ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL MOJOKERTO.

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI

HANDPHONE BLACK MARKET

DI MAJID

CELL

MOJOKERTO

SKRIPSI Oleh

MUCHAMAD ABD AZISLUBY NIM : C02210067

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

JURUSAN HUKUM PERDATA ISLAM PRODI MUAMALAH SURABAYA


(2)

iv PENGESAHAN

Skripsi yang ditulis oleh Muchamad Abd Azisluby NIM. C02210067 ini telah dipertahankan di depan sidang Majelis Munaqasah Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel pada hari Kamis, tanggal 29 Januari 2015, dan dapat diterima sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program sarjana strata satu dalam Ilmu Syari’ah.

Majelis Munaqasah Skripsi:

Ketua, Sekretaris,

H. Muhammad Ghufron, Lc., M.HI H. Mohamad Budiono, S.Ag, M.Pd.I

NIP. 197602142001121003 NIP. 197110102007011052

Penguji I, Penguji II, Pembimbing,

Dr. Mugiyati, S.Ag., M.EI Fahrur Ulum, S.Pd., M.EI H. Muhammad Ghufron, Lc., M.HI

NIP. 107102261997032001 NIP. 197209062007101003 NIP. 197602142001121003

Surabaya, 12 Februari 2015 Mengesahkan, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Dekan,

Dr. H. Sahid H.M., M.Ag. NIP. 196803091996031002


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini saya:

Nama : Muchamad Abd Azisluby

NIM : C02210067

Semester : IX

Fakultas/Jurusan/Prodi : Syari’ah dan Hukum / Hukum Perdata Islam / Muamalah

Judul Skripsi : Analisis Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320

Terhadap Jual Beli Handphone

Blackmarket di Majid Cell Mojokerto Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 25 Desember 2014 Saya yang menyatakan,

Muchamad Abd Azisluby C02210067


(4)

Skripsi yang ditulis oleh Muchamad Abd Azisluby ini telah diperiksa dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 24 Desember 2014 Pembimbing,

H. Muhammad Ghufron, Lc, M.Hi NIP.197602142001121003


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 Terhadap Jual Beli Handphone Black market

Di Majid Cell Mojokerto”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan:

Bagaimana praktik jual beli handphone black market di Majid Cell Mojokerto dan bagaimana pandangan hukum perdata pasal 1320 dan hukum Islam terhadap jual beli handphone black market tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik jual beli handphone black market di Majid Cell Mojokerto dan untuk mengetahui pandangan hukum perdata pasal 1320 dan hukum Islam terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell Mojokerto.

Teknik penulisan data yang digunakan skripsi ini adalah teknik deskriptif analisis dengan pola pikir induktif. Teknik diskriptif analisis digunakan untuk mengambarkan atau diskripsikan dengan jelas tentang praktik jual beli handphone black market di Majid Cell Mojokerta dan pandangan hukum perdata pasal 1320 dan hukum Islam terhadap jual beli handphone black market di Majid cell Mojokerto.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Mekanisme jual beli handphone black market di “Majid Cell” Mojokerto sama dengan praktik jual beli pada umumnya, yang membedakan adalah handphone ini tidak diperjualbelikan untuk umum. Akibat yang ditimbulkan dari jual beli tersebut adalah menyebabkan para distributor handphone untuk menggelapkan produknya lebih banyak lagi, akan tetapi dapat menimbulkan kerugian pada Negara dalam sektor perpajakan dan dapat merusak stabilitas pasar handphone. Menurut hukum Islam, jual beli handphone black market itu dilarang karena dapat menimbulkan kemudhorotan berupa kerugian banyak pihak dan menurut kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320, jual beli handphone black market juga dilarang tepatnya pada poin yang keempat yang berbunyi suatu sebab yang halal, dalam praktik jual beli handphone black market di Majid Cell didapatkan dari illegal dan itu bertentangan dengan peraturan pemerintah, oleh sebab itu jual beli handphone black market dihukumi batal/tidak sah menurut kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka seharusnya para konsumen tidak hanya mencari harga yang murah saja, melainkan harus melihat kualitas handphone dan kebolehan hukum yang akan kita dapatkan. Kepada para pelaku usaha juga harus lebih diperhatikan lagi jika ingin melakukan usaha, tidak boleh hanya mencari keuntungan semata melainkan harus memperhatikan kualitas dan kebolehan hukum dalam usaha tersebut. Kepada para penegak hukum harus lebih diperketat lagi pengawasannya supaya para distributor handphone tidak bisa menggelapkan handphone lagi.


(6)

viii DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTARTRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 6

E. Tujuan Penelitian... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 10

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II HUKUM JUAL BELI A. Jual Beli Dalam Hukum Islam ... 17

1. Pengertian Jual Beli ... 17

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 23

3. Rukun dan Syarat Jual Beli ... 26

4. Macam dan Bentuk Jual Beli ... 33


(7)

ix

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli ... 38

2. Asas-asas Perjanjian Jual Beli ... 42

3. Syarat Sah Perjanjian Jual Beli ... 44

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian ... 47

5. Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Indent ... 47

BAB III JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI MAJID CELL MOJOKERTO A. Gambaran Umum Majid Cell Mojokerto ... 51

1. Lokasi Penelitian ... 51

2. Sejarah Berdirinya Majid Cell ... 51

3. Modal Yang Digunakan untuk Mendirikan ... 52

4. Jenis Pelayanan Di Majid Cell ... 52

B. Gambaran Umum Handphone Black Market ... 54

1. Cara Mendapatkan Handphone ... 54

2. Cara Mengemas Sebelum Diperjualbelikan ... 55

3. Perbandingan Harga Black Market Dengan Yang Asli ... 56

4. Segmen Pemasaran Handphone Di Majid Cell ... 57

5. Akibat Jual Beli Black Market ... 58

6. Cara Pelaksanaan Akad ... 58

7. Cara Melakukan Negosiasi... 59

8. Cara Pembayaran ... 60

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA PASAL 1320 TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE BLACK MARKET DI “MAJID CELL” A. Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Handphone Black Market Di Majid Cell ... 61

B. Analisis Kitab Undang-Undang Hukum perdata Terhadap Jual Beli Handphone Black Market Di Majid Cell ... 65


(8)

x BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 70 B. Saran-Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ajaran agama Islam terdapat dua dimensi hubungan yang harus dipelihara, yaitu hubungan manusia dengan tuhan (ibadah mah}d}ah) yang lebih bersifat perorangan, seperti shalat, zakat, puasa, haji ataupun dalam bentuk hubungan manusia dengan manusia lainnya atau benda yang ada di sekitarnya (muamalah) yang bersifat kesejahteraan ekonomi umat dan kesejahteraan masyarakat seperti; jual-beli, ija>rah, utang-piutang dan lain sebagainya.1

Allah SWT mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasan dari-Nya untuk hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan sandang, pangan dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus dan tidak akan berhenti selama manusia masih hidup, tidak seorang pun yang dapat memenuhi hajatnya sendiri, karena itu mereka dituntut berhubungan dengan yang lainnya. Dalam hubungan ini tidak ada satu hal pun yang lebih sempurna dari pertukaran; dimana seorang memberikan apa yang mereka miliki untuk kemudian mereka memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing.


(10)

Jual beli sendiri dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan2. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’< ayat 29:

                                          

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan Jalan yang bat}il, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."3

Dalam ayat tersebut selain pesan larangan memperoleh harta dengan jalan upaya memanfaatkan fasilitas hidup yang disediakan Allah SWT di bumi ini adalah dengan usaha perdagangan yang pada dasarnya diperbolehkan, dengan alasan bahwa manusia tidak dapat mencukupi kebutuhannya, tanpa bantuan atau barang milik orang lain dan kerjasama dengan orang lain, namun bantuan dan kerjasama tersebut dapat dilaksanakan dan diraih dengan jalan melakukan transaksi jual beli dengan adanya ganti baik berupa barter dengan barang lain yang sesuai atau dengan mata uang atau alat tukar.

