Pengaruh pemberian madu kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galus wistar - USD Repository
PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.)
TERHADAP JUMLAH SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN UJI TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Raisa Novitae
NIM : 098114060
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.)
TERHADAP JUMLAH SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN UJI TIKUS
PUTIH JANTAN GALUR WISTAR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Raisa Novitae
NIM : 098114060
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PERSEMBAHAN "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." ( Filipi 4:6 )
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka
“Kesempurnaan Hanyalah milik Tuhan… ” Ia akan meluruskan jalanmu
Kesuksesan adalah kumpulan dari doa, keputusan, pilihan (Amsal 3 : 5-6)” serta tindakan yang tersusun rapi. Jangan pernah menyerah, fokus, serahkan semua kepada-Nya dan aku tau Tuhan yang jadikan ku lebih dari pemenang. ….RN….
Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus untuk segala anugerah dan kebaikan-Nya yang
luar biasa, Papah Emanuel Joko dan Mamah Bawin Lamiang yang
tercinta yang selalu memberikan motivasi, semangat, kasih sayang dan doa yang luar biasa, Adik ku tersayang Jefri Patriawan , GerardPramudya terkasih yang selalu memberikan cinta dan kebahagiaan di hidupku, kalianlah orang yang selalu setia tanpa lelah memberikan dukungan dan motivasi untuk ku, tanpa kalian aku tidak akan bisa
menjadi seperti ini, sahabat-sahabat ku tersayang, teman-teman
Farmasi USD 2009 dan almamater kebanggnaan ku Universitas
Sanata Dharma.
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Sang Maha Kasih dan Pencipta Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “ Pengaruh
Pemberian Madu Kelengkeng ( Nephelium longata L. ) Terhadap Jumlah Sel darah
Putih Pada Hewan Uji Tikus Jantan galur Wistar ” merupakan karya ilmiah
penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi lebih baik.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan yang berarti terhadap skripsi ini.
4. Ibu Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik serta saran terhadap skripsi ini.
5. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
6. Teknisi LPPT UGM : Ibu Istini dan Pak Sutari yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian serta membantu selama masa penelitian.
7. Ibu Atika selaku Staff Balai Kesehatan Yogyakarta yang telah membantu dalam penyediaan darah domba untuk antigen.
8. Teman-teman seperjuangan penelitian dan sahabat-sahabat ku tersayang yang selalu mendukung dan mengingatkan : Chrissa Hygianna, Defi Krishartantri Inthari Alselusia, Yuningsih, Hertarinda, Ina Juni Natasia, Anak Agung Yulianti. Adik Kost yang selalu mendengarkan keluh kesah kami Realita Rosada.
9. Teman-teman satu perguruan yang banyak mengajar dan memberikan informasi Herman Gunawan, Katherine Jessica, Christina Yessy, Florentina Eky, Agustina Erni, Perthy Melati Kasih, Ellen Naomi Nauli Sinaga dan Kartika Sari Senas.
