BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus - Adri Gustiawan BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu

  mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan gula darah tingginya sudah membahayakan (Setiabudi, 2008). Faktor utama diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh kelompok sel beta di pankreas. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat (Setiabudi, 2008). Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya obat yang diminum atau suntikan insulin secara teratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan stroke (Setiabudi, 2008).

2. Etiologi a.

  Diabetes Melitus tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel- sel beta pankreas. Kombinasi faktor genetik, imonologi, dan dapat pula lingkungan (misalnya infeksi virus) di perkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta (Potter & Perry, 2006).

  1) Faktor genetik

  Pasien diabetes tidak mewarisi diabetes melitus tipe 1 itu sendiri tetapi, mewarisi suatu pedisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes melitus. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memilki tipe antigen HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

  2) Faktor imunologi

  Diabetes melitus tipe 1 terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara beraksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah – olah sebagai jaringan asing. 3)

  Faktor lingkungan Faktor – faktor eksternal juga dapat memicu destruksi sel beta. Sebagai contoh, hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. b.

  Diabetes Melitus tipe 2 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor – faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe 2. Faktor – faktor ini adalah: usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik (Potter & Perry, 2006).

3. Epidemologi

  Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai 285 juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes.

  Angka ini dikemukakan pada 20th World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara sahaja seramai 59 juta orang menghidap diabetes. Daripada jumlah itu Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang (International Diabetes Federation, 2008) Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara di Medan sendiri menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner (Waspada Online,2009). Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009) Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata (Waspada Online, 2009).

  Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7% (Hiswani, 2001). Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani, 2001).

4. Faktor Resiko

  Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa hal: a. Pola Makan

  Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes melitus

  . Hal ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan.

  b.

  Obesitas Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Ganong W.F, 2003). Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009).

  Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya (Misnadierly, 2007). Dengan demikian tiap orang perlu memperhatikan banyaknya masukan makanan (disesuaikan dengan kebutuhan tenaga sehari-hari) dan aktivitas fisik yang dilakukan. Perhatian lebih besar mengenai kedua hal ini terutama diperlukan bagi mereka yang kebetulan berasal dari keluarga obesitas, berjenis kelamin wanita, pekerjaan banyak duduk, tidak senang melakukan olahraga, serta emosionalnya labil.

  Orang obesitas dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibandingkan dengan orang yang non obesitas. Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik dan oleh faktor lingkungan. Faktor genetik meskipun diduga juga berperan tetapi tidak dapat menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas. Pengaruh faktor lingkungan terutama terjadi melalui ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan dan aktivitas fisik. Hal ini terutama berkaitan dengan perubahan gaya hidup yang mengarah pada sedentary life style.

  c. Faktor genetik Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga memiliki riwayat penyakit yang sama.

  d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, contohnya adalah hormon insulin.

  e. Penyakit dan infeksi pada pankreas Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam 5.

  Diagnosis Tes berikut ini digunakan untuk diagnosis Diabetes Melitus:

  a. Fasting plasma glucose (FPG) test Digunakan untuk mengukur glukosa darah pada orang yang tidak makan apa-apa untuk minimal 8 jam. Tes ini digunakan untuk mendeteksi diabetes dan pre-diabetes

  b. Oral glucose tolerance test (OGTT) Digunakan untuk mengukur glukosa darah setelah seseorang puasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah seseorang diberi minuman yang mengandungi glukosa. Tes ini dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes dan pre-diabetes.

  c. Random plasma glucose test Disebut juga tes glukosa plasma kasual, mengukur glukosa darah tanpa memperhatikan apa yang dikonsumsi oleh orang yang sedang diuji. Tes ini, bersama dengan penilaian gejala, digunakan untuk mendiagnosa diabetes tetapi bukan pre-diabetes.

  B.

  OGTT (Oral Glukosa Test Tolerans) Digunakan untuk mengukur glukosa darah setelah seseorang puasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah seseorang diberi minuman yang mengandung glukosa. Tes ini dapat digunakan untuk mendiagnosa lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian GDP untuk mendiagnosa

  

prediabetes , tapi kurang nyaman untuk pasien. OGTT memerlukan puasa

  minimal 8 jam sebelum ujian. Tingkat glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air. Jika kadar glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg / dL 2 jam setelah minum glukosa (TGT), berarti seseorang memiliki peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih, dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang telah menderita diabetes ( ADA, 2010)

  Adapun cara pelaksanaan OGTT sebagai berikut: Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan diperiksa kadar glukosa darah puasa diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

  Hasil Glukosa Plasma 2 Jam. (mg/dL) Diagnosa 139 dan ke bawah Normal 140-199 Pre-diabetes 200 dan ke atas Diabetes* Sumber: National Diabetes Information Clearinghouse 1.

