ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. Y DI RUANG BAROKAH PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG - Elib Repository

  ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. Y DI RUANG BAROKAH PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Ujian Komprehensif

  Jenjang Pendidikan Diploma III Keperawatan Disusun Oleh :

  Lulu Mustafidhoh A01301785 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

  Program Studi DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong

  KTI, Agustus 2016

  1

  2 Lulu Mustafidhoh , Hendri Tamara Yuda , M.Kep. Ns ABSTRAK ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA NY. Y DI RUANG BAROKAH PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

  

Latar belakang: Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas

  yang dikarakteristikkan dengan hiperresponsivitas, edema mukosa dan produksi mukus. Pada klien asma memiliki masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas untuk menyelesaikan masalah ini dilakukan pemberian nebulizer.

  

Tujuan penulisan: memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan

dengan pemenuhan oksigenasi.

Pembahasan: saat dikaji pada tanggal 09 juni 2016 klien mengatakan sesak

  nafas, batuk, pilek, keluar lendir berwarna kuning kehijauan, ketika bangun tidur merasa sesak nafas dan ketika berjalan ke kamar mandi merasa sesak nafas. Klien sudah masuk Rumah Sakit yang keempat kalinya dengan diagnosa yang muncul adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Intervensi dan implementasi yang dilakukan adalah monitor respirasi dan status oksigen, posisikan klien dalam posisi semi fowler, auskultasi suara nafas, keluarkan sekret dengan batuk efektif, berikan nebulizer dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat bronkoilator. Hasil evaluasi hari ketiga klien tampak sesak nafas berkurang, batuk berkurang, pilek berkurang, keluar sekret dan pernafasan 25x/menit.

  

Kesimpulan: Pemberian nebulizer bermanfaat untuk mengencerkan sekresi,

  menjaga kelembaban selaput lendir dan mengobati peradangan pada saluran nafas. Kata kunci : asuhan keperawatan, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, asma

  1. Mahasiswa DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

  2. Dosen DIII Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

  Diploma III Of Nursing Program Muhammadiyah Health Science Institute Of Gombong

  Nursing Care Report, August 2016

  1

  2 Lulu Mustafidhoh , Hendri Tamara Yuda , S.Kep.Ns, M.Kep ABSTRACT

  

NURSING CARE OF FULFILLING OXYGENATION NEED TO

Mrs. Y IN BAROKAH WARD, PKU MUHAMMADIYAH

HOSPITAL OF GOMBONG

Background: Asthma is a chronic inflammatory disease of the airway

  characterized by hyperresponsiveness, mucosal edema and mucus production. On the client with asthma have problems ineffective airway clearance to resolve this issue be giving nenulizer.

  

The purpose of writing: provides an overview of nursing care to the

fulfillment of oxygenation.

Discussion: when examined on 09 June 2016 the client says shortness of

  breath, cough, runny nose, yellow-green mucus out, when you wake up feeling shortness of breath and when walking into the bathroom to feel shortness of breath. Clients have entered the fourth hospital with the diagnosis that emerges is ineffective airway clearance. Intervention and implementation do is monitor respiration and oxygen status, position clients in semi-Fowler position, auscultation of breath sounds, remove secretions by coughing effectively, provide nebulizer and collaboration with doctors in drug delivery bronchodilators. The results of the evaluation of the third day of the client looks breathlessness, cough diminished, reduced colds, secretions out and respiratory rate 25x/minutes.

  

Conclusion: Providing helpful nebulizer to thin secretions, keeping

moisture and treat mucous membrane inflammation of the airways. Keywords: nursing care, ineffective airway clearance, asthma

  1. University student Diploma III of Nursing Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong.

  2. Lecturer Diploma III of Nursing Muhammadiyah Health Science Institute of Gombong. Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh Alhamdulillah, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul

  “Asuhan Keperawatan

Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi pada Ny. Y Di Ruang Barokah PKU Muhammadiyah Gombong” dengan lancar

  Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama ini :

  1. Bapak M. Madkhan Anis, S.Kep.Ns, selaku Kepala Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong, yang telah memberikan izin dalam tugas Karya Tulis Ilmiah ini.

  2. Bapak Sawiji, S.Kep.Ns, M.Sc, selaku Ketua Program studi DIII Keperawatan dan dewan penguji yang telah telah mengizinkan pembuatan Tugas Karya Tulis Ilmiah ini.

