HAK-HAK ISTRI PASCA CERAI TALAK RAJ’I : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN NO.1781/PDT.G/2014/PA.TBN.

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan dengan judul Hak – Hak Istri
Pasca
Cerai
Talak
Raj’i
(Analisis
Yuridis
Putusan
No.
1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.). Rumusan masalah adalah Bagaimana putusan
perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama Tuban tentang
nafkah idah dan mut’ah? Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Tuban dalam memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah
idah dan mut’ah ?
Penelitian ini menggunakan metode analisis data deskriptif (kualitatif)
karena dalam penelitian ini tidak berhubungan dengan angka-angka. Data
penelitian dihimpun melalui wawancara dan studi dokumentasi yang selanjutnya
dianalisis dengan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir induktif deduktif.
Hasil penelitian menyebutkan bahwa: majelis hakim tidak membebankan
kepada suami sebagai pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah

kepada istri sebagai termohon, majelis hakim hanya memutuskan untuk
menjatuhkan ikrar cerai talak raj’i , dan hakim berpendapat bahwa istri yang
merasa kurang atas nafkah yang diberikan oleh suami itu termasuk perbuatan
nusyuz. Hakim tidak memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon serta
tidak menggunakan hak ex officio beralasan karena perkara ini kasuistik dan
termohon tidak menuntut nafkah idah dan mut’ah. Termohon tidak
mempermasalahkan atas merasa kurang nafkah yang diberikan oleh suami.karena
suami mempunyai tanggungan yang harus dibayar, meskipun dalam persidangan
tidak terungkap tanggungan apa yang dimiliki oleh pemohon. Dasar hukum
tentang hak ex officio diatur dalam pasal 27 ayat 1 UU No. 14 tahun 1970 yang
diamandemen pasal 5 ayat 1 UU No. 48 tahun 1989 tentang kewajiban
kehakiman dalam memutuskan perkara dengan adil sesuai dengan kondisi
masyarakat sekarang.dalam pasal 41 huruf c UU No. 1 tahun 1974 bahwa
pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya
penghidupan untuk mantan istrinya.dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 241
dijelaskan agar wanita yang yang diceraikan suaminya untuk diberikan mut’ah
dan nafkah idah.
Melihat putusan perkara tersebut seharusnya hakim membebani kepada
pemohon untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada termohon, meskipu
dalam persidangan termohon tidak menuntutnya. Dan majelis hakim seharusnya

dalam memutusakn perkara juga menggunakan hak ex officio dengan baik.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ......................................................................................................................

ii

PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................................................

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................................................

iv

PENGESAHAN ...........................................................................................................................


v

MOTTO

...............................................................................................................................

vi

ABSTRAK

...............................................................................................................................

vii

KATA PENGANTAR .................................................................................................................

viii

PERSEMBAHAN ........................................................................................................................


x

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

xii

DAFTAR TRANSLITERASI .....................................................................................................

xv

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................

1

B. Identifikasi Dan Batasan Masalah ...............................................


6

C. Rumusan Masalah ........................................................................

8

D. Kajian Pustaka .............................................................................

8

E. Tujuan Penelitian .........................................................................

9

F. Manfaat Hasil Penelitian .............................................................

10

G. Definisi Operasional ....................................................................


10

H. Metode Penelitian ........................................................................

12

I. Sistematika Pembahasan .............................................................

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

CERAI TALAK DAN HAK ISTERI DI PENGADILAN AGAMA
A. Pengertian Cerai Talak ................................................................

18

B. Dasar Hukum Cerai Talak ............................................................


19

C. Akibat Hukum Cerai Talak ..........................................................

24

D. Prosedur

dan

Penyelesaian

Permohonan

Cerai

Talak

di


Pengadilan Agama.........................................................................

30

E. Hak Ex Officio Hakim Terhadap Penetapan Nafkah Idah dan
Mut’ah Dalam Cerai Talak ..........................................................
39
BAB III

POTRET PENGADILAN AGAMA TUBAN
A. Profil Agama Tuban......................................................................

41

B. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tuban ............................

44

C. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Tuban ....................

45
D. Kompetensi

Relatif

dan

Absolut

Pengadilan

Agama……………………………………… ...............................
E. Deskripsi
Pengadilan

BAB IV

Putusan

dan


Pertimbangan

Hukum

49

Hakim

Agama

Tuban

No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn…………….. ..................................

