Pengaruh pemberian madu kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galus wistar - USD Repository

  

PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.)

TERHADAP JUMLAH SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN UJI TIKUS

PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi Farmasi

  

Oleh :

Raisa Novitae

NIM : 098114060

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

  

PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.)

TERHADAP JUMLAH SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN UJI TIKUS

PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi Farmasi

  

Oleh :

Raisa Novitae

NIM : 098114060

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

  PERSEMBAHAN "Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." ( Filipi 4:6 )

  Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka

  “Kesempurnaan Hanyalah milik Tuhan… ” Ia akan meluruskan jalanmu

  Kesuksesan adalah kumpulan dari doa, keputusan, pilihan (Amsal 3 : 5-6)” serta tindakan yang tersusun rapi. Jangan pernah menyerah, fokus, serahkan semua kepada-Nya dan aku tau Tuhan yang jadikan ku lebih dari pemenang.  ….RN….

  Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus untuk segala anugerah dan kebaikan-Nya yang

luar biasa, Papah Emanuel Joko dan Mamah Bawin Lamiang yang

tercinta yang selalu memberikan motivasi, semangat, kasih sayang dan doa yang luar biasa, Adik ku tersayang Jefri Patriawan , Gerard

  Pramudya terkasih yang selalu memberikan cinta dan kebahagiaan di hidupku, kalianlah orang yang selalu setia tanpa lelah memberikan dukungan dan motivasi untuk ku, tanpa kalian aku tidak akan bisa

menjadi seperti ini, sahabat-sahabat ku tersayang, teman-teman

  

Farmasi USD 2009 dan almamater kebanggnaan ku Universitas

Sanata Dharma.

  

PRAKATA

  Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Sang Maha Kasih dan Pencipta Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “ Pengaruh

  

Pemberian Madu Kelengkeng ( Nephelium longata L. ) Terhadap Jumlah Sel darah

Putih Pada Hewan Uji Tikus Jantan galur Wistar ” merupakan karya ilmiah

  penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi lebih baik.

  3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan yang berarti terhadap skripsi ini.

  4. Ibu Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik serta saran terhadap skripsi ini.

  5. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  6. Teknisi LPPT UGM : Ibu Istini dan Pak Sutari yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian serta membantu selama masa penelitian.

  7. Ibu Atika selaku Staff Balai Kesehatan Yogyakarta yang telah membantu dalam penyediaan darah domba untuk antigen.

  8. Teman-teman seperjuangan penelitian dan sahabat-sahabat ku tersayang yang selalu mendukung dan mengingatkan : Chrissa Hygianna, Defi Krishartantri Inthari Alselusia, Yuningsih, Hertarinda, Ina Juni Natasia, Anak Agung Yulianti. Adik Kost yang selalu mendengarkan keluh kesah kami Realita Rosada.

  9. Teman-teman satu perguruan yang banyak mengajar dan memberikan informasi Herman Gunawan, Katherine Jessica, Christina Yessy, Florentina Eky, Agustina Erni, Perthy Melati Kasih, Ellen Naomi Nauli Sinaga dan Kartika Sari Senas.

  10. Teman-teman seperjuangan Kost Dewi 2 Yogyakarta.

  11. Teman-teman angkatan 2009 khususnya FKK A 2009 USD Yogyakarta.

  12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca.

  Penulis

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL i

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii

  HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v HALAMAN PERSEMBAHAN vi

  PRAKATA vii

  DAFTAR ISI ix

  DAFTAR TABEL xiii

  DAFTAR GAMBAR xiv

  DAFTAR LAMPIRAN xv

  INTISARI xvi

  ABSTRACT

  xvii

  BAB I.PENGANTAR

  1 A. Latar Belakang

  1

  1. Permasalahan

  3

  2. Keaslian penelitian

  4

  3. Manfaat penelitian

  5

  a. Manfaat teoretis

  5

  b. Manfaat praktis

  5 B. Tujuan Penelitian

  6

  2. Tujuan khusus

  6 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

  7 A. Madu

  7

  1. Jenis madu

  7

  2. Komposisi madu

  8

  3. Manfaat madu

  9 B. Sistem Imun

  10

  1. Sistem imun non spesifik

  11

  2. Sistem imun spesifik

  12 C. Imunomodulator

  13 D. Sel Darah Putih

  14

  1. Granulosit

  15

  2. Agranulosit

  18 E. Landasan Teori

  20 F. Hipotesis

  20 BAB III. METODE PENELITIAN

  21 A. Jenis dan Rancangan Penelitian

  21 B. Variabel dan Definisi Operasional

  22

  1. Variabel penelitian

  22

  2. Definisi operasional

  22 C. Bahan Penelitian

  22

  1. Bahan utama

  23

  3. Antigen

  23

  4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih

  23 D. Alat Penelitian

  23 E. Tata Cara Penelitian

  24

  1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng

  24

  2. Tahap praperlakuan hewan uji

  24

  3. Tahap pembuatan suspensi darah merah domba 1% (SDMD)

  24

  4. Tahap orientasi dosis madu kelengkeng

  25

  5. Tahap percobaan

  26 F. Analisis Hasil

  28 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  29 A. Identifikasi Madu Kelengkeng