Selain itu, telepon selular termasuk produk telematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.: 19/M-DAG/PER/5/2009 (Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009). Definisi produk telematika menurut Pasal 1 angka 1 Permendag 19/M-DAG/PER/5/2009 adalah sebagai berikut :4 “Produk telematika adalah produk dari kelompok industri perangkat keras telekomunikasi

2 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 12 terjemah nor hasanuddin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 44. 3 Depag RI, Al-Qur’an dan Tarjamahnya (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), 122.


(11)

3

dan pendukungnya, industri perangkat penyiaran dan pendukungnya, industri komputer dan peralatannya, industri perangkat lunak dan konten multimedia, industri kreatif teknologi informasi, dan komunikasi.”

Dasar dari terjadinya jual beli adalah perjanjian jual beli. Salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) adalah adanya sebab yang halal.5 yakni sebab yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum (lihat Pasal 1337 KUHPer).

Secara umum, handphone black market, sangat berbeda dengan handphone resmi atau disebut juga dengan handphone legal karena pada hakekatnya handphone black market merupakan handphone yang sengaja diselundupkan oleh pabrik resmi. Sedangkan handphone legal merupakan handphone yang didistribusikan melalui distributor resmi yang memiliki kerja sama penjualan atau pasca penjualan dengan produsen handphone serta telah memenuhi standar minimum yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Seperti halnya peristiwa yang terjadi di Majid Cell Mojokerto, ada transaksi jual beli handphone black market yang dipasarkan di sana. Majid Cell membeli barang dari distributor handphone di Batam secara tidak resmi, hal ini dikarenakan tidak sesuai dengan peraturan perdagangan dan bea cukai Indonesia. Sebagai contoh semua barang yang diperdagangkan di Majid Cell tidak ada garansi resmi dari perusahan dan proses jual beli antara Majid Cell dengan


(12)

pihak distributor yang berada di Batam terbilang sedikit lebih lama sekitar 3 sampai 4 hari.

Adapun ciri-ciri barang handphone black market di Majid Cell adalah a). Barang yang diperjualbelikan berkualitas tinggi dengan harga yang lebih murah dari pada harga pasar secara umum. b). Tidak ada garansi resmi dari pihak perusahaan yang terkait, sehingga barang yang diperjualbelikan tidak mempunyai dasar Undang-undang. c). Proses jual beli di Majid Cell secara sembunyi-sembunyi, di mana hanya konsumen tertentu yang dapat bertransaksi handphone black market dengan Majid Cell. d) Handphone tidak memiliki stiker hologram asal produsen. e). Dalam dosbook tidak disertakan CD software.

Berdasarkan uraian di atas, proses transaksi handphone black market masih dipertimbangkan keabsahan hukumnya, baik dari segi hukum Islam maupun hukum negara yang bedasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. sebab transaksi jual beli itu pada dasarnya diperbolehkan baik menurut Nas} al-Qur’an tentang status boleh atau tidaknya melakukan jual beli atau perdagangan dan peraturan hukum perdata.

Karena itu, diperlukan penelitian mengenai dampak memperdagangkan barang black market serta bagaimana hukumnya menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell Mojokerto.


(13)

5

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut :

1. Handphone di Majid Cell tidak ada garansi resmi dari pabrik. 2. Penjualan handphone yang tersembunyi.

3. Handphone di Majid Cell tidak memiliki stiker hologram asal produsen beda dengan handphoneoriginal pada umumnya.

4. Handphone black market di Majid Cell tidak tercantumkan CD software. 5. Praktik jual beli handphone black market di majid Cell.

6. Pandangan hukum Islam terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell.

7. Pandangan KUHper terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell.

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Praktik jual beli handphone black market di majid Cell.

2. Pandangan hukum Islam terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell.

3. Pandangan KUHper terhadap jual beli handphone black market di Majid Cell.


(14)

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas ada beberapa pokok permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai rumusan masalah di antaranya adalah:

1. Bagaimana praktik jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto?

3. Bagaimana pandangan kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320 terhadap jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada intinya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumya sehingga tidak ada pengulangan.6

Pada penelusuran, penulis menemukan penelitian yang menulis tentang jual beli handphone namun dalam penelitian tersebut membahas tentang perlindungan konsumen ketika melakukan jual beli secara black market.

Penelitian oleh Dyna Thurisna yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Dan Undang-undang Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli HandphoneBlack Market (Study Kasus di Kharisma Cell Jombang)”, menyimpulkan bahwa ketika


(15)

7

melakukan perjanjian jual beli sebaiknya mencari barang yang mendapatkan perlindungan bagi para konsumen supaya dapat jaminan hukum dari negara.7

Persamaan antara penelitian Dyna Thurisna dengan penelitian ini adalah membahas tentang jual beli handphone black market, sedangkan perbedaan antara kedua penelitian ini adalah Dyna Thurisna cenderung membahas tentang perlindungan konsumen bagi para konsumen handphone black market, sedangkan peneliti ini cenderung membahas tentang Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdatanya. Objek penilitian Dyna Thurisna berada di Jombang, sedangkan pada peneliti ini berada di Majid Cell Mojokerto.

Adapun peneliti yang lain juga membahas tentang black market yaitu Maykel Rasali yang berjudul “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Produk Blackberry Black Market” (dikhususkan pada kota Semarang). Hasil analisis menunjukkan bahwa persaingan penjualan yang sangat ketat menyebabkan beberapa pelaku usaha yang tidak mampu bersaing dengan sehat mereka menyelundupkan handphone bertujan untuk mendapatkan hasil yang banyak.8

Persamaan penelitian kedua peneliti ini adalah membahas tentang black market sedangkan perbedaan keduanya adalah Maykel Rasali cenderung membahas tentang perlindungan konsumen, penelitian Maykel Rosali dikhususkan pada handphone blackberry dan objek penelitiannya terdapat di kota

7 Dyna Thurisna, “Tinjauan Hukum Islam Dan Undang-undang Perlindungan Konsumen Terhadap Jual Beli HP Black Market” (Skipsi-IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010).

8 Maykel Rosali, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Blackberry Black Market” studi kasus di kota Semarang. (Sripsi-universitas katolik soegijapranata, Semarang, 2013).


(16)

Semarang sedangkan peneliti lebih cendereng pada hukum Islam dan hukum perdatanya, peneliti tidak hanya mengkhususkan pada 1 handphone saja melainkan semua handphone yang ada di Majid Cell, dan juga untuk objeknya berada di Majid Cell Mojokerto.

Untuk penelitian selanjutnya yaitu oleh Saiful Hidayat yang berjudul “Jual Beli Barang Slundupan dalam Prespektif Hukum Islam” peneliti ini menggunakan metode kuantitatif. Hasil analisis peneliti menyebutkan bahwa tidak semua barang black market terutama handphone ini merupakan barang slundupan, barang tersebut menjadi black market karena ada permainan atau rekayasa dari orang dalam pabrik.

Persamaan penelitiaan kedua peneliti ini adalah membahas tentang black market sedangkan perbedaan keduanya adalah Saiful Hidayat lebih dominan membahas tentang jual beli dalam prespektif Islam sedangkan peneliti membahas dengan dasar Islam dan KUHper terutama pada pasal 1320. Objek penelitian Saiful Hidayat semua handphone black market sedangkan peneliti ini black market di Majid Cell Mojokerto.

Dari penelusuran di atas, penulis tidak menemukan penelitian yang menanggapi skripsi ini. Hal tersebut membuat penulis merasa resah dan bimbang yang akhirnya membuat penulis tertarik untuk meneliti kasus black market yang ada di Majid Cell dengan menggunakan sumber Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320.


