Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 34 Tahun 2005
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
NOMOR TAHUN 2005
T E N T A N G
RETRIBUSI TERMINAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PARIGI MOUTONG,
Menimbang :
Mengingat :
a. bahwa guna menunjang kelancaran mobilitas orang maupun arus barang dan untuk terlaksananya keterpaduan intra dan antar moda secara lancar dan tertib di Kabupaten Parigi Moutong dapat dibangun dan diselenggarakan terminal;
b. bahwa penyelenggaraan terminal merupakan kewenangan kabupaten yang harus diselenggarakan secara efesien dan efektif agar pelaksanaannya berjalan dengan baik;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Terminal;
1. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2. UndangUndang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480);
3. UndangUndang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 34
(2)
Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 4. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);
5. UndangUndang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Parigi Moutong Di Propinsi Sulawesi Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 34, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4185);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana Dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3529) ;
8. Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 1 Tahun 2004 tentang Kewenangan Kabupaten Parigi Moutong Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 4 Seri E Nomor 3); 9. Peraturan Daerah Kabupaten Parigi Moutong Nomor 4 Tahun 2004
tentang Pembentukan Organisasi Dan Tata Cara Kerja DinasDinas Kabupaten Parigi Moutong (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 4 Seri D Nomor 2);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG dan
BUPATI PARIGI MOUTONG MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK
(3)
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Parigi Moutong .
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Parigi Moutong .
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya dapat disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
5. Pejabat yang ditunjuk adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan Daerah yang berlaku .
6. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundangundangan yang dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Bupati.
7. Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil penumpang, bus dan angkutan khusus yang mempunyai asal dan tujuan tetap. 8. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan terdiri dari
kendaraan bermotor atau kendaraan tidak bermotor.
9. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu.
10. Kendaraan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran.
11. Mobil Penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyakbanyaknya 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
12. Mobil Bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk, tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
13. Mobil Barang adalah setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor, mobil penumpang, mobil bus dan kendaraan khusus.
14. Perusahaan Angkutan Umum adalah perusahaan yang menyediakan jasa angkutan orang dan / atau barang dengan kendaraan umum di jalan.
15. Izin Kendali Operasional adalah Izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan angkutan barang yang sifatnya tertentu atau terbatas.
16. Kartu Pengawasan Operasional adalah kartu yang berisi informasi aktifitas pelayanan atas kendaraan umum dalam jaringan trayek maupun tidak dalam trayek yang merupakan turunan dari pemberian izin trayek dan izin operasional.
17. Badan adalah sekumpulan orang dan / atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan,
(4)
Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya .
18. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepetingan orang pribadi atau badan.
19. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu.
20. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah. 21. Surat Setoran Retribusi Daerah yang dapat disingkat SSRD adalah surat yang
dipergunakan oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Bupati.
22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Retribusi yang terutang.
23. Surat Pendaftaran Obyek Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SPdORD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data objek Retribusi dan Wajib Retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran Retribusi yang terutang menurut perundangundangan Retribusi Daerah.
24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang dapat disingkat SKRDKB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah Retribusi yang terutang, jumlah kredit Retribusi, jumlah kekurangan pembayaran pokok Retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT, adalah Surat ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah Retribusi yang selanjutnya ditetapkan.
26. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang dapat disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
27. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
28. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Retribusi Daerah berdasarkan peraturan perundangundangan Retribusi Daerah.
29. Penyidik tindak pidana dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dapat disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindakan pidana dibidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya .
(5)
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI Pasal 2
Dengan nama Retribusi Izin Trayek di pungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin trayek.
Pasal 3
Obyek Retribusi adalah pelayanan pemberian izin trayek untuk angkutran penumpang umum pada satu atau beberapa trayek tertentu yang seluruhnya berada dalam Wilayah Daerah.
Pasal 4
Subjek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin trayek.
BAB III
GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 5
Retribusi izin trayek digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu.
BAB IV
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 6
Tingkat penggunaan jasa retribusi izin trayek diukur berdasarkan jumlah tempat duduk dan wilayah operasi.
BAB V
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF Pasal 7
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh penyelenggaraan pemberian izin trayek.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi komponen biaya survey lapangan dan biaya transportasi dalam rangka pengendalian dan pengawasan.
BAB VI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI Pasal 8
(6)
(1) Tarif retribusi digolongkan berdasarkan jenis fasilitas, jenis kendaraan, dan jangka waktu pemakaian.
(2) Besarnya tarif ditetapkan berdasarkan asas pelayanan yang berlaku di wilayah Daerah pada tujuan untuk mengendalikan permintaan dan penggunaan, peningkatan kualitas pelayanan.
