BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi - BAB II TRIYANA MARYATUN AKUNTANSI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Teori keagenan menyebutkan mengapa terjadi manajemen laba. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa dalam teori keagenan

  hubungan keagenan merupakan sebuah hubungan kontrak antara investor (principal) dengan manajer (agent). Manajemen lebih mengetahui informasi perusahaan dan prospek perusahaan di masa mendatang dibandingkan dengan pemilik perusahaan yang hanya berkewajiban memberikan laporan mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik perusahaan dalam bentuk laporan keuangan. Perbedaan informasi antara manajemen dan pemilik perusahaan dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba untuk menyesatkan pemilik perusahaan mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Oleh karena itu, hubungan yang baik antara pemegang saham dan manajer adalah khubungan yang mampu menjelaskan spesifikasi yang harus dilakukan manajer dalam mengelola dana para pemegang saham, dan spesifikasi tentang pembagian keuntungan antara manajer dan pemegang saham.

  Namun pada akhirnya, manajer tidak selalu bertindak sejalan dengan kepentingan pemegang saham sehingga menimbulkan masalah agensi yang diakibatkan oleh perbedaan kepentingan kedua belah pihak.

  Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa semakin besar size perusahaan maka semakin besar pengungkapan yang perlu diungkapkan. Pernyataan tersebut mendasarkan teori keagenan yang menyatakan bahwa pada perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar. Perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya mengurangi biaya keagenan tersebut. Alasan lain perusahaan besar bisa menanamkan modal pada berbagai jenis usaha, lebih mudah memasuki pasar modal, memperoleh penilain kredit yang tinggi, dan sebagainya. Kesemuanya itu mempengaruhi keberadaan total asetnya.

  Leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka panjangnya. Dalam Teori Keagenan dijelaskan bahwa semakin tinggi Leverage perusahaan, semakin baik transfer kemakmuran dari kreditur kepada pemegang saham perusahaan. Perusahaan yang mempunyai biaya agensi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki Leverage tinggi mempunyai kewajiban yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang (Chow dan Wong Boren, 1987). Perusahaan dengan jumlah hutang yang tinggi akan menanggung biaya agensi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya transfer kekayaan dari debtholder kepada stockholder. Di sisi lain dengan proporsi Leverage yang lebih tinggi, maka kebutuhan informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya oleh kreditur akan lebih tinggi. Salah satu cara untuk mengurangi biaya agensi serta konflik kepentingan yang muncul yaitu dengan melakukan pengungkapan informasi yang lebih banyak, yaitu dengan menyajikan pengungkapan informasi keuangan melalui website perusahaan.

  Masalah keagenan dapat merugikan pemegang saham karena tidak terlibat langsung dalam pengelolaan perusahaan sehingga tidak memiliki akses untuk mendapatkan informasi yang memadai. Fenomena terjadinya asimetri informasi atau kesenjangan (GAP) antara pihak lain yang mempunyai sumber dan akses yang memadai untuk memonitor semua tindakan manajer, dapat terjadi karena perusahaan merupakan kumpulan dari berbagai pihak dan kepentingan-kepentingan tersebut sangat ditentukan oleh pengelolaan manajemen (Jatiningrum dan Rofiqoh, 2004 dalam Haryono, 2005). Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan melalui mekanisme pengawasan yang dapat

  

al ,1994). Berdasarkan munculnya mekanisme tersebut, akan menimbulkan

  biaya yang disebut biaya keagenan (agency cost). Kepemilikan institusional dapat berperan sebagai agen pengawas yang dapat mengurangi biaya agensi, karena kepemilikan institusional dapat mendorong efektifitas pengawasan terhadap aktivitas manajemen karena besarnya dana yang ditanamkan (Bathala et al, 1994).

  Merchan (1989) dalam Merchan dan Rockness (1994) mendefinisikan bahwa manajemen laba sebagai suatu tindakan manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan agar terbentuk informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sebenarnya tidak dialami oleh perusahaan.

