Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori
Bab ini akan membahas lebih dalam tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
2.1.1 Theory Of Planned Behavior
Theory of Planned Behavior menjelaskan bahwa perilaku yang
ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku
(Mustikasari, 2007). Seseorang dapat bertindak berdasarkan intensi atau niatnya
hanya jika ia memiliki kontrol terhadap perilakunya. Munculnya niat untuk
berperilaku ditentukan oleh 3 faktor, yaitu:
a.

Behavioral Beliefs
Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu
perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome
evaluation).


b.

Normative Beliefs
Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan
motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation
to comply).

c.

Control Beliefs
Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang
mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan

Universitas Sumatera Utara

persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat
perilakunya tersebut (perceived power).
Terkait dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan
untuk


menjelaskan

perilaku

wajib

pajak

dalam

memenuhi

kewajiban

perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan
memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut.
Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau
tidak. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang
sadar pajak akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak

untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs).
Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang
harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut
(normative beliefs). Hal ini dapat dikaitkan dengan pelayanan perpajakan, dimana
adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien
dan efektifserta memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak,
sehingga wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak.
Sanksi pajak dapat dikaitkan dengan control beliefs. Sanksi pajak dibuat
untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan
wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa
kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak.
Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga
faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor

Universitas Sumatera Utara

tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention dan kemudian tahap
terakhir adalah behavior.
Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau
niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku

(Mustikasari, 2007). Theory of Planned Behavior menjadi landasan bahwa,
pengetahuan perpajakan, NJOP, sanksi perpajakan, pelayanan perpajakan, dan
kesadaran wajib pajak dapat menjadi faktor yang menentukan kepatuhan wajib
pajak.
2.1.2 Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial)
Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa seseorang dapat belajar
lewat pengamatan dan pengalaman langsung. Dalam teori ini diasumsikan bahwa
perilaku adalah sebuah fungsi dari konsekuensi dan mengakui pembelajaran
melalui pengamatan. Menurut Bandura (1977) dalam Robbins dan Judge (2008),
proses dalam pembelajaran sosial meliputi.
1. proses perhatian;
2. proses penyimpanan;
3. proses reproduksi motorik;
4. proses penegasan.
Proses perhatian yaitu individu belajar dari seseorang atau model ketika
mereka mengenali dan menaruh perhatian pada fitur-fitur pentingnya. Proses
penyimpanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak
lagi tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan
menjadi tindakan, sedangkan proses penegasan adalah proses dimana individu
termotivasi menampilkan perilaku yang dicontohkan jika tersedia insentif positif.


Universitas Sumatera Utara

Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib
pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat
membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman
langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada
pembangunan di wilayahnya. Teori pembelajaran sosial ini juga relevan untuk
menjelaskan bahwa adanya pengetahuan seseorang dapat meningkatkan ketaatan
terhadap suatu aturan. Dari proses perhatian dan penyimpanan menjadikan
seseorang memiliki pengetahuan tentang model yang diamatinya. Penelitian
dibidang perpajakan yang menggunakan dasar teori pembelajaran sosial salah
satunya adalah penelitian Jatmiko (2006). Jatmiko melakukan penelitian mengenai
pengaruh sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan
kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kota
Semarang. Hasil penelitiannya menunjukkan ketiga faktor tersebut memiliki
pengaruh positif yang signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

2.1.3


Jenis – jenis Pajak
Berdasarkan pihak yang menanggung, pajak dibedakan atas pajak

langsung dan tidak langsung.


Pajak Langsung (Direct Tax) adalah pajak yang dikenakan secara berkala
terhadap seseorang atau badan usaha berdasarkan ketetapan pajak. Pajak
langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak. Contoh pajak langsung adalah
pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan.



Pajak Tidak Langsung (Indirect Tax) adalah pajak yang dikenakan atas
perbuatan atau peristiwa. Pemungutan pajak itu dipungut tanpa surat

Universitas Sumatera Utara

penetapan pajak dan bisa dialihkan pada pihak lain. Contoh pajak tidak
langsung adalah pajak pertambahan nilai, pajak penjualan, dan cukai. Pada

pajak pertambahan nilai, pajak penjualan dan cukai, yang memungut adalah
perusahaan dan yang menanggung adalah konsumen.
Berdasarakan jenis wewenanag pemungutannya, pajak dibagi menjadi
pajak pusat dan pajak daerah diantaranya sebagai berikut :
a. Pajak pusat/ pajak negara adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada
pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen
Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Yang tergolong jenis pajak ini
adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM ), Bea Materai (Mardiasmo,
2009).
b. Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo,
2009), terdiri dari:


Pajak Provinsi, terdiri dari:
- Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
- Bea Balik Nama Kendaraan
-Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
...Permukaan
- Pajak Rokok

Universitas Sumatera Utara

• Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari :
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
- Pajak Parkir
- Pajak Bumi dan Bangunan (Perdesaan dan Perkotaan)

2.1.4


Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak merupakan suatu konstribusi wajib kepada negara yang terhutang

oleh setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan
pada undang-undang dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan
untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya. Sedangkan definisi pajak
secara ekonomis menurut Rochmat Soemitro (2004) pajak ialah iuran rakyat
kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor
pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik, yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum.
Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi
dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/ atau dimanfaatkan oleh orang pribadi
atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,
perhutanan dan pertambangan.
PBB dikenakan terhadap objek pajak berupa tanah dan/ atau bangunan
yang didasarkan pada azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun.

