TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 DAN PP NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT TERHADAP LEGALITAS DAN PENGELOLAAN LEMBAGA AMIL ZAKAT DI YAYASAN YATIM MANDIRI SURABAYA.

(1)

SURABAYA

SKRIPSI Oleh

ST. Alfi’ah

NIM. C02211104

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah) Surabaya


(2)

SKRIPSI

Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Oleh :

ST. Alfi’ah

NIM. C02211104

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah)


(3)

(4)

(5)

(6)

Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya”. The problems of this research is: 1. How the legality of amil zakat institution in Surabaya Yatim Mandiri instution. 2. How the analysis of UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat.

The methode is collected of data have use interview and documentation technical. Then use analysis of idea system inductive to get conclution use analysis of UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat.

From this research, first, abaout legality of Yatim Mandiri institution not yet true based UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat. The point of UU and regulation number 18 and 57, 58, 59 have mean that if amil zakat institution must have permitted as LAZ institution in Departement of religi. Second, the system of management amil zakat intitution is true based UU no. 23 of 2011 and regulation No. 14 of 2014 concerning the management of zakat. The management of zakat in Yatim Mandiri has doing with konsumtif and productif. Konsumtif to mustahik that can not full of primary need. Productif to give trying activity and modal to busniss.

On the research, the suggestion must are patner of goverment and society to management of zakat.


(7)

“Tinjauan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di

Yayasan Yatim Mandiri Surabaya”. Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan

bagaimana legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya dan bagaimana tinjauan undang-undang No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pengelolaan zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir induktif untuk mendapatkan kesimpulan yang dianalisis dengan menggunakan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pengelolaan zakat.

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Pertama, mengenai legalisasi yayasan Yatim Mandiri Surabaya memang belum sesuai aturan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014. UU pasal 18 dan PP pasal 57, 58, 59 ini menjelaskan bahwa lembaga amil zakat (LAZ) harus mendapatkan izin Menteri keagamaan atau pejabat yang ditunjuk Menteri. Yayasan Yatim Mandiri belum mendapat izin sebagai lembaga LAZ di Kementerian Agama dan saat ini masih diproses. Kedua, sistem pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri telah sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksnaan pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat Yatim Mandiri dilakukan dengan cara konsumtif dan produktif. Konsumtif untuk mustahik yang belum bisa mencukupi kebutuhan dasarnya dan produktif untuk memberikan bantuan pelatihan dan pengembangan usaha guna meningkatkan ekonomi mustahik.

Sejalan dengan hasil penelitian di atas, maka pertama, hasil amandemen UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat sebelumnya harus ada kerja sama pemerintah dan masyarakat khusunya pengelola zakat dalam keselarasan yang ada di lapangan untuk diterapkan dalam aturan tertulis. Kemudian setelah ditetapkan perlu disosialisasikan lebih lanjut guna menertibkan masyarakat, pemerintah dan instansi terkait. Kedua, dengan adanya sistem pengelolaan zakat yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, lembaga amil zakat dan BAZNAS dapat mentaati aturan yang ada. Serta masyarakat diharapkan bijaksana dalam memilih lembaga yang komperhensif dan profesional untuk dipercayai sebagai pengelola zakat agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan tertentu.


(8)

A. Latar Belakang

Peraturan zakat terbaru di Indonesia terdapat dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Zakat. Sebelum Indonesia membuat aturan tentang zakat, zakat sudah dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits. Diantara firman Allah tentang zakat yaitu surah at-Taubah ayat 103:

                ... 

Artinya: “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu

kamu membersihkan dan menyucikan mereka... “.1

Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa menunaikan zakat adalah kewajiban umat Islam. Zakat dapat mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil. Ia juga melatih seorang Mukmin untuk bersifat pemberi dandermawan. Mereka dilatih untuk tidak menahan diri dari mengeluarkan zakat, melainkan mereka dilatih untuk ikut andil dalam menunaikan kewajiban sosial, yakni kewajiban untuk mengangkat (kemakmuran) negara dengan cara memberikan harta kepada fakir miskin, ketika dibutuhkan atau dengan mempersiapkan tentara, membendung musuh, atau menolong fakir miskin dengan kadar yang cukup.2

1Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, ( Bandung : J-Art, 2004), 204.

2 Wahbat al-Zuh}ayli@, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008)., 88.


(9)

Dalam istilah ekonomi zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan dari golongan kaya kepada golongan tidak punya. Transfer kekayaan berarti transfer sumber-sumber ekonomi. Umpamanya seseorang menerima zakat untuk berkonsumsi atau berproduksi, dengan demikian zakat walaupun pada dasarnya merupakan ibadah kepada Allah, bisa mempunyai arti ekonomi.3 Di Indonesia mayoritas penduduknya muslim, zakat menjadi dimensi yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan. Dengan begitu untuk mempermudah mendayagunakan hasil zakat terbentuk organisasi pengelola zakat yaitu: Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat ( LAZ).4 Kedua organisasi ini memiliki prinsip manajemen yang sama mencakup perencanaan, pengumpulan, pendayagunaan, dan pengendalian.

UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat merupakan hasil amandemen dari UU No. 38 Tahun 1999. UU tersebut dibuat untuk mempermudah dalam mendayagunakan hasil zakat. Sebab zakat sangat potensial untuk dikembangkan dan dikelola sesuai syariat Islam. Zakat menjadi rukun Islam dan mempunyai nilai fundamental dalam peranan untuk kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya amandemen undang-undang tersebut menunjukkan bahwa pemerintah memperhatikan potensi zakat penting untuk dikekola dengan baik dan struktural. Pemerintah selanjutnya menerbitkan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaaan UU No. 23 Tahun 2011 tentang

3Muhammad Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan “Instrumen Pemberdayaan Ekonomi”, (Yogyakarta; UII Press Yogyakarta, 2005), 42.


(10)

Pengelolaan Zakat. Niat baik pemerintah memperbarui undang-undang tersebut berkontribusi dalam perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan zakat.

Substansi dari beberapa pasal yang ada dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menimbulkan banyak interpretasi dari beberapa kalangan. Menurut pemerintah substansi UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat, lembaga-lembaga pengelola zakat harus diperkuat, independen oleh pemerintah dan berada dalam pengawasan sepenuhnya oleh pemerintah. Bukan berarti pemerintah ingin mengambilalih pengelolaan zakat yang dilakukan oleh lembaga amil zakat atau masyarakat, pemerintah bertujuan memberikan payung hukum, melindungi, dan memperbaiki tata kelolola zakat kepada semua elemen lembaga dan masyarakat.

Pihak lembaga amil zakat menginterpretasikan hasil revisi UU zakat tersebut, telah menghambat kinerja serta peran lembaga-lembaga zakat yang telah ada. Hal ini disebabkan substansi yang terkandung dalam UU zakat tersebut menyatakan bahwa: “…setiap Lembaga Amil Zakat yang ingin mendapatkan izin untuk menyalurkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat setidaknya harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan

sosial”.5

5Asep Saepullah,” Perbedaan UU Zakat yang lama dengan yang baru “, dalam http:// Sharia/ Economic/ Education/ (Sharee).html, diakses 15 september 2014.


(11)

Yayasan Yatim Mandiri merupakan lembaga pengelola zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya yang sudah lama dipercaya masyarakat. Yatim Mandiri mempunyai program atau hasil kinerja yang terbukti membawa kesejahteraan para yatim di panti asuhan. Banyak cabang di beberapa kecamatan dan kabupaten yang tersebar di Indonesia khususnya paling banyak ada 11 cabang di Jawa timur. Dengan adanya UU dan PP terbaru yang mengatur tentang pengelolaan zakat terlebih pada pasal yang mewajibkan yayasan Yatim Mandiri sebagai Lembaga Amil Zakat harus terdaftar di Kementrian Agama, maka akan membawa dampak perubahan manajemen yayasan.

Sejauh ini sejak UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat diundangkan, banyak Lembaga Amil Zakat yang merasa keberatan dengan perizinan baru. Namun, UU sudah ditetapkan dan masyarakat atau lembaga yang berkaitan wajib mentaati. Jika masih ada LAZ yang tidak mengurus perijinan baru maka berdasarkan UU tersebut pemerintah berhak memberikan sanksi. Fakta di lapangan pemerintah belum memberikan sanksi terhadap lembaga yang belum mengurus perijinan.

