Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Ampas Teh Sebagai Adsorben Dalam Proses Adsorpsi α-Tokoferol Yang Terkandung Dalam Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil) Chapter III V
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan selama
lebih kurang 6 bulan.
3.2
BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan utama yang digunakan adalah:
1. Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil) diperoleh dari Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Pagar Merbau PTPN II Persero, Tanjung Morawa,
Medan, Indonesia.
2. Ampas Teh diperoleh dari pedagang Mie Aceh Pasar V, Kecamatan Medan
Selayang, Padang bulan, Medan
3. Asam Posfat (H3PO4)
3.2.2 Peralatan Penelitian
3.2.2.1 Peralatan Pembuatan Karbon Aktif
Peralatan utama yang digunakan:
1. Pengering Baki (Tray Drier)
2. Ball mill
3. Ayakan 50 mesh
4. Cawan
5. Reaktor Pirolisis
6. Kertas pH
7. Kertas Saring Whatman no. 1
8. Water bath
9. Oven
15
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.2 Peralatan untuk Proses Adsorpsi
Peralatan utama yang digunakan:
1.
Erlenmeyer
2.
Beaker glass
3.
Pipet tetes
4.
Kertas saring Whatman no. 1
5.
Gelas ukur
6.
Corong gelas
7.
Neraca digital
8.
Termometer
9.
Alumunium foil
10. Hot plate
11. Motor listrik
12. Impeller paddle
13. Pengunci impeller
14. Statif dan klem
15. Stopwatch
3.2.2.3 Uji dan Analisa
1. Alat HPLC
2. BET
3. Furnace.
3.3
VARIASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas berupa rasio berat CPO dengan
karbon aktif dari ampas the dan variasi pengadukan pada proses adsorpsi α-tokoferol
yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan 3.2.
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Variasi Penelitian Kajian Kinetika pada Proses Adsorpsi α-tokoferol
Waktu (menit)
Rasio Karbon Aktif : Berat
CPO
Kecepatan Pengadukan
(rpm)
1:6
180
2
4
7
10
15
20
23
Tabel 3.2 Variasi Penelitian Kajian Isoterm pada Proses Adsorpsi α-tokoferol
Run
1
Rasio Karbon Aktif : Berat CPO
1:3
2
1:4
3
1:5
4
1:6
5
1:3
6
1:4
7
1:5
8
1:6
9
1:3
10
1:4
11
1:5
12
1:6
3.4
Kecepatan Pengadukan (rpm)
140
160
180
PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Prosedur Pembuatan Karbon Aktif
1.
Ampas teh diambil dari pedagang mie aceh Pasar V Padang Bulan,
Medan.
2.
Ampas teh dikeringkan dengan menggunakan Tray Drier dengan suhu 40
o
C sampai teh kering.
17
Universitas Sumatera Utara
3.
Ampas teh dihaluskan dengan menggunakan ball mill.
4.
Ampas teh diayak dengan menggunakan ayakan 50 mesh
5.
Ampas teh direndam dalam larutan H3PO4 85% selama 24 jam.
Perbandingan antara ampas teh : H3PO4 adalah 1:2.
6.
Ampas teh yang telah diaktivasi selanjutnya dikeringkan di dalam oven
pada suhu 110 C.
7.
Ampas teh yang telah kering dikarbonisasi dengan menggunakan reaktor
pirolisis pada suhu 500 C selama 15 menit
8.
Karbon aktif hasil pirolisis dicuci dengan air bersuhu 85 C sampai pH
netral.
9.
Karbon aktif dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C.
10. Karbon aktif dihaluskan dengan menggunakan mortar.
3.4.2
Prosedur Analisa Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)
1.
Cawan porselin dikeringkan di dalam furnace pada suhu 600 oC selama
30 menit.
2.
Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu
ditimbang berat kosongnya.
3.
Ke dalam cawan tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram.
4.
Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam
furnace pada suhu 850 oC selama 4 jam sampai sampel menjadi abu.
5.
Cawan diangkat dari dalam furnace dan didinginkan di dalam desikator
lalu ditimbang.
6.
Kadar abu dihitung dengan Persamaan 3.1.