  29 B. Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%

  30 C. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow

   Cytometry

  32 D. Tahap Orientasi Madu kelengkeng

  34

  1. Tahap orientasi hitung total leukosit

  34

  2. Tahap orientasi hitung jenis leukosit

  35 E. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow Cytometry

  37

  1. Hitung total leukosit

  37 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

  43 A. Kesimpulan

  43 B. Saran

  43 DAFTAR PUSTAKA

  44 LAMPIRAN

  48 BIOGRAFI PENULIS

  68

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

  . 34 Tabel II. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu

  Kelengkeng

  36 Tabel III. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

  37 Tabel IV. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

  39 Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng pada Tahap Percobaan

  41 Tabel VI. Peningkatan Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng Dibanding Kontrol Negativ

  41

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun

  13 Gambar 2. Neutrofil

  15 Gambar 3. Eosinofil

  16 Gambar 4. Basofil

  17 Gambar 5. Monosit

  18 Gambar 6. Limfosit

  19 Gambar 7. Grafik Rata-rata Hasil Pengukuran Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

  41

DAFTAR LAMPIRAN

  58 Lampiran 13. Pengujian Statistik Basofil Tahap Orientasi

  67

  66 Lampiran 20. Pengujian Statistik Eoinofil Tahap Percobaan

  65 Lampiran 19. Pengujian Statistik Basofil Tahap Percobaan

  63 Lampiran 18. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Percobaan

  62 Lampiran 17. Pengujian Statistik Monoit Tahap Percobaan

  61 Lampiran 16. Pengujian Statistik Neutrofl Tahap Percobaan

  60 Lampiran 15. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Percobaan

  59 Lampiran 14. Pengujian Statistik Eosinofil Tahap Orientasi

  Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)

  48 Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian

  56 Lampiran 11. Pengujian Statistik Monosit Tahap Orientasi

  55 Lampiran 10. Pengujian Statistik Neutrofil Tahap Orientasi

  54 Lampiran 9. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Orientasi

  53 Lampiran 8. Alat-alat untuk membuat antigen suspensi darah merah domba 1%(SDMD)

  52 Lampiran 7. Alat-alat yang Digunakan Untuk Menghitung Leukosit

  52 Lampiran 6. Pengujian Keaslian Madu Kelengkeng

  51 Lampiran 5. Madu Kelengkeng yang Digunakan dalam Penelitian

  50 Lampiran 4. Perhitungan Dosis Madu Kelengkeng

  49 Lampiran 3. Surat Ijin Penggunan Laboratorium

  57 Lampiran 12. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Orientasi

  INTISARI

  Sistem imun diperlukan tubuh sebagai pertahanan terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Madu kelengkeng yang mengandung flavonoid diduga memiliki aktivitas pada sistem pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian adalah memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

  Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

  rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol tanpa perlakuan dan tiga kelompok perlakuan madu kelengkeng dengan dosis masing-masing 0,60 mL/200gBB, 1,20 mL/200gBB dan 2,30 mL/200gBB. Semua kelompok perlakuan diberikan madu kelengkeng secara peroral selama tujuh hari. Pada hari ke-0 tikus diinjeksi dengan antigen berupa Suspensi Sel darah Merah Domba (SDMD) 1% secara peritonial. Pada hari kedelapan darah tikus dikumpulkan melalui sinus orbitalis. Perhitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan metode flow cytometry. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov yang dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian jika data terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu kelengkeng tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel darah putih

  Kata kunci : Madu Kelengkeng, Imunomodulator, Jumlah Sel Darah Putih

  

ABSTRACT

  The immune system is required by body as a defense against dangerous materials in the enviromental. Longan honey containing flavonoid is suspect have activity to immune system. The aim of this research is to get information about effect administration of longan honey to total leucocyte count on animals test of white male rats Wistar.