Disusul Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2014 yang ditandatangi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 Februari 2014 menurut Nanang Q. el-Ghazal (Marketing Director LAZISMU) juga bertentangan dengan Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Selain bertentangan, Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pelaksanaan UU Zakat ini juga mengalami inkonsistensi dalam


(12)

beberapa pasal yang ada. Salah satu contoh pasal yang bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2011 adalah pasal 62 & 63 tentang pembentukan perwakilan LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang dibatasi hanya ditingkat provinsi untuk LAZ skala Nasional dan ditingkat kabupaten/kota untuk LAZ skala Provinsi. Sedang LAZ skala kabupaten/kota tidak ada perwakilan.6 Pasal-pasal tersebut jelas bertentangan dengan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat pasal 2f yang berpegang pada azas terintegrasi, di mana di dalam penjelasan terkait pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan zakat dilaksanakan secara hirarkis dalam upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pasal 62 dan 63 PP Nomor 14/2014 ini juga bertentangan dengan persyaratan pendirian lembaga amil zakat (LAZ) yang salah satunya harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam. Kita semua mengetahui bahwa hirarki atau struktur organisasi ormas ada dari tingkat pusat hingga tingkat paling bawah yaitu kelurahan.

Walau tidak dimaksudkan untuk mensubordinasi eksistensi Lembaga zakat, keberadaan lembaga amil zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat sebagaimana dituangkan dalam pasal 17 UU Nomor 23/2011 bertujuan membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan

pendayagunaan zakat. Tentunya tujuan “membantu” ini tidak akan berjalan

6 Nanang Q. el-Ghazal, “PP Nomor 14 Tahun 2014 Bertentangan dengan UU Zakat”, dalam http://media.rmol.co./PP No.14/2014 bertentangan dgn uu zakat. html, diakses 10 september 2014.


(13)

dengan baik jika kelembagaan LAZ Nasional dibatasi hanya di tingkat provinsi.

Dengan pembatasan pembentukan perwakilan lembaga amil zakat (LAZ) juga bertentangan dengan Pasal 26 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang menyatakan bahwa pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Sedangkan ketidakkonsistenan PP Nomor 14/2014 ini salah satunya ditunjukkan dalam pasal 66 yang menyatakan

bahwa “Dalam hal di suatu komunitas dan wilayah tertentu belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, kegiatan Pengelolaan Zakat dapat dilakukan oleh perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim

ulama), atau pengurus/takmir masjid/musala sebagai amil zakat”.

Salah satu Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Surabaya yang dalam hal ini yayasan Yatim Mandiri, lembaga swasta yang bergerak bidang wakaf, infak, zakat, dan sedekah khususnya jika harus mengurus perijinan yang telah ditentukan sesuai UU terbaru tersebut maka akan memberatkan karena harus merubah struktur ulang dan dibatasi dengan perijinan yang berliku. Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas maka penulis

akan mengkaji lebih dalam bentuk skripsi dengan judul “Tinjauan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat Terhadap Legalitas dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya”.


(14)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat diperoleh identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Legalitas Lembaga Amil Zakat (LAZ).

2. Ketaatan lembaga amil zakat terhadap UU No. 13 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

3. Tinjauan UU No. 23 Tahun 2011/ PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat pada lembaga amil zakat.

4. Macam-macam organisasi pengelolaan zakat. 5. Dampak ketidaktaatan lembaga amil zakat. 6. Manajemen pengelolaan zakat.

7. Persyaratan pendirian lembaga amil zakat.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

2. Tinjauan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya.


(15)

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya?

2. Bagaimana tinjauan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di Yayasan Yatim Mandiri Surabaya?

D. Kajian Pustaka

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zainul Lutfi,7 dengan judul ”

Sistem Pengelolaan Zakat Sebelum dan Sesudah ditetapkan UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat” untuk menjawab pertanyaan bagaimana sistem pengelolaan zakat sebelum ditetapkan UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan bagaimana sistem pengelolaan zakat sesudah ditetapkan UU RI No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pengelolaan zakat sebelum ditetapkan UU No.38/1999 belum ditangani secara serius dan pengelolaaanya belum melembaga, pengelolaan hanya terbatas pengumpulan zakat fitrah dan infak dari anggota KORPRI dan sesudah ditetapkanya UU No. 38/1999 pengelolaan zakat di BAZ Surabaya menunjukkan lumayan baik meskipun secara terinci belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

7Ahmad Zainul Lutfi, “Sistem Pengelolaan Zakat Sebelum dan Sesudah ditetapkan UU RI NO


(16)

Penelitian yang dilakukan oleh Apriwinda Intan Puspitasari,8 dengan

judul ”Implementasi UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Ngawi”. Penelitian ini untuk

menjawab pertanyaan bagaimana pengelolaan zakat oleh BAZ dan bagaimana implementasi UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Kemudian menggunakan analisis data kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah pengumpulan zakat dilakukan dengan cara membentuk UPZ (Unit Pengumpulan Zakat) yang berada di masing-masing instansi/kantor/dinas, Desa, Kecamatan di seluruh Kabupaten Ngawi dan pendistribusian zakat dilakukan dengan dua cara yaitu konsumtif dan produktif.

Penelitian yang dilakukan oleh M. Wildan Humaidi,9 dengan judul “

Pengelolaan Zakat dalam Pasal 18 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 2011 (Studi

Respon Lembaga Pengelola Zakat di Kota Yogyakarta)”. Penelitian ini

untuk menjawab bagaimana problem dan respon lembaga pengelola zakat yang ada di kota Yogyakarta atas lahirnya pasal 18 ayat 2 dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Hasilnya terdapat perbedaan respon dari berbagai lembaga amil zakat, Rumah Zakat menolak UU tersebut, Dompet Dhuafa dan LAZIZMU menerima sebagian dan menolak sebagian, dan LAZ Masjid Syuhada dan Masjid Jogokariyan menerima UU tersebut.

8Apriwinda Intan Puspitasari, “Implementasi UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat

oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Ngawi”, (Skrips--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010), v.

9 M. Wildan Maidi, “Pengelolaan Zakat dalam Pasal 18 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 2011(Studi

Respon Lembaga Pengelola Zakat di Kota Yogyakarta)”, dalam http;//digilib.uin.suka.ac.id/7754,


(17)

Penelitian yang dilakukan oleh Trie Anis Rosyidah dkk.,10 yang

berjudul “Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

terhadap Legalitas Lembaga Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil

zakat di Malang)” untuk menjawab pertanyaan bagaimana implementasi UU

No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalits Lembaga Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil zakat di Malang. Hasinya UU tersebut belum tersosialisasi penuh sehingga masyarakat ragu bahwa UU tersebut sudah diterapkan dikarenakan terdapat pasal yang tidak sesuai kondisi masyarakat serta menghambat legalitas LAZ dalam mengelola zakat. Penelitian terdahulu menjabarkan tentang sistem pengelolan zakat sebelum dan sesudah ditetapkan UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat, sistem pengelolaan zakat di BAZ (Badan Amil Zakat), dan legalitas lembaga amil zakat. Sedangkan penelitian ini membahas aspek legalitas dan pengelolaan Lembaga Amil Zakat berdasarkan UU No. 38/2011 dan PP No.14/2014 tentang pengelolaan zakat. Sama membahas legalitas dan sistem pengelolaan zakat namun penelitian ini lebih menitik beratkan tinjauan terhadap UU terbaru yaitu UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat beserta setelah adanya PP No. 14 Tahun 2014 yang mengatur pelaksanaan UU tersebut dan pengelolaan lembaga amil zakat.

10Trie Anis Rosyidah dkk., “Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas Lembaga Amil Zakat ( Studi di beberapa lembaga amil zakat di Malang)”,


(18)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

2. Untuk mengetahui hasil tinjauan undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan PP nomor 14 tahun 2014 terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian 1. Teoritis

a. Sebagai sarana untuk memahami pengaruh legalitas oleh lembaga amil zakat, khususnya dalam proses kinerja pengelolaan zakat. b. Sebagai alat dalam mengimplementasikan teori-teori yang diperoleh

selama kuliah.

c. Bahan referensi dalam meninjau undang-undang yang diterapkan pada lembaga amil zakat.

2. Praktis

a. Memberikan pandangan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih komprehensif tentang legalisasi dan pengelolaan lembaga amil zakat.

b. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi UIN Sunan Ampel Surabaya pada umumnya sebagai pengembangan keilmuan,


(19)

khususnya Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah).

c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah dan lembaga amil zakat dalam mengambil kebijakan.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul “Tinjauan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalisasi dan Pengelolaan Lembaga Amil Zakat di Yayasan Yatim Mandiri

Surabaya”. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul

tersebut adalah:

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011: Ketentuan Peraturan yang disusun oleh pemerintah yang disahkan oleh DPR dan unsur-unsur terkait,11 tentang pengelolaan zakat.

