KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY (MPMK) DENGAN BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

(1)

(MPMK) DENGAN BRAINSTORMING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA

SKRIPSI

Oleh :

MUHAMMAD SHOBAR NIM. D34212060

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PMIPA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FEBRUARI 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

viii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

KEEFEKTIFAN PENERAPAN

MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA KNISLEY

(MPMK) DENGAN BRAINSTORMING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

SISWA

Oleh: Muhammad Shobar

ABSTRAK

Siswa memerlukan kemampuan berpikir kritis yang tinggi karena kemampuan berpikir kritis matematika berperan penting dalam penyelesaian suatu permasalahan mengenai pelajaran matematika. Salah satu model yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) yang ditunjang dengan metode brainstorming. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas siswa, kemampuan guru melaksanakan RPP, respon siswa, dan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Uji coba dilakukan pada 29 siswa kelas VII-B MTs Imam Syafi’i Surabaya. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, angket dan tes.

Data penelitian dianalisis dan diperoleh hasil sebagai berikut: hasil observasi aktivitas siswa dalam penelitian ini diperoleh persentase 91,9% dan tergolong pada kriteria sangat aktif. Presentase hasil observasi keterlaksanaan RPP secara keseluruhan sebesar 86,6% dan tergolong pada kriteria sangat baik. Hasil observasi kemampuan guru melaksanakan RPP dalam penelitian ini diperoleh nilai sebesar 3,14 dan tergolong pada kriteria sangat baik. Hasil angket respon siswa dalam penelitian ini diperoleh persentase 88,73% dan tergolong pada kriteria sangat positif. Hasil analisis data tes kemampuan berpikir kritis siswa dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa yang signifikan antara tes kemampuan awal dengan tes kemampuan akhir setelah diterapkan pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil dari uji t nilainya lebih kecil dari pada 0,05 (0,004 < 0,05), sehingga hipotesis diterima dan rata-rata nilai tes kemampuan akhir lebih tinggi dari pada tes kemampuan awal (19,31 < 25,51). Dengan demikian model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming dapat meningkatkan berpikir kritis siswa.

Kata kunci: Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK), Brainstorming, Berpikir Kritis.


(7)

x

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

HALAMAN MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan Penelitian ... 6

D.Manfaat Penelitian ... 6

E.Definisi Operasional ... 7

F.Batasan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) ... 9

B.Metode Brainstorming ... 12

C.Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) dengan Brainstorming ... 18

D.Kemampuan Berpikir Kritis ... 19 E.Keterkaitan Model Pembelajaran Matematika


(8)

xi

G.Hipotesis Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian... 32

B.Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

C.Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

D.Rancangan Penelitian ... 32

E.Teknik Pengumpulan Data ... 33

F.Instrumen Penelitian ... 34

G.Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 48

B.Pembahasan ... 66

BAB IV PENUTUP A.Simpulan ... 68

B.Saran ... 69


(9)

1 A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang sempurna karena diberi kelebihan berpikir terhadap segala yang ada di alam. Aktifitas berpikir sebagai karakter utama manusia mendapat perhatian yang istimewa dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an kita sering membaca atau mendengar kata-kata, afalaa ta’qiluun, afalaa tatadzakkaruun,

afalaa tasykuruun, dan sebagainya hingga yang paling tertinggi adalah ulul albab. Banyaknya keterangan tentang berpikir dalam Al-Qur’an kalau kita artikan ada indikasi perintah Allah SWT supaya kita berpikir. Al-Qur’an sering menyinggung mengenai pentingnya berpikir yang menjadi sarana seseorang untuk sampai pada kebenaran. Baik anjuran berpikir yang disebutkan di dalam Al-Qur’an secara eksplisit maupun implisit. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan

sia-sia”(QS. Ali Imran: 190-191).1

Teliti dan kritis juga sangat penting dalam menerima informasi, teori, proporsisi ataupun dalil yang dikemukakan orang lain. Bagi setiap manusia tidak boleh menelan mentah-mentah informasi yang diberikan orang lain sebelum terlebih dahulu mengecek kebenarannya karena bisa terjadi fitnah. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur'an:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan tabayyun, agar kamu tidak menimpakan suatu

1


(10)

musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas

perbuatan itu”. (QS. Al-Hujurat: 6).2

Dari ayat tersebut disebutkan tentang pentingnya tabayyun

(klarifikasi). Klarifikasi secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya. Klarifikasi juga termasuk dalam aspek berpikir kritis menurut Robert Ennis yang menggolongkan keterampilan berpikir kritis pada lima aspek, yaitu Elementary clarification, Basic Support, Inference, Advanced clarivication, Strategies and tactics.3

Menurut Arief Achmad, menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.4 Keuntungan yang didapatkan sewaktu kita tajam dalam berpikir kritis, kita bisa menilai bobot kemampuan seseorang dari perkataan yang dikeluarkan, kita juga dengan tidak gampangnya menyerap setiap informasi tanpa memikirkan terlebih dahulu hal yang sedang disampaikan.

Berpikir kritis sangat penting ditingkatkan dalam pendidikan, khusunya dikembangkan melalui pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan kajian yang lengkap serta jelas antar konsep. Aktivitas berpikir kritis siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dengan lengkap dan sistematis. Matematika merupakan salah satu ilmu yang memilki peranan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Siswa memerlukan kemampuan berpikir kritis yang tinggi karena kemampuan berpikir kritis matematika berperan penting dalam penyelesaian suatu permasalahan mengenai pelajaran matematika. Melalui berpikir kritis siswa dapat

2 Ibid, 49:6.

3 Robert H. Ennis, Goals for a Critical Thinking Curriculum; In Al Costa (ed). Developing

Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, (Alexandria: ASCD, 1985), 80-83.

4 Arief Achmad, Memahami Berpikir Kritis, diakses dari


(11)

pengambilan keputusan yang berdasarkan evaluasi data, penerimaan dan penguasaan data, analisis data, serta mempertimbangkan aspek kualitas dan kuantitas data.

Salah satu model yang efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah model pembelajaran matematika Knisley (MPMK).5 Model pembelajaran ini memiliki empat tahapan, yaitu alegori, integrasi, analisis, dan sintesis.6 MPMK melatih proses berpikir siswa dari tahap alegori ke tahap sintesis, dengan ini siswa akan membangun sendiri pengetahuannya. Tingkat keaktifan siswa dan guru saling bergantian, di setiap tahap pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan guru mungkin langsung menjawabnya, mengarahkan aktivitas untuk memperoleh jawaban atau meminta siswa lain menjawabnya. Hal ini berarti bahwa MPMK memberikan ruang kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Ini juga berarti bahwa peran guru dalam setiap langkah sebagai pencerita, pembimbing dan motivator, narasumber, dan pelatih memberikan ruang kepada siswa mengeksplor semua pertanyaan, ide, pendapat, maupun pernyataannya. Dengan demikian siswa merasa lebih dihargai, bangga, dan berhasil karena semua pertanyaan, ide, pendapat, maupun pernyataannya diapresiasi dengan baik oleh guru dan teman-temannya.

Menurut Mulyana, dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Matematika Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman dan Disposisi Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas Program Ilmu Pengetahuan Alam, model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) berpengaruh baik terhadap peningkatan pemahaman matematika siswa.7 Penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Knisley dengan Metode Brainstorming untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA, menghasilkan model pembelajaran matematika Knisley

5 Gita Gupitasari, Penurunan Kecemasan dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Matematika Knisley, (Bandung: Program Sarjana UPI, 2015), 7.

6 E Mulyana, Pengaruh Model Pembelajaran Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman

Matematika Siswa SMA IPA, (Bandung: Program Pasca Sarjana UPI,2009), 8.

7


(12)

(MPMK) lebih baik daripada model pembelajaran biasa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.8

Terdapat metode yang dapat menunjang efektifnya Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) yaitu metode pembelajaran brainstorming.9 Menurut Roestiyah metode pembelajaran brainstorming adalah suatu teknik mengajar didalam kelas dengan memberikan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapatnya sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru atau dapat diartikan juga sebagai suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat.10

Menurut Rachmawati dan Daryanto, metode brainstorming

atau curah pendapat yaitu cara untuk menghimpun gagasan atau pendapat dari setiap warga belajar tentang suatu permasalahan.11 Senada dengan pendapat di atas, menurut Asih

brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik.12 Brainstorming

juga dapat digunakan secara klasikal maupun individual. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, brainstorming adalah cara untuk menghasilkan gagasan atau pendapat guna untuk memecahkan suatu permasalahan. Proses pembelajaran dengan metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu menyampaikan pendapat dalam memecahkan suatu masalah.

Di dalam metode brainstorming terdapat langkah-langkah yang dapat menunjang keterampilan berpikir kritis seperti tahap identitas, klasifikasi, verifikasi, dan konklusi. Pada tahap identitas siswa dapat memberikan penjelasan sederhana. Pada tahap klasifikasi siswa dapat memberi penjelasan lebih lanjut. Pada tahap verifikasi siswa dapat memberi penjelasan lebih lanjut dan menyimpulkan. Pada tahap konklusi siswa dapat menyimpulkan.

