BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan - KEPUASAN PERKAWINAN PADA SUAMI DENGAN ISTRI SEBAGAI TKW - UMBY repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Kepuasan Perkawinan Kepuasan perkawinan adalah evaluasi subjektif dari pengalaman individu

  dalam perkawinannya, artinya kepuasan perkawinan hanya dapat dinilai oleh individu itu sendiri dan tidak dapat ditentukan oleh orang lain (Okhakhume, Oguntayo & Aroniyiaso, 2016). Hal yang sama juga disampaikan oleh Hawkins (dalam Falicov, 2012) yang mendefinisikan kepuasan perkawinan merupakan perasaan subjektif dari kebahagiaan, kepuasan perkawinan dapat dirasakan oleh pasangan pada saat mempertimbangkan semua aspek dalam pernikahannya saat ini. Variabel ini dipahami sebagai sebuah kontinum yang berjalan dari yang sangat puas sampai tidakpuas.

  Menurut Olson dan Fowers (dalam Ragoa1, Untoro, & Ari, 2017), kepuasan perkawinan adalah evaluasi terhadap area-area di dalam perkawinan. Area tersebut mencakup komunikasi yang menyenangkan, kehidupan beragama yang baik, cara mengisi waktu senggang, menyelesaikan masalah, mengatur keuangan, kualitas dan kuantitas hubungan seksual, hubungan baik dengan keluarga dan teman, pengasuhan terhadap anak, menerima sifat pasangan, dan berbagi peran antara suami istri di kepuasan perkawinan juga dapat didefinisikan sebagai kebahagiaan perkawinan pasangan yang menikah secara keseluruhan. Glenn (dalam Lestari, 2012), juga menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan dan kebahagiaan perkawinan memiliki kesamaan arti, yaitu sama-sama merujuk pada suatu perasaan positif yang dimiliki oleh pasangan dalam perkawinannya yang maknanya lebih luas dari pada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan.

  Duvall & Miller (dalam Srisusanti & Zulkaidah, 2013) menjelaskan bahwa pasangan suami istri akan memperoleh kebahagiaan dan kepuasan perkawinan manakala kedua belah pihak saling menyenangi, menghargai, mengagumi dan menikmati kebersamaan. Okhakhume dkk (2016) juga menyatakan bahwa Individu akan merasakan kepuasan dalam perkawinannya ketika kebutuhan pasangan terpenuhi, puas dengan harapan dan keinginan pasangan dan tidak saling menyakiti satu dengan yang lain.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa kepuasan perkawinan adalah perasaan subyektif yang dirasakan oleh pasanganpada saatmempertimbangkan semua aspek dalam pernikahannya saat ini dan dipahami sebagai sebuah kontinum yang berjalan dari yang sangat puas sampai tidakpuas.

  Kepuasan perkawinan juga merupakan milik individu itu sendiri, jadi hanya bisa dirasakan oleh individu dan tidak bisa ditentukan oleh orang lain.

2. Aspek-aspek Kepuasan Perkawinan

  Olson & Olson (2000), yang mengacu pada ENRICH Marital Satisfication

  Scale mengemukakan 10 aspek untuk mencapai kepuasanperkawinan, yaitu: a.

  Komunikasi Aspek ini mengukur tentang keyakinan dan sikap individu terhadap peran komunikasi dan pemeliharaan hubungan. Berfokus kepada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh suami istri dalam berbagi emosi dan kepercayaan yang penting, persepsi masing-masing pasangan terhadap kemampuan mendengarkan dan keterampilan berbicara, dan persepsi mengenai kemampuan seseorang berkomunikasi dengan pasangan.

  b.

  Fleksibilitas pasangan Fleksibilitas merefleksikan kemampuan suami istri untuk berubah dan beradaptasi saat diperlukan. Fleksibelitas berfokus pada isu-isu kepemimpinan dan kemampuan pasangan untuk beralih tanggung jawab dan perubahan peraturan.

  c.

  Kedekatan Aspek ini menilai tingkat kedekatan emosional yang dirasakan oleh suami istri. Mencakup kesediaan untuk saling membantu, dan sejauh mana pasangan menyeimbangkan antara keterpisahan dan kebersamaan. Aspek ini memfokuskan sejauh mana pasangan saling membantu, pemanfaatan waktu luang bersama dan pengungkapan perasaan dekat secara emosional. d.

  Kecocokan kepribadian Aspek ini berfokus pada isu-isu seperti perasaan kesal, kemurungan, keras kepala, cemburu, dan posesif, serta perilaku pribadi seperti pengungkapan rasa kasih sayang kepada pasangan. Aspek ini secara umum memandang ketergantungan suami istri dan kecenderungan pasangan untuk menjadi dominan di dalam suatu hubungan.

  e.

  Resolusi konflik Resolusi konflik berfokus pada sikap, perasaan, dan kepercayaan individu tentang keberadaan dan resolusi konflik dalam hubungannya. Memperhatikan keterbukaan pasangan dalam menyelesaikan masalah, strategi dan proses yang digunakan untuk mengakhiri argument dan tingkat kepuasan dengan cara mengatasi masalah.

  f.

