MOTIVASI NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENIKAHI SETIAP ISTERI-ISTERINYA.
MOTIVASI NABI MUHAMMAD SAW
DALAM MENIKAHI ISTERI-ISTERINYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: UUN FARIDAH NIM: A02211031
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN AMPEL
SURABAYA
(2)
MOTIVASI NABI MUHAMMAD SAW
DALAM MENIKAHI ISTERI-ISTERINYA
SKRIPSI
Diajukan untuk Sebagian Syarat Memenuhi Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1)
pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: UUN FARIDAH NIM: A02211031
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Motivasi Nabi Muhammad Saw Dalam Menikahi Setiap Isteri-Isterinya”. Fokus pembahasan ini meliputi, Pertama; Bagaimana Latar Belakang Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Ummaha>tul al-Mu’mini>n? Kedua; Apa Motivasi Nabi Muhammad Saw Dalam Menikahi Setiap Isteri-Isterinya?.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan sejarah (historis), dengan tahapan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah: Heuristik (Pengumpulan Data), Verifikasi (Kritik Sumber), Interpretasi (Penafsiran) dan Historiografi (Penyajian). Sedangkan Teori yang digunakan adalah teori Peran, dan metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif analisis.
Hasil penelitian ditemukan bahwa: Pertama; Latar belakang pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama wanita-wanita mulia yang dinikahinya berjumlah sebelas wanita, dan dari pernikahan tersebut didasari berbagai dari latar belakang Nabi Muhammad Saw dalam menikahi wanita-wanita mulia atau disebut dengan nama Ummaha>tul al-Mu’mini>n (ibu dari semua orang beriman). Kedua; Pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama istri-istrinya dilandasi berbagai motivasi-maotivasi atau alasan-alasan yang mendasari Nabi Muhammad Saw harus menikahi wanita-wanita mulia tersebut dan dari pernikahan Nabi Muhammad Saw juga merupakan perintah Allah Swt yang harus dijalaninya.
(7)
ABSTRACT
This thesis titled "Motivation Prophet Muhammad In Marrying Every Wife-wife”. The focus of this discussion includes, First; How Background Marriage Prophet Joint Ummaha>tul al-Mu'mini>n? Second; What motivation Prophet Muhammad In Marrying Every Wife-wife?
In this study, the authors used historical approach (historically), with stages in this study using the following steps: Heuristics (Data Collection), Verification (Source Criticism), Interpretation (Interpretation) and Historiography (Presentation). While the theory used is the theory's role, and the research method used descriptive analysis approach.
Results of the study found that : First ; Background wedding Prophet Muhammad along with women numbering eleven noble married women , and of marriage is based on a variety of backgrounds Prophet Muhammad in marrying women noble or called by the name Ummahaa>tul al-Mu'mini>n (mother of all believers). Second ; Marriage Prophet Muhammad along with his wives - maotivasi based on various motivations or reasons underlying the Prophet Muhammad should marry women and of marriage noble Prophet Muhammad is also the command of Allah that must be lived .
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIHAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Kegunaan Penelitian... 11
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 12
F. Penelitian Terdahulu ... 14
G. Metode Penelitian... 15
H. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II LATAR BELAKANG PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD SAW BERSAMA UMMAHA>TUL al-MU’MINI>N A. Sekilas Riwayat Hidup Ummaha>tul al-Mu’mini>n (Istri-istri Nabi Muhammad SAW) ... 24
1. Khadijah Binti Khuwaylid r.a ... 24
(9)
5. Zainab binti Khuzaimah r.a ... 32
6. Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah) r.a ... 33
7. Zaynab binti Jahsh r.a ... 35
8. Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah) r.a ... 35
9. Juwairiyah (Barrah) binti Harits r.a ... 36
10.Shafiyah binti Huyyai r.a ... 37
11.Maimunah binti Al-Harits r.a ... 38
B. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Ummaha>tul al- Mu’mini>n 1. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Khadijah binti Khuwaylid r.a ... 39
2. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Saudah binti Zam’ah r.a ... 42
3. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Aisyah binti Abu Bakar r.a ... 44
4. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Hafshah binti Umar bin al-Khaththab r.a ... 46
5. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Zainab binti Khuzaimah r.a ... 48
6. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah) r.a ... 48
7. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Zaynab binti Jahsh r.a ... 50
8. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah) r.a ... 51
9. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Juwairiyah (Barrah) binti Harits r.a ... 52
10.Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Shafiyah binti Huyyai r.a ... 53
(10)
BAB III MOTIVASI NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENIKAHI ISTERI-ISTERINYA
A. Alasan-Alasan Nabi Muhammad SAW Menikahi Ummaha>tul al-Mu’mini>n
1. Menikahi Khadijah binti Khuwaylid r.a Karena seorang Saudagar Kaya Raya Untuk Membantu
Penyebaran Dakwah Islam ... 59 2. Menikahi Saudah binti Zam’ah r.a Karena
Menjaga Keimanannya dari Gangguan Kaum
Musyrikin ... 62 3. Menikahi Aisyah binti Abu Bakar r.a Karena
Tasri’iah (Hukum Kewanitaan) ... 64 4. Menikahi Hafshah binti Umar bin Al-Khathtab r.a
Karena Menjaga Hubungan Silaturrahmi dengan
Sahabatnya ... 66 5. Menikahi Zainab binti Khuzaimah r.a Karena
Melepaskan dari Kesengsaraan Setelah Wafat
Suaminya ... 67 6. Menikahi Hindun binti Abu Umayyah (Ummu
Salamah) r.a Karena Hubungan Politik (Siasiyah) ... 68 7. Menikahi Zaynab binti Jahsh r.a Karena
Mendobrak Tradisi Jahiliyah Mengenai Larangan
Menikahi Janda dari Anak Angkat ... 69 8. Menikahi Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu
Habibah) r.a Karena Menjaga Keimanannya Agar
Tidak Murtad ... 73 9. Menikahi Juwairiah (Barrah) binti Harits r.a
Karena Menjaga Kehormatannya dan
(11)
10. Menikahi Shafiyah binti Huyyai r.a Karena Menjaga Keimanannya dari Gangguan Orang
Yahudi ... 76 11. Menikahi Maimunah binti Al-Harits r.a Karena
Mengembangkan Dakwah Islam Di Kalangan
Bani Nadhir ... 77 B. Hikmah Pernikahan Nabi Muhammad SAW ... 83
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah kehidupan tokoh-tokoh besar dunia merupakan hal-hal yang sangat menarik untuk diperhatikan dan dicermati. Tidak sedikit hal positif yang dapat muncul ketika seseorang menelusuri sejarah kehidupan figur-figur besar yang sudah meninggal ataupun yang masih hidup, meskipun hanya sepenggal cerita saja. Kisah perjalanan hidup pribadi-pribadi besar seringkali menimbulkan efek yang besar pula dalam mempengaruhi orang-orang yang mempelajarinya, sehingga sangat diperlukan pola pikir yang kritis dalam menyingkapi cerita-cerita yang beredar di ruangan sejarah kehidupannya.
Nabi Muhammad Saw, baik sebelum atau sesudah menjadi Rasul adalah pribadi yang sangat istimewa dalam pandangan kaum muslimin maupun di kalangan non muslim. Setiap gerak-gerik kehidupannya selalu menjadi topik pembicaraan di kalangan intelektual dunia. Hal ini tidak lain disebabkan karena menariknya perjalanan hidup Nabi Muhammad Saw dalam membimbing umat manusia ke arah yang lebih baik, bahkan karena kesuksesan yang diraihnya tersebut, Nabi Muhammad Saw ditempatkan dalam urutan yang pertama (the best) sebagai sosok agung yang pernah dilahirkan di dunia, serta memiliki daya pengaruh paling besar dalam sepanjang sejarah kemanusiaan.
Nabi Muhammad Saw adalah panutan agung bagi setiap muslim yang beriman. Beliau telah membawa risalah kenabian yang merubah zaman Jahiliyah menuju zaman Islamiah. Dari masa kegelapan menjadi masa terang benderang yang mendapat ridhodari Allah Swt. Predikat Nabi Muhammad Saw sebagai Uswatun Hasanah atau teladan yang
(13)
baik, telah memberi teladan utama mengenai segala sendi kehidupan manusia, beliau merupakan pribadi yang sempurna. Dalam berumah tangga beliau sebagai kepala keluarga yang bijaksana, dalam peperangan beliau sebagai panglima yang berperikemanusiaan, dalam lalu lintas ekonomi beliau mahir dalam menjalankan roda perdagangan, dalam struktur sosial beliau menjadi kepala pemerintahan, dan masih banyak sisi dari kehidupan Nabi Muhammad Saw yang perlu diketahui setiap muslim.
Keberhasilan Nabi Muhammad Saw dalam perjalanan misi Tuhannya dapat ditunjukkan dari kesuksesannya dalam membangun rumah tangga bersama istri-istrinya. Sebagaimana banyak dikatakan bahwa penunjang kesuksesan seseorang dalam berkarir, sedikit banyak ditopang oleh keberhasilan dalam membina keluarganya. Nabi Muhammad Saw sebagai manusia biasa telah memiliki sebuah kehidupan rumah tangga yang harmonis, jauh sebelum beliau diutus oleh Allah Swt menjadi seorang Rasul. Padahal dari istri-istri Nabi Muhammad Saw tersebut mempunyai latar belakang sejarah dan kebudayaan yang berbeda, namun Nabi Saw mampu menciptakan keharmonisan dalam keluarganya.
Nabi Muhammad Saw merupakan kekasih Allah Swt yang diutus untuk menyempurnakan akhlak seluruh umat manusia. Kehidupan beliau beserta keluarganya merupakan contoh terbaik yang sangat menginspirasi umat manusia. Salah satu aspek yang patut diteladani dalam sejarah kehidupan Nabi Saw adalah orang-orang yang mendampingi beliau dalam mengarungi medan dakwah selama beberapa tahun lamanya yaitu sosok-sosok seorang istri-istri Nabi Saw.