  This research is experimental research study with randomized design. A total of 20 mice were divided into four groups, one negative control group with no treatment and three treatment groups longan honey with each dose 0,60 mL/200gBB, 1.20 mL/200gBB and 2.30 mL/200gBB. All treatment groups given the longan honey orally for seven days. On day-0, rats were injected with SDMD 1% in peritonial. On day-8 rats blood was collected from orbital sinus. Measurement of the number of white blood cells was conducted using Flow cytometry. The data obtained were statistically analyzed with Kolmogorov-

  

Smirnov method for normality test. The data were normally distributed (p> 0.05)

  followed by one-way ANOVA test with a level of 95%, then if there is a significant difference will be followed by Tukey test.

  The results showed that administration of longan honey is not effect increase in the total number of leukocytes in male rats Wistar.

  Key words: Longan honey, Immunomodulatory, Total Leukocyte Count

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Sistem imun merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa tipe sel-

  

sel yang menetap dan melekat pada jaringan atau yang mampu bergerak (mobile)

dan berinteraksi di dalam jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh

(Louise, 2011). Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan

keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam

lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

  Sistem imun yang bekerja dengan baik dapat melindungi tubuh dengan baik pula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan respon imun adalah dengan memberikan suatu imunomodulator yaitu suatu substansi yang dapat memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Djauzi, 2003).

  Substansi imunomodulator dapat berasal dari bahan alam dan sintetik.

Salah satu bahan alam yang telah diteliti dan dapat digunakan sebagai

imunomodulator adalah madu. Madu merupakan cairan manis alami yang berasal

dari nektar tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu (Suranto, 2007). Menurut

Aden (2010) madu dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh

dan mengatasi alergi. Selain itu, fungsi madu lainnya adalah sebagai sumber

  energi dan meningkatkan stamina (Suranto, 2004). Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi antara lain seperti polifenol, flavonoid, dan glikosida (Rostinawati, 2009) dan hal ini diperkuat oleh Gheldof,

  

et al. (2002) yang menyatakan bahwa madu memiliki kandungan antioksidan yang

tinggi yang salah satunya adalah flavonoid.

  Salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi secara kontinyu di

Indonesia adalah madu kelengkeng yang berasal dari satu jenis bunga

kelengkeng ( Parwata, Ratnayani, Listya, 2010). Dari hasil survey madu di

pasaran, madu kelengkeng banyak digunakan oleh masyarakat. Madu kelengkeng

ini banyak digunakan karena rasanya yang lebih manis dan legit dibandingkan

dengan jenis madu lainnya sehingga lebih disukai oleh masyarakat. Dari berbagai

  manfaat madu kelengkeng yang ada, salah satunya yang diketahui adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Aden, 2010).

  Komposisi madu kelengkeng yang diketahui dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sidiqqa (2008) menyatakan bahwa madu kelengkeng memiliki

  kandungan berupa flavonoid dan gula. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang secara struktur kimianya terdiri dari flavonol, flavon, flavanon, iso flavon, katekin, antosianidin dan kalkon (Arnas, 2009). Flavonoid dilaporkan memiliki manfaat sebagai imunostimulan (Maratani, 2006) dan didukung penelitian yang dilakukan oleh Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid dapat digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Khumairoh, Tjandrakirana, dan Budijastuti (2013) menyatakan bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih yang terpapar benzena dan hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Tonks, dkk.(cit., Manyi-Loh, Clarke dan Roland, 2011) yang menyatakan bahwa madu dapat meningkatkan leukosit pada mencit.

  Leukosit merupakan kompenen penting di dalam tubuh yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah sel leukosit merupakan respon dalam bentuk proteksi terhadap adanya sel asing termasuk infeksi bakteri yang masuk ke tubuh. Leukosit termasuk ke dalam sistem imun nonspesifik yang merupakan pertahanan terdepan yang siap berfungsi jika ada benda asing atau mikroba yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memberikan respon langsung (Bratawidjaja, 2010).

  Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

mengingat sejauh ini masih belum ada publikasi yang menyebutkaan tentang

pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih terutama

di Indonesia maka penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh dari

  pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur Wistar sehingga dapat memberikan tambahan informasi bahwa penggunaan madu kelengkeng dapat berkhasiat sebagai imunomodulator untuk meningkatkan kesehatan.

1. Permasalahan

  Apakah pemberian madu kelengkeng memberikan pengaruh berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur

  Wistar ?