  3. Bapak Hendri Tamara Yuda, S.Kep.Ns, M.Kep, selaku dosen pembimbing dan penguji dalam Karya Tulis Ilmiah ini.

  4. Ibu Ike Mardiati Agustin, M.Kep.Sp.Kep.J, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memotivasi penulis selama ini.

  5. Kepala dan staff PKU Muhammadiyah Gombong yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan praktik keperawatan.

  6. Segenap Keluarga Besar Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

  7. Ayah (Chadirin) dan ibu (Maryatun) yang telah mendukung penulis dalam membuat Karya Tulis Ilmiah ini.

  8. Saudaraku (Aprilia Putriana dan Arif Mustofa) yang telah mendukung penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

  9. Teman-teman DIII Keperawatan yang telah mendukung penulis dalam

  10. Ny. Y beserta Keluarga yang telah bekerjasama dengan penulis. Penulis berharap Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan. Penulis mengharap saran dan kritik untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Gombong, Agustus 2016 (Lulu Mustafidhoh)

  DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................. iii

ABSTRAK .............................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................ vi

DAFTAR ISI .......................................................................................... viii

  BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Tujuan ..................................................................................... 6 C. Manfaat Penelitian ................................................................... 6 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi .......................................... 8 B. Fisiologi Oksigenasi ................................................................. 11 C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dalam Oksigenasi .............. 12 D. Gangguan Pada Fungsi Pernafasan ........................................... 15 E. Pemberian nebulizer ................................................................. 17 BAB III. RESUME KEPERAWATAN A. Pengkajian ............................................................................... 25 B. Analisa Data ............................................................................ 28 C. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi ..................................... 29 BAB IV. PEMBAHASAN A. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas ..................................... 35 B. Ketidakefektifan Pola Nafas .................................................... 39 C. Ansietas ................................................................................... 43 D. Analisa Tindakan Keperawatan ................................................ 46 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................. 49 B. Saran........................................................................................ 50

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) 2010 penderita asma di dunia diperkirakan sejumlah 100 sampai 150 juta orang. Diperkirakan akan meningkat menjadi 180.000 orang tiap tahun. Keadaan

  ini dapat terjadi di semua negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Penyakit asma masuk dalam urutan 5 besar penyebab kematian di dunia, yaitu 17,4%. David, dkk (2010) mengatakan penyakit asma menyerang Eropa dan Amerika Utara sebanyak 5 sampai 7%. Pada tahun 2014, The Global Asthma Report mengemukakan bahwa jumlah penderita asma di seluruh dunia diperkirakan 334 juta orang dan akan meningkat tahun 2025 menjadi 400 juta orang. Diperkirakan jumlah penderita asma akan terus meningkat. Peningkatan ini dapat terjadi di semua negara, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Global Asthma Network , 2014). Dari tahun ke tahun penderita penyakit asma semakin meningkat. Pada tahun 2010 penderita asma sebanyak 355 orang dan tahun 2014 sebanyak 542 orang. Dalam 4 tahun terakhir meningkat hampir dua kali lipat (Dinkes Kalteng, 2015). Dari hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 jumlah penderita asma di Indonesia mencapai 4,5%. Prevalensi penyakit asma di Provinsi Kalimantan Tengah 5,7% lebih tinggi 1,2% dari prevalensi penyakit asma di tingkat nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Pada tahun 2010 penyakit asma di Indonesia diperkirakan mencapai 6,4%. Di provinsi Jawa Tengah tahun 2010 sejumlah 1,09%, tahun 2011 sejumlah 0,69%, tahun 2012 sejumlah 0,68% dan tahun 2013 sejumlah 0,58% (John, 2010). Dari hasil rekam medis Rumah Sakit Tk. II Dr. A. K Gani Palembang 2014 bahwa penderita asma bronkial yang di rawat inap tahun