56

1. Duduk Perkara… .…… .............................................................

56


2. Pertimbangan Majelis Hakim…. ...............................................

58

3. Amar Putusan………………….................................................

60

ANALISIS YURIDIS PUTUSAN PERKARA CERAI TALAK
(PUTUSAN NOMOR 1781/Pdt.G/PA.Tbn)
A. Analisis Terhadap Alasan-Alasan Hakim Tidak Membebankan
Pemberian Nafkah Idah dan Mut’ah Kepada Pemohon Untuk
Termohon .....................................................................................
.......................................................................................................64

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Analisis Yuridis Sosiologis Pertimbangan Hakim Putusan
No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn

tentang

Nafkah

Idah

dan

Mut’ah ...........................................................................................
BAB V

67

PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................

77

B. Saran ............................................................................................

78

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan merupakan salah satu ketentuan Allah yang berlaku untuk
semua makhluk baik pada manusia, hewan, tumbuhan. Akan tetapi Allah tidak
ingin menjadikan manusia seperti makhluk lainnya, yang hidup bebas untuk
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara
anarki dan tidak ada satu aturan.1
Perkawinan merupakan kebutuhan hidup manusia sejak jaman dahulu,
sekarang, dan masa akan datang. Islam memandang ikatan perkawinan sebagai
ikatan yang kuat (mitha>qan ghali>z}han), ikatan yang suci (transenden),
maksudnya suatu perjanjian yang mengandung makna yang sakral. Suatu
ikatan bukan hanya hubungan atau kontak keperdataan biasa, tetapi
menghalalkan hubungan badan suami istri sebagai penyaluran libido seksual
manusia yang terhormat, dengan demikian hubungan tersebut bernilai ibadah.2
Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral. Dengan demikian perkawinan
harus dijaga dengan baik agar bisa langgeng untuk menciptakan keluarga yang
harmonis, dengan tujuan perkawinan dengan keluarga yang saki>nah mawaddah

wa rah}mah.

1

M. Thalib, Perkawinan Menurut Islam, (Surabaya: Al Ikhlas, 1993),1.
Yayan Sopyan, Islam–Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,
(Tangerang Selatan:PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011), 127.

2

1

2

Semua orang berkeinginan rumah tangganya menjadikan keluarga yang
sejahtera. Akan tetapi, untuk mencapai serta mewujudkan tujuan tersebut
tidak mudah dan tanpa rintangan, karena itu dalam perkawinan ketika dijalani
harus dapat melewati segala ujian yang dilewati. Sehingga biduk rumah
tangga akan terombang–ambing dan tercerai–berai yang dapat menjadikan
perkawinan putus di tengah kehidupan. Putusnya perkawinan adalah istilah
hukum yang digunakan dalam Undang-Undang perkawinan untuk menjelaskan
perceraian (talak) atau berakhirnya hubungan perkawinan antara seorang lakilaki dan perempuan yang selama ini hidup sebagai suami istri. Akibat dari
perkawinan yang tidak harmonis dalam rumah tangganya, ia dapat melepaskan
perkawinan yang disebut dengan talak.3
Adapun arti dari talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan
Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.4 Perceraian
merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindarkan apabila dari kedua belah
pihak sering terjadi pertengkaran dan perselisihan yang sulit untuk
didamaikan. Perceraian merupakan jalan alternatif terakhir (pintu darurat)
yang dapat dilalui oleh suami dan istri apabila ikatan perkawinan rumah
tangga tidak dapat untuk dipertahankan lagi. Sifat alternatif dimaksud berarti
sudah ditempuh berbagai cara untuk mencari kedamaian antara kedua belah

3

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia
Group,2006),189.
4
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), 153.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

pihak, baik melalui hakam (arbitrator) dari kedua belah pihak maupun
langkah-langkah dan teknik yang dijelaskan di Alquran dan Hadis.5
Apabila yang diajarkan oleh Alquran dan Hadis jika tidak mendapatkan
jalan tengah, tidak membuahkan hasil serta tidak ada kedamaian, dan tidak
bisa meneruskan keutuhan dalam rumah tangga, maka kedua belah pihak bisa
mengajukan permasalahan ini ke pengadilan untuk mendapatkan jalan keluar
yang terbaik.
Pengadilan adalah upaya yang terakhir agar dapat mempersatukan
kembali suami istri yang ingin bercerai dengan jalan upaya perdamaian dengan
cara musyawarah dengan bimbingan hakim sebagai penengahnya dalam
mediasi (perdamaian). Bagi orang Islam dalam menyelesaikan permasalahan
ini diajukan ke Pengadilan Agama, sedangkan bagi yang memeluk selain Islam
maka akan membawa permasalahan ini ke Pengadilan Negeri.
Perceraian termasuk suatu perbuatan hukum yang menghasilkan akibatakibat hukum tertentu. Sesuai dengan ketentuan pasal 144 dalam Kompilasi
Hukum Islam (KHI) perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan
gugatan perceraian. Untuk lebih lanjut lagi dijelaskan dalam pasal selanjutnya
bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak (pasal
115 KHI).6 Wanita yang dicerai oleh suaminya boleh meminta tuntutan hak
kepada suaminya, dikarenakan wanita yang dicerai tersebut mempunyai hak–