Universitas Sumatera Utara


PBB pengenaannya didasarkan padaUndang-undang No. 12 tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
No.12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor
pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang
No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 77
sampai dengan Pasal 84 mulai tahun 2010.
Dalam Bab I diatur tentang Ketentuan Umum yang memberikan
penjelasaan tentang istilah-istilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti
pengertian.
1. bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Pengertian ini berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betulbetul tubuh bumi dari permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas
material yang lainnya;
2. bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan/atau perairan.
Dalam pasal 77 ayat (2) Undang-Undang PDRD, disebutkan bahwa termasuk
dalam pengertian bangunan adalah:
a.

Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya dan lain-lain yang satu kesatuan dengan

kompleks bangunan tersebut

b.

Jalan tol

c.

Kolam renang

d.

Pagar mewah

e.

Tempat olah raga

f.

Galangan kapal, dermaga

g.

Taman mewah

h.

Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

Universitas Sumatera Utara

i.

Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, dimana pengertian bumi

dan/.atau bangunan adalah sebagai berikut:
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta
laut wilayah kabupaten, dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.Bangunan adalah
kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau
perairan.
Tidak semua objek bumi dan bangunan akan dikenakan PBB, ada juga
objek yang dikecualikan dari pengenaan PBB yaitu apabila sebagai berikut.
a. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah,
sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
itu.
c. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum
dibebani suatu hak.
d. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan
timbal balik.
e. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Objek pajak yang digunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintahan,
penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

Subjek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki,
menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Melihat pengertian
subjek pajak tersebut, tidak jarang ada objek pajak yang diakui oleh lebih dari satu
orang subjek pajak, yang berarti ada satu objek pajak tetapi memiliki beberapa
wajib pajak.Bagaimana kalau hal ini terjadi, apakah semua menjadi terhutang
PBB?Apabila terjadi status kejadian dimana satu objek pajak dimiliki/dikuasai
oleh beberapa subjek pajak atau satu objek pajak belum diketahui dengan jelas
siapa wajib pajaknya, maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah melihat
perjanjian (agreement) antara para pihak yang berkepentingan terhadap objek
pajak tersebut. Dalam perjanjian tersebut salah satu pasalnya biasanya membahas
siapa yang akan melakukan kewajiban pembayaran pajak termasuk pajak bumi
dan bangunan. Apabila dalam perjanjian tidak disebutkan atau memang terjadi
lebih dari satu yang memanfaatkan objek pajak sehingga belum diketahui siapa
yang menjadi wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan subjek
pajaknya (UU No 12 tahun 1994 Pasal 4 ayat 3).
Surat tanda pemberitahuan atau dikenal dengan sebutan SPPT (Surat
Pemberitahuan Pajak Terhutang) atau bukti pelunasan bukanlah bukti pemilikan
hak.Surat Tagihan Pajak atau bukti pembayaran PBB adalah semata-mata untuk
kepentingan perpajakan dan tidak ada kaitannya dengan status atau hak pemilikan
atas tanah dan/atau bangunan.

2.1.5 Pengertian Wajib Pajak
Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran
pajak, pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan
Irianto, 2011).
Wajib pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang
selanjutnya disebut wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan/ atau memperoleh manfaat atas bumi dan/
atau memiliki, menguasai dan/ atau memperoleh manfaat atas bangunan dan
dikenakan kewajiban membayar pajak.

2.1.6 Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995:1013) istilah kepatuhan
berarti tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan dapat
diartikan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan.
Kepatuhan wajib pajak adalah perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000, kriteria
wajib pajak patuh adalah.
1.

tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua
tahun berakhir;

2.

tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;

3.

tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir;

4.

dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal
terhadap wajib pajak penuh dilakukan pemeriksaan, korelasi pada

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang
paling banyak 5 %.
Pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa wajib pajak
mempunyai kesediaan untuk mematuhi kewajiban pajaknya sesuai aturan yang
berlaku

tanpa

perlu

diadakannya

pemeriksaan,

investigasi

seksama

(obtrusiveinvestigation), peringatan atau pun ancaman dan penerapan sanksi baik
hukum maupun administrasi (Loebbecke,2003).James dan Alley, (1999)
mengemukakan kepatuhan wajib pajak sebagai suatu tingkatan dimana seorang
wajib pajak memenuhi peraturan perpajakan di negaranya. Pendapat lain tentang
kepatuhan wajib pajak jugadikemukakan oleh Kiryanto (2000), seperti dikutip
oleh Jatmiko (2006) yangmenyatakan suatu iklim kepatuhan wajib pajak adalah :
1.