   Indeks Massa Tubuh (IMT)

  Definisi Indeks massa tubuh dihitung sebagai berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan (m2) dan tidak terkait dengan jenis kelamin. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan, serta tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit lainnya), seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa et al, 2012).

  IMT = Berat badan (kg)

  2

  [Tinggi badan (m)] Indeks massa tubuh banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi, tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Disamping itu, pengukuran

  IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis, dan beberapa bentuk penyakit kanker (Hartono, 2006). dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin.

  Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, IMT di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sampai dengan 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC,

  2009). Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT berdasarkan PERKENI (2011), dapat dibagi sebagai berikut:

  2 IMT (kg/m )

  Berat badan kurang (Under Weight) < 18,5 Berat normal 18,5 – 22,9

  Berat berlebih (Over Weight) 23,0 Dengan resiko 23,0 – 24,9

  Obesitas derajat 1 25,0 – 29,9 Obesitas derajat 2 >30

  Sumber: Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia, PERKENI, 2011.

2. Kadar Gula Darah

  Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah (Dorland, 2010). Glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula tidak siap untuk ditransfer ke dalam sel, sehingga terjadi hiperglikemi sebagai hasil bahwa glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah (Sherwood, 2011). Pemeriksaan Gula Darah Mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang adalah dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena, seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik terpercaya, tetapi sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena, ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Soegondo, 2011).

3. Klasifikasi a. Prediabetes

  Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula tinggi untuk dilabelkan sebagai diabetes. Orang- orang dikatakan sebagai prediabetes jika kadar gula darah puasa mereka adalah antara 101 mg / dL dan 126 mg / dL atau jika tingkat gula darah mereka 2 jam setelah tes toleransi glukosa adalah antara 140 mg /dL dan 200 mg / dL. Mengidentifikasi orang yang prediabetes adalah sangat penting karena mereka mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit diabetes melitus pada masa depan. Penurunan berat badan dari 5 sampai 10% melalui diet dan latihan dapat mengurangkan risiko terkena diabetes pada masa depan dengan signifikan (Merck, 2008).

  b. Diabetes melitus Tipe 1

  Pada diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai

  

diabetes insulin dependent atau diabetes onset remaja), lebih dari

  90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi adalah sedikit atau langsung tidak dapat diproduksikan. Namun, hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus menderita diabetes tipe 1. Kebanyakan diabetes tipe 1 mengembangkan sign dan simptom sebelum usia 30.

  Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau awal dewasa dapat menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman faktor lingkungan (Merck, 2008).

  c. Diabetes melitus Tipe 2

  Pada diabetes melitus tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai

  

diabetes non insulin dependent atau diabetes onset dewasa),

  pankreas adalah normal dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang pada tingkat lebih tinggi dari normal.

  Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe 2 jarang sekali wujud pada anak- anak dan remaja tetapi menjadi lebih umum pada kebelakangan ini. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula pada pasien yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih umum dengan peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. Ras dan etnis menjadi salah satu faktor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan risiko menderita diabetes tipe 2 setinggi 2 kali lipat terjadi pada penduduk asli Amerika dan Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat. Riwayat keluarga juga memainkan peranan yang penting dalam peningkatan risiko menderita diabetes tipe 2. Obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2, setinggi 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. dari itu, orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah yang normal.

  Gangguan tertentu dan obat-obatan dapat mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin dan dapat menyebabkan diabetes tipe 2 secara tidak langsung. Kortikosteroid berdosis tinggi (pada penyakit Cushing atau pengambilan obat kortikosteroid) dan kehamilan (diabetes gestasi) adalah penyebab yang paling umum mengganggu fungsi dan efektivitas insulin. Diabetes juga dapat terjadi pada pasien dengan kelainan hormon seperti kelebihan hormon pertumbuhan (Akromegali) atau pada orang yang dengan tumor mensekresi hormon tertentu. Pankreatitis berat atau berulang serta gangguan lain yang dapat merusak pankreas dapat menyebabkan diabetes (Merck, 2008).

C. Kerangka teori D.

  

Obesitas

Akumulasi trigliserid dari Asam lemak dalam otot Tnf- Leptin

  IL-6 Resistin Adiponektin Sensitivitas Insulin Terganggu

Resistensi Insulin

GDP ↑

  

Prediabetes

TTGO ↑ Diabetes Melitus

Gambar 2.1 kerangka teori. Sumber Yoan Hotnida, 2012

D. Kerangka konsep

  Obesitas Resistensi Insulin

  GDP ↑ Prediabetes atau Diabetes

  TTGO ↑ Keterangan : : Diteliti

  : Tidak diteliti

Gambar 2.2 kerangka konsep

E. Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian adalah: a.

  Adanya hubungan antara berat badan berlebih dengan kejadian Diabetes Melitus.