Suatu penelitian oleh Ardian yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Brainstorming untuk Meningkatkan

8 Siti Fatimah, Penerapan Model Pembelajaran Knisley dengan Metode Brainstorming

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA, (Bandung: Program SarjanaUPI, 2007).

9 Ibid, halaman 7.

10 Roestiyah & Y. Soeharto, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara, 2008), 73. 11 Tutik Rachmawati dan Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang

Mendidik, (Yogyakarta: Gava Media, 2015), 168.

12


(13)

Kreatifitas Mahasiswa pada Mata Kuliah Praktik Fabrikasi, menghasilkan bahwa terdapat peningkatan kreatifitas mahasiswa secara signifikan setelah mahasiswa diberi perlakuan dengan metode brainstorming.13 Sedangkan menurut Zhao, dalam penelitiannya yang berjudul The Study on Influencing Factors of Team Brainstorming, tim brainstorming berperan secara efektif dengan melengkapkan dan menginteraksikan antara komposisi tim, anggota tim yang interaktif, dan proses informasi sosial.14

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) dengan Brainstorming untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis

Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana aktivitas siswa selama penerapan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa? 2. Bagaimana keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran

Knisley (MPMK) dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa?

3. Bagaimana kemampuan guru melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran Knisley (MPMK) dengan

brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa? 4. Bagaimana respon siswa selama penerapan model

pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa? 5. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa

setelah diterapkan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan brainstorming?

13Ardian & Jatmiko R.D, Pengembangan Model Pembelajaran Brainstorming untuk

Meningkatkan Kreativitas Mahasiswa pada Mata Kuliah Praktik Fabrikasi, (Yogyakarta: Program Sarjana UNY, 2007).

14 Zhao, The Study on Influencing Factors of Team Brainstorming. International

Journal of Business and Management, diakes dari http://www.ccsenet.org/ijbm; pada tanggal 1Oktober 2016, 181-184.


(14)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui aktivitas siswa selama penerapan model

pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming.

2. Untuk mengetahui keterlaksanaan rencana pelaksanaan pembelajaran Knisley (MPMK) dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa.

3. Untuk mengetahui kemampuan guru melaksanakan rencana pelaksanaan pembelajaran Knisley (MPMK) dengan

brainstorming.

4. Untuk mengetahui respon siswa selama penerapan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming.

5. Untuk mengetahui adakah peningkatan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan brainstorming.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak yang terkait atau berbagai kalangan seperti berikut: 1. Bagi siswa, pembelajaran ini diharapkan dapat memperoleh

pengalaman yang baru melalui penerapan model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa.

2. Bagi guru, model pembelajaran matematika Knisley dengan

brainstorming dapat dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif dalam menyampaikan materi kepada siswa khususnya yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis siswa.

3. Bagi peneliti, diharapkan dapat memberikan gambaran serta wahana memperoleh pengetahuan tentang keefektifan penerapan model pembelajaran matematika Knisley dengan

brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa. 4. Bagi sekolah, model pembelajaran matematika Knisley dengan

brainstorming ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan untuk diaplikasikan dalam pembelajaran matematika serta diharapkan dengan model pembelajaran matematika Knisley


(15)

dengan brainstorming ini dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

5. Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai penerapan model pembelajaran sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kajian untuk diteliti lebih lanjut lagi.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berlainan dan menimbulkan ketidakjelasan dalam pengambilan simpulan dan penilaian dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi-definisi tentang istilah yang digunakan. Adapun definisi istilah tersebut adalah:

1. Keefektifan pembelajaran adalah keberhasilan yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif jika tercapainya aktivitas siswa tergolong pada kategori aktif atau sangat aktif, keterlaksanaan RPP tergolong pada kategori baik atau sangat baik, kemampuan guru dalam melaksanakan RPP tergolong pada kategori baik atau sangat baik, respon siswa tergolong pada kategori positif atau sangat positif dan meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) merupakan penerapan pembelajaran matematika yang mengarahkan siswa untuk belajar dimulai dari merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang telah diketahuinya sampai menyelesaikan masalah berdasarkan konsep yang telah dibentuk.

3. Metode Brainstorming adalah teknik mengajar yang dilaksanakan guru dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab, menyatakan pendapat, atau memberi komentar sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.

4. Aktivitas siswa adalah kegiatan siswa yang relevan dan tidak relevan pada saat pembelajaran berlangsung.

5. Keterlaksanaan RPP adalah keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPP.


(16)

6. Kemampuan guru melaksanakan RPP adalah kemampuan guru melaksanakan setiap tahapan pembelajaran yang telah direncanakan dalam RPP.

7. Respon siswa adalah sekumpulan data berupa pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk dijawab secara tertulis. 8. Kemampuan Berpikir Kritis adalah kemampuan siswa dalam

memberi penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut, mengatur strategi dan taktik.

F. Batasan Penelitian

Penelitian ini memiliki batasan penelitian sebagai berikut: 1. Peneliti dalam penelitian ini ingin mengambil materi

perbandingan dengan sub materi memahami perbandingan, perbandingan dua besaran dengan satuan yang berbeda, dan menyelesaikan masalah proporsi.

2. Uji coba terbatas hanya dilakukan di kelas VII-B MTs Imam


(17)

9

A. Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) 1. Pengertian Model Pembelajaran Matematika Knisley

Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Knisley. Model pembelajaran yang mengacu pada model pembelajaran Kolb yang berpendapat bahwa:

“Gaya belajar seorang siswa ditentukan oleh dua faktor: siswa lebih memilih konkret ke abstrak dan siswa lebih suka percobaan aktif pengamatan reflektif.”1

Kedua dimensi gaya belajar diatas menghasilkan empat gaya belajar, yaitu: (1) konkret-reflektif adalah belajar berdasarkan atas pengalaman yang telah dimiliki pembelajar, (2) konkret-aktif adalah belajar melalui trial and eror (coba-coba), (3) abstrak-reflektif adalah belajar melalui penjelasan secara rinci, (4) abstrak-aktif adalah belajar mengembangkan strategi sendiri.2 Dengan demikian keempat gaya belajar itu merupakan kombinasi dari kedua faktor tersebut yaitu konkret-reflektif, konkret-aktif, abstrak-reflektif, dan abstrak-aktif.

Gaya belajar Kolb dapat diinterpretasikan sebagai tahap belajar matematika. Pada tabel dibawah ini menunjukkan korespondensi antara gaya belajar Kolb dan interpretasi Knisley dalam konteks matematika: 3

Tabel 2.1

Gaya Belajar Kolb dalam Konteks Matematika

Gaya Belajar Kolb Konteks Matemataika

Konkret-reflektif Allegorizer

Konkret-aktif Integrator

Abstrak-reflektif Analyzer

Abstrak-aktif Synthesizer

1 J Knisley, A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Mathematics Educator,

http://Wilson Coe.-uga.edu/DEPT/TME/Issues/v12n1/3knisley.html, 1 Agustus 2016,11.

2 Ibid. 3


(18)

Gaya belajar konkret-reflektif berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar sebagai allegorizer, gaya belajar konkret-aktif berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar sebagai

integrator, gaya belajar abstrak-reflektif berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar sebagai analyzer dan gaya belajar abstrak-aktif berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar sebagai Synthesizer.

Berdasarkan penjelasan di atas, Knisley berpendapat bahwa terdapat 4 tahapan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut: (1) Alegori: sebuah konsep baru dijelaskan dalam konteks familiar berdasarkan konsep yang telah diketahui. Pada tahap ini, peserta didik belum mampu membedakan konsep baru dari konsep-konsep yang dikenal. (2) Integrasi: perbandingan, pengukuran, dan eksplorasi digunakan untuk membedakan konsep baru dari konsep yang dikenal. Pada tahap ini, peserta didik menyadari sebuah konsep baru, tetapi tidak tahu bagaimana kaitannya dengan apa yang sudah diketahui. (3) Analisis: konsep baru menjadi bagian dari pengetahuan. Pada tahap ini, peserta didik dapat mengaitkan konsep baru dengan konsep yang dikenal, tapi mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk membangun konsep yang unik. (4) Sintesis: konsep baru telah terbentuk dan menjadi alat untuk strategi pengembangan. Pada tahap ini, peserta didik telah menguasai konsep baru dan dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah, mengembangkan strategi, dan menciptakan alegori. 4

Empat tahap pembelajaran matematika di atas, menjelaskan empat peranan guru matematika yang berbeda pada tiap tahapan, yaitu: (1) pada tahap alegori: guru berperan sebagai pencerita, guru menjelaskan konsep secara figuratif yang dikaitkan dengan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa sebelumnya (2) pada tahap integrasi: guru berperan sebagai pembimbing dan pemberi motivasi, guru memberi motivasi dan membimbing siswa untuk melakukan kegiatan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga siswa mampu membandingkan konsep baru yang dipelajari dengan konsep lama yang telah diketahui dan menemukan karakteristik konsep baru tersebut (3) pada tahap analisis: guru berperan