Al-Qur’an menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw hanya seorang Rasul, meskipun kaum muslim menganggap beliau sebagai seorang Nabi agung dan sebagai Nabi terakhir yang tidak ada nabi setelahnya. Nabi Saw juga dianggap seperti manusia yang hidup dan
(14)
mati sama seperti manusia lainnya. Akan tetapi, Nabi Muhammad Saw secara khusus diperbolehkan menikahi wanita sebanyak yang dikehendakinya atau menikahi wanita melebihi dari empat yang telah dikehendaki oleh Allah Swt. Hal ini merupakan salah satu kekhususan yang hanya berlaku bagi beliau dan tidak untuk umatnya. Sebagaimana Al-Qur’an menyatakan dalam surat Al-Ahzab (33) ayat 50 :
“Wahai Nabi, sesungguhnya kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki, yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah Swt untukmu, dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi, kalau Nabi mau mengawininya. Sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin supaya tidak menjadi kesempitan
bagimu, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S Al-Ahzab (33):
50).
Nabi Muhammad Saw diperbolehkan untuk menikah lebih dari empat wanita dan tidak boleh menceraikan istri yang jumlahnya sudah lebih dari empat wanita. Karena bagi Nabi Saw tidak berlaku ketentuan batasan istri empat, maka wajar jika istri Nabi Saw pun banyak. Sedangkan umatnya disuruh untuk menceraikan istrinya apabila melebihi empat wanita yang dinikahinya. Banyaknya perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah dan hadits terkait jumlah, nama, dan urutan istri-istri Nabi Saw dapat dipahami, mengingat hukum pernikahan yang berlaku bagi beliau sangat berbeda dengan hukum yang berlaku bagi umatnya.
(15)
Menikahi banyak istri merupakan bagian dari budaya bangsa Arab. Dalam agama Islam diperbolehkan menikah banyak istri atau disebut (poligami) dengan didasari syarat-syarat tertentu, dan sanggup untuk berlaku adil dengan istri-istrinya. Arti dari berlaku ‘adil’ disini ialah perlakuan yang adil dalam memenuhi istrinya seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lainnya yang bersifat lahiriyah. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. An-Nisaa’ (4) ayat: 3, yang berbunyi:
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.(QS. An-Nisaa’(4): 3)
Dalam sebuah riwayat Anas bin Malik berkata, Rasulullah Saw bersabda “Yang aku cintai dari dunia ini adalah wangi-wangian dan wanita, sedangkan ketenangan batinku ada
ketika aku sedang shalat”. Dari riwayat diatas dapat disimpulkan bahwa, ketika beliau
menganjurkan untuk mempunyai keturunan agar menambah jumlah orang-orang yang mengesakan Allah Swt, maka beliau dianugerahi rasa cinta pada wanita. Sedangkan memakai wewangian merupakan sopan santun dalam mengabdi kepada Al-Haq (Allah) dan ketika bertemu dengan sesama manusia. Begitu juga dengan ketenangan saat shalat karena dilakukan di dunia, maka disandarkan pula pada dunia.
Disini istri-istri Nabi Muhammad Saw merupakan wanita-wanita yang telah terpilih oleh Allah Swt, dan istri-istri beliau juga berperan dalam meriwayatkan sunnah-sunnah beliau pada saat di rumah dan para sahabat meriwayatkan sunnah-sunnah beliau ketika di
(16)
sunnah-sunnah beliau di rumah hanya disandarkan pada orang yang sangat sedikit, sehingga Allah Swt memerintahkan beliau untuk menikahi banyak wanita, agar riwayat-riwayat tersebut disandarkan kepada orang yang banyak, sehingga menguatkan riwayat tersebut.
Dalam ayat Al-Qur’an sudah dijelaskan, bahwa Allah Swt telah mengharamkan istri-istri Nabi Saw menikah dengan umatnya, dan diharamkan juga untuk mengawini janda-janda (bekas istri) Nabi Saw sesudah wafat, karena mereka dipandang sebagai Ummaha>tul
al-Mu’mini>n (ibu dari semua orang beriman). Larangan ini adalah untuk menjaga
hubungan yang sangat peka dan halus antara umat dan nabi mereka.
Sejarah mengatakan Nabi Muhammad Saw menjalankan hampir seperdua umur beliau, yaitu 25 tahun dalam keadaan tanpa istri. Pada zaman muda beliau yang dijalaninya dengan semulia-mulianya, sebagai suri tauladan dan julukan kepemudaan Arab yang paling berbudi pekerti kemanusiaan yang sehat tanpa cacat. Begitu juga dengan kesehatan yang sempurna di kehidupan beliau di masa kecilnya. Dimana yang dihiasi oleh setinggi-tinggi semangat kesatriaan dan kelaki-lakian yang dibanggakan oleh seluruh orang Arab.
Pada usia 25-50 tahun Nabi Muhammad Saw hanya mempunyai satu istri yaitu Siti Khadijah binti Khuwaylid r.a yang berlangsung selama 25 tahun. Setelah meninggalnya Siti Khadijah r.a Nabi Muhammad Saw berusia 51/52 sampai 63 tahun beliau menikah kembali, akan tetapi beliau sempat menduda sebelum beliau menikah untuk kedua kalinya. Pada masa pernikahan yang kedua inilah beliau memiliki istri lebih dari satu selama lebih kurang dari 11 sampai 12 tahun.
Terjadi banyak perbedaan pendapat dalam menentukan jumlah keseluruhan istri-istri Nabi Muhammad Saw. Menurut Ibnu Asakir dalam kitabnya Kitābu Al-Arba’i>n Fi>
(17)
menggaulinya. Selain yang sebelas ini beliau menceraikannya sebelum menggaulinya. Ada yang berpandapat bahwa Nabi Saw menikahi lima belas wanita, namun hanya membina dengan tiga belas wanita saja. Ada juga yang berpendapat bahwa beliau menikahi delapan belas wanita. Sekalipun terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli sejarah tentang nama-nama istri Nabi Muhammad Saw, dan mereka sepakat akan keabsahan kesebelas nama-nama istri Nabi Saw.
Selain itu, para ahli Tarikh dan Sirah juga berbeda pendapat terkait urutan istri yang lebih dahulu dinikahi oleh Nabi Muhammad Saw. Pendapat yang disepakati oleh mayoritas ulama dan ahli sejarah tentang urutan istri yang lebih dulu dinikahi oleh Nabi Saw diantaranya adalah: 1). Khadijah binti Khuwaylid Ra. 2). Saudah binti Zam’ah Ra. 3). Aisyah binti Abu Bakar Ra. 4). Hafsah binti Umar bin Khattab Ra. 5). Ummu Salamah / Hindun binti Abi Umayah Ra. 6). Juwariyah binti Harits Ra. 7). Zainab binti Jashy Ra. 8). Zainab binti Khuzaimah Ra. 9). Ummu Habibah / Ramlah binti Abu Sufyan Ra. 10). Shafiyah binti Huyyai Ra. 11). Maimunah binti al Harits Ra.
Istri-istri Nabi Saw adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Sejarah Islam telah mencatat bahwa para Ummaha>tul al-Mu’mini>n yang mulia itu selamanya akan menyertai Nabi Saw dalam kehidupannya sebagai seorang pahlawan, menemani beliau sewaktu keluar menuju medan perang dan mereka juga akan mendampingi Nabi Saw hingga di surga kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, karena itu sebutan al-Ummaha>tul Mu’mini>n yang senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Ahzab ayat 6:
(18)
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka. dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmim dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah”).
Nabi Muhammad Saw tidak menikahi istri-istrinya atas dasar kecantikannya atau melihat dari segi fisik dari sekian banyak istri-istrinya, akan tetapi pernikahan beliau itu sungguh dibangun atas pertalian kasih sayang dan keinginan untuk merangkul mereka dalam Islam. Kehidupan Nabi Muhammad Saw dengan istri-istrinya bukanlah kehidupan mewah untuk bersenang-senang, memenuhi hawa nafsu, makanan dan minuman, seperti umumnya tujuan orang yang menikahi banyak istri. Nabi Saw adalah kebalikannya dari semua itu dan tidak mungkin terjadi pada diri Nabi Saw, akan tetapi kehidupan berumah tangga yang zuhud dan tahan menderita, menanamkan rasa puas dengan sekedar apa yang ada dan mementingkan kepentingan orang lain yang jauh melebihi kemampuan ahli-ahli dan pemuka-pemuka zuhud di zaman dahulu dan sekarang.
Nabi Muhammad Saw sampai harus menikahi banyak istri semasa hidupnya yang telah disebutkan di atas. Tentunya beliau mempunyai alasan-alasan atau motivasi-motivasi tersendiri atas pernikahan beliau dengan istri yang satu dengan lainnya, sehingga Nabi Saw harus menikahi mereka. Pernikahan Nabi Muhammad Saw juga merupakan kehendak oleh Allah Swt yang diperintahkan kepada beliau dan tidak boleh untuk menolaknya. Secara
(19)
umum tujuan dari pernikahan Nabi Muhammad Saw menikahi banyak istri salah satunya diantaranya adalah untuk memperjuangan agama, dan untuk menyiarkan dakwah Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah diatas, untuk memperoleh gambaran jelas mengenai masalah penelitan yang akan di bahas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Latar Belakang Pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama Ummaha>tul al-Mu’mini>n?
2. Apa Motivasi Nabi Muhammad Saw Dalam Menikahi Setiap Istri-Istrinya?
C. Tujuan Penelitian
Agar langkah yang ditempuh dapat terarah, maka perlu adanya suatu tujuan. Adapun tujuan penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama Ummaha>tul al-Mu’mini>n atau istri-istri Nabi Muhammad Saw.
2. Untuk mengetahui tentang motivasi atau alasan Nabi Muhammad Saw dalam menikahi setiap istri-istrinya, dimana Nabi Muhammad Saw dalam menikahi istri satu dengan lainnya mempunyai motivasi atau alasan tersendiri.