  2 yang di rawat inap sebanyak 213 orang. Angka kejadian asma bronkial tiap 2 tahun terakhir sejak 2012 sampai 2013 semakin bertambah (Profil RS, 2103). Menurut Clark (2013) asma biasanya dikenal sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya wheezing (mengi) sebagai respon yang terjadi karena zat iritan atau alergen. Secara fisiologis asma merupakan kaskade kompleks kondisi dan interaksi yang dapat mengakibatkan obstruksi aliran udara akut, meningkatkan produksi mukus, hiperreaktivitas bronkus dan inflamasi jalan nafas. Masing-masing interaksi tersebut dan gejala klinis yang muncul dapat sedikit berbeda antara satu individu dengan lainnya dan derajat keparahannya dapat bervariasi pada individu yang sama akibat perbedaan lingkungan fisiologis internal dan eksternal. Interaksi fisiologis inilah yang mengakibatkan timbulnya wheezing dan kesulitan bernafas yang dialami oleh penderita dan disebut asma. Brunner & Suddarth (2013) mengatakan asma adalah penyakit

  

inflamasi kronik pada jalan nafas yang dikarakteristikkan dengan

hiperresponsivitas , edema mukosa dan produksi mukus. Inflamasi ini

  berkembang menjadi episode gejala asma yang berulang, seperti batuk, sesak dada, mengi dan dispnea. Pasien asma mungkin mengalami periode bebas gejala bergantian dengan eksaserbasi akut yang berlangsung dalam hitungan menit, jam sampai hari. Faktor risiko untuk asma mencakup riwayat kesehatan keluarga, alergi (faktor paling kuat), dan terpapar zat iritan atau alergen dalam waktu yang lama seperti rumput, serbuk sari, jamur, debu dan binatang. Pencetus yang paling sering memunculkan gejala asma dan eksaserbasi mencakup iritan jalan nafas (seperti polutan, suhu dingin, panas, bau menyengat, asap dan parfum), latihan fisik, stres atau perasaan marah, rhinosinusitis dengan postnasal drip, obat-obatan, infeksi virus pada jalan nafas dan refluks gastroesofageal. Corwin (2007) mengatakan asma adalah penyakit pernafasan

  3 akut otot polos bronkiolus. Kondisi ini menyebabkan kondisi mukus yang berlebihan dan menumpuk yang menyebabkan sumbatan aliran udara dan ventilasi alveolus menurun. Corwin (2009) mengatakan asma dapat terjadi pada individu tertentu yang berespon agresif terhadap iritan di jalan nafas. Faktor risiko pada salah satu dari jenis gangguan hiperresponsif ini adalah riwayat asma atau alergi dalam keluarga yang mengisyaratkan adanya kecenderungan suatu genetik. Pajanan yang berulang terhadap beberapa rangsangan iritan. Kemungkinan pada masa perkembangan bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini. Meskipun kebanyakan penyakit asma didiagnosis pada masa kanak-kanak, pada saat dewasa dapat menderita asma tanpa riwayat penyakit sebelumnya. Stimulasi asma awitan dewasa seringkali terjadi dikaitkan dengan riwayat alergi yang memburuk. Infeksi pernapasan atas yang berulang juga memicu pada asma awitan dewasa, seperti yang dapat terjadi karena pajanan dari okupasional ke debu didalam lingkungan kerja. Individu yang mengalami asma kemungkinan memiliki eosinofil yang berlebihan atau kemungkinan sel-mast yang berespon berlebihan untuk merangsang awal terjadinya degranulasi . Antibodi IgE bertanggungjawab untuk serangan alergi yang bereaksi secara berlebihan dalam merespon suatu antigen asing dengan pengaktifan peradangan kaskade. Dari sumber hipersensitivitas (sensitivitas yang berlebihan), hasil akhirnya adalah bronkospasme (nyeri bronkus), produksi dan akumulasi sekret, radang dan produksi aliran udara. Infeksi pada virus, alergi dan

  

refluks memicu respon sensitivitas dengan cara mengiritasi jalan napas.

  Olahraga atau latihan fisik seseorang menjadi iritan dikarenakan aliran yang keluar masuk udara ke paru-paru dalam jumlah besar dan cepat. Penatalaksanaan asma sebagai berikut istirahat yang meliputi diberikan oksigen dosis tinggi 4-6 liter/menit, apabila pasien mengalami dehidrasi berikan Ringer Laktat serta bila ada asidosis diberikan natrium