2. Teori Stakeholder

  Teori stakeholder mempertimbangkan pengaruh harapan berbagai kelompok stakeholders yang berbeda dalam masyarakat terhadap kebijakan pengungkapan yang dimiliki perusahaan. Managerial branch dari teori stakeholder, menganggap bahwa pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi dari berbagai kelompok stakeholders. Manajer menggunakan informasi untuk mengatur atau mempengaruhi stakeholders yang memiliki pengaruh besar untuk mendapatkan dukungan yang dibutuhkan dalam

  .

  menjaga kelangsungan hidup perusahaan Manajer harusnya menyesuaikan kebijakannya tidak hanya untuk shareholder , tetapi juga untuk memuaskan

  

stakeholder , perusahaan dipahami tidak hanya sebagai hubungan bilateral

  antara shareholder dan manajer, tetapi sebagai hubungan multilateral di antara stakeholders (Prior et al., 2008).

  Teori stakeholder dibedakan dalam aspek deskriptif, instrumental, . dan normatif Aspek deskriptif menjelaskan bagaimana upaya organisasi memenuhi kepentingan stakeholders, serta bagaimana dan untuk apa inisiatif dalam standar etis dapat membantu organisasi memenuhi tuntutan dan kepentingan stakeholders. Aspek instrumental memusatkan perhatian pada manfaat bagi organisasi dengan memenuhi kepentingan stakeholders, dan implementasi dari inisiatif standar etis yang berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kepentingan dan tuntutan dari stakeholders. Sementara Aspek normatif mengacu pada sudut pandang moral mengapa perusahaan harus memenuhi kepentingan stakeholders. Sehubungan dengan pelaksanaan CSR, kerangka instrumental stakeholders menyatakan bahwa

  

CSR perusahaan merupakan fungsi kinerja ekonomi perusahaan, strategi

  yang mengarah pada CSR, dan intensitas kekuatan stakeholders (Mahoney et al. , 2004 dalam Suharsono dan Rahmasari 2013).

3. Corporate Social Responsibility (CSR)

  Lako 2009, dalam Supatmi dan Widi 2007 mendefinisikan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai komitmen berkelanjutan dari suatu perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomik, legal, etis dan sukarela terhadap dampak-dampak dari tindakan ekonominya terhadap upaya berkelanjutan untuk mencegah potensi-potensi dampak negatif atau risiko aktivitas ekonomi korporasi terhadap masyarakat dan lingkungan serta meningkatkan kualitas sosial dan lingkungan yang menjadi stakeholder -nya.

  Sebagai suatu usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmennya terhadap kelompok maupun individu di dalam lingkungan perusahaan tersebut yang termasuk di dalamnya yaitu pelanggan, perusahaan lain, karyawan, dan investor. Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan yang dikeluarkan oleh perusahaan umumnya bersifat sukarela, belum diaudit, dan tidak dipengaruhi peraturan tertentu. Dalam laporan tahunan tersebut CSR biasanya masuk dalam bagian sustainability

  

reporting. Sustainability reporting adalah pelaporan pembangunan

  berkelanjutan (sustainable development) mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan, sosial, kinerja organisasi dan pengaruh produknya di masyarakat.

  Pelaporan CSR merupakan pengungkapan sukarela sebagaimana dinyatakan dalam SAK No 1 (2007) paragraf ke sembilan bahwa perusahaan dapat menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang menjadi peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.

  CSDI. Pengukuran CSDI mengacu pada penelitian Haniffa dkk 2005, dalam Sayekti dan Wondabio 2007, yang menggunakan content analysis dalam mengukur variety dari CSDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan.

4. Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya suatu perusahaan. Jadi ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang yang dapat dilihat dari besar kecilnya modal yang digunakan, total aktiva yang dimiliki atau total penjualan yang diperoleh.

  Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public

  

demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan

yang berukuran kecil.

  Dalam ukuran perusahaan menurut Diamond dan Verrecchia (1991) dalam Murni (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar dengan total resiko yang ditanggung oleh investor lebih besar, akan mendapatkan keuntungan per saham yang terbesar (dalam hal ini peningkatan nilai saham) sebagai hasil dari peningkatan ungkapan. Variabel ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan natural logharitma dari total assets (Ln).

5. Financial Leverage

  

to asset ratio (DAR), ratio ini merupakan alat untuk mengukur seberapa

  besar perusahaan tergantung pada kreditur dalam membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri.