2. PP Nomor 14 Tahun 2014 : Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.12

3. Legalitas: berdasarkan kamus KBBI artinya pengesahan (menurut undang-undang atau hukum).13

11 Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya : Kashiko Surabaya, 2001), 595. 12 Alqhaderi Aliffianiko, “Peraturan Pemerintah (Indonesia)”, http;//Id.m. wikipedia.org/Wiki/ Peraturan_Pemerintah_(Indonesia). Html, diakses 10 oktober 2014.


(20)

4. Pengelolaan Zakat: kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat (pasal 1 angka 1 undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat).14

5. Lembaga Amil Zakat : Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.15 Lembaga amil zakat yang dipakai objek penelitian ini adalah yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

H. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif, yakni penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data, menganalisis, dan mendiskripsikannya. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.16

14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, 2. 15 Ibid.

16 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kulaitatif, Edisi Revisi, (Bandung: RT Remaja Rosdakarya, 2006), 78.


(21)

Penelitian deskriptif menurut Suharsimi Arikunto adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui informasi mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. Fenomena disajikan secara apa adanya hasil penelitiannya diuraikan secara jelas dan gamblang tanpa manipulasi. Oleh karena itu, penelitian ini tidak adanya suatu hipotesis tetapi adalah pertanyaan penelitian.17

2. Sumber Data

Data yang perlu dihimpun untuk penelitian ini adalah data terkait legalisasi dan pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri, dan juga data mengenai UU dan PP tentang legalitas dan pengelolaan zakat. Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan sumber-sumber data sebagai berikut:

a. Sumber primer : data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau orang yang memerlukannya.18 Data ini diambil dengan melakukan wawancara dengan bapak Heny Setiawan selaku HRD yayasan Yatim Mandiri di Surabaya, Ibu Ita devisi research and devolopment dan Bapak Sumarno ketua yayasan Yatim Mandiri.

b. Sumber sekunder : data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada baik

17 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT Rinerka Cipta, 2005), 105. 18 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, ( Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 93.


(22)

dari perpustakaan atau dari laporan-laporn peneliti terdahulu.19Data ini didapatkan dari dokumen-dokumen laporan penghimpunan zakat oleh lembaga amil zakat (LAZ) yayasan Yatim Mandiri Surabaya dan buku pedoman pengelolaan zakat serta peraturan yang berkaitan serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dan PP Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat. Adapun beberapa buku tersebut diantaranya:

1) Metologi Penelitian Hukum; Dr. Masruhan.

2) Zakat dalam Perekonomian Modern; Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc.

3) Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi; Prof. Dr. H. Ismail Nawawi, MPA, M.Si.

4) Zakat Kajian Berbagai Mazhab; Dr. Wahbah al-Zuh}ayly. 5) Manajemen Zakat Modern; Hj. Umrotul Khasanah, M.Si.

6) Zakat dan Kemiskinan” Instrumen Pemberdayaan Ekonomi

Umat”; Muhammad Ridwan Mas’ud.

3. Teknik Pengumpulan Data

Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara atau interview yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara kepada responden yang didasarkan atas


(23)

tujuan penelitian yang ada. Di samping memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan data, peneliti harus memikirkan tentang pelaksanaannya.20 Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan cara wawancara langsung baik secara struktur maupun bebas dengan pihak Yayasan Yatim Mandri di Surabaya yaitu bapak Heny Setiawan, Ibu Ita, dan Bapak Sumarno.

b. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui dokumen.21 Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-dokumen yang berhubungan dengan legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya.

4. Teknik Analisis Data

Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong

mengartikan analisis data sebagai” proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.22

Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kualitataif maka teknik menganalisisnya deskriptif analitis. Penelitian ini berorientasi memecahkan masalah dengan melakukan pengukuran variabel independen dan dependen, kemudian menganalisa data yang terkumpul untuk mencari

20Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1998), 117.

21M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87. 22 Masruhan, Metodolgi Penelitian Hukum..., 289.


(24)

hubungan antara variabel.23 Data yang terkumpul diproses dengan rinci menjadi uraian dasar, dianalisis berdasarkan Undang-Undang dan teori zakat dan sesuai data yang dipeoroleh. Pola pikir yang digunakan adalah dengan metode induktif, yaitu metode berpikir yang menarik kesimpulan dari prinsip khusus, kemudian diterapkan sesuatu yang bersifat khusus.24 Dari pemaparan di atas penelitian diarahkan untuk mencoba mengungkapkan bagaimana tinjauan UU No. 23/2011 dan PP No. 14/2014 tentang pengelolaan zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat kususnya di yayasan Yatim Mandiri yang akan dipaparkan secara sederhana namun mendalam dan langsung pada aspek yang diteliti.

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab dua merupakan landasan teori, yang berisi legalitas dan pengelolaan lembaga amail zakat menurut UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun

23Sulipan, “Penelitian Deskriptif Analitis”, dalam http://sekolah.8k.com (20 Nopember 2012). 24 Boedi Abdullah, Metode Penelitian Ekonomi Islam (Muamalah), (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 23.


(25)

2014 tentang Pengelolaan Zakat. Bab ini memuat beberapa sub bab. Sub bab pertama sejarah lahirnya UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat. Sub bab kedua penjelasan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat meliputi pengelolaan zakat, pengumpulan dan pendayagunaan zakat, dan persyaratan pendirian lembaga amil zakat. Sub bab ketiga hakikat zakat, mustahik zakat, dan hikmah zakat.

Bab tiga berisi deskripsi data yang berkaitan dengan pengelolaan zakat oleh yayasan Yatim Mandiri. Terdiri dari beberapa sub bab yaitu: sejarah Yatim Mandiri, visi misi, program-program, struktur organisasi, struktur kepengurusan, legalitas lembaga amil zakat Yayasan Yatim Mandiri, pengumpulan, pendayagunaan, pendistribusian dan pelaporan zakat oleh lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri.

Bab empat membahas dan menganalisis hasil-hasil yang didapat dari data. Bab ini berisi tinjauan undang-undang nomor 23 tahun 2011 dan PP no. 14 tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat terhadap legalitas dan pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya. Meliputi analisis terhadap legalitas yayasan Yatim Mandiri, analisis pembentukan lembaga amil zakat, analisis terhadap pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri Surabaya. Kemudian dijabarkan secara terperinci hasil-hasil analisis yang didapat dari pengolahan data.

Bab lima merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi banyak pihak.


(26)

Khususnya dalam tujuan pengelolaan zakat yang ideal sehingga dapat meningkatkan dayaguna pengelolaan zakat secara maksimal, khususnya yayasan Yatim Mandiri


(27)

TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

A. Sejarah Lahirnya UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat

Pengelolaan zakat pada masa penjajahan dan kemerdekaan memberikan gambaran buram akan fungsi zakat di Indonesia. Antara komunitas muslim dengan hasil zakat tidak memberikan gambaran seimbang. Pada masa orde baru, kekhawatiran terhadap Islam ideologis memaksa pemerintah untuk tidak terlibat dalam urusan zakat. Bahkan secara struktural, pemerintah tidak secara tegas memberikan dukungan secara legal formal.

Zakat sering dikumpulkan masih dengan cara konvensional dan musiman. Namun dimulainya sistem demokrasi setelah jatuhnya Presiden Soeharto pada tahun 1998, UU Zakat No. 38 Tahun 1998, adalah awal dari terbukanya keterlibatan publik secara aktif. Peran lembaga zakat, bersama dengan struktur negara telah memfasilitasi pengaturan zakat dengan lembaga- lembaga khusus yang dilindungi oleh UU. Namun, UU zakat No. 38 tahun 1998 tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan UU zakat no. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.


(28)

Namun lahirnya UU Zakat No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat belum menjawab permasalahan pengelolaan zakat karena UU No 23/2011 tentang Pengelolaan Zakat hanya penambahan pasal – pasal dari UU no. 38/1999 yaitu :

1. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait dengan pengelolaan zakat.

2. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS.

3. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:

a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;

b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian,dan pendayagunaan zakat; c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan

zakat; dan

d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. 4. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

5. Pasal 18, penjelasan mengenai : Ayat 1, pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Ayat 2, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:


(29)

a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;

b. berbentuk lembaga berbadan hukum; c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d. memiliki pengawas syariat;

e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;

f. bersifat nirlaba;

g. memiliki program untuk

mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

h. bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.

6. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

7. Setiap orang dan dengan sengaja melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau didenda paling banyak Rp 50.000.000,00.