(17)

9

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui praktik jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto.

2. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto.

3. Untuk mengetahui pandangan kitab undang-undang hukum perdata pasal 1320 terhadap jual beli Handphone black market di Majid Cell Mojokerto.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian di atas semoga dapat bermanfaat dan berguna untuk: 1. Secara teoritis

Untuk menambah khazanah pengetahuan yang berkaitan dengan Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Serta untuk memberikan informasi tentang bagaimana tinjauan hukum Islam dan KUHper terhadap jual beli handphone black market.

2. Dari segi praktisi

a. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan atau landasan berpijak bagi praktisi-praktisi jual beli handphone.


(18)

b. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti ataupun mengembangkan penelitian tentang jual beli handphone black market atau jual beli handphone yang lainnya.

G. Definisi Operasional

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian dalam judul skipsi ini, maka penulis tegaskan beberapa istilah-istilah sebagai berikut: 1. Hukum Islam : Peraturan dan ketentuan yang berdasarkan atas al-Qur’an dan

Hadis serta pendapat para ulama fiqih 4 madzab.

2. KUHper pasal 1320 : Suatu pasal yang menjelaskan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, adapun syarat-syarat sahnya perjanjian menurut KUHper pasal 1320 adalah: 1). Sepakat mereka yang mengikat dirinya. 2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 3). Suatu hal tertentu. 4). Suatu sebab yang halal.

3. Handphone Black Market : Istilah yang diberikan pada suatu produk yang beredar atau sampai pada konsumen tanpa bea cukai.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya.9 Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu:

9 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktil. (Jakarta: PT. Rineka Cipta. Cet. 13, 2006), 160.


(19)

11

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif. Di Indonesia penelitian kualitatif dikenal penelitian naturalistik. Penelitian kualitatif biasa dilawankan dengan penelitian kuantitatif dengan alasan bahwa dalam kegiatan ini peneliti tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya.10

2. Data yang dikumpulkan

Berdasarkan rumusan masalah seperti yang telah dikemukakan di atas, maka data yang akan dikumpulkan adalah sebagai berikut:

a. Cara memperoleh barang (handphone).

b. Kualitas handphone di Majid Cell yang diperjualbelikan.

c. Perbandingan harga handphone di Majid Cell dengan harga pasaran handphone resmi.

d. Konsumen. e. Dampak.

f. Sumber-sumber Hukum Islam tentang jual beli. g. Sumber-sumber Hukum Perdata.

3. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini didapat dari beberapa sumber, yaitu:

10 Ibid.,12.


(20)

a. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama). Sumber data primer yakni subjek penelitian yang dijadikan sebagai sumber informasi penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data secara langsung atau yang dikenal dengan wawancara.11 Dalam hal ini, data berupa hasil wawancara dengan pihak counter Majid Cell yaitu bapak Majid selaku pemilik counter dan 2 konsumen yaitu bapak Rofik dan bapak Hasbi yang melakukan jual beli handphone black market.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.12 Dalam hal ini, data yang digunakan peneliti antara lain:

1. Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 12 terjemah nor hasanuddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006

2. Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2002).

3. Racmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2007).

4. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 5, penerjemah, Abdul Hayyie al-Kattany, dkk

5. Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, penerjemah, H. Muammal Hamidy.

11 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, cet. III, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), 91. 12Ibid.,


(21)

13

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data antara lain:

a. Observasi (Pengamatan)

Yaitu pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut.13 Penulis melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang dilakukan oleh Majid Cell secara lansung tanpa adanya alat bantu supaya penulis dapat mengetahui secara pasti bentuk transaksi yang ada di sana dan penulis mencatat dengan sistematik terhadap apa saja yang dilakukan oleh Majid Cell dalam melakukan jual beli handphone black market disana.

b. Interview (wawancara)

Wawancara atau interview yaitu metode ilmiah yang dalam pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog langsung dengan sumber objek penelitian. Wawancara sebagai alat pengumpul data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.14Adapun wawancara yang terkait dengan penelitian ini yaitu pihak counter majid Cell oleh bapak Majid selaku pemilik counter dan 3 orang konsumen yaitu bapak Rofik, bapak Hasbi dan bapak Fuad yang pernah melakukan jual beli handphone black market.

Moh. Nasir, Metode Penelitian, Cet. VI Bogor: Ghalia Indonesia, 5 , .


(22)

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data atau informasi yang berupa benda-benda tertulis, seperti: buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan dan catatan harian lainnya.15 Dokumen yang akan diambil yaitu dokumen-dokumen yang dimiliki oleh Majid Cell.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari segi lapangan maupun pustaka, maka dilakukan pengolahan data. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data antara lain:

a. Editing yaitu mempersiapkan naskah yang siap cetak atau siap terbit (dengan memperhatikan terutama segi ejaan, diksi, dan struktur kalimat).16 Teknik ini digunakan untuk memeriksa kelengkapan data-data yang sudah penulis dapatkan.

b. Organizing yaitu menyusun dan mensistematiskan data yang diperoleh dalam karangan paparan yang telah direncanakan sebelumnya untuk memperoleh bukti-bukti dan gambaran secara jelas tentang praktek jual beli handphone black market.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk meningkatkan

15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998) 131.

16 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ketiga, 2005), 283.


(23)

15

pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.17

Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mengumpulkan data tentang jual beli handphoneblack market disertai analisa untuk diambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode ini karena ingin memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.

Metode pembahasan yang dipakai adalah deduktif, merupakan metode yang digunakan untuk mengemukakan hukum Islam atas fakta-fakta atau kenyataan dari hasil penelitian di Majid Cell sehingga ditemukan pemahaman terkait dengan hukum praktek jual beli handphone black market.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang meliputi : latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang kerangka teori yang membahas tentang jual beli berdasarkan sumber-sumber pustaka yang mencakup tentang pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli dalam Islam.


(24)

Bab ketiga berisi tentang gambaran umum handphone black market (pengertian, kondisi dan ciri-ciri handphone yang dijual belikan, proses pembelian, syarat pembelian, dan dampaknya).

Bab keempat berisi tentang analisis Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 terhadap jual beli handphoneblack market.


(25)

17

BAB II

HUKUM JUAL BELI

A. Jual Beli Dalam Hukum Islam

1. Pengertian Jual Beli

Allah SWT telah menjadikan harta sebagai salah satu tegaknya kemaslahatan manusia di dunia. Untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut Allah SWT telah mensyari’atkan cara perdagangan tertentu. Sebab apa saja yang dibutuhkan oleh setiap orang tidak bisa dengan mudah dapat diwujudkan setiap saat, karena mendapatkannya dengan menggunakan kekerasan dan penindasan itu merupakan tindakan yang merusak. Maka harus ada sistem yang memungkinkan tiap orang untuk mendapatkan apa saja yang dia butuhkan, tanpa harus menggunakan kekerasan dan penindasan. Itulah perdagangan dan jual beli.1

Jual beli merupakan rangkaian kata yang terdiri dari kata jual dan kata beli, di mana kata jual dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti memberikan sesuatu dengan mendapat ganti uangatau menjual sesuatu dengan janji (boleh ditebus) sedangkan kata beli ialah memperoleh sesuatu dengan membayar uang atau memperoleh sesuatu dengan pengorbanan (usaha keras).

Jual beli juga merupakan satu komponen dari 5 sistem muamalah

1 Taqiyuddin An-Nabani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), 149.


(26)

yang memiliki kedudukan tersendiri dalam hukum Islam. Sistem muamalahtersebut dipandang memiliki manfaat yang sangat besar dalam lalu lintas perekonomian Islam, yakni terbentuknya masyarakat yang adil dan sejahtera.