2. Keaslian penelitian

  Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis mengenai “Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Sel darah Putih Pada Hewan Uji Tikus Putih Jantan Galur Wistar”, belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu :

  a. Parwata, Ratnayani, dan Listya, 2010, Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba pentandra) dan Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar dibandingkan pada madu randu tetapi sebaliknya kadar beta karoten pada madu randu lebih tinggi dibandingkan pada madu kelengkeng. Aktivitas antiradikal bebas dan kadar beta karoten pada madu kelengkeng adalah 82,10% dan 1,9687 mg/100 g sedangkan untuk madu randu yaitu 69,37% dan 3,6327 mg/100 g.

  b. Sari, 2006, Aktivitas Imunomodulator Infusa Daun Rambutan (Nephelium

  lappaceum, L.) Terhadap respon Imun Non-spesifik Pada Mencit Secara In

  Vivo. Hasil penelitian menunjukkan pada hitung jenis leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ekstrak infus 100 mg/kgBB terhadap kelompok kontrol negatif baik pada parameter monosit maupun neutrofil. Pada pengamatan hitung total leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak infusa 200mg/kgBB terhadap c. Gomathi, Prameela, Kumar, and Rajendra, 2012, Evaluation of Immunomodulatory activity of Anthocyanins from two forms of Brassica

  oleracea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brassica oleracea dan f.alba athocyanin extract meningkatkan respon imun

  humoral, selular dan sel darah putih dibandingkan dengan kontrol.

  d. Mastan, Saraseeruha, Gourishankar, Chaitanya, Raghunandan,Reddy, and Kumar, 2012, Immunomodulatory Activity of Methanolic Extract of Syzygium Cumini Seeds. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanolik Syzygium Cumini Seeds memberikan hasil berupa peningkatkan jumlah hitung total leukosit, hitung jenis leukosit berupa neutrofil dan limfosit.

3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoretis 1) Memberikan informasi ilmiah bagi ilmu pengetahuan mengenai manfaat madu kelengkeng sebagai imunomodulator.

  2) Menjadi dasar dalam pengembangan penelitian di bidang ilmu kefarmasian khususnya tentang madu kelengkeng dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.

  b. Manfaat praktis. Memberikan informasi dan tambahan wawasan bagi masyarakat dalam memanfaatkan madu kelengkeng sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan kesehatan.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar sebagai imunomodulator.

  2. Tujuan khusus

  Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Madu Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang

  diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan (Hariyati, 2010). Manfaat madu di antarannya untuk pengobatan,

  

pemeliharaan kesehatan, bahan pengawet alami, serta bahan pemanis makanan

dan minuman (Suranto, 2004).

1. Jenis madu

  Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya ada dua yaitu madu

monoflora yang merupakan jenis madu yang berasal dari satu jenis bunga yang

dominan sebagai sumber madu. Sedangkan madu poliflora adalah jenis madu yang dihasilkan dari nektar berbagai macam tanaman, dimana terdapat beberapa jenis bunga sekaligus yang dominan di dalam madu. Madu jenis

inilah yang sering disebut dengan madu campuran (blended honey) yang

memiliki beberapa cairan bunga sekaligus (Aden, 2010).

  Berdasarkan warnanya madu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu madu jernih (water white), amber, hitam (dark amber), putih (white).

  (Mulu, Tessema and Derby, 2004).

  Di Indonesia terdapat beberapa jenis madu berdasarkan jenis flora yang menjadi sumber nektarnya, yaitu madu monoflora dan polifora. Madu

  

monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama yang

biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng,

madu rambutan, dan madu randu. Madu monoflora umumnya mempunyai

wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu poliflora

merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga dan

biasanya berasal dari hutan yang diproduksi oleh lebah-lebah liar yang bernama Apis dorsata (Suranto, 2007).

2. Komposisi madu

  Madu mengandung: air 20%, karbohidrat sekitar 80%, protein,

sejumlah vitamin B kompleks, vitamin C, sodium, potasium, kalsium,

magnesium, mangan, zat besi, tembaga, fosfor, dan juga belerang. Kadar zat

gula dalam madu mencapai 75% hingga 80%. Selain kandungan gula yang tinggi, madu juga mengandung berbagai vitamin di dalamnya seperti:

B1,B2,B3,B5,B6 dan vitamin C. Selain itu madu juga mengandung tembaga,

yodium, zat besi, sedikit timah, juga mengandung berbagai hormon (Sulaiman,

2010).