Kemudian untuk mengatur lebih jelas pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat serta mengatur lebih rinci susunan kepengurusan anggota BAZ dan tata kelola zakat terbitlah


(30)

PP nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.1

B. Penjelasan UU No. 23 Tahun 2011 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat

1. Pengelolaaan Zakat

Zakat merupakan salah satu instrumen dalam mengentas kemiskinan. Zakat juga sumber dana yang dipercaya dan harus dikelola agar tepat sasaran. Pengelolaan zakat sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pasal 2 pengelolaan zakat berasaskan:

a. Shari@’at al-Isla@m; b. Amanah;

c. Kemanfaatan; d. Keadilan;

e. Kepastian hukum; f. Terintegrasi; dan g. Akuntabilitas.

Terdapat beberapa unsur dalam pengelolaan zakat yaitu:2 a. Jenis-jenis zakat.

1 Trie Anis Rosyidah dkk.,‛ Sejarah uu no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat‛, dalam

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/Jimfeb/article/view/188, diakses 4 Nopember 2014.


(31)

b. Dana zakat.

c. Orang-orang yang wajib membayar zakat (muzaki). d. orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik). e. Orang-orang atau kumpulan orang yang mengelola zakat).

f. Fungsi pengelolaan, pendayagunaan dan pertanggungjawaban dana zakat.

Pasal 3 pengelolaan zakat bertujuan: meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.3

2. Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan, dan Pelaporan Zakat UU No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat:4

a. Pengumpulan

Pasal 21 Ayat (1) dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya; Ayat (2) dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAZ. Pasal 22 zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Pasal 23 ayat (1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki; ayat (2) bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Pasal 24 lingkup kewenangan

3 Undang-Undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 4 Ibid., 28.


(32)

pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS Provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah. b. Pendistribusian

Pasal 25 zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat Islam. Pasal 26 pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. c. Pendayagunaan

Pasal 27 ayat (1) zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat; ayat (2) pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik terpenuhi, dan ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

d. Pelaporan

Pasal 29 ayat (1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala; ayat (2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan zakat, infak, sedekah dan dana keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala; ayat (3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan


(33)

zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala; ayat (4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan dana keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala; ayat (5) laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik; ayat (6) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Persyaratan Pendirian Lembaga Amil Zakat a. Persyaratan Organisasi Pengelola Zakat

Organisasi pengelola zakat di Indonesia ada dua. Pertama, Badan Amil Zakat (BAZ) merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah yang pembentukannya sesuai mekanisme yang diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun 2000 dan PP No. 14 Tahun 2014 tentang pelaksanaan zakat. Kedua, Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan organisasi pengelola zakat yang dibentuk sepenuhnya atas prakarsa masyarakat dan merupakan badan hukum tersendiri, serta dikukuhkan pemerintah. PP No. 14 tahun 2014, Pasal 56 yang berisi untuk membantu BAZNAZ dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ. Pasal 57, pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 wajib


(34)

mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan:

1) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan hukum;

2) Mendapat rekomendasi dari BAZNAZ; 3) Memiliki pengawas syariat;

4) Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;

5) Bersifat nirlaba;

6) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan

7) Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Yusuf al-Qard}awi dalam bukunya, Fiqh al-Zakat,5 menyatakan

bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat, harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

1) Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam, karena itu sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin.

2) Mukallaf yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab mengurus urusan umat.

3) Memiliki sifat amanah atau jujur.


(35)

4) Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan dengan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat, jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyalurannya sejalan dengan ketentuan syariah. Di dalam

Al-Qur’an dikisahkan sifat utama Nabi Yusuf a.s. yang mendapatkan

kepercayaan menjadi bendaharawan negara Mesir, yang saat itu Mesir terlanda musim paceklik sebagai akibat kemarau yang panjang. Beliau berhasil membangun kembali kesejahteraan masyarakat, karena kemampuannya menjaga amanah. Firman Allah dalam surah Yusuf ayat 55:

               

Artinya: Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".6

Demikian pula sifat keamanahan yang sangat menonjol dari para petugas zakat di zaman Rasulullah saw. Dan pada zaman khalifah al-rasyidin yang empat, menyebabkan baitul-maal tempat menampung zakat selalu penuh terisi dengan harta zakat,

6


(36)

kemudian segera disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya.

5) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat. Dengan pengetahuan tentang zakat yang relatif memadai, para amil zakat diharapkan terbebas dari kesalahan dan kekeliruan yang diakibatkan dari kebodohannya pada masalah zakat tersebut. Pengetahuan yang memadai tentang zakat inipun akan mengundang kepercayaan dari masyarakat.

6) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang sangat penting, akan tetapi juga harus ditunjang oleh kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja optimal.

7) Syarat yang tidak kalah pentingnya, hemat penulis, adalah kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya. Amil zakat yang baik adalah amil zakat yang full-time dalam melaksanakan tugasnya, tidak asal-asalan dan tidak pula sambilan. Banyaknya amil zakat yang sambilan dalam masyarakat kita menyebabkan amil zakat tersebut pasif dan hanya menunggu kedatangan muzakki untuk membayarkan zakatnya atau infaknya. Dan sebagian besar adalah bekerja pada bulan Ramadhan saja.


(37)

Amil-amil yang serius, sungguh-sungguh dan menjadikan pekerjaan amil zakat sebagai pilihan hidupnya. Insya Allah, jika ditekuni akan menyebabkan amil zakat tersebut menjadi besar dan dipercaya oleh masyarakat.

Syarat-syarat amil seperti diungkapkan Quraish Shihab yaitu:7

1) Muslim. Imam Ahmad tidak menetapkannya sebagai syarat dengan alasan kata al-‘amili@n ‘alaiha bersifat umum, sehingga mencakup Muslimin dan Kafir.

2) Akil baligh dan terpercaya.

3) Mengetahui hukum-hukum menyangkut zakat.

4) Mampu melaksanakan tugas-tugas yang dibebankannya. b. Mekanisme perizinan

Mengenai mekanisme perizinan pendirian lembaga amil zakat di atur dalam PP No. 14 tahun 2014 Pasal 58, 59, 60.

1) Izin yang dimaksud dalam pasal 58 adalah:

a) Izin pembentukan LAZ sebagaimana dimaksud dalam pasal 57 dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis;

b) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pimpinan organisasi kemasyarakatan Islam dengan melampirkan:

c) Anggaran dasar organisasi;

7 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: 1992), 328.


(38)

d) Surat keterangan terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan dari kementrian di bidang dalam negeri;

e) Surat keputusan pengesahan sebagai badan hukum dari kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia;

f) Surat rekomendasi dari BAZNAZ;

g) Susunan dan pernyataan kesediaan sebagai pengawas syariat; h) Surat pernyataan bersedia diaudit syariat dan keuangan secara

berkala; dan

i) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat. 2) Mekanisme izin pasal 59

a) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala nasional diberikan oleh Menteri.

b) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi masyarakat Islam berskala provinsi diberikan oleh direktur jendral yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

c) Izin pembentukan LAZ yang diajukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam berskala kabupaten/ kota diberikan oleh kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi.


(39)

a) Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 berwenang mengabulkan atau menolak permohonan izin pembentukan LAZ.

b) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi menerbitkan izin pembemntukan LAZ.

c) Dalam hal permohonan pembentukan LAZ tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pasal 57, Menteri, direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, atau kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi menolak permohonan izin pembentukan LAZ disertai dengan alasan.


(40)

Proses penyelesaian pemberian izin pembentukan LAZ dilakukan dalam jangka waktu paling lama lima belas hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.8

c. Pembentukan Perwakilan LAZ

Pembentukan perwakilan LAZ diatur dalam PP No. 14 tahun 2014 pasal 62,63, 64, dan 65.