  Relasi seksual Relasi seksual merupakan kekuatan penting bagi kepuasan pasangan, maka kepuasan tersebut perlu dijaga untuk ditingkatkan melalui komunikasi seksual antara pasangan. Komunikasi seksual akan membantu pasangan untuk saling memahami perspektif masing-masing terhadap kebutuhan dan ketertarikan seksual. Komunikasi seksual, komunikasi nonverbal juga dapat membantu untuk menunjukan afeksi terhadap pasangan (Lestari, 2012).

  g.

  Kegiatan mengisi waktu luang Pemanfaatan waktu luang menjadi sarana untuk melakukan aktivitas istirahat ulang baterai yang habis, yaitu untuk memberi energi dan semangat yang baru. Pemanfaatan waktu luang ini dapat dilakukan sendiri, bersama anggota keluarga lain, atau dengan sahabat (Lestari, 2012).

  h.

  Keluarga dan teman Merupakan aspek yang penting bagi pasangan dalam membangun kepuasan.

  Keluarga sebagai family of origin banyak mempengaruhi kepribadian, selain itu keterlibatan orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kepuasan relasi pasangan. Teman seringkali menjadi penyangga utama bagi pasangan ketika harus menghadapi persoalan, yaitu sebagai tempat meminta pertimbangan dan bantuan (Lestari, 2012). i.

  Pengelolaan keuangan Pengelolaan keuangan merupakan pokok dari persoalan ekonomi yang dapat berupa perbedaan pasangan dalam hal pembelanjaan dan penghematan uang, perbedaan pandangan tentang makna uang dan kurangnya perencanaan untuk menabung. Keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran keluarga harus menjadi tanggung jawab suami dan istri (Lestari, 2012). j.

  Keyakinan spiritual Spiritual merujuk pada kepuasan batin yang dirasakan individu dalam hubungannya dengan Tuhan, mahluk lain dan nurani. Masalah spiritual dapat menjadi sumber masalah bagi pasangan dalam hal perbedaan praktik keagamaan, tidak diintergrasikan keyakinan spiritual dalam relasi pasangan,

  Alasan peneliti menggunakan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Olson & Olsonyang mengacu padaENRICH Marital Satisfication Scale dikarenakanaspek- aspek yang dikemukakannyalebihspesifik yang berkaitan dengankepuasan perkawinan dan beberapa penelitian lainnya juga mengacu denganaspek-aspek yang dikembangkan Olson& Olson. Tahunnya pun lebih terbaru yaitu tahun 2000 dari pada teori-teori lain.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan perkawinan bisa dicapai apabila individu mampu memenuhi sepuluh aspek yaitu: a) Komunikasi, yangmencakup kemampuan mendengarkan dan keterampilan berbicara dengan pasangan;b) fleksibilitas pasangan, yang mencakup kemampuan pasangan untuk berubah dan beradaptasi saat diperlukan;c) kedekatan, yang mencakup tingkat kedekatan emosional yang dialami pasangan; d) kecocokan kepribadian, yang mencakup persepsi individu terhadap perilaku dan kepribadian pasangan; e) resolusi konflik, yang mencakup penyelesaian konflik dalam perkawinan; f) relasi seksual, yangmencakup hubungan seksual dalam pernikahan; g) kegiatan mengisi waktu luang, yang mencakup pemanfaatan waktu istirahat dari segala rutinitas yang dilakukan oleh pasangan; h)keluarga dan teman, yang mencakup hubungan dengan keluarga besar dan teman;i) pengelolaan keuangan, yang mencakup pengaturan keuangan;j) keyakinan spiritual, yang mencakup keyakinan atau hubungan keagamaan di dalam perkawinan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan

  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri, antara lain ialah: a.

  Jarak perpisahan Hasil penelitian Widyasworo (2015) menunjukkan adanya hubungan antara jarak perpisahan dengan kepuasan perkawinan pada pasangan khususnya dalam hal komunikasi yang terkadang membuat masalah dalam rumah tangga, Prameswara & Sakti (2016) juga menjelaskan bahwa keintiman yang dijaga melalui alat komunikasi dapat memicu pertengkaran karena adanya perbedaan persepsi selama komunikasi berlangsung.

  Hal serupa dirasakan oleh suami yang memilik istri yang bekerja sebagai TKW. Menurut serikat buruh migran Indonesia (SBMI) (dalam Astagini & Nurhidayah, 2017) menjelaskan bahwa seringkali terdapat masalah komunikasi yang tidak lancar antara para TKW dengan suami mereka, hal inilah yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam perkawinan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Qomariah (2015) juga menunjukan bahwa, pada saat suami harus menjalani hubungan jarak jauh dengan istri dikarenakan istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri, suami akan merasa kesepian, suami juga harus mampu menjalani dua peran sekaligus, dan timbul rasa jenuh dalam perkawinannya. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Prameswara & Sakti (2016)yang menjelaskan akan mengalami krisis dalam kedekatannya karena jarak dan letak geografis yang berbeda sehingga salah satu dari pasangan akan merasa kesepian. Akan tetapi permasalahan tersebut bisa diminimalisir apabila pasangan saling berkomitmen, saling memberikan kepercayaan, tidak melakukan hal yang negatif di luar batas dan selalu berkomunikasi (Qomariah, 2015).

  b.

