DOCRPIJM 62b370b7a1 BAB VBAB V. KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BID. CIPTA KARYA

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V - BAB V KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA Rencana Program Investas Jangka Menengah 2016 - 2020 Kota Tidore Kepulauan PROPINSI MALUKU UTARA TAHUN 2016 - 2020

  KERANGKA STRATEGI PEMBIAYAAN

  INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

  Analisa kapasitas keuangan daerah ini adalah studi mengenai aspek keuangan dalam rangka penyusunan RPIJM. Analisa digunakan dalam membuat taksiran dana yg tersedia untuk memenuhi kebutuhan pembelanjaan prasarana Kota Tidore Kepulauan yang meliputi :

  1. Pembelanjaan untuk pengoperasian dan pemeliharaan prasarana yg telah terbangun.

  2. Pembelanjaan untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana yg telah ada

  3. Pembelanjaan untuk pembangunan prasarana baru

5.1. Potensi Pendanaan APBD

  Roda Pemerintahan dan Pembangunan di daerah tidak akan pernah bergerak jika tidak didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja yang memadai. Sesuai dengan syarat pembangunan yang berkelanjutan, maka Pemerintah Daerah akan senantiasa meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerahnya. Pelaksanaan Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal telah meningkatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Sebagai konsekuensi pembebanan tugas dan tanggung jawab ke daerah yang semakin besar, kepada daerah telah diserahkan sumber pendanaan yang terus meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun, baik melalui skema transfer maupun penyerahan kewenangan perpajakan daerah dan retribusi daerah. Pengelolaan dana tersebut sudah seharusnya dilaksanakan sebaik-baiknya sehingga dapat mendorong peningkatan kualitas belanja daerah dengan memastikan dana tersebut benar- benar dimanfaatkan untuk program dan kegiatan yang memiliki nilai tambah besar bagi masyarakat.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

5.1.1. Pendapatan Daerah

  Komponen Penerimaan Pendapatan adalah penerimaan yang merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambahan kekayaan bersih. Dimana komponen penerimaan daerah ini terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  2. Dana Perimbangan.

  3. Pendapatan Lainnya.

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD merupakan semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali, atau dalam pengertian lainnya adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan asli daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Secara keseluruhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari :

   Pajak Daerah

  Pajak-pajak Daerah diatur oleh UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa pajak sebagai berikut: a. Pajak Kendaraan Bermotor;

  b. Pajak Kendaraan di Atas Air;

  c. Pajak Bea Balik Nama;

  d. Pajak Bahan Bakar;

  e. Pajak Pengambilan Air Tanah;

  f. Pajak Hotel;

  g. Pajak Restoran;

  h. Pajak Hiburan; i. Pajak Reklame; j. Pajak Penerangan Jalan;

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  k. Pajak Galian Golongan C; l. Pajak Parkir; dan m. Pajak lain-lain.

   Retribusi Daerah

  Retribusi Daerah diatur oleh UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah, yang antara lain bersumber dari beberapa retribusi sebagai berikut : a. Retribusi Pelayanan Kesehatan;

  b. Retribusi Pelayanan Persampahan;

  c. Retribusi Biaya Cetak Kartu;

  d. Retribusi Pemakaman;

  e. Retribusi Parkir di Tepi Jalan;

  f. Retribusi Pasar;

  g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor; h. Retribusi Pemadam Kebakaran; dan lain-lain.

  

  Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain berupa hasil deviden BUMD.

   Lain-lain PAD yang sah

  Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain terdiri dari pendapatan sebagai berikut : a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

  b. Jasa giro;

  c. Pendapatan bunga;

  d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

  e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

  Dalam struktur APBD, jenis pendapatan yang berasal dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dirinci menjadi :

  1. Jenis Pajak Propinsi, terdiri atas :

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

  b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Kendaraan di Atas Air;

  c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

  d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

  2. Jenis Pajak Kabupaten/Kota, terdiri atas:

  a. Pajak Hotel;

  b. Pajak Restoran;

  c. Pajak Hiburan;

  d. Pajak Reklame;

  e. Pajak Penerangan Jalan;

  f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

  g. Pajak Parkir;

  h. Retribusi, dirinci menjadi :  Retribusi Jasa Umum  Retribusi Jasa Usaha  Retribusi Perijinan Tertentu

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

5.1.2. Keuangan Daerah

  • – 2014

1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2 Dana Perimbangan

  a. Pendapatan Hibah

  TAHUN ANGGARAN NO JENIS PENERIMAAN

  70,363,776.26 Rp 40,000,001.00 Rp JUMLAH 580,940,162,625.96 Rp 651,583,841,976.00 Rp

  e. Pemerintah Daerah lainnya - Rp - Rp f. Lainnya …….