(20)
Adapun temuan hasil penulisan dalam penelitian ini, diharapkan semoga bermanfaat atau berguna dimasa akan datang. Merujuk pada tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini sekurang-kurangnya diharapkan dapat memberikan dari dua kegunaan, yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis yang diperoleh dari penulisan ini, diharapkan akan memberikan wawasan keilmuan mengenai motivasi atau alasan Nabi Muhammad Saw dalam setiap wanita yang telah dinikahinya.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi penulis sendiri, dalam menulis penelitian ini agar dapat lebih memahaminya dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang masalah yang diangkat.
b. Bagi pembaca umum dapat menjadikan karya ini sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
c. Memberi kontribusi wacana bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan, terutama di bidang sejarah dan kebudayaan Islam.
E. Pendekatan Dan Kerangka Teoritik
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “ Motivasi Nabi Muhammad SAW Dalam Menikahi Isteri-Isterinya “, penulis menggunakan pendekatan sejarah (historis). Pendekatan historis memandang suatu peristiwa yang berhubungan dengan masa lampau. Dengan pendekataan ini, penulis berusaha mengungkapkan siapa saja istri-istri dari Nabi Muhammad Saw yang dinikahinya selama masa hidup Nabi Muhammad Saw, dan apa yang melatarbelakangi dari pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama istri-istrinya.
(21)
Sejarah adalah sebagai sebuah kerangka metodologi di dalam pengkajian atas suatu masalah, yang sesungguhnya dimaksudkan untuk mendeskripsikan segala sesuatu yang telah terjadi pada masa lampau.
Penelitian sejarah tidak hanya sekedar mengungkapkan kronologis kisah semata, tetapi merupakan suatu pengetahuan tentang mengapa peristiwa masa lampau terjadi. Dalam penulisan penelitian ini berupaya merekonstruksi kejadian atau peristiwa sejarah yang sudah tidak ada saksi hidup, sehingga hanya dapat melakukan kajian dari berbagai kepustakaan. Sehingga dengan pendekatan historis akan didapatkan kronologis kejadian.
Ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka penulis membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dianggap mampu menjawab masalah penelitian. Teori merupakan penyedia pola-pola bagi interpretasi data, memberikan kerangka konsep-konsep memperoleh keberartian khusus. Teori juga memungkinkan untuk menafsirkan makna yang lebih besar dari temuan-temuan kita dalam penelitian. Kerangka teori mempunyai tujuan untuk menjawab dan juga menyelesaikan masalah yang sudah diidentifikasi.
Adapun kerangka teoritik yang digunakan sebagai alat analitis dalam penelitian yang berjudul Motivasi Nabi Muhammad SAW Dalam Menikahi Isteri-Isterinya ini menggunakan teori Peran. Arti dari peran sendiri adalah seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang harus dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi. Sedangkan teori peran menurut Bruce J. Biddle dan Edwin J. Thomas, menyatakan peristiwa peran sama dengan pembawaan “lakon” oleh seorang pelaku dalam panggung sandiwara. Sebagaimana patuhnya seorang pelaku terhadap script (semacam skenario), instruksi dari sutradara, peran dari sesama pelaku, pendapat dan saksi umum penonton, serta dipengaruhi
(22)
bakat pribadi si pelaku, seorang pelaku peran dalam kehidupan sosial pun mengalami hal yang hampir sama. Dalam hal ini sebagaimana peran seorang Nabi Muhammad Saw dalam menikahi banyak istri semasa hidupnya, dimana juga berperan dalam menyebarkan dakwah Islam-Nya yang diutus menjadi Rasul setelah menikah dengan istri pertamanya (Khadijah binti Khuwaylid r.a). Selain itu juga istri-istri Nabi Muhammad Saw juga sangat berperan dalam di kehidupan Nabi Muhammad Saw setelah menikah dan mereka juga menjadi panutan bagi umat manusia.
Dalam kehidupan sosial nyata, membawakan peran berarti menduduki suatu posisi sosial dalam masyarakat. Dalam hal ini seorang individu juga harus patuh pada skenario, yang berupa norma sosial, tuntutan sosial dan kaidah-kaidah. Peran sesama pelaku dalam permainan drama digantikan oleh orang lain yang sama-sama menduduki suatu posisi sosial sebagaimana si pelaku peran sosial tersebut dengan menggunakan pendekatan historis (sejarah), serta teori peran yang dikemukakan oleh Biddle dan Thomas tersebut. Penulis nantinya mampu mengetahui bagaimana sesungguhnya sejarah masa lampau yang telah terjadi.
F. Penelitian Terdahulu
Adapun kajian yang berkaitan dengan “Motivasi Nabi Muhammad SAW Dalam
Menikahi Isteri-Isterinya” :
1. Karya Al-Hamid Al-Husnaini, yang berjudul Baitun Nubuwwah Rumah Tangga Nabi
Muhammad Saw, buku terbitan Yayasan Al-Hamidiy Jakarta tahun 1993. Dalam buku ini
mengkaji satu per-satu tentang sejarah latang belakang pernikahan rumah tangga Nabi Muhammad Saw dengan setiap istri-istrinya.
(23)
2. Karya Aisyah Bintusy-Syathi, yang berjudul Istri-Istri Nabi Fenomena Poligami Di Mata
Seorang Tokoh Wanita, buku terbitan Pustaka Hidayah Bandung tahun 2001. Dalam
buku ini mengkaji tentang kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad Saw. Diceritakan juga urutan wanita-wanita mulia yang hidup mendampingi Nabi Muhammad Saw.
3. Karya Ina Saeed Ansari Nadwi, yang berjudul Para Sahabat Wanita Yang Akrab Dalam
Kehidupan Rasul, buku terbitan PT RajaGrafindo Perdasa Jakarta tahun 2002. Dalam
buku ini membahas satu per-satu pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama istri-istrinya dan juga alasan Nabi Muhammad Saw menikahi mereka.
4. Karya Ibnu Hisyam, yang berjudul Sirah Nabawiyah “Sejarah Lengkap Kehidupan
Rasulullah SAW” penerjemah H. Samson Rahman, buku terbitan Akbar Media tahun
2012. Dalam buku ini mengkaji kelengkapan perjalanan kehidupan Nabi Muhammad Saw. Di dalam buku ini juga menerangkan tentang pernikahan Nabi Saw dengan wanita-wanita mulia yang telah dinikahinya semasa hidupnya.
G. Metode Penelitian
Metode merupakan jalan, cara, atau petunjuk pelaksanaan, atau petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan menggunakan metode penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilainya secara kritis, dan menyajikan sintesis dari hasil-hasil yang dicapai dalam bentuk tertulis. Dengan tujuan untuk menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya. Metode sejarah ini merupakan langkah penting, karena tanpa metode penulisan sejarah tidak akan efektif. Dengan mengikuti aturan dan metode sejarah
(24)
yang benar akan menjamin hasil yang bisa dipertanggung jawabkan. Maka langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan skripsi ini meliputi:
1. Heuristik (Pengumpulan Data)
Heuristik yaitu mencari dan menggumpulkan sumber yang berkaitan dengan kajian yang diteliti. Dalam penelitian ini termasuk kategori penelitian kualitatif, sehingga penelitian yang dilakukan merupakan murni penelitian literatur (Library Research) dengan mengkaji beragam data yang bersangkutan. Selain itu, heuristik juga sangat membantu kita dalam menemukan jejak-jejak sejarah.
Adapun sumber kepustakaan antara lain adalah sebuah disertasi yang telah diterbitkan diantaranya adalah:
1. Al-Hamid Al-Husaini. Baitun Nubuwwah “Rumah Tangga Nabi Muhammad Saw”. 2. M. Athiyah Al-Abrasyi. Biografi Muhammad. Jogjakarta: Darul Hikmah, 2010. 3. Ahmad Khalil Jam’ah, Syaikh Muhammad bin Yusuf Ad-Dimasyqi. Istri-Istri Para
Nabi, terj. Fadhli Bahri, Lc. Jakarta: Darul Falah, 2001.
4. Ali Yusuf Subki. Biografi Istri-Istri Rasulullah “Menyibak Hikmah dan Fitnah di
Balik Tabir Poligami Rasulullah”. Depok: Keira Publising, 2014.
5. Aisyah Bintusy-Syathi’, Istri-Istri Nabi Fenomena Poligami Di Mata Seorang Tokoh
Wanita, terj. Abdullah Zaki Alkaf. Bandung: Pustaka Hidayah, 2001.
6. Abu Manshur Abdurrahman bin Asakir, Keutamaan Istri Istri Nabi SAW, terj. Abdul Kadir Ahmad dan Ismail Yusuf. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.
7. Ina Saeed Ansari Nadwi. Para Sahabat Wanita Yang Akrab Dalam Kehidupan Rasul.
(25)
8. Umar Ahmad ar-Rawi. Wanita-Wanita Kebanggaan Islam. Jakarta: Akbar Media, 2015.
2. Verifikasi (Kritik Sumber)
Adalah penilaian terhadap keabsahan sumber. Dalam tahap ini peneliti melakukan kritik intern, yang pelaksanannya lebih menitikberatkan pada keabsahan dan keaslihan data dengan mencari korelasi dari sumber-sumber yang ada, sehingga dapat ditarik sebagai fakta untuk penulisan sejarah.
Kritik sumber adalah satu kegiatan untuk meneliti sumber-sumber yang diperoleh agar memperoleh kejelasan, apakah sumber tersebut kredibel atau tidak, dan apakah sumber tersebut itu autentik atau tidak. Pada proses ini dalam metode sejarah disebut dengan istilah kritik intern dan kritik ekstern.
Kritik intern adalah suatu upaya yang dilakukan oleh sejarawan dalam mencari otentisitas sumber terhadap sumber-sumber yang ditemukan. Sedangkan kritik ekstern adalah suatu kritik untuk menguji tentang autentik atau keaslihan sumber. Akan tetapi dalam penulisan penelitian ini, langkah penelitian kedua tersebut tidak dapat dilakukan sepenuhnya, karena sumber tertulis yang dipakai penulis hampir semuanya merupakan jenis sumber sekunder.