  4 inhalasi agoni B-2 dosis tinggi, salbutamol 2,5-5 mg secara nebulisasi, dapat diulang setiap 20 menit atau disemprot 4-8 kali diulang setiap 20 menit dalam 1 jam; simpatikomimetik yaitu injeksi agonis B-2 salbutamol, terbutalin atau oksiprenalin 0,5-1 ml subkutan diulangi setelah 30 menit, adrenalin larutan 0,001 subkutan 0,2-0,5 ml (0,3 ml), dapat diulang 2-3 kali setiap 30-60 menit, tidak diberikan pada hipertensi, hipertiroid, kelainan jantung, usia lanjut dan umur >40 tahun; aminofilin injeksi 5-6 mg/kg/BB diencerkan kedalam larutan dekstrose 5% melalui IV bolus perlahan-lahan dalam waktu 10-15 menit atau dalam infuse 100 ml dektrose 5% atau NaCL 0,9% dalam waktu 20 menit. Bila 12 jam sebelumnya sudah mendapatkan aminofilin, dosis yang diberikan hanya setengahnya. Antikolinergik yaitu ipratropium bromid tersendiri atau kombinasi agonis B-2 dengan nebulasi. Kortikosteroid yaitu kortikosteroid bekerja cepat harus diberikan segera dalam dosis tinggi, hidrokortison 200 mg IV atau metilprednison injeksi atau tablet 30-60 mg. Obat alternatif yaitu mukolitik dan ekspektorans, antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulen dan lekositosis. Fisioterapi dada yaitu drainase postural dan dada ditepuk-tepuk (Halim, 2009). Menurut Clark (2013) tujuan terapi asma adalah untuk mendapatkan kontrol, mengurangi kerusakan dan risiko eksaserbasi, meminimalisasi efek samping obat dan mempertahankan hasil uji fungsi paru yang normal atau mendekati normal sebisa mungkin. Obat asma dikategorikan kedalam dua kelas umum, yaitu obat pelega yang digunakan untuk mengatasi gejala akut dan eksaserbasi serta obat pengontrol jangka panjang untuk menjaga kontrol asma persisten. Kortikosteroid sistemik biasanya dapat digunakan untuk mengontrol asma jangka panjang jika digunakan untuk memfasilitasi penyembuhan dari serangan asma. Menurut Corwin (2009) langkah pertama dalam pengobatan adalah mengevaluasi derajat asma yang diderita individu. Asma dibagi dalam empat stadium, stadium ini tergantung frekuensi gejala dan frekuensi

  5 yaitu stadium ringan dan intermiten, stadium ringan dan persisten,

  

moderat atau sedang, dan berat. Terapi sesuai dengan stadium asma yang

dialami pasien.

  Bernapas adalah memasukkan udara dari lingkungan di luar kedalam tubuh (O

  2 ). Lalu dari proses penggunaan udara ada yang didalam

  tubuh akan dikeluarkan sebagai udara sisa (CO

  2 ). Pernapasan merupakan

  kinerja tubuh yang secara otomatis, bahkan ketika sedang tidur, pernapasan terus berjalan sesuai dengan prosesnya, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh saraf otonom (Mumpuni, 2013). Oksigen adalah kebutuhan dasar manusia yang dapat digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan dan aktivitas organ atau sel (Carpenito, 2006). Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam sistem metabolisme (Sigalingging, 2012). Oksigen adalah salah satu komponen gas unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup se-sel tubuh. Hal ini diperoleh dengan mengirup oksigen ketika bernapas (Wartonah, 2006). Sistem pernapasan diperlukan untuk pertukaran antara oksigen dan karbondioksida. Oksigen bermanfaat untuk menghasilkan energi bagi sel- sel. Karbondioksida diperoleh dari sel-sel yang membentuk asam untuk dibuang dari tubuh. Pertukaran gas terjadi dikarenakan proses antara sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler. Sistem kardiovaskuler melakukan suatu proses perfusi darah melalui paru-paru, sedangkan sistem pernapasan melakukan ventilasi dan respirasi. Dalam keadaan normal, proses oksigenasi terjadi tanpa disertai pemikiran serius mengenai apa yang terjadi. Namun ketika tubuh kekurangan oksigen, seseorang dapat merasakan efeknya. Gangguan oksigenasi memengaruhi sistem dalam tubuh. Sistem tubuh terdiri dari organ-organ, organ terdiri atas jaringan dan jaringan tersusun atas sel-sel yang bergantung pada oksigen untuk melaksanakan tugasnya. Misalnya,

  6 Jika otak kekurangan oksigen untuk waktu yang lama, kerusakan dapat semakin parah dan permanen, seperti stroke, cacat dan koma. Pada asuhan keperawatan klien dengan diagnosa medis asma akan muncul masalah keperawatan berupa bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme , gangguan pertukaran gas berhubungan dengan spasme bronkus dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dyspneu (Magenta, 2011). Menurut Vaughans (2013) pada asma akan muncul masalah keperawatan berupa masalah gangguan pertukaran gas, masalah bersihan jalan napas tidak efektif dan masalah perfusi jaringan tidak efektif. Berdasarkan hal diatas penulis akan membuat karya tulis ilmiah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Pada Ny. Y Di Ruang Barokah PKU Muhammadiyah Gombong”.