  e. Bantuan Keuangan dari Propinsi dan

  d. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 31,003,487,500.00 Rp 40,129,924,000.00 Rp

  d. dan Pemerintah Daerah lainnya 2,018,584,272.00 Rp 5,693,814,362.00 Rp

  c. Dana bagi hasil pajak dari Propinsi

  b. Dana Darurat

  d. Dana Alokasi Khusus (DAK) 55,218,880,000.00 Rp 49,139,160,000.00 Rp

  c. Dana Alokasi Umum (DAU) 443,177,446,000.00 Rp 497,417,022,000.00 Rp

  b. Bagi hasil bukan pajak 11,683,448,361.00 Rp 17,245,147,243.00 Rp

  a. Bagi hasil Pajak 21,416,756,463.00 Rp 31,672,891,278.00 Rp

  531,496,530,824.00 Rp 578,229,073,278.00 Rp

  d. Penerimaan Lain-lain 4,985,781,699.66 Rp 6,547,082,226.00 Rp

  c. Bagian Laba BUMD 211,089,720.00 Rp 615,545,811.00 Rp

  b. Retribusi Daerah 6,848,126,786.00 Rp 15,497,209,940.00 Rp

  a. Pajak Daerah 4,306,198,048.04 Rp 5,012,335,900.00 Rp

  16,351,196,253.70 Rp 27,491,030,335.00 Rp

  2013 2014 (1) (2) (3) (4)

  

Tabel. V.1. Realisasi Penerimaan Daerah menurut Jenis Penerimaan

di Kota Tidore Kepulauan (Ribu Rupiah) tahun 2013

  A. Realisasi Penerimaan Daerah

3 Lain-lain Pendapatan yang Sah 33,092,435,548.26 Rp 45,863,738,363.00 Rp

  • Rp - Rp
  • Rp - Rp

  Sumber :Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2015

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  B. Realisasi Pengeluaran Daerah

  

Tabel. V.1. Realisasi Penerimaan Daerah menurut Jenis Penerimaan

di Kota Tidore Kepulauan (Ribu Rupiah) tahun 2013

  • – 2014

  TAHUN ANGGARAN NO JENIS BELANJA 2013 2014

  (1) (2) (3) (4)

  Rp 338,528,208,619.00 Rp 282,428,042,694.00

  1 Belanja Langsung

  2 Belanja Tidak Langsung Rp 259,265,930,668.00 Rp 358,103,235,816.00

  JUMLAH Rp 597,794,139,287.00 Rp 640,531,278,510.00

  Sumber :Kota Tidore Kepulauan Dalam Angka 2015

5.2. POTENSI PENDANAAN APBN

  Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Prinsip Kebijakan Perimbangan Keuangan, antara lain :

  1. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyeleng-garaan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

  2. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan negara kepada Pemerintahan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memper-hatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

  3. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. Secara keseluruhan Dana Perimbangan terdiri atas 3 (tiga) jenis dana, yakni :

  1. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam, dimana dana bagi hasil secara rinci terbagi atas :

  a. Bagi Hasil Pajak (BHP), terdiri dari :  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan  Pajak Penghasilan Badan maupun Pribadi, Pajak Penghasilan (PPh)

  Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

  b. Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) atau yang berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam, terdiri dari :  Kehutanan;  Pertambangan umum;  Perikanan;  Penambangan minyak bumi;  Pertambangan gas bumi; dan  Pertambangan panas bumi.

  2. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) dialokasikan kepada daerah dengan tujuan untuk memeratakan kemampuan keuangan antar daerah dan penyediaan pelayanan publik antar pemerintah daerah di Indonesia. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN.DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Keduanya adalah : a. Celah Fiskal

  Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

  Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan publik di setiap daerah. Setiap kebutuhan pendanaan diukur secara berturut-turut dengan:

   jumlah penduduk  luas wilayah  Indeks Kemahalan Konstruksi  Produk Domestik Regional Bruto per kapita  Indeks Pembangunan Manusia.

  Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan prasarana per satuan wilayah.Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar- Daerah. Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi kotor dalam suatu wilayah. Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan Kapasitas Fiskal Daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil.Proporsi DAU antara daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  provinsi dan kabupaten/kota.Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah dan kapasitas fiskal Daerah. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah provinsi. Bobot daerah provinsi merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kota/ kabupaten dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/kota. Bobot daerah kabupaten/kota merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah Fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Data untuk menghitung kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal diperoleh dari lembaga statistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan b. Alokasi Dasar

  Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.Jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil.Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU Daerah yang bersangkutan. Penyaluran DAU dilaksanakan sebelum bulan bersangkutan

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  3. Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) diberikan untuk kegiatan khusus, misalnya: reboisasi, penambahan sarana pendidikan dan kesehatan, serta bencana alam. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.DAK dialokasikan kepada Daerah tertentu yang memenuhi kriteria untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah.Kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.Fungsi dalam rincian Belanja Negara antara lain terdiri atas layanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.

  a. Kemampuan Daerah (APBD) Penilaian kemampuan daerah diperoleh dari pengurangan Penerimaan umum APBD dengan Belanja Pegawai. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kekhususan suatu Daerah dan karakteristik Daerah. Karakteristik Daerah antara lain adalah daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor, serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan. Kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian Negara/departemen teknis.peraturan perundangundangan adalah Undang-Undang Kriteria teknis antara lain meliputi standar kualitas/kuantitas konstruksi, serta perkiraan manfaat lokal dan nasional yang menjadi indikator dalam perhitungan teknis.

  b. Dana Pendamping Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping sekurang- kurangnya 10 (sepuluh persen) dari alokasi DAK.Dana Pendamping dianggarkan dalam APBD. Namun Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan Dana Pendamping

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

5.3. Alternatif Sumber Pendanaan

  Potensi alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya, di luar APBN dan APBD, antara lain melalui KPS, CSR, dan sebagainya. Untuk kegiatan yang layak secara finansial dapat dibangun dengan skema KPS, sedangkan kegiatan yang tidak layak secara finansial dapat diusulkan kepada swasta sebagai CSR. Lain-lain Pendapatan bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan selain pendapatan dari PAD, Dana perimbangan dan Pinjaman daerah. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan Dana Darurat.

  Pendapatan Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah. Hibah dituangkan dalam suatu naskah perjanjian antara Pemerintah Daerah dan pemberi hibah. Hibah digunakan sesuai dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan/atau krisis solvabilitas. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa ditetapkan oleh Presiden Pemerintah dapat mengalokasikan Dana Darurat pada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas. Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepan-jangan yang dialami Daerah selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD. Daerah dinyatakan mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  Krisis solvabilitas ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri atas :

  1. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.

  2. Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam.

  3. Dana Bagi Hasil Pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.

  4. Dana Penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

  5. Bantuan Keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

5.4. Strategi Peningkatan Investasi Bidang Cipta Karya

5.4.1. Komponen Pinjaman Daerah

  Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan urusan Pemerintahan Daerah. Ketentuan dalam pinjaman daerah ini antara lain :

  A. Batasan Pinjaman Pemerintah menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan memperhatikan keadaan dan prakiraan perkembangan perekonomian nasional. Batas maksimal kumulatif pinjaman tidak melebihi 60 (enam puluh persen) dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan. Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah secara keseluruhan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk tahun anggaran Berikutnya. Pengendalian batas maksimal kumulatif Pinjaman Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap ketentuan, dikenakan sanksi administratif berupa

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran Dana Perimbangan oleh Menteri Keuangan.

  B. Sumber Pinjaman Pinjaman Daerah bersumber dari:

  1. Pemerintah;

  2. Pemerintah Daerah lain;

  3. Lembaga keuangan bank;

  4. Lembaga keuangan bukan bank; 5. Masyarakat. Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah diberikan melalui Menteri Keuangan. Pinjaman Daerah yang bersumber dari masyarakat berupa Obligasi Daerah diterbitkan melalui pasar modal.

  C. Jenis Dan Jangka Waktu Pinjaman Jenis Pinjaman terdiri atas,

  1. Pinjaman Jangka Pendek;

  2. Pinjaman Jangka Menengah; 3. Pinjaman Jangka Panjang. Pinjaman Jangka Pendek merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam jasa tidak dilakukan pada saat barang dan atau jasa dimaksud diterima. Pinjaman Jangka Menengah merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  D. Penggunaan Pinjaman Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.

  Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD.

  E. Persyaratan Pinjaman Dalam melakukan pinjaman, Daerah wajib memenuhi persyaratan:

  1. Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.

  2. Rasio kemampuan keuangan Daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh Pemerintah Daerah tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang berasal dari Pemerintah. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain. Pendapatan Daerah dan/atau barang milik Daerah tidak boleh dijadikan jaminan Pinjaman Daerah. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik Daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.

  F. Pengeluaran Belanja Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Belanja Daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  A. Pengertian Pengertian Belanja menurut jenis belanja antara lain :

  1. Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.