Menurut bahasa, jual beli adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan didalam syari’at Islam adalah menukar barang atau milik atas dasar suka sama suka.2 Di samping itu jual beli juga dapat diartikan menurut Hasby as-Shiddiqy, jual beli adalah akad yang berdiri atas dasar menukarkan harta dengan harta lalu terjadilah penukaran milik secara tetap.3


(27)

19













































Artinya: “Mereka Itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”5

Dari surat tersebut nampak bahwa lafaz} Asytara mempunyai arti membeli, sedangkan dalam surat Yusuf ayat 20 mempunyai arti menjual, yaitu:









































Artinya: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”6

b. Dari segi syara’

1) Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah “Pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dibenarkan.”7

2) Jual beli adalah “Menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu”.

3) Jual beli ialah pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (i>ja>b qabu>l) dengan cara yang diizinkan.8

5 Depag RI, Al-Quran dan Terjemahanya (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali^-Art, 2005), 10. 6 Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali^-Art, 2005), 351. 7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz XII (Bandung, Al Ma’arif, 1988), 47.


(28)

Berdasarkan istilah-istilah tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli adalah sesuatu di mana seseorang penjual menyerahkan barangnya kepada pembeli setelah mendapatkan persetujuan mengenai harga barang itu, kemudian barang tersebut diterima oleh si pembeli sebagai imbalan dari harga yang telah diserahkan. Dengan demikian, jual beli akan melibatkan kedua belah pihak, di mana yang satu menyerahkan uang (harga) sebagai pembayaran atas barang yang diterimanya, dan yang satu lagi menyerahkan barang sebagai ganti atas uang yang telah diterimanya. Proses tersebut harus dilakukan secara rela atau suka sama suka antar kedua belah pihak.

Adapun jual beli menurut beberapa ulama : a. Ulama Hanafiyah


(29)

21

dari penjual), atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia. Sehingga bangkai, minuman keras, dan darah tidak termasuk sesuatu yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benda itu tidak bermanfaat bagi muslim. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap diperjualbelikan, menurut ulama Hanafiyah jual belinya tidak sah. b. Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan

Hanabilah.


(30)

dengan ganti yang dapat dibenarkan12 (yaitu alat tukar yang sah)

Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan al-ma>l (harta), terdapat perbedaan pengertian antara ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Akibat dari perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang berkaitan dengan jual beli itu sendiri. Menurut jumhur ulama, yang dikatakan al-ma>l adalah materi dan manfaat. Oleh sebab itu, manfaat dari suatu benda, menurut mereka, dapat diperjualbelikan. Ulama Hanafiyah mengartikan al-ma>l dengan suatu materi yang mempunyai nilai. Oleh sebab itu, manfaat dan hak-hak menurut mereka tidak boleh dijadikan objek jual beli.13

Dari beberapa definisi tersebut di atas penulis mencoba untuk mengambil sebuah kesimpulan bahwasannya jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan.

Terjadinya pertukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara’. Yang dimaksud sesuai dengan ketetapan hukum adalah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun dalam jual beli, maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan ketentuan syara’. Yang dimaksud benda dapat mencakup pengertan barang dan uang dan

12 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid XII, Terjemah Kamaluddin A. Marzuki, 45. 13 Ibid, 112.


(31)

23

sifatnya adalah bernilai. Adapun benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya adalah haram diperjual belikan.

Jadi terciptanya sebuah akad jual beli apabila sudah meliputi 3 (tiga) unsur yaitu:

1. Adanya pertukaran harta antara kedua belah pihak (penjual dan pembeli) atas dasar saling rela.

2. Adanya nilai tukar yang menjadi tolak ukur barang yang diperjual belikan.

3. Adanya pemindahan hak milik dengan ganti rugi yang dapat dibenarkan yaitu dengan menggunakan alat tukar yang sah.14

2. Dasar Hukum Jual Beli

Perdagangan itu ada dua macam yaitu perdagangan halal dalam syar'i yang disebut al-bay' dan perdagangan yang haram yang disebut riba, masing-masing al-bay' atau riba adalah termasuk dalam kategori perdagangan.15

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw. Terdapat sejumlah ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang jual beli16, di antaranya:

14 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, h. 33 15 Taqiyuddin Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Islam Alternatif, h. 149


(32)

a. Surat al-Baqarah, 2:275 yang berbunyi:                                                                                     

Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah SWT. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya" .17 b. Surat an-Nisa>’ ayat 29 yang berbunyi :

                                          

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha Penyayang kepadamu.”18

Dalam hadis Nabi Saw juga disebutkan tentang diperbolehkan-nya jual beli. Sebagaimana jual beli yang

17 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali^-Art, 2005), 56.


(33)

25

mendapatkan berkah dari Allah SWT adalah jual beli yang jujur, yang tidak curang, tidak mengandung unsur penipuan dan penghianatan.

c. Hadis

Dasar hukum jual beli dalam sunnah Rasulullah Saw juga disebutkan:


(34)

maka hukum asal jual beli itu adalah mubah (boleh), dan hal itu dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Agar dalam melakukan suatu transaksi berjalan dengan baik, maka harus dipenuhi syarat dan rukun jual beli, sehingga tidak ada seorangpun yang merasa dirugikan yang dapat mengakibatkan kurangnya rasa percaya dan mufakat.

Agar jual beli itu dapat sah maka haruslah dipenuhi semua rukun dan syaratnya, Antara lain:

a. Rukun jual beli menurut jumhur ulama’ adalah:22

1) Ada orang yang berakad atau al-muta’a>qidaini (penjual dan pembeli)

2) Ada shigat i>ja>b dan qabu>l

3) Ada barang yang diperjualbelikan 4) Ada nilai tukar pengganti barang b. Adapun syarat jual beli adalah sebagai berikut:

1) Syarat orang yang berakad

Adapun syarat-syarat bagi orang yang melakukan akad adalah: a) Berakal yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang

terbaik bagi dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal, maka jual beli yang diadakan tidak sah.


(35)

27

b) Baligh atau dewasa. Dewasa dalam hukum Islam adalah telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan), dengan demikian jual beli yang dilakukan oleh anak kecil adalah tidak sah.

c) Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena dipaksa.23

2) Syarat I>ja>b Qabu>l

Lafal akad, berasal dari lafal Arab al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan permufakatan (al-ittifa>q).


(36)

sebelum i>ja>b qabu>l dilakukan. Hal ini karena i>ja>b qabu>l menunjukkan kerelaan kedua belah pihak.25

Dengan demikian i>ja>b dan qabu>l adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukkan suatu keridhaan (kerelaan) dalam berakad diantara dua oarang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.

Syarat sah i>ja>b qabu>l yaitu:

a. Antara si>gha>ti>ja>b dan qabu>l harus bersambung. Ciri-cirinya antara lain: 1) Tidak ada yang membatasi (memisahkan). Si pembeli tidak boleh

diam saja setelah si penjual menyatakan i>ja>b, atau sebaliknya. 2) Ada kesepakatan i>ja>b dan qabu>l pada barang yang saling mereka

relakan berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika sekiranya kedua belah pihak tidak sepakat, jual beli (akad) dinyatakan tidak sah. Seperti jika penjual mengatakan: “Aku jual kepadamu baju ini seharga lima Pound,” dan pembeli mengatakan: “Saya terima barang tersebut dengan harga empat Pound”, maka jual beli dinyatakan tidak sah. Karena i>ja>b dan qabu>l berbeda.26

3) Tidak dita’likkan. Misalnya, “Jika bapakku telah mati, barang ini akan kujual kepadamu”, dan lain-lainnya.