wajib pajak paham dan berusaha memahami UU Perpajakan;

2.

mengisi formulir pajak dengan benar;

3.

menghitung pajak dengan jumlah yang benar;

4.

membayar pajak tepat pada waktunya.
Internal Revenue Service (Brown dan Maznur, 2003) mengelompokkan

kepatuhan waajib pajak terdiri dari 3 tipe kepatuhan: (1) kepatuhan penyerahan
SPT

(filling

compliance),

(2)

kepatuhan

pembayaran

(Payment

compliance),(3).kepatuhan pelaporan (reporting compliance). Ketiga tipe
kepatuhan tersebut dapat diukur secara bersama-sama sehingga memberikan
gambaran yang komperhensif tentang kepatuhan wajib pajak.Namun demikian
kepatuhan perpajakan jugamenuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam
menyelenggarakan perpajakannya sebab sebagian besar pekerjaan dalam

Universitas Sumatera Utara

pemenuhan kewajiban perpajakan itu dilakukan sendiri oleh wajib pajak atau
dengan bantuan praktisi perpajakan profesional.
Umumnya masyarakat disetiap negara memiliki kecenderungan untuk
meloloskan diri dari pembayaran pajak.Permasalahan tersebut timbul dari
pemikiran bahwa membayar pajak adalah pengorbanan yang dilakukan warga
negara dengan menyerahkan sebagian hartanya kepada negara dengan
sukarela.Usaha yang dilakukan wajib pajak untuk meloloskan diri dari pajak
merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak.Berbagai bentuk
perlawanan sebagai bentuk reaksi ketidakcocokan ataupun ketidakpuasan terhadap
diberlakukannya pajak sering kali diwujudkan dalam bentuk perlawanan pasif dan
perlawanan aktif.
Pendekatan yang lazim digunakan untuk menganalisis kepatuhan pajak
yaitu:
1. Pendekatan Ekonomi
Menurut pendekatan ekonomi kepatuhan perpajakan merupakan manifestasi
prilaku manusia rasional yang membuat keputusan berdasarkan evaluasi antara
manfaat dan biaya.Faktor yang menentukan kepatuhan dalam pendekatan ini
adalah tingkat tarif, struktur sanksi, dan kemungkinan terdeteksi oleh hukum.
2. Pendekatan Psikologis
Menyatakan perilaku kepatuhan pajak di pengaruhi oleh faktor-faktor dan cara
pandang seseorang mengenai moralitas penyelundupan pajak yang berkaitan
dengan ide dan nilai-nilai yang dimilikinya, persepsi dan sikap terhadap
probabilitas kemungkinan terdeteksi, kerangka subjektif atas keputusan pajak.
3. Pendekatan Sosiologis

Universitas Sumatera Utara

Melihat sebab-sebab penyimpangan prilaku seseorang melalui kerangka sistem
sosialnya. Dorongan/tekanan masyarakat akan membentuk prilaku yang sama
efektifnya dengan sistem reward and punishment yang dibuat oleh pemerintah.
Menurut pendekatan ini faktor yang mempengaruhi tax avoidance dan tax
evasian adalah sikap terhadap pemerintah, pandangan mengenai penegakan
hukum oleh pemerintah, pandangan mengenai keadilan dan sistem perpajakan,
kontak dengan petugas pajak dan karakteristik demografi.

2.1.7 Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur

Negara

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
mengharuskan setiap penyelenggaraan pelayanan publik memiliki standar
pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima
pelayanan termasuk pelayanan perpajakan.
Kualitas pelayanan perpajakan dalam Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan menjadi
dua bagian, yaitu:
1.

Metode Penyampaian SPPT
Mekanisme penyerahan SPPT dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan
dan Aset yang disalurkan kepada kantor kelurahan sesuai domisili wajib
pajak, dari kantor kelurahan SPPT diserahkan kepada ketua RW yang
kemudian oleh ketua RW disampaikan kepada Ketua RT ataupun kepling/
kepala lingkungan untuk disampaikan kepada wajib pajak.

2.

Pelayanan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan

Universitas Sumatera Utara

Pelayanan pembayaran pajak bumi dan bangunan disini adalah mekanisme
pembayaran yang dibuat sesederhana mungkin, wajib pajak hanya perlu
membawa sejumlah nominal pajak terutangnya beserta SPPT PBB jika
membayar di kelurahan, jika membayar di bank wajib pajak akan dibantu
oleh petugas bank. Selain itu fasilitas-fasilitas yang mendukung proses
pembayaran yang meningkatkan kenyamanan wajib pajak dalam membayar
PBB harus lebih ditingkatkan serta lokasi pembayaran yang cukup mudah di
jangkau oleh wajib pajak yang ingin membayar juga merupakan bagian dari
pelayanan.
Dengan memberikan pelayanan yang berkualitas maka wajib pajak akan
senang dan patuh dalam membayar pajak. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Suyatmin (2004) dan Kahono (2003) yang mengungkapkan bahwa
sikap wajib pajak terhadap pelayanan fiskus berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Sarana dan prasarana merupakan
bagian dari kebutuhan wajib pajak, maka Dinas Pendapatan, Pengelolaan
Keuangan dan Aset Kabupaten Tapanuli Utara harus memperhatikan berbagai
dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanannya yang
menjadi kebutuhan wajib pajak.