4


(19)

sebagai sumber informasi, guru menyediakan sejumlah sumber yang berbeda terkait konsep baru (4) pada tahap sintesis: guru berperan sebagai pelatih, guru mendorong pertumbuhan siswa dengan membantu mereka mengembangkan disiplin dan struktur dalam kegiatan kreatif mereka.5

Pada tahap alegori dan tahap analisis guru relatif lebih aktif sebagai pemimpin, sedangkan pada tahap integrasi dan sintesis siswa lebih aktif melakukan eksplorasi dan ekspresi kreatif sementara guru berperan sebagai mentor, pengarah, dan motivator.6 Siklus MPMK sangat menarik, karena tingkat keaktifan siswa dan guru saling bergantian, tahap pertama dan tahap ketiga guru lebih aktif dari pada siswa, sedangkan pada tahap kedua dan keempat siswa lebih aktif dari pada guru.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulakn bahwa MPMK merupakan penerapan pembelajaran matematika yang mengarahkan siswa untuk belajar dimulai dari merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang telah diketahuinya sampai menyelesaikan masalah berdasarkan konsep yang telah dibentuk. 2. Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Matematika Knisley

(MPMK)

Tahapan-tahapan dalam melakukan model pembelajaran Knisley adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2

Tahapan-Tahapan Model Pembelajaran Matematika Knisley

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1 Alegori Guru menjelaskan konsep secara figuratif yang dikaitkan dengan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa sebelumnya

Siswa merumuskan konsep baru berdasarkan konsep yang telah diketahuinya.

5 Ibid, halaman 15. 6


(20)

No Tahap Kegiatan Guru Kegiatan Siswa 2 Integrasi Guru memberi motivasi

dan membimbing siswa untuk melakukan kegiatan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan sehingga siswa mampu membandingkan konsep baru yang dipelajari dengan konsep lama yang telah diketahui dan menemukan karakteristik konsep baru tersebut

Siswa mencoba melakukan eksplorasi, percobaan, mengukur, atau membandingkan untuk membedakan konsep baru dengan konsep lama yang telah diketahuinya.

3 Analisis Guru menyediakan sejumlah sumber yang berbeda terkait konsep baru

Siswa dapat

menghubungkan konsep baru dengan konsep yang telah diketahuinya, tetapi mereka kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk membangun konsep yang unik.

4 Sintesis Guru mendorong pertumbuhan siswa dengan membantu mereka mengembangkan disiplin dan struktur dalam kegiatan kreatif mereka.

Siswa telah menguasai konsep baru dan dapat menggunakannya untuk memecahkan masalah, mengembangkan strategi, dan menciptakan alegori

B. Metode Brainstorming

1. Pengertian Metode Brainstorming

Metode brainstorming termasuk dalam model pembelajaran Osborn yang dipopulerkan oleh Alex F. Osborn dalam bukunya Applied Imagination. Metode brainstorming

mengacu pada pembelajaran berbasis student centered. Istilah


(21)

untuk menghasilkan ide-ide atau proses untuk memecahkan masalah.7

Adapun beberapa definisi brainstroming yang diambil dari berbagai sumber diantaranya sebagai berikut: (a) brainstorming

adalah cara lain yang digunakan oleh perusahaan-perusaahaan untuk menghasilkan ide-ide pada masa kini. Brainstorming

adalah mengumpulkan sekelompok orang, dengan tujuan menghasilkan pikiran-pikiran yang baru dan segar.8 (b) menurut Isroy, brainstroming adalah piranti perencanaan yang dapat menampung kreativitas kelompok dan sering digunakan sebagai alat pembentukan untuk mendapatkan ide-ide yang banyak, dan metode brainstorming merupakan salah satu cara mendapatkan sejumlah ide yang mudah dan menyenangkan para pesertanya. Pada dasarnya brainstorming adalah salah satu bentuk diskusi kelompok yang bertujuan untuk mencari solusi masalah.9 (c) menurut Guntar, teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang aneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama. Brainstorming juga dapat digunakan secara individual. Sentral dari brainstorming adalah konsep menunda keputusan.10 (d) menurut Roestiyah, metode

brainstorming adalah suatu metode atau mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas, dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru atau dapat diartikan

7 Roestiyah & Y. Soeharto, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Bina Aksara,2008), 73. 8 David Minter dan Michael Reid, Lightning In A Bottle (Lightning Innovation Strategy),

(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007), 57.

9 Kunu Hanna dan Enny Prisillia Uneputty, Pengaruh Metode Brainstroming Terhadap

Hasil Belajar Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Ambon, (Ambon: Jurnal Penelitian Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman FKIP Universitas Pattimura Ambon, 2013), 3.

10Luthfiyati, Elah Nurlaela, Dian Usdiyana. Metode Pembelajaran Brainstorming


(22)

pula sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat.11

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka secara sederhana dapat disimpulkan brainstorming adalah teknik yang digunakan dalam diskusi kelompok untuk menghasilkan gagasan, pikiran, atau ide yang baru, aneh, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan atau ide tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif guna untuk mencari solusi masalah dengan tepat.

Kata brainstorming berasal dari bahasa inggris yang berarti curah pendapat atau mengemukakan pendapat. Metode

brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Metode

brainstorming juga dapat diartikan sebagai teknik mengajar yang dilaksanakan guru dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru, kemudian siswa menjawab, menyatakan pendapat, atau memberi komentar sehingga memungkinkan masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru. Secara singkat dapat diartikan sebagai satu cara untuk mendapatkan berbagai ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat.12

Menurut Surjadi tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru dalam metode brainstorming untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tugas guru tersebut diantaranya sebagai berikut:13 (a) mengemukakan masalah atau materi kepada kelompok (b) menunjuk seorang penulis yang mencatat apa yang sampaikan oleh anggota kelompok (c) menerapkan peraturan pokok bagi para anggota seperti mengemukakan pemecahan dengan cepat, mengemukakan gagasan yang terlintas dalam pikiran menghindari mengevaluasi orang lain (d) menentukan berapa lama kegiatan pengungkapan pendapat berlangsung (e) meminta saran penelaah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam pelaksanaan metode ini tugasguru adalah memberikan masalah yang mampu merangsang pikiran siswa, sehingga mereka bisa menanggapi, dan guru tidak boleh mengomentari bahwa pendapat siswa itu

11Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), 73. 12Roestiyah & Y. Soeharto, Op.Cit., hal 74-75.

13Sudjana, Metode & Model Pembelajaran Partisipatif, (Bandung: Falah Production,


(23)

benar atau salah. Di samping itu, pendapat yang dikemukakan tidak perlu langsung disimpulkan, guru hanya menampung semua pernyataan pendapat siswa, sehingga semua siswa didalam kelas mendapatkan giliran, memberikan pertanyaan untuk memancing siswa yang kurang aktif menjadi tertarik. Selama pengungkapan pendapat tidak perlu komentar atau evaluasi secara langsung.

Peran siswa dalam metode brainstorming ini adalah bertugas memiliki bekal pengetahuan untuk menanggapi masalah, mengemukakan pendapat, bertanya, atau mengemukakan masalah baru melalui proses imajinasi yang dimilikinya. Mereka belajar dan melatih merumuskan pendapatnya dengan bahasa dan kalimat yang baik, sehingga mereka bisa memperoleh suatu kesimpulan yang tepat setelah pembelajaran. Siswa yang kurang aktif perlu dipancing dengan pertanyaan dari guru agar turut berpartisipasi aktif, dan berani mengemukakan pendapatnya.14

Metode brainstorming memiliki empat aturan dasar, yaitu: (1) fokus pada kuantitas, asumsi yang berlaku disini adalah semakin banyak ide semakin besar pula kemungkinan ide yang menjadi solusi masalah. (2) penundaan kritik, dalam

brainstorming kritikan atas ide yang muncul akan ditunda. Penilaian dilakukan di akhir sesi, hal ini untuk membuat para siswa merasa bebas untuk memunculkan berbagai macam ide. Hal ini pun dilakukan agar guru dapat melihat cara berpikir siswa berdasarkan ide-ide yang dilontarkan, dengan begitu guru dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan pemikiran siswa tersebut. (3) sambutan terhadap ide yang tidak biasa, ide yang tidak biasa ini bisa jadi merupakan solusi masalah yang akan memberikan perspektif yang bagus untuk kedepannya. (4) kombinasi dan perbaikan ide, ide-ide yang bagus dapat dikombinasikan menjadi satu ide yang lebih baik dan ide-ide yang masih kurang tepat dapat diperbaiki lagi sehingga menjadi ide yang relevan dengan masalah yang diberikan.15

2. Langkah-Langkah Metode Brainstorming

Langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan metode brainstorming adalah sebagai berikut: (1) Pemberian

14Ibid, halaman 84.