4) Tidak dibatasi waktunya. Misalnya, “Aku jual barang ini kepadamu untuk satu bulan ini saja”, dan lain-lainnya. Jual beli

25 Fiqih Madzhab Syafi’i, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 26. 26 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 12 terjemah nor hasanuddin (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 47.


(37)

29

seperti ini tidak sah sebab suatu barang yang sudah dijual menjadi hak milik bagi si pembeli untuk selama-lamanya, dan si penjual tidak berkuasa lagi atas barang itu.

b. Dinyatakan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama. Apabila penjual mengucapkan i>ja>b, lalu pembeli berdiri sebelum mengucapkan qabu>l atau pembeli mengerjakan aktifitas lain yang tidak terkait dalam jual beli, kemudian ia mengucapkan qabu>l maka menurut kesepakatan ulama fiqih, jual beli ini tidak sah. Sekalipun mereka berpendirian bahwa i>ja>b tidak harus dijawab langsung dengan qabu>l. Pengertian hadir di sini tidak hanya secara fisik tetapi bisa diartikan dengan satu situasi dan satu kondisi, sekalipun antara keduanya berjauhan, tetapi topik yang dibicarakan adalah jual beli itu.

3) Syarat Barang (ma’qud ‘alaih) yang Dijualbelikan Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad adalah:

a) Suci. Ulama selain Hanafiyah menerangkan bahwa ma’qud ‘alaih harus suci, tidak najis dan mutanajis (terkena najis). Dengan kata lain, ma’qud ‘alaih yang dapat dijadikan akad adalah segala sesutau yang suci, yakni yang dapat dimanfaatkan menurut syara’. Oleh karena itu, anjing, bangkai, darah, dan lain-lain tidak boleh diperjualbelikan. Ulama Hanafiyah tidak menetapkan syarat di atas. Oleh karena itu, mereka membolehkan penjualan bulu binatang, kulit bangkai untuk dimanfaatkan. Ma’qud ‘alaih yang


(38)

mereka larang untuk dijadikan akad adalah yang jelas dilarang syara’, seperti anjing, khamar, bangkai, dan lain-lain.27

b) Bisa diserahterimakan. Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga tidak sah menjual burung yang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari kandang dan semisalnya. Transaksi yang mengandung objek jual beli seperti ini diharamkan karena mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang yang tidak dapat diserahkan.

c) Bermanfaat menurut syara’. Pada asalnya sesuatu yang ada di bumi ini mengandung manfaat, berdasarkan firman Allah SWT:

























Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Q.S. Al-Baqarah; 275)

Dengan prinsip ayat tersebut di atas, maka barulah sesuatu benda dipandang tidak bermanfaat jika telah ditegaskan dalam Nash. Mazhab Hanafi dan Mazhab Z}ahiri mengecualikan barang yang ada manfaatnya, hal itu dinilai halal untuk dijual, untuk itu mereka mengatakan: “Diperbolehkan seseorang menjual kotoran-kotoran atau tinja dan sampah-sampah yang mengandung najis oleh karena sangat dibutuhkan guna untuk keperluan perkebunan. Demikian pula diperbolehkan menjual setiap barang yang najis


(39)

31

yang dapat dimanfaatkan bukan untuk tujuan memakannya dan meminumnya, seperti minyak najis yang digunakan untuk keperluan bahan bakar penerangan dan untuk cat pelapis, serta tujuan mencelup, semua barang tersebut dan sejenisnya boleh diperjualbelikan sekalipun najis, selagi pemanfaatannya ada selain untuk dimakan atau diminum.28

d) Barang itu milik sendiri dan dalam kekuasaan aqi>d. Pemilikan di sini dimaksudkan adalah barang yang akan diperjualbelikan adalah milik orang yang melakukan akad atau orang yang menguasakan kepadanya. Oleh karena itu tidak diperbolehkan jika seseorang menjual sesuatu yang bukan miliknya atau orang yang menguasakannya.

e) Harus diketahui dengan jelas. Salah satu syarat dalam jual beli adalah kejelasan barang, yaitu meliputi ukuran, takaran, timbangan, jenis, dan kualitas barang. Kedua belah pihak yang mengadakan akad harus mengetahui keberadaan barang yang dijadikan objek jual beli, baik dalam bentuknya, wujudnya keadaannya maupun jenisnya. Hal tersebut untuk menjaga agar tidak terjadi persengketaan diantara kedua belah pihak.

Dalam hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah;


(40)

(41)

33

b) Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya pun harus jelas waktunya.30

c) Jika harga berupa uang, akad tidak batal sebab dapat diganti dengan yang lain, namun jika harga menggunakan barang yang dapat rusak dan tidak dapat diganti waktu itu, menurut ulama Hanafiyah akadnya batal.31

4. Macam dan Bentuk Jual Beli

Jual beli terbagi dalam beberapa segi. ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada 2 macam,

1) Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut: a) Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi,

berhala, bangkai dan khamr.

b) Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dan betina, agar dapat memperoleh keturunan. c) Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut

induknya, jual beli seperti ini dilarang, karena barangnya belum ada dan tidak tampak.

d) Jual beli dengan

muba>qa>lah,

ba>qa>lah mempunyai arti tanah, Sawah, dan kebun, maksud

muba>qa>lah

disini ialah menjual

30 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 124-125. 31 Rachmat Syafe’I, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 90.


(42)

tanam-tanaman yang masih di ladang atau di Sawah, hal ini dilarang agama, sebab ada persangkaan riba di dalamnya. e) Jual beli dengan mukha>darah, yaitu menjual buah-buahan yang

belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil dan yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar.

f) Jual beli dengan

mulammasah,

yaitu jual beli secara sentuh menyentuh, misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya di waktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain tersebut. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.

2) Jual beli yang dilarang oleh agama tetapi sah hukumnya.32

a) Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain, seperti seseorang berkata "Tolaklah harga tawarannya itu, nanti aku yang membeli dengan harga yang lebih mahal".

b) Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi harga temannya, dengan maksud memancing-mancing orang, agar orang itu mau membeli barang kawannya, hal itu dilarangnya.


(43)

35

c) Menjual di atas penjualan orang lain, umpamanya seseorang berkata: "Kembalikan saja barang itu kepada penjualnya, nanti barangku saja kau beli dengan harga lebih murah dari itu. Jual beli ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek, yaitu:

a) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli beras di pasar.

b) Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam (pesanan) menurut kebiasaan para pedagang.33 Bai salam berarti pembelian barang yang diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan di muka.34

Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah:

(1) Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur.

(2) Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan memperendah harga barang itu, umpamanya benda tersebut berupa kapas, sebutkanlah jenis kapas nomor satu, nomor dua dan seterusnya.

33 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah ( jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2007 ), 78. 34 Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah (Jakarta: Gema Insani Press,2001), 108.


(44)

(3) Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang bisa didapatkan di pasar.

(4) Harga hendaknya dipegang di tempat akad berlangsung.

c) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.35

Menurut Nasrun Haroen dalam bukunya, Ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah tidaknya menjadi 3 bentuk:

1) Jual beli shahih

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ahi>h apabila jual beli itu disyaratkan, memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli ini dikatakan sebagai jual beli s}ahi>h. 2) Jual beli yang batal

Jual beli dikatakan sebagai jual batal apabila satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli tersebut pada dasar dan sifatnya tidak disyaratkan. Seperti jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila atau barang yang dijual itu merupakan barang-barang yang diharamkan oleh syara’.