Kadar abu (%) = (A/B) x 100%
(3.1)
A = Berat abu (gram)
B = Berat sampel (gram)
3.4.3
Pengujian Kadar Zat Volatil (SNI 06-3730-1995)
1. Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam
furnace selama 30 menit dan didinginkan di dalam desikator
18
Universitas Sumatera Utara
2. Kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel ke dalam
cawan kosong tersebut
3. Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace dengan
suhu 950 oC selama 7 menit
4. Kadar zat volatil pada suhu 950 oC dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 3.2.
Kadar volatil =
w -w1
w
(3.2)
x1
dimana:
w0 = Berat sampel awal (gram)
w1 = Berat sampel setelah pemanasan (gram)
3.4.4 Prosedur Kinetika Adsorpsi
1. Minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan karbon aktif disiapkan dengan
perbandingan (w/w) 1 : 6 di dalam beaker glass .
2. Campuran dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 40 oC dan
dihomogenkan menggunakan motor listrik dengan kecepatan konstan 180
rpm.
3. Campuran diambil dengan interval waktu yang telah ditentukan hingga
mencapai waktu setimbang.
4. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No.1.
5. Campuran yang telah selesai disaring, dimasukkan ke dalam botol plastik
dan dianalisa dengan alat HPLC.
3.4.5
Prosedur Kajian Isoterm Adsorpsi
1. Minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan karbon aktif disiapkan dengan
perbandingan (w/w) 1 : 3 di dalam beaker glass .
2. Campuran dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 40 C dan
dihomogenkan menggunakan motor listrik dengan kecepatan konstan 180
rpm selama 20 menit. Selama proses berlangsung beaker glass ditutup
dengan menggunakan alumunium foil.
3. Setelah selesai, campuran disaring untuk memisahkan filtrat dan
adsorbennya menggunakan kertas saring Whatman No. 1.
19
Universitas Sumatera Utara
4. Filtrat dimasukkan ke dalam botol plastik dan dianalisa dengan alat
HPLC.
5. Percobaan diulangi dengan variasi berat Karbon aktif : CPO yaitu untuk
1:4 ; 1:5 ; 1:6 dan kecepatan pengadukan adsorpsi yaitu 140 dan 160
rpm.
3.4.6 Analisa Sampel
1. Pengujian Kadar Abu dan Kadar Zat Volatil (Volatile matter) dilakukan di
Laboratorium Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI), Medan.
2. Pengujian luas permukaan karbon aktif dilakukan di Laboratorium
Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.
3. Konsentrasi α-tokoferol dalam CPO akan dianalisa sebelum dan sesudah
proses adsorpsi dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-VIS
pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan.
3.4.7 Pengolahan Data
1. Penentuan % adsorpsi dan kapasitas adsorben.
2. Penentuan model isoterm yang sesuai dengan hasil penelitian pada
masing-masing suhu adsorpsi.
3. Penentuan model kinetika proses adsorpsi yang sesuai dengan hasil
penelitian.
20
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
KARAKTERISTIK KARBON AKTIF DARI AMPAS TEH
Karakteristik karbon aktif dari ampas teh ditentukan oleh beberapa parameter
diantaranya adalah kadar abu, kadar volatile matter, dan luas permukaan karbon
aktif. Tabel 4.1 menampilkan karakteristik karbon aktif dari ampas teh.
Tabel 4.1 Karakteristik Karbon Aktif dari Ampas Teh
Parameter
Nilai
Kadar Abu (%)
6,17
Kadar Volatile Matter (%)
46
Luas Permukaan (m2/g)
717,460
Luas Mikropori (m2/g)
411,227
Luas Permukaan Eksternal (m2/g)
306,233
Penentuan kadar abu dan kadar volatile matter maing-masing dilakukan
menggunakan metode SNI 06-3730-1995 dan metode SNI 06-3730-1995. Sedangkan
untuk penentuan luas permukaan, luas mikropori, dan luas permukaan eksternal
dilakukan dengan metode BET menggunakan alat Nova Station B buatan
Quantachcrome.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam
karbon aktif dari ampas teh adalah sebesar 6,17%. Kadar abu menunjukkan besarnya
kandungan pengotor yang terdapat pada karbon aktif tersebut. Syarat kadar abu
dinyatakan sesuai Standar Nasional Indonesia apabila kadar abu yang dikandung
dalam karbon aktif tidak lebih dari 10% [34]. Berdasarkan standar tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kadar abu dalam karbon aktif dari ampas teh telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia.
21
Universitas Sumatera Utara
Untuk
parameter volatile matter, jumlah volatile matter yang terkandung