15 Munandar, Pengembangan Kreativitas anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta,1995),


(24)

informasi dan motivasi: guru menyuruh siswa untuk membentuk kelompok dan menjelaskan masalah yang dihadapi beserta latar belakangnya. (2) Identitas: siswa bersama kelompok memberikan sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk ditampung, ditulis dan tidak dikritik. Siswa hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan agar kreativitas siswa tidak terhambat. (3) Klasifikasi: siswa bersama kelompok mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan disepakati oleh kelompok, klasifikasi bisa berdasarkan faktor-faktor lain. (4) Verifikasi: siswa bersama kelompok menguji relevansi setiap sumbang saran dengan permasalahannya, apabila terdapat sumbang saran yang sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang tidak relevan bisa dicoret kepada pemberi sumbang saran bisa diminta argumentasinnya. (5) Konklusi: guru bersama siswa menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.16 3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Brainstorming

Metode brainstorming memiliki banyak kelebihan dan kekurangan. Adapun beberapa ahli mengungkapkan kelebihan dan kekurangan metode brainstorming disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.3

Kelebihan dan Kekurangan Metode Brainstorming Menurut Para Ahli

Menurut Para Ahli

Kelebihan Kekurangan

Roestiyah

1) Anak-anak aktif berfikir untuk menyatakan pendapat,

2) Melatih siswa bepikir dengan cepat dan tersusun logis,

3) Meningkatkan partisipasi siswa dalam menerima

1) Guru kurang memberi waktu yang cukup kepada siswa untukberpikir dengan baik,

2) Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan,

16


(25)

Menurut Para Ahli

Kelebihan Kekurangan

pelajaran,

4) Siswa yang kurang aktif mendapat bantuan dari temannnya yang pandai atau dari guru,

5) Terjadi persaingan yang sehat,

6) Anak merasa bebas dan gembira,

7) Suasana demokrasi dan disiplin dapat

ditumbuhkan.17

3) Guru hanya menampung pendapat tidak pernah merumuskan

kesimpulan,

4) Tidak menjamin hasil pemecahan masalah, 5) Masalah bisa

berkembang ke arah yang tidak diharapkan.18

Sudjana

1) Merangsang semua peserta didik untuk

mengemukakan pendapatdan gagasan, 2) Menghasilkan jawaban

atau atau pendapat melalui reaksi berantai,

3) Penggunaan waktu dapat dikontrol dan metode ini dapat digunakandalam kelompok besar atau kecil, 4) Tidak memerlukan banyak

alat atau tenaga professional.19

1) Peserta didik yang kurang perhatian dan kurang

beranimengemukakan pendapat akan merasa terpaksa

untukmenyampaikan buah pikirannya, 2) Jawaban mudah

cenderung mudah terlepas dari pendapat yangberantai,

3) Peserta didik cenderung beranggapan bahwa semua

pendapatnyaditerima, 4) Memerlukan evalusi

lanjutan untuk menentukan prioritas pendapat yang disampaikan,

17 Roestiyah N.K, Op.Cit., hal 74. 18 Ibid, halaman 75.

19


(26)

Menurut Para Ahli

Kelebihan Kekurangan

5) Anak yang kurang pandai selalu ketinggalan 6) Kadang-kadang

pembicaraan hanya dimonopoli oleh anak yangpandai saja.20 C. Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) dengan

Brainstorming

Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model pembelajaran matematika yang memiliki empat tahap pembelajaran yaitu alegori, integrasi, analisis, sintesis. MPMK melatih proses berpikir siswa dari tahap alegori ke tahap sintesis, dengan ini siswa akan membangun sendiri pengetahuannya. Metode brainstorming dapat menunjang keaktifan siswa melalui bermacam-macam ide yang mereka lontarkan. Guru berperan sebagai pelatih dengan cara memberikan suatu masalah ke siswa, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat sebanyak-banyaknya.

Di setiap tahap pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan guru mungkin langsung menjawabnya, mengarahkan aktivitas untuk memperoleh jawaban atau meminta siswa lain menjawabnya. Hal ini berarti bahwa MPMK memberikan ruang kepada siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran. Ini juga berarti bahwa peran guru dalam setiap langkah sebagai pencerita, pembimbing dan motivator, narasumber, dan pelatih memberikan ruang kepada siswa mengeksplor semua pertanyaan, ide, pendapat, maupun pernyataannya. Dengan demikian siswa merasa lebih dihargai, bangga, dan berhasil karena semua pertanyaan, ide, pendapat, maupun pernyataannya diapresiasi dengan baik oleh guru dan teman-temannya.

20


(27)

D. Kemampuan Berpikir Kritis

Sebelum membahas mengenai berpikir kritis terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai pengertian dari berpikir. Berpikir secara umum didefinisikan oleh Garret sebagai perilaku yang sering kali tersembunyi atau setengah tersembunyi di dalam ide dan konsep yang dilakukan seseorang.21 Ketika seseorang sedang berpikir seringkali tidak terlihat oleh orang lain namun tetap dapat diukur dari hasil ide dan konsep yang dilakukan. Berpikir juga didefinisikan oleh Gilmer, ia menyatakan bahwa berpikir adalah suatu pemecahan masalah dan proses penggunaan gagasan atau lambang-lambang yang tampak secara fisik.22

Sejalan dengan pendapat Garet dan Gilmer, Wowo dalam bukunya mendefinisikan berpikir secara umum dilandasi oleh aktivitas mental dan intelektual yang melibatkan kesadaran yang merujuk kepada ide-ide.23 Berpikir mendasari hampir semua tindakan manusia dan interaksinya. Pada proses belajar mengajar, kemampuan berpikir dapat dikembangkan dengan memperkaya pengalaman yang bermakna melalui persoalan pemecahan masalah.

Mayadiana mendefinisikan berpikir sebagai suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan.24 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan sebuah sebuah aktivitas mental dalam mengolah informasi sehingga menghasilkan suatu pengetahuan atau keputusan yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.

Konsep berpikir kritis yang didefinisikan oleh Ennis adalah pemikiran yang bertujuan untuk membuat keputusan yang masuk akal mengenai apa yang seharusnya kita percayai dan apa yang seharusnya kita lakukan.25 Berpikir kritis dijelaskan juga oleh Gerhand yang dikutip oleh Mayadiana, bahwa berpikir kritis adalah proses pengambilan keputusan yang berdasarkan evaluasi data, penerimaan dan penguasaan data, analisis data,

21 Wowo, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), 2. 22 Ibid.

23 Ibid.

24 Dina Mayadiana, Suatu Alternatif Pembelajran untuk Meningkatkan Kemampuan

Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009), 3.

25


(28)

serta mempertimbangkan aspek kualitas dan kuantitas data.26 Seorang pemikir kritis tidak menerima begitu saja data yang ia dapat, namun melalui beberapa proses berpikir yang panjang untuk membuat keputusan dan menentukan langkah apa yang harus ia lakukan.

Scriven juga mendefinisikan berpikir kritis yang dikemukakan oleh Fisher dalam bukunya, berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.27 Interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif disini berarti seseorang harus mampu membuat dan menyeleksi yang paling baik dari beberapa alternatif, menentukan kebenaran dengan mempertimbangkan kejelasan untuk menarik kesimpulan, dan memikirkannya lebih mendalam serta melibatkan kegiatan tanya jawab dari data yang diterima baik berupa observasi, komunikasi, informasi dan argumentasi. Observasi yang dimaksud adalah apa yang seseorang lihat dan dengar. Komunikasi mencakup data dari pernyataan-pernyataan, komentar-komentar, ungkapan bahasa orang lain. Argumentasi adalah berbagai alasan untuk menyajikan kesimpulan. Informasi-informasi tersebut tidak diterima begitu saja oleh seorang pemikir kritis.

Berpikir kritis juga dikemukakan oleh Jhonson dalam bukunya, mengungkapkan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang lain.28 Sistematis yang dimaksud untuk menghindari mencampur adukan keyakinan dan pengetahuan. Terkadang sesorang meyakini apa yang dilihat dan didengar namun mengabaikan pengetahuan yang ada. Seorang pemikir kritis akan bertanya lalu memeriksa dengan teliti asumsi-asumsi yang didengarnya.

Glazer merumuskan berpikir kritis dalam matematika sebagai kemampuan untuk menyertakan pengetahuan sebelumnya, penalaran matematika, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi-situasi

26 Dina Mayadiana, Op.Cit., hal11. 27 Alec Fisher, Op.Cit., hal 10.

28 Elaine Johnson, Contextual Theaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar


(29)

matematika yang tidak familiar.29 Ketika menemui situasi matematika yang tidak familiar pemikir kritis akan menggunakan pengetahuan sebelumnya dan membuat strategi untuk menentukan solusi dari persoalan matematika serta mampu membuat kesimpulan dan membuktikan bahwa apa yang dikerjakan adalah benar.

Edward Glaser mendaftarkan berpikir kritis adalah kemampuan untuk: (1) mengenal masalah, (2) menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, (3) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (4) mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (5) memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas, (6) menganalisis data, (7) menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, (8) mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah, (9) menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan yang diperlukan, (10) menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil, (11) menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas, (12) membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.30

Robert Ennis menggolongkan keterampilan berpikir kritis pada lima aspek, dua belas indikator dan beberapa sub indikator, dapat dilihat pada tabel berikut:31

Tabel 2.4

Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis Keterampilan

Berpikir Kritis

Indikator Sub indikator

1. Elementary clarification

(memberikan penjelasan sederhana)

1. Memfokuskan pertanyaan

a. Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan b. Mengidentifikasi kriteria

untuk

mempertimbangkan

29 Dina Mayadiana Suwarma, Op.Cit., hal 16. 30 Alec Fisher, Op.Cit., halaman 7.

31 Robert H. Ennis, Goals for a Critical Thinking Curriculum; In Al Costa (ed).

Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking, (Alexandria: ASCD, 1985), 80-83.