5

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 73.
Undang – Undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,
(Bandung: Citra Umbara, t.t.), 357.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

hak yang berhak dia peroleh dari mantan suaminya. Hak–hak istri yang
diminta adalah tuntutan nafkah selama masa idah dan mut’ah. Sebagai
kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup selama jangka waktu
idah raj’i, yakni berhak mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya),
makanan, pakaian yang sepantasnya.7
Istri mendapatkan mut'ah dari suaminya. Mut'ah adalah pemberian dari
suami berupa sesuatu yang menggembirakan istrinya sebagai kompensasi dari
perceraian. Hal ini dijelaskan dalam surah al-Baqara>h: 241. Sedangkan yang
termasuk mut'ah adalah uang atau benda yang lainnya (pasal 149 (a) KHI).
Menurut Kamus bahasa Indonesia makna dari nafkah adalah suatu pemberian
suami kepada istri untuk kelangsungan hidup.8
Suami berkewajiban untuk memberi nafkah selama idah dan mut’ah
kepada istri yang telah ditalak dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 241:
 
Artinya : Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan
oleh suaminya) mut'ah menurut yang ma'ruf, sebagai suatu kewajiban
bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al- Baqara>h: 241).
Dalam hadis juga dijelaskan kewajiban yang sama yakni memberikan
nafkah dan mut’ah selama idah kepada mantan istri. Hadis tersebut berbunyi
sebagai berikut:

7

Yayan Sopyan, Islam –Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional,
(Tangerang Selatan:PT. Wahana Semesta Intermedia, 2011), 187.
8
Yudistira Ikranegara dan Sri Haratatik, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Zafana
Raya, t.t.), 309.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

‫ ولن عليكم هرزق هن وكهسوت هن بها المعرو ه‬: ‫قال رسول اله هف حج هة الودا هع‬
)‫ف (رواه امسلم‬

9

Artinya: Dan kamu wajib memberi nafkah kepada mereka dan
memberikan pakaian yang ma’ruf (patut).
Selain peraturan yang dijelaskan dalam Alquran dan Hadis, perintah
untuk memberi nafkah kepada mantan istri selama idah dan mut’ah juga
ditegaskan kembali dalam peraturan yang berlaku, diantaranya Pasal 41 huruf
(c) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI Pasal 81 ayat (1) serta
Pasal 149 huruf (b).
Ada suatu fakta yang telah ada, menurut penulis telah menemukan dua
putusan hakim dari dua Pengadilan Agama yang berbeda yang menyimpang
dari teori yang telah ada, dalam Alquran dan Hadis, kitab–kitab fikih serta
hukum formil. Oleh karena itu adanya kesenjangan ini menarik untuk diteliti,
sehingga penulis mengangkatnya dalam suatu tulisan ini.
Putusan hakim yang akan diteliti penulis ialah perkara yang diputus oleh
hakim Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn yang memutus
perkara cerai talak. Dalam amar putusannya hakim tidak membebankan suami
untuk memberikan nafkah idah dan mut’ah kepada mantan istrinya sesuai
dengan kemampuannya. Bahwasannya dalam perceraian talak raj’i tersebut,
istri berhak mendapatkan nafkah idah dan mut’ah merupakan hak istri sebagai
akibat hukum dari perceraian yang dijatuhkan oleh suami kepada istri. Dalam
putusan tersebut ketika istri hadir

di Pengadilan Agama dengan

mengharapakan bahwa kepentingannya dapat dilindungi serta mendapatkan
9

Muslim Ibnu Al-H}allaj Abu Al-H}usain Al-Qusyairi> Al-Naisaburi>, S}ahi>h Muslim, Juz II (Bairut:
Al-Maktabah Al Salafiy, t.t.), 890.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

hak-haknya (nafkah idah dan mut’ah) sesuai hukum yang berlaku melainkan
mantan istri hanya mendapatkan akta cerai. Meskipun akta cerai yang
diterima oleh mantan istrinya merupakan hal yang urgen sebagai bukti
perceraian, bukti perceraian tersebut termasuk sebagian dari asas kepastian
hukum, belum mendiskripsikan nilai dasar keadilan serta asas manfaat.10
Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahasnya serta
merumuskannya dalam sebuah karya tulis ilmiyah yang berbentuk skripsi
dengan judul ‚Hak–Hak Istri Pasca Cerai Talak Raj’i (Analisis Yuridis
Putusan Pengadilan Agama Tuban No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn. )