B. Tujuan

  1. Tujuan Umum Tujuan umum karya tulis ilmiah ini adalah untuk menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan asma.

  2. Tujuan Khusus a. Memaparkan hasil pengkajian pada kasus asma.

  b. Memaparkan hasil analisa data pada kasus asma.

  c. Memaparkan hasil diagnosa keperawatan pada kasus asma.

  d. Memaparkan hasil intervensi keperawatan pada kasus as.ma.

  e. Memaparkan hasil implementasi keperawatan pada kasus asma.

  f. Memaparkan evaluasi keperawatan pada kasus asma.

  g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada kasus asma.

  h. Menganalisis tindakan yang sudah diberikan pada kasus asma.

C. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat keilmuan

  a. Manfaat untuk institusi

  7 b. Memberikan bahan bacaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi khususnya asma.

  c. Manfaat untuk rumah sakit Meningkatkan kualitas dalam melaksanakan asuhan keperawatan gangguan pemenuhan oksigenasi khususnya asma.

  2. Manfaat aplikatif

  a. Manfaat untuk klien Memberikan kebutuhan dasar kepada klien dan memberikan pelayanan kesehatan, sehingga kebutuhan dasar klien terpenuhi dan mengetahui manfaat dari pelayanan kesehatan yang diberikan.

  b. Manfaat untuk keluarga klien Mengetahui kebutuhan dasar klien dan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada klien, sehingga pengetahuan klien dan keluarga bertambah. Ang, S, dkk. (2012). Mucolitic Ambroxol Versus Hypertonic Saline Nebulizer Induction: For Increasing Sputum Volume And Finding Acid-Fast Bacilli .

  Vol. 02. No. 1. Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah.. Jakarta: EGC. Clark, M.A. (2013). Asma: Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta: EGC. Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC. Digiulio, M.et al. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

  (KDM)

  Dalam Mengatasi Gangguan Pernafasan Pada An.K Dengan Bronkopneumonia Di Ruang Sa’ad Rumah Sakit Islam Sunan Kudus. Vol.

  Yuliana, A.R, dkk. (2014). Pemberian Nebulizer Dengan Bysolvon Dan Ventolin

  Yogyakarta: Modya Karya. Vaughans, and Bennita W. (2013). Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Rapha Publishing.

  Sigalingging, G, et al. (2012). Buku Panduan Laboratorium Kebutuhan Dasar Manusia . Jakarta: EGC. Susanty, E.et al. (2011). Diagnosa keperawatan aplikasi nanda dan nic noc.

  nd ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.

  (2

  Saryono & Anggriyana, T.W. (2011). Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia

  Halim, M.A. (2009). Panduan Praktis Kedaruratan Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi . Jakarta: EGC. Herdman, T.H. (2015). Nanda International Inc. Diagnosis keperawatan: definisi & klasifikasi 2015-2017.

  Rosdahl, and Mary T. (2014). Textbook of Basic Nursing. Jakarta: EGC. Rotta, E.T, dkk. (2007). Determination of plasma salbutamol concentrations after

nebulization in a pediatric emergency departement . Vol. 83. No. 5.

  Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 60. Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta: Salemba Medika.

  Mumpuni, Y, & Ari, W. (2013). Cara Jitu Mengatasi Asma Pada Anak dan Dewasa . Yogyakarta: Rapha Publishing. Musai, M, & Muzakkir. (2010). Efektivitas Penambahan Magnesium sulfat terhadap Nebulisasi Salbutamol dalam Penatalaksanaan Serangan Asma .

  Jakarta: EGC. Mubarok, W.I, & Nurul, C. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan aplikasi dalam praktik . Jakarta: EGC.

  Kusyati, E, et al. (2012). Keterampilan & Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar (2nd ed). Jakarta: EGC. Morton, P.G.et al. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik.