(30)

Keterampilan Berpikir Kritis

Indikator Sub indikator

jawaban yang mungkin 2. Menganalisis

argumen

a. Mengidentifikasi alasan sebab yang dinyatakan secara eksplisit b. Mengidentifikasi sebab

yang dinyatakan secara implisit

c. Mengidentifikasi ketidak relevanan dan

kerelevanan

d. Mencari persamaan dan perbedaan

e. Mengidentifikasi kesimpulan 3. Bertanya dan

menjawab pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang menantang

a. apa intinya, apa artinya b. apa contohnya, apa yang

bukan contohnya c. bagaimana

menerapkannya dalam kasus tersebut

2. Basic Support

(membangun keterampilan dasar)

4. Mempertimbangkan kredibilitas (kriteria) sumber

a. Kesepakatan antar sumber

b. Menggunakan prosedur yang ada

c. Kemampuan memberi alasan

5. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi

a. Dilaporkan oleh pengamat sendiri b. Mencatat hal-hal yang

diinginkan c. Penguatan dan

kemungkinan penguatan 3. Inference

(membuat kesimpulan)

6. Membuat deduksi dan

mempertimbangkan hasil deduksi

a. Kelompok yang logis b. Kondisi yang logis c. Interpretasi pertanyaan


(31)

Keterampilan Berpikir Kritis

Indikator Sub indikator

7. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

a. Membuat generalisasi: tabel dan grafik

b. Membuat kesimpulan dan hipotesis

8. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan

a. Latar belakang fakta dan konsekuensi

b. Penerapan prinsip c. Menyeimbangkan dan

memutuskan 4. Advanced clarivication (membuat penjelasan lebih lanjut)

9. Mendefinisikan istilah dan

mempertimbangkan definisi

a. Membuat bentuk: contoh dan bukan contoh b. Tindakan,

mengidentifikasi persamaan 10. Mengidentifikasi

asumsi

a. Alasan ang tidak dinyatakan

b. Asumsi yang diperlukan; rekonstruksi argumen 5. Strategies and

tactics (strategi dan taktik)

11. Memutuskan suatu tindakan

a. Menyeleksi kriteria untuk membuat solusi

b. Memutuskan alternatif yang mungkin c. Mereview 12. Berinteraksi dengan

orang lain

a. Memberi label b. Strategi retorik

c. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan maupun tulisan Adapun indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5

Keterampilan Berpikir Kritis Peneliti

Aspek Indikator Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis


(32)

Aspek Indikator Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis (memberikan penjelasan

sederhana) Mencari persamaan dan perbedaan masalah proporsi dan bukan proporsi Mengidentifikasi ketidak relevanan dan kerelevanan

masalah perbandingan

Mengidentifikasi kesimpulan perbandingan

Basic Support

(membangun keterampilan dasar)

Kemampuan memberi alasan permasalahan proporsi

Inference (membuat kesimpulan)

Melengkapi tabel dan membuat grafik masalah proporsi

Advanced clerivication

(membuat penjelasan lebih lanjut)

Mengubah permasalahan menjadi bukan contoh proporsi

Strategies and tactics

(strategi dan taktik)

Memperbaiki pernyataan yang salah terkait perbandingan

E. Keterkaitan Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) dengan Brainstorming dan Berpikir Kritis

Matematika merupakan salah satu ilmu yang memilki peranan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Siswa memerlukan kemampuan berpikir kritis yang tinggi karena kemampuan berpikir kritis matematika berperan penting dalam penyelesaian suatu permasalahan mengenai pelajaran matematika. Melalui berpikir kritis siswa dapat pengambilan keputusan yang berdasarkan evaluasi data, penerimaan dan penguasaan data, analisis data, serta mempertimbangkan aspek kualitas dan kuantitas data.

Model Pembelajaran Matematika Knisley (MPMK) efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Model pembelajaran ini memiliki empat tahapan, yaitu alegori, integrasi, analisis, dan sintesis.32 MPMK melatih proses berpikir siswa dari

32 E Mulyana, Pengaruh Model Pembelajaran Knisley terhadap Peningkatan Pemahaman


(33)

tahap alegori sampai ke tahap sintesis, dengan ini siswa akan membangun sendiri pengetahuannya. Selain itu, terdapat metode yang menunjang model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) yaitu metode brainstorming. Metode ini dapat menunjang keaktifan siswa melalui bermacam-macam ide yang mereka lontarkan. Guru berperan sebagai pelatih dengan cara memberikan suatu masalah ke siswa, kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapat sebanyak-banyaknya.

Menurut Roestiyah metode pembelajaran brainstorming

adalah suatu teknik mengajar didalam kelas dengan memberikan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjawab atau menyatakan pendapatnya sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru atau dapat diartikan juga sebagai suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia dalam waktu yang singkat.33

Metode brainstorming mempunyai tahapan-tahapan yang dapat menunjang keterampilan berpikir kritis seperti tahap identitas, klasifikasi, verifikasi, dan konklusi. Pada tahap identitas siswa dapat memberikan penjelasan sederhana. Pada tahap klasifikasi siswa dapat memberi penjelasan lebih lanjut. Pada tahap verifikasi siswa dapat memberi penjelasan lebih lanjut dan menyimpulkan. Pada tahap konklusi siswa dapat menyimpulkan.

Dengan adanya pembelajaran seperti ini diharapkan kemampuan berpikir kritis siswa akan meningkat. Siswa yang pasif akan menjadi aktif dalam proses pembelajaran matematika dan siswa akan membangun sendiri pengetahuannya.

F. Perbandingan

1. Memahami Perbandingan

Perbandingan adalah membandingkan dua nilai atau lebih dari suatu besaran yang sejenis dan dinyatakan dengan cara yang sederhana. Perbandingan sering juga disebut rasio. 34

Contoh Soal:

Siswa di SMP Sukamaju diminta untuk memilih membaca berita melalui media online atau media cetak. Dari 150 siswa,

33 Roestiyah & Y. Soeharto, Op.Cit., hal 3.

34As’ari, Abdur Rahman, dkk, Matematika. SMP/MTs Kelas VII Semester 1, (Jakarta:


(34)

100 siswa memilih media online dan 50 siswa memilih media cetak. Bagaimana cara kalian membandingkan pilihan siswa membaca melalui online atau media cetak?

Berikut beberapa jawaban dari pernyataan di atas: (1) dari siswa SMP Sukamaju yang mengikuti survei memilih media cetak dari pada media online untuk membaca berita, (2) perbandingan banyak siswa yang memilih media online terhadap media cetak adalah 50 : 100, (3) 50 dari 100 siswa memilih media cetak dari pada media online, (4) banyak siswa yang memilih membaca online 50 lebih banyak dari pada siswa yang membaca berita melalui media cetak, (5) banyak siswa yang membaca online dua kali lipat dari siswa yang membaca melalui media cetak.

Terdapat tiga cara berbeda untuk menyatakan suatu perbandingan: (1) menggunakan pecahan, misalnya

, (2) menggunakan dua bilangan yang dipisahkan oleh titik dua (:), misalnya 2 : 3 yang artinya 2 banding 3, (3) menggunakan dua bilangan yang dipisahkan oleh kata dari, misalnya 2 dari 3. 2. Perbandingan Dua Besaran dengan Satuan yang Berbeda

Membandingkan dua besaran dengan satuan yang berbeda adalah membandingkan dua kuantitas yang berbeda. Misalnya membandingkan jarak yang ditempuh (kilometer) dengan banyak pertamax (liter), tarif internet per jam, kurs rupiah terhadap dolar, dan kecepatan. 35

Contoh soal:

1. Agung bersepeda di lintasan yang berbeda. Terkadang melintasi jalan yang naik, terkadang melintasi jalan yang menurun. Ada kalanya dia melintasi jalan yang datar. Agung berhenti tiga kali untuk mencatat waktu dan jarak yang telah ditempuhnya setelah melewati tiga lintasan. (1) pemberhentian ke-1 : 8 kilometer, 20 menit; (2) pemberhentian ke-2 : 12 kilometer, 24 menit; (3) pemberhentian ke-3 : 24 kilometer, 40 menit. Pada lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan cepat? Lintasan yang manakah Agung mengendarai sepeda dengan lambat?

35


(35)

Penyelesaian

Kita harus menentukan kecepatan rata-rata Agung setiap lintasan.

Lintasan pertama, Agung menempuh 8 kilometer dalam waktu 20 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan

= km/menit.

Lintasan kedua, Agung menempuh 12 kilometer dalam waktu 24 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan

= km/menit.