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dari latar belakang yang telah penulis paparkan diatas, maka dapat ditulis
identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Suami tidak memberikan hak –hak istri setelah ditalak cerai oleh mantan
suaminya.
2. Hakim

Pengadilan

Agama

Tuban

memutuskan

perkara

No.

1781/Pdt.G/2014/ PA. Tbn tidak membebankan suami memberikan nafkah
idah dan mut’ah kepada mantan istri yang dicerai talak.
3. Banyaknya istri yang ditalak raj’i kemudian tidak semua hak istri dipenuhi.
4. Putusan hakim perkara no. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn yang tidak memberi
hak istri pasca talak raj’i.
10

Muh. Irfan Husaeni, ‚Menyoalkan Beda Pendapat Di Kalangan Hakim Pengadilan Agama
Dalam Menetapkan Mut’ah dan Iddah‛, dalam http;//badilag.net,6, diakses pada 2 September
2015.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

5. Analisis putusan Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan
mut’ah.
6. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan perkara
No. 1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah.
7. Analisis Yuridis terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban
dalam memutuskan perkara No. 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih Pengadilan Tuban sebagai
objek penelitian. Dengan banyaknya perkara yang diputus oleh Pengadilan
Agama tersebut, maka penulis melakukan pembatasan masalah yaitu hanya
merujuk pada putusan mengenai nafkah idah dan mut’ah kepada istri yang
dicerai

talak

oleh

suaminya

dengan

putusan

perkara

No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn.
Penulis meneliti dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas dan
keluar dari pokok bahasan. Dengan bermacam-macam kasus cerai talak, oleh
karena itu dalam skiripsi ini membatasi pada kasus di atas hanya terfokus
pada argumentasi dan landasan hukum hakim dalam memutus perkara tentang
hak-hak istri dalam cerai talak.
1. Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan Agama
Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.
2. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam memutuskan
perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah idah dan mut’ah.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana putusan

perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn.

Pengadilan Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah?
2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tuban dalam
memutuskan perkara No.1781/ Pdt.G/2014/PA.Tbn tentang nafkah
idah dan mut’ah ?

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk menarik perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan, dengan kajian atau penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya. Setelah melakukan penelusuran, penelitian terdahulu
mengangkat dengan membahas tentang cerai talak, melainkan ada perbedaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, diantaranya yaitu:
1. Analisis Yuridis terhadap tidak Diterapkannya Kewenangan Hak Ex

Officio Hakim tentang Nafkah Idah Dalam perkara cerai talak terhadap
Putusan Perkara No 1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg. Nurfiyah Devi, C01210007
tahun 2014. Majelis hakim tidak menerapkan wewenang ex officio dalam
memberikan nafkah idah kepada istri, karena tidak ada dalam tuntutannya
istri.11

11

Nurfiyah Devi, ‚Analisis Yuridis Terhadap Tidak Diterapkannya Kewenangan Ex Officio
Hakim Tentang Nafkah Selama Iddah‛, (Skripsi—IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 10.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

2. Analisis

Yuridis

Putusan

1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg

Pengadilan

tentang

Hak

Agama

Ex

Officio

Jombang
Hakim

No.
dalam

Memberikan Nafkah Idah Yang Nusyu>z. Aslikhatul Laili, C01209114 tahun
2013. Hakim menggunakan Hak Ex Officio hakim dalam memberikan
nafkah idah kepada istri yang nusyu>z, dengan dasar pasal 149 ayat (b) KHI
tentang pemberian nafkah idah dan pasal 41 ayat (c) Undang- undang No.1
Tahun 1974 membebankan kepada mantan suami untuk memberikan biaya
penghidupan untuk mantan istrinya.12
3. Analisis Yuridis Putusan Hakim tentang Nafkah Idah dan Mut’ah bagi Istri
di

Pengadilan

Agama

Bojonegoro

Dalam

Perkara

No.1049/Pdt.G/2011/PA.Bjn. Imro’atun Nafi’ah, C01209045 tahun 2013.
Hakim memutuskan membebankan kepada mantan suaminya untuk
memberi nafkah idah dan mut’ah untuk mantan istrinya, meskipun istrinya
tidak meminta tuntutan nafkah idah dan mut’ah.13

E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, maka penelitian ini mempunyai tujuan:
1.