  Penggunaan financial leverage yang semakin besar akan membawa dampak positif bila pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dibandingkan beban yang harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut, sedangkan dampak negatif dari penggunaan

  

financial leverage yang semakin besar akan menyebabkan hutang yang

  ditanggung oleh perusahaan semakin besar, yaitu beban tetap tetap atau beban bunganya. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan kegiatan usahanya.

6. Manajemen Laba

  Menurut Schipper 1989, dalam Saiful 2004 mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Sedangkan Setiawati dan Saputro (2004) menyatakan bahwa manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai (atau perusahaannya sendiri).

  Hal yang sama juga diungkapkan oleh Copeland 1968, dalam Utami 2005 mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to increase

  

or decrease reported net income at will” ini berarti manajemen laba

  mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai keinginan manajemen. Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan atau judgmentnya dalam pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan yang menyesatkan stakeholder tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan.

  Menurut Beneish (2001) dalam Meutia (2004), mengungkapkan bahwa setidaknya terdapat tiga cara dalam mendeteksi adanya praktek manajemen laba, yaitu: pendekatan yang mengkaji akrual agregat dan menggunakan model regresi untuk menghitung akrual yang diharapkan dan tidak diharapkan, pendekatan yang menekankan pada akrual spesifik seperti cadangan hutang ragu–ragu, atau akrual pada sektor yang spesifik seperti tuntutan kerugian pada industri asuransi, pendekatan yang mengkaji ketidak sinambungan dalam pendistribusian pendapatan.

7. Cost of Equity Perusahan

  Cost of equity capital merupakan tingkat pengembalian yang

equity capital berkaitan dengan resiko investasi atas saham perusahaan.

  Dalam Utami (2005) dijelaskan bahwa cost of equity capital adalah besarnya rate yang digunakan investor untuk mendiskontokan dividen yang diharapkan diterima dimasa yang akan datang.

  Menurut Botosan (1997:341), biaya ekuitas dipengaruhi oleh tingkat

  

disclosure , dan risiko (BETA). Pengungkapan lebih meningkatkan

  likuiditas saham pasar sehingga mengurangi biaya modal ekuitas baik melalui pengurangan biaya transakasi atau meningkatnya permintaan sekuritas perusahaan. Risiko (BETA) yang ada pada perusahaan rendah maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga rendah, sehingga Cost of Equity perusahaan juga rendah.

  Menurut Amurwani 2006, dalam Ariyani dan Nugrahanti 2013 cost

  of equity merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang

  memperoleh dana dengan menjual saham biasa atau menggunakan laba yang ditahan untuk investasi. Cost of equity dapat mengalami peningkatan secara internal dengan menahan laba atau secara eksternal dengan menjual atau mengeluarkan saham biasa baru. Selain itu, definisi menurut Mardiyah (2002) cost of equity merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membiayai sumber pembiayaan. Dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model). Alasannya adalah pembahasan mengenai pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya ekuitas juga tidak terlepas dari faktor risiko di dalamnya yang konstan, sehingga dapat diterapkan pada lingkungan yang lebih luas.

  B. Hasil Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Tahun dan Metodologi Variabel Hasil penelitian

Mitta Aryani dan Uji asumsi klasik, Variabel Pengungkapan

Yeterina widi regresi bergana Independen: Corporate social Nugrahanti Corporate Social responsibility (2013) Responsibility berpengaruh negatif

  Variabel Deoenden: terhadap cost of equity Cost of Equity perusahaan Perusahaan

Rianto Setiawan Uji chow dan uji Variabel Pengungkapan

dan Gusti ayu Hauswan Independen: Corporate social putu wulan Corporate social responsibility , rahmasari (2013) responsibility berpengaruh negatif

  Variabel Dependen: Cost of capital dengan kepemilikan institusional sebagai variabel pemoderasi terhadap COC sedangkan kepemilikan institusional pemoderasi dan pengaruh pengungkapan CSR berpengaruh terhadap Cost of Capital

  Pengaruh pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba C.