35 Ibid, 76.


(45)

37

3) Jual beli fasid

Merupakan jual beli yang tidak menuhi syarat, barang yang diperjual belikan pada dasarnya disyaratkan, apabila syarat yang tidak terpenuhi tersebut dipenuhi, maka jual beli itu menjadi sah. Diantara jual beli yang fasid, menurut ulama Hanafiyah adalah:

a) Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat, seperti ucapan penjual kepada pembeli "saya jual kereta saya ini pada engkau bulan depan setelah gajian. Jual beli seperti ini, bat}il menurut jumhur, dan fasid menurut ulama Hanafiyah. Jual beli ini dianggap sah pada saat syaratnya terpenuhi atau tenggang waktu yang disebutkan dalam akad jatuh tempo, artinya, jual beli baru sah apabila masa yang ditentukan "bulan depan" itu telah jatuh tempo b) Menjual barang yang gaib, yang tidak dapat dihadirkan

pada saat jual beli berlangsung sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli.

c) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta. Jumhur Ulama mengatakan bahwa jual beli orang buta adalah sah apabila orang buta itu memiliki hak khiyar. Sedangkan Ulama Syafi’iyah tidak membolehkan jual beli ini, kecuali jika


(46)

barang yang dibeli itu telah ia lihat sebelum matanya buta.36

B. Jual Beli dalam Hukum Perdata

Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan oleh masyarakat. Biasanya, perjanjian jual beli dilakukan secara lisan atau tertulis atas dasar kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli).

Berdasarkan teori lahirnya perjanjian, maka jual beli termasuk perjanjian yang bersifat konsensuil, di mana perjanjian lahir saat kedua belah pihak sepakat mengenai barang dan harga, walaupun pada saat itu barang belum diserahkan dan harga belum dibayarkan (1458 KUHPerdata). Unsur esensial dari perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Harga haruslah diartikan sebagai sejumlah uang yang digunakan (diakui) sebagai alat pembayaran yang sah sebab apabila tidak demikian, maka tidak ada perjanjian jual beli melainkan yang ada adalah perjanjian tukar menukar.

Sedangkan barang yang menjadi objek perjanjian jual beli adalah haruslah barang yang berada dalam lalu lintas perdagangan sebagaimana diatur dalam pasal 1332 KUHPerdata.

1. Pengertian Perjanjian Jual Beli

Jual beli diatur dalam buku III KUHPerdata, bab ke lima tentang “jual beli”. Dalam pasal 1457 KUHPerdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu


(47)

39

(penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain (pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang - undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikemukakan lebih lanjut bahwa perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik sempurna, di mana kewajiban penjual merupakan hak dari pembeli dan sebaliknya kewajiban pembeli merupakan hak dari penjual. Dalam hal ini, penjual berkewajiban untuk menyerahkan suatu kebendaan serta berhak untuk menerima pembanyaran, sedang pembeli berkewajiban untuk melakukan pembayaran dan berhak untuk menerima suatu kebendaan. Apabila hal tersebut tidak dipenuhi, maka tidak akan terjadi perikatan jual beli.

Perjanjian jual beli saja tidak lantas menyebabkan beralihnya hak milik atas barang dari tangan penjual ke tangan pembeli sebelum dilakukan penyerahan (levering). Pada hakekatnya perjanjian jual beli itu dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap kesepakatan kedua belah pihak mengenai barang dan harga yang ditandai dengan kata sepakat (Jual beli) dan yang kedua, tahap penyerahan (levering) benda yang menjadi objek perjanjian, dengan tujuan untuk mengalihkan hak milik dari benda tersebut.37

Hak milik beralih dengan adanya penyerahan (levering). Penyerahan adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam penguasaan dan

37http://muhammadsubrata.blogspot.com/2013/12/perjanjian-jual-beli.html (Muhammad subrata, 16 desember 2013).


(48)

kepunyaan si pembeli (pasal 1475). Jadi penyerahan dapat diartikan sebagai cara untuk mendapatkan hak milik karena adanya pemindahan hak milik akibat dari perjanjian jual beli. Untuk perjanjian jual beli dengan sistem indent penyerahan barang dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang (kendaraan dianalogikan sebagai barang bergerak) sebagaimana diatur dalam pasal 612 KUHPerdata. Biasanya, penyerahan dilakukan langsung ditempat penjual atau ditempat lain yang telah diperjanjikan sebelumnya.

Kesepakatan para pihak dalam perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata melahirkan dua macam perjanjian, yaitu perjanjian obligatoir (perjanjian yang menimbulkan perikatan) dan perjanjian kebendaan (perjanjian untuk mengadakan, mengubah dan menghapuskan hak-hak kebendaan). Akibat pembedaan perjanjian tersebut, maka dalam perjanjian jual beli harus disertai dengan perjanjian penyerahan (levering), yaitu sebenarnya merupakan perjanjian untuk melaksanakan perjanjian jual beli.

Dari pengertian yang diberikan pasal 1457 di atas, perjanjian jual beli membebankan dua kewajiban yaitu :

a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.


(49)

41

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, di mana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak telah setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 yang berbunyi “ jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.

Apabila terjadi kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati yang terkait dengan perjanjian jual beli tersebut, jual beli tetap tidak terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi, jika para pihak telah menyepakati unsur esensial dari perjanjian jual beli tersebut, dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainnya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam perundang-undangan (BW) atau biasa disebut unsur naturalia.

Walaupun telah terjadi persesuaian antara kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (levering) benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu :

a. Benda Bergerak. Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut.


(50)

b. Piutang atas nama dan benda tak bertubuh. Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta otentik atau akta di bawah tangan.

c. Benda tidak bergerak. Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

2. Asas-Asas Perjanjian Jual Beli

Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli. Dalam hukum perjanjian ada beberapa asas, namun secara umum asas perjanjian ada lima yaitu :

a. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas Kebebasan Berkontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :

1) Membuat atau tidak membuat perjanjian, 2) Mengadakan perjanjian dengan siapa pun,

3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan 4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang paling penting di dalam perjanjian karena di dalam asas ini tampak adanya ungkapan


(51)

43

hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.38

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat dilihat dalam pasal 1320 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu syarat adanya suatu perjanjian adalah adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.

Asas konsensualisme mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal melainkan cukup dengan kesepakatan antara kedua belah pihak saja. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan dari kedua belah pihak.

c. Asas mengikatnya suatu perjanjian

Asas ini terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di mana suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya. Setiap orang yang membuat kontrak terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

38


(52)

d. Asas i’tikad baik ( Goede Trouw )

Perjanjian harus dilaksanakan dengan i’tikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata). I’tikad baik ada dua yaitu :

1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. 2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang. e. Asas Kepribadian

Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengadakan perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri. Pengecualiannya terdapat dalam pasal 1317 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang janji untuk pihak ketiga.

3. Syarat Sah Perjanjian Jual Beli

Syarat sahnya suatu perjanjian seperti yang terdapat dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan syarat sahnya perjanjian jual beli di mana perjanjian jual beli merupakan salah satu jenis dari perjanjian. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa syarat dari sahnya perjanjian adalah :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Syarat pertama untuk sahnya suatu perjanjian adalah adanya suatu kesepakatan atau konsensus pada para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian kehendak antara para pihak dalam perjanjian. Jadi dalam hal ini tidak boleh adanya unsur pemaksaan kehendak dari salah satu pihak pada pihak lainnya. sepakat juga dinamakan suatu perizinan, terjadi oleh karena kedua belah pihak


(53)

45

sama-sama setuju mengenai hal-hal pokok dari suatu perjanjian yang akan diadakan.39

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Cakap artinya adalah kemampuan untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang dalam hal ini adalah membuat suatu perjanjian. Perbuatan hukum adalah segala perbuatan yang dapat menimbulkan akibat hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah berumur 21 tahun sesuai dengan pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal 1330 disebutkan bahwa orang yang tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :

1) Orang yang belum dewasa 2) Orang yang dibawah pengampuan c. Suatu hal tertentu

Suatu hal tertentu disebut juga dengan objek perjanjian. Objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak yang dapat berupa barang maupun jasa namun juga dapat berupa tidak berbuat sesuatu. Objek perjanjian juga biasa disebut dengan Prestasi. Prestasi terdiri atas:

1) Memberikan sesuatu, misalnya membayar harga, menyerahkan barang.