2.1.8

Sanksi Perpajakan
Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada

orang yang melanggar peraturan. Peraturan atau undang-undang merupakan
rambu-rambu bagi seseorang untuk melakukan sesuatu mengenai apa yang harus
dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Sanksi diperlukan agar

Universitas Sumatera Utara

peraturan atau undang-undang tidak dilanggar. Sanksi pajak merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan)
akan dituruti/ ditaati/ dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat
pencegah wajib pajak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2009 dalam
Muliari dan Setiawan, 2010).
Pandangan tentang sanksi perpajakan tersebut diukur dengan indikator
(Yadnyana, 2009 dalam Muliari dan Setiawan, 2010) sebagai berikut.
a.

sanksi pidana yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak cukup berat;

b.

sanksi adminstrasi yang dikenakan bagi pelanggar aturan pajak sangat ringan;

c.

pengenaan sanksi yang cukup berat merupakan salah satu sarana mendidik
wajib pajak;

d.

sanksi pajak harus dikenakan kepada pelanggarnya tanpa toleransi;

e.

pengenaan sanksi atas pelanggaran pajak dapat dinegosiasikan.
Selama ini ada anggapan umum dalam masyarakat bahwa akan dikenakan

sanksi perpajakan hanya bila tidak membayar pajak. Padahal, dalam kenyataannya
banyak hal yang membuat masyarakat atau wajib pajak terkena sanksi perpajakan,
baik itu berupa sanksi administrasi (bunga, denda, dan kenaikan) maupun sanksi
pidana. Secara konvensional, terdapat dua macam sanksi yaitu sanksi positif dan
sanksi negatif. Sanksi positif merupakan suatu imbalan, sedangkan sanksi negatif
merupakan suatu hukuman (Soekanto, 1988 dalam Ilyas dan Burton, 2010).
Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh dan telah memasukan Surat
Pemberitahuan tepat pada waktunya belum diperhatikan. Saat ini Ditjen Pajak
masih berfokus pada pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar
patuh terhadap peraturan perpajakan. Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan

Universitas Sumatera Utara

yang berlaku, menurut Ilyas dan Burton (2010) terdapat empat hal yang
diharapkan atau dituntut dari para wajib pajak, yaitu.
1.

dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang
dilaksanakan dengan kesadaran penuh;

2.

dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan
atau memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu sesuai Pasal 3 Undangundang Nomor 6/1983;

3.

dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat Pemberitahuan
sesuai dengan keadaan sebenarnya;

4.

memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak
yang tidak taat pada ketentuan yang berlaku.
Dari keempat hal di atas, paling efektif menurut Ilyas dan Burton (2010)

adalah dengan menerapkan sanksi (law enforcement) tanpa pandang bulu dan
dilaksanakan secara konsekuen. Sekarang ini, wajib pajak seolah tidak takut lagi
terhadap denda administrasi.
Wajib pajak akan memenuhi pembayaran pajak bila memandang sanksi
perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Semakin tinggi atau
beratnya sanksi, maka akan semakin merugikan wajib pajak. Oleh sebab itu,
sanksi perpajakan diduga akan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib
pajak dalam membayar pajak.

2.1.9 Nilai Jual Obyek Pajak
Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak.Nilai Jual Obyek
Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

Universitas Sumatera Utara

transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang
sejenis atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Obyek Pajak Pengganti.
Wajib pajak berhak menentukan luas tanah, luas bangunanan dan jenis
bangunan, namun fiskus dapat mengoreksinya berdasarkan bukti-bukti sah yang
diperoleh fiskus dari sumber lain. Penetapan NJOP ini berdasarkan informasi
yang didapat dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), aparat pemerintah daerah
setempat dan dari kegiatan pemerintah setempat untuk mencari data tersebut ke
lapangan.
Semakin tinggi NJOP maka semakin tinggi pula PBB yang harus
dibayarkan, oleh karena itu penetapan NJOP harus penuh keadilan karena hal ini
akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak karena ada kecenderungan wajib
pajak tidak sanggup membayar pajaknya. Selain itu apabila tanah dan rumah yang
dianggap wajib pajak sama ukuran dan konstruksinya, tetapi penetapan pajaknya
berbeda maka mereka merasa keberatan. Perbedaan penghitungan NJOP antara
fiskus dan wajib pajak ini dapat menyebabkan penundaan pembayaran pajak oleh
wajib pajak. Oleh karena itu, variabel NJOP dianggap perlu untuk digunakan
dalam penelitian ini.