  (X3) Corporate Social Responsibility

  Manajemen Laba (X4) Financial Leverage

  Cost of Equity Perusahaan (Y)

  H3 (+) Ukuran Perusahaan (X2)

  Hubungan yang logis antar variabel dalam penelitian akan diuraikan dan digambarkan dalam sub – bab kerangka pemikiran sebagai berikut:

   Kerangka Pemikiran

  Variabel Independen: Pengaruh pengungkapan CSR Variabel Dependen: Manajemen laba

  Danang Haryuduno (2010) Uji asumsi klasik, dan uji regresi berganda

  Arvina Arief dan Moh. Didik Ardiyanto (2014) Uji asumsi klasik,uji normalitas,uji heteroskadatisitas, uji autokorelasi

  Asimetri informasi dan manajemen laba berpengaruh positif terhadap Cost of Capital

  Variabel Independen: Pengaruh asimetri informasi dan manajemen laba Variabel Dependen: Cost of Capital

  Ifonie (2012) Uji asumsi klasik dan Uji linier berganda

  Manajemen laba, tingkat CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Regina Reizky

  Variabel Independen: Manajemen Laba Variabel Dependen: Tingkat CSR dan nilai perusahaan

  (X1)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

  Dari gambar diatas menggambarkan hubungan antar Variabel dalam penelitian yang dilakukan, Variabel independen dalam hipotesis 1,2,3 dan 4 adalah Corporate Sosial Responsibility, Ukuran Perusahaan, Financial

  Leverage dan Manajemen Laba yang mengarah pada Variabel Cost of Equity perusahaan sebagai Variabel dependen.

D. Hipotesis

  Perumusan hipotesis dalam penelitian ini disusun berdasarkan teori yang digunakan dan penelitian – penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Pembahasan terperinci terkait rumusan hipotesis disajikan sebagai berikut:

1. Pengaruh pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap

  Menurut Restuningdiah (2010), pengungkapan CSR merupakan konsep akuntansi yang memperhatikan transparasi pengungkapan sosial atas kegiatan sosial perusahaan, sehingga informasi yang diungkapkan perusahaan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, namun juga informasi CSR yang termasuk pengungkapan sukarela mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh kegiatan perusahaan.

  Dalam teori stakeholder mempertimbangkan pengaruh harapan berbagai kelompok stakeholders yang berbeda dalam masyarakat terhadap kebijakan pengungkapan yang dimiliki perusahaan. Managerial branch dari teori stakeholder, menganggap bahwa pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan merupakan alat manajemen untuk mengelola kebutuhan informasi dari berbagai kelompok stakeholders. Manajer menggunakan informasi untuk mengatur atau mempengaruhi stakeholders yang memiliki pengaruh besar untuk mendapatkan dukungan yang dibutuhkan dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Manajer harusnya menyesuaikan kebijakannya tidak hanya untuk shareholder, tetapi juga untuk memuaskan pelanggan, pekerja, dan organisasi masyarakat.

  Penelitian Frankel et al. (1995) menunjukan bukti adanya pengaruh tingkat disclosure terhadap biaya Equitas. Semakin tinggi tingkat

  

disclosure suatu perusahaan, maka akan mempertinggi nilai perusahaan

  yang ditunjukkan dengan peningkatan permintaan sekuritas dan peningkatan harga saham yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang pada 2003).

  Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Dhaliwal, Zhen Li, dan Tzang (2011) kegiatan CSR berpengaruh negatif terhadap cost of equity perusahaan, karena perusahaan yang bertanggung jawab sosial dapat menikmati penjualan dan kinerja keuangan yang lebih baik karena preferensi konsumen dan investor oleh perusahaan tersebut. Sehingga hipotesis pada penelitian ini adalah: H1 : Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh negatif terhadap Cost of Equity Perusahaan.

2. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Cost of Equity Perusahaan

  Menurut Ferry dan Jones dalam Jaelani (2001: 79) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari besar kecilnya modal yang digunakan, total aktiva yang dimiliki atau total penjualan yang diperoleh. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding dengan perusahaan yang berukuran kecil. Alasan lainnya adalah bahwa perusahaan besar mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah yang berkaitan dengan pengungkapan mereka atau biaya

  competitive disadvantage yang lebih rendah pula.

  Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa semakin besar size perusahaan maka semakin besar pengungkapan yang perlu diungkapkan. Pernyataan tersebut mendasarkan teori keagenan yang lebih besar. Perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya mengurangi biaya keagenan tersebut. Alasan lain perusahaan besar bisa menanamkan modal pada berbagai jenis usaha, lebih mudah memasuki pasar modal, memperoleh penilaian kredit yang tinggi, dan sebagainya. Kesemuanya itu mempengaruh keberadaan total asetnya.