  Konflik Kerja-Keluarga Konflik kerja keluarga sering muncul akibat suami-istri bekerja (dual-earner

  family) , sehingga pasangan harus menghadapi beberapa masalah seperti

  keterbatasan waktu untuk melakukan kewajiban, baik terhadap pekerjaan maupun keluarga. Greenhaus & Beutell (dalam Meliani, Sunarti & Krisnatuti, 2014) menyatakan bahwa konflik kerja-keluarga dapat mempengaruhi beberapa aspek, salah satunya yaitu kepuasan perkawinan pada pasangan.

  Hasil penelitian yang dilakukan oleh Meliani, Sunarti & Krisnatuti (2014) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan dapat menurun, dengan bertambahnya konflik kerja-keluarga yang dirasakan oleh pasangan. Akan tetapi ketika pasangan dapat menangani konflik kerja- keluarga dengan baik maka mereka akan cenderung lebih puas dengan perkawinannya.

  c.

  Dukungan sosial keluarga Di dalam dukungan sosial keluarga terdapat berbagai macam dukungan yang diberikan yaitu dukungan dari pasangan, anak, orangtua, kakak, adik, saudara diberikan meliputi bantuan ekonomi, emosional, pengaturan rumah tangga pengasuhan anak, dan bantuan saat sakit. Dukungan sosial keluarga dapat memberikan kontribusi pada kepuasan perkawinan pada pasangan (Pratiwi 2016).

  d.

  Empati Setyawan (dalam Sari & Fauziah, 2016) menjelaskan, ketika pasangan memiliki empati yang tinggi saat terjadi konflik di dalam perkawinannya, maka dapat menentukan pola-pola yang dikembangkan secara afektif untuk menyelesaikan konflik tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari & Fauziah (2016) menunjukan bahwa ketika individu memiliki empati yang tinggi maka tingkat kepuasan perkawinan yang dirasakan akan semakin tinggi. Akan tetapi apabila individu memiliki empati yang rendah maka tingkat kepuasan perkawinan yang dirasakan akan semakin rendah pula.

  e.

  Penyesuaian perkawinan pasangan Hurlock (dalam Anjani & Suryanto, 2006) menjelaskan bahwa pentingnya penyesuaian dan tanggung jawab sebagai pasangan dalam sebuah perkawinan akan berdampak pada kesuksesan hidup berumah tangga. Kesuksesan dalam hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap adanya kepuasan perkawinan, sehingga memudahkan pasangan untuk menyesuaikan diri dalam kedudukannya sebagai suami atau istri dan kehidupan di luar rumah tangganya. Anjani & Suryanto (2006) dalam penelitiannya menjelaskan beradaptasi, membuat aturan dan kesepakatan dalam rumah tangga maka kepuasan perkawinan yang sejati akan dirasakan oleh pasangan.

  f.

  Usia perkawinan Usia pernikahan diartikan sebagai jumlah tahun sepasang suami istri telah menjalani bahtera rumah tangga dalam suatu ikatan perkawinan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh White & Booth (dalam Prasetya, 2007) menemukan bahwa kepuasan perkawinan dialami paling tinggi pada saat awal pernikahan, lalu menurun secara bertahap di tahun-tahun selanjutnya. Hal yang sama juga ditemukan oleh Prasetya (2007) yang menunjukkan bahwa semakin lama usia pernikahan maka kepuasan perkawinan yang dirasakan oleh pasangan akan semakin rendah.

  g.

  Kehadiran anak Banyak fakta yang mengungkapkan bahwa kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan pada pasangan, ada yang menyatakan bahwa kehadiran anak dapat menyebabkan hubungan intim suami istri berkurang. Lahirnya seorang anak ditambah lagi ketidakmampuan orangtua dalam pengasuhan, dapat menyebabkan masalah-masalah baru dalam pernikahan yang tentunya dapat juga mengikis kepuasan perkawinan yang telah dijalani. Akan tetapi ketidak hadiran anak juga mepengaruhi kepuasan perkawinan pasangan, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiyan & Kustant (2016) menunjukan bahwa ketidak hadiran anak mempengaruhi kepuasan perkawinan, sebagian besar pasangan mengalami prasaan sedih, kesepian, ketidaknyamanan dan kejenuhan dalam pernikahan.

  h.