Mengetahui Putusan perkara No. 1781/ Pdt.G/ 2014/ PA. Tbn. Pengadilan
Agama Tuban tentang nafkah idah dan mut’ah.

12

Aslikhatul Laili, ‚Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Agama Jombang No.
1540/Pdt.G/2012/PA.Jbg Tentang HakEx Officio Hakim Dalam Memberikan Nafkah Iddah Yang
Nusyu, S}ahi>h Muslim, (Bairut: Al-Maktabah Al Salafiyah)
Juz II.
2. Undang–Undang R.I. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
3. Kompilasi Hukum Islam.
4. Yayan Sopyan, Islam–Negara: (Transformasi Hukum Perkawinan
Islam Dalam Hukum Nasional ).
5. Moh.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam.
6. Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
c. Teknik pengumpulan data
Teknik

pengumpulan

data

yaitu

dengan

menggunakan

wawancara. Adapun pengertian wawancara adalah pengadministrasian
angket secara lisan dan langsung terhadap masing-masing anggota
sample. Apabila wawancara dilakukan dengan baik, akan mendapatkan
hasil data yang mendalam yang tidak mungkin didapat dengan angket.17
Wawancara bertujuan untuk mendapat keterangan atau untuk keperluan
informasi maka individu yang menjadi sasaran wawancara adalah
informan. Pada wawancara ini yang penting adalah memilih orang-orang
yang tepat dan memiliki pengetahuan tentang hal–hal yang ingin
ketahui.18
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai suatu hal
17
18

Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), 158.
Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 97.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

atau variabel tertentu yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, dan agenda dan lain sebagainya.
d. Teknik pengolahan data
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif
juga disebut penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan
cara melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, oleh karena
itu penelitian ini bersifat kualitatif. Library Research menurut Bambang
Waluyo adalah metode tunggal yang digunakan dalam penelitian hukum
normatif.19 Dalam penelitian ini dilakukan dengan mengkaji literatur,
dokumen atau sumber tertulis seperti buku, majalah, artikel, jurnal dan
lain sebagainya.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu suatu metode
penelitian dengan cara mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa
sekarang, disusun, dijelaskan, dianalisa dan diinterpretasikan kemudian
disimpulkan.20.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah melalui tahapantahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi

19

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,2002), 50.
Hadari Nawawi, Metode Penelitian bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1993),
30.

20

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

yang meliputi kesesuain, keselerasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansi dengan permasalahan.21
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa
sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan
rumusan masalah.

Selain wawancara pengumpulan data

dimaksud di atas juga

menggunakan teknik sebagai berikut: Studi Kepustakaan (library

research). Dilakukan dengan mencari, mencatat, menganalisis, dan
mempelajari data-data yang berupa bahan-bahan pustaka.
e. Metode analisis data
Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif
analisis, karena sebagian sumber data penelitian dari amar putusan
Pengadilan Agama Tuban. Di samping itu data yang dipakai adalah
data yang bersifat deskriptif, yaitu menjelaskan dan mengungkapkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori
hukum yang menjadi objek penelitian dan analisis data yang
dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan
data sekunder.

21

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004), 91.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

I Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami hasil penelitian ini, maka
penulis menganggap perlu untuk mensistematisasikan pembahasan dalam
penelitian ini sebagai berikut:
Bab Pertama: Pendahuluan dalam bab ini peneliti memaparkan seluruh
isi penelitian secara umum yang terdiri dari: latar belakang, identifikasi dan
batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika
pembahasan.
Bab Kedua: Landasan teori, dalam bab ini peneliti akan membahas
tentang definisi cerai talak perspektif hukum Islam, dasar hukum cerai talak
perspektif hukum Islam, macam-macam cerai talak perspektif hukum Islam,
akibat hukum yang timbul akibat cerai talak perspektif hukum Islam, prosedur
dan penyelesaian permohonan cerai talak di Pengadilan Agama serta hak ex

officio hakim terhadap penetapan nafkah idah dan mut’ah.
Bab Ketiga: Dalam bab tiga ini berisi tentang Potret Pengadilan
Agama Tuban yang terdiri dari profil, struktur organisasi, serta tugas pokok
dan fungsi dilanjutkan dengan kompetensi relatif dan absolut Pengadilan
Agama, menjelaskan putusan Pengadilan Agama Tuban yang terdiri dari
krononolgi perkara No.1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dan pertimbangan hakim
dalam memutuskan perkara tersebut.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Bab Keempat: Dalam bab empat ini penulis akan menjelaskan dasar
pertimbangan hakim dan dasar hukum yang dipakai

dalam memutuskan

perkara putusan tersebut, kemudian dilanjutkan dengan analisis penulis.
Bab Kelima: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
CERAI TALAK DAN HAK ISTRI DI PENGADILAN AGAMA