1) Pasal 62 berisi:

a) LAZ berskala nasional dapat membuka perwakilan;

b) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan disetiap provinsi untuk satu perwakilan.

c) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat izin dari kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi.

d) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis. e) Permohonan tertulis sebagaiman dimaksud pada ayat (4)

diajukan oleh pimpinan LAZ kepada kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi dengan melampirkan:

1) Izin pembentukan LAZ dari menteri; 2) Rekomendasi dari BAZNAZ provinsi; 3) Data muzaki dan mustahik;


(41)

4) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat. 2) Pasal 63 berisi:

a) LAZ berskala provinsi hanya dapat membuka 1 (satu) perwakilan di setiap kabupaten/kota.

b) Pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin dari kepala kantor kementrian agama kabupaten/kota.

c) Izin pembukaan perwakilan LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengajukan permohonan tertulis. d) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diajukan oleh pimpinan LAZ kepada kepala kantor kementrian agama kabupaten/kota dengan melampirkan;

a) Izin pembentukan LAZ dari direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang agama;

b) Rekomendasi dari BAZNAZ kabupaten/kota; c) Data muzaki dan mustahik; dan

d) Program pendayagunaan zakat bagi kesejahteraan umat. 3) Pasal 64 berisi:

a) Kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi atau kepala kantor kementrian agama kabupaten/kota mengabulkan permohonan pembukaan perwakilan LAZ yang telah


(42)

memenuhi persyaratan dengan menerbitkan izin pembukaan perwakilan LAZ.

b) Dimaksud dalam pasal 62 dan 63 tidak memenuhi persyaratan, kepala kantor wilayah kementrian agama provinsi atau kepala kantor kementrian agama kanupaten/kota menolak permohonan pembukaan perwakilan LAZ disertai dengan alasan.

4) Pasal 65

Proses penyelesaian izin pembukaan perwakilan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan tertulis diterima.9

C. Lembaga Amil Zakat

Pasal 1 UU No. 23 tahun 2011 Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Pasal 17 menjelaskan bahwa untuk membantu BAZNAZ dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Dana zakat (termasuk infak, Sedekah, wakaf dan sejenisnya) berpotensi besar untuk dioptimalkan manfaatnya. Organisasi amil zakat berperan membantu pemerintah dalam mengatasi berbagai problem sosial ekonomi


(43)

masyarakat. Peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan dana zakat. Jika amil zakat baik dalam sikap dan cara kerjanya maka bukan mustahil delapan asnaf mustahik akan menjadi baik. Tapi jika amil zakat tidak baik, sulit diharapkan delapan asnaf mustahik akan menjadi baik. Di sinilah letak krusial lembaga amil zakat.10

Pemerintah mendorong peran serta masyarakat untuk membentuk lembaga amil zakat yang sepenuhnya diurus atas prakarsa masyarakat sendiri, dan secara resmi diakui pemerintah. Mereka ini memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun 1999, bahwa perintah mengukuhkan, membina dan melindungi lembaga amil zakat dengan syarat memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Berbadan hukum

2. Memiliki data muzakki dan mustahik 3. Memiliki program kerja

4. Memiliki pembukuan 5. Bersedia untuk diaudit.11

Pengelola dari lembaga amil zakat adalah amil. Kata amil yang berasal

dari kata ‚yam‘alu ‘a@mila‛ yang bisa diterjemahkan dengan‛ yang berbuat,

melakukan, pelayan‛.12 Amil juga bisa diartikan sebagai orang yang

mengumpulakan dan mengupayakan zakat, juru tulisnya, dan yang

10 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern..., 76. 11 ibid., 77.

12Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren


(44)

baginya.13 Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah, definisi amil adalah orang-orang yang ditugaskan oleh imam, kepala pemerintahan atau wakilnya, untuk mengumpulkan zakat, jadi pemungut zakat, termasuk penyimpan, penggembala-penggembala ternak dan yang mengurus administrasinya.14

M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mis}bah menerangkan bahwa amil zakat adalah pengelola-pengelolanya yakni yang mengumpulkan zakat, mencari dan menetapkan siapa yang wajar menerima lalu membagikannya. Jadi yang jelas amil zakat adalah yang melakukan pengelolaan terhadap zakat, baik mengumpulkan, menentukan siapa yang berhak, mencari mereka yang berhak, maupun membagi dan mengantarkannya kepada mereka.15 Amil diatur dalam surah At-Taubah ayat 60:

                                          

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.16

13Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, (Jakarta: Gema Insani

Press,1999), 622.

14Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985), 91.

15M. Quraish Shihab, Tafsir al- Mis}bah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), 629.


(45)

Yang berhak menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.

Berdasarkan ayat tersebut kata ‚ al-‘a@mili@na ‘alaiha@ ‛ atau para petugas

yang diangkat oleh yang berwewenang untuk mengumpulkan zakat atau mengurus lembaga dan oraganisasi pengelolaan zakat. Ayat tersebut dijadikan dalil untuk menegaskan keberadaan amil zakat adalah mutlak. Surah At-Taubah ayat 103:


(46)

                                

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.17

Kalimat ” yaitu firman Allah dengan bentuk

perintah/amar untuk mengambil zakat dari kekayaan mereka. Makna perintah/amar di sini berarti keharusan. Sebab itu amil/petugas zakat harus ada dulu, harus diadakan dan dibentuk oleh yang berwewenang yaitu Umara@ ’.18

D. Unsur- Unsur dalam Zakat

Munculnya lembaga-lembaga amil yang tumbuh bagaikan cendawan di musim hujan, pada satu sisi, menampilkan sebuah harapan akan tertolongnya kesulitan hidup kaum dhuafa dan pada sisi lain terselesaikannya masalah kemiskinan dan pengangguran. Namun harapan ini akan tinggal harapan apabila lembaga amil zakat tidak memiliki orientasi dalam pemanfaatan dana zakat yang tersedia. 19

1. Hakikat Zakat

17 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah..., 210.

18 Abdul Bari Shoim, Zakat Kita, (Kendal: Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kendal, 1978), 82. 19 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern, 60.


(47)

Secara bahasa zakat berarti tumbuh dan bertambah.20 Adapun zakat

menurut syara’, berarti hak yang wajib (dikeluarkan dari) harta. Madzhab

Maliki mendefinisikannya dengan,‛ mengeluarkan sebagian yang khusus

dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nis}ab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (mustahiknya). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan mencapai h}awl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.‛21

Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan ‚ menjadikan sebagian

harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang

khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah‛. Kata ‚menjadikan

sebagaian harta sebagai milik‛ (tamli@k) dalam definisi di atas

dimaksudkan sebagai penghindaran dari kata ibahah (pembolehan).22 Menurut madzhab Syafi’i, zakat adalah sebuah ungkapan untuk

keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan menurut madzhab Hanbali, zakat ialah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula. Yang dimaksud kelompok khusus adalah delapan kelompok dalam surah at-Taubah ayat 60 seperti yang sudah disebutkan di atas.

2. Mustahik Zakat

20 Wahbat al-Zuh}ayli@@@@, Zakat Kaijan berbagai Madzhab, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008),

82.

21 Ibid., 83. 22 Ibid., 84.


(48)

Menurut Madzhab Hanafi mustahik zakat terdiri atas:23 a. Fakir

Orang yang mempunyai harta kurang dari nishab atau mempunyai senishab atau lebih tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.

b. Miskin

Orang yang tidak mempunyai harta sedikitpun. c. Amil

Orang yang ditunjuk untuk mengambil dan mengurus zakat. d. Muallaf

Mereka tidak diberi zakat lagi, sejak masa khalifah pertama. e. Hamba

Hamba yang telah dijanjikan oleh tuannya bahwa dia boleh menebus dirinya baik dengan uang maupun dengan harta lainnya. f. Gharim

Orang yang mempunyai hutang, sedang hitungan hartanya di luar hutang, tidak sampai senishab, dia diberi zakat untuk membayar hutangnya.

g. Sabillah

Bala tentara untuk berperang pada jalan Allah SWT. h. Ibnu Sabil (musafir)

23 Ismail Nawawi, Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial dan Ekonomi. (Surabaya: Putra Media


(49)

Orang yang dalam perjalanan, yang kehabisan bekal, orang ini diberi zakat sekedarnya hajatnya.