10. Teman-teman seperjuangan Kost Dewi 2 Yogyakarta.
11. Teman-teman angkatan 2009 khususnya FKK A 2009 USD Yogyakarta.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v HALAMAN PERSEMBAHAN vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
INTISARI xvi
ABSTRACT
xvii
BAB I.PENGANTAR
1 A. Latar Belakang
1
1. Permasalahan
3
2. Keaslian penelitian
4
3. Manfaat penelitian
5
a. Manfaat teoretis
5
b. Manfaat praktis
5 B. Tujuan Penelitian
6
2. Tujuan khusus
6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA
7 A. Madu
7
1. Jenis madu
7
2. Komposisi madu
8
3. Manfaat madu
9 B. Sistem Imun
10
1. Sistem imun non spesifik
11
2. Sistem imun spesifik
12 C. Imunomodulator
13 D. Sel Darah Putih
14
1. Granulosit
15
2. Agranulosit
18 E. Landasan Teori
20 F. Hipotesis
20 BAB III. METODE PENELITIAN
21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian
21 B. Variabel dan Definisi Operasional
22
1. Variabel penelitian
22
2. Definisi operasional
22 C. Bahan Penelitian
22
1. Bahan utama
23
3. Antigen
23
4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih
23 D. Alat Penelitian
23 E. Tata Cara Penelitian
24
1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng
24
2. Tahap praperlakuan hewan uji
24
3. Tahap pembuatan suspensi darah merah domba 1% (SDMD)
24
4. Tahap orientasi dosis madu kelengkeng
25
5. Tahap percobaan
26 F. Analisis Hasil
28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
29 A. Identifikasi Madu Kelengkeng
29 B. Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%
30 C. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow
Cytometry
32 D. Tahap Orientasi Madu kelengkeng
34
1. Tahap orientasi hitung total leukosit
34
2. Tahap orientasi hitung jenis leukosit
35 E. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow Cytometry
37
1. Hitung total leukosit
37 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
43 A. Kesimpulan
43 B. Saran
43 DAFTAR PUSTAKA
44 LAMPIRAN
48 BIOGRAFI PENULIS
68
DAFTAR TABEL
Tabel I. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng
. 34 Tabel II. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu
Kelengkeng
36 Tabel III. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng
37 Tabel IV. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng
39 Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng pada Tahap Percobaan
41 Tabel VI. Peningkatan Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng Dibanding Kontrol Negativ
41
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun
13 Gambar 2. Neutrofil
15 Gambar 3. Eosinofil
16 Gambar 4. Basofil
17 Gambar 5. Monosit
18 Gambar 6. Limfosit
19 Gambar 7. Grafik Rata-rata Hasil Pengukuran Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng
41
DAFTAR LAMPIRAN
58 Lampiran 13. Pengujian Statistik Basofil Tahap Orientasi
67
66 Lampiran 20. Pengujian Statistik Eoinofil Tahap Percobaan
65 Lampiran 19. Pengujian Statistik Basofil Tahap Percobaan
63 Lampiran 18. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Percobaan
62 Lampiran 17. Pengujian Statistik Monoit Tahap Percobaan
61 Lampiran 16. Pengujian Statistik Neutrofl Tahap Percobaan
60 Lampiran 15. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Percobaan
59 Lampiran 14. Pengujian Statistik Eosinofil Tahap Orientasi
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)
48 Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian
56 Lampiran 11. Pengujian Statistik Monosit Tahap Orientasi
55 Lampiran 10. Pengujian Statistik Neutrofil Tahap Orientasi
54 Lampiran 9. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Orientasi
53 Lampiran 8. Alat-alat untuk membuat antigen suspensi darah merah domba 1%(SDMD)
52 Lampiran 7. Alat-alat yang Digunakan Untuk Menghitung Leukosit
52 Lampiran 6. Pengujian Keaslian Madu Kelengkeng
51 Lampiran 5. Madu Kelengkeng yang Digunakan dalam Penelitian
50 Lampiran 4. Perhitungan Dosis Madu Kelengkeng
49 Lampiran 3. Surat Ijin Penggunan Laboratorium
57 Lampiran 12. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Orientasi
INTISARI
Sistem imun diperlukan tubuh sebagai pertahanan terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Madu kelengkeng yang mengandung flavonoid diduga memiliki aktivitas pada sistem pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian adalah memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol tanpa perlakuan dan tiga kelompok perlakuan madu kelengkeng dengan dosis masing-masing 0,60 mL/200gBB, 1,20 mL/200gBB dan 2,30 mL/200gBB. Semua kelompok perlakuan diberikan madu kelengkeng secara peroral selama tujuh hari. Pada hari ke-0 tikus diinjeksi dengan antigen berupa Suspensi Sel darah Merah Domba (SDMD) 1% secara peritonial. Pada hari kedelapan darah tikus dikumpulkan melalui sinus orbitalis. Perhitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan metode flow cytometry. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov yang dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian jika data terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu kelengkeng tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel darah putih
Kata kunci : Madu Kelengkeng, Imunomodulator, Jumlah Sel Darah Putih
ABSTRACT
The immune system is required by body as a defense against dangerous materials in the enviromental. Longan honey containing flavonoid is suspect have activity to immune system. The aim of this research is to get information about effect administration of longan honey to total leucocyte count on animals test of white male rats Wistar.