Sesuai dengan pembahasan ini, penulis melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang penulis temukan untuk melacak apa saja motivasi-motivasi atau alasan-alasan Nabi Muhammad Saw menikahi setiap istri-istrinya. Diantaranya salah satu bukunya dari M. Athiyah Al-Abrasyi dalam bukunya Biografi Muhammad yang didalamnya disebutkan berbagai alasan dalam pernikahan Nabi Muhammad Saw.
(26)
Tahap ini merupakan upaya yang dilakukan penulis untuk menginterpretasikan atau menafsirkan sejarah dan dalam ilmu sejarah dikenal dengan analisi sejarah. Menurut Louis Gottscalk, metode penelitian sejarah merupakan proses menguji dan menganalisa kesaksian sejarah, menentukan data otentik yang dapat dipercaya, serta usaha sintesis untuk merekonstruksi data tersebut menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Interpretasi atau penafsiran sumber yang disebut dengan analisis sejarah yaitu menguraikan data yang terkumpul, kemudian dihubungkan dan dibandingkan lalu di simpulkan agar bisa di buat penafsiran terhadap data sehingga dapat diketahui.
Adanya analisis sejarah ini bertujuan memahami makna yang saling berhubungan dari sumber-sumber yang diperoleh dengan teori, sehingga tersusun sebuah fakta-fakta dalam suatu interpretasi secara menyeluruh.
4. Historiografi (Penyajian)
Sejarah adalah proses penyajian dan analisis sumber atau laporan dari masa lampau secara kritis. Dari hasil rekonstruksi masa lampau berdasarkan atas dua fakta yang diperoleh, bentuk proses ini disebut dengan historiografi. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari metode penelitian ini. Dalam tahap ini merupakan cara penulisan, pemaparan, atau melaporkan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan oleh peneliti. Sebagai tahap akhir dalam metode sejarah adalah penulisan laporan hasil penelitian atau disebut historiografi. Dengan kata lain hasil penelitian ilmiah, penulis mencoba menuangkan penelitian sejarah ke dalam suatu karya yang berupa tulisan laporan.
Metode penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis yaitu bahan-bahan yang bercerai-berai dalam literatur-literatur dari beberapa sumber-sumber lain akan dianalisis, kemudian diolah selanjutnya ditampilkan dalam uraian deskriptif.
(27)
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini disusun untuk mempermudah pemahaman sehingga dapat menghasilkan pembahasan yang sistematis. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi empat bab, dimana tiap bab terbagi menjadi beberapa sub bab didalamnya.
Bab Pertama. Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi pembahasan dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metodologi Penelitian, Kerangka Pembahasan, dan Daftar Pustaka.
Bab Kedua. Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang latar belakang pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama Ummahatul Mu’minin atau istri-istri Nabi Saw. Dimana menjelaskan siapa saja wanita-wanita mulia yang telah dinikahi oleh Nabi Muhammad SAW dalam semasa hidupnya dan bagaimana awal Nabi Muhammad Saw mengenal wanita-wanita mulia sebelumnya sampai akhirnya menikah. Disamping itu pada bab ini juga menjelaskan tentang sekilas riwayat hidup istri-istri Nabi Muhammad Saw.
Bab Ketiga. Bab ini merupakan inti dari pembahasan skripsi yang penulis angkat. Adapun yang penulis paparkan dalam bab tiga ini meliputi berbagai motivasi-motivasi atau alasan-alasan Nabi Muhammad Saw dalam menikahi istri-istrinya. Dimana diketahui Nabi Muhammad Saw telah menikahi banyak istri dan setiap pernikahan Nabi Muhammad Saw dengan wanita yang satu dengan lainnya yang dipilih dan akan dinikahinya mempunyai alasan-alasan tersendiri yang ada di diri Nabi Muhammad Saw, sehingga Nabi Saw harus menikahi kesemua istrinya tersebut.
(28)
Bab Keempat Penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian yang penulis paparkan mulai dari bab dua dan bab tiga, serta berisi saran-saran penulis dari penelitian yang telah dilakukan.Adapun daftar pustaka dicantumkan pada berikutnya.
(29)
BAB II
LATAR BELAKANG PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD SAW BERSAMA UMMAHATUL al-MU’MININ
Berbicara tentang istri-istri para nabi, maka istri-istri Nabi Muhammad Saw menempati urutan terdepan dan berada di puncak tertinggi. Pasalnya mereka adalah istri-istri pemimpin para nabi, sehingga mereka yang paling layak untuk di contoh dan diteladani.
Mengenai urutan wanita-wanita mulia, yang telah hidup mendampingi Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya dan berada di bawah lindungannya. Wanita-wanita mulia tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kehidupan Nabi Saw. Di samping itu, mereka juga mempunyai kedudukan yang istimewa dalam sejarah para pahlawan yang telah memimpin peperangan-peperangan besar yang dikenal dalam sejarah manusia.
Kisah pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama istri-istrinya merupakan salah satu kisah yang menarik bagi kaum muslim. Mengingat Nabi Muhammad Saw memiliki cukup banyak istri. Kehidupan istri-istri Nabi Muhammad Saw merupakan bidang pembahasan baru, yang menggambarkan kehidupan sebagai wanita-wanita yang mulia. Begitu juga dalam membina kehidupan berumah tangga yang mulia. Kehidupan rumah tangga yang berada di bawah naungan tuntunan fitrah murni, diilhami suasana alam sekitar, dan diisi oleh sejarah sebuah rumah tangga yang berada dalam kesucian iman dan ajaran yang benar.
Sebaik-baiknya istri adalah istri-istri yang mendampingi Nabi Muhammad Saw. Mereka adalah tempat kehormatan dan kemuliaan dalam agama dan ketakwaan. Mereka menyaksikan turunya wahyu dan penerapan amal dalam Islam dengan kedua sumber, yaitu
(30)
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam kehidupan mereka yang dijalaninya banyak pelajaran-pelajaran dan nasihat-nasihat yang patut diteladani.
Pembahasan dalam bab ini akan dibahas satu per-satu tentang latar belakang pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama wanita-wanita mulia yang dinikahinya, yang setidaknya ada sebelas wanita mulia. Dimana terdapat banyak perbedaan pendapat dalam menentukan jumlah keseluruhan istri-istri Nabi Muhammad Saw. Begitu juga perbedaan pendapat tentang urutan istri-istri Nabi Saw yang telah dinikahi beliau, setelah wafatnya Khadijah r.a (istri pertama Nabi Saw).
Dalam pembahasan bab ini juga membahas sekilas tentang riwayat hidup istri-istri Nabi Muhammad Saw. Latar belakang singkat kehidupan rumah tangga pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama istri-istrinya. Yang mendapat panggilan kehormatan Ummaha>tul al-Mu’mini>n (ibunda dari semua orang beriman). Berdasarkan urutan waktu (kronologis) adalah sebagai berikut:
A. Sekilas Riwayat Hidup Ummaha>tul al-Mu’mini>n (Istri-istri Nabi Muhammad SAW) 1. Khadijah Binti Khuwaylid r.a
Nama dan nasabnya adalah Khadijah binti Khuwaylid bin Asad bin Abdul Izzi bin Qusha bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah. Ayahnya bernama Ibnu Asad bin Abdul Izza Al-Quraisyiyah, seorang tokoh yang dihormati di sukunya. Ibunya bernama Fathimah binti Zaidah bin Jandab.
Khadijah r.a lahir di kota Mekkah tahun 556 M, yang mendapatkan gelar At-Thohiroh
yaitu (primadona yang suci dan bersih). Khadijah r.a merupakan keturunan dari bangsa Quraisy. Khadijah r.a merupakan seorang saudagar perempuan yang kaya raya dan terhormat, dia bisa memperkerjakan banyak orang untuk berdagang dengan sistem bagi
(31)
hasil. Khadijah r.a merupakan orang pertama yang masuk Islam, dimana sebelum Khadijah r.a tidak ada seorang pun yang masuk Islam baik laki-laki maupun perempuan. Khadijah r.a wafat sebelum hijrah dan sebelum syari’at shalat lima waktu ditetapkan, ada juga yang mengatakan 3 tahun setelah meninggalnya Abu Thalib bin
Abdul Muthalib, di mana tahun tersebut dinamakan dengan ‘Ammu Al-Huzni (tahun
kesedihan). Dikatakan demikian karena pada tahun itu Nabi Muhammad Saw kehilangan orang-orang terdekat yang sangat mendukung dakwahnya, yaitu istri (Khadijah r.a) dan pamannya (Ali bin Abu Tholib). Khadijah r.a wafat pada usia 65 tahun, ada juga yang mengatakan 55 tahun, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun ke-10 kenabian.
Khadijah r.a juga merupakan perempuan yang mempercayai dan membenarkan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul. Khadijah r.a memberikan dorongan penuh bagi pengembangan dakwah Nabi Muhammad Saw. Khadijah r.a juga mengorbankan seluruh hidupnya, jiwanya, dan hartanya untuk kepentingan dakwah Nabi Muhammad Saw.
Banyak figur wanita yang terkenal karena tindakan-tindakan mulia yang dilakukannya. Namun apabila dilihat dari kacamata sejarah, hanya ada empat wanita saja yang tergolong di posisi teratas karena keanggunan dan kesempurnaannya, ke empat wanita tersebut adalah:
1. Asiah, istri fir’aun.
2. Maryam, ibunda nabi Isa As 3. Khadijah, putri Khuwaylid
(32)
Urutan nama-nama di atas disusun berdasarkan atas urutan atau kronologi masa kehadirannya, atau periodesisasi. Dalam dunia Islam, Khadijah r.a merupakan wanita yang dinilai paling sempurna di antara wanita-wanita lain yang hidup sezaman dengannya, dan lebih dari itu Khadijah r.a sendiri merupakan figur wanita ideal yang mempunyai peringkat teratas.