A. Pengertian Cerai Talak
Talak berasal dari bahasa Arab yaitu kata ‫ اط َلق‬artinya lepasnya
suatu ikatan perkawinan dan berakhirnya hubungan perkawinan. Talak
dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan perceraian antara suami
istri; lepasnya ikatan perkawinan.1 Sedangkan dalam Bahasa Arab
perceraian merupakan terjamah dari kata talak yang berasal dari kata

َ‫لق‬
ََ َ‫ َطلَ ََقَيَطََلِقََاَط‬yang berarti melepaskan atau meninggalkan.2
Adapun pengertian perceraian menurut syariat yaitu terlepasnya
ikatan perkawinan atau terlepasnya pernikahan dengan lafadz talak dan
yang sejenisnya.3
Sedangkan talak secara terminologi adalah:

ََ‫الزوََ َجيََة‬
َ ََ‫الزََواجََََواَنَ َهَاَءََالَ َعَ َلََ َة‬
َ َ‫حَ َلَََرابَطََة‬

Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
Sedangkan menurut Al-Jaziri talak ialah:

َ َ‫صَاَنََ َحلَ َةَبَلَف‬
ََ‫ظَ َمَصَ َوص‬
َ َ‫االطَلَقَََاََزاَلَةََالَِكَاحَََاَ َوَنَق‬

Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasn ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.4
1

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1126.
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, ( Kamus Arab –Indonesia), (Yogyakarta: Unit
Pengadaan Buku Ilmiah dan Keagamaan, 1997), 862.
3
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam w a Adillatuhu (9), Abdul Hayyie Al- Kattani, dkk, (Jakarta:
Darul Fikir, 2011), 318 .

2

19

20

Sedangkan menurut Sayyid

Sabiq talak artinya melepaskan

perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan.5 Begitu juga talak yang
dijelaskan dalam KHI pasal 117 talak adalah ikrar suami di hadapan
sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan.6

B. Dasar Hukum Cerai Talak
Lafal jatuhnya talak terdiri atas dua macam lafal, yaitu lafal sharih
dan lafal kinayah. Lafal sharih ialah lafal yang nyata untuk menyatakan
perceraian. Misalnya suami berkata kepada istrinya ‚Aku telah
melepaskan (menjatuhkan) talak untuk engkau.
Dalam firman Allah Swt dijelaskan dalam surah At}-T}ala>q ayat: 2

ََ‫َفاَءَََمَسَكَوََ َ َنَ ََّعََرَوفََاََ َوَفَاََِرَوََ َنََ ََّعََرَوف‬

Artinya: Maka rujukilah mereka dengan cara yang baik atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang baik pula.
a.

Q.S. Al-Baqara>h ayat 229

َ‫ََلَ َلَ َكمَ ََاَنَ َتَاءَ َخذ َوا‬
ََ َ‫ َََوَل‬.‫اءََمَ َسَا َك ََّعرو َف َاََو َتَسريح َباء َح َسان‬
َ َ‫لقَ َ َمَرَ َتَانَ َف‬
ََ َ‫الط‬
ََ‫َشياءَاَلَ َاََن َ ََّافَاََاَلَ َيَقََي ََماَحَدَ َوَدَ َالَ َفَاءَنَ َ َخفََت َم َاََلَ َيَقََي ََماَحَدَوَ َ َدَ َال‬
َ ‫ِاَءَاَتَيتمواَ ن‬

َ‫ََ ََوَمَ َنَيَتََ ََع َدَحَدَوََ َدََالَفَا‬.‫كََحَدَ َوَدََالََفَلََتَ َعتََدَوََ ََا‬
َ َ‫احََ َعَلَيَ َه ََماَفََي ََماَافََتَ َدَتََبَ ََتَل‬
َ َََ‫فَ َلََج‬
َ َ‫كَ َ َمَالظََلمَ َون‬
ََ َ‫ؤََلَىئ‬
Artinya: Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara

4

Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, (Jakarta: jawali Pres,2010), 229-230.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (8), ( Bandung: Al- Ma’arif, 1990), 9.
6
Tim Penyusun, Undang- undang R.I No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara,2013), 358.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum –hukum Allah. Jika
kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat
menjalankan hukum –hukum Allah. Maka tidak menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah. Maka janganlah kamu melanggarnya.
Barang siapa yang melanggar hukum –hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang dzalim. 7
b.