This research is experimental research study with randomized design. A total of 20 mice were divided into four groups, one negative control group with no treatment and three treatment groups longan honey with each dose 0,60 mL/200gBB, 1.20 mL/200gBB and 2.30 mL/200gBB. All treatment groups given the longan honey orally for seven days. On day-0, rats were injected with SDMD 1% in peritonial. On day-8 rats blood was collected from orbital sinus. Measurement of the number of white blood cells was conducted using Flow cytometry. The data obtained were statistically analyzed with Kolmogorov-
Smirnov method for normality test. The data were normally distributed (p> 0.05)
followed by one-way ANOVA test with a level of 95%, then if there is a significant difference will be followed by Tukey test.
The results showed that administration of longan honey is not effect increase in the total number of leukocytes in male rats Wistar.
Key words: Longan honey, Immunomodulatory, Total Leukocyte Count
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sistem imun merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa tipe sel-
sel yang menetap dan melekat pada jaringan atau yang mampu bergerak (mobile)
dan berinteraksi di dalam jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh
(Louise, 2011). Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan
keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam
lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).Sistem imun yang bekerja dengan baik dapat melindungi tubuh dengan baik pula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan respon imun adalah dengan memberikan suatu imunomodulator yaitu suatu substansi yang dapat memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Djauzi, 2003).
Substansi imunomodulator dapat berasal dari bahan alam dan sintetik.
Salah satu bahan alam yang telah diteliti dan dapat digunakan sebagai
imunomodulator adalah madu. Madu merupakan cairan manis alami yang berasal
dari nektar tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu (Suranto, 2007). Menurut
Aden (2010) madu dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dan mengatasi alergi. Selain itu, fungsi madu lainnya adalah sebagai sumber
energi dan meningkatkan stamina (Suranto, 2004). Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi antara lain seperti polifenol, flavonoid, dan glikosida (Rostinawati, 2009) dan hal ini diperkuat oleh Gheldof,
et al. (2002) yang menyatakan bahwa madu memiliki kandungan antioksidan yang
tinggi yang salah satunya adalah flavonoid.Salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi secara kontinyu di
Indonesia adalah madu kelengkeng yang berasal dari satu jenis bunga
kelengkeng ( Parwata, Ratnayani, Listya, 2010). Dari hasil survey madu di
pasaran, madu kelengkeng banyak digunakan oleh masyarakat. Madu kelengkeng
ini banyak digunakan karena rasanya yang lebih manis dan legit dibandingkan
dengan jenis madu lainnya sehingga lebih disukai oleh masyarakat. Dari berbagai
manfaat madu kelengkeng yang ada, salah satunya yang diketahui adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Aden, 2010).
Komposisi madu kelengkeng yang diketahui dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sidiqqa (2008) menyatakan bahwa madu kelengkeng memiliki
kandungan berupa flavonoid dan gula. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang secara struktur kimianya terdiri dari flavonol, flavon, flavanon, iso flavon, katekin, antosianidin dan kalkon (Arnas, 2009). Flavonoid dilaporkan memiliki manfaat sebagai imunostimulan (Maratani, 2006) dan didukung penelitian yang dilakukan oleh Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid dapat digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Khumairoh, Tjandrakirana, dan Budijastuti (2013) menyatakan bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih yang terpapar benzena dan hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Tonks, dkk.(cit., Manyi-Loh, Clarke dan Roland, 2011) yang menyatakan bahwa madu dapat meningkatkan leukosit pada mencit.
Leukosit merupakan kompenen penting di dalam tubuh yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah sel leukosit merupakan respon dalam bentuk proteksi terhadap adanya sel asing termasuk infeksi bakteri yang masuk ke tubuh. Leukosit termasuk ke dalam sistem imun nonspesifik yang merupakan pertahanan terdepan yang siap berfungsi jika ada benda asing atau mikroba yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memberikan respon langsung (Bratawidjaja, 2010).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut dan
mengingat sejauh ini masih belum ada publikasi yang menyebutkaan tentang
pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih terutama
di Indonesia maka penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh dari
pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur Wistar sehingga dapat memberikan tambahan informasi bahwa penggunaan madu kelengkeng dapat berkhasiat sebagai imunomodulator untuk meningkatkan kesehatan.
1. Permasalahan
Apakah pemberian madu kelengkeng memberikan pengaruh berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur
Wistar ?