Lintasan ketiga, Agung menempuh 24 kilometer dalam waktu 40 menit. Berarti Agung mengendarai sepeda dengan kecepatan

= km/menit. Karena < <

, dapat disimpulkan bahwa Agung mengendarai sepeda paling cepat saat berada di lintasan ketiga dan mengendarai sepeda paling lambat saat berada di lintasan pertama.

Contoh Soal:

2. Jumlah pembilang dan penyebut suatu pecahan adalah 60. Perbandingan pembilang dan penyebutnya adalah 5 : 7 . tentukan pecahan yang dimaksud.

Penyelesaian

Jumlah perbandingan pembilang dan penyebut pecahaan yang dimaksud adalah 5 + 7 = 12

Jumlah pembilang dan penyebutnya adalah 60, sehingga Pembilang pecahan adalah

x 60 = 25 Penyebut pecahan adalah

x 60 = 35 Jadi, pecahan yang dimaksud adalah

Untuk membandingkan dua besaran tersebut, harus menyamakan satuan dari besaran tersebut. Misalnya membandingkan 80 km/jam dengan 55mph (mill per hour) maka harus disamakan dahulu 1 mill = 1,6 km sehingga 55 mph x 1,6 = 88 km per jam.

3. Menyelesaikan Masalah Proporsi

Konsep proporsi sangat berguna dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan perbandingan. Proporsi adalah


(36)

suatu pernyataan yang menyatakan bahwa dua perbandingan adalah sama. 36

Tabel 2.6

Masalah Proporsi dan Bukan Masalah Proporsi

Proporsi Bukan Proporsi

1. Jika harga 4 kg beras adalah Rp 36.000,00, berapakah harga 8 kg beras ?

1. Saat Budi berusia 4 tahun, adiknya berusia 2 tahun. Sekarang usia Budi 8 tahun. Berapa usia adiknya ?

2. Susi berlari dengan kecepatan tiga kali lebih cepat dari Yuli. Jika Susi menempuh jarak 9 km, berapakah jarak yang ditempuh Yuli ?

2. Susi dan Yuli berlari di lintasan dengan kecepatan yang sama. Susi berlari terlebih dahulu. Ketika Susi telah berlari 9 putaran, Yuli berlari 3 putaran. Jika Yuli menyelesaikan 15 putaran, berapa putaran yang dilalui Susi ?

3. Es jeruk manakah yang lebih asam, 2 takar sirup dicampur dua gelas air putih atau 3 takar sirup dicampur dengan dua geals air putih?

3. Es jeruk manakah yang lebih asam, 2 takar sirup dicampur dengan dua cangkir air putih atau 3 sahet takar sirup dicampur dengan dua geals air putih?

Perhatikan pada Tabel 2.6 di atas. Apa yang membedakan antara masalah proporsi dan masalah bukan proporsi ? jelaskan perbedaan keduanya.

1. Situasi A menggunakan perkalian, sedangkan situasi B menggunakan aturan penjumlahan.

2. Situasi A pada nomor 5, sisi yang bersesuaian memiliki perbandingan yang sama. Sedangkan situasi B tidak memiliki perbandingan yang sama.

Contoh soal:

1. Tentukan apakah himpunan pasangan bilangan di bawah ini proporsi atau tidak. Jelaskan alasan kalian.

a.

Bilangan Pertama (x) 2 4 6 8 10

Bilangan Kedua (y) 4 6 8 10 12

36


(37)

b.

Bilangan Pertama (x) 3 6 9 12 15

Bilangan Kedua (y) 4 8 12 16 20

2. Buatlah grafik untuk setiap masalah a dan b. Penyelesaiaan

1. Untuk pasangan bilangan 1.a, perhatikan bahwa perbandingan bilangan pertama terhadap bilangan kedua, tidak sama.

= , sedangkan = begitu untuk yang lainnya. Jadi, pasangan bilangan 1.a bukan merupakan masalah proporsi.

untuk pasangan bilangan 1.b, perhatikan bahwa perbandingan bilangan pertama terhadap bilangan kedua, adalah sama.

= , = ,

= , begitu untuk yang lainnya.

Jadi, pasangan bilangan 1.b merupakan masalah proporsi. 2. Garis yang menghubungkan tititk-titik pasangan bilangan

kedua masalah disajikan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Grafik dari Contoh Soal 1a 0

5 10 15

2 4 6 8 10

Grafik


(38)

Gambar 2.2 Grafik dari Contoh Soal 1b Contoh soal :

3. Jika kalian mengendarai mobil yang dapat menghabiskan 60 liter bensin untuk 480 km, berapakah jarak yang ditempuh jika mobil telah menghabiskan 45 liter bensin saat dalam perjalanan dengan kondisi yang sama?

Penyelesaian

Misal x = jarak yang ditempuh jika mobil telah menghabiskan 45 liter bensin. Buat tabel seperti berikut untuk mengetahui unsur yang diketahui dan yang ditanyakan.

Liter Km Banyak bensin yang dibutuhkan 60 480

Jarak yang ditempuh 45 X

Sehingga, =

Untuk menyelesaikannya, kalian bisa mengalikan silang seperti berikut.

60 . x = 480 . 45 x =

x = 360

jadi, untuk 45 liter bensin, mobil dapat menempuh . . . km 0

5 10 15 20 25

3 6 9 12 15

Grafik


(39)

Persamaan

adalah proporsi, karena

. Begitu pula persamaan

adalah contoh suatu proporsi, karena 14 × 33 = 21 × 22. Secara umum, adalah suatu proporsi jika dan hanya jika a × d = b × c

dengan a, b, c dan d tidak nol. G. Hipotesis Penelitian

Sebelum melakukan penelitian dan pengumpulan data, perlu dirumuskan hipotesis yang merupakan dasar atau landasan serta pemberi arah dalam proses penelitian dan pengumpulan data. Selain itu hipotesis juga merupakan kesimpulan atau jawaban sementara terhadap masalah yang diteliti. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis penelitian ini adalah: Terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan brainstorming.


(40)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Karena pada penelitian ini hanya menggunakan kelas eksperimen tanpa adanya kelas kontrol. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang diperoleh selama penelitian berupa nilai tes kemampuan awal dan nilai tes kemampuan akhir akan diolah dengan menggunakan metode analisis data statistik. Penelitian ini bertujuan untuk mencari keefektifan penerapan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan brainstorming

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2016/2017 di MTs Imam Syafi’i.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Imam Syafi’i Surabaya. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B MTs Imam Syafi’i Surabaya, yang berjumlah 29 siswa. Dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling

dengan mempertimbangkan kelas yang rata-rata hasil belajarnya paling rendah, supaya terlihat peningkatan yang signifikan.

D. Rancangan Penelitian

Rancangan yang akan digunakan adalah tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir. Observasi yang dilakukan pada rancangan ini sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (O1) disebut tes kemampuan awal dan observasi yang dilakukan sesudah eksperimen (O2) disebut tes kemampuan akhir.

Adapun rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1

1 Wirawan, EVALUASI: Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi, (Jakarta: PT.


(41)

Keterangan:

O1 = Data yang diperoleh sebelum treatment, yaitu nilai siswa setelah mengerjakan tes berupa soal untuk mengukur kemamapuan berpikir kritis sebelum diterapkannya model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming.

X = Kegiatan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran matematika knisley (MPMK) dengan brainstorming.

O2 = Data yang diperoleh setelah treatment, yaitu nilai siswa setelah mengerjakan test berupa soal untuk mengukur kemamapuan berpikir kritis setelah diterapkannya model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan

brainstorming. E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan beberapa metode pengumpulan data, antara lain:

1. Observasi

Observasi dilaksanakan oleh observer ketika pelaksanaan pembelajaran model Knisley dengan

brainstorming. Pengamatan dilakukan dengan lembar observasi pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran, keterlaksanaan RPP dan kemampuan guru melaksanakan RPP. Aktivitas siswa akan diamati oleh dua orang pengamat yang sudah dilatih, yaitu: Ahmad Shodiq (mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya) dan Miftakhuddin (mahasiswa Universitas Negeri Surabaya). Keterlaksanaan RPP dan kemampuan guru melaksanakan RPP akan diamati oleh satu orang pengamat yang sudah dilatih, yaitu: Badrus Sholeh (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya).

2. Angket

Angket respon siswa diberikan kepada seluruh siswa setelah pembelajaran berlangsung. Cara pengisian lembar


(42)

angket adalah dengan memberi tanda centang (√) pada kolom tanggapan di lembar angket siswa. Sebelum siswa mengisi lembar angket, guru menginformasikan ke siswa bahwa hasil angket tidak mempengaruhi nilai akademik mereka. Jadi siswa mengisi angket sesuai dengan penilaian mereka terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

3. Tes

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes tulis yang terdiri dari tes kemampuan awal dengan soal dalam bentuk soal uraian yang diberikan sebelum awal penelitian. Pada akhir penelitian diadakan tes kemampuan akhir untuk mengetahui pencapaian indikator keberhasilan penelitian dengan memberikan soal dalam bentuk uraian. Tes ini untuk mengukur kemampuan berpikir kritis sebelum dan sesudah diberi perlakuan.