QS. At{-Tala>q ayat 1

َ‫َيَاءَََيَ َهَاَالَبََاَ َذاَ َطَلقََتمََالَِ َسَا َءَفَطََلِقَ َوَ َنََلَعَ َدتَن‬

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) idahnya.8

Adapun dasar perceraian dari Hadis yaitu: Hadis Nabi Saw yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan dinyatakan Shohih
oleh al-Hakim.

ََ‫صَلَىَالََ َعَلََي ََ ََو َسَلَ َمََاََبَغََض‬
َ ََ‫ََاَ َلََََرسَ َوَل‬:َ‫ال‬
ََ ‫ََع َنَابَ َنَعَ ََمَرََََرضَ ََيَالََتَ ََع‬
َ ََ‫الَ َعََهَ َمَا‬
َ َ‫ال‬
َ
‫الَاكَمََََوََرجَ َحََاَبو‬
َ ََ ‫ح‬
ََ َ‫صح‬
ََ ََ‫قَ(َََرََواََاََبوََ َدَ َاوَوَدََ َوََاَبَ َنَ َََاََ َو‬
ََ ‫ل‬
ََ َ‫الَالط‬
ََ ‫لَالََتَ ََع‬
ََ ‫للَََا‬
ََ َ‫ال‬

َ )َ ‫اتَاَََر َسَاَل‬
َ ‫ََخ‬

Artinya: Dari Ibnu Umar ra. Beliau berkata: Rasulullah Saw
berkata: Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
talak. Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, dan dinilai shahih
oleh Al-Hakim, Abu Hatim menguatkan mursalnya juga AdDaruquthni dan Al-Baihaqi menguatkan mursalnya . 9
Dalam hadis lain juga dijelaskan:

ََ‫حَ َةَالَََة‬
َ ََ‫لقََفََغَيََ َمَاَبََاء‬
ََ ‫الط‬
َ َ‫َاََََّاَامرا َءَةََ ََساَءَلَتََََزوََ َجَ ََها‬
َ َ‫سَفَ َحََراَمََ َعَلَيَ َهَاَََراَئ‬

َ

َ

ََ

7

DEPAG RI, Al-quran dan Terjemahnya, 36.
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indoseia, (Jakarta:Kencana, 2006), 210.
9
Abu Bakar Muhammad, Subulussalam III, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 609-610.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

Artinya: Perempuan mana saja yang meminta talak kepada
suaminya pada sesuatu yang tidak ada apa-apa, maka haram
untuknya bau surga.10
Dari ayat Alquran dan Hadis di atas menunjukkan bahwa talak itu
boleh dilakukan. Kebolehan ini atas dasar kekhawatiran apabila dalam
hubungan rumah tangga seseorang yang terjadi pertikaian tersebut
diteruskan, akan menjadi kerusakan atau keburukan. Mazhab Hanafi
berpendapat penjatuhan talak boleh dilakukan berdasarkan kemutlakan
ayat Alquran dalam firman Allah ( At}-T}alaq: 1)
Sedangkan Jumhur (mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali)
menyebutkan, sesungguhnya talak adalah perkara yang boleh, dan
selayaknya tidak dilakukan, karena tersebut mengandung pemutusan
rasa dekat, kecuali karena ada sebab. Dan masuk ke dalam keempat
hukum yang terdiri dari haram, makruh, wajib, dan sunnah.11
Namun jika melihat keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka
hukum talak itu sebagai berikut:
1.

Nadab atau sunnah yaitu apabila keadaan rumah tangga sudah tidak
dapat

untuk

dipertahankan

dan

seandainya

dipertahankan

kemudharatan yang lebih banyak akan timbul;
2.

Mubah atau boleh saja dilakukan apabila memang perlu terjadi
perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan
perceraian itu sedangkan manfaatnya juga akan terlihat;

10
11

Wahbah Azzuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta:Darul Fikir 2011), 318-319.
Ibid,, 323.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

3.