Tanda-tanda keistimewaan dari Khadijah binti Khuwaylid r.a, diantaranya adalah:
a. Istri pertama dan tercinta Nabi Muhammad Saw yang tidak pernah dimadu. b. Wanita pertama yang menyambut seruan iman tanpa membantah dan berdebat. c. Akhlaknya yang sangat mulia yang membekas di hati suami (Nabi Muhammad Saw),
sehingga Nabi Saw selalu menyebut-nyebut kebaikannya walaupun ia telah wafat. d. Allah SWT telah menyampaikan salam khusus kepada-Nya untuk Khadijah r.a
melalui perantaraan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw disertai kabar
gembira yakni “Aku telah sediakan baginya rumah di surga yang dibuat dari Emas
yang tiada kesusahan baginya dan kepayahan”.
e. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda “Laki-laki sempurna banyak sekali, dan
tidak ada yang sempurna dari wanita kecuali empat yaitu, Maryam binti Imran, Aisyah istri Firaun, Khadijah binti Khuwaylid dan Fatimah binti Muhammad Saw.
2. Saudah binti Zam’ah Ra
Nama dan nasabnya adalah Saudah binti Zam’ah bin Qais bin Abdu Syams bin Abdi Wud bin Nasher bin Malik bin Hul bin Amir bin Lu’ai. Ayahnya bernama Ibnu Qais bin Abdu Asy-Syam bin Abdu Nasr bin Malik. Ibunya bernama Asy-Syumusy
(33)
binti Qais bin Zaid bin ‘Amru bin Labid bin Kharrasy bin Amir bin ‘Adi bin An-Najjar. Saudah Ra merupakan sosok perempuan yang memiliki postur tubuh tinggi dan cantik.
Saudah binti Zam’ah r.a adalah seorang perempuan yang tidak perlu berhijab, karena ia tidak pernah keluar rumah. Sebagaimana dengan perintah Allah Swt dalam surat QS. Al-Ahzab (33) ayat: 33 :
✁
“Dan hendaknya kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu, dan didirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah Swt dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.
Saudah r.a wafat di Madinah ketika di akhir pemerintahan Umar bin Khatthab pada tahun 22 H. Ada pendapat lain mengatakan bahwa Saudah r.a meninggal dunia pada tahun 54 H, yaitu pada masa kekhalifahan Mu’awiyah.
Tanda-tanda keistimewaan dari Saudah binti Zam’ah r.a, diantaranya adalah: a. Istri kedua Nabi Muhammad Saw setelah wafatnya Khadijah r.a (istri pertama Nabi
Muhammad Saw).
b. Tidak menolak permintaan Nabi Muhammad Saw menikahinya. Ia berkata “Wahai
Rasulullah aku tidak berkehendak untuk menikah lagi, tapi aku ingin dibangkitkan di Hari Kiamat bersama istrimu dan mendapat pahala yang sama dengannya”.
(34)
c. Seorang istri yang Humoris. Ia pernah berkata “Wahai Rasulullah, aku shalat malam di belakangmu, sawaktu rukuk aku pegang hidungku takut keluar darah karena rukukmu terlalu lama”. Nabi Saw pun tertawa mendengarnya.
3. Aisyah binti Abu Bakar r.a.
Nama dan nasabnya adalah Aisyah binti Abu Bakar bin Abu Quhafah bin Amir bin Amer bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ali. Aisyah Ra adalah anak dari Abu Bakar Ash-Siddiq. Khalifah pertama sesudah Nabi Muhammad Saw wafad, serta selalu membela dan membenarkan apa-apa ajaran yang berasal dari
Nabi muhammad Saw, sehingga Abu Bakar As dijuluki as-Shiddiq. Ibunya bernama
Ummu Rauman binti Umair bin Amir.
Aisyah r.a lahir pada bulan Syawal 4 tahun setelah kerasulan. Aisyah r.a
mendapatkan gelar kehormatan yang menjadi miliknya. Karena ia dilahirkan pada saat
kedua orang tuanya telah memeluk Islam dan Aisyah r.a juga tidak pernah mendengar kekufuran. Aisyah r.a merupakan perempuan muda berkulit kuning langsat, cerdas, bersemangat, bersopan santun dalam berbicara, mempunyai wajah periang dan indah dipandang. Aisyah r.a juga pernah memimpin perang Jamal di masa Khalifah Ali, yang kemudian disesalinya.
Semasa hidupnya Aisyah r.a telah banyak mengajarkan cara hidup beragama, bersosial dan berpolitik yang baik kepada kaum muslim saat itu. Ia juga telah menjadi rujukan utama para sahabat dalam mempelajari hadits dan fikih selama lebih dari separuh abad. Ribuan hadits Nabi Muhammad Saw diverifikasi keshahihannya melalui
(35)
(Enam Kitab Hadits yang telah disepakati sebagai rujukan paling utama keshahihan sebuah hadits).
Aisyah r.a wafat pada tanggal 17 Ramadhan malam selasa tahun 58 H, saat ia berusia 67 tahun pada masa terakhir kekhalifahan Amir Mu’awiyah. Sesuai dengan permintaan terakhirnya, Aisyah r.a dimakamkan di tempat pemakaman Jannatul Baqi’ pada malam harinya.
Tanda-tanda keistimewaan dari Aisyah binti Abu Bakar r.a, diantaranya adalah: a. Aisyah r.a adalah satu-satunya perempuan dalam keadaan perawan saat dinikahi oleh
Nabi Muhammad Saw. Aisyah juga satu-satunya gadis perempuan yang dinikahi Nabi Muhammad Saw lantaran kedua orang tuanya termasuk golongan Muhajirin. b. Wanita yang sangat cerdas dan banyak membawakan hadits-hadits Nabi Muhammad
Saw.
c. Dijanjikan akan mendapatkan pengampunan dan rezeki yang mulia (surga) dari Allah Swt secara langsung.
d. Diciptakan sebagai perempuan baik yang mendampingi orang terbaik, sebagaimana ia telah dinikahi oleh Nabi Muhammad Saw.
e. Dijuluki sebagai “Ummu Abdullah” oleh Nabi Muhammad Saw, karena kecintaanya kepada Abdullah bin Zubair (anak dari saudara perempuan Aisyah).
4. Hafshah binti Umar bin al-Khaththab r.a.
Nama dan nasabnya adalah Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Uza bin Ribah bin Abdullah bin Qart bin Ka’ab bin Lu’ali. Hafshah Ra adalah putri dari Umar bin Khaththab, orang termuka di suku Quraisy yang juga menjadi
(36)
pemimpin pada zaman jahiliyah. Ibunya bernama Zainab binti Madz’un bin Habib bin Wahab. Hafshah r.a lahir 5 tahun sebelum masa kerasulan Nabi Muhammad Saw, yaitu ketika orang-orang Quraisy sedang membangun Ka’bah.
Hafshah r.a adalah perempuan yang pandai. Ia bisa membaca dan menulis serta memiliiki bakat sastrawi yang tinggi. Hafshah r.a banyak menghabiskan hidupnya di Madinah untuk beribadah dan berpuasa hingga ajal menjemputnya. Mengenai tahun wafatnya Hafshah r.a, ulama berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa ia wafat pada 41 H, ada yang mengatakan pada 45 H. Yaitu dalam usia 60 tahun yang bertepatan dengan masa kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pendiri dinasti Muawiyah. Hafshah r.a dimakamkan di pemakaman Baqi’.
Tanda-tanda keistimewaan Hafshah binti Umar bin al-Khathab r.a adalah: a. Seorang Sastrawan wanita unggul.
b. Seorang perempuan yang ahli berpuasa dan selalu melaksanakan kewajibannya. c. Hafshah r.a banyak meriwayatkan hadits Nabi Muhammad Saw sebanyak 60 hadits
dan yang tertera dalam kitab Shahih Imam Bukhari sebanyak 5 hadits.
d. Diantara Ummaha>tul al-Mu’mini>n yang lainnya Hafshah r.a terpilih sebagai
penjaga mushaf pertama (Al-Qur’an) yang dikumpulkan oleh Abu Bakar as-Shiddiq di rumahnya.
5. Zainab binti Khuzaimah r.a.
Nama lengkapnya adalah Zainab binti Khuzaimah bin Al-Harits bin Abdullah bin Amr bin Abdu Manaf bin Amir bin Sha’sha’ah. Pada masa Jahiliyah beliau
(37)
dan simpatinya yang tinggi, Zainab r.a gemar bershodaqah dan memberi makanan kepada orang-orang miskin.
Zainab r.a meninggal pada bulan Rabi’ul Awal di awal 39 bulan Hijriyah, pada usia 30 tahun. Meski demikian, kehidupannya yang singkat itu jalaninya dengan dihiasi amal kebajikan yang menjadi suatu kebanggaan tersendiri baginya. Dimana Nabi Muhammad Saw ikut menshalatinya dan menguburkan jenazah Zainab r.a yang dimakamkan di pemakaman Baqi’.
Adapun tanda-tanda keistemewaan dari Zainab binti Khuzaimah r.a diantaranya adalah:
a. Senang bersedekah dan memberi makan kepada orang miskin, sehingga ia dijuluki Ummu Al-Masaki>n (ibunda orang-orang miskin).Istri pertama yang wafat setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw.
b. Zainab r.a merupakan saudara se-ibu dengan istri Nabi Saw yang lain, yaitu Maimunah binti Harits
6. Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah) r.a.
Nama dan nasabnya adalah Hindun binti Abi Umayah Suhail bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzun. Ayahnya bernama Suhail bin Mughirah bin ‘Abdullah, yang merupakan seorang dermawan yang baik hati. Ayah Ummu Salamah r.a memdapat gelar “bekal rombongan”, karena dia termasuk orang yang selalu memberi bekal kepada orang yang ikut bepergian bersamanya. Bahkan dia selalu memberi bekal kepada orang yang sedang bepergian, meskipun dia tidak ikut serta bersamanya. Sedangkan ibunya bernama ‘Atikah binti ‘Amir bin Rabi’ah. Ia mendapatkan julukan nama panggilan “Ummu Salamah”. Setelah ia melahirkan anak
(38)
laki-laki yang bernama Salamah, saat ia ikut hijrah ke Habasyah bersama suami pertamanya.