(54)

2) Berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki barang yang rusak, membangun rumah, melukis suatu lukisan yang dipesan.

3) Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak mendirikan suatu bangunan, perjanjian untuk tidak menggunakan merek dagang tertentu.

d. Suatu sebab yang halal

Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum perdata tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal. Yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian.40 Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara tidak bebas.

Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para


(55)

47

pihak tidak dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.41

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian

a. Hak dan Kewajiban Penjual

Penjual memiliki dua kewajiban utama yaitu menyerahkan hak milik atas barang dan menanggung cacat tersembunyi.

b. Hak dan Kewajiban Pembeli

Pembeli berkewajiban membayar harga barang sebagai imbalan haknya untuk menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Pembayaran harga dilakukan pada waktu dan tempat yang ditetapkan dalam perjanjian. Harga tersebut harus berupa uang. Meski mengenai hal ini tidak ditetapkan oleh undang-undang namun dalam istilah jual-beli sudah termaktub pengertian disatu pihak ada barang dan dilain pihak ada uang.

5. Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Indent

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Indent diartikan sebagai pembelian barang dengan cara memesan dan membayar terlebih dahulu. Atas dasar pengertian tersebut, Indent dapat diartikan sebagai kondisi di mana calon pembeli menunggu barang yang dipesan, yang mana penjual sedang mengusahakan untuk mendapatkan barang tersebut. Hal ini diatikan bahwa barang yang dipesan pembeli pada saat itu belum ada dan/atau barang tersebut sudah ada tetapi belum dalam penguasaan penjual.


(56)

Oleh karena itu, Indent dapat juga diartikan sebagai janji untuk terjadinya jual beli dikemudian hari.

Sistem Indent biasanya banyak digunakan dalam perjanjian jual beli kendaraan, khususnya mobil. Sistem Indent digunakan dengan alasan jumlah barang hanya tersedia dalam stoknya terbatas, hal ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan dari pembeli atau adanya perbedaan antara ketersediaan barang dengan permintaan pembeli. Oleh karenanya, penjual kemudian mengunakan sistem Indent untuk memudahkan proses jual beli. Tahapan dalam sistem Indent yaitu meliputi:

1. Adanya kesepakatan antara pembeli dan penjual mengenai pemesanan barang (kendaraan), yang diwujudkan dalam penandatanganan formulir pemesanan barang (kendaraan) oleh kedua belah pihak (pra kontraktual).

Dalam tahap ini harga belum ditentukan (masih dalam negosiasi) dan bisa berubah sewaktu-waktu, biasanya pembeli kemudian diwajibkan untuk membayar uang panjar atau uang muka (done payment).

2. Penandatanganan formulir janji penyerahan barang (kendaraan) oleh para pihak, formulir ini berisi janji penjual untuk menyerahkan barang (kendaraan) yang dipesan pembeli, meliputi hari, tanggal dan tempat penyerahan. Pada tahap ini harga barang (kendaraan) telah ditentukan secara pasti, sehingga baik pembeli dan penjual telah sepakat mengenai harga dan barang (lahirnya perjanjian jual beli).


(57)

49

3. Barang sudah ada dibawah kekuasaan penjual dan siap untuk diserahkan kepada pembeli sesuai dengan kesepakatan. Sebelum diserahkan pembeli diharuskan melunasi kekurangan pembayaran barang (kendaraan) tersebut.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Indent dianggap sebagai tahap pra kontraktual yang nantinya akan melahirkan perjanjian jual beli, yaitu setelah para pihak tentang barang dan harga. Penggunaan sistem Indent dalam perjanjian jual beli merupakan modus baru dan belum diatur secara detil dalam KUHPerdata. Oleh karena itu, dalam pembuatan perjanjian tersebut perlu dirumuskan dengan baik agar hak dan kewajiban para pihak (penjual dan pembeli) terlindungi.

Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian Jual Beli dengan Sistem Indent

Pasal 1253 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perikatan adalah bersyarat, apabila digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan sehingga terjadinya peristiwa tersebut (syarat tanggung) maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidaknya peristiwa itu (syarat batal). Menurut hartono berdasarkan ketentuan pasal 1253 KUHPerdata tersebut, maka dapat diketahui bahwa ukuran dari pelaksanaan perikatan adalah adanya syarat terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang belum tentu akan terjadi. Apabila peristiwa itu merupakan peristiwa yang pasti akan terjadi, maka perikatan tersebut bukanlah


(58)

merupakan perikatan bersyarat, melainkan perikatan dengan ketepatan waktu.

Jadi, perikatan yang dilahirkan dari perjanjian jual beli dengan objek barang yang akan ada (kendaraan) adalah perikatan dengan ketepatan waktu, yaitu perikatan yang pelaksanaannya ditanggungkan sampai pada suatu waktu yang ditentukan yang pasti akan tiba, meskipun mungkin belum dapat dipastikan kapan waktu yang dimaksudkan akan tiba, sebagaimana diatur dalam pasal 1268-1271 KUHPerdata.


(59)

51

BAB III

JUAL BELI

HANDPHONE

BLACK MARKET

DI “MAJID

CELL

” MOJOKERTO

A. Profil Majid Cell Mojokerto

1. Lokasi Penelitian

Mengenai jual beli handphone black market sebenarnya membuat penulis kesulitan untuk mencari objek penelitian tapi untung saja ada teman yang mau memberi informasi walaupun pada awalnya enggan untuk memberi informasi tersebut. Sebenarnya yang membuat penulis mengalami kesulitan mengingat saat ini penjualan black market yang ada di Majid Cell sedikit dirahasiakan bagi orang baru yang belum pernah kesana. Tapi kondisi ini tidak menyurutkan tekad penulis untuk melakukan penelitian tentang jual beli handphone black market yang saat ini sangat marak diperdagangkan. Akhirnya dengan info dari teman-teman tentang Majid Cell akhirnya penulis diterima disana yang berlokasi di kota Mojokerto sebagai tempat penelitian. Penulis melakukan penelitian tepatnya di kelurahan Kemasan kecamatan Prajurit Kulon kota Mojokerto.

2. Sejarah Berdirinya Majid Cell

Didasari semakin berkembangnya alat telekomunikasi berupa handphone, yang telah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat bukan hanya masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan pun ikut merasakan.


(60)

Situasi tersebut menggugah keinginan saudara Majid untuk mendirikan sebuah usaha berupa counter yang menyediakan jual beli alat elektronik beserta pernak-perniknya. Hal ini bertujuan untuk membantu masyarakat pedesaan memenuhi kebutuhan hidupnya terutama pada alat elektronik.1

3. Modal yang dipergunakan untuk mendirikan Majid Cell

Dari keterangan saudara Majid selaku pemilik Majid Cell menjelaskan bahwa berdirinya “Majid Cell” ini dilakukan dengan modal dari hasil kerjanya disebuah pabrik di daerah Gresik, dari gajinya tersebut dia mulai membangun counter pulsa dan asesoris handphone dan akhirnya dia juga menjual handphone black market disana. Modal awal yang dipergunakan kurang lebih Rp 2.000.000,- karena hanya untuk membeli estalase kaca untuk menaruh barang jualannya tersebut.2

4. Jenis Pelayanan yang Disediakan di Majid Cell

Jenis-jenis pelayanan yang disediakan di “Majid Cell” yaitu berupa:

a. Jual beli handphone

Jual beli handphone di “Majid Cell” dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu :

1) Jual beli handphone bersegel (baru)

Dalam hal ini biasanya pihak “Majid Cell” tidak menjual handphone bersegel dengan jumlah besar, dikhawatirkan

1 Hasil wawancara dengan saudara Majid, pemilik “Majid Cell“ pada tanggal 09 Agustus 2014. 2 Hasil wawancara dengan saudara Majid, pemilik “Majid Cell“ pada tanggal 09 Agustus 2014.