2.1.10 Pengetahuan Pajak Bumi dan Bangunan
Pengetahuan adalah hasil kerja fikir (penalaran) yang merubah tidak tahu
menjadi tahu dan menghilangkan keraguan terhadap suatu perkara. Pengetahuan
pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang wajib pajak atau
kelompok wajib pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

Universitas Sumatera Utara

pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan pajak dapat menumbuhkan sikap positif
wajib pajak jika mereka paham betul atas isi undang-undang perpajakan yang
sering kali mengalami perubahan. Untuk meningkatkan pengetahuan perpajakan
masyarakat dapat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun nonformal
dan akan berdampak terhadap kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak.
Pendidikan perpajakan secara formal didapat dalam materi di sekolah hingga
perguruan tinggi sedangkan perpajakan secara nonfomal dapat melalui sosialisasi
perpajakan berupa penyuluhan, seminar, spanduk, media lainnya terutama dapat
diakses melalui web resmi perpajakan.
Dengan adanya pengetahuan perpajakan tersebut akan membantu
kepatuhan wajib pajak membayar pajak, sehingga kepatuhan akan meningkat.
Pada umumnya seseorang yang memiliki pendidikan akan sadar dan patuh
terhadap hak dan kewajibannya, tanpa harus dipaksakan dan diancam oleh
beberapa sanksi dan hukuman. Wajib pajak yang berpengetahuan tentang pajak
secara sadar diri akan patuh membayar pajak. Mereka telah mengetahui
bagaimana alur penerimaan pajak tersebut akan berjalan hingga akhirnya manfaat
membayar pajak tersebut dapat diupayakan.
Indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan
perpajakan adalah sebagai berikut :
1.

Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Setiap wajib pajak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai
salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak.

2.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib
pajak.

Universitas Sumatera Utara

Apabila wajib pajak mengetahui dan memahahi kewajibannya sebagai wajib
pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar
pajak.
3.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan.
Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka
semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima
bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka. Hal ini tentunya akan
mendorong wajib pajak untuk melakukan kewajibannya.

4.

Pengetahuan dan pemahaman tentang tarif pajak yang berlaku.
Dengan mengetahui dan memahami tentang tarif pajak yang berlaku maka
akan mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajaknya
sendiri secara benar.

5.

Wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui
sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh instansi terkait.

2.1.11 Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas
dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Jatmiko (2006)
menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti.
Kesadaran perpajakan adalah suatu sikap terhadap fungsi pajak, berupa konstelasi
komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami,
merasakan dan berperilaku terhadap makna dan fungsi pajak. Kesadaran
perpajakan berkonsukuensi logis untuk wajib pajak, yaitu kerelaan wajib pajak

Universitas Sumatera Utara

memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi perpajakan, dengan cara
membayar kewajiban pajaknya secara tepat waktu dan tepat jumlah.
Irianto (2005) dalam Widayati dan Nurlis (2010) menguraikan beberapa
bentuk kesadaran membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar
pajak. Pertama, kesadaran bahwa pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
menunjang pembangunan negara.Dengan menyadari hal ini, wajib pajak mau
membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang
dilakukan. Kedua, kesadaran bahwa penundaan pembayaran pajak dan
pengurangan beban pajak sangat merugikan negara. Wajib pajak mau membayar
pajak karena memahami bahwa penundaan pembayaran pajak dan pengurangan
beban pajak berdampak pada kurangnya sumber daya finansial yang dapat
mengakibatkan terhambatnya pembangunan negara. Ketiga, kesadaran bahwa
pajak ditetapkan dengan undang-undang dan dapat dipaksakan. Wajib pajak akan
membayar karena pembayaran pajak disadari memiliki landasan hukum yang kuat
dan merupakan kewajiban mutlak setiap warga negara.

2.1.12 Pendapatan Masyarakat
Dalam pengertian umum pendapatan adalah hasil pencarian usaha.
Budiono (1992) mengemukakan bahwa pendapatan adalah hasil dari penjualan
faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi. Sedangkan
menurut Winardi pendapatan adalah hasil berupa uang atau materi lainnya yang
dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor produksi. Berdasarkan kedua
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan nilai dari
seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu badan usaha dalam suatu

Universitas Sumatera Utara

periode tertentu. Selanjutnya, pendapatan juga dapat di definisikan sebagai jumlah
seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama
jangkawaktu tertentu (biasanya satu tahun), pendapatan terdiri dari upah, atau
penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga dan
deviden, serta pembayaran transfer atau penerimaan dari pemerintah seperti
tujangan sosial atau asuransi pengangguran (Samuelson dan Nordhaus, 1996).
Adapun menurut Lipsey pendapatan terbagi dua macam, yaitu pendapatan
perorangan dan pendapatan disposable. Pendapatan perorangan adalah pendapatan
yang dihasilkan oleh atau dibayarkan kepada perorangan sebelum dikurangi
dengan pajak penghasilan perorangan. Sebagian dari pendapatan perorangan
dibayarkan untuk pajak, sebagian ditabung oleh rumah tangga; yaitu pendapatan
perorangan

dikurangi

dengan

pajak

penghasilan.