2. Keaslian penelitian
Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis mengenai “Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Sel darah Putih Pada Hewan Uji Tikus Putih Jantan Galur Wistar”, belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu :
a. Parwata, Ratnayani, dan Listya, 2010, Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba pentandra) dan Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar dibandingkan pada madu randu tetapi sebaliknya kadar beta karoten pada madu randu lebih tinggi dibandingkan pada madu kelengkeng. Aktivitas antiradikal bebas dan kadar beta karoten pada madu kelengkeng adalah 82,10% dan 1,9687 mg/100 g sedangkan untuk madu randu yaitu 69,37% dan 3,6327 mg/100 g.
b. Sari, 2006, Aktivitas Imunomodulator Infusa Daun Rambutan (Nephelium
lappaceum, L.) Terhadap respon Imun Non-spesifik Pada Mencit Secara In
Vivo. Hasil penelitian menunjukkan pada hitung jenis leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ekstrak infus 100 mg/kgBB terhadap kelompok kontrol negatif baik pada parameter monosit maupun neutrofil. Pada pengamatan hitung total leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak infusa 200mg/kgBB terhadap c. Gomathi, Prameela, Kumar, and Rajendra, 2012, Evaluation of Immunomodulatory activity of Anthocyanins from two forms of Brassica
oleracea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brassica oleracea dan f.alba athocyanin extract meningkatkan respon imun
humoral, selular dan sel darah putih dibandingkan dengan kontrol.
d. Mastan, Saraseeruha, Gourishankar, Chaitanya, Raghunandan,Reddy, and Kumar, 2012, Immunomodulatory Activity of Methanolic Extract of Syzygium Cumini Seeds. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanolik Syzygium Cumini Seeds memberikan hasil berupa peningkatkan jumlah hitung total leukosit, hitung jenis leukosit berupa neutrofil dan limfosit.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoretis 1) Memberikan informasi ilmiah bagi ilmu pengetahuan mengenai manfaat madu kelengkeng sebagai imunomodulator.
2) Menjadi dasar dalam pengembangan penelitian di bidang ilmu kefarmasian khususnya tentang madu kelengkeng dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
b. Manfaat praktis. Memberikan informasi dan tambahan wawasan bagi masyarakat dalam memanfaatkan madu kelengkeng sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan kesehatan.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar sebagai imunomodulator.
2. Tujuan khusus
Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Madu Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang
diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan (Hariyati, 2010). Manfaat madu di antarannya untuk pengobatan,
pemeliharaan kesehatan, bahan pengawet alami, serta bahan pemanis makanan
dan minuman (Suranto, 2004).1. Jenis madu
Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya ada dua yaitu madu
monoflora yang merupakan jenis madu yang berasal dari satu jenis bunga yang
dominan sebagai sumber madu. Sedangkan madu poliflora adalah jenis madu yang dihasilkan dari nektar berbagai macam tanaman, dimana terdapat beberapa jenis bunga sekaligus yang dominan di dalam madu. Madu jenisinilah yang sering disebut dengan madu campuran (blended honey) yang
memiliki beberapa cairan bunga sekaligus (Aden, 2010).Berdasarkan warnanya madu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu madu jernih (water white), amber, hitam (dark amber), putih (white).
(Mulu, Tessema and Derby, 2004).
Di Indonesia terdapat beberapa jenis madu berdasarkan jenis flora yang menjadi sumber nektarnya, yaitu madu monoflora dan polifora. Madu
monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama yang
biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng,
madu rambutan, dan madu randu. Madu monoflora umumnya mempunyai
wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu poliflora
merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga dan
biasanya berasal dari hutan yang diproduksi oleh lebah-lebah liar yang bernama Apis dorsata (Suranto, 2007).2. Komposisi madu
Madu mengandung: air 20%, karbohidrat sekitar 80%, protein,
sejumlah vitamin B kompleks, vitamin C, sodium, potasium, kalsium,
magnesium, mangan, zat besi, tembaga, fosfor, dan juga belerang. Kadar zat
gula dalam madu mencapai 75% hingga 80%. Selain kandungan gula yang tinggi, madu juga mengandung berbagai vitamin di dalamnya seperti:B1,B2,B3,B5,B6 dan vitamin C. Selain itu madu juga mengandung tembaga,
yodium, zat besi, sedikit timah, juga mengandung berbagai hormon (Sulaiman,
2010).Di dalam madu terdapat beberapa enzim yang penting seperti enzim
diastase, inverstase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase
adalah enzim yang mengubah karbohidart kompleks (polisakarida) menjadikarbohidrat yang sederhana (monsakarida). Enzim invertase adalah enzim yang
memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam
peroksida. Semua zat tersebut berguna untuk proses metabolisme dalam tubuh
(Suranto, 2004).Selain berbagai jenis kandungan tersebut, di dalam madu juga terkandung asam utama yaitu asam glutamat. Asam organik yang terdapat
dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat,
proglutamat, sitrat, dan piruvat (Suranto,2004).Madu juga memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk kesehatan tubuh. Menurut Parwata (2010), kandungan antioksidan di dalam
madu berupa asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten.