3. Hikmah Zakat

a. Sebagai perwujudan iman kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, menghilangkan sifat kikir dan rakus, menumbuhkan ketenangan hidup, sekaligus mengembangkan harta yang dimiliki. b. Menolong, membantu dan membina kaum d}u‘afa@’ (orang yang lemah

secara ekonomi) maupun mustahik lainnya ke arah kehidupannya yang lebih baik dan lebih sejahtera.

c. Sebagai sumber dana bagi pembangunan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan oleh ummat Islam.

d. Untuk mewujudkan keseimbangan dalam kepemilikan dan distribusi harta, sehingga diharapkan akan lahir masyarakat makmur dan saling mencintai (marh}ammah) di atas prinsip ukhuwah Islamiyah dan taka@ful ijtima@‘i.

e. Menyebarkan dan memasyarakatkan etika bisnis yang baik dan benar. f. Menghilangkan kebencian, iri, dan dengki dari orang-orang sekitarnya kepada yang hidup berkecukupan, apalagi kaya raya serta hidup dalam kemewahan. Sementara, mereka tidak memiliki apa-apa, sedang tidak ada uluran tangan dari orang kaya kepadanya.

g. Dapat menyucikan diri dari dosa, memurnikan jiwa (tazkiyatun nafs), menumbuhkan akhlak mulia, murah hati, peka terhadap rasa


(50)

kemanusiaan, dan mengikis sifat bakhil atau kikir serta serakah. Dengan begitu, suasana ketenangan batin karena terbebas dari tuntutan Allah SWT dan kewajiban kemasyarakatan, akan selalu melingkupi hati.

h. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.

i. Zakat adalah ibadah mâliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah SWT dan merupakan perwujudan solidaritas sosial, rasa kemanusiaan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat persatuan umat dan bangsa, sebagai pengikat batin antara golongan kaya dengan golongan miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.

j. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, di mana hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang aman, tenteram lahir batin.

k. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: umatan wa@h}idah (umat yang bersatu), musawwah (umat yang memiliki persamaan derajat dan kewajiban),


(51)

ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam), dan taka@ful ijtima@‘i (sama-sama bertanggung jawab). 24

24Qultum media, Keistemawaan, hikmah, dan keutamaan zakat, dalam http://

qultummedia.com /21-artikel/muamalat/309-keistimewaan-hikmah-dan-keutamaan-zakat, diakses 11 Nopember 2014.


(52)

BAB III

LEGALITAS DAN PENGELOLAAN LEMBAGA AMIL ZAKAT YAYASAN YATIM MANDIRI SURABAYA

A. Profil Yayasan Yatim Mandiri Surabaya

1. Sejarah

Yayasan Yatim Mandiri merupakan sebuah lembaga sosial masyarakat yang memfokuskan pada penghimpunan dan pengelolaan dana ZISWA ( zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf) serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/ lembaga umat Islam dan menyalurkannya secara lebih profesional dengan menitikberatkan program untuk kemandirian anak yatim sebagai penyaluran program unggulan.1

Al Qur’an surah Al-Ma’un ayat 1 dan 2:

             

Artinya: Taukah kamu ( orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim.2

Al Qur’an Surah An-Nisa ayat 6:

                                                     

1 Yayasan Yatim Mandiri, “ Mari Mandirikan Mereka”, (Surabaya, 25 April 2014), 1. 2Departemen Agama RI,


(53)

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).3

Keprihatinan atas perkembangan panti-panti asuhan Islam Ketidak merataan perkembangan diantara panti-panti asuhan Islam. Belum adanya kesamaan visi antar panti asuhan Islam dalam menargetkan tujuan pembinaan anak-anak asuhnya. Adanya tiga masalah pokok yang pada umummya dihadapi oleh panti asuhan Islam, yaitu:4

1. Perlunya peningkatan pendidikan agama dan akhlak yang menjadi ciri pokok label keislamannya.

2. Kurangnya bimbingan psikologi baik bagi anak asuh maupun

pengasuhnya.

3. Perlunya penambahan pendidikan ketrampilan yang dapat

menghantarkan anak untuk dapat mandiri saat purna asuh ( SMU). Yayasan Yatim Mandiri memulai kiprahnya sejak Maret 1994 di Surabaya dihadapan notaris Trining Ariswati, SH., kemudian mengalami pembaharuan dan tercatat dihadapan notaris Maya Ekasari Budiningsih,

3Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah...

, 612.


(54)

SH, dengan nomor 12 tahun 2008. lembaga yang awalnya bernama YP3IS ini, semakin menguatkan eksistensinya sebagai lembaga zakat. Legalitas untuk melakukan ekspansi semakin kuat ketika lembaga ini telah mendapat pengesahan dari DEPKUMHAM RI dengan nomer AHU-2413.AH.01.02.2008 dan mempunyai NPWP nomer : 02. 840. 224. 6. 609. 000.

Lima belas tahun sudah Yayasan Yatim Mandiri berdiri menjadi jembatan harmoni antara para muzaki dan mustahik, menyambungkan empati dalam simpul pelayanan gratis hingga pemberdayaan untuk anak yatim. Atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didukung simpati sahabat yatim sekalian, Yayasan Yatim Mandiri telah hadir di 11 jaringan kantor kota besar di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kota besar yang sudah terdapat kantor operasional Yayasan Yatim Mandiri antara lain, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Malang, Kediri, Jember, Tuban, Pasuruan, Semarang, Mojokerto dan Madiun. Insya Allah mulai tahun 2009 Yayasan Yatim Mandiri akan hadir di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di seluruh pelosok Indonesia.

Sebagai bentuk profesionalitas dan keamanahan, Yayasan Yatim Mandiri mengembangkan Lembaga Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) yang peruntukannya khusus untuk anak-anak yatim purna asuh (anak lulus SMU) dengan biaya GRATIS / Nol rupiah. Lembaga pusdiklat yatim ini bernama MEC (Mandiri Enterpreneur Center) yang mempunyai visi dan misi untuk mencetak jiwa-jiwa


(55)

interpreneur pada diri anak-anak yatim yang menjadi binaannya. Di samping itu Yayasan Yatim Mandiri juga mempunyai Ruang Usaha anak yatim dengan nama MITRA MANDIRI, sebagai tempat untuk aplikasi bisnis anak-anak yatim dari berbagai kota di Indonesia yang menjadi binaan.

Hingga Januari 2009, tercatat 46.942 donatur bergabung, didukung 111 amil dengan fungsi mulai dari back office, tenaga fundraising, hingga personil suport system program. Dengan program unggulan Yayasan Yatim Mandiri mampu memberikan subsidi Bantuan Dana Pendidikan ( BDP) anak yatim dan sudah terlaksana sebanyak 17

periode. Mulai tahun 1994 sampai Desember 2008.

Yayasan Yatim Mandiri telah memberikan multimanfaat khususnya kepada anak-anak yatim yang sudah menjadi binaan, di semua kantor sekretariat Yayasan Yatim Mandiri.5

2. Visi dan Misi Visi

Menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian yatim. Misi

a. Membangun nilai-nilai kemandirian yatim.

b. Meningkatkan pertisipasi masyarakat dan dukungan sumber daya untuk kemandirian yatim.


(56)

c. Meningkatkan capacity building organisasi.6

3. Program-Program

Adapun program-program yatim mandiri adalah:7

a. Pendidikan

Program pemberdayaan di bidang pendidikan. Di antaranya meliputi:

1) Beasiswa Operasional Pendidikan (BOP)

Dengan memberikan bantuan beasiswa bagi pendidikan anak yatim untuk bersekolah dan meraih cita-citanya.

2) SMP- SMA Insan Cendikia Mandiri Boarding School (ICMBS)

Sekolah ini dibangun khusus untuk anak yatim 60% dan 40% lainnya boleh diisi anak luar. Sekolah berbasis internasional ini dilengkapi fasilitas yang memadai untuk mendukung proses belajar dan mengajar.

3) Duta Guru

Memberikan bantuan guru untuk memberikan pembinaan keislaman dalam membantu belajar anak-anak yatim di panti asuhan tertentu.

4) Guru Exelent Yatim Sukses ( GENIUS)

Memberikan guru bagi anak-anak yatim khususnya pada pendampingan dalam belajar pelajaran ilmu umum seperti

6 Ibid., 4.


(57)

matematika, bahasa Indonesia, Kewarganegaraan dan lain sebagainya.

5) Alat Sekolah (ASA)

Memberikan bantuan berupa alat-alat untuk bersekolah seperti tas, buku, polpen, penghapus, seragam, dan lain sebagainya.

6) SuperCamp

Supercamp ini maksudnya, pada hari tertentu anak-anak yatim dikumpulkan dan diadakan acara seperti kemah (camping) dengan tujuan untuk mengembangkan potensi anak. Biasanya acara ini diadakan satu tahun sekali.

7) Pendampingan Lulus Ujian (PLUS)

Setiap menjelang ujian nasional, bagi anak kelas enam SD/MI, kelas 3 SMP/MTS, dan 3 SMA/Aliyah/Sederajatnya diberikan pendampingan guru untuk membantu belajar mereka dalam persiapan menjelang ujian nasional.