Pendapatan

disposible

merupakan jumlah pendapatan saat ini yang dapat dibelanjakan atau ditabung oleh
rumah tangga yaitu pendapatan perorangan dikurangi dengan pajak penghasilan.
Pendapatan adalah penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang kontan
maupun natura. Pendapatan atau juga disebut juga income dari seorang warga
masyarakat adalah hasil “penjualan” nya dari faktor-faktor produksi yang
dimilikinya pada sektor produksi. Dan sektor produksi ini ”membeli” faktorfaktor produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan
harga yang berlaku dipasar faktor produksi. Harga faktor produksi dipasar faktor
produksi (seperti halnya juga untuk barang-barang dipasar barang) ditentukan oleh
tarik menarik, antara penawaran dan permintaan.
Menurut Elisyah (2014), pendapatan merupakan total dari penerimaan
(uang dan bukan uang) seseorang atau suatu rumah tangga selama periode tertentu

Universitas Sumatera Utara

(Raharja dan Manurung, 2006:292). Pendapatan berupa uang merupakan
penghasilan yang diterima biasanya sebagai balas jasa, sumber utama gaji atau
upah serta lain-lain balas jasa, misalnya dari majikan, pendapatan bersih dari
usaha sendiri dan dari pekerjaan bebas. Pendapatan dari penjualan barang yang
dipelihara dari halaman rumah, hasil investasi seperti modal tanah, uang pensiun,
jaminan sosial serta keuntungan sosial berupa barang merupakan segala
penghasilan yang diterimakan dalam bentuk barang dan jasa.
Pendapatan wajib pajak merupakan jumlah penghasilan rupiah yang
dihasilkan wajib pajak yang diperoleh dari pekerjaan utama maupun sampingan
(Imtikhanah dan Sulistoyowati, 2010). Pendapatan adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi dalam pembayaran pajak bumi dan bangunan. Namun, pendapatan
wajib pajak tidaklah mempengaruhi pengenaan besar atau kecilnya pajak bumi
dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan merupakan pajak objektif yang tidak
melihat kondisi wajb pajak. Pendapatan yang merupakan penghasilan dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Munawir, 2003): 1. Penghasilan dari pekerjaan
dalam hubungan kerja, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari pekerjaan bebas,
seperti praktek dokter, notaris, akuntan, aktuaris, pengacara dan sebagainya;
2..Penghasilan dari usaha dan kegiatan lain; 3. Penghasilan dari modal yang
berupa harta gerak maupun tak gerak seperti bunga, dividen, royalti, sewa,
keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha dan
lain sebagainya; 4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah,
hadiah undian atau lotre, pengembalian pajak yang sudah diperhitungkan sebagai
biaya, keuntungan dari pengalihan harta, dan lain sebagainya yang tidak termasuk
dalam kelompok tersebut diatas.

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya seseorang yang bekerja dan kemudian menghasilkan uang,
secara naluriah akan mempergunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri dan keluarganya. Kepentingan untuk pribadi akan dimenangkan
oleh masyarakat jika dihadapkan dengan kepentingan negara (misalnya,
pembayaran pajak). Keadaan seperti ini menjadi salah satu penyebab terhalangnya
kepatuhan masyarakat, sehingga faktor pendapatan dianggap akan berpengaruh
terhadap kepatuhan masyarakat membayar pajak, baik positif maupun negatif,
menurut Elisyah (2014).
Fraternesi (2002) dalam penelitiannya telah membuktikan bahwa faktor
pendapatan mempengaruhi tingkat ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak.
Hal itu terjadi karena apa yang dibayarkan oleh wajib pajak untuk pajak bumi dan
bangunan bersumber dari penghasilan wajib pajak itu sendiri, sehingga besar
kecilnya pendapatan wajib pajak akan mempengaruhi ketaatannya dalam
membayar pajak bumi dan bangunan dan juga akan berpengaruh pada
keberhasilan penerimaan pajak bumi dan bangunan itu sendiri. Fraternesi
mengartikan pendapatan wajib pajak sebagai disposable income rata-rata
perbulan, yang berelemen belanja untuk pangan, papan/ rumah, transportasi,
pendidikan, listrik, PDAM (air bersih), telepon dan tabungan.
Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan tinggi seharusnya tidak
akan memiliki masalah dalam membayar pajak bumi dan bangunan setiap
tahunnya, namun berbeda untuk masyarakat yang memiliki pendapatan rendah.
Masyarakat yang pendapatannya rendah bisa mengalami kesulitan dalam
membayar pajak karena masih banyaknya kebutuhan ekonomi lain yang harus

Universitas Sumatera Utara

didahulukan, dibanding dengan membayar kewajibannya. Oleh karena itu,faktor
pendapatan wajib pajak diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam membayar pajak bumi dan bangunan.

