasuk gen yang bertugas melawan virus dan memproduksi kekebalan tubuh, menjadi kurang aktif. Hal itu tidak ditemukan pada orang yang tidak kesepian (Sriwijaya Post, 2007).

  Hawkey dan Cacioppo (dalam Gunarsa, 2006) juga mengemukakan mekanisme hubungan antara kesepian dan munculnya gangguan penyakit dalam diri seseorang hingga kini masih terus dipertanyakan dan diteliti. Akan tetapi dari sejumlah penelitian dilaporkan bahwa kesepian merupakan salah satu prediktor atau peramal munculnya berbagai penyakit, seperti kanker, gangguan jantung, dan berbagai penyakit serius yang lain. Kesepian terkait dengan erat dengan menurunnya ketangguhan seseorang menghadapi stres dan peluang munculnya upaya yang tidak layak untuk mengatasi stres. Adanya upaya

  Selain mengakibatkan penyakit, kesepian juga terkait dengan bunuh diri. Menurut McInnis dan White, hubungan antara kesepian dan gejala bunuh diri mungkin saja terjadi karena ketika seseorang merasa hidupnya semakin sepi, sehingga ia merasa dirinya semakin tidak berarti.

  Sedangkan menurut Stravynski dan Boyer, berdasarkan kajian atas sejumlah orang (usia remaja, dewasa dan lanjut serta pasien psikiatri) dengan kecenderungan bunuh diri di Kanada diperoleh gambaran bahwa makin tinggi intensitas kesepian yang dirasakan seseorang, makin besar keinginan orang tersebut untuk melakukan tindakan bunuh diri (dalam Gunarsa, 2006).

  Penelitian yang dilakukan selama lima tahun oleh para peneliti dari Universitas Chicago, Amerika Serikat menghasilkan sebuah kesimpulan yang provokatif, yaitu kesepian bisa membuat seseorang cepat meninggal.

  Menurut para peneliti, saat kesepian jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah dan menyebabkan tekanan darah tubuh menjadi lebih tinggi (http://www.conectique.com).

6. Kesepian pada Dewasa Awal

  Karakteristik kunci dari orang dewasa yang kesepian dan tidak memiliki teman adalah negativitas personal ( personal negativity), yaitu kecenderungan umum untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan mempersepsikan individu tersebut secara negatif, seperti halnya self-

perseption yang ia miliki, dan interaksi sosial menjadi semakin maladaptif.