8) Rumah Kemandirian

Rumah kemandirian dikhususkan untuk anak-anak yatim yang sedang menghafal Al-Qur’an.

b. Kesehatan

Program kesehatan merupakan program layanan kesehatan keliling, penyuluhan kesehatan serta perbaikan gizi anak-anak yatim. Program ini menjangkau hingga pelosok-pelosok daerah di


(58)

wilayah cabang Yatim Mandiri. Yayasan Yatim Mandiri mempunyai Klinik Sehat Mandiri yang berlokasi di Jl. Raya Jambangan 70 Surabaya. Selain itu ada juga baksos kesehatan, khitan masal, kaca mata gratis untuk anak yatim dan pemberian gizi bagi yatim.

c. Sosial kemanusiaan

Program sosial kemanusiaan merupakan program bidang pemberdayaan kemasyarakatan. Bantuan tersebut antara lain:

1) Bantuan langsung tunai kepada para mustahik.

2) Bantuan kepada korban bencana alam.

3) Bantuan saat Ramadhan, berupa bantuan berbuka puasa dan sahur, oleh-oleh lebaran dan lainnya.

4) Bedah rumah bagi orang miskin.

5) Peringatan hari besar seperta muharram, isra’ mi’raj, dan lain -lain.

d. Pemberdayaan ekonomi

Pemberdayaan ekonomi merupakan pemberdayaan dan peningkatan perekonomian masyarakat. Program ini terbagi menjadi dua. Yaitu;

1) Yatim enterpreneur

Pembinaan dan pendampingan bagi anak-anak yatim yang telah purna atau lulus SMA/sederajatnya dan yatim sarjana


(59)

untuk menjadi pengusaha. Hal ini dilakukan dengan pemberian pelatihan dan ketrampilan serta diberi modal usaha.

2) BISA (Bunda Yatim)

Pemberdayaan kepada ibu-ibu anak yatim. Program tersebut terdiri atas agroindustri, trading, kuliner, farming, industri kreatif, properti, media, dan jasa lainnya.

e. Dakwah

Program ini terdiri dari penerbitan majalah, buletin, bantuan

al-Qur’an, buku agama, sarana belajar lainnya, pengiriman dai/ustadz -ustadzah ke panti, Islamic parenting dan pengajian.


(60)

4. Struktur Organisasi

Gambar 1.

Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Lembaga Pendidikan & Pemberdayaan

(LPP)

Lembaga Penggalangan Sumber

Daya (LPSD)

Mtra Mandiri Utama (MMU) Fundraising Pendidikan Dasar Menengah Pengemb. Program Pendidikan Tinggi

SDM & GA IT Akuntansi Keuangan

Program

GM RO Marketing Dev. Wakaf BM BM Riset & Marketing Sp Training CSR Yatim Mandiri Fund Tawaf

Startup Unit Bisnis

PT PT PEMBINA PENGURUS DIREKTUR UTAMA PENGAWAS Dewan Penasehat Komite Tasharuf Komite Audit Internal Audit Corporate Secretary

Sekretaris PR Legal DPS Layanan Donatur Pendidikan Pemberdayaan Pend. Vokasi/ Akademi Komunitas Universitas Penyaluran/Tasharuf Pembinaan & Pemberdayaan Ekonomi Penyaluran/Tasharuf Komite Wakaf Operasional Operasional Kemanus iaan Kesehatan PLS Media & Dakwah Ekonomi


(61)

5. Struktur Kepengurusan

Pembina : H . Nur Hidayat S.Pd,MM

Dr. Moh. Nasih, Ak Moh. Hasyim

Pengawas : Drs. H Abdul Rokib

Pengurus

Ketua : Drs. Sumarno

Sekretaris : Yusuf Zain, S.Pd.,MM

Bendahara : Ir. Bimo Wahyu Wardoyo

Direktur Utama : Ir. Agus Edi Sumanto, MM, MSi

Direktur LAS : Iwan Setiyawan, SH.

Direktur LPP : Drs. Sodikin, M.Pd.

GM Regional Office I : Zaini Faisol

GM Regional Office II : Andreas Eko Vantofi, SP

Penasehat : Dr.Zaim Uchrowi

Ir. H Jamil Azzaini MM

Dr. Muhammad Nafik

Dewan Pengawas Syari’ah : Prof. Dr. HM. Roem Rowi, MA

Ustadz Agustianto

Konsultan/Penasehat Hukum : H. Mahfud, SH


(62)

6. Legalitas Yayasan Yatim Mandiri Surabaya

Yayasan yatim mandiri merupakan yayasan yang sudah lama berdiri dan dipercaya masyarakat. Adapun legalitas yayasan yatim mandiri yaitu:8

a. Dicatatkan dihadapan notaris Triningsih Ariswati, SH.

b. Surat Keterangan Domisili “ 745/40/436.11.23.1/2013”.

c. Berdasarkan keputusan MENKUMHAM RI

AHU-2431.AH.01.02.2008.

d. Perubahan akta yayasan Maya Ekasari Budiningsih, SH. No. 12 Tahun 2008.

e. Perubahan pengurus yayasan akte notaris Habib Adjie, SH., M. Hum. No. 5 Tahun 2014.

f. NPWP 02.840.224.6-609.000.

B. Sistem Pengelolaan Lembaga Amil Zakat Yayasan Yatim Mandiri

1. Pengumpulan Zakat

Zakat bukan sekedar memberikan bantuan yang bersifat konsumtif kepada para mustahik, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup para mustahik, terutama fakir miskin atau kualitas sumber daya muslim, misalnya untuk pendidikan. Karena itu amil zakat harus meningkatkan profesionalisme kerjanya hingga menjadi amil yang amanah, jujur,

8 Bapak Heny, Wawancara, Yayasan Yatim Mandiri Surabaya Jl. Raya Jambangan no. 135-137, 13 Nopember 2014.


(63)

sungguh-sungguh mengerti tugas masalah amil zakat dan kompeten dalam melaksanakan tugas keamilan.9

Pada sisi pengumpulan banyak aspek yang harus dilakukan, seperti penyuluhan yang berkaitan dengan proses penyadaran kewajiban,

penjelasan tentang cara membayarnya dan sebagainya.10 Proses

pengumpulan dana zakat, infak, sedekah dan dana keagamaan lainnya di yayasan Yatim Mandiri dilakukan oleh para petugas lapangan atau amil yang berjumlah 286 orang. Petugas lapangan atau amil bertugas mengambil dana zakat, infak, sedekah dan dana keagaman lainnya di rumah atau kantor donatur. Selain itu proses pengumpulan biasanya dengan donatur langsung mengirim dana melalui daftar rekening Yatim Mandiri yaitu;11

Tabel 1. Daftar Rekening Yatim Mandiri

Bank Infak, Sedekah Zakat Wakaf Kemanusian Mandiri 1400003117703 1420010313327 1420010313350 - BCA 0101358363 0883996647 0883996621 - BRI - 009601001968305 - 009601001969

301 Muamalat 7010054804 7010054804 - 7010054803 BNI

Syariah

0108351174 0211497003 - -

Syariah Mandiri

7001201454 7001241782 7001241798 7001241804 Permata

Syariah

02901444415 02901445144 - - Bukopin 8800486034 8800172030 - -

9 Agustianto, “ Berzakat ke Lembaga Amil”, Majalah, ( Surabaya: Agustus 2014), 8. 10 Ibid., 9.

11 Yayasan Yatim Mandiri, “ Daftar Rekening a.n. Yayasan Yatim Mandiri”, Majalah, (Surabaya: Agustus 2014), 2.


(64)

Syariah Mega Syariah

1000080884 1000080892 - -

CIMB Niaga Syariah

5080100007004 - - -

BNI 2244900000 - - -

Pada dasarnya donatur di yayasan Yatim Mandiri ada dua yaitu donatur tetap dan donatur insidentil. Donatur tetap adalah donatur yang setiap bulannya memberikan infak, sedekah, atau dana keagamaan lainnya secara rutin. Sedangkan donatur insidentil merupakan donatur yang tidak tetap artinya tidak secara rutin memberikan sumbangan dana. Donatur setiap bulan jumlahnya berbeda. Sejauh ini sampai bulan desember 2014 donatur tetap/rutin berjumlah 129.095 dan donatur insidentil berjumlah kurang lebih 125.000 orang.12

Adapun cara yayasan Yatim Mandiri menjaring donatur yaitu dengan:

a. Membentuk ZISKO ( Zakat, Infak, Sedekah Konsultan)

Dengan adanya ZISKO maka akan mempermudah yayasan Yatim Mandiri dalam menjaring donatur sebab konsultan dari para amil baik yang bekerja di Yatim Mandiri ataupun secara sukarela mereka menjelaskan kepada masyarakat mengenai Yatim Mandiri dan memotivasi masyarakat untuk bersemangat dan sadar berkah


(1)

yatim diberikan dana dan pelatihan. Dengan begitu bunda yatim akan bisa mandiri mencukupi kebutuhannya dengan usaha yang telah ia kembangkan. Begitu juga dana infak, sedekah, dan sosial keagamaan lainnya dikelola dengan produktif kecuali dana terikat. Dana terikat ialah dana wakaf dan dana qurban yang langsung dikelola sesuai yang diperuntukan.