2.2

Review Penelitian Terdahulu
Dalam hal ini peneliti menuliskan beberapa peneliti terdahulu antara lain

nama peneliti terdahulu, tahun penelitian, masalah yang diteliti, variabel yang
diamati dan hasil penelitian:
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No

1.

2.

3.

Nama
Peneliti /
Tahun

Ananda
(2015)

Nina
Elisyah
Siagian
(2014)

Murni
Julianti
(2014)

Judul Penelitian

Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak
dalam Membayar Pajak
Bumi dan Bangunan
dengan
Pendapatan
Masyarakat
sebagai
variabel Moderating.

Analisis Sejumlah
Faktor yang
Mempengaruhi
Kepatuhan Masyarakat
Desa dan Kota dalam
Membayar Pajak Bumi
dan Bangunan di Kota
Sidempuan.

Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi Untuk
Membayar
Pajak
Dengan

Variabel yang
Digunakan

Hasil Penelitian

Variabel Independen:
Pelayanan Pajak, Sanksi
Perpajakan, NJOP,
Pengetahuan Pajak.
Variabel Dependen
Kepatuhan
Wajib Pajak
Variabel Moderating:
Pendapatan Masyarakat

Variabel Independen:
Pelayanan perpajakan,
Sanksi Pajak, NJOP,
Kesadaran perpajakan,
Pengetahuan
Perpajakan, Pendapatan
Wajib Pajak.
Variabel Dependen
KepatuhanMasyarakat.

VariabelIndependen:
Kuliatas Pelayanan
dan Pengetahuan
WP Tentang
Peraturan
Perpajakan.

Secara simultan pelayanan
pajak, sanksi perpajakan,
NJOP, pengetahuan pajak
dan pendapatan masyarakat
berpengaruh
terhadap
kepatuhan
WP
dalam
membayar PBB.
Secara
parsial
sanksi,
pengetahuan dan pendapatan
berpengaruh
terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam
membayar PBB.
Secara parsial pelayanan
perpajakan, sanksi pajak,
kesadaran
perpajakan,
berpengaruh positif dan
signifikan
terhadap
kepatuhan.
Pengetahuan
perpajakan, pendapatan WP
berpengaruh positif dan tidak
signifikan.
simultan
semua
Secara
variabel
berpengaruh
signifikan
terhadap
kepatuhan.
Menunjukkan
Bahwa
Persepsi Wajib Pajak tentang
Kualitas
Pelayanan
Perpajakan
serta
Pengetahuan
dan
Pemahaman Wajib Pajak

Universitas Sumatera Utara

Kondisi Keuangan dan
Preferensi
Risiko
Wajib
Pajak Sebagai Variabel
Moderating
(Studi
Kasus
pada Wajib Pajak yang
Terdaftar
di
KPP
Pratama
Candisari Semarang).

4.

5.

6.

7.

I G. A. M.
Agung Mas
Andriani
Pratiwi,
Putu
Ery
Setiawan
(2014)

Sarjeni
Fatma
Saragih
(2013)

Harjati
Puspa Arum
(2012)

Banyu
Ageng
Wahyu
Utomo
(2011)

Pengaruh
Kesadaran
WP,Kualitas
Pelayanan,
Kondisi
Keuangan Perusahaan,
dan Persepsi tentang
Sanksi Perpajakan pada
Kepatuhan
WP
Reklame di Dinas
Pendapatan
Kota
Denpasar

Analisis
Pengaruh
Sosialisasi Perpajakan,
Kualitas
Pelayanan
Fiskus dan Sanksi
Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Orang
Pribadi
di
Kantor
Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama
Medan Timur.
Pengaruh
Kesadaran
Wajib
Pajak,
Pelayanan Fiskus dan
Sanksi Pajak terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang
Melakukan Kegiatan
Usaha dan Pekerjaan
Bebas
(Studi
di
Wilayah KPP Pratama
Cilacap).

Pengaruh
Sikap,
Kesadaran Wajib Pajak
dan
Pengetahuan
Perpajakan
terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
dalam membayar Pajak
Bumi dan bangunan di
Kecamatan pamulang

Variabel
Dependen:
Kepatuhan Wajib
Pajak

Variabel Independen:
Kesadaran Wajib Pajak,
Kualitas
Pelayanan,
Kondisi
Keuangan
Perusahaan,
Dan
Persepsi Tentang Sanksi
Perpajakan.
Variabel Dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak
Reklame.

Variabel Independen:
Sosialisasi Perpajakan,
Kualitas
Pelayanan
Fiskus
dan
Sanksi
Perpajakan.
Variabel Dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak.