Ummu Salamah adalah wanita yang sangat cantik. Perempuan-perempuan Bani Makhzum terkenal dengan kecantikan dan kesetian mereka kepada suami. Bahkan ada slogan Arab, “Perempuan-perempuan Bani Makhzum adalah kebanggaan bangsa Arab”. Menurut pendapat yang shahih, Ummu Salamah r.a menghembuskan nafasnya pada bulan Ramadhan bertepatan tahun ke-58 H. Ia disholatkan dan dimakamkan di pemakaman Baqi’.
Terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa Ummu Salamah Ra meninggal pada tahun ke-61 H, setelah kematian Husain bin Ali diumumkan. Pendapat ini dikuatkan Ibnu Abi Khutsaiman bahwa dia berkata: Ummu Salamah meninggal pada saat kepemimpinan Yazid bin Muawiyyah. Berbeda dengan al-Waqidi yang mengatakan bahwa Ummu Salamah r.a meninggal pada tahun ke-59 H. Ummu Salamah r.a wafat pada saat berusia 84 tahun. Menurut Ibnu Hajar bahwa, Ummu Salamah r.a adalah Ummahatul Mu’minἶn yang meninggal paling akhir.
Adapun keistimewaan dari Hindun binti Abu Umayyah (Ummu Salamah) r.a, adalah :
a. Seorang wanita yang sangat cerdas dan pendapatnya cemerlang. Hal itu dibuktikan dengan pendapatnya kepada Nabi Muhammad Saw saat terjadi permasalahan terkait perjanjian Hudaibiyah, dan perannya terhadap dakwah Nabi Muhammad Saw yang sangat besar.
(39)
c. Wanita pertama yang masuk ke Madinah dengan menggunakan Unta berkamar (Houdai).
7. Zaynab binti Jahsh r.a.
Nama dan nasabnya adalah Zaynab binti Jashin bin Rubah bin Ya’mar bin Sabrah bin Murrah bin Katsir bin Ghanam bin Dudan bin Sa’ad bin Khuzaimah. Ibunya adalah Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hisyam bin Abdi Manaf bin Qushai, yang merupakan bibi dari Nabi Muhammad Saw. Dalam hitungan berdasarkan hubungan darah, Zaynab Ra adalah sepupu Nabi Muhammad Saw putri dari bibinya. Zaynab r.a merupakan perempuan muda cantik, berkulit putih dari kalangan bangsawan.
Zaynab r.a hidup hingga masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, ia wafat tepat pada 20 H, yaitu dalam usia 53 tahun. Zaynab r.a dimakamkan di pemakaman Baqi’ dan disholatkan oleh Umar bin Al-Khaththab r.a. Zaynab r.a merupakan Ummahatul
Mu’minἶn pertama yang menyusul kepergian Nabi Muhammad Saw. Zaynab r.a adalah
orang pertama di antara istri-istri Nabi Saw, yang meninggal dunia setelah kematian Nabi Saw yang menyedihkan, dikarnakan kemurahan hatinya yang lebih.
8. Ramlah binti Abu Sufyan (Ummu Habibah) Ra.
Silsilah keturunannya adalah Ramlah binti Abu Sufyan bin Sakhar bin Harb bin Umayah bin Abdus Syam. Ibunya adalah Shafiyah binti Abil Ash bin Umaiyah bin Abdi Syam. Ibunya adalah bibi kandung Nabi Muhammad Saw. Sedangakan Ayanhnya
(40)
sebelum Nabi Muhammad Saw diberikan kerasulan. Ia mendapat julukan nama Ummu
Habibah, akan tetapi julukan tersebut lebih terkenal dari pada nama aslinya sendiri. Ummu Habibah r.a adalah salah satu seorang wanita terhormat yang ikut berhijrah ke Habasyah. Ia adalah putri salah seorang pembesar yang menentang dan memusuhi dakwah Islam pada saat itu. Ia rela meninggalkan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya beserta pangkat dan kesenangan duniawi. Untuk pergi ke tanah asing yang menakutkan dan jauh dari sanak familinya. Ummu Habibah r.a merupakan contoh ideal bagi wanita muslimah yang berani menentang suami yang mengajak kepada aqidah dan agama selain Islam.
Ummu Habibah r.a wafat pada tahun 44 H, pada masa kekhalifan Mu’awiyah bin Abu Sufyan saat usia 73 tahun. Ummu Habibah r.a dimakamkan di pemakaman Baqi’.
9. Juwairiyah (Barrah) binti Harits r.a.
Nama dan nasabnya adalah Juwairiyah binti Harits bin Ali Zahar bin Habib bin A’iz bin Malik bin Juazaina (Mustalaq) bin Sa’ad bin Amar bin Rabi’ah bin Haritsah bin Amru Muziqiah. Ayahnya bernama haris bin Ali Zahar, yang merupakan keluarga bani Mustaliq. Nama sebenarnya Juwairiyah r.a adalah “Barrah”. Akan tetapi Nabi Muhammad Saw mengubahnya menjadi “Juwairiyah”. Juwairiyah Ra merupakan seorang perempuan yang berparas cantik.
Sayyidah Juwairiyah r.a wafat di Madinah pada paruh kedua abad ke-1 H, bertepatan tahun 56 H pada masa pemerintahan Mu’awiyah. Ia meninggal di usia 70 tahun. Terdapat perbedaan pendapat terkait tahun dan usia ketita Juwairiyah r.a wafat. Sebagian berpendapat ia meninggal pada tahun 55 H, dan usia ketika itu 50 tahun.
(41)
Pendapat lainnya mengatakan bahwa ia wafat di usia 65 tahun di bulan Rabi’ul Awal tahun 50 H. Sayyidah Juwairiyah r.a dimakamkan di tanah pemakaman Jannatul Baqi’.
Tandan-tanda keistimewaan dari Juwairiyah (Barrah) binti Harits r.a: a. Senang berpuasa dan beribadah
b. Membawa keberkahan bagi kaummnya, karena hubungannya dengan Nabi
Muhammad Saw sebagai istri. Aisyah r.a berkata “Aku tidak mendapatkan wanita
yang membawa keberkahan bagi kaumnya selain Juwairiyah”. 10. Shafiyah binti Huyyai r.a.
Silsilah keturunannya adalah Shafiyah binti Huyyai bin Akhthab bin Sa’iyah bin Amir bin Ubaid bin Ka’ab bin Khazraj bin Abi Habib bin Nadhir bin Nuhham bin Yanjum, yang berasal dari keturunan Harun bin Imran (Bani Israil) dan Musa, yang amat memusuhi Islam dan pernah mencederai perjanjian dengan Nabi Muhammad Saw. Nama ayahnya adalah Huyyai bin Akhthab, sedangkan ibunya bernama Barrah binti Samu’al. Pendapat mengatakan bahwa namanya Shafiyah r.a sebelum menjadi tawanan kaum Muslimin adalah “Zainab”, akan tetapi saat ia menjadi tawanan dinamai Shafiah.
Shafiyah r.a adalah perempuan yang memiliki perasaan yang halus, tatkala itu Shafiyah r.a menangis karena mendengar lantunan Al-Qur’an al-Karim. Shafiyah r.a wafat pada bulan Ramadhan tahun 50 H, ada pendapat lain mengatakan 52 H. Shafiyah r.a dimakamkan di tanah pemakaman Jannatul Baqi’ (di Madinah) bersama para Ummaha>tul al-Mu’mini>n lainnya, saat itu beliau meninggal berusia 60 tahun.
11. Maimunah binti Al-Harits r.a.
Nama asli Maimunah r.a adalah Barrah, kemudian Nabi Muhammad Saw
(42)
Harits bin Hazn bin Yahya bin Haram bin Rubiyyah bin Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’sha’ah bin Mu’awiyah bin Bakar bin Hawazan bin Manshur bin ‘Ikrimah bin Hafshah bin Qais bin ‘Ailan bin Mudhar. Ibunya bernama Hindun binti ‘Auf bin Zuhair bin Harist bin Hamathah bin Humair. Maimunah r.a termasuk keturunan dari suku Quraisy. Maimunah r.a lahir di Mekkah pada tahun ke-18 sebelum Hijrah.
Maimunah r.a merupakan perempuan yang beriman kepada Allah Swt. Begitu juga saudara-saudara Maimunah r.a (yaitu Ummu Al-Fadhl Lubabah Al-Kubra, Lubabah Ash-Shughra, Asma’ binti Al-Harits dan Azzah binti Al-Harits). Sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersaksi atas kesempurnaan iman mereka. Seperti halnya dalam peristiwa perang Tabuk, Maimunah r.a dan saudara-saudaranya berada dalam barisan para Muhajirin. Mereka juga mengobati pasukan yang terluka dan merawat yang sakit, serta memenuhi kebutuhan para Muhajirin dalam kemulian dan kehormatan.
Maimumah r.a menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 51 H. Ada juga yang mengatakan bahwa ia meninggal pada tahun 61 H saat kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyyah, pada usia sekitar 80-81 tahun. Maimunah r.a dimakamkan di Saraf, Qubbah. Akan tetapi ada yang mengatakan beliau meninggal di Mekkah, kemudian dibawa di Madinah.
B. Pernikahan Nabi Muhammad SAW Bersama Ummaha>tul al-Mu’mini>n 1. Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Khadijah binti Khuwaylid r.a.
Nabi Muhammad Saw menjalankan kehidupan hampir seperdua umur beliau, yaitu 25 tahun dalam keadaan tanpa istri. Pada saat Nabi Muhammad SAW berusia 25 Tahun, beliau dipilih dan dipercayai oleh Khadijah r.a untuk memperdagangkan dagangannya ke
(43)
Negeri Syam. Sampai akhirnya Khadijah r.a tertarik kepada Nabi Saw, karena kepribadian yang baik dan berbudi luhur yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Saw. Saat itu juga pula Nabi Saw menceritakan kepada pamannya tentang ketertarikan Khadijah r.a kepadanya.