F. Instrumen Penelitian 1. Lembar Observasi.

Lembar observasi yang digunakan dalam pengumpulan data untuk penelitian ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:

a. Lembar observasi aktivitas siswa

Instrumen ini digunakan untuk mengamati aktivitas siswa selama mengikuti kegiatan belajar-mengajar dalam penerapan pembelajaran model Knisley dengan

brainstorming.

Adapaun kategori yang diamati peneliti adalah: (1) mendengarkan/memperhatikan penjelasan ketika pembelajaran (2) mengajukan/menjawab pertanyaan ketika pembelajaran berlangsung (3) mengemukakan pendapat ketika pembelajaran berlangsung (4) membaca/memahami masalah di LKS (5) menyelesaikan masalah di LKS (6) berdiskusi dengan kelompok terkait permasalahan di LKS (7) membuat grafik/tabel (8) Melakukan hal yang relevan dengan kegiatan belajar mengajar (melakukan presentasi, menulis materi yang diajarkan, menyimpulkan, melakukan refleksi, dsb) (9) perilaku yang tidak relevan dengan KBM (percakapan yang tidak relevan dengan materi yang sedang dibahas, mengganggu teman dalam kelompok, melamun).


(43)

Lembar observasi aktivitas siswa secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.4.

b. Lembar observasi keterlaksanaan dan kemampuan guru melaksanakan RPP.

Pembuatan kedua lembar observasi ini disesuaikan dengan pembelajaran model Knisley dengan brainstorming

yang telah direncanakan dalam RPP, lembar observasi keterlaksanaan RPP dan kemampuan guru melaksanakan RPP secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 2.5 sampai 2.7.

2.Angket Respon Siswa

Angket respon siswa berupa lembaran yang berisi pertanyaan tentang penggunaan perangkat pembelajaran. Struktur angket ini memuat pendahuluan; petunjuk pengisian; pernyataan-pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu STS (sangat tidak setuju), TS (tidak setuju), S (setuju), dan SS (sangat setuju).

Adapaun kategori yang dipakai oleh peneliti adalah: (1) saya merasa tidak terbebani dalam mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan brainstorming (2) saya senang mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan brainstorming (3) saya terbantu memahami konsep baru dengan pembelajaran yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya (4) saya mendapatkan kesempatan lebih untuk menyatakan ide (5) saya mendapatkan kesempatan lebih untuk mengajukan pertanyaan (6) saya mendapatkan kesempatan lebih untuk menanggapi pertanyaan/pendapat orang lain (7) saya mendapatkan banyak manfaat setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan

brainstorming (8) saya mampu mengidentifikasi suatu permasalahan setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan brainstorming (9) saya mampu memberi alasan suatu permasalahan setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan

brainstorming (10) saya mampu membuat kesimpulan suatu permasalahan setelah mengikuti pembelajaran dengan menerapkan MPMK dengan brainstorming (11) LKS yang digunakan terlihat baru bagi saya (12) petunjuk LKS jelas dan dapat dipahami (13) LKS memuat permasalahan sesuai dengan


(44)

materi (14) LKS dapat membantu saya memahami konsep (15) LKS menggunakan bahasa yang mudah dimengerti (16) tampilan LKS menarik. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.8.

3. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa soal tes kemampuan awal dan akhir untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yang terdiri dari 3 butir soal uraian beserta pedoman penskorannya. Lebih lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.9 sampai 2.12. Instrumen tes kemampuan awal mengacu kepada beberapa indikator dibawah ini:

Tabel 3.1

Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Awal

Aspek Indikator Soal Tes Kemampuan

Berpikir Kritis Soal

Elementary clarification

(memberikan penjelasan sederhana)

Mengidentifikasi permasalahan

perbandingan 1a

Mencari persamaan dan perbedaan masalah proporsi dan bukan proporsi 1e

Mengidentifikasi ketidak relevanan dan kerelevanan masalah

perbandingan

3a Mengidentifikasi kesimpulan

perbandingan 2

Basic Support

(membangun keterampilan dasar)

Kemampuan memberi alasan

permasalahan proporsi 1c

Inference (membuat kesimpulan)

Melengkapi tabel dan membuat

grafik masalah proporsi 1b

Advanced clerivication

(membuat penjelasan lebih lanjut)

Mengubah permasalahan menjadi

bukan contoh proporsi 1d

Strategies and tactics

(strategi dan taktik)

Memperbaiki pernyataan yang salah terkait perbandingan 3b


(45)

Kemudian Instrumen tes kemampuan akhir mengacu kepada beberapa indikator dibawah ini:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Akhir

Aspek Indikator Soal Tes Kemampuan

Berpikir Kritis Soal

Elementary clarification

(memberikan penjelasan sederhana)

Mengidentifikasi permasalahan

perbandingan 2a

Mencari persamaan dan perbedaan

masalah proporsi dan bukan proporsi 2e Mengidentifikasi ketidak relevanan

dan kerelevanan masalah perbandingan

1a Mengidentifikasi kesimpulan

perbandingan 3

Basic Support

(membangun keterampilan dasar)

Kemampuan memberi alasan

permasalahan proporsi 2c

Inference (membuat kesimpulan)

Melengkapi tabel dan membuat

grafik masalah proporsi 2b

Advanced clerivication

(membuat penjelasan lebih lanjut)

Mengubah permasalahan menjadi

bukan contoh proporsi 2d

Strategies and tactics

(strategi dan taktik)

Memperbaiki pernyataan yang salah terkait perbandingan 1b Perangkat pembelajaran RPP, LKS dan instrumen tes kemampuan berpikir kritis sudah melalui proses validasi (lihat di lampiran 3.1 sampai 3.6). Nama-nama validatornya sebagai berikut :

Tabel 3.3 Nama – Nama Validator

Nama Validator Jabatan

Moh. Hafiyussholeh, M.Si Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya


(46)

Nama Validator Jabatan

Fani Adibah, M.Pd Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya G. Teknik Analisis Data

Analisis data dari hasil setiap instrumen akan dianalisis dengan cara sebagai berikut:

1. Analisis Data Aktivitas Siswa.

Setiap kategori aktivitas yang muncul dihitung frekuensinya dan dihitung persentase aktivitas siswa untuk setiap kategori. Setelah dihitung persentase aktivitas siswa untuk setiap kategorinya, maka dapat disimpulkan aktivitas siswa yang dominan muncul dengan menentukan persentase terbesar dari setiap kategorinya.

Untuk menghitung persentase aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran, sebelumnya ditentukan rata-rata kedua pengamat pada tiap kategori aktivitas siswa dengan rumus: R =

Keterangan:

R = Rata-rata kedua pengamat P1 = Pengamat 1

P2 = Pengamat 2

Kemudian mencari persentase tiap kategori aktivitas siswa dari rata-rata kedua pengamat dengan rumus:

P = X 100% Keterangan:

P = Persentase (%)

R = Rata-rata kedua pengamat

N = Total seluruh kategori aktivitas siswa

Pada penelitian ini kategori aktivitas siswa disesuaikan dengan RPP. Aktivitas siswa dikatakan efektif jika persentase aktivitas siswa mencapai kriteria aktif atau sangat aktif. Kriteria aktivitas siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(47)

Tabel 3.4 Kriteria Aktivitas Siswa

PERSENTASE KRITERIA

86% < P ≤ 100% Sangat aktif 75% < P ≤ 86% Aktif 60% < P ≤ 75% Cukup aktif 55% < P ≤ 60% Kurang aktif

P ≤ 55% Tidak aktif

2. Analisis Data Keterlaksanaan RPP

Keterlaksanaan RPP akan diamati oleh 1 orang pengamat yang sudah dilatih sehingga dapat mengoperasikan lembar pengamatan keterlaksanaan RPP. Penyajian keterlaksanan dalam bentuk pilihan, yaitu terlaksana dan tidak terlaksana.

Skala presentase untuk menentukan keterlaksanaan RPP dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P =

x 100%

Keterangan:

P = Persentase keterlaksanaan BT = Banyak langkah yang terlaksana BD = Banyak langkah yang direncanakan

Kemampuan guru melaksanakan RPP dikatakan efektif jika persentase keterlaksanaan RPP mencapai kriteria baik atau sangat baik. Kriteria keterlaksanaan RPP dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.5

Kriteria Keterlaksanaan RPP

PERSENTASE KRITERIA

86% < P ≤ 100% Sangat baik

75% < P ≤ 86% Baik

60% < P ≤ 75% Cukup baik

55% < P ≤ 60% Kurang baik


(48)

3. Analisis Data Kemampuan Guru Melaksanakan RPP Untuk menghitung skor setiap kegiatan dalam pembelajaran dengan rumus sebagai berikut:

SK =

Keterangan:

SK = Skor setiap kegiatan A = Jumlah skor yang diperoleh BL = Banyak langkah

Kemudian mencari skor setiap pertemuan dengan rumus:

SP =

Keterangan:

SP = Skor setiap pertemuan SK = Skor setiap kegiatan BK = Banyaknya kegiatan

Kemudian mencari rata-rata total keseluruhan pertemuan dengan rumus:

P =

Keterangan:

P = Rata-rata total skor keseluruhan pertemuan SP = Skor setiap pertemuan

BP = Banyaknya pertemuan

Kemampuan guru melakasanakan RPP dikatakan efektif jika skor kemampuan guru melakasanakan RPP mencapai kriteria baik atau sangat baik. Kriteria kemampuan guru melaksanakan RPP dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.6

Kriteria Kemampuan Guru Melaksanakan RPP

Rata-Rata Total Skor Keterangan

3,00 ˂ P≤ 4,00 Sangat Baik

2,00 ˂ P≤ 3,00 Baik

1,00 ˂ P≤ 2,00 Kurang Baik


(49)

4.Analisis Data Respon Siswa.