(3) Dalam hal tarif mekanisme pasar yang berlaku sulit dihitung, maka tarif ditetapkan sebagai jumlah pembayaran per satuan unit pelayanan/jasa, yang merupakan jumlah unsurunsur tarif yang meliputi :
a. Unsur biaya persatuan penyediaan jasa ;
b. Unsur keuntungan yang dikehendaki per satuan jasa. (4) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi :
a. Biaya operasional langsung, yang meliputi biaya belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan, sewa tanah dan bangunan, biaya listrik dan semua biaya rutin/periodik lainnya yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa ;
b. Biaya tidak langsung, yang meliputi biaya administrasi umum, dan biaya lainnya yang mendukung penyediaan jasa ;
c. Biaya modal, yang berkaitan dengan tersedianya aktiva tetap dan aktiva lainnya yang berjangka menengah dan panjang, yang meliputi angsuran dan bunga pinjaman, nilai sewa tanah dan bangunan, dan penyusutan aset ;
d. Biayabiaya lainnya yang berhubungan dengan penyediaan jasa, seperti bunga atas pinjaman jangka pendek.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditetapkan dalam % (persentase ) tertentu dari total biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dari modal.
(6) Struktur dan besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) ditetapkan sebagai berikut :
Jenis Pelayanan
Jenis Kendaraan / Ukuran
Fasilitas T a r i f Penyediaan tempat parkir
kendaraan penumpang dan bis umum.
1. AKAP 27 tempat duduk keatas.
2. AKDP 9 tempat duduk keatas.
3. Angkutan Pedesaan.
4. Angkutan Kota ……
Rp. 2.000 / sekali masuk/ parkir.
Rp. 1.500 / sekali masuk/ parkir.
Rp. 1.000 / sekali masuk/ parkir.
Rp. 1.000 / sekali masuk/ parkir.
Pemakaian tempat usaha Rumah makan. Kantor PO / Agen. Kios
Pedagang asongan, gerobak barang dan lainlain..
Rp. 2.000 / m2 / bulan Rp. 2.000 / m2 / bulan Rp. 2.000 / m2 / bulan Rp. 1.000 / bulan
(7)
BAB VII
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 9
Retribusi yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat pelayanan fasilitas terminal diberikan.
BAB VIII
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 10
Masa retribusi pelayanan fasilitas terminal dan sejenisnya adalah jangka waktu yang lamanya 1 (bulan) atau ditetapkan lain oleh Bupati.
Pasal 11
Saat retribusi terutang adalah pada saat diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB IX
TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 12
(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
BAB X
SANKSI ADMINISTRASI Pasal 13
Dalam hal wajib Retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi denda administrasi berupa bunga sebasar 2 % (dua perseratus) setiap bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.
BAB XI
TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14
(1) Pembayaran retribusi yang terutang dilunasi sekaligus.
(2) Retribusi yang terutang di lunasi selambatlambatnya 15 (lima belas) hari sejak di terbitkannya
SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi akan diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
(8)
Pasal 15
(1) Pengeluaran surat teguran / peringatan / surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran / peringatan / surat yang
sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang.
(3) Surat teguran / surat peringatan / surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikeluarkan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.
BAB XIII KEBERATAN
Pasal 16
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk
atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKB, SKRDKBT dan SKRDLB .
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasanalasan yang
jelas.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi
harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan retribusi tersebut.
(4) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2(dua) bulan sejak tanggal SKRD
atau dokumen lain yang di samakan, SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan dikeluar kekuasaannya.
(5) Keberatan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak
dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
(6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan
retribusi.
Pasal 17
(1) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 6(enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatankeberatan yang diajukan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak
atau menambah besarnya retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
BAB XIV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 18
(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.
(9)
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6(enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengambilan kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditujuk dengan sekurangkurangnya menyebutkan :
a. Nama dan Alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi ;
c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti penerimaan pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 20
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan memberikan surat perintah pembayaran kelebihan retribusi .
(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XV
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI. Pasal 21
(10)
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan retribusi diberikan kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam atau kerusuhan.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI
KEDALUWARSA PENAGIHAN. Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran ; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB VII P E N Y I D I K A N
Pasal 23
(1) Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan, keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah ;
d. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumendokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;
e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah ;
(11)
f. Menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan / atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf d ;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ;
i. Menghentikan penyedikan ;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainnya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
(2) Tindak pidana yang maksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 25
Halhal sepanjang mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati .
Pasal 26
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
Ditetapkan di Pada tanggal
BUPATI PARIGI MOUTONG,
(12)
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR TAHUN 2005
T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL
I. UMUM
Bahwa retribusi Daerah adalah merupakan sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah yang nyata dinamis, serasi, dan bertanggungjawab Dalam rangka pembaharuan sistim pemungutan Retribusi Daerah yang mengarah pada sistim yang sederhana, adil, efektif dan efisien yang dapat menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan Daerah, maka telah ditetapkan Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
(13)
Daerah yang kemudian di jabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Salah satu kewenangan Pemerintah Kabupaten adalah penyelenggaraan terminal karena pada hakekatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara lain berupa tempat untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sehingga Pemerintah Daerah perlu mengatur dalam Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Cukup Jelas Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup jelas Pasal 6
Cukup jelas Pasal 7
Cukup Jelas Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Cukup Jelas Pasal 11
Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan.
Pasal 12 Ayat (1)
Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutran retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerrintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses
(14)
badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya. Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 13
Cukup Jelas Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Cukup Jelas Pasal 16
Cukup Jelas pasal 17
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup Jelas Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 21
Cukup Jelas Pasal 22
Cukup Jelas Pasal 23
Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas Pasal 25
Cukup Jelas pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
cukup jelas. pasal 28
Cukup jelas Pasal 29
(1)
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6(enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan.
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB. (6) Apabila pengambilan kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2(dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua perseratus) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 19
(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati atau Pejabat yang ditujuk dengan sekurangkurangnya menyebutkan :
a. Nama dan Alamat Wajib Retribusi; b. Masa retribusi ;
c. Besarnya kelebihan pembayaran; d. Alasan yang singkat dan jelas.
(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3) Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti penerimaan pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 20
(1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan memberikan surat perintah pembayaran kelebihan retribusi .
(2) Apabila kelebihan pembayaran Retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XV
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI. Pasal 21
(2)
(2) Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi.
(3) Pembebasan retribusi diberikan kepada Wajib Retribusi yang ditimpa bencana alam atau kerusuhan.
(4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB XVI
KEDALUWARSA PENAGIHAN. Pasal 22
(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3(tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi daerah.
(2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran ; atau
b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
BAB VII P E N Y I D I K A N
Pasal 23
(1) Pejabat Pegawai Negeri sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan, keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah ;
d. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumendokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut ;
e. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah ;
(3)
f. Menyuruh berhenti dan / atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan / atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf d ;
g. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang retribusi Daerah; h. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi ;
i. Menghentikan penyedikan ;
j. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggung jawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainnya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, melalui penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XVIII KETENTUAN PIDANA
Pasal 24
(1) Wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
(2) Tindak pidana yang maksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP Pasal 25
Halhal sepanjang mengenai teknis pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati .
Pasal 26
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Parigi Moutong.
Ditetapkan di Pada tanggal
BUPATI PARIGI MOUTONG,
(4)
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR TAHUN 2005
T E N T A N G RETRIBUSI TERMINAL
I. UMUM
Bahwa retribusi Daerah adalah merupakan sumber pendapatan Daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah yang nyata dinamis, serasi, dan bertanggungjawab Dalam rangka pembaharuan sistim pemungutan Retribusi Daerah yang mengarah pada sistim yang sederhana, adil, efektif dan efisien yang dapat menggerakkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pembangunan Daerah, maka telah ditetapkan Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
(5)
Daerah yang kemudian di jabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Salah satu kewenangan Pemerintah Kabupaten adalah penyelenggaraan terminal karena pada hakekatnya terminal merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum antara lain berupa tempat untuk naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang, untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Sehingga Pemerintah Daerah perlu mengatur dalam Peraturan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup jelas. Pasal 3
Cukup Jelas Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup jelas Pasal 6
Cukup jelas Pasal 7
Cukup Jelas Pasal 8
Cukup jelas. Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Cukup Jelas Pasal 11
Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan antara lain berupa karcis masuk, kupon dan kartu langganan.
Pasal 12 Ayat (1)
Yang dimaksud tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutran retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerrintah Daerah tidak boleh bekerjasama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pengurusan retribusi Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerjasama badan
(6)
badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya. Ayat (2)
Cukup Jelas Pasal 13
Cukup Jelas Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Cukup Jelas Pasal 16
Cukup Jelas pasal 17
Cukup jelas Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Cukup Jelas Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 21
Cukup Jelas Pasal 22
Cukup Jelas Pasal 23
Cukup Jelas Pasal 24
Cukup Jelas Pasal 25
Cukup Jelas pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
cukup jelas. pasal 28
Cukup jelas Pasal 29