Sampai akhirnya Nabi Muhammad Saw bersama pamannya datang ke rumah Khadijah r.a untuk melamarnya. Tatkala persetujuan dari kedua belah pihak setuju, akhirnya pernikahan Nabi Saw bersama Khadijah r.a berlangsung pada tahun 15 sebelum masa kerasulan atau pada periode tahun 595 M di kota Mekkah. Nabi Saw menikahi Khadijah r.a dengan mahar atau maskawin 20 ekor anak unta yang pada saat itu Nabi Saw baru berumur 25 tahun dibandingkan umur Khadijah r.a yang genap berumur 40 tahun lebih tua dari umur Nabi Saw. Nabi Muhammad Saw dinikahkan dengan Khadijah r.a oleh ayah Khadijah r.a sendiri, ada juga yang menuturkan beliau dinikahkan dengan saudaranya yaitu Amr bin Khuwailid. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa yang menikahkan adalah pamannya. Dari berbagai pendapat diatas, pendapat yang paling rajih (benar) adalah pendapat yang mengatakan bahwa yang menikahkan Nabi Muhammad Saw dengan Khadijah r.a adalah pamannya (‘Amr bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushaiy).
Khadijah r.a merupakan ibu dari anak-anaknya Nabi Muhammad Saw. Dari pernikahan Nabi Saw bersama Khadijah r.a dikaruniai empat anak perempuan yaitu Zainab, Fathimah, Ruqayah, dan Ummu Kultsum. Dan dua anak laki-laki yaitu pertama Qasim dan kedua Abdullah, yang kemudian mendapatkan julukan dari Nabi Saw dengan At-Thayyib (yang baik) dan At-Thahir (yang suci). Dinisbatkannya panggilan tersebut karena mereka dilahirkan setelah Nabi Muhammad Saw diutus sebagai Rasul. Nabi Muhammad Saw membina rumah tangga bersama Khadijah r.a terbilang cukup lama, sekitar 24 tahun lamanya.
(44)
Sebelum Khadijah r.a menikah dengan Nabi Muhammad Saw, Khadijah r.a. merupakan seorang janda dua kali. Pertama istri dari Atiq bin Abid bin Abdullah bin Amer dari pernikahannya dengan Atiq dia mempunyai anak yang bernama Hindun bin Atiq. Kemudian yang kedua ia menikah dengan Abu Halah Malik bin Banasy dan mempunyai anak yang bernama Hinda dan Halah hasil dari pernikahan tersebut. Sampai akhirnya kedua suaminya tersebut meninggal dunia sehingga Khadijah r.a menjanda. Setelah ditinggal oleh kedua suaminya Khadijah r.a menjalani hidup menjanda. Sebelum menikah dengan Nabi Saw, Khadijah r.a dilamar bangsawan-bangsawan Quraisy yang kaya dan terhormat untuk dijadikan istri, akan tetapi Khadijah r.a menolaknya.
2. Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Saudah binti Zam’ah r.a.
Sepeninggal Ummaha>tul al-Mu’mini>n istri pertamanya (Khadijah r.a), suasana
Nabi Muhammad Saw masih diliputi rasa sedih karena wafatnya Khadijah binti Khuwaylid r.a, karena ia merupakan sosok istri mulia yang selalu dapat memberikan kebahagian berumah tangga, beriman kepadanya. Pada saat orang-orang mengingkari, menerimanya dan mendustakannya serta Allah Swt memberikan Nabi Saw keturunan melalui rahim Khadijah r.a.
Melihat keadaan yang dialami Nabi Saw, para sahabat selalu mendampingi Nabi Saw yang tengah dilanda kesedihan, menghiburnya dan menyarankannya agar beliau menikah lagi. Karena dengan menikah kembali kesedihan beliau berkurang dan dapat menciptakan ketentraman dalam kesendiriannya. Akan tetapi, mengenai pendapat ini tidak
(45)
ada seorang sahabat pun yang berani mengutarakannya kepada beliau, lantaran mereka sangat menghormati kepada beliau.
Sampai akhirnya Nabi Muhammad Saw memilih wanita yang akan dinikahinya yaitu Saudah binti Zam’ah r.a. Seorang janda tua istri dari Syakran bin ‘Amru berusia sekitar 53 tahun, yang tak lain adalah sepupunya sendiri anak dari pamannya. Saudah r.a dan suaminya adalah di antara mereka yang pernah berhijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia). Suami Saudah r.a adalah termasuk salah satu dari delapan orang Bani Amir yang rela meninggalkan harta dan kampung halamannya, untuk hijrah demi membela agama Allah Swt. Setelah kembali pulang dari Habasyah suami Saudah r.a meninggal dunia dalam keadaan Islam.
Semasa iddah Saudah r.a selesai, seketika itu Nabi Muhammad Saw meminangnya
untuk dijadikan istri. Pada saat itu seketika Saudah r.a berkata kepada Nabi Saw; “
Terserah Engkau wahai Rasulullah! “, lalu Rasulullah menjawab, “ Suruh seseorang yang berasal dari kaummu untuk menikahkanmu.” Kemudian Saudah r.a meminta tolong kepada Hathib bin Amr bin Abdu Syams untuk menikahkannya dengan Nabi Muhammad Saw.
Akhirnya Nabi Muhammad Saw menikahi Saudah r.a setelah kepulangan dari Hijrah pada tahun 631 M, dengan mahar atau maskawin 400 dirham. Pada saat itu Saudah r.a berusia 35 tahun sedangkan Nabi Saw berusia lebih dari 50 tahun. Akan tetapi, ada yang mengatakan bahwa pernikahan tersebut terjadi pada bulan Syawal sebelum hijrah ke Madinah, setelah wafatnya istri pertamanya Khadijah r.a. Dari pernikahan Nabi Saw bersama Saudah r.a, mereka tidak dikaruniai keturunan seorang anak.
(46)
Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw terlebih dahulu menikahi Aisyah binti Abu Bakar r.a (anak dari Abu Bakar Ash-Shiddiq), dari pada menikahi Saudah binti Zam’ah r.a. Nabi Saw baru menikahi Saudah r.a pada bulan Syawal. Hanya saja waktu itu Nabi Saw belum mengauli Aisyah r.a setelah pernikahannya. Karena ketika Nabi Saw menikah dengan Aisyah r.a, waktu itu dia masih berusiakan sangat muda yaitu sekitar berumur 6 tahun.
Saudah r.a merupakan seorang perempuan yang murah hati. Sebagaimana dia
pernah berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Aku senang bisa berkumpul dalam
golongan istri-istrimu, aku memberikan giliranku kepada Aisyah, karena aku memang tidak menginginkan apa yang diinginkan oleh para istri-istri engkau yang lain”.
3. Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a Setelah wafatnya Khadijah r.a (istri pertama), Allah Swt mengutus kepada malaikat Jibril untuk menemui Nabi Muhammad Saw dengan membawa kabar tentang Aisyah r.a. Malaikat Jibril berkata kepada Nabi Muhammad Saw, “Wahai utusan Allah, perempuan ini (Aisyah r.a) akan menghilangkan sebagian kesusahanmu dan akan menjadi istrimu sebagai pengganti Khadijah r.a”. Setelah itu Nabi Muhammad Saw menemui Aisyah r.a dan menceritakan apa yang dialaminya sewaktu didatangi oleh malaikat Jibril.
Sebelum dinikahi oleh Nabi Muhammad Saw Aisyah r.a telah ditunangkan dengan Jubair bin Muth’im. Akan tetapi Jubai’r sendiri mengundurkan diri untuk tidak menerimanya. Akhirnya pada bulan Syawal tahun ke-10 setelah kerasulan tepatnya 6 tahun sebelum hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad Saw menikahi Aisyah r.a dimana Ayah Aisyah (Abu Bakar r.a) yang menikahkannya sendiri di Mekkah dengan melalui perantara Khalah. Nabi Muhammad Saw memberikan mahar atau maskawin sebesar 400 dirham.
(47)
Saat pernikahan Nabi Muhammad Saw berusia 52 tahun, sedangkan Aisyah r.a saat itu masih berusia 6 tahun sebagaimana sebuah riwayat berbunyi:
َو ﺎَﮭِﺑ ﻰَﻨ َﺑ َو َﻦﯿِﻨِﺳ ﱢﺖِﺳ ُﺖْﻨِﺑ َﻲِھَو َﺔَﺸِﺋ ِﺎَﻋ َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿ َﻠَﻋ ُ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ﱡﻲِﺒﱠﻨﻟا َجﱠوَﺰَﺗ َةَوْﺮ ُﻋ ْﻦَﻋ
َﻲِھ
ﺎًﻌ ْﺴ ِﺗ ُهَﺪْﻨِﻋ ْﺖَﺜَﻜَﻣَو ٍﻊْﺴ ِﺗ ُﺖْﻨِﺑ
Dari Urwah “ Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah saat ia berumur enam tahun, kemudian beliau hidup bersama dengannya (menggaulinya) saat berumur sembilan tahun. Dan Aisyah hidup bersama Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam juga selama sembilan tahun”.
Ada beberapa riwayat yang berbeda pendapat tentang usia pernikahan Aisyah r.a. Riwayat Imam Muslim mengatakan Aisyah r.a berusia 7 tahun saat dinikahi Nabi Saw, ada juga yang menyebutkan 9 tahun dan 14 tahun. Karena usianya yang masih sangat muda, Aisyah r.a sendiri tidak sadar akan ikatan pernikahan tersebut. Hingga ibunya menjelaskan kepadanya bahwa ia tidak boleh keluar bersama-sama anak-anak gadis seusianya karena ia telah menikah. Setelah pernikahan tersebut, Nabi Saw terus menetap di Mekkah selama 3 tahun.
Aisyah r.a merupakan satu-satunya istri Nabi Muhammad Saw yang ketika dinikahi masih dalam keadaan perawan. Nabi Saw juga tidak menikahi seorang gadis manapun selain Aisyah r.a saja. Nabi Saw memulai tinggal serumah dengannya pada saat Aisyah r.a berusia 9 tahun dan dari perhikahan Nabi Saw dengan Aisyah r.a, dari pernikahan tersebut mereka tidak dikaruniai keturunan atau memiliki seorang anak.