  2. Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, belanja pemeliharaan, dan belanja perjalanan.

  3. Belanja Bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga (interest) atas kewajiban penggunaan pokok hutang (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek dan jangka panjang.

  4. Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat.

  5. Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus-menerus.

  6. Bantuan sosial adalah transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.

  Bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.

  7. Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  8. Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah.

5.4.2. Komponen Pengeluaran Belanja

  Komponen pengeluaran belanja secara menyeluruh terdiri dari 4 (empat) jenis pembelanjaan, keempat jenis pembelajaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Belanja Operasi

  2. Belanja Modal

  3. Tranfer ke Desa/kelurahan 4. Belanja tak Terduga. Sub-komponen dari keempat Pengeluaran Belanja Daerah diatas meliputi:

  1. Belanja Operasi

  a. Belanja Pegawai

  b. Belanja Barang

  c. Belanja Bunga

  d. Belanja Subsidi

  e. Belanja Hibah

  f. Belanja Bantuan Sosial

  2. Belanja Modal

  a. Belanja Tanah

  b. Belanja Peralatan dan mesin

  c. Belanja Gedung dan bangunan

  d. Belanja Jalan dan Jaringan

  e. Belanja Aset Tetap Lainnya

  f. Belanja Aset Lainnya

  3. Transfer ke Desa/Kelurahan

  a. Bagi hasil Pajak

  b. Bagi Hasil Retribusi

  c. Bagi Hasil Pendapatan Lainnya

  d. Belanja tak Terduga

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

5.4.3. Pedoman Perencanaan Belanja

  Perencanaan belanja daerah mengikuti pedoman sebagai berikut :

  1. Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kewajiban daerah dalam meningkatkan kualitas kehidupam masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan : a. Pelayanan dasar berupa pendidikan dan kesehatan.

  b. Fasilitas sosial.

  c. Fasilitas umum.

  2. Belanja daerah disusun berdasarkan a. Standar pelayanan minimal.

  b. Standar analisis belanja.

  c. Standar harga.

  d. Tolak ukur kinerja.

  3. Belanja DPRD meliputi: a. Penghasilan pimpinan dan anggota DPRD.

  b. Tunjangan kesehatan.

  c. Uang jasa pengabdian.

  d. Belanja penunjang kegiatan DPRD. Anggaran tersebut harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.

  4. Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah Anggaran Belanja Kepala daerah dan wakil Kepala daerah harus mencerminkan efisiensi, efektifitas dengan memperhatikan aspek keadilan dan kepatutan.

  6. Kelompok Belanja Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006, Belanja Daerah dibagi ke dalam dua kelompok, yakni :

  1. Kelompok Belanja Tidak Langsung Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Tidak Langsung terdiri dari :

  a. Belanja Pegawai;

  b. Belanja Bunga;

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  c. Belanja Subsidi;

  d. Belanja Hibah; Belanja Bantuan Sosial; e.

  f. Belanja Bagi Hasil;

  g. Belanja Bantuan Keuangan; h. Belanja tak Terduga.

  2. Kelompok Belanja Langsung Belanja Langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja Langsung terdiri dari : a. Belanja Pegawai;

  b. Belanja Barang dan Jasa; c. Belanja Modal.

5.4.4. Komponen Pembiayaan

  Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Dengan demikian, Pembiayaan Daerah terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Selisih dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan disebut Pembiayaan Netto dan jumlahnya harus dapat menutup defisit anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman, dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan negara/daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. Secara keseluruhan untuk Komponen Pembiayaan Daerah diatur dalam beberapa sub komponen sebagai berikut :

  1. Penerimaan Pembiayaan, terdiri dari :

  a. Penggunaan SILPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya;

  b. Pencairan dana Cadangan;

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

  d. Pinjaman dalam Negeri-Pemerintah Pusat;

  e. Pinjaman dalam Negeri-Pemda lain;

  f. Pinjaman dalam Negeri-Bank;

  g. Pinjaman dalam Negeri-Non bank;

  h. Pinjaman dalam Negeri-Obligasi; i. Pinjaman dalam Negeri-Lainnya; j. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara; k. Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan daerah; l. Penerimaan kembali pinjaman kepada Pemda Lainnya.

  2. Pengeluaran Pembiayaan, terdiri dari :

  a. Pembentukan dana cadangan;

  b. Penanaman modal Pemerintah daerah;

  c. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Pemerintah Pusat;

  d. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Pemda Lainnya;

  e. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Bank;

  f. Pembayaran Pokok Pinjaman DN-Non Bank;

  g. Pembayaran Pokok Pinjaman DN- Obligasi;

  h. Pembayaran Pokok Pinjaman Lainnya; i. Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Negara; j. Pemberian Pinjaman kepada Perusahaan Daerah; k. Pemberian Pinjaman kepada Pemda Lainnya.