Selain itu di dalam madu juga terkandung vitamin antioksidan esensial yang
utama berupa vitamin A dan vitamin E.3. Manfaat madu
Madu telah lama dikenal dan digunakan sebagai salah satu obat tradisional yang memiliki khasiat yang besar untuk kesehatan seperti menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Haviva, 2011). Kandungan mineral pada madu dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh tetap segar, vitaminnya berperan dalam metabolisme protein. Kandungan nutrisi seperti vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten bermanfaat sebagai antioksidan yang tinggi (Parwata, 2010). Menurut Suranto (2004), madu juga bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit lambung, radang usus, jantung dan hipertensi. Adanya asetil kolin dapat memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan.
Berdasarkan penelitian para ahli madu juga dapat digunakan untuk mengobati luka yang terkontaminasi karena membantu membersihkan dan mempercepat penutupan luka-luka yang tekontaminasi (Sulaiaman, 2010). Antioksidan madu diyakini mampu mencegah terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka setelah operasi dan lain-lain (Hariyati, 2010).
Selain kandungan-kandungan tersebut, madu juga mengandung flavonoid dan menurut Krell (cit., Jaya, dkk, 2008) kandungan flavonoid dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Aktivitas flavonoid sebagai imunostimulator berkaitan dengan aktivitas sebagai antimikroba, antiviral, antioksidan, antiploriferatif, sitotoksik dan antiinflamasi. Mekanisme imunostimulator flavonoid sangat beragam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Middleton, Kandaswami, dan Theoharides (2010) melaporkan bahwa flavonoid dapat berefek pada sel T, B, makrofag, NK, basofil, mast, neutrofil, eosinofil, dan platelet.
B. Sistem Imun
Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja sebagai payung protektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi (Wahab dan Julia, 2002).
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul, jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap mikroba serta bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
1) Sistem imun nonspesifik (Innate Immunity)
Sistem imun nonspesifik atau imunitas alamiah merupakan garis awal terhadap pertahanan terhadap molekul asing yang masuk ke dalam tubuh.
Sistemimun non spesifik merupakan jenis pertahanan tubuh yang ditujukan tidak hanya untuk satu jenis antigen saja tetapi juga untuk jenis antigen lainnya. Sistem imun non spesifik diperoleh sejak bayi dan terdiri dari kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, kelenjar air mata serta sel-sel fagosit yang meliputi sel makrofag, monosit dan polimorfonuklear (Akib, Munasir, dan Kurniati, 2008).
Mekanisme pertahanan tubuh yang dilakukan oleh sistem imun non spesifik adalah dengan melakukan fagositosis atau penghancuran terhadap molekul asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh tanpa membedakan molekul-molekul asing tersebut. Proses yang pertama terjadi adalah antigen harus melekat pada sel fagositosit supaya terjadi proses fagosistosis. Terdapat mediator tertentu yang disebut faktor leukotaktis atau kemotaktis yang berasal dari antigen maupun dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya berada pada lokasi tersebut. Pelepasan mediator tersebut yang menyebabkan terhadap sel-sel asing yang masuk ke dalam tubuh (Benjamini, Coico, dan Sunshine, 2003).