4. Pernikahan Nabi Muhammad Saw Bersama Hafshah binti Umar bin al-Khaththab r.a
Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad Saw, Hafshah r.a merupakan seorang janda, ia adalah istri dari Khunais bin Hudzafah bin Qais bin Adi yang termasuk kelurga bani Sahami. Kemudian ia menerima Islam bersama suami dan orang tuanya. Bersama
(1)
pula terjadi berbagai kasus seperti yang biasa terjadi di antara para istri yang di madu. Sekalipun mereka banyak, kecuali satu dua kasus yang ringan-ringan saja yang dialaminya dan itu pula masih dalam batas kewajaran sebagai manusia biasa. Tatkala Allah Swt menghardik Nabi Saw, hingga mereka tidak mengulanginya kembali lagi. Karena hal inilah turun permulaan Surat “At-Tahrim”.
B. Hikmah Pernikahan Nabi Muhammad SAW
Adapun beberapa hikmah pernikahan Nabi Muhammad Saw yang dapat dipetik, dan disebutkan oleh para ulama, diantaranya :
1. Memperkuat hubungan di antaranya dan sebagian kabilah, memperkuat ikatan dengan harapan memperkuat kedudukan Islam dan membantu menyebarkannya. Karena dalam ikatan pernikahan terdapat tambahan kedekatan dan memperkuat tali kasih sayang dan persaudaraan.
2. Menampung sebagian janda dan menggantikan yang lebih baik dari yang telah hilang dari mereka. Sesungguhnya hal itu menentramkan hati dan menutupi musibah. Dan Nabi Muhammad Saw telah mensyari'atkan sunnah bagi umat dalam menempuh jalan kebaikan kepada wanita yang ditinggal suaminya meninggal, apalagi meninggal dalam keadaan syahid di medan jihad dan yang semisalnya juga.
3. Mengharapkan tambahan keturunan, sejalan dengan fitrah, memperbanyak jumlah umat dan menopangnya dengan orang yang diharapkan menjadi kebangkitan dalam membela agama dan menyebarkannya.
4. Memperbanyak juru dakwah wanita bagi umat, baik dari apa yang telah mereka pelajari dari diri Nabi Muhammad Saw dan yang mereka ketahui dari perilaku beliau di dalam rumah tangga.
(2)
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Latar belakang pernikahan Nabi Muhammad Saw bersama wanita-wanita mulia yang dinikahinya yang berjumlah sebelas wanita, dari pernikahan tersebut dilatar belakangi berbagai macam diantaranya:
Kebersaman Nabi Muhammad Saw bersama Khadijah r.a yang sudah lama bergaul, karena sebuah sistem perdagangan antara majikan dan pegawai. Maka dari hubungan tersebut Nabi Muhammad Saw menikahi Khadijah Ra.
2. Adapun motivasi atau alasan-alasan Nabi Muhammad Saw dalam menikahi banyak istri diantaranya adalah: Menciptakan ikatan kekeluargaan antara Nabi Muhammad Saw dengan salah satu sahabatnya (seperti Umar bi Khaththab), Mendobrak tradisi Jahiliyah mengenai larangan menikahi janda dari anak angkat, Karena hubungan Politik (Siasiyah). Membantu para janda-janda dari sahabat yang gugur di medan perang, Menyebarkan ajarannya dengan cara menyatukan berbagai musuhnya yang berbeda keyakinan lewat jalur pernikahan dan lain sebagainya.
(3)
86
B. Saran
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan dan membutuhkan perbaikan untuk menyempurnakan Skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat dibutuhkan demi tercapainya kesempurnaan Skripsi ini. Penulis berharap selanjutnya ada yang membahas atau meneliti dengan lebih mendalam tentang peran dan alasan-alasan dari pernikahan Nabi Muhammad Saw yang menikahi lebih dari satu wanita. Selain itu, penulis berharap semoga apa yang telah ditulis ini memberikan manfaat dan menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi penulis dan pada umumnya bagi pembaca.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Aisyah. Putra-Putri Nabi SAW. Solo: Pustaka Mantiq. 1992.
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah.Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999.
Ahmad Khalil Jam’ah, Syaikh Muhammad bin Yusuf Ad-Dimasyqi, Istri-Istri
Para Nabi. ter: Fadhli Bahri, Lc. Jakarta: Darul Falah. 2001.
Al-Abrasyi, M. Athiyah. Biografi Muhammad. Jogjakarta: Darul Hikmah. 2010. Al-Abrasyiy, Muhammad Attiyah. Keagungan Muhammad Rasulullah, terj.
Muhammad Thohir dan Abdullah. Jakarta: Pustaka Jaya. 1985.
Al-Halwani, Aba Firdaus. Wanita-Wanita Pendamping Rasulullah. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 1996.
Al-Husaini, Al-Hamid. Baitun Nubuwwah “Rumah Tangga Nabi Muhammad
SAW”. Jakarta: Yayasan Al-Hamidiy. 1993.
Ali, Muhammad Ali. Rasulullah SAW Fathimah Az-Zahra. Jakarta: Pustaka Hidayah. 1993.
Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahi>h
Muslim, Juz IV. Mesir: Tijariah Kubra, tth.
Al-Muafiri, Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam. Sirah Nabawiyah Ibnu
Hisyam. Jakarta: Darul Falah. 2000.
Al-Mubarakfuri, Shafiyyurrahman. Sirah Nabawiyah, Judul asli: Rokhi>qul
Makhtum, Penerjemah: Kathur Suhardi. Jakarta: Al-Kautsar. 1997.
An-Nadwi, Abu Hasan Ali. Riwayat Hidup Rasulullah. terj: H. Bey Arifin & Yunus Ali Muhdhar. Surabaya: PT Bina Ilmu. 2008.
Ar-Rawi, Umar Ahmad. Wanita-Wanita Kebanggaan Islam. Jakarta: Akbar Media. 2015.
Arsyad, M. Natsir. Seputar Sejarah dan Muamalah. Bandung: Penerbit Al-Bayan. 1993.
Asakir, Abu Manshur Abdurrahman. Keutamaan Istri Istri Nabi Saw, terj. Abdul Khadir Ahmad dan Ismail Yusuf. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.
(5)
Bintusy-Syathi’, ‘A’isyah. Istri-Istri Nabi: Fenomena Poligami Di Mata Seorang
Tokoh Wanita, terj: Abdullah Zaki Alkaf. Bandung: Pustaka Hidayah.
2001.
Bukhari, Shahih. Hadith no. 4761. Kitab Nikah: Bab Menikah dengan Perempuan yang Masih Berumur Sembilan Tahun.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Group. 2007. ---. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan
Kualitatif, cet. 1. Surabaya: Airlangga University Press. 2001.
Chalil, KH. Moenawar. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw Jilid 6. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.
Djaelani, Bisri M. Sejarah Muhammad SAW . Yogyakarta: Buana Pustaka. 2004. Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, Cet. 5, terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta:
UI Press. 1986.
Hafidz, Ha Halim Ibnu. Rasul Juga Manusia Mengenal Sososk Manusiawi
Rasulullah SAW. Jakarta: Penerbit Zikru Hakim. 2008.
Hart, Michael H. Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, terj. Mahbub Djumaidi. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. 1982.
Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah Jilid 1, Judul asli: Al-Si>rah Al-Nabawiyah li> Ibni Hisya>m, Penerjemah: Fadhli Bahri . Bekasi: PT. Darul Falah. 2012.
---. Sirah Nabawiyah “Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah
SAW”, Judul ali: As-Si>ratun an-Nabawiyah, Penerjemah: H. Samson
Rahman. Jakarta: Akbar Media. 2015.
Hoover, Kenneth R. Unsur-Unsur Pemikiran Ilmiyah dalam Ilmu-Ilmu Sosial. terj: Hartono. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya. 1990.
Jauzi, Ibnu Imam. Al-Wafa “Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad SAW”, terj: Mahfud Hidayat & Abdul Mu’iz. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
Kartodirjo, Sartono. Pendekatan Ilmu-Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1992.
Khalil, Syauqi Abu. Islam Menjawab Tuduhan, terj. Nasruddin Ibnu Atha’, Lc. Cet. 1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2006.
(6)
Kusumawati, Zaidah. et al. Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai
Keturunan Bangsa Arab. Jakarta: LENTERA ABADI. 2011.
Mubarok, Jaih. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy. 2004. Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: logos.1997.
Mulia, Siti Musdah. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2004.
Murad, Musthafa. 10 Wanita Ahli Surga Kisah-Kisah Teladan Sepanjang Masa terj: M. Khoiron Dorori. Bandung: PT Mizan Pustaka. 2006.
---, Biografi Istri-Istri Para Nabi ‘Alaihis Sallam. Solo: Qiblatuna. 2014.
Mustofa, Agus. Poligami Yuuk. Surabaya: PADMA Prees, tth.
Mutawalli, Ahmad Mustafa. Syama’il Rasulullah. Jakarta: Qisthi Press. 2009. Nadwi, Ansari Ina Saeed. Para Sahabat Wanita Yang Akrab Dalam Kehidupan
Rasul. Jakarta: PT RajaGrafindo Perdasa. 2002.
Nasution. S. Metode Research (Penelitian Ilmiah), Ed. 1, Cet. 2. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Sa’ad, Ibnu. Purnama Madinah “600 Sahabat-Wanita Rasulullah Saw Yang
Menyemarakan Kota Nabi. Bandung: Al-Bayan. 1997.
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadith Ṣahiḥ. Jakarta: Lentera Hati. 2011.
Subki, Ali Yusuf. Biografi Istri-Istri Rasulullah “Menyibak Hikmah dan Fitnah di
Balik Tabir Poligami Rasulullah”. Depok: Keira Publising. 2014.
Suhardono, Edy. Teori Peran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1994.
Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam, terj: Mukhtar Yahya dan Sanusi Latif . Jakarta: Pustaka al-Husna. 1990.
Zulaicha, Lilik. Laporan Penelitian: Metodologi Sejarah 1. Diklat IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2005.