Variabel Independen:
Kesadaran
WP,
Pelayanan Fiskus dan
Sanksi .

tentang Peraturan Perpajakan
Berpengaruh
Positif
Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak. Variabel Kondisi
Keuangan dan Preferensi
Risiko Wajib Pajak juga
Berperan
Sebagai
Pure
Moderator yang Memperkuat
Maupun
Memperlemah
Hubungan Antara Variabel
Dependen dan Independen.
Kesadaran
wajib
pajak,
kualitas pelayanan, kondisi
keuangan perusahaan, dan
persepsi
tentang
sanksi
perpajakan
berpengaruh
positif
dan
signifikan
terhadap kepatuhan wajib
pajak reklame.

Secara simultan variabel
sosialisasi
perpajakan,
kualitas pelayanan pajak,
sanksi
perpajakan
berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak.Hal
ini sejalan dengan hipotesis
penelitian.
Secara parsial Sosialisasi
Perpajakan
tidak
berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Kesadaran WP, pelayanan
fiskus dan sanksi pajak
memiliki pengaruh yang
positif
dan
signifikan
terhadap Kepatuhan wajib
pajak.

Variabel dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak.

Variabel Independen:
Sikap, Kesadaran Wajib
pajak dan Pengetahuan
perpajakan
Variabel Dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak

Secara parsial sikap wajib
pajak tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap
kepatuhan
wajib
pajak,
kesadaran
wajib
pajak
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
kepatuhan
wajib
pajak,
pengetahuan
pepajakan
berpengaruh
signifikan
terhadap kepatuhan wajib
pajak, secara simultan sikap

Universitas Sumatera Utara

kota Tengerang Selatan

8.

9.

Ni
Ketut
Muliari &
Putu
Ery
Setiawan
(2011)

Mustikasari,
Elia (2007)

Pengaruh
Persepsi
tentang
Sanksi
Perpajakan
dan
Kesadaran Wajib Pajak
pada
Kepatuhan
Pelaporan Wajib Pajak
Orang
Pribadi
Di
Kantor
Pelayanan
Pajak
Pratama
Denpasar Timur.

Kajian Empiris tentang
Kepatuhan Wajib Pajak
Badan di Perusahaan
Industri
Pengolahan
Surabaya.

Variabel Independen :
Sanksi
Perpajakan,
Kesadaran Wajib pajak.
Variabel Dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak

Variabel Independen:
Sikap
terhadap
Ketidakpatuhan Pajak,
Norma
Subyektif,Kewajiban
Moral,
Kontrol
Keperilakuan
yang
Dipersepsikan, Persepsi
tentang
Kondisi
Keuangan,
Persepsi
tentang
Fasilitas
Perusahaan,
dan
Persepsi Tentang Iklim
Organisasi.
Variabel Dependen:
Niat Tax Professional
Berperilaku
Tidak
Patuh
&
Ketidakpatuhan Pajak
Badan.

10.

Agus
Nugroho
Jatmiko
(2006)

Pengaruh sikap wajib
pajak pada pelaksanaan
sanksi
denda,
pelayanan fiskus dan
kesadaran perpajakan
Terhadap
kepatuhan
wajib pajak (studi
empiris terhadap wajib
pajak orang pribadi
Kota semarang).

Variabel Independen:
Sikap Wajib Pajak pada
Sanksi Denda, Sikap
Wajib
Pajak
pada
Pelayanan Fiskus dan
Sikap Wajib Pajak pada
Kesadaran Perpajakan.
Variabel dependen:
Kepatuhan Wajib Pajak

wajib pajak, kesadaran wajib
pajak
dan
pengetahuan
perpajakan
berpengauh
secara signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak.
Secara
simultan
sanksi
perpajakan dan kesadaran
wajib pajak berpengaruh
signifikan
terhadap
kepatuhan pajak.
Secara
parsial
sanksi
perpajakan dan kesadaran
wajib pajak berpengaruh
signifikan
terhadap
kepatuhan wajib pajak.
(1) Tax professional yang
memiliki sikap terhadap
ketidakpatuhan positif, niat
ketidakpatuhan
pajaknya
tinggi, (2) Pengaruh orang
sekitar (perceived social
pressure)
yang
kuat
mempengaruhi
niat
tax
professional
untuk
berperilaku patuh, (3) Tax
professional yang memiliki
kewajiban moral yang tinggi,
niat ketidakpatuhan pajaknya
rendah atau sebaliknya, (4)
Semakin rendah persepsi tax
professional atas kontrol
yang
dimilikinya
akan
mendorong tax professional
berniat patuh.
Sikap
WP
terhadap
pelaksanaan sanksi denda,
sikap WP terhadap pelayanan
fiskus dan sikap wajib pajak
terhadap
kesadaran
perpajakan
memiliki
pengaruh
positif
yang
signifikan
terhadap
kepatuhan WP.

Universitas Sumatera Utara