  Latar belakang ekonomi Pasangan suami istri yang bekerja dapat diasumsikan mereka mempunyai sumber keuangan yang adekuat. Menurut Duvall & Miller (dalam Srisusanti dan Zulkaid, 2013) mengemukakan bahwa perekonomian keluarga yang memadai mendukung tercapainya kepuasan perkawinan. Akan tetapi ketika secara ekonomi suami tidak mampu memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, strategi yang dijalankan selanjutnya ialah memasukan istri sebagai pencari nafkah, hal tersebut secara tidak langsung menunjukan kemiskinan sebagai sumber atau faktor yang menyebabkan istri menjadi TKW ke luar negeri (Sukamdi, 2007). Jadi bisa disimpulkan bahwa ada 8 faktor yang mempengaruhi kepuasan perkawinan pada pasangan suami istri, yaitu jarak perpisahan, konflik kerja-keluarga, dukungan sosial keluarga, empati, penyesuaian perkawinan, usia perkawinan, kehadiran anak dan latar belakang ekonomi. Jika di lihat dari situasi keluarga TKW, diduga faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan pada pasangan ialah jarak perpisahan. Sejalan dengan hal tersebut, hasil penelitian Widyasworo (2015) juga menunjukkan adanya hubungan antara jarak perpisahan dengan kepuasan perkawinan pada keluarga TKW.

B. Istri sebagai TKW 1. Pengertian TKW

  Perempuan yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja wanita berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep. 104 A/MEN/2002, BAB I Tenaga Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 4 menyatakan bahwa:

  “Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKIadalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja melalui prosedur penempatan TKI

  .”

  TKW juga diartikan sebagai buruh migran perempuan asal Indonesia yang bekerja di luar negeri (komnas perempuan, 2003). Buruh migran perempuan juga merujuk pada perempuan Indonesia yang bekerja di luar negeri yang biasa dikenal sebagai tenaga kerja wanita (TKW) (Safitri, Khusnaeny, Zulbahary, Umar, Sastra, Aini, C. R., Ramadhania, 2009).

  Migrasi didefinisikan sebagai bentuk perpindahan seseorang atau sekelompok orang dari suatu wilayah geografis menyebrangi perbatasan politik atau administrasi dengan keinginan untuk tinggal dalam waktu tertentu disuatu tempat yang bukan daerah asalnya. Salah satu yang termasuk di dalam definisi ini ialah migrasi ilegal dan migrasi ekonomi atau TKW. Migrasi tenaga kerja juga biasanya didefinisikan sebagai perpindahan manusia yang melintasi perbatasan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan di negara asing. Tenaga kerja wanita yang bekerja di luar negeri meninggalkan rumah mereka untuk beberapa alasan termasuk kurangnya peluang kerja, kemiskinan, dan perbedaan gaji di Indonesia dan negara tujuan (IOM, 2010).

  Suryaningsih (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, pada awalnya migrasi keluar negeri didominasi oleh tenaga kerja pria. Akan tetapi beberapa tahun terakhir ini, di Indonesia mulai terjadi pergeseran, pria tidak lagi mendominasi angka tertinggi terjadinya migrasi keluar negeri, saat ini angka tertinggi arus migrasi mulai didominasi oleh tenaga keja wanita (TKW), Muhadjir (dalam Suryaningsih, 2011) menyebutnya dengan feminisasi migrant. Menurut IOM (2010), feminisasi migrant ini terjadi karena meningkatnya permintaan tenaga kerja disektor domestik dan industri manufaktur. Bahkan dibeberapa negara jumlah TKW mencapai 70% dari jumlah keseluaruhan tenaga kerja.Hal yang sama juga disampaikan oleh Farbenblum, Nicholson & Paoletti (2013)Sebagian besar buruh migran terdiri dari kaum perempuan yang bekerja di sektordomestik sebagai juru masak, juru kebersihan, pengasuh anak dan perawat lansia dirumah pribadi dan pada umumnya terdiri dari kaum perempuan yang berasal dari kota-kota kecil atau desa-desa di Indonesia dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar dan pengalaman kerja yang terbatas. Berdasarkan penjelasan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa, tenaga kerja wanita ialah buruh migran perempuan yang berasal dari Indonesia yang melintasi perbatasan untuk tujuan mendapatkan pekerjaan di luar negeri dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja karena beberapa alasan termasuk kurangnya peluang kerja, kemiskinan, dan perbedaan gaji di Indonesia dan negara tujuan.

2. Dampak akibat istri bekerja sebagai TKW

  Menurut Vrismaya & Carolia (2016) dampak positif istri bekerja sebagai TKW di luar negeri ialah kondisi ekonomi keluarga sangat terbantu atau semakin membaik. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Eldayati (2011) yang menunjukkan bahwa istri sebagai TKW, berhasil meningkatkan ekonomi keluarga, ditandai dengan kemampuan membangun rumah yang lebih baik, membeli tanah, pekarangan atau sawah, dan kendaraan. Selain itu dalam penelitian Eldayati (2011) juga ditemukan adanya pergeseran semu peran keluarga selama istri bekerja menjadi TKW di luar negeri. Istri tidak lagi berperan besar dalam ranah domestik, tetapi telah bergeser pada ranah publik, yaitu sebagai pihak yang menguasai sumber pendapatan keluarga yang utama. Istri akan kembali pada perannya semula ketika tidak lagi bekerja menjadi TKW di luar negeri.