  Di dalam madu terdapat beberapa enzim yang penting seperti enzim

diastase, inverstase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase

adalah enzim yang mengubah karbohidart kompleks (polisakarida) menjadi

karbohidrat yang sederhana (monsakarida). Enzim invertase adalah enzim yang

memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim oksidase adalah enzim yang membantu oksidasi glukosa menjadi asam

  

peroksida. Semua zat tersebut berguna untuk proses metabolisme dalam tubuh

(Suranto, 2004).

  Selain berbagai jenis kandungan tersebut, di dalam madu juga terkandung asam utama yaitu asam glutamat. Asam organik yang terdapat

dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat,

proglutamat, sitrat, dan piruvat (Suranto,2004).

  Madu juga memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk kesehatan tubuh. Menurut Parwata (2010), kandungan antioksidan di dalam

madu berupa asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten.

Selain itu di dalam madu juga terkandung vitamin antioksidan esensial yang

utama berupa vitamin A dan vitamin E.

3. Manfaat madu

  Madu telah lama dikenal dan digunakan sebagai salah satu obat tradisional yang memiliki khasiat yang besar untuk kesehatan seperti menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Haviva, 2011). Kandungan mineral pada madu dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh tetap segar, vitaminnya berperan dalam metabolisme protein. Kandungan nutrisi seperti vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten bermanfaat sebagai antioksidan yang tinggi (Parwata, 2010). Menurut Suranto (2004), madu juga bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit lambung, radang usus, jantung dan hipertensi. Adanya asetil kolin dapat memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan.

  Berdasarkan penelitian para ahli madu juga dapat digunakan untuk mengobati luka yang terkontaminasi karena membantu membersihkan dan mempercepat penutupan luka-luka yang tekontaminasi (Sulaiaman, 2010). Antioksidan madu diyakini mampu mencegah terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka setelah operasi dan lain-lain (Hariyati, 2010).

  Selain kandungan-kandungan tersebut, madu juga mengandung flavonoid dan menurut Krell (cit., Jaya, dkk, 2008) kandungan flavonoid dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Aktivitas flavonoid sebagai imunostimulator berkaitan dengan aktivitas sebagai antimikroba, antiviral, antioksidan, antiploriferatif, sitotoksik dan antiinflamasi. Mekanisme imunostimulator flavonoid sangat beragam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Middleton, Kandaswami, dan Theoharides (2010) melaporkan bahwa flavonoid dapat berefek pada sel T, B, makrofag, NK, basofil, mast, neutrofil, eosinofil, dan platelet.

B. Sistem Imun

  Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang bekerja sebagai payung protektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi (Wahab dan Julia, 2002).

  Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul, jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap mikroba serta bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

1) Sistem imun nonspesifik (Innate Immunity)

  Sistem imun nonspesifik atau imunitas alamiah merupakan garis awal terhadap pertahanan terhadap molekul asing yang masuk ke dalam tubuh.

  Sistemimun non spesifik merupakan jenis pertahanan tubuh yang ditujukan tidak hanya untuk satu jenis antigen saja tetapi juga untuk jenis antigen lainnya. Sistem imun non spesifik diperoleh sejak bayi dan terdiri dari kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, kelenjar air mata serta sel-sel fagosit yang meliputi sel makrofag, monosit dan polimorfonuklear (Akib, Munasir, dan Kurniati, 2008).

  Mekanisme pertahanan tubuh yang dilakukan oleh sistem imun non spesifik adalah dengan melakukan fagositosis atau penghancuran terhadap molekul asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh tanpa membedakan molekul-molekul asing tersebut. Proses yang pertama terjadi adalah antigen harus melekat pada sel fagositosit supaya terjadi proses fagosistosis. Terdapat mediator tertentu yang disebut faktor leukotaktis atau kemotaktis yang berasal dari antigen maupun dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya berada pada lokasi tersebut. Pelepasan mediator tersebut yang menyebabkan terhadap sel-sel asing yang masuk ke dalam tubuh (Benjamini, Coico, dan Sunshine, 2003).

2) Sistem imun spesifik

  Sistem imun spesifik yang disebut dengan komponen adaptif atau imunitas yang didapat merupakan jenis mekanisme pertahanan tubuh yang ditujukan untuk menyerang molekul asing (antigen) yang khusus dan pernah terpejan ke dalam tubuh sehingga tidak dapat berperan untuk jenis antigen yang lain (Sherwood, 2011). Sistem imun spesifik memiliki kemampuan dalam “mengingat” dan merespon lebih dahsyat terhadap pemaparan yang berulang dari mikroba yang sama (Abbas and Litchman, 2005). Sitem imun ini membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan responnya terhadap antigen tersebut sehingga sistem imun dikatakan berperan di garis belakang setelah non spesifik (the second line of

  defense) . Jenis pertahan tubuh ini memiliki ciri utama yaitu spesifitas,

  disversitas, memori, spesialisasi membatasi diri (self limition) dan membedakan self dari (non-self) (Marsetyawan, 2000). Sel yang berperan dalam imunitas spesifik ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (Antigen Presenting Cell=makrofag), sel limfosit T dan Limfosit B (Akib et

  

al., 2008). Sistem imun spesifik terdiri dari sistem humoral dan selular dimana

  pada sitem imun humoral, sel B akan melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler dan pada imunitas seluler adanya sel T akan mengaktifkan makrofag sebagai efektor yang berfungsi untuk mengahncurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel yang terinfeksi (Bratawidjaja dan Rengganis, 2010).

  Kedua jenis sistem pertahanan tubuh ini memiliki perbedaan dimana untuk pertahanan nonspesifik sudah ada sebelum kontak dengan antigen sedangkan pertahanan spesifik harus ada kontak terlebih dahulu dengan antigen

   Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010)

C. Imunomodulator

  Imunomodulator adalah bahan atau zat-zat yang dapat menyebabkan respon spesifik maupun respon umum dari sistem imun. Imunomodulator berfungsi mengatur kerja respon imun dengan menambah atau mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi efektor kekebalan (Budiman, 2008). Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, imunomodulator terbagi menjadi imunostimulan dan imunosupresan (Singleton and Sainsbury, 2011). Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan sistem imun dengan cara menginduksi atau meningkatkan aktivitas dari komponen-komponennya.

  Imunostimulan dikategorikan dalam dua bagian yaitu imunostimulan spesifik dan imunostimulan tak spesifik. Imunostimulan spesifik merupakan suatu bahan yang bersifat antigenik spesifik dalam memberikan respon imun, seperti vaksin dan beberapa antigen, sedangkan imunostimulan non spesifik adalah zat yang beraksi tidak hanya pada satu antigenik spesifik untuk menambah respon imun dari antigen lain atau dapat meningkatkan komponen dari sistem imun tanpa sifat antigenik spesifik, seperti adjuvan (Singleton and Sainsbury, 2011).

  Imunosupresan merupakan senyawa (obat atau nutrisi) yang bekerja dengan menekan respon imun. Obat imunosupresi digunakan pada pasien yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun karena kemampuannya dalam menekan respon imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

D. Sel Darah Putih

  Sel darah putih atau disebut juga dengan leukosit merupakan sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem

  

cell) (Sacher and McPherson, 2004). Leukosit tidak memiliki hemoglobin

  sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Leukosit sendiri diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu granulosit dan agranulosit (Pearce, 2009).

1. Granulosit

  Menurut Pearce (2009) granulosit terdiri dari neutrofil, basofil,dan eosinofil dimana tiap sel tersebut mengandung nukleus yang berbelah banyak dan sel-sel ini biasanya disebut dengan polimorfonuklear leukosit (PMN) (Sacher and McPherson, 2004).

  a. Neutrofil Gambar 2. (Weiss and Wardrop, 2010)

  Sel neutrofil merupakan komponen polimorfonuklear yang paling banyak dijumpai. Neutrofil merupakan fagositosis yang penting dalam pertahanan tubuh lini pertama untuk melawan bakteri dan fungsi tetapi juga berperan sebagai efektor inflamasi (Kresno, 2001). Fungsi utama neutrofil adalah memberikan respon imun non spesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Selain itu fungsi dari neutrofil adalah sebagai pembersihan debris, partikel, bakteri dan memusnahkan organisme mikroba, mencegah invasi oleh mikroorganisme patogen, melokalisasi dan mematikan patogen-patogen tersebut apabila terjadi invasi (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah neutrofil normal pada tikus jantan usia 2-3 bulan adalah 6,2-26,7 % dari jumlah leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

  b. Eosinofil Gambar 3. Eosinofil (Weiss and Wardrop, 2010)

  Sel eosinofil merupakan jenis leukosit yang paling sedikit dijumpai dan memiliki fungsi dalam pertahanan terhadap infeksi parasit (helmintik) dan berperan dalam respon alergi. Selain itu eosinofil juga berfungsi sebagai proteksi bagi penjamu dengan mengakhiri respon peradangan, eosinofil juga memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat rendah daripada neutrofil (Corwin, 2009).

  Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan terdapat eosinofil sekitar 0,2-3,5 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

  Eosinofil berkembang di sumsum tulang sebelum bermigrasi ke aliran darah dan beredar selama 30 menit. Eosinofil kemudian akan bermigrasi ke jaringan dan tetap berada disana sampai 12 hari.

  Sel ini dapat dibedakan dari sel lain karena mempunyai granul yang berwarna jingga berisi protein basa dan enzim perusak. Eosinofil terutama efektif dalam menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukkan IgE, dimana sel ini punya reseptor yang dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat banyak pada tempat-tempat yang mengalami alergi (Kresno, 2001). bakterisidal. Selain hal tersebut eosinofil juga mengandung beberapa enzim yang dapat menginaktifkan mediator-mediator peradangan dan juga mengandung histamine seperti basofil (Sacher and McPherson, 2011). Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah eosinofil ada sekitar 0,2- 3,5% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

  c. Basofil Gambar 4. Basofil (Weiss dan Wardrop, 2010)

  Basofil merupakan leukosit granular yang memiliki jumlah paling sedikit di antara komponen leukosit lainnya. Granul sitoplasmanya berasosiasi kuat dengan zat warna yang bersifat basofili seperti hematoksilin. Basofil memiliki fungsi yang serupa dengan sel mast, yaitu membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen. Basofil memiliki granula di sitoplasma yang besar serta kasar (Sacher and McPherson, 2011). Basofil akan teraktivasi oleh adanya cedera atau infeksi mengeluarkan bradikini, histamin dan serotonin yang akan menigkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat yang mengalami cedera atau infeksi, menuju daerah yang diperlukan mediator lain untuk mengeliminasi infeksi dan mempercepat penyembuhan (Corwin, 2009). Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0-0,8% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

2. Agranulosit

  Merupakan sel darah putih yang terdiri dari sel limfosit dan monosit, tidak mengandung nukleus yang berbelah banyak dan memiliki nukleus nonlobular (Fiscbach, 2004).

a. Monosit

  

Gambar 5. Monosit (Weiss and Wardrop, 2010)

  Monosit merupakan fagositosis penting yang akan berdiferensiasi menjadi makrofag ketika meninggalkan darah. Monosit di produksi di sum-sum tulang dan setelah matang akan masuk ke aliran darah perifer Monosit adalah makrofag muda yang terdapat di aliran darah, sedangkan makrofag dewasa dapat ditemukan dalam jaringan ikat yang disebut histiosit, di perbatasan sinusoid hati atau biasa disebut sel Kupffer, pada otak disebut mikroglia, dan pada paru-paru disebut makrofag alveol.

  Makrofag sendiri berperan sebagai fagositosit benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Sacher and McPherson, 2011).

  Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0,8-3,8% dari jumlah total leukosit (Giknis dan Cliffort, 2008).

b. Limfosit

  

Gambar 6. Limfosit (Weiss and Wardrop, 2010)

  Limfosit merupakan jenis leukosit terbanyak kedua di dalam darah perifer. Limfosit memiiki ukuran yang lebih kecil dari monosit.

  Limfosit bersirkulasi di dalam darah dan berada di jaringan limfatik (nodus limfe dan limpa) yang besar. Limfosit berfungsu dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen (molekul asing) seperti sel yang dianggap abnormal (misalnya sel yang diserang virus, sel kanker dan sel transplan) (Waught and Grant, 2011). Selain itu limfosit juga memiliki fungsi utama yaitu berinteraksi dengan antigen dan menimbulkan respon imun seperti humoral dalam bentuk produksi antibodi, diperantarai oleh sel disertai pengeluaran oleh berbagai limfokin dan sebagai sitotoksik yang disertai pembentukan limfosit pembunuh sitotoksik (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah limfosit dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan adalah 66,9-90,3 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

E. Landasan Teori

  Madu kelengkeng merupakan salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi berasal dari satu nektar saja yaitu bunga kelengkeng. Madu kelengkeng mengandung banyak senyawa organik dan salah satunnya yang diketahui berperan dalam sistem imun adalah flavonoid. Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian yang mengemukakan manfaat dari flavonoid. Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid daapt digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

  Selain hal tersebut, beberapa penelitian terdahulu juga telah membuktikan bahwa bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada hewan uji tikus putih yang terpapar benzena (Khumairoh, Tjandrakirana dan Budijastuti, 2013). Leukosit merupakan lini pertama dalam pertahan tubuh non spesifik. Leukosit akan berperang pertama kali jika adanya benda atau mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka ada kemungkinan dengan adanya pemberian madu kelengkeng dapat memberikan pengaruh terhadap sistem imun non spesifik berupa peningkatan jumlah leukosit pada tikus jantan galur Wistar.