2) Sistem imun spesifik
Sistem imun spesifik yang disebut dengan komponen adaptif atau imunitas yang didapat merupakan jenis mekanisme pertahanan tubuh yang ditujukan untuk menyerang molekul asing (antigen) yang khusus dan pernah terpejan ke dalam tubuh sehingga tidak dapat berperan untuk jenis antigen yang lain (Sherwood, 2011). Sistem imun spesifik memiliki kemampuan dalam “mengingat” dan merespon lebih dahsyat terhadap pemaparan yang berulang dari mikroba yang sama (Abbas and Litchman, 2005). Sitem imun ini membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan responnya terhadap antigen tersebut sehingga sistem imun dikatakan berperan di garis belakang setelah non spesifik (the second line of
defense) . Jenis pertahan tubuh ini memiliki ciri utama yaitu spesifitas,
disversitas, memori, spesialisasi membatasi diri (self limition) dan membedakan self dari (non-self) (Marsetyawan, 2000). Sel yang berperan dalam imunitas spesifik ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (Antigen Presenting Cell=makrofag), sel limfosit T dan Limfosit B (Akib et
al., 2008). Sistem imun spesifik terdiri dari sistem humoral dan selular dimana
pada sitem imun humoral, sel B akan melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler dan pada imunitas seluler adanya sel T akan mengaktifkan makrofag sebagai efektor yang berfungsi untuk mengahncurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel yang terinfeksi (Bratawidjaja dan Rengganis, 2010).
Kedua jenis sistem pertahanan tubuh ini memiliki perbedaan dimana untuk pertahanan nonspesifik sudah ada sebelum kontak dengan antigen sedangkan pertahanan spesifik harus ada kontak terlebih dahulu dengan antigen
Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010)
C. Imunomodulator
Imunomodulator adalah bahan atau zat-zat yang dapat menyebabkan respon spesifik maupun respon umum dari sistem imun. Imunomodulator berfungsi mengatur kerja respon imun dengan menambah atau mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi efektor kekebalan (Budiman, 2008). Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, imunomodulator terbagi menjadi imunostimulan dan imunosupresan (Singleton and Sainsbury, 2011). Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan sistem imun dengan cara menginduksi atau meningkatkan aktivitas dari komponen-komponennya.
Imunostimulan dikategorikan dalam dua bagian yaitu imunostimulan spesifik dan imunostimulan tak spesifik. Imunostimulan spesifik merupakan suatu bahan yang bersifat antigenik spesifik dalam memberikan respon imun, seperti vaksin dan beberapa antigen, sedangkan imunostimulan non spesifik adalah zat yang beraksi tidak hanya pada satu antigenik spesifik untuk menambah respon imun dari antigen lain atau dapat meningkatkan komponen dari sistem imun tanpa sifat antigenik spesifik, seperti adjuvan (Singleton and Sainsbury, 2011).
Imunosupresan merupakan senyawa (obat atau nutrisi) yang bekerja dengan menekan respon imun. Obat imunosupresi digunakan pada pasien yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun karena kemampuannya dalam menekan respon imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).
D. Sel Darah Putih
Sel darah putih atau disebut juga dengan leukosit merupakan sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem
cell) (Sacher and McPherson, 2004). Leukosit tidak memiliki hemoglobin
sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Leukosit sendiri diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu granulosit dan agranulosit (Pearce, 2009).
1. Granulosit
Menurut Pearce (2009) granulosit terdiri dari neutrofil, basofil,dan eosinofil dimana tiap sel tersebut mengandung nukleus yang berbelah banyak dan sel-sel ini biasanya disebut dengan polimorfonuklear leukosit (PMN) (Sacher and McPherson, 2004).
a. Neutrofil Gambar 2. (Weiss and Wardrop, 2010)
Sel neutrofil merupakan komponen polimorfonuklear yang paling banyak dijumpai. Neutrofil merupakan fagositosis yang penting dalam pertahanan tubuh lini pertama untuk melawan bakteri dan fungsi tetapi juga berperan sebagai efektor inflamasi (Kresno, 2001). Fungsi utama neutrofil adalah memberikan respon imun non spesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Selain itu fungsi dari neutrofil adalah sebagai pembersihan debris, partikel, bakteri dan memusnahkan organisme mikroba, mencegah invasi oleh mikroorganisme patogen, melokalisasi dan mematikan patogen-patogen tersebut apabila terjadi invasi (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah neutrofil normal pada tikus jantan usia 2-3 bulan adalah 6,2-26,7 % dari jumlah leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).
b. Eosinofil Gambar 3. Eosinofil (Weiss and Wardrop, 2010)
Sel eosinofil merupakan jenis leukosit yang paling sedikit dijumpai dan memiliki fungsi dalam pertahanan terhadap infeksi parasit (helmintik) dan berperan dalam respon alergi. Selain itu eosinofil juga berfungsi sebagai proteksi bagi penjamu dengan mengakhiri respon peradangan, eosinofil juga memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat rendah daripada neutrofil (Corwin, 2009).
Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan terdapat eosinofil sekitar 0,2-3,5 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).
Eosinofil berkembang di sumsum tulang sebelum bermigrasi ke aliran darah dan beredar selama 30 menit. Eosinofil kemudian akan bermigrasi ke jaringan dan tetap berada disana sampai 12 hari.
Sel ini dapat dibedakan dari sel lain karena mempunyai granul yang berwarna jingga berisi protein basa dan enzim perusak. Eosinofil terutama efektif dalam menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukkan IgE, dimana sel ini punya reseptor yang dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat banyak pada tempat-tempat yang mengalami alergi (Kresno, 2001). bakterisidal. Selain hal tersebut eosinofil juga mengandung beberapa enzim yang dapat menginaktifkan mediator-mediator peradangan dan juga mengandung histamine seperti basofil (Sacher and McPherson, 2011). Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah eosinofil ada sekitar 0,2- 3,5% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).
c. Basofil Gambar 4. Basofil (Weiss dan Wardrop, 2010)
Basofil merupakan leukosit granular yang memiliki jumlah paling sedikit di antara komponen leukosit lainnya. Granul sitoplasmanya berasosiasi kuat dengan zat warna yang bersifat basofili seperti hematoksilin. Basofil memiliki fungsi yang serupa dengan sel mast, yaitu membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen. Basofil memiliki granula di sitoplasma yang besar serta kasar (Sacher and McPherson, 2011). Basofil akan teraktivasi oleh adanya cedera atau infeksi mengeluarkan bradikini, histamin dan serotonin yang akan menigkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat yang mengalami cedera atau infeksi, menuju daerah yang diperlukan mediator lain untuk mengeliminasi infeksi dan mempercepat penyembuhan (Corwin, 2009). Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0-0,8% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).
2. Agranulosit
Merupakan sel darah putih yang terdiri dari sel limfosit dan monosit, tidak mengandung nukleus yang berbelah banyak dan memiliki nukleus nonlobular (Fiscbach, 2004).
a. Monosit
Gambar 5. Monosit (Weiss and Wardrop, 2010)
Monosit merupakan fagositosis penting yang akan berdiferensiasi menjadi makrofag ketika meninggalkan darah. Monosit di produksi di sum-sum tulang dan setelah matang akan masuk ke aliran darah perifer Monosit adalah makrofag muda yang terdapat di aliran darah, sedangkan makrofag dewasa dapat ditemukan dalam jaringan ikat yang disebut histiosit, di perbatasan sinusoid hati atau biasa disebut sel Kupffer, pada otak disebut mikroglia, dan pada paru-paru disebut makrofag alveol.
Makrofag sendiri berperan sebagai fagositosit benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Sacher and McPherson, 2011).
Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0,8-3,8% dari jumlah total leukosit (Giknis dan Cliffort, 2008).
b. Limfosit
Gambar 6. Limfosit (Weiss and Wardrop, 2010)
Limfosit merupakan jenis leukosit terbanyak kedua di dalam darah perifer. Limfosit memiiki ukuran yang lebih kecil dari monosit.
Limfosit bersirkulasi di dalam darah dan berada di jaringan limfatik (nodus limfe dan limpa) yang besar. Limfosit berfungsu dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen (molekul asing) seperti sel yang dianggap abnormal (misalnya sel yang diserang virus, sel kanker dan sel transplan) (Waught and Grant, 2011). Selain itu limfosit juga memiliki fungsi utama yaitu berinteraksi dengan antigen dan menimbulkan respon imun seperti humoral dalam bentuk produksi antibodi, diperantarai oleh sel disertai pengeluaran oleh berbagai limfokin dan sebagai sitotoksik yang disertai pembentukan limfosit pembunuh sitotoksik (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah limfosit dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan adalah 66,9-90,3 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).