Dana zakat, infak, sedekah, dan sosial keagamaan lainnya dibukukan sendiri oleh Yatim Mandiri. Yatim Mandiri juga selalu melaporkan hasil keuanggannya berdasarkan sistem pembukuan PSAK No. 109 Akuntansi Zakat. Kemudian dilaporkan kepada masyarakat melalui majalah dan koran republika.

Sejauh ini sebelum ada undang-undang no. 23 tahun 2011 dan peraturan pemerintah no. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, Yatim Mandiri belum melaporkan kepada BAZNAS dan Kementerian Agama sesuai yang ada dalam pasal 29 undang-undang dan pasal 73, 74 Peraturan Pemerintah. Sebab Yatim Mandiri belum mendapatkan izin pendirian LAZ sesuai UU dan PP tersebut. Namun, Yatim Mandiri akan melaporkan kepada BAZNAS dan pemerintah daerah setiap enam bulab dan akhir tahun pada Desember 2014 beserta proses izin LAZ yang sedang diajukan Yatim Mandiri.

Walaupun demikian, laporan yang diberikan Yatim Mandiri di majalah dan media masa koran Republika memberikan gambaran bahwa Yatim Mandiri adalah lembaga yang benar-benar profesional dan transparan kepada masyarakat dan pemerintah.


(2)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya, maka penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tinjauan UU no. 23 tahun 2011 dan PP no. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat terhadap legalitas dan sistem pengelolaan lembaga amil zakat di yayasan Yatim Mandiri Surabaya yaitu: Pertama, mengenai legalisasi yayasan Yatim Mandiri Surabaya memang belum sesuai aturan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014. UU pasal 18 dan PP pasal 57, 58, 59 ini menjelaskan bahwa lembaga amil zakat (LAZ) harus mendapatkan izin Menteri keagamaan atau pejabat yang ditunjuk Menteri. Saat ini yayasan Yatim Mandiri belum mendapat izin sebagai lembaga LAZ di Kementerian Agama dan saat ini masih diproses. Dengan adanya memotarium perizinan karena awalnya beberapa pasal yang diajukan untuk dijudical review di MK maka baru dibuka oktober 2014. Kedua, sistem pengelolaan lembaga amil zakat yayasan Yatim Mandiri telah sesuai dengan UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksnaan pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat Yatim Mandiri dilakukan dengan cara konsumtif dan produktif. Konsumtif untuk mustahik yang belum bisa mencukupi kebutuhan dasarnya dan produktif untuk memberikan bantuan pelatihan dan pengembangan usaha guna meningkatkan ekonomi mustahik.


(3)

B. Saran

1. Hasil amandemen UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat sebelumnya harus ada kerja sama pemerintah dan masyarakat khusunya pengelola zakat dalam keselarasan yang ada di lapangan untuk diterapkan dalam aturan tertulis. Kemudian setelah ditetapkan perlu disosialisasikan lebih lanjut guna menertibkan masyarakat, pemerintah dan instansi terkait.

2. Dengan adanya sistem pengelolaan zakat yang telah diatur dalam UU No. 23 tahun 2011 dan PP No. 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan pengelolaan zakat, masyarakat diharapkan bijaksana dalam memilih lembaga yang komperhensif dan profesional untuk dipercayai sebagai pengelola zakat agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan tertentu.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Andiko, Suprapto. “Zakat sebagai Media Pengumpulan Dana Sosial pada Harta Non Pajak (Studi analisis terhadap UU RI NO 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan Zakat dan UU RI NO. 17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan)”. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005.

Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rinerka Cipta, 2005. ---.Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta,

1998

Bari, Abdul Shoim. Zakat Kita. Kendal: t,p., 1978.

Hasan, M. Iqbal. Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia, 2002.

Intan, Apriwinda Puspitasari. “Implementasi UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat oleh BAZ (Badan Amil Zakat) di Kabupaten Ngawi”. Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010.

M. Ambara, Iqbal. Problematika Zakat dan Pajak di Indonesia. t.tp.: Sketsa, 2009.

Masruhan. Metodologi Penelitian Hukum. Surabaya: Hilal Pustaka, 2013.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kulaitatif, Edisi Revisi. Bandung: RT Remaja Rosdakarya, 2006.

Muhammad Nasib Ar-Rifa’i. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press,1999.

Nawawi, Ismail. Zakat dalam Perspektif Fiqh, Sosial, dan Ekonomi. Surabaya: Putra Media Nusantara, 2010.

Qard}awi (al), Yus}uf. Fiqh al-Zakat; Muassasah Risalah, Juz II. Beirut: t.p.,1991. Quraish, M. Shihab. Tafsir al- Mis}bah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an.

Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Ridwan, Muhammad Mas’ud. Zakat dan Kemiskinan “Instrumen Pemberdayaan

Ekonomi”. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Jilid 3. Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1985.

Syidih, Sukmadinata Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Cet. III, 2007.


(5)

Umrotul, Khasanah. Manajemen Zakat Modern. Malang; UIN MALIKI PRESS, 2010.

Warson, Ahmad Munawwir. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984.

Zainul, Ahmad Lutfi. Sistem Pengelolaan Zakat Sebelum dan Sesudah ditetapkan UU RI NO 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2002.

Zuh}ayli @(al), Wahbat. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA, 2008.

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemah. Bandung : J-Art, 2004.

Novia, Windy. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Kashiko Surabaya, 2001.

Sumber Internet

Asep Saepullah,” Perbedaan UU Zakat yang lama dengan yang baru “, dalam http:// Sharia/ Economic/ Education/ (Sharee).html, diakses 15 september 2014.

Anis, Trie Rosyidah dkk., “Implementasi UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat terhadap Legalitas Lembaga Amil Zakat ( Studi di

beberapa lembaga amil zakat di Malang)”, dalam

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/Jimfeb/article/view/188, diakses 4 Nopember 2014.

---.” Sejarah uu no. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat”, dalam http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/Jimfeb/article/view/188, diakses 4 Nopember 2014.

Alqhaderi Aliffianiko, “Peraturan Pemerintah (Indonesia)”, http;//Id.m. wikipedia.org/Wiki/ Peraturan_Pemerintah_(Indonesia). Html, diakses 10 oktober 2014.

Nanang, Q. el-Ghazal, “PP Nomor 14 Tahun 2014 Bertentangan dengan UU Zakat”, dalam http://media.rmol.co./PP No.14/2014 bertentangan dgn uu zakat.html, diakses 10 september 2014.

Wildan, M. Maidi, “Pengelolaan Zakat dalam Pasal 18 Ayat 2 UU No. 23 Tahun 2011(Studi Respon Lembaga Pengelola Zakat di Kota Yogyakarta)”, dalam http;//digilib.uin.suka.ac.id/7754, diakses 4 Nopember 201.

Qultum media, Keistemawaan, hikmah, dan keutamaan zakat, http://qultummedia.com/21-artikel/muamalat/309-keistimewaan-hikmah-dan-keutamaan-zakat, diakses 11 Nop. 14.


(6)

Sulipan, “Penelitian Deskriptif Analitis”, dalam http://sekolah.8k.com (20 Nopember 2012).


Dokumen yang terkait

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Pengaruh Penerapan Undang-Undang Pengelolaan Zakat Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Kinerja Pengelolaan Zakat di Lazis PP Muhammadiyah

1 4 132

Persepsi Pimpinan Dan Pelaksana Lembaga Amil Zakat Terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

0 2 124

PENGELOLAAN ZAKAT DI LAZIS JATENG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG Pengelolaan Zakat Di Lazis Jateng Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi di Lazis Jateng Cabang Kota Surakarta).

0 5 19

TINJAUAN YURIDIS ZAKAT PENDAPATAN VIA PAYROLL SYSTEM DITINJAU BERDASARKAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.

0 0 1

Model Kebijakan Pengelolaan Zakat secara Partisipatif Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

0 0 1

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 52

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

0 0 29

PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT PENGELOLAAN ZAKAT FITRAH DI DUSUN TUKANG KEC. PABELAN DALAM TINJAUAN UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT - T

0 0 100

Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Terhadap Profesi Amil di Lembaga Amil Zakat Nasional BMH Gerai Ponorogo - Electronic theses of IAIN Ponorogo

0 0 92