Angket respon siswa digunakan untuk mengukur pendapat siswa terhadap pembelajaran, perangkat baru, kemudahan memahami komponen-komponen: materi atau isi pelajaran, tujuan pembelajaran, LKS, suasana belajar, dan cara guru mengajar, minat penggunaan, kejelasan penjelasan dan bimbingan guru. Data yang diperoleh berdasarkan angket tentang respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dan lembar kerja siswa dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif, yaitu menghitung persentase tentang pernyataan yang diberikan. Presentase respon siswa dihitung dengan menggunakan rumus:

P = x 100% Keterangan:

A = Skor yang diperoleh tiap butir B = Skor maksimum tiap butir

Analisis respon siswa terhadap proses pembelajaran ini dilakukan dengan mendeskripsikan respon siswa terhadap proses pembelajaran. Respon siswa dikatakan efektif jika persentase respon siswa mencapai kriteria positif atau sangat positif. Kriteria respon siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.7 Kriteria Respon Siswa

PERSENTASE KRITERIA

86% < P ≤ 100% Sangat positif

75% < P ≤ 86% Positif

60% < P ≤ 75% Cukup positif 55% < P ≤ 60% Kurang positif

P ≤ 55% Tidak positif

5. Analisis Data Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Data yang diperoleh terdiri dari hasil tes kemampuan kemampuan berpikir kritis siswa. Data nilai tes kemampuan kemampuan berpikir kritis siswa berupa nilai tes kemampuan awal siswa dan nilai tes akhir pada materi perbandingan yang dianalisis dengan menggunakan statistika deskriptif dan statistika inferensial. Statistika inferensial yang digunakan adalah uji beda


(50)

yaitu uji paired t-test atau uji Wilcoxon. Sebelum mengadakan uji tersebut terlebih dahulu dalam penelitian ini dilakukan perhitungan melalui statistik deskriptif yang meliputi rata-rata, standar deviasi, varians, skor minimum, dan skor maksimum. Uji

paired sample t-test digunakan apabila data berdistribusi normal dan homogen, sedangkan uji Wilcoxon digunakan jika data tidak berdistribusi normal. Keseluruhan penghitungan statistik dibantu menggunakan program SPSS.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.2

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang telah diperoleh melalui hasil tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir siswa (mean, median, standar deviasi, variansi, skor minimum, dan skor maksimum) sehingga mudah dipahami. Penghitngan statistik deskriptif ini dibantu menggunakan program SPSS.

2. Uji Normalitas

Pada data kuantitatif, agar dapat dilakukan uji statistik parametrik dipersyaratkan berdistribusi normal. Pembuktian data berdistribusi normal tersebut perlu dilakukan uji normalitas terhadap data. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji Liliefors. Menurut Harun Al-Rasyid dalam maman Abdurrahman, ”Kelebihan Liliefors test adalah penggunaan atau perhitungannya sederhana, serta cukup kuat (power full) sekalipun dengan ukuran sampel kecil”.3

Menurut Sudjana, pengujian normalitas data yang diperoleh dalam penelitian menggunakan dengan langkah-langkah pengujian dengan menggunakan uji Liliefors, yaitu: (a) urutkan nilai xi diurutkan dari nilai terkecil sampai nilai terbesar. (b) pengamatan , , , …, dijadikan bilangan baku , ,..., dengan menggunakan rumus =

2 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2012), 207-208.

3 Maman Abdurahman, et. al., Dasar-Dasar Metode Statistika Untuk Penelitian,


(1)

68

mengeksplorasinya dengan mengidentifikasi, memberi alasan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Disini model pembelajaran matematika Knisley dapat menunjang keefektifan brainstorming dengan variasi tingkat keaktifan siswa dan guru saling bergantian.


(2)

68 A. Simpulan

1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran dengan persentase 91,9% atau 91,9% waktu pembelajaran digunakan untuk aktivitas relevan dan tergolong pada kriteria sangat aktif. Hal ini berarti siswa lebih aktif dalam pembelajaran ini. Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa pada materi perbandingan dikategorikan “sangat aktif”.

2. Persentase keterlaksanaan RPP keseluruhan pertemuan sebesar 86,6%. Maka dapat diartikan bahwa keterlaksanaan RPP model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa pada materi perbandingan adalah “sangatbaik”.

3. Rata-rata kemampuan guru melaksanakan RPP keseluruhan pertemuan memperoleh nilai sebesar 3,14. Maka dapat diartikan bahwa kemampuan guru melaksanakan RPP model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa pada materi perbandingan adalah “sangat baik”.

4. Rata-rata respon siswa baik terhadap pelaksanaan pembelajaran, maupun LKS memperoleh persentase sebesar 88,73%. Maka dapat diartikan bahwa respon model pembelajaran matematika knisley dengan brainstorming untuk meningkatkan berpikir kritis siswa pada materi perbandingan adalah “sangat positif”.

5. Hasil dari uji t dalam penelitian ini adalah 0,004 kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan 0,05. Setelah dibandingkan ternyata nilainya lebih kecil dari 0,05 (0,004 < 0,05), maka dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan sehingga hipotesis diterima. Jadi, “terdapat peningkatan” berpikir kritis siswa setelah diterapkan model pembelajaran matematika Knisley (MPMK) dengan brainstorming.


(3)

69

B. Saran

Saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan model pembelajaran matematika Knisley dengan brainstorming pada materi-materi yang lain sehingga nantinya


(4)

70

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Maman. Dasar-Dasar Metode Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Achmad, Arief. Memahami Berpikir Kritis, accessed on August 1, 2016; http://researchengines.com/1007arief3.html; Internet.

Ardian, A & Jatmiko R.D., Pengembangan Model Pembelajaran Brainstorming untuk Meningkatkan Kreativitas Mahasiswa pada Mata Kuliah Praktik Fabrikasi. Yogyakarta: Program Sarjana UNY, 2007.

As’ari, Abdur Rahman, dkk. Matematika. SMP/MTs Kelas VII Semester 1. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014. Ennis, Robert. Goals for a Critical Thinking Curriculum; In Al Costa

(ed). Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking. Alexandria: ASCD, 1985.

Fatimah, Siti., Skripsi: “Penerapan Model Pembelajaran Knisley dengan Metode Brainstorming untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA”. Bandung: Program Sarjana UPI, 2007.

Fisher, Alec. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga, 2009. Gupitasari, Gita. Penurunan Kecemasan dan Peningkatan Kemampuan Berpikir Krtis Mamtmatis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Matematika Knisley. Bandung: Program Sarjana UPI, 2015.

Hanna, Kunu dan Enny Prisillia Uneputty, “Pengaruh Metode Brainstroming Terhadap Hasil Belajar Bahasa Jerman Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Ambon”. Ambon: Jurnal Penelitian Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman FKIP Universitas Pattimura Ambon, 2013.


(5)

71

Johnson, Elaine. Contextual Theaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasiyikan dan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama, 2009.

Knisley, J. A Four-Stage Model of Mathematical Learning. Mathematics Educator, accessed on August 1, 2016; http://Wilson Coe-uga.edu/DEPT/TME/Issues/v12n1/3knisley.html; Internet. Luthfiyati, Elah Nurlaela, Dian Usdiyana. Metode Pembelajaran

Brainstorming. Bandung.

Mayadiana, Dina. Suatu Alternatif Pembelajran untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya, 2009.

Minter, David dan Michael Reid., Lightning In A Bottle (Lightning Innovation Strategy). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2007. Mulyana, E., Tesis: “Pengaruh Model Pembelajaran Knisley terhadap

Peningkatan Pemahaman Matematika Siswa SMA IPA”. Bandung: UPI, 2009.

Munandar. Pengembangan Kreativitas anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Rachmawati, Tutik dan Daryanto., Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik. Yogyakarta: Gava Media, 2015. Roestiyah. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012. Roestiyah & Y. Soeharto., Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina

Aksara, 2008.


(6)

Susetyo, Budi. Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama, 2010.

Tegeh dkk. Seminar Pendidikan. Singaraja: Undiksha Press, 2013. Wirawan. EVALUASI: Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi.

Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011.

Wowo. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Zhao, Z. The Study on Influencing Factors of Team Brainstorming.

International Journal of Business and Management, accessed on October 1, 2016; http://www.ccsenet.org/ijbm; Internet.