  Namun dampak negatif yang dapat muncul akibat istri bekerja sebagai TKW ialah adanya konsekuensi yang harus diterima suami dari harapan masyarakat bahwa suami harus lebih unggul dari istri sehingga suami dapat merasa dikalahkan oleh istri. Keadaan ini menyebabkan suami menilai dirinya negatif, dengan memiliki perasaan rendah diri dan perasaan serba kurang. Di mata anak-anak, suami terlihat kalah dari istrinya. Demikian juga, di mata mertua dan di keluarga besar istrinya, tidak jarang suami merasa disepelekan oleh pihak keluarga istrinya (Ancok, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Asqolqni (2014) juga menujukan adaya dampak negatif yang terlihat setelah istri menekuni profesi sebagai TKW di luar negeri. Upah dapat memunculkan persoalan karena kesalahan mengenai cara mentasyarufkan (penggunaan) gaji dari hasil kerjanya, sehingga memiliki dampak yaitu sampai mengurangi bahkan merusak keharmonisan rumah tangga.

  Menurut hasil penelitian Orienta & Wulandari (2016), dampak negatif yang bisa muncul akibat istri bekerja sebagai TKW ialah adanya persoalan dan konflik perkawinan dalam kehidupan rumah tangga para TKW yaitu meliputi keuangan, komunikasi, aktivitas-aktivitas yang tidak disetujui oleh pasangan seperti perjudian, minum-minuman keras dan extramarital affair. Kemudian faktor karakterisitik individual seperti nilai sikap dan kepercayaan, kebutuhan dan kepribadian serta perbedaan persepsi. Selanjutnya menurut Febrianti (2015) akan muncul permasalahan yang terjadi pada suami dimana dapat memicu kearah perselingkuhan, hal ini disebabkan oleh istri tidak bisa memenuhi kebutuhan biologis (seksual) suami. Regulasi konflik, keuangan, komunikasi, aktivitas-aktivitas bersama, kepribadian dan relasi seksual termasuk di dalam aspek-aspek kepuasan perkawinan menurut Olson & Olson (2000), ketika aspek tersebut tidak sesuai atau tidak bisa dipenuhi oleh istri disaat bekerja sebagai TKW di luar negeri, maka akan memicu ketidak puasan perkawinan pada suami. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Vrismaya & Coralia (2016) yang menunjukan bahwa istri yang berprofesi sebagai TKW di luar negeri dapat mengakibatkan suami memiliki kepuasan perkawinan yang rendah.

  Keputusan menjadi TKW bagi seorang istri juga memberikan dampak terhadap keluarga yang ditinggalkan terutama bagi anak-anak. Aeni (2011) pada anak yang ditinggal ibu sebagai TKW dengan anak yang tinggal bersama ibunya, hasil penelitian tersebut menunjukan (a) Anak dengan ibu yang bekerja sebagai TKW di luar negeri memiliki kecerdasan emosi lebihrendah daripada anak yang tinggal bersama ibunya; (b) Anak dengan ibu yang bekerja sebagai TKW lebih agresif daripadaanak yang tinggal bersama ibunya; (c) Status ibu berpengaruh terhadap perilaku agresi anak melalui variabelkecerdasan emosi.

  Berdasarkan penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa pekerjaan istri sebagai TKW memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya ialah perekonomian keluarga semakin membaik sedangkan dampak negatifnya berimbas kepada kondisi keluarganya, yaitu timbulnya masalah perkawinan dengan suami seperti suami merasa tersaingi oleh istri, kesalah pahaman yang berkaitan tentang manajemen keuangan, tidak terpenuhi kebutuhan seksual pada suami dan perselingkuhan, sehingga dapat menyebabkan suami memiliki kepuasan perkawinan yang rendah.

  Pada anak-anak akan mempengaruhi kecerdasan emosinya sehingga dapat mengarah pada perilaku agresifitas.

  C.

  

Kepuasan Perkawinan Pada Suami Dengan Istri Sebagai TKW

  Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan pria dan wanita, karena melibatkan suatu komitmen yang bersifat emosional, sah secara hukum antara dua orang untuk berbagi kedekatan secara fisik dan emosi, berbagi tugas-tugas rumah tangga serta sumber-sumber ekonomi (Olson, DeFrain & perekonomian keluarga pada umumnya tidak diharapkan, yang diharapkan sebagai penopang perekonomi keluarga ialah suami (Ancok, 2004).