Wajib atau harus dilakukan, yaitu perceraian yang harus dilakukan
oleh hakim terhadap seorang yang telah bersumpah untuk tidak
menggauli istrinya sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau
membayar kafarah sumpah agar ia dapat bergaul dengan istrinya.
Tindakan tersebut memudharatkan istrinya;

4.

Haram talak itu dapat dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam
keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.12
Dengan melihat kepada keadaan istri yang di talak oleh suaminya,

talak terbagi menjadi dua macam:
1.

Talak Sunni>
Talak sunni> adalah talak yang pelaksanaanya sesuai dengan
petunjuk agama dalam Alquran atau Hadis Nabi. Bentuk talak sunni>
yang disepakati oleh ulama, talak yang dijatuhkan oleh suaminya
yang mana istrinya waktu itu tidak dalam keadaan haid atau dalam
masa suci yang pada masa itu belum pernah dicampuri oleh
suaminya. Di antara ketentuan menjatuhkan talak itu adalah dalam
masa si istri yang di talak langsung memasuki masa idah. Dengan
hal ini dijelaskan dalam surah At}- T}alaq ayat: 1

ََ‫َيَاََاَيَ ََهاَالَبََاَذَاَطََلقَتَمَََالَِ َسَاَءَفَطَلَِقَوََ َنََلَعَ َدتَن‬

Artinya: Hai nabi bila kamu mentalak istrimu, maka talaklah
di waktu akan memasuki idah.13

12
13

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011), 201.
Ibid., 217.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

2.

Talak bidh: 228)
c.

Idah wanita karena suaminya wafat adalah empat bulan sepuluh hari

َ َ‫ََوالَِذَيَ َنََيَتََ ََوفَ َونََمََ َكمََ ََوَيَذََرَونَََاََزََواجَاَيَتََََرَبصَ ََنَبََاَنَف‬
‫سهَنََاَََربََ َعَ َةَاََشَهَ َرَ َوَ َعَشََرا‬
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu
dengan meninggalkan istri-istri, (hendaklah para istri itu)
menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.
(QS. Al- Baqara>h: 234)

18

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 121.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

d.

Idah untuk wanita yang tidak haid atau menoupause selama tiga
bulan.

......‫ضََمَ َنَنَِ َسَاَئَكَمََاَنََارََتَبََتمََََفعَ َدتَهَنََثَََلََثََةَاََشَهَ َر‬
َ ‫س َنََمَ َنََالَ َمَحََي‬
َ َ‫ََوالَئَََيَئ‬
Artinya: Dan perempuan –perempuan yang sudah tidak haid
lagi (menopause) diantara perempuan-perempuan jika kamu
ragu-ragu (tentang masa idahnya), maka idah mereka adalah
tiga bulan. (QS> At}-T}ala>q: 4)
4.

Sebagai kompensasi dari talak, si istri mendapatkan biaya hidup
(nafkah idah) selama jangka waktu idah raj’i, yakni berhak
mendapatkan tempat tinggal (di rumah suaminya), makanan, dan
pakaian yang sepantasnya.

5.

Istri mendapatkan mut’ah dari suaminya. Mut’ah adalah pemberian
dari suami berupa sesuatu untuk menggembirakan istrinya sebagai
kompensasi dari perceraian.19
Sedangkan akibat dari talak ba’in kubro adalah:

1.

Hilangnya kepemilikan dengan hanya sekadar terjadinya talak.
Diharamkan untuk bersetubuh secara mutlak dengan mantan istrinya
kecuali dengan akad baru, serta tidak boleh untuk dirujuk kecuali
dengan akad baru.

2.

Berkurangnya jumlah talak yang dimiliki oleh suami, seperti talak
raj’i.20

19

Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dan Hukum Nasional ,
(Jakarta:PT Semesta Rakyat Merdeka, 2012), 187.
20
Ibid., 385.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

Selain terdapat dalam Alquran dan Hadis, kewajiban memberi nafkah
juga dipertegas dalam hukum formil. Akibat yuridis cerai talak
diantaranya adalah pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami
untuk memberikan biaya penghidupan dan/ atau menentukan suatu
kewajiban bagi mantan istri ( Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974).
Begitu juga dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 apabila
perkawinan putus karena talak, maka mantan suami wajib:
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada mantan istri, baik berupa uang
atau benda, kecuali mantan istri tersebut qabla al dukhu>l ;
b. Memberi nafkah, maskan, dan kiswah kepada mantan istri selama
masa idah, kecuali telah dijatuhi talak ba’in atau nusyu>z dan keadaan
tidak