  Diencerkan dengan NaCL 0,9% pada Pasien Dewasa dengan Asma Akut Sedang di RS Persahabatan . Vol. 32. No.3.

  Jakarta: EGC. Idrus, I.S, dkk. (2012). Perbandingan Efek Salbutamol dengan Salbutamol yang

  1. No. 1.

  LAPORAN PENDAHULUAN ASMA Disusun Oleh :

  Lulu Mustafidhoh (A01301785) PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG

A. PENGERTIAN

  Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)

  Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul di segala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)

  Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)

  Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).

  Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa asma adalah suatu kondisi dimana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, baik dari dalam maupun luar tubuh.

B. KLASIFIKASI

  Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :

  1. Asma bronkhiale Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar

  2. Status asmatikus Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

  3. Asthmatic Emergency Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

   Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)

  1. Asma ekstrinsik Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa- apa terhadap orang yang sehat.

  2. Asma intrinsik Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

  Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:

  1. Asma Intermiten (asma jarang)

  a.) gejala kurang dari seminggu

  b.) serangan singkat dan gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan

  c.) FEV 1 atau PEV > 80%

  d.) PEF atau FEV 1 variabilitas 20% b.) serangan mengganggu aktivitas dan tidur

  c.) gejala pada malam hari > 2 kali sebulan

  d.) FEV 1 atau PEV > 80%

  e.) PEF atau FEV 1 variabilitas < 20%

  • – 30%

  3. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)

  a.) gejala setiap hari dan serangan mengganggu aktivitas dan tidur

  b.) gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu

  c.) FEV 1 tau PEV 60%

  • – 80%

  d.) PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%

  4. Asma severe persistent (asma persisten berat)

  a.) gejala setiap hari dan serangan terus menerus

  b.) gejala pada malam hari setiap hari

  c.) terjadi pembatasan aktivitas fisik

  d.) FEV 1 atau PEF = 60%

  e.) PEF atau FEV variabilitas > 30% Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

  1. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.

  2. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi,

  3. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,

  4. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

  5. Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan.

  Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan

C. PENYEBAB

  Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).

  1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

  2. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti

  common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

  3. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

  1. Faktor predisposisi Genetik Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma

  Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

  2. Faktor presipitasi

  a.) Alergen Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1.) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

  2.) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah- buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat- obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin). 3.) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

  b.) Olahraga Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise

  Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah

  latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

  c.) Infeksi bakteri pada saluran napas Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

  d.) Stres Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

  e.) Gangguan pada sinus Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

  f.) Perubahan cuaca Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan

D. PATOFISIOLOGI

  Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

  Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut mmeningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor- faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa 3 menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

  Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

  E. MANIFESTASI KLINIS

  Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-

  Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :

  1. Asma tingkat I Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.

  Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

  2. Asma tingkat II Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

  3. Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

  4. Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.

  Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak antara lain : a.) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

  b.) Sianosis

  c.) Silent Chest

  d.) Gangguan kesadaran

  e.) Tampak lelah

  f.) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

  5. Asma tingkat V Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

  F.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan sputum Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

  a.) Kristal

  • –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

  b.) Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel- sel cabang-cabang bronkus c.) Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

  d.) Terdapatnya neutrofil eosinofil

  2. Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma a.) Gas analisa darah

  b.) Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk

  c.) Kadang

  • –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi

  d.) Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

  e.) Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

  f.) Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

  3. Foto rontgen Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

  a.) Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah

  b.) Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

  c.) Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada

  4. Pemeriksaan faal paru

  a.) Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.

  b.) Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

  5. Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni : a.) Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam b.) Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB

  c.) Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

H. PENATALAKSANAAN

  Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.

  1. Pengobatan non farmakologik

  a.) Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

  b.) Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

  c.) Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini

  2. Pengobatan farmakologik

  a.) Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

  b.) Metil Xantin Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

  c.) Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

  d.) Kromolin Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .

  Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

  e.) Ketotifen Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.

  Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

  f.) Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

  3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

  a.) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

  b.) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

  c.) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

  d.) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

  e.) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

I. FOKUS PENGKAJIAN

  1. Anamnesis Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.

  Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.

  2. Pemeriksaan Fisik Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan : a.) Status kesehatan umum

  Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

  b.) Integumen Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

  c.) Thorak 1.) Inspeksi

  Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,

  2.) Palpasi.

  Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus. 3.) Perkusi

  Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. 4.) Auskultasi.