  (1) Strategi pemantapan pusat pelayanan kegiatan yang memperkuat kegiatan berskala regional meliputi : a. menetapkan hierarki sistem pusat pelayanan secara berjenjang;

  b. mengembangkan aksesibilitas transportasi darat ke bandar udara;

  c. mengembangkan pusat perdagangan dan jasa berskala regional;

  d. mengembangkan kegiatan pendidikan dan pelatihan secara regional; dan e. mengembangkan kegiatan wisata alam dan wisata budaya. Strategi peningkatan aksesbilitas dan keterkaitan antar pusat kegiatan skala

  (2) lokal dan regional meliputi : a. meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang mendorong interaksi kegiatan antar pusat pelayanan kegiatan kota;

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  b. mengembangkan jalan lingkar dalam (inner ring road) dan jalan lingkar luar (outer ring road);

  c. meningkatkan pelayanan moda transportasi untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya pusat pelayanan kegiatan kota secara terintegrasi; dan d. mengembangkan terminal angkutan umum regional dan terminal angkutan umum dalam kota. (3) Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan sistem sarana prasarana umum skala lokal dan regional meliputi : a. mendistribusikan sarana lingkungan di setiap pusat kegiatan sesuai fungsi kawasan dan hierarki pelayanan; b. mengembangkan sistem prasarana energi;

  c. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi dan informasi;

  d. mengembangkan prasarana sumber daya air;

  e. meningkatkan sistem pengelolaan persampahan;

  f. meningkatkan jangkauan pelayanan air bersih;

  g. meningkatkan prasarana pengelolaan air limbah; dan h. mengembangkan sistem prasarana drainase secara terpadu. (4) Strategi pemeliharaan dan pelestarian fungsi kawasan lindung dan ruang terbuka hijau meliputi : a. mengembangkan kerjasama antar wilayah perbatasan dalam mempertahankan fungsi lindung; b. mempertahankan dan melestarikan kawasan yang berfungsi lindung sesuai dengan kondisi ekosistemnya; c. melestarikan daerah resapan air untuk menjaga ketersediaan sumber daya air; d. mencegah dilakukannya kegiatan budidaya di sempadan mata air yang dapat mengganggu kualitas air, kondisi fisik dan mengurangi kuantitas debit air; e. mengelola dan melestarikan sumberdaya hutan melalui kegiatan penanaman kembali hutan yang gundul dan menjaga hutan dari pembalakan liar; f. mengamankan benda cagar budaya dengan melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah; g. menetapkan daerah evakuasi bencana; dan

  h. mewujudkan jalur evakuasi bencana secara terpadu dengan wilayah yang berbatasan.

BAB V Kerangka Strategi Pembiayaan Infrastruktur V -

  i. mempertahankan fungsi dan menata ruang terbuka hijau yang ada; j. mengembalikan ruang terbuka hijau yang telah beralih fungsi k. meningkatan dan menyediakan ruang terbuka hijau 30% secara proporsional di seluruh wilayah Kota.

  (5) Strategi pengendalian kegiatan budidaya yang berdampak kepada kelestarian lingkungan hidup meliputi : a. mengendalikan perkembangan pusat-pusat kegiatan agar tetap terjadi keseimbangan perkembangan antar wilayah; b. mengendalikan kegiatan pertanian pada kawasan yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan; c. mengembangkan dan memanfaatkan kawasan hutan produksi pola partisipasi masyarakat dengan pertanian konservasi; dan d. mengendalikan perluasan pertanian pada kawasan rawan bencana dan kawasan yang seharusnya berfungsi lindung untuk memelihara kelestarian lingkungan. (6)

  Strategi Perwujudan pengembangan kegiatan budidaya yang optimal dan efisien meliputi : a. menetapkan kawasan budidaya sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. mendorong pengembangan kawasan budidaya secara vertikal di kawasan kepadatan tinggi; c. mengembangkan wilayah tanaman holtikultura sesuai dengan potensi dan kesesuaian lahan secara optimal; dan d. memperhatikan keterpaduan antar kegiatan budidaya. (7) Strategi Kebijakan penetapan kawasan strategis kota meliputi kawasan strategis lingkungan hidup, kawasan strategis sosial budaya, kawasan strategis ekonomi, dan kawasan strategis wisata.