  Berkaitan dengan ukuran perusahaan Diamond dan Verrecchia 1991, dalam Murni 2003. menyatakan bahwa perusahaan yang lebih besar dengan total resiko yang ditanggung oleh investor lebih besar, akan mendapatkan keuntungan per saham yang terbesar (dalam hal ini peningkatan nilai saham) sebagai hasil dari peningkatan ungkapan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi tingkat pengungkapan, semakin tinggi tingkat pengungkapan semakin rendah asimetri informasi, semakin rendah asimetri informasi Cost of

  

Equity Capital akan semakin rendah. Maka dapat dirimuskan di dalam

  hipotesis sebagai berikut: H2 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap Cost of Equity Perusahaan.

3. Pengaruh Financial Leverage terhadap Cost of Equity Perusahaan Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total aset.

  Semakin besar rasio Leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahan. Menurut Pratiwi (2009) perusahaan yang memiliki tingkat

  

Leverage yang tinggi sangat bergantung pada pinjaman luar untuk

Leverage yang rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal

  sendiri. Dalam Teori Keagenan dijelaskan bahwa semakin tinggi Leverage perusahaan, semakin baik transfer kemakmuran dari kreditur kepada pemegang saham perusahaan. Perusahaan yang memiliki proporsi utang lebih besar dalam struktur permodalannya akan mempunyai biaya agensi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, perusahaan yang memiliki Leverage tinggi mempunyai kewajiban yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang (Chow, 1987).

  Hasil penelitian Arti (2009) menunjukkan bahwa Financial Leverage berpengaruh Positif terhadap Cost of Equity perusahaan. Penggunaan

  

financial leverage yang semakin besar akan membawa dampak positif bila

  pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dibandingkan beban yang harus dikeluarkan untuk memperoleh dana tersebut, sedangkan dampak negatif dari penggunaan financial leverage yang semakin besar akan menyebabkan hutang yang ditanggung oleh perusahaan semakin besar, yaitu beban tetap tetap atau beban bunganya. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka perusahaan akan mengalami kesulitan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Maka hipotesis yang dapat dikemukakan adalah: H3 : Financial Leverage berpengaruh positif terhadap Cost of equity Perusahaan.

   Pengaruh Manajemen Laba terhadap Cost of Equity Perusahaan

  Kemampuan manajemen laba untuk meningkatkan atau mengurangi laba bersih yang dilaporkan sesuka hati. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan perbedaan informasi yang diterima oleh manajemen dan pemilik perusahaan. Dalam teori keagenan yang dijelaskan oleh Anthony dan Govindarajan (1995), hubungan principal (pemilik perusahaan) dengan agent (manajer) adalah principal memperkerjakan agent agar melakukan tugas untuk kepentingan principal. Dalam teori ini principal dan agent memiliki tujuan yang berbeda sehingga terjadi konflik kepentingan.

  Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa dalam teori keagenan hubungan keagenan merupakan sebuah hubungan kontrak antara investor (principal) dengan manajer (agent). Manajemen Laba akan meningkatkan risiko jika tindakan tersebut ternyata untuk menutupi kinerja manajer yang buruk. Sedangkan Merchan (1989) dalam Merchan dan Rockness (1994) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu tindakan manajemen perusahaan untuk mempengaruhi laba yang dilaporkan agar terbentuk informasi mengenai keuntungan ekonomis (economic advantage) yang sebenarnya tidak dialami oleh perusahaan.

  Manajemen laba dalam penelitian ini dideteksi menggunakan model modified Jones (1991) dengan proksi akrual diskresioner (discretionary current accrual). Model modified Jones (1991) digunakan dalam penelitian ini karena dianggap model paling baik dalam mendeteksi manajemen laba. diungkap oleh perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang mempraktikkan Manajemen Laba memiliki tingkat pengungkapan yang tinggi, semakin tinggi tingkat pengungkapan semakin rendah asimetri informasi, semakin rendah asimetri informasi Cost of Equity perusahaan akan semakin rendah. Maka dapat dirumuskan dalam hipotesis sebagai berikut: H4 : Manajemen Laba berpengaruh positif terhadap Cost of Equity perusahaan.