E. Landasan Teori
Madu kelengkeng merupakan salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi berasal dari satu nektar saja yaitu bunga kelengkeng. Madu kelengkeng mengandung banyak senyawa organik dan salah satunnya yang diketahui berperan dalam sistem imun adalah flavonoid. Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian yang mengemukakan manfaat dari flavonoid. Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid daapt digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Selain hal tersebut, beberapa penelitian terdahulu juga telah membuktikan bahwa bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada hewan uji tikus putih yang terpapar benzena (Khumairoh, Tjandrakirana dan Budijastuti, 2013). Leukosit merupakan lini pertama dalam pertahan tubuh non spesifik. Leukosit akan berperang pertama kali jika adanya benda atau mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka ada kemungkinan dengan adanya pemberian madu kelengkeng dapat memberikan pengaruh terhadap sistem imun non spesifik berupa peningkatan jumlah leukosit pada tikus jantan galur Wistar.
F. Hipotesis
Pemberian madu kelengkeng memiliki pengaruh berupa peningkatan terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, yaitu
dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Rancangan acak merupakan cara menetapkan sampel yang digunakan pada penelitian dengan pengacakan sehingga setiap sampel akan mendapat kesempatan yang sama untuk masuk dalam kelompok kontrol atau kelompok perlakuan. Pola searah ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian larutan madu kelengkeng.
Penelitian ini dilakukan pada subjek uji tikus putih jantan galur Wistar yang dipeoleh dari laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Kriteria inklusi yaitu tikus putih berkelamin jantan, berat badan lebih kurang antara 200-300 gram, berumur 2-3 bulan, sehat, bergalur Wistar. Kriteria drop out adalah tikus yang mati selama perlakuan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Unit III Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a) Variabel utama 1) Variabel bebas : dosis madu kelengkeng 2) Variabel tergantung : jumlah sel darah putih
b) Variabel pengacau 1) Variabel yang dikendalikan : jenis makanan, variasi genetik, jenis kelamin, berat badan, umur tikus, dan galur tikus.
2) Variabel yang tidak dikendalikan : patofisiologis dan kondisi psikologis tikus.
2. Definisi operasional
a. Madu kelengkeng. Madu monoflora yang berasal dari satu bunga yaitu bunga kelengkeng (Nephelium longata L.) yang diproduksi oleh lebah-lebah
liar. Madu kelengkeng yang digunakan diperoleh dari PT.Madu Pramuka yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.
b. Sel darah putih. Leukosit atau sel darah putih adalah sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem cell) (Sacher & McPherson,2004). Sel darah putih tidak memiliki hemoglobin sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Jumlah sel darah putih sekitar 6000-10.000 mm3 darah (Fiscbach,2004).
C. Bahan Penelitian 1.
Bahan utama
Madu kelengkeng yang diperoleh dari salah PT. Madu Pramuka yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.
2. Hewan uji
Tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 200-300 gram diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Antigen
Antigen yang digunakan pada pennelitian kali ini adalah Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%.
4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih
Sampel darah tikus yang sebelumnya telah di injeksi dengan madu kelengkeng dan diinfeksi antigen berupa Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%, EDTA.
D. Alat Penelitian
Spuit injeksi oral, spuit injeksi intraperitonial, tabung reaksi, gelas beker, pipa kapiler, tabung EDTA, sentifuge, Sysmex XT 1800i Automated Hematology
E.
Tata Cara Penelitian
1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng
Besarnya dosis madu kelengkeng ditentukan berdasarkan dosis yang dianjurkan pada manusia adalah 1-2 kali/hari 1 sendok makan (15 mL) (Suranto, 2007). Konversi dosis pada manusia yang berat badannya 70 kg ke tikus yang berat badannya 200 g adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Dosis madu hutan untuk tikus 200 g adalah : Faktor konversi x dosis = 0,018 x 30 mL = 0,54mL/200 g BB Madu yang disuntikan secara peroral ke hewan uji sebanyak dua kali peringkat dosis tersebut yaitu 0,6 mL ; 1,2 mL;2,3 mL.
2. Tahap praperlakuan hewan uji
Sebelum penelitian dilaksanakan, semua hewan uji ditimbang beratnya, kemudian hewan uji diadaptasi selama satu minggu di laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya.