Pengaruh pemberian madu kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galus wistar.

(1)

PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nephelium longata L.) TERHADAP JUMLAH SEL DARAH PUTIH PADA HEWAN UJI TIKUS

PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Raisa Novitae

NIM : 098114060

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Raisa Novitae

NIM : 098114060

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

Fersctqimn Pcubimbing

PENGARUH PEMBERIAN MADU KELENGKENG (Nqhdiwr

topgtul^)

TEREADAP JTIMLAH SEL DARAH PUTIH PADA iTNWAX UJI TIKUS

PUTEil JAT{TAN GALUR YISTAR

Skripsi yang diajukau oleh :

RaisaNovitae

NIM:098114060

tclahdis€fidui oleh:

Pembimbing Utama

,*-m,M.sc.,Apt.

Tauggal :&hg$sftrs 2013


(4)

(5)

(6)

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus untuk segala anugerah dan kebaikan-Nya yang

luar biasa, Papah Emanuel Joko dan Mamah Bawin Lamiang yang

tercinta yang selalu memberikan motivasi, semangat, kasih sayang

dan doa yang luar biasa, Adik ku tersayang Jefri Patriawan, Gerard

Pramudya terkasih yang selalu memberikan cinta dan kebahagiaan di

hidupku, kalianlah orang yang selalu setia tanpa lelah memberikan dukungan dan motivasi untuk ku, tanpa kalian aku tidak akan bisa menjadi seperti ini, sahabat-sahabat ku tersayang, teman-teman

Farmasi USD 2009 dan almamater kebanggnaan ku Universitas

Sanata Dharma.

"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang

apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala

hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur."

( Filipi 4:6 )

Percayalah kepada TUHAN

dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka

Ia akan meluruskanjalanmu

(Amsal 3 : 5-6)”

“Kesempurnaan Hanyalah milik Tuhan… ” Kesuksesan adalah kumpulan dari doa, keputusan, pilihan serta tindakan yang tersusun rapi. Jangan pernah menyerah, fokus, serahkan semua kepada-Nya dan aku tau Tuhan yang jadikan ku lebih dari pemenang. 


(8)

vii

dan Pencipta Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.) Terhadap Jumlah Sel darah Putih Pada Hewan Uji Tikus Jantan galur Wistar” merupakan karya ilmiah penulis untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu, memberikan dukungan, bimbingan, kritik, dan saran selama proses penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji yang telah banyak memberi bimbingan, arahan, dan masukan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat menjadi lebih baik.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan yang berarti terhadap skripsi ini.

4. Ibu Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik serta saran terhadap skripsi ini.

5. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.


(9)

viii

7. Ibu Atika selaku Staff Balai Kesehatan Yogyakarta yang telah membantu dalam penyediaan darah domba untuk antigen.

8. Teman-teman seperjuangan penelitian dan sahabat-sahabat ku tersayang yang selalu mendukung dan mengingatkan : Chrissa Hygianna, Defi Krishartantri Inthari Alselusia, Yuningsih, Hertarinda, Ina Juni Natasia, Anak Agung Yulianti. Adik Kost yang selalu mendengarkan keluh kesah kami Realita Rosada.

9. Teman-teman satu perguruan yang banyak mengajar dan memberikan informasi Herman Gunawan, Katherine Jessica, Christina Yessy, Florentina Eky, Agustina Erni, Perthy Melati Kasih, Ellen Naomi Nauli Sinaga dan Kartika Sari Senas.

10. Teman-teman seperjuangan Kost Dewi 2 Yogyakarta.

11. Teman-teman angkatan 2009 khususnya FKK A 2009 USD Yogyakarta.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi informasi bagi pembaca.


(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v

HALAMAN PERSEMBAHAN vi

PRAKATA vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

INTISARI xvi

ABSTRACT xvii

BAB I.PENGANTAR 1

A. Latar Belakang 1

1. Permasalahan 3

2. Keaslian penelitian 4

3. Manfaat penelitian 5

a. Manfaat teoretis 5

b. Manfaat praktis 5

B. Tujuan Penelitian 6


(11)

x

2. Tujuan khusus 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 7

A. Madu 7

1. Jenis madu 7

2. Komposisi madu 8

3. Manfaat madu 9

B. Sistem Imun 10

1. Sistem imun non spesifik 11

2. Sistem imun spesifik 12

C. Imunomodulator 13

D. Sel Darah Putih 14

1. Granulosit 15

2. Agranulosit 18

E. Landasan Teori 20

F. Hipotesis 20

BAB III. METODE PENELITIAN 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 21

B. Variabel dan Definisi Operasional 22

1. Variabel penelitian 22

2. Definisi operasional 22

C. Bahan Penelitian 22

1. Bahan utama 23


(12)

xi

3. Antigen 23

4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih 23

D. Alat Penelitian 23

E. Tata Cara Penelitian 24

1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng 24

2. Tahap praperlakuan hewan uji 24

3. Tahap pembuatan suspensi darah merah domba 1% (SDMD) 24 4. Tahap orientasi dosis madu kelengkeng 25

5. Tahap percobaan 26

F. Analisis Hasil 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 29

A. Identifikasi Madu Kelengkeng 29

B. Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1% 30 C. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan

Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow

Cytometry 32

D. Tahap Orientasi Madu kelengkeng 34

1. Tahap orientasi hitung total leukosit 34 2. Tahap orientasi hitung jenis leukosit 35 E. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow Cytometry 37

1. Hitung total leukosit 37


(13)

xii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 43

A. Kesimpulan 43

B. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 48


(14)

xiii

Kelengkeng . 34

Tabel II. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu

Kelengkeng 36

Tabel III. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu

Kelengkeng 37

Tabel IV. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu

Kelengkeng 39

Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Jumlah Monosit setelah

Pemberian Madu Kelengkeng pada Tahap Percobaan 41 Tabel VI. Peningkatan Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng


(15)

xiv

Gambar 2. Neutrofil 15

Gambar 3. Eosinofil 16

Gambar 4. Basofil 17

Gambar 5. Monosit 18

Gambar 6. Limfosit 19

Gambar 7. Grafik Rata-rata Hasil Pengukuran Jumlah Monosit setelah

Pemberian Madu Kelengkeng 41


(16)

xv

Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian 49

Lampiran 3. Surat Ijin Penggunan Laboratorium 50 Lampiran 4. Perhitungan Dosis Madu Kelengkeng 51 Lampiran 5. Madu Kelengkeng yang Digunakan dalam Penelitian 52 Lampiran 6. Pengujian Keaslian Madu Kelengkeng 52 Lampiran 7. Alat-alat yang Digunakan Untuk Menghitung Leukosit 53 Lampiran 8. Alat-alat untuk membuat antigen suspensi darah merah domba

1%(SDMD) 54

Lampiran 9. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Orientasi 55 Lampiran 10. Pengujian Statistik Neutrofil Tahap Orientasi 56 Lampiran 11. Pengujian Statistik Monosit Tahap Orientasi 57 Lampiran 12. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Orientasi 58 Lampiran 13. Pengujian Statistik Basofil Tahap Orientasi 59 Lampiran 14. Pengujian Statistik Eosinofil Tahap Orientasi 60 Lampiran 15. Pengujian Statistik Hitung Total Leukosit Tahap Percobaan 61 Lampiran 16. Pengujian Statistik Neutrofl Tahap Percobaan 62 Lampiran 17. Pengujian Statistik Monoit Tahap Percobaan 63 Lampiran 18. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Percobaan 65 Lampiran 19. Pengujian Statistik Basofil Tahap Percobaan 66 Lampiran 20. Pengujian Statistik Eoinofil Tahap Percobaan 67


(17)

xvi

ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Madu kelengkeng yang mengandung flavonoid diduga memiliki aktivitas pada sistem pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian adalah memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol tanpa perlakuan dan tiga kelompok perlakuan madu kelengkeng dengan dosis masing-masing 0,60 mL/200gBB, 1,20 mL/200gBB dan 2,30 mL/200gBB. Semua kelompok perlakuan diberikan madu kelengkeng secara peroral selama tujuh hari. Pada hari ke-0 tikus diinjeksi dengan antigen berupa Suspensi Sel darah Merah Domba (SDMD) 1% secara peritonial. Pada hari kedelapan darah tikus dikumpulkan melalui sinus orbitalis. Perhitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan metode flow cytometry. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov yang dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian jika data terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu kelengkeng tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel darah putih


(18)

xvii

materials in the enviromental. Longan honey containing flavonoid is suspect have activity to immune system. The aim of this research is to get information about effect administration of longan honey to total leucocyte count on animals test of white male rats Wistar.

This research is experimental research study with randomized design. A total of 20 mice were divided into four groups, one negative control group with no treatment and three treatment groups longan honey with each dose 0,60 mL/200gBB, 1.20 mL/200gBB and 2.30 mL/200gBB. All treatment groups given the longan honey orally for seven days. On day-0, rats were injected with SDMD 1% in peritonial. On day-8 rats blood was collected from orbital sinus. Measurement of the number of white blood cells was conducted using Flow cytometry. The data obtained were statistically analyzed with Kolmogorov-Smirnov method for normality test. The data were normally distributed (p> 0.05) followed by one-way ANOVA test with a level of 95%, then if there is a significant difference will be followed by Tukey test.

The results showed that administration of longan honey is not effect increase in the total number of leukocytes in male rats Wistar.


(19)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Sistem imun merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa tipe

sel-sel yang menetap dan melekat pada jaringan atau yang mampu bergerak (mobile)

dan berinteraksi di dalam jaringan getah bening yang tersebar di seluruh tubuh

(Louise, 2011). Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan

keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam

lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Sistem imun yang bekerja dengan baik dapat melindungi tubuh dengan baik pula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan respon imun adalah dengan memberikan suatu imunomodulator yaitu suatu substansi yang dapat memperbaiki sistem imun dengan cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan reaksi imun yang abnormal (imunosupresan) (Djauzi, 2003).

Substansi imunomodulator dapat berasal dari bahan alam dan sintetik.

Salah satu bahan alam yang telah diteliti dan dapat digunakan sebagai

imunomodulator adalah madu. Madu merupakan cairan manis alami yang berasal

dari nektar tumbuhan yang diproduksi oleh lebah madu (Suranto, 2007). Menurut

Aden (2010) madu dapat digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh

dan mengatasi alergi. Selain itu, fungsi madu lainnya adalah sebagai sumber energi dan meningkatkan stamina (Suranto, 2004). Madu mengandung beberapa senyawa organik, yang telah terindentifikasi antara lain seperti polifenol,


(20)

flavonoid, dan glikosida (Rostinawati, 2009) dan hal ini diperkuat oleh Gheldof, et al.(2002) yang menyatakan bahwa madu memiliki kandungan antioksidan yang tinggi yang salah satunya adalah flavonoid.

Salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi secara kontinyu di

Indonesia adalah madu kelengkeng yang berasal dari satu jenis bunga

kelengkeng (Parwata, Ratnayani, Listya, 2010). Dari hasil survey madu di pasaran, madu kelengkeng banyak digunakan oleh masyarakat. Madu kelengkeng

ini banyak digunakan karena rasanya yang lebih manis dan legit dibandingkan

dengan jenis madu lainnya sehingga lebih disukai oleh masyarakat. Dari berbagai manfaat madu kelengkeng yang ada, salah satunya yang diketahui adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh (Aden, 2010).

Komposisi madu kelengkeng yang diketahui dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sidiqqa (2008) menyatakan bahwa madu kelengkeng memiliki kandungan berupa flavonoid dan gula. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang secara struktur kimianya terdiri dari flavonol, flavon, flavanon, iso flavon, katekin, antosianidin dan kalkon (Arnas, 2009). Flavonoid dilaporkan memiliki manfaat sebagai imunostimulan (Maratani, 2006) dan didukung penelitian yang dilakukan oleh Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid dapat digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Khumairoh, Tjandrakirana, dan Budijastuti (2013) menyatakan bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada tikus putih yang terpapar benzena dan hal ini didukung dengan


(21)

penelitian yang dilakukan oleh Tonks, dkk.(cit., Manyi-Loh, Clarke dan Roland, 2011) yang menyatakan bahwa madu dapat meningkatkan leukosit pada mencit.

Leukosit merupakan kompenen penting di dalam tubuh yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah sel leukosit merupakan respon dalam bentuk proteksi terhadap adanya sel asing termasuk infeksi bakteri yang masuk ke tubuh. Leukosit termasuk ke dalam sistem imun nonspesifik yang merupakan pertahanan terdepan yang siap berfungsi jika ada benda asing atau mikroba yang masuk ke dalam tubuh dan dapat memberikan respon langsung (Bratawidjaja, 2010).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut dan

mengingat sejauh ini masih belum ada publikasi yang menyebutkaan tentang

pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih terutama

di Indonesia maka penelitian ini dirancang untuk mengetahui pengaruh dari pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur Wistar sehingga dapat memberikan tambahan informasi bahwa penggunaan madu kelengkeng dapat berkhasiat sebagai imunomodulator untuk meningkatkan kesehatan.

1. Permasalahan

Apakah pemberian madu kelengkeng memberikan pengaruh berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur


(22)

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis mengenai “Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Sel darah Putih Pada Hewan Uji Tikus Putih Jantan Galur Wistar”, belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu :

a. Parwata, Ratnayani, dan Listya, 2010, Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba pentandra) dan Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antiradikal bebas pada madu kelengkeng lebih besar dibandingkan pada madu randu tetapi sebaliknya kadar beta karoten pada madu randu lebih tinggi dibandingkan pada madu kelengkeng. Aktivitas antiradikal bebas dan kadar beta karoten pada madu kelengkeng adalah 82,10% dan 1,9687 mg/100 g sedangkan untuk madu randu yaitu 69,37% dan 3,6327 mg/100 g.

b. Sari, 2006, Aktivitas Imunomodulator Infusa Daun Rambutan (Nephelium lappaceum, L.) Terhadap respon Imun Non-spesifik Pada Mencit Secara In Vivo. Hasil penelitian menunjukkan pada hitung jenis leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok ekstrak infus 100 mg/kgBB terhadap kelompok kontrol negatif baik pada parameter monosit maupun neutrofil. Pada pengamatan hitung total leukosit terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan ekstrak infusa 200mg/kgBB terhadap kelompok kontrol negatif.


(23)

c. Gomathi, Prameela, Kumar, and Rajendra, 2012, Evaluation of

Immunomodulatory activity of Anthocyanins from two forms of Brassica oleracea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Brassica oleracea dan f.alba athocyanin extract meningkatkan respon imun humoral, selular dan sel darah putih dibandingkan dengan kontrol.

d. Mastan, Saraseeruha, Gourishankar, Chaitanya, Raghunandan,Reddy, and Kumar, 2012, Immunomodulatory Activity of Methanolic Extract of Syzygium Cumini Seeds. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak metanolik Syzygium Cumini Seeds memberikan hasil berupa peningkatkan jumlah hitung total leukosit, hitung jenis leukosit berupa neutrofil dan limfosit.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis

1) Memberikan informasi ilmiah bagi ilmu pengetahuan mengenai manfaat madu kelengkeng sebagai imunomodulator.

2) Menjadi dasar dalam pengembangan penelitian di bidang ilmu

kefarmasian khususnya tentang madu kelengkeng dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.

b. Manfaat praktis. Memberikan informasi dan tambahan wawasan bagi masyarakat dalam memanfaatkan madu kelengkeng sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit dan meningkatkan kesehatan.


(24)

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar sebagai imunomodulator.

2. Tujuan khusus

Memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng berupa peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.


(25)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Madu

Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Sejak ribuan tahun yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan (Hariyati, 2010). Manfaat madu di antarannya untuk pengobatan, pemeliharaan kesehatan, bahan pengawet alami, serta bahan pemanis makanan

dan minuman (Suranto, 2004).

1. Jenis madu

Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya ada dua yaitu madu

monoflora yang merupakan jenis madu yang berasal dari satu jenis bunga yang

dominan sebagai sumber madu. Sedangkan madu poliflora adalah jenis madu

yang dihasilkan dari nektar berbagai macam tanaman, dimana terdapat

beberapa jenis bunga sekaligus yang dominan di dalam madu. Madu jenis

inilah yang sering disebut dengan madu campuran (blended honey) yang memiliki beberapa cairan bunga sekaligus (Aden, 2010).

Berdasarkan warnanya madu dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu madu jernih (water white), amber, hitam (dark amber), putih (white). (Mulu, Tessema and Derby, 2004).

Di Indonesia terdapat beberapa jenis madu berdasarkan jenis flora


(26)

monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama yang

biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng,

madu rambutan, dan madu randu. Madu monoflora umumnya mempunyai

wangi, warna, dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu poliflora

merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga dan

biasanya berasal dari hutan yang diproduksi oleh lebah-lebah liar yang

bernama Apis dorsata (Suranto, 2007). 2. Komposisi madu

Madu mengandung: air 20%, karbohidrat sekitar 80%, protein,

sejumlah vitamin B kompleks, vitamin C, sodium, potasium, kalsium, magnesium, mangan, zat besi, tembaga, fosfor, dan juga belerang. Kadar zat

gula dalam madu mencapai 75% hingga 80%. Selain kandungan gula yang

tinggi, madu juga mengandung berbagai vitamin di dalamnya seperti:

B1,B2,B3,B5,B6 dan vitamin C. Selain itu madu juga mengandung tembaga,

yodium, zat besi, sedikit timah, juga mengandung berbagai hormon (Sulaiman,

2010).

Di dalam madu terdapat beberapa enzim yang penting seperti enzim

diastase, inverstase, glukosa oksidase, peroksidase, dan lipase. Enzim diastase

adalah enzim yang mengubah karbohidart kompleks (polisakarida) menjadi

karbohidrat yang sederhana (monsakarida). Enzim invertase adalah enzim yang

memecah molekul sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Sedangkan enzim


(27)

peroksida. Semua zat tersebut berguna untuk proses metabolisme dalam tubuh

(Suranto, 2004).

Selain berbagai jenis kandungan tersebut, di dalam madu juga

terkandung asam utama yaitu asam glutamat. Asam organik yang terdapat

dalam madu adalah asam asetat, asam butirat, format, suksinat, glikolat, malat,

proglutamat, sitrat, dan piruvat (Suranto,2004).

Madu juga memiliki kandungan antioksidan yang baik untuk

kesehatan tubuh. Menurut Parwata (2010), kandungan antioksidan di dalam

madu berupa asam organik, enzim, asam fenolat, flavonoid dan beta karoten.

Selain itu di dalam madu juga terkandung vitamin antioksidan esensial yang

utama berupa vitamin A dan vitamin E.

3. Manfaat madu

Madu telah lama dikenal dan digunakan sebagai salah satu obat tradisional yang memiliki khasiat yang besar untuk kesehatan seperti menyembuhkan berbagai jenis penyakit (Haviva, 2011). Kandungan mineral pada madu dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga agar tubuh tetap segar, vitaminnya berperan dalam metabolisme protein. Kandungan nutrisi seperti vitamin C, asam organik, enzim, asam fenolik, flavonoid dan beta karoten bermanfaat sebagai antioksidan yang tinggi (Parwata, 2010). Menurut Suranto (2004), madu juga bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti penyakit lambung, radang usus, jantung dan hipertensi. Adanya asetil kolin dapat memperlancar peredaran darah dan menurunkan tekanan.


(28)

Berdasarkan penelitian para ahli madu juga dapat digunakan untuk mengobati luka yang terkontaminasi karena membantu membersihkan dan mempercepat penutupan luka-luka yang tekontaminasi (Sulaiaman, 2010). Antioksidan madu diyakini mampu mencegah terjadinya kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya. Selain itu madu juga dapat membunuh dan mencegah kuman untuk berkembang sehingga madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam luka seperti luka bakar, luka infeksi, luka setelah operasi dan lain-lain (Hariyati, 2010).

Selain kandungan-kandungan tersebut, madu juga mengandung flavonoid dan menurut Krell (cit., Jaya, dkk, 2008) kandungan flavonoid dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Aktivitas flavonoid sebagai imunostimulator berkaitan dengan aktivitas sebagai antimikroba, antiviral, antioksidan, antiploriferatif, sitotoksik dan antiinflamasi. Mekanisme imunostimulator flavonoid sangat beragam. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Middleton, Kandaswami, dan Theoharides (2010) melaporkan bahwa flavonoid dapat berefek pada sel T, B, makrofag, NK, basofil, mast, neutrofil, eosinofil, dan platelet.

B. Sistem Imun

Tubuh manusia dilengkapi dengan sederetan mekanisme pertahanan yang

bekerja sebagai payung protektif untuk mencegah masuk dan menyebarnya agen


(29)

Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Gabungan sel, molekul, jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap mikroba serta bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan dari berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). 1) Sistem imun nonspesifik (Innate Immunity)

Sistem imun nonspesifik atau imunitas alamiah merupakan garis awal terhadap pertahanan terhadap molekul asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistemimun non spesifik merupakan jenis pertahanan tubuh yang ditujukan tidak hanya untuk satu jenis antigen saja tetapi juga untuk jenis antigen lainnya. Sistem imun non spesifik diperoleh sejak bayi dan terdiri dari kulit dengan kelenjarnya, lapisan mukosa dengan enzimnya, kelenjar air mata serta sel-sel fagosit yang meliputi sel makrofag, monosit dan polimorfonuklear (Akib, Munasir, dan Kurniati, 2008).

Mekanisme pertahanan tubuh yang dilakukan oleh sistem imun non spesifik adalah dengan melakukan fagositosis atau penghancuran terhadap molekul asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh tanpa membedakan molekul-molekul asing tersebut. Proses yang pertama terjadi adalah antigen harus melekat pada sel fagositosit supaya terjadi proses fagosistosis. Terdapat mediator tertentu yang disebut faktor leukotaktis atau kemotaktis yang berasal dari antigen maupun dilepaskan oleh neutrofil atau makrofag yang sebelumnya berada pada lokasi tersebut. Pelepasan mediator tersebut yang menyebabkan sel fagosit dapat bergerak ke sel sasaran untuk melakukan pengahncuran


(30)

terhadap sel-sel asing yang masuk ke dalam tubuh (Benjamini, Coico, dan Sunshine, 2003).

2) Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik yang disebut dengan komponen adaptif atau imunitas yang didapat merupakan jenis mekanisme pertahanan tubuh yang ditujukan untuk menyerang molekul asing (antigen) yang khusus dan pernah terpejan ke dalam tubuh sehingga tidak dapat berperan untuk jenis antigen yang lain (Sherwood, 2011). Sistem imun spesifik memiliki kemampuan dalam “mengingat” dan merespon lebih dahsyat terhadap pemaparan yang berulang dari mikroba yang sama (Abbas and Litchman, 2005). Sitem imun ini membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih dahulu sebelum memberikan responnya terhadap antigen tersebut sehingga sistem imun dikatakan berperan di garis belakang setelah non spesifik (the second line of defense). Jenis pertahan tubuh ini memiliki ciri utama yaitu spesifitas, disversitas, memori, spesialisasi membatasi diri (self limition) dan membedakan self dari (non-self) (Marsetyawan, 2000). Sel yang berperan dalam imunitas spesifik ini adalah sel yang mempresentasikan antigen (Antigen Presenting Cell=makrofag), sel limfosit T dan Limfosit B (Akib et al., 2008). Sistem imun spesifik terdiri dari sistem humoral dan selular dimana pada sitem imun humoral, sel B akan melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraseluler dan pada imunitas seluler adanya sel T akan mengaktifkan makrofag sebagai efektor yang berfungsi untuk mengahncurkan


(31)

mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel yang terinfeksi (Bratawidjaja dan Rengganis, 2010).

Kedua jenis sistem pertahanan tubuh ini memiliki perbedaan dimana untuk pertahanan nonspesifik sudah ada sebelum kontak dengan antigen sedangkan pertahanan spesifik harus ada kontak terlebih dahulu dengan antigen

Gambar 1. Gambaran Umum Sistem Imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010)

C. Imunomodulator

Imunomodulator adalah bahan atau zat-zat yang dapat menyebabkan respon spesifik maupun respon umum dari sistem imun. Imunomodulator berfungsi mengatur kerja respon imun dengan menambah atau mengurangi kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam memproduksi efektor kekebalan (Budiman, 2008). Berdasarkan efek yang ditimbulkannya, imunomodulator terbagi menjadi imunostimulan dan imunosupresan (Singleton and Sainsbury, 2011).


(32)

Imunostimulan adalah bahan yang dapat meningkatkan sistem imun dengan cara menginduksi atau meningkatkan aktivitas dari komponen-komponennya. Imunostimulan dikategorikan dalam dua bagian yaitu imunostimulan spesifik dan imunostimulan tak spesifik. Imunostimulan spesifik merupakan suatu bahan yang bersifat antigenik spesifik dalam memberikan respon imun, seperti vaksin dan beberapa antigen, sedangkan imunostimulan non spesifik adalah zat yang beraksi tidak hanya pada satu antigenik spesifik untuk menambah respon imun dari antigen lain atau dapat meningkatkan komponen dari sistem imun tanpa sifat antigenik spesifik, seperti adjuvan (Singleton and Sainsbury, 2011).

Imunosupresan merupakan senyawa (obat atau nutrisi) yang bekerja dengan menekan respon imun. Obat imunosupresi digunakan pada pasien yang akan menjalani transplantasi dan penyakit autoimun karena kemampuannya dalam menekan respon imun (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010).

D. Sel Darah Putih

Sel darah putih atau disebut juga dengan leukosit merupakan sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem cell) (Sacher and McPherson, 2004). Leukosit tidak memiliki hemoglobin sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Leukosit sendiri diklasifikasikan ke dalam dua grup yaitu granulosit dan agranulosit (Pearce, 2009).


(33)

1. Granulosit

Menurut Pearce (2009) granulosit terdiri dari neutrofil, basofil,dan eosinofil dimana tiap sel tersebut mengandung nukleus yang berbelah banyak dan sel-sel ini biasanya disebut dengan polimorfonuklear leukosit (PMN) (Sacher and McPherson, 2004).

a. Neutrofil

Gambar 2. (Weiss and Wardrop, 2010)

Sel neutrofil merupakan komponen polimorfonuklear yang paling banyak dijumpai. Neutrofil merupakan fagositosis yang penting dalam pertahanan tubuh lini pertama untuk melawan bakteri dan fungsi tetapi juga berperan sebagai efektor inflamasi (Kresno, 2001). Fungsi utama neutrofil adalah memberikan respon imun non spesifik dengan melakukan fagositosis serta membunuh atau menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Selain itu fungsi dari neutrofil adalah sebagai pembersihan debris, partikel, bakteri dan memusnahkan organisme mikroba, mencegah invasi oleh mikroorganisme patogen, melokalisasi dan mematikan patogen-patogen tersebut apabila terjadi invasi (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah neutrofil normal pada tikus jantan usia 2-3 bulan adalah 6,2-26,7 % dari jumlah leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).


(34)

b.Eosinofil

Gambar 3. Eosinofil (Weiss and Wardrop, 2010)

Sel eosinofil merupakan jenis leukosit yang paling sedikit dijumpai dan memiliki fungsi dalam pertahanan terhadap infeksi parasit (helmintik) dan berperan dalam respon alergi. Selain itu eosinofil juga berfungsi sebagai proteksi bagi penjamu dengan mengakhiri respon peradangan, eosinofil juga memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat rendah daripada neutrofil (Corwin, 2009).

Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan terdapat eosinofil sekitar 0,2-3,5 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008). Eosinofil berkembang di sumsum tulang sebelum bermigrasi ke aliran darah dan beredar selama 30 menit. Eosinofil kemudian akan bermigrasi ke jaringan dan tetap berada disana sampai 12 hari. Sel ini dapat dibedakan dari sel lain karena mempunyai granul yang berwarna jingga berisi protein basa dan enzim perusak. Eosinofil terutama efektif dalam menyingkirkan antigen yang merangsang pembentukkan IgE, dimana sel ini punya reseptor yang dapat melekat erat pada partikel yang dilapisi IgE. Eosinofil juga terdapat banyak pada tempat-tempat yang mengalami alergi (Kresno, 2001). Walaupun eosinofil mampu melakukan fagositosis, eosinofil tidak bersifat


(35)

bakterisidal. Selain hal tersebut eosinofil juga mengandung beberapa enzim yang dapat menginaktifkan mediator-mediator peradangan dan juga mengandung histamine seperti basofil (Sacher and McPherson, 2011). Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah eosinofil ada sekitar 0,2-3,5% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

c.Basofil

Gambar 4. Basofil (Weiss dan Wardrop, 2010)

Basofil merupakan leukosit granular yang memiliki jumlah paling sedikit di antara komponen leukosit lainnya. Granul sitoplasmanya berasosiasi kuat dengan zat warna yang bersifat basofili seperti hematoksilin. Basofil memiliki fungsi yang serupa dengan sel mast, yaitu membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen. Basofil memiliki granula di sitoplasma yang besar serta kasar (Sacher and McPherson, 2011). Basofil akan teraktivasi oleh adanya cedera atau infeksi mengeluarkan bradikini, histamin dan serotonin yang akan menigkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke tempat yang mengalami cedera atau infeksi, menuju daerah yang diperlukan mediator lain untuk mengeliminasi infeksi dan mempercepat penyembuhan (Corwin, 2009). Di


(36)

dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0-0,8% dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).

2. Agranulosit

Merupakan sel darah putih yang terdiri dari sel limfosit dan monosit, tidak mengandung nukleus yang berbelah banyak dan memiliki nukleus nonlobular (Fiscbach, 2004).

a.Monosit

Gambar 5. Monosit (Weiss and Wardrop, 2010)

Monosit merupakan fagositosis penting yang akan berdiferensiasi menjadi makrofag ketika meninggalkan darah. Monosit di produksi di sum-sum tulang dan setelah matang akan masuk ke aliran darah perifer Monosit adalah makrofag muda yang terdapat di aliran darah, sedangkan makrofag dewasa dapat ditemukan dalam jaringan ikat yang disebut histiosit, di perbatasan sinusoid hati atau biasa disebut sel Kupffer, pada otak disebut mikroglia, dan pada paru-paru disebut makrofag alveol. Makrofag sendiri berperan sebagai fagositosit benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Sacher and McPherson, 2011).

Di dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan jumlah basofil ada sekitar 0,8-3,8% dari jumlah total leukosit (Giknis dan Cliffort, 2008).


(37)

b. Limfosit

Gambar 6. Limfosit (Weiss and Wardrop, 2010)

Limfosit merupakan jenis leukosit terbanyak kedua di dalam darah perifer. Limfosit memiiki ukuran yang lebih kecil dari monosit. Limfosit bersirkulasi di dalam darah dan berada di jaringan limfatik (nodus limfe dan limpa) yang besar. Limfosit berfungsu dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap antigen (molekul asing) seperti sel yang dianggap abnormal (misalnya sel yang diserang virus, sel kanker dan sel transplan) (Waught and Grant, 2011). Selain itu limfosit juga memiliki fungsi utama yaitu berinteraksi dengan antigen dan menimbulkan respon imun seperti humoral dalam bentuk produksi antibodi, diperantarai oleh sel disertai pengeluaran oleh berbagai limfokin dan sebagai sitotoksik yang disertai pembentukan limfosit pembunuh sitotoksik (Sacher and McPherson, 2004). Jumlah limfosit dalam darah tikus normal usia 2-3 bulan adalah 66,9-90,3 % dari jumlah total leukosit (Giknis and Cliffort, 2008).


(38)

E. Landasan Teori

Madu kelengkeng merupakan salah satu jenis madu monoflora yang diproduksi berasal dari satu nektar saja yaitu bunga kelengkeng. Madu kelengkeng mengandung banyak senyawa organik dan salah satunnya yang diketahui berperan dalam sistem imun adalah flavonoid. Saat ini telah banyak dikembangkan penelitian yang mengemukakan manfaat dari flavonoid. Saifulhaq (cit., Senas, 2012) membuktikan bahwa senyawa antioksidan yaitu flavonoid daapt digunakan sebagai imunomodulator karena dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Selain hal tersebut, beberapa penelitian terdahulu juga telah membuktikan bahwa bahwa flavonoid dapat meningkatkan jumlah leukosit pada hewan uji tikus putih yang terpapar benzena (Khumairoh, Tjandrakirana dan Budijastuti, 2013). Leukosit merupakan lini pertama dalam pertahan tubuh non spesifik. Leukosit akan berperang pertama kali jika adanya benda atau mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian tersebut, maka ada kemungkinan dengan adanya pemberian madu kelengkeng dapat memberikan pengaruh terhadap sistem imun non spesifik berupa peningkatan jumlah leukosit pada tikus jantan galur Wistar.

F. Hipotesis

Pemberian madu kelengkeng memiliki pengaruh berupa peningkatan terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.


(39)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, yaitu dengan melakukan percobaan terhadap kelompok perlakuan dan hasilnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Rancangan acak merupakan cara menetapkan sampel yang digunakan pada penelitian dengan pengacakan sehingga setiap sampel akan mendapat kesempatan yang sama untuk masuk dalam kelompok kontrol atau kelompok perlakuan. Pola searah ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang sama pada kelompok perlakuan, yaitu pemberian larutan madu kelengkeng. Penelitian ini dilakukan pada subjek uji tikus putih jantan galur Wistar yang dipeoleh dari laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Kriteria inklusi yaitu tikus putih berkelamin jantan, berat badan lebih kurang antara 200-300 gram, berumur 2-3 bulan, sehat, bergalur Wistar. Kriteria drop out

adalah tikus yang mati selama perlakuan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi-Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan di Unit III Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.


(40)

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian a) Variabel utama

1) Variabel bebas : dosis madu kelengkeng 2) Variabel tergantung : jumlah sel darah putih

b) Variabel pengacau

1) Variabel yang dikendalikan : jenis makanan, variasi genetik, jenis kelamin, berat badan, umur tikus, dan galur tikus.

2) Variabel yang tidak dikendalikan : patofisiologis dan kondisi psikologis tikus. 2. Definisi operasional

a. Madu kelengkeng. Madu monoflora yang berasal dari satu bunga yaitu bunga kelengkeng (Nephelium longata L.) yang diproduksi oleh lebah-lebah liar. Madu kelengkeng yang digunakan diperoleh dari PT.Madu Pramuka

yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.

b. Sel darah putih. Leukosit atau sel darah putih adalah sel heterogen yang memiliki fungsi beragam yang berasal dari satu sel bakal (stem cell)


(41)

sehigga tidak berwarna (yaitu putih) kecuali jika secara spesifik diwarnai agar dapat dilihat dengan mikoskop (Sherwood, 2011). Jumlah sel darah putih sekitar 6000-10.000 mm3 darah (Fiscbach,2004).

C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama

Madu kelengkeng yang diperoleh dari salah PT. Madu Pramuka yang merupakan salah satu distributor madu di Yogyakarta.

2. Hewan uji

Tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dengan berat 200-300 gram diperoleh dari Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 3. Antigen

Antigen yang digunakan pada pennelitian kali ini adalah Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%.

4. Bahan untuk uji jumlah sel darah putih

Sampel darah tikus yang sebelumnya telah di injeksi dengan madu kelengkeng dan diinfeksi antigen berupa Suspensi Darah Merah Domba (SDMD) 1%, EDTA.

D. Alat Penelitian

Spuit injeksi oral, spuit injeksi intraperitonial, tabung reaksi, gelas beker, pipa kapiler, tabung EDTA, sentifuge, Sysmex XT 1800i Automated Hematology Analyzers, mikropipet, laminar air flow (LAF).


(42)

E. Tata Cara Penelitian 1. Tahap penentuan dosis madu kelengkeng

Besarnya dosis madu kelengkeng ditentukan berdasarkan dosis yang dianjurkan pada manusia adalah 1-2 kali/hari 1 sendok makan (15 mL) (Suranto, 2007). Konversi dosis pada manusia yang berat badannya 70 kg ke tikus yang berat badannya 200 g adalah 0,018 (Ngatidjan, 1991). Dosis madu hutan untuk tikus 200 g adalah :

Faktor konversi x dosis = 0,018 x 30 mL = 0,54mL/200 g BB

Madu yang disuntikan secara peroral ke hewan uji sebanyak dua kali peringkat dosis tersebut yaitu 0,6 mL ; 1,2 mL;2,3 mL.

2. Tahap praperlakuan hewan uji

Sebelum penelitian dilaksanakan, semua hewan uji ditimbang beratnya, kemudian hewan uji diadaptasi selama satu minggu di laboratorium Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma untuk penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

3. Tahap pembuatan suspensi darah merah domba 1 % (SDMD)

Darah Domba yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Balai Kesehatan dan Penelitian Yogyakarta. Pembutan antigen suspensi darah merah domba 1% (SDMD) dilakukan di Lembaga Pengembangan Penelitian Terpadu (LPPT) Unit III Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Darah Domba yang diperoleh kemudian dibagi ke dalam beberapa tabung disentrifuge kemudian dilanjutkan dengan sentrifuge dengan kecepatan


(43)

3000 rpm selama 10 menit. Pada bagian atas akan tampak lapisan cairan berwarna bening yaitu supernatan yang merupakan plasma yang kemudian dibuang. Kemudian tambahkan larutan Phosphat Buffered Saline (PBS)pH 7,2 dalam tabung sebanyak tiga kali volume SDMD yang tersisa. Tabung dibolak-balik agar tersuspensi rata dan disentrifuge kembali dengan kecepatan 3000 rpm. Pencucian dilakukan paling sedikit tiga kali. Setelah disentrifugasi, PBS dibuang kembali sehingga yang tertinggal di dalam tabung adalah SDMD 100%. Kemudian suspensi SDMD 100% diambil sebanyak 0,5 ml lalu ditambahkan PBS dengan volume sama sehingga didapat suspensi SDMD 50%. Untuk mendapatkan suspensi SDMD 1%, maka dari suspensi SDMD 50% diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan PBS sampai 50ml (Kumala, Dewi, dan Nugroho, 2012).

4. Tahap orientasi dosis madu kelengkeng

Tahap orientasi dosis dilakukan untuk mengetahui dosis madu kelengkeng yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus jantan. Tikus jantan sejumlah 12 ekor dari galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 200-300 g. Tikus tersebut dibagi secara random menjadi 4 kelompok, dengan masing-masing kelompok berjumlah tiga ekor. Kelompok-kelompok tersebut antara lain :

a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa diberi perlakuan madu kelengkeng.

b. Kelompok perlakuan 1 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis 0,6 mL/200 g BB.


(44)

c. Kelompok perlakuan 2 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis 1,2 mL/200 g BB.

d. Kelompok perlakuan 3 : kelompok tikus yang diberi larytan madu kelengkeng dengan dosis 2,3 mL/200 g BB.

Dua belas ekor tikus disuntikkan dengan madu kelengkeng secara peroral sesuai dengan dosis masing-masing untuk tiap kelompok percobaan selama 7 hari berturut-turut (Gomathi, Prameela, Pumar, and Rajendra, 2012). Pada hari ke-0 semua tikus diinjeksi dengan antigen berupa suspensi darah merah domba (SDMD) 1% sebanyak 2 mL/200 g BB secara peritonial (Kumala, dkk., 2012). Kemudian pada hari ke-8, darah tikus akan dikumpulkan melalui sinus orbitalis untuk dilakukan perhitungan jumlah total dan hitung jenis sel darah putih (leukosit) dengan metode flow cytometry menggunakan alat Sysmex XT 1800i Automated Hematology Analyzers yang dilakukan di laboratorium klinik Hi-Lab Yogyakarta. Hasil percobaan pada tahap orientasi dosis ini akan digunakan pada tahap percobaan.

5. Tahap percobaan

Tikus jantan sejumlah 20 ekor dari galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat badan 200-300 g. Tikus tersebut dibagi secara random menjadi empat kelompok, dengan masing-masing kelompok berjumlah lima ekor. Kelompok-kelompok tersebut antara lain :

a. Kelompok kontrol negatif : kelompok tikus tanpa diberi perlakuan madu kelengkeng.


(45)

b. Kelompok perlakuan 1 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis dan volume pemberian yang didapatkan dari hasil orientasi yaitu 0,6 ml/200 g BB.

c. Kelompok perlakuan 2 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis dan volume pemberian yang didapatkan dari hasil orientasi yaitu 1,2 ml/200 g BB.

d. Kelompok perlakuan 3 : kelompok tikus yang diberi larutan madu kelengkeng dengan dosis dan volume pemberian yang didapatkan dari hasil orientasi yaitu 2,3 ml/200 g BB.

Dua puluh ekor tikus disuntikkan dengan madu kelengkeng secara peroral sesuai dengan dosis masing-masing untuk tiap kelompok percobaan selama 7 hari berturut-turut (Gomathi, dkk., 2012). Pada hari ke-0 semua tikus diinjeksi dengan antigen berupa suspensi darah merah domba (SDMD) 1% sebanyak 2 mL/200 g BB secara peritonial (Kumala, dkk., 2012). Kemudian pada hari ke-8, darah tikus akan dikumpulkan melalui sinus orbitalis untuk dilakukan perhitungan jumlah total dan hitung jenis sel darah putih (leukosit). Perhitungan jumlah total dan hitung jenis leukosit dilakukan dengan cara yang sama seperti yang dilakukan pada tahap orientasi.


(46)

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan melakukan uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov (p>0,05). Data yang terdistribusi normal (p >0,05) dilanjutkan dengan uji Levene untuk mrngrtahui homogenitas data. Data selanjutnya dianalisis dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian jika data terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey.


(47)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah total sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar. Pengukuran jumlah total sel darah putih dilakukan di laboratorium klinik Hi-Lab Yogayakarta menggunakan metode Flow Cytometry. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi normal data kemudian dilanjutkan dengan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data dan selanjutnya dilakukan analisis one way

ANOVA dengsan taraf kepercayaan 95%.

A. Identifikasi Madu Kelengkeng

Penelitian ini menggunakan bahan alam berupa madu kelengkeng sebagai bahan utama yang berasal dari salah satu distributor madu di kota Yogyakarta. Kebenaran identitas dan kemurnian madu kelengkeng diketahui dengan melakukan identifikasi pada madu kelengkeng yang digunakan. Proses identifikasi yang dilakukan pada madu kelengkeng ini dilakukan dengan beberapa cara-cara sebagai berikut :

a. Ihsan (2011) dengan menuangkan madu ke dalam segelas air dimana jika madu tersebut mengendap dan tiak bercampur dengan air dan air tetap jernih maka madu tersebut murni.

b. Menurut cara yang dijelaskan oleh Saqa (2010) yaitu saat menuangkan cairan madu dari dalam wadah, madu dikatakan murni jika saat dituang madu tersebut seperti benang dan tidak terputus.


(48)

c. Menurut Sulaiman (2010) cara lain untuk mengetahui kemurnian madu adalah dengan mencium bau madu dimana jika madu asli akan tercium aroma madu bercampur dengan aroma tumbuhan yang madunya dihisap oleh lebah dimana aroma tersebut akan tercium seperti aroma tumbuhan tersebut. Ikhsan (2011) juga menyatakan bahwa madu asli memiliki aroma dan rasa yang khas tergantung jenis nektar yang dihisap oleh lebah.

Hasil identifikasi yang diperoleh dari cara-cara yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa madu kelengkeng yang digunakan adalah madu murni dan asli karena ketika dituang ke dalam segelas air, madu tersebut langsung mengendap dan tidak terputus alirannya (Lampiran 6).

Dari hasil uji organoleptis yang dilakukan pada madu kelengkeng melalui penciuman dan pengecapan didapatkan bahwa aroma dan rasa madu tersebut sangat khas dan mirip dengan buah kelengkeng sehingga hal ini menunjukkan bahwa madu kelengkeng yang digunakan pada penelitian ini adalah madu kelengkeng asli.

B. Pembuatan Antigen Suspensi Darah Merah Domba 1% (SDMD) Sistem imun akan bekerja atau teraktivasi jika adanya benda asing (antigen) yang masuk ke dalam tubuh. Pemberian antigen berupa SDMD 1% pada penelitian ini bertujuan untuk merangsang respon imun terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh tikus. Penelitian ini menggunakan SDMD 1% untuk imunisasi karena mudah diperoleh dalam suspensi yang seragam, dapat diukur dan


(49)

memiliki sifat antigenik yang tinggi. Kelebihan dari SDMD1% juga aman dan mudah dalam penanganannya dibandingkan jika menggunakan bakteri sebagai antigen. Selain hal tersebut, penggunaan SDMD 1% dalam penelitian ini karena SDMD merupakan susbtansi asing yang berasal dari luar tubuh tikus yaitu berasal dari gen spesies lain di mana pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurniato (2010) yang juga menyatakan bahwa semakin asing antigen yang digunakan maka respon imun yang ditimbulkan semakin efektif.

Pembuatan antigen suspensi darah merah domba 1% digunakan Phosphat Buffered Saline (PBS) sebagai larutan pencuci dan pengencer darah. Pencucian darah bertujuan untuk mendapatkan sel darah merah domba yang murni yang artinya tidak tercemar oleh protein serum. Larutan PBS yang digunakan merupakan larutan dapar isotonis dengan pH 7,2 (Kumala, Dewi dan Nugroho, 2012).

Larutan PBS yang dipilih dengan pH 7,2 berfungsi sebagai larutan dapar isotonis. PBS isotonis memiliki pH kurang lebih sama dengan pH darah yang berada pada kisaran 7,2 sehingga akan menjaga kestabilan sel darah merah domba dan tidak terjadi hemolisis karena pH di dalam dan di luar sel darah sama (Kumala, dkk., 2012).

Sediaan darah yang ada di dalam tabung disentrifuge dengan kecepatan 3000rpm yang bertujuan untuk mengendapkan sel darah merah dan memisahkannya dengan bagian plasma. Pencucian dilakukan dengan PBS secara berulang minimal tiga kali sampai didapatkan bagian atas yang berwarna bening yang bertujuan untuk memastikan bahwa semua komponen sel darah merah telah


(50)

mengendap di bagian dasar tabung dan diperoleh SDMD pekat dengan konsentrasi 100% yang akan digunakan untuk pembuatan suspensi darah merah domba (SDMD) 1%. SDMD ini dapat disimpan selama 30 hari dalam kulkas atau es (4oC) (Mulyaningsih, 2007).

C. Uji Imunostimulan Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Sel Darah Putih (Leukosit) dengan Metode Flow Cytometry

Uji imunostimulan madu kelengkeng dilakukan dengan perhitungan jumlah total sel darah putih bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap peningkatan jumlah total sel darah putih (leukosit) pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar dengan metode flow cytometry.

Metode flow cytometry ini dipilih karena metode ini merupakan metode yang umum digunakan untuk perhitungan sel darah. Perhitungan dengan metode flow cytometry memiliki keunggulan yaitu cepat dalam proses pengukuran karena metode ini dapat mengukur sel dengan kecepatan 100.000 sel per detik sehingga waktu yang digunakan lebih efisien dan hasil yang lebih akurat karena data langsung diperoleh secara digital yang kemudian ditampilkan dengan komputer. Flow cytometry merupakan tekhnik analisis sel tunggal. Prinsip kerja dari flow cytomtery adalah menghitung dan menganalisa sel yang tersuspensi ke dalam aliran fluida yang akan melewati dan menyerap gelombang cahaya dari sinar laser dengan panjang gelombang tertentu dimana cahaya tersebut akan dipantulkan kembali dan terbaca oleh detektor (Idowu and Riley, 2003).


(51)

Tahapan untuk menghitung jumlah total leukosit dilakukan dengan cara menampung sebanyak 1 mL sampel darah tikus ke dalam wadah berupa tabung yang sudah diberikan EDTA terlebih dahulu sebagai antikoagulan untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Sampel darah tersebut kemudian dilakukan perhitungan untuk jumlah total leukosit degan metode flow cytometry menggunakan Sysmex XT 1800i Automated Hematology Analyzers. Sel darah akan disedot ke dalam aliran sel yang dikelilingi dengan aliran fluida yang sempit. Darah akan melewati sinar laser yang terfokus kemudian darah akan menyerap dan menyebarkan cahaya yang mengenainya. Cahaya yang diserap pada panjang gelombang yang sesuai akan dipancarkan kembali dengan panjang gelombang yang berbeda. Cahaya atau fluoresent akan menyebarkan sinyal yang akan terdeteksi oleh ioda sehingga akan diperoleh data kuantitatif secara digital yang akan terbaca dan ditampilkan oleh komputer (Idowu and Riley, 2003).

Data yang diperoleh dari hasil perhitungan jumlah sel darah putih dianalisis secara statistik menggunakan program komputer SPSS 17.00 untuk melihat perbedaan signifikansi antar kelompok yang melibatkan semua kelompok uji.


(52)

D. Tahap Orientasi Dosis Madu Kelengkeng

Tahap orientasi dosis madu kelengkeng bertujuan untuk mengetahui mengetahui dosis madu kelengkeng yang memberikan pengaruh terhadap peningkatan jumlah total dan hitung jenis sel darah putih (leukosit). Data yang diperoleh dari hasil dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui distribusi normal yang dilanjutkan dengan uji Levene

untuk mengetahui homogenitas data. Kemudian dilakukan analisis one way

ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%.. 1.Tahap orientasi hitung total leukosit

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p=0,632 (p>0,05) (Lampiran 9). Hasil uji Levene

menunjukkan bahwa data memiliki variasi yang homogen dengan nilai signifikansi p=0,131 (p>0,05) (Lampiran 9). Kemudian data yang terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji one way ANOVA.

Tabel I. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

Kelompok n Rata-rata

Leukosit±SD

P

Kelompok I 3 9,520±2,785 0,567(BTB)

Kelompok II 3 11,460±2,240

Kelompok III 3 12,550±2,050

Kelompok IV 3 13,430±5,500

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB


(53)

Hasil uji statistik one way ANOVA menunjukkan nilai p= 0,567 (p>0,05) (Lampiran 9). Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemberian madu kelengkeng belum dapat menstimulasi respon imun non spesifik khususnya peningkatan jumlah total leukosit secara maksimal. Dosis yang digunakan pada tahap percobaan tetap menggunakan dosis pada tahap orientasi dengan pertimbangan tidak mungkin untuk menaikkan dosis madu kelengkeng lagi karena dosis yang digunakan sudah mencapai batas volume maksimal pemberian pada tikus yang dikhawatirkan jika ditingkatkan akan menyebabkan kematian pada hewan uji ketika diberikan madu kelengkeng secara peroral. Penurunan dosis madu kelengkeng juga tidak dilakukan karena pada dosis yang digunakan ini menunjukkan terdapat perbedaan yang tidak bermakna dan apabila dilakukan penurunan dosis dikhawatirkan bahwa efek imunostimulan madu kelengkeng semakin tidak dapat terlihat sehingga tetap tidak menunjukkan hasil yang berbeda secara signifikan.

2. Tahap orientasi hitung jenis leukosit

Hasil uji Kolmogorov-Smirnov data hitung jenis leukosit yang terdiri dari neutrofil, monosit, limfosit, basofil dan eusinofil menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p=0,589; p=0,683; p=0,766; p=0,822; p=1,118 (p>0,05) (Lampiran 10, 11, 12,13, dan 14). Hasil uji Levene menunjukkan bahwa data homogen dengan nilai p=0,129; p=0,555; p=0,266; p=0,330; p=0,664 (p > 0,05) (Lampiran 10, 11, 12, 13, dan 14). Data yang terdistribusi normal dan homogen dilanjutkan dengan uji one way ANOVA.


(54)

Tabel II. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

Kel. I : Kontrol Negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB

Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

(BTB) : Berbeda Tidak Bermakna

Hasil uji statistik data hitung jenis leukosit pada tahap orientasi menggunakan one way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna untuk semua komponen hitung jenis leukosit dimana nilai p=0,209; p=0,315; p=0,956; p=0,659; p=0,709 (p>0,05) (Lampiran 10, 11, 12, 13, dan 14).

Dosis hitung jenis leukosit pada tahap orientasi tetap digunakan pada tahap percobaan. Hal ini disebabkan karena perhitungan jumlah total dan hitung jenis leukosit selalu dilakukan secara bersamaan dan menggunakan satu sampel yang sama sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan dosis atau menggunakan dosis yang berbeda baik untuk hitung total ataupun hitung jenis leukosit.

Kelompok N Mean Differential Count (%) ± SD

N M L E B

I 3 1980,00±701,64 490,00±175,78 6830,00±2029,78 118,00±33,46 20,00±10,00

II 3 2656,66±1041,84 663,33±325,63 7986,67±1366,98 132,00±16,43 26,66±5,77

III 3 3690,00±2268,39 776,66±208,16 7800,00±3432,14 136,00±20,74 16,66±5,77 IV 3 4606,66±1310,74 1013,33±485,01 7766,67±3669,35 134,00±32,09 23,33±15,27 Nilai

Signifikansi (P)


(55)

E. Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng Terhadap Jumlah Total dan Hitung Jenis Leukosit Pada Hewan Uji Tikus Jantan Galur

Wistar

1. Hitung total leukosit

Hitung total leukosit bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap peningkatan jumlah total leukosit pada tikus jantan galur wistar. Pengukuran lekosit dilakukan karena leukosit merupakan komponen dari sistem imun non spesifik yng menjadi lini pertama untuk berperang jika adanya benda asing atau mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh.

Hasil uji Kolmogorov Smirnov menunujukkan bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p=0,700 (p>0,05) (Lampiran 15). Hasil uji Levene

menunjukkan bahwa data homogen dengan nilai p=0,179 (p>0,05) (Lampiran 15). Data yang terdistribusi normal dan homogen, kemudian dilanjutkan dengan uji

one way ANOVA.

Tabel III. Purata ± SD Jumlah Total Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

Kelompok n Rata-rata

Leukosit±SD

P Kelompok I 5 10,106±1,374 0,358(BTB)

Kelompok II 5 10,514±0,344

Kelompok III 5 10,620±0,620

Kelompok IV 5 11,098±0,702

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

(BTB) : Berbeda Tidak Bermakna

Hasil uji statistik data hitung total jumlah leukosit dengan one way

ANOVA menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara kelompok kontrol negatif dan kelompok perlakuan dimana p= 0,358 (Lampiran 15).


(56)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemberian madu kelengkeng memberikan perbedaan yang tidak bermakna berupa peningkatan jumlah sel darah putih antara kelompok perlakuan terhadap kelompok kontrol negatif.

Peningkatan jumlah total leukosit yang tidak signifikan ini kemungkinan disebabkan oleh jenis madu yang digunakan. Menurut Martyarini (2011) kualitas madu yang dapat mempengaruhi manfaatnya di bidang medis sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis bunga, cuaca dan iklim serta cara pengolahannya. Perbedaan faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan kualitas kandungan di dalam madu sehingga dapat memberikan hasil yang berbeda pula terutama jika digunakan untuk kesehatan. Penelitian yang terdahulu tidak menyebutkan jenis madu yang digunakan Tonks, dkk.(cit., Manyi-Loh, dkk., 2011). Namun bila dilihat dari lokasi penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan sekarang terdapat perbedaan lokasi penelitian sehingga kemungkinan kualitas senyawa uji yang digunakan juga berbeda dan menyebabkan perbedaan pada hasil yang diperoleh.

2. Hitung Jenis Leukosit

Hitung jenis leukosit merupakan salah satu parameter penting dalam sistem imun non spesifik. Hitung jenis leukosit terdiri neutrofi, monosit, limfosit, basofil dan eosinofil. Hitung jenis leukosit bertujuan untuk mengetahui komponen leukosit mana yang akan terstimulan dengan adanya pemberian senyawa uji berupa madu kelengkeng.


(57)

Hasil uji statistik data hitung jenis leukosit yang terdiri dari neutrofil, monosit, limfosit, basofil dan eosinofil menggunakan uji

Kolmogorov Smirnov menunjukkan data terdistribusi normal dengan nilai p=0,592; p=0,523; p=0,803; p=1,499; p=1,118 (p>0,05) (Lampiran 16, 17, 18, 19, dan 20). Hasil uji Levene menunjukkan bahwa data homogen dengan nilai p=0,220; p=0,739; p=0,156; p=1,000; p=0,664 (p>0,05) (Lampiran 16, 17, 18, 19, dan 20). Data yang terdistribusi normal dan homogen, kemudian dilanjutkan dengan uji one way ANOVA.

Tabel IV. Purata ± SD Hitung Jenis Leukosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

Kelompok N Mean Differential Count (%) ± SD

N M L E B

I 5 2032,00±250,14 678,00±64,67 7264,00±1098,58 118,00±33,47 14,00±5,48

II 5 2160,00±87,75 774,00±95,55 7430,00±201,62 132,00±16,43 16,00±5,48

III 5 2184,00±102,61 802,00±87,58 7480,00±489,08 136,00±20,74 16,00±5,48

IV 5 2302,00±149,23 842,00±60,99 7800,00±536,84 134,00±32,09 14,00±5,48

Nilai Signifikansi (P)

0,108(BTB) 0,028(BB) 0,645 (TB) 0,709(TB) 0,880(TB)

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

(BTB) : Berbeda Tidak Bermakna

Hasil uji statistik one way ANOVA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna untuk semua komponen hitung jenis leukosit yaitu neutrofil, limfosit, basofil dan eosinofil dimana nilai p=0,108; p=0,645; p=0,709; p=0,880 (p>0,05) (Lampiran 16, 18, 19 dan 20). Hasil uji statistik one way ANOVA untuk monosit menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada dosis 2,3 mL terhadap kontrol negatif dimana nilai p=0,028 (<0,05) (Lampiran 17).

Dari hasil uji statistik terlihat bahwa terdapat perbedaan yang tidak bermakna untuk masing-masing komponen penyusun leukosit seperti neutrofil,


(58)

limfosit, basofil dan eosinofil tersebut dimana hal ini dapat disebabkan karena sifat dari masing-masing komponen penyusun leukosit.

Limfosit adalah sel penyusun leukosit terbanyak kedua yang beredar di aliran darah perifer. Limfosit berperan aktif pada sistem imun spesifik (Baratawidjaja dan Rengganis, 2010). Limfosit sendiri akan teraktivasi bila ada paparan atau infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri (Davey, 2002). Basofil dan eosinofil merupakan komponen penyusun leukosit dengan jumlah paling sedikit. Basofil jarang ditemukan di aliran darah yang bila teraktivasi oleh cedera akan mengeluarkan histamin, bradikinin dan seretonin (Corwin, 2009). Menurut Tjay dan Rahardja (2007) basofil memiliki peran dalam proses peradangan (inflamasi). Eosinofil merupakan sel yang berperan pada proses terjadinya alergi dan akan teraktivasi bila adanya infeksi yang disebabkan parasit (helmintik) (Corwin, 2009). Neutrofil paling banyak dijumpai di dalam darah dan berperan sebagai fagositosis utama yang bergerak cepat meninggalkan peredaran darah menuju tempat sasaran jika adanya luka atau antigen yang masuk ke dalam tubuh tetapi tidak dapat bertahan lama untuk memfagositosis. Sifat dari neutrofil yang hanya beberapa jam di aliran darah diduga menjadi salah satu penyebab hasil yang tidak bermakna pada penelitian ini karena saat pengambilan darah kemungkinan neutrofil sudah bermigrasi ke jaringan sehingga saat diambil darah jumlah neutrofil di aliran darah sudah sedikit.

Hasil analisis menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna untuk jumlah monosit antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok perlakuan dengan dosis 2,3 mL/200gBB (Tabel 5 dan Gambar 7).


(59)

Tabel V. Hasil Analisis Uji Post-Hoc Tukey Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng pada Tahap Percobaan

Kelompok Perlakuan I II III IV

I - BTB BTB BB

II BTB - BTB BTB

III BTB BTB - BTB

IV BB BTB BTB -

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

Tabel VI. Peningkatan Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng Dibanding Kontrol Negatif

Kelompok perlakuan madu

kelengkeng Peningkatan jumlah monosit (%)

Kelompok I 14,160

Kelompok II 18,300

Kelompok III 24,200

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

Gambar 7. Grafik Rata-rata Hasil Pengukuran Jumlah Monosit setelah Pemberian Madu Kelengkeng

Ket. Kel. I : Kontrol negatif

Kel. II : Madu kelengkeng dosis 0,6 mL/200 g BB Kel. III : Madu kelengkeng dosis 1,2 mL/200 g BB

Kel. IV : Madu kelengkeng dosis 2,3 mL/200 g BB

0 200 400 600 800 1000 Ju m lah M on os it Kelompok Perlakuan


(60)

Perbedaan bermakna pada monosit ini kemungkinan dikarenakan monosit yang terukur adalah monosit yang baru dilepaskan ke aliran darah sehingga ketika dilakukan pengkuran menyebabkan peningkatan pada jumlah monosit. Sherwood (2011) menyatakan bahwa jenis-jenis leukosit diproduksi dengan kecepatan yang sama sesuai dengan kebutuhan dan monosit sendiri akan bergerak secara lambat meninggalkan aliran darah sekitar 8-12 jam kemudian setelah neutrofil bermigrasi terlebih dahulu ke jaringan. Peningkatan monosit ini masih tidak dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya untuk pengaruh pemberian madu kelengkeng karena pada penelitian ini tidak dilakukan pengukuran aktivitas dari makrofag yang merupakan bentuk diferensiasi dari monosit yang berada di jaringan.

Kelemahan dari penelitian ini adalah tidak dilakukan pengukuran aktivitas dari sel-sel fagosit sehingga masih tidak dapat dikatakan apakah pemberian madu kelengkeng dapat berpengaruh atau tidak sebagai imunostimulan pada penelitian ini, meskipun terjadi peningkatan jumlah pada monosit.


(61)

43 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pemberian madu kelengkeng tidak memberikan pengaruh berupa peningkatan terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

B. Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran jumlah sel-sel fagosit yang spesifik seperti neutrofil dengan metode neutrophil adhesion test dan aktivitas kapasitas makrofag.

2. Perlu dilakukan pengukuran jumlah sel-sel fagosit setiap hari setelah

pemberian antigen selama senyawa uji diberikan untuk penelitian imunologi dengan parameter leukosit.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Litchman, A.H., 2005, Cellular and Moleular Immunology, 5th ed., Elsevier Publisher, Philadelphia.

Aden, 2010, Manfaat dan Khasiat Madu, Hanggar Kreator, Yogyakarta, pp.49-51. Akib, A.A.P., Munasir, Z., Kurniati,N., 2008, Buku Ajar Alergi. Imunologi Anak,

edisi ke-2, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta,pp.11.

Anasiwi, N., 2010, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanolik Daun Kersen Terhadap Titer Imunoglobulin M dan Sel Proliferasi Limfosit pada Tikus yang Diinduksi Vaksin Hepatitis B, Skripsi, 36-37, 44, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Arnas, Y., 2009, Pengaruh Pemberian Seduhan Teh Hitam (Camellia sinensis) Dengan Dosis Bertingkat Terhadap Proliferasi Limfosit Mencit BALB/c

yang Diinokulasi Salmonella typhimurium, Skripsi, 8-9, Universitas Diponegoro, Semarang.

Arsani, R.B, 2010, Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanolik Daun Kersen (Muntingia calabura L.) terhadap peningkatan Titer Imunoglobulin G (IgG) dan Fagositosis Makrofag pada Tikus yang diinduksi vaksin hepatitis B, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp.15, 49. Asih, I.A.R.A., Ratnayani,K., dan Swardana,I.B., 2012, Isolasi dan Identifikasi

Senyawa Golongan Flavonoid dari Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.), Jurnal Kimia, Fakultas MIPA Universitas Udayana, Bali. Baratawidjaja, K. G., D.I. Rengganis, 2010, Imunologi Dasar, edisi ke-9, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp.29, 32, 59, 222-228. Benjamini, E., Coico, R., and Sunshine, G., 2003, Imunology :A Short Course,

Edisi 4., A Jhon Wiley & Sons, USA, pp.17-22.

Budiman, B., 2008, Peranan protektif dan non-protektif Nitric Oxide (NO) pada Respon Imun, Makalah Imunologi, 43, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Corwin, E.J., 2009, Buku saku Patofisiologi. Edisi ke-3, Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta, pp.141.

Davey, P., 2002, At a Glance Medicine, Erlangga, Jakarta, pp.62.

Djauzi, S., 2003, Perkembangan Imu-nomodulator. Simposium Peranan Echinacea sebagai imunomodulator dalam Infeksi Virus dan Bakteri. Gheldof N, Wang Xiao-Hong, and Engeseth N J., 2002, Identification and

Quantification of Antioxidant Components of Honeys from Various Floral Sources, J Agr Food Chem, 50, 5870-5877.

Gomathi, P., Prameela, R., Kumar, A.S., and Rajendra, Y., 2012, Evaluation of Immunomodulatory activity of Anthocyanins from two forms of Brassica oleracea, Journal of Pharmacy Research, 1665-1668,India.

Giknis, M.L.A. and Clifford, C.B., Clinical Laboratory Parameters, Seneville, pp.6.

Gorda, I.W., Soma, I.G., dan Dharmayudha, A.A.G.O., 2011, The Influence of Honey In the Incision Wound Recovery in Mice (Mus musculus),


(63)

Laporan Penelitian, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Bali.

Hariyati, L., F., 2010, Aktivitas Antibakteri Berbagai Jenis Madu terhadap Mikroba Pembusuk (Pseudomonas fluorescens Fncc 0071 dan

Pseudomonas putid Fncc 0070), Skripsi, 2, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Haviva, A.B., 2011, Dahsyatnya Mukjizat Madu Untuk Kesehatan, Kecantikan dan Kecerdasan, Diva Press, Yogyakarta, pp.23.

Ikhsan, A.A., 2011, Terapi Madu Hidup Sehat Ala Rasul, Javalitera, Yogyakarta, pp.90.

Jaya, F., Lilik E. R., Awally, K.U.A., dan Umi, K., 2008, Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis terhadap Sistem Kekebalan Seluler pada Tikus Putih (Rattus novergocus) Strain Wistar, Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 9 No.1, 6.

Kasih, P.M., 2012, Pengaruh Pemberian Madu Hutan Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Pada Hewan Uji Tikus Jantan Galur Wistar, Skripsi,36, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Khumairoh, T., Tjandrakirana Budijastuti.W., 2013, Pengaruh Pemberian Filtrat Daun Sambiloto terhadap Jumlah Leukosit Darah Tikus Putih yang Terpapar Benzena, Universitas Begeri Surabaya, Surabaya, pp.3.

Kresno, S.B., 2001, Imunologi Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, 4th.ed., Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Jakarta, pp.341-344.

Kumala, S., Dewi, A.T. dan Nugroho,Y.A., 2012, Efek Imunostimulan Ektrak Etanol Herba Pegagan ( Centell asiatica (L.) Urban.) Terhadap Ig G Mencit Jantan Yang Diinduksi Sel Darah Merah Domba, Universitas Pancasila, Jakarta Selatan.

Louise, H., 2011, Buku Saku Imunologi Berorientasi Pada Kasus Klinik, Binarupa Aksara Publisher, Tangerang Selatan, pp.9.

Manyi-Loh, C.E., Clarke, A.M., Ndip, R.N., 2011, An overview of honey: Therapeutic Properties and Contribution in Nutrition and Human Health, J Microbiol, Department of Biochemistry and Microbiology, SouthAfrica.

Maratani, A., 2006, Pengaruh Pemberian Rebusan Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa), Terhadap Produksi Reactive Oxygen Intermediet Makrofag Pada Mencit Balb/c yang Diinfeksi Samonella thypimurium,

Artikel karya tulis ilmiah, 8, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Marsetyawan, HNES., 2000, Konsep Dasar Sistem Imun dan respon Imun dalam Kumpulan Kuliah Biologi Sel dan Biologi Molekuler, Tim Pengelola Program Doktor FK UGM, Yogyakarta.

Martyarini, S.A., 2011, Efek Madu Dalam Proses Epitelisasi Luka Bakar Derajat Dua Dangkal, Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.


(64)

Mastan, S.K., Saraseeruha, A., Gourishankar, Chaitanya, G., Raghunandan, N., Reddy, G.A., et.al., 2012, Immunomodulatory Activity of Methanolic Extract of Syzygium Cumini Seeds, Depatement of Pharmacology, India, 3, 895-903.

Middleton, E., Kandaswami, C. and Theoharis, C.T., 2000, The Effects of Plant Flavonoids on Mammalian Cells Implications for Inflammation, Heart Disease, and Cancer, Pharmacol Rev, Tufts University School of Medicine, Boston, pp.667-668.

Mulu, A., Tessema, B., and Derby, F., 2004. In vitro Assesment of The Antimicrobial Potential of Honey on Common Human Pathogens, Ethiop.J. Health Dev, pp. 18.

Mulyaningsih, S., 2007, Aktivitas Imunostimulan Ekstrak Etanol Daun Rambutan

(Nephlium Lappaceum L) Pada Mencit, Univeritas Islam Indonesia, Yogyakarta, pp.2.

Ngatidjan, 1991, Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam Toksikologi, hal. 94, Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp.94.

Parwata, A., Ratnayani, K., dan Listya, A. (2010). Aktivitas Antiradikal Bebas Serta Kadar Beta Karoten Pada Madu Randu (Ceiba pentandra) Dan Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.), Jurnal Kimia, FMIPA Universitas Udayana, 55.

Pearce, E.C., 2009, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, pp 162-164.

Rahman, A.D., 2011, Aktivitas Antihiperglikemik dari Biomassa dan Polisakarida Ekstraseluler Porphyridium cruentum Sebagai Inhibitor α-Glukosidase, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Riley, R.S., Idowu, M., 2003, Principles and Application of Flow Cytomery, Medical College of Virginia, Virginia, pp.2-3.

Rostinawati, T., 2009, Aktivitas Antibakteri Madu Amber dan Madu Putih Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa multiresisten dan

Staphylococcus aureus Resisten Metisilin, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor.

Sacher, R.A., McPherson, R.A., 2011, Pemeriksaan Laboratorium, edisi ke-11, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.26,55-58,109.

Saqa, M., 2010, Pengobatan Dengan madu, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, pp.18.

Sidiqqa, I.M., 2008, Potensi Madu Kelengkeng Perhutani dan Madu Randu Perhutani Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri MRSA ( Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus) yang Diisolasi Dari Spesimen Apus Luka Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, Skripsi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Sambodo, N.W., 2009, Uji Efek Tonik Madu Rambutan pada Mencit Putih Jantan dengan Metode Natatory Exhaustion, Skripsi,5, Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Sari, Damas, 2006, Aktivitas Imunomodulator Infusa Daun Rambutan (Nephelium lappaceum, L.) Terhadap respon Imun Non-spesifik Pada Mencit Secara


(1)

Lampiran 18. Pengujian Statistik Limfosit Tahap Percobaan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

JUMLAH_LIMFO SIT

N 20

Normal Parametersa,,b Mean 7493.5000 Std. Deviation 642.93140 Most Extreme Differences Absolute .180

Positive .109

Negative -.180

Kolmogorov-Smirnov Z .803

Asymp. Sig. (2-tailed) .539

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Test of Homogeneity of Variances

JUMLAH_LIMFOSIT

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.991 3 16 .156

ANOVA

JUMLAH_LIMFOSIT

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 754135.000 3 251378.333 .567 .645 Within Groups 7099720.000 16 443732.500

Total 7853855.000 19

Descriptives

JUMLAH_LIMFOSIT

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

KONTROL 5 7264.0000 1098.58090 491.30032 5899.9316 8628.0684 5610.00 8570.00 DOSIS 1 5 7430.0000 201.61845 90.16651 7179.6576 7680.3424 7210.00 7730.00 DOSIS 2 5 7480.0000 489.08077 218.72357 6872.7260 8087.2740 6740.00 7910.00 DOSIS 3 5 7800.0000 536.84262 240.08332 7133.4218 8466.5782 7230.00 8460.00 Total 20 7493.5000 642.93140 143.76383 7192.5988 7794.4012 5610.00 8570.00


(2)

Lampiran 19. Pengujian Statistik Basofil Tahap Percobaan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

JUMLAH_BASO FIL

N 20

Normal Parametersa,,b Mean 15.0000 Std. Deviation 5.12989 Most Extreme Differences Absolute .335

Positive .335

Negative -.335

Kolmogorov-Smirnov Z 1.499

Asymp. Sig. (2-tailed) .022

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Descriptives

JUMLAH_BASOFIL

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

KONTROL 5 14.0000 5.47723 2.44949 7.1991 20.8009 10.00 20.00 DOSIS 1 5 16.0000 5.47723 2.44949 9.1991 22.8009 10.00 20.00 DOSIS 2 5 16.0000 5.47723 2.44949 9.1991 22.8009 10.00 20.00 DOSIS 3 5 14.0000 5.47723 2.44949 7.1991 20.8009 10.00 20.00 Total 20 15.0000 5.12989 1.14708 12.5991 17.4009 10.00 20.00

Test of Homogeneity of Variances

JUMLAH_BASOFIL

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.000 3 16 1.000

ANOVA

JUMLAH_BASOFIL Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 20.000 3 6.667 .222 .880

Within Groups 480.000 16 30.000


(3)

Lampiran 20. Pengujian Statistik Eosinofil Tahap Percobaan

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

JUMLAH_EOSIN OFIL

N 20

Normal Parametersa,,b Mean 130.0000 Std. Deviation 25.54665 Most Extreme Differences Absolute .250

Positive .250

Negative -.198

Kolmogorov-Smirnov Z 1.118

Asymp. Sig. (2-tailed) .164

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Test of Homogeneity of Variances

JUMLAH_EOSINOFIL

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.537 3 16 .664

ANOVA

JUMLAH_EOSINOFIL

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1000.000 3 333.333 .468 .709 Within Groups 11400.000 16 712.500

Total 12400.000 19

Descriptives

JUMLAH_EOSINOFIL

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound Upper Bound

KONTROL 5 118.0000 33.46640 14.96663 76.4460 159.5540 80.00 170.00 DOSIS 1 5 132.0000 16.43168 7.34847 111.5974 152.4026 120.00 160.00 DOSIS 2 5 136.0000 20.73644 9.27362 110.2523 161.7477 120.00 170.00 DOSIS 3 5 134.0000 32.09361 14.35270 94.1505 173.8495 110.00 190.00 Total 20 130.0000 25.54665 5.71241 118.0438 141.9562 80.00 190.00


(4)

68

BIOGRAFI PENULIS

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Madu Kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap Jumlah Sel darah Putih Pada Hewan Uji Tikus Jantan Galur Wistar” ini ditulis oleh Raisa Novitae. Penulis merupakan pertama dari Ir.Emanuel Joko dan Bawin Lamiang, yang lahir di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Pada tahun 1996-1997 penulis menempuh pendidikan di TK Katolik St. Maria, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Kemudian pada tahun 1997 penulis melanjutkan studi ke SD Katolik St. Don Bosco, Palngkaraya hingga tahun 2003. Pada tahun 2003-2006 penulis duduk di bangku SMPK St. Paulus, Palangkaraya. Selepas dari pendidikan SLTP penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 2 Pahandut, Palangkaraya pada tahun 2006 – 2009. Selanjutnya mulai tahun 2009 penulis duduk di bangku kuliah, yaitu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis pernah menjadi Koordinator Seksi Warta pada kepengurusan dan Retret Persekutuan Mahasiswa Kristen Apostolos Universitas Sanata Dharma pada tahun 2011-2012. Pada tahun 2012 penulis juga sempat menjadi peserta dan mahasiswa berprestasi dalam Hibah Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) pada kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K).


(5)

xvi

ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Madu kelengkeng yang mengandung flavonoid diduga memiliki aktivitas pada sistem pertahanan tubuh. Tujuan dari penelitian adalah memperoleh informasi mengenai pengaruh pemberian madu kelengkeng terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galur Wistar.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Sebanyak 20 ekor tikus dibagi dalam empat kelompok yaitu satu kelompok kontrol tanpa perlakuan dan tiga kelompok perlakuan madu kelengkeng dengan dosis masing-masing 0,60 mL/200gBB, 1,20 mL/200gBB dan 2,30 mL/200gBB. Semua kelompok perlakuan diberikan madu kelengkeng secara peroral selama tujuh hari. Pada hari ke-0 tikus diinjeksi dengan antigen berupa Suspensi Sel darah Merah Domba (SDMD) 1% secara peritonial. Pada hari kedelapan darah tikus dikumpulkan melalui sinus orbitalis. Perhitungan jumlah sel darah putih dilakukan dengan metode flow cytometry. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan melakukan uji normalitas dengan metode Kolmogorov-Smirnov yang dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dengan taraf kepercayaan 95%, kemudian jika data terdapat perbedaan yang bermakna dilanjutkan dengan uji Tukey.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian madu kelengkeng tidak berpengaruh terhadap peningkatan jumlah sel darah putih


(6)

xvii

ABSTRACT

The immune system is required by body as a defense against dangerous materials in the enviromental. Longan honey containing flavonoid is suspect have activity to immune system. The aim of this research is to get information about effect administration of longan honey to total leucocyte count on animals test of white male rats Wistar.

This research is experimental research study with randomized design. A total of 20 mice were divided into four groups, one negative control group with no treatment and three treatment groups longan honey with each dose 0,60 mL/200gBB, 1.20 mL/200gBB and 2.30 mL/200gBB. All treatment groups given the longan honey orally for seven days. On day-0, rats were injected with SDMD 1% in peritonial. On day-8 rats blood was collected from orbital sinus. Measurement of the number of white blood cells was conducted using Flow cytometry. The data obtained were statistically analyzed with

Kolmogorov-Smirnov method for normality test. The data were normally distributed (p> 0.05)

followed by one-way ANOVA test with a level of 95%, then if there is a significant difference will be followed by Tukey test.

The results showed that administration of longan honey is not effect increase in the total number of leukocytes in male rats Wistar.


Dokumen yang terkait

Uji Efek Repellent Nabati Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Tikus Putih Jantan Galur Wistar

10 33 75

PENGARUH SEDIAAN MADU BUNGA KELENGKENG (Nephelium longata L) TERHADAP FARMAKOKINETIKA PARASETAMOL YANG DIBERIKAN BERSAMA SECARA ORAL PADA KELINCI JANTAN.

0 2 25

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar.

0 2 93

Pengaruh pemberian madu klengkeng (Nephelium longata L). terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada tikus putih jantan galur wistar.

0 3 74

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiber officinale Roscoe)terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur wistar.

0 6 107

Pengaruh pemberian madu hutan terhadap proliferasi limfosit pada hewan uji tikus jantan galur wistar.

0 0 8

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiber officinale Roscoe)terhadap jumlah sel darah putih pada tikus putih jantan galur wistar

0 1 105

Pengaruh pemberian campuran madu kelengkeng (Nephelium longata L.) dan ekstrak etanolik jahe emprit (Zingiler officinale Roscoe) terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat tikus putih jantan galur wistar

4 12 91

Pengaruh pemberian madu klengkeng (Nephelium longata L). terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat pada tikus putih jantan galur wistar

0 0 72

Pengaruh pemberian madu kelengkeng (Nephelium longata L.) terhadap jumlah sel darah putih pada hewan uji tikus putih jantan galus wistar - USD Repository

0 0 86