  Namun seringkali karena kemiskinan atau bisa juga karena suami kalah dalam segmentasi pasar dunia kerja, menyebabkan istri harus ikut menjadi pencari nafkah keluarga(Sukamdi, 2007). Akan tetapi apabila istri tidak memiliki keterampilan, kreatifitas dan memiliki pendidikan yang rendah akan sulit mendapatkan pekerjaan di Indonesia, sehingga tidak sedikit istri yang memutuskan untuk mengadu nasib keluar negeri menjadi TKW(Vrismaya & Coralia, 2016). Memiliki istri sebagai TKW berarti, suami harus siap menjalin hubungan jarak jauh selama bertahun-tahun dengan istrinya. Hal ini bisa menimbulakn krisis dalam kedekatan pasangan disebabkan jarak dan letak geografis yang berbeda (Prameswara & Sakti, 2016).

  Dampaknya salah satu pasangan akan merasa kesepian, tingkat kecurigaan dan kecemburuan pasangan pun akan lebih tinggi dibandingkan dengan pasangan yang tinggal disatu rumah, apabila permasalahan ini tidak terselesaikan maka dapat memunculkan konflik dalam keluarga TKW (Orienta & Wulandari, 2016).

  Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vrismaya & Coralia (2016) menunjukan istri yang bekerja sebagai TKW di luar negeri dapat menurunkan kepuasan perkawinan pada suami yang ditinggalkan.

  Kepuasan perkawinan dapat dilihat dari beberapa aspek yang dijelaskan oleh Olson & Olson (2000), yang mengacu pada ENRICH marital satisfication scale, yaitu: komunikasi, fleksibilitas pasangan, kedekatan, kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan mengisi waktu luang, keluarga dan teman, pengelolaan keuangan, keyakinan spiritual.

  Salah satu hal yang bisa membuat hubungan suami istri tetap terjaga dan terpelihara ialah komunikasi antar pasangan, dikarenakan kondisi pasangan TKW yang harus berjauhan tempat tinggal, terlebih lagi jam kerja antara suami istri yang tidak pasti menyebabkan keterbatasan waktu untuk saling mendengarkan dan berdiskusi, tidak jarang menyebabkan miss komunikasi antar para TKW dengan suami mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh serikat buruh migran Indonesia (SBMI) (dalam Astagini & Nurhidayah, 2017) yang menyatakan bahwa seringkali terdapat masalah komunikasi yang tidak lancar antara para TKW dengan suami mereka, hal inilah yang menyebabkan munculnya permasalahan dalam perkawinan.

  Selain komunikasi, fleksibilitas pasangan juga dapat berperan penting dalam kepuasan perkawinan pasangan TKW. Pada saat istri bekerja sebagai TKW di luar negeri ditemukan adanya pergeseran semu peran keluarga. Istri tidak lagi berperan dominan dalam ranah domestik, tetapi telah bergeser pada ranah publik, yaitu sebagai pihak yang menguasai sumber pendapatan keluarga yang utama (Eldayati, 2011). Pada awalnya suami akan merasa kewalahan mengerjakan pekerjaan rumah dan mengasuh anak, apabila suami tidak bisa beradaptasi maka akan mempengaruhi kepuasan perkawinan pada suami. Pemikiran yang sama juga disampaikan oleh Papalia, Olds & Feldman (2008) yang menjelaskan bahwa peningkatan tugas rumah pada suami. Vrismaya & Coralia (2016) di dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa salah satu penyebab suami memiliki kepuasan perkawinan yang rendah karena suami beranggapan bahwa mengasuh anak merupakan sesuatu hal yang berat apabila dilakukan tanpa bantuan istri.

  Kedekatan antar suami istri, juga merupakan salah suatu hal penting di dalam kepuasan perkawinan pasangan TKW. Menurut Olson & Olson (2000) kedekatan mencakup kesediaan untuk saling membantu, dan sejauh mana suami istri dapat menyeimbangkan antara keterpisahan dan kebersamaan, oleh sebab itu kedekatan membutuhkan keterbukaan antara suami maupun istri. Akan tetapi apabila pasangan TKW tidak dapat melakukan penyeimbangan dan keterbukaan karena jarak dan durasi perpisahan yang cukup lama, menyebabkan suami dengan istri sebagai TKW akan merasakan kesepian karena gagal membangun kedekatan dengan pasangan.

  Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Nuraini & Masykur, (2015) yang menyatakan bahwaindividu cukup berpotensi untuk merasakan kesepian yang mendalam karena ditinggal oleh pasangannya dalam waktu yang cukup lama. Kesepian juga merupakan bagian dari individu yang merasa bahwa tidak seorang pun memahami dirinya dengan baik. Individu merasa terisolasi dan merasa bahwa tidak memiliki seorang pun untuk dijadikan pelarian saat dibutuhkan terutama saat stress (Santrock dalam Nuraini & Masykur, 2015).