F. Hipotesis

  Pemberian madu kelengkeng memiliki pengaruh berupa peningkatan terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, yaitu

  dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan.

  Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Rancangan acak merupakan cara menetapkan sampel yang digunakan pada penelitian dengan pengacakan sehingga setiap sampel akan mendapat kesempatan yang sama untuk masuk dalam kelompok kontrol atau kelompok perlakuan. Pola searah ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian larutan madu kelengkeng.

  Penelitian ini dilakukan pada subjek uji tikus putih jantan galur Wistar yang dipeoleh dari laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Kriteria inklusi yaitu tikus putih berkelamin jantan, berat badan lebih kurang antara 200-300 gram, berumur 2-3 bulan, sehat, bergalur Wistar. Kriteria drop out adalah tikus yang mati selama perlakuan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Unit III Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Variabel dan Definisi Operasional

  1. Variabel penelitian

  a) Variabel utama 1) Variabel bebas : dosis madu kelengkeng 2) Variabel tergantung : jumlah sel darah putih

  b) Variabel pengacau 1) Variabel yang dikendalikan : jenis makanan, variasi genetik, jenis kelamin, berat badan, umur tikus, dan galur tikus.

  2) Variabel yang tidak dikendalikan : patofisiologis dan kondisi psikologis tikus.

  2. Definisi operasional

  a. Madu kelengkeng. Madu monoflora yang berasal dari satu bunga yaitu bunga kelengkeng (Nephelium longata L.) yang diproduksi oleh lebah-lebah

  liar. Madu kelengkeng yang digunakan diperoleh dari PT.Madu Pramuka yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.

  b. Sel darah putih. Leukosit atau sel darah putih adalah sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem cell) (Sacher & McPherson,2004). Sel darah putih tidak memiliki hemoglobin sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Jumlah sel darah putih sekitar 6000-10.000 mm3 darah (Fiscbach,2004).

C. Bahan Penelitian 1.

   Bahan utama

  Madu kelengkeng yang diperoleh dari salah PT. Madu Pramuka yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.

2. Hewan uji

  Tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 200-300 gram diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Antigen

  Antigen yang digunakan pada pennelitian kali ini adalah Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%.

  4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih

  Sampel darah tikus yang sebelumnya telah di injeksi dengan madu kelengkeng dan diinfeksi antigen berupa Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%, EDTA.

D. Alat Penelitian

  Spuit injeksi oral, spuit injeksi intraperitonial, tabung reaksi, gelas beker, pipa kapiler, tabung EDTA, sentifuge, Sysmex XT 1800i Automated Hematology

  E.

  

Tata Cara Penelitian

  1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng

  Besarnya dosis madu kelengkeng ditentukan berdasarkan dosis yang dianjurkan pada manusia adalah 1-2 kali/hari 1 sendok makan (15 mL) (Suranto, 2007). Konversi dosis pada manusia yang berat badannya 70 kg ke tikus yang berat badannya 200 g adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Dosis madu hutan untuk tikus 200 g adalah : Faktor konversi x dosis = 0,018 x 30 mL = 0,54mL/200 g BB Madu yang disuntikan secara peroral ke hewan uji sebanyak dua kali peringkat dosis tersebut yaitu 0,6 mL ; 1,2 mL;2,3 mL.

  2. Tahap praperlakuan hewan uji

  Sebelum penelitian dilaksanakan, semua hewan uji ditimbang beratnya, kemudian hewan uji diadaptasi selama satu minggu di laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar.

0 2 93

Pengaruh pemberian madu klengkeng (Nephelium longata L). terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada tikus putih jantan galur wistar.

0 3 74

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiber officinale Roscoe)terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur wistar.

0 6 107

Pengaruh pemberian madu kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galus wistar.

0 2 88

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiber officinale Roscoe)terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur wistar

0 1 105

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar

4 12 91

Pengaruh pemberian madu klengkeng (Nephelium longata L). terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada tikus putih jantan galur wistar

0 0 72

Pengaruh pemberian madu hutan terhadap imunoglobulin G dan imunoglobulin M pada hewan uji tikus jantan galur wistar - USD Repository

0 0 84

2. Bahan dan Metode - Pengaruh pemberian madu hutan terhadap proliferasi limfosit pada hewan uji tikus jantan galur wistar - USD Repository

0 0 6

Pengaruh pemberian madu hutan terhadap aktivitas dan kapasitas fagositosis makrofag pada hewan uji tikus jantan galur wistar - USD Repository

0 1 81