(61)

53

handphone tersebut tidak ada peminatnya, sebab harga handphone bersegel jauh lebih mahal dari handphone bekas (lama).

2) Jual beli handphone bekas (lama)

Handphone bekas lebih digemari dari pada handphone baru karena harganya lebih terjangkau, akan tetapi resiko kerusakannya lebih besar dibandingkan handphone baru. Bila sebelum i>ja>bqabu>l ada kesepakatan perbaikan bila terjadi kerusakan, maka pihak “Majid Cell” mempunyai kewajiban memperbaikinya

3) Jual beli handphoneblack market

Handphone ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan handphone baru, yang membedakan yaitu dikarenakan handphone ini tidak membayar pajak penjualan seperti handphone bersegel (baru) handphone black market.

b. Pengisian pulsa elektrik maupun fisik c. Pernak-pernik handphone

d. Servis

Pelayanan servis merupakan jasa perbaikan handphone yang diberikan oleh pihak counter, “Majid Cell”. Adapun jenis kerusakan handphone yang diperbaiki oleh pihak “Majid Cell” adalah kerusakan pada hardware (komponen) seperti konektor batrai, over voltage dan yang lainnya. Dan juga kerusakan pada software (program) seperti rusaknya area security handphone


(1)

jalan melawan hukum. Maka dari itu mereka berani membeli handphone tanpa perlindungan hukum asalkan harganya lebih murah dari harga aslinya. Menurut Komariyah dalam bukunya yang berjudul Hukum Perdata, syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif karena berkaitan dengan subjek perjanjian dan syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif karena berkaitan dengan objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan syarat kedua tidak terpenuhi, maka perjanjian itu dapat diminta pembatalannya. Pihak yang dapat meminta pembatalan itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan ijinnya secara tidak bebas.

Sedangkan apabila syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi, maka akibatnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum. Artinya perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sama sekali sehingga para pihak tidak dapat menuntut apapun apabila terjadi masalah di kemudian hari.

Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memang tidak dijelaskan pengertian sebab yang halal. Akan tetapi telah dijelaskan di dalam pasal 1337 yaitu yang dimaksud dengan sebab yang halal adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.

Maka dapat disimpulkan bahwah dari poin yang kempat ini jual beli

handphone black market di Majid Cell itu dilarang karena telah


(2)

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan yaitu:

1. Praktik jual beli handphone black market di “Majid Cell” Mojokerto sama dengan praktik jual beli handphone pada umumnya, yang membedakan adalah handphone ini tidak diperjualbelikan untuk umum sebab handphone tersebut illegal (black market). Praktik jual beli

handphone black market di Majid Cell adalah dengan sistem

perpesanan yaitu pembeli (konsumen) memesan handphone kepada Majid Cell kemudian pihak Majid Cell memesankan handphone yang dipesan oleh pembeli (konsumen) kepada distributor yang ada di Batam dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan, kemudian distributor mengirimkan handphone ke Majid Cell dengan jasa pengiriman, setelah sekitar 3-4 hari handphone tersebut diterima oleh pihak Majid Cell dan siap untuk diserah terimakan kepada pembeli (konsumen).

2. Analisis dalam hukum Islam terhadap jual beli handphone black

market yang dilakukan oleh Majid Cell Mojokerto ditinjau dari

akadnya dihukumi sah, akan tetapi jual beli ini tidak diperbolehkan oleh Islam karena dalam objek banyak menimbulkan kerugian bagi


(3)

banyak orang dan Negara. Selain itu handphone yang diperjualbelikan di Majid Cell bisa dikatakan pencurian dari segi nama pembuatan

(replika) dan juga bisa dari segi barangnya (handphone BM). Oleh

sebab itulah jual beli seperti ini dilarang oleh Islam.

3. Analisis Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 menyatakan bahwa jual beli handphone Black Market di Majid Cell bila dilihat dari segi sebab asal mula barang yang diperjualbelikan maka jual beli tersebut dihukumi batal atau tidak sah karena telah bertentangan dengan Undang-Undang Perdata pasal 1320 poin yang keempat yaitu suatu sebab yang halal. Hal ini disebabkan karena dalam permulaan barang sudah bertentangan dengan peraturan pemerintah yaitu dengan tidak membayar pajak (bea cukai) yang dapat menyebabkan kerugian pada Negara.

B. Saran

Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang diambil oleh peneliti, saran-saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Hendaknya para konsumen lebih berhati-hati ketika ingin membeli suatu barang elektronik khususnya ketika membeli handphone supaya mendapatkan handphone yang diinginkan dan sesuai dengan harga yang kita mampu.


(4)

72

2. Sebaiknya para konsumen lebih mempertimbangkan lagi jika ingin membeli handphone dengan harga yang ditawarkan murah karena kualitas hanphone tersebut belum tentu bagus.

3. Sebaiknya para konsumen lebih memilih handphone yang sudah jelas mereknya agar sebanding dengan harga dan fitur yang kita inginkan, jangan membeli barang tiruan karena pasti fitur yang diberikan tidak akan sama dengan yang asli dan kita tidak mendapatkan jaminan atas kualitas handphone tersebut.

4. Kepada para pelaku usaha handphone sebaiknya jangan menjual barang yang belum jelas hukumnya, apalagi barang yang sudah jelas-jelas dilarang oleh Agama dan Negara, Hal tersebut akan merugikan banyak pihak. lebih baik menjual handphone yang resmi walau kita mendapat untung sedikit daripada menjual handphone yang untungnya banyak akan tetapi melanggar aturan dan bisa merugikan kita semua.

5. Kepada para penegak hukum harus lebih memperketat lagi pengawasannya supaya para distributor handphone tidak lagi menggelapkan handphone.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Ilmiah, Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Abuddin Nata, Metodologi Penelitian Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2002. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,

Jakarta: Sinar Grafika Year, 1994.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit J-Art, 2004.

Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali-Art, 2005.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, Cet. Ketiga, 2005.

Fiqih Madzhab Syafi’i, Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut HK Islam, Bandung: CV. Diponegoro, 1992.

Hasby As-Siddiqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Hendi Suhendi, Fikih Muamalah, jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2007. Kamaludin A. Marzuki, Fiqh Sunnah 12,Bandung : Al-Ma'arif, 1993 Karim, Helmi, Fiqih Muamalah, Jakarta, RajaGrafindo Persada,1997.

Komariah, Hukum Perdata, Malang:Universitas Muhammadiyah Malang, 2002. Moh. Nasir, Metode Penelitian,Cet. VI, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syariah, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Mustafa Kamal, dkk, Fiqih Islam, Jogjakarta: Citra Karsa Mandiri, 2009. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.

Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.


(6)

Rosali, Maykel, “Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap

Produk Blackberry Black Market”, Skripsi Universitas Katolik

Soegijapranata, Semarang, 2013.

Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995.

Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2009.

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, cet. III, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah Jilid XII, Terjemah Kamaluddin A. Marzuki, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1987.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 12 terjemah nor hasanuddin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006.

Soesilo, Kitab undang-undang hukum perdata,Wipress, 2007. Sunan Ath-Thabrani, Al Ausat, no hadits, 580

Sudarsono, Kamus Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1991. Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992. Syafei, Rachmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001.

Thurisna, Dyna, Tinjauan Hukum Islam Dan Undang-undang Perlindungan

Konsumen Terhadap Jual Beli HP Black Market. Skripsi IAIN sunan

ampel 2010.

Taqiyuddin An-Nabani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.