  Pada saat berbagai macam konflik rumah tangga mulai muncul pada pasangan TKW, menuntut mereka harus memiliki cara resolusi konflikyang tepat. Menjalani karena mengakibatkan pasangan memiliki keterbatasan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka. Hanya menggunakan alat komunikasi sepertitelepon dan tidak bertemu secara langsung sering menimbulkan kesalahpahaman yang kemudian menjadi konflik di dalam rumah tangga. Studi tentang keluarga TKW yang dilakukan oleh Orienta & Wulandari, (2016) menjelaskan bahwa permasalahan yang sering terjadi pada keluarga TKW yaitu pada saat kedua pasangan gagal melengkapkan isi pesan mereka dan meninggalkan salah satu pasangan dengan pemahaman yang salah. Selain itu kedua pasangan bersikap diam seribu bahasa dan meninggalkan permasalahan serta menolak mendengarkan informasi baru karena mereka khawatir akan memperkeruh keadaan, justru akan lebih mengancam kondisi hubungan mereka dalam berbagai situasi.

  Pasangan TKW juga akan mengalami kesulitan yang berkaitan dengan hubungan seksual bersama pasangan, karena kondisi istri yang bekerja sebagai TKW di luar negeri menyebabkan istri tidak mampu memenuhi kebutuhan biologis (seksual) suami. Menurut Orienta & Wulandari (2016) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa, apabila suami tidak puas dengan hubungan seksualnya maka akan menyebabkan hilangnya kemesraan dan cinta kasih dalam kehidupan perkawinannya, hal ini merupakan penyebab masalah perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dengan istri sebagai TKW di luar negeri.

  Namun ada sebagian dari suami TKW memiliki cara tersendiri untuk mengendalikan dorongan seksual mereka, menurut Vrismaya & Coralia (2016) cara menurut suami cara ini akan membantu mereka terhindar dari perilaku yang menyimpang selama menjalin hubungan jarak jauh dengan istri. Hal ini berkaitan dengan keyakinan spiritual suami, dimana suami merasa bahwa sebuah perkawinan merupakan suatu ibadah kepada Tuhan yang perlu dijaga (Vrismaya & Coralia, 2016).

  Bintari, Dantes & Sulastri, (2014) juga menjelaskan bahwa keyakinan spiritual menjadi bagian integral dari kepribadian seseorang yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan pikirannya. Pada saat seseorang tertarik pada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya akan bertindak, menimbang, dan meneliti apakah hal tersebut boleh atau tidak untuk dilakukan. Dengan keyakinan terhadap agama maka suami TKW dapat menyikapi secara bijak kemungkinan adanya permasalahan seperti godaan, karena suami harus terpisah tempat tinggal dengan istrinya selama bertahun-tahun, membuat suami mudah tergoda untuk berhubungan dengan lawan jenis selain pasangan.

  Kecocokan kepribadian antar pasanganjuga merupakan salah satu hal yang dapat menentukan kepuasan perkawinan. Senada dengan hal tersebut Indriani (2014) juga mengatakan bahwa salah satu hal yang dapat menentukan kepuasan perkawinan yaitu tipe kepribadian masing-masing pasangan, hal ini disebabkan karena trait kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam hubungan mereka dengan pasangan sepanjang hidup.

  Kebutuhan yang terlihat kurang pada pasangan TKW ialah kegiatan mengisi untuk melakukan kegiatan, pilihan bersama dan harapan-harapan dalam mengisi waktu senggang bersama pasangan (Rachmawati & Mastuti, 2013). Namun keputusan istri untuk bekerja sebagai TKW di luar negeri menyebabkan suami menjadi jarang bertemu dengan istrinya bahkan bisa dalam jangka waktu bertahun- tahun.

  Kondisi ini mengakibatkan suami harus menikmati waktu luangnya dengan seorang diri, padahal menurut Henslin & Miller (dalam Rachmawati & Mastuti, 2013) kebersamaan ini harusnya dinikmati bersama oleh pasangan. Apabila suami tidak dapat menikmati kebersamaannya dengan istri yang bekerja sebagai TKW maka dapat mengakibatkan suami merasa kehilangan peran dan fungsi istrinya karena perasaan jauh. Dampak terburuknya ialah suami dapat melakukan perselingkuhan dan menikah lagi dengan wanita lain karena perasaan jenuh, dengan menikah lagi menandakan suami tidak sanggup hidup sendiri terlalu lama, karena tidak ada pihak yang mendampingi dalam berbagai aktivitas (Orienta & Wulandari, 2016).

  Keterlibatan keluarga dan temanpada pasangan TKW juga dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan suami TKW. Hal ini di sebabkan pada saat suami merasa kesulitan memenuhi suatu kebutuhan di dalam rumah tangganya seperti merawat anak dan mengurus rumah, suami akan cenderung meminta bantuan kepada keluarga atau kerabat terdekat. Namun seringkali terdapat penilaian negatif yang dirasakan suami akibat profesi istri sebagai TKW khususnya di mata masyarakat, anak dan keluarga istri antara lain adanya konsekuensi yang harus diterima suami dari dikalahkan oleh istri dalam hal penghasilan. Di mata anak-anak suami merasa kalah dari istrinya. Demikian juga di mata mertua dan sanak keluarga istri, tidak jarang suami merasa disepelekan oleh pihak keluarga istrinya. Keadaan ini menyebabkan suami menilai dirinya negatif, dengan memiliki perasaan rendah diri dan perasaan serba kurang (Ancok, 2004).

  Berbicara tentang pengelolaan keuanganpada keluarga TKW di mana istri menjadi pencari nafkah utama bagi keluarga mengharuskannya dalam jangka waktu tertentu mengirimkan uang kepada suami, sehingga dalam situasi ini suami berperan sebagai pengatur keuangan di dalam keluarga. Apabila dalam pengaturan atau dalam pembelanjaan uang terdapat ketidak sesuaian yang dilakukan suami, maka dapat memicu konflik dalam rumah tangga.Penelitian tentang istri yang bekerja sebagai TKW di luar negeri juga dilakukan oleh Al-Asqolqni (2014) yang menujukan bahwa upah yang dikirimkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga melalui suami, dapat memunculkan persoalan karena kesalahan mengenai cara mentasyarufkan (penggunaan) gaji dari hasil kerjanya, sehingga memiliki dampak yaitu sampai mengurangi bahkan merusak keharmonisan rumah tangga.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan perkawinan pada suami dengan istri sebagai TKW dipengaruhi olehjarak perpisahan antar pasangan, sehingga hal tersebut dapat memunculkan masalah dalam komunikasi dengan pasangan,fleksibilitas pasangan, kedekatan dengan pasangan, resolusi konflik pada pasangan, relasi seksual dengan pasangan, keyakinan spiritual dengan pasangan,keluarga dan teman, dan yang terakhir pengelolaan keuangan di dalam keluarga.

D. Pertanyaan Penelitian

  Dalam penelitian kualitatif, pertanyaan penelitian merupakan hal yang sangat esensial. Terdapat dua bagian pertanyaan dalam pertanyaan penelitian kualitatif, yaitu

  Central Question dan Sub Question 1.

  Central Question

  Central Question dalam penelitian kualitatif merupakan pertanyaan utama. Dalam

  penelitian ini Central Question ialah: Bagaimana kepuasan perkawinan pada suami dengan istri sebagai TKW?

2. Sub Question

  Sub Question pada penelitian ini terletak pada issue question. Issue question

  merupakan penjelasan dari permasalahan atau faktor utama penelitian yang disusun berdasarkan aspek-aspek kepuasan perkawinan pada suami dengan istri sebagai TKW yang meliputi : a.

  Komunikasi Bagaimana komunikasi partisipan dengan istri, selama istri partisipan bekerja di luar negeri sebagai TKW? b.

  Fleksibilitas pasangan Bagaimana pembagian tugas dan peran partisipan di dalam rumah tangga, c.

  Kedekatan Bagaimana partisipan memaknai kedekatannya dengan istri, selama istri partisipan bekerja sebagai TKW di luar negeri? d.

  Kecocokan kepribadian Bagaimana partisipan memandang kepribadian pasangannya? e. Resolusi konflik

  Jika terdapat masalah di dalam rumah tangga partisipan selama istrinya bekerja sebagai TKW, bagaimana cara partisiapan menyelesaiakan masalah tersebut ? f. Relasi seksual

  Bagimana hubungan seksual partisipan dengan istri, selama istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri? g.

  Kegiatan mengisi waktu luang Bagaimana partisipan mengisi waktu luang selama istrinya bekerja sebagai TKW? h. Keluarga dan teman

  Bagaimana dukungan keluarga dan teman partisipan, selama istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri? i.

  Pengelolaan keuangan Bagaimana cara partisipan dalam pengelolaan keuangan, selama istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri? j.

  Keyakinan spiritual Bagaimana partisipan memaknai keyakinan spiritualnya dengan istri, selama istrinya bekerja sebagai TKW di luar negeri?

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Dan Asas Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam 1. Pengertian Perkawinan Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 - Pelaksanaa

0 0 42

BAB II TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN POLIGAMI A. Pengertian Perkawinan Poligami. - Pembatalan Perkawinan Karena Tidak Adanya Izin Poligami(Studi kasiis Putusan nomor 255/PdtG/2012/PA.Mdn)

0 0 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. PERKAWINAN 1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan - Tinjauan Yuridis Terhadap Sita Marital Atas Sengketa Harta Bersama Dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kitab Undang-Un

0 0 47

BAB II PENGATURAN PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Perkawinan 1. Pengertian dan Hukum Perjanjian a. Pengertian Perjanjian - Perjanjian Perkawinan Yang

0 0 67

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pengertian Pembatalan Perkawinan A.1. Pengertian Pembatalan Perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 - Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Perkawina

0 0 19

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. TINJUAN TEORI 1. Kepuasan Pasien a. Pengertian - ANDIK PRIMAYOGA BAB II

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEPUASAN 1. Pengertian Kepuasan - ADITYA PERDANAKUSUMA BAB II

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kepuasan Kerja - Tusi Febriyati BAB II

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien 1. Definisi - OKTAVIA DIYANTIKA BAB II

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar 1. Kepuasan Kerja - Agstina Kartika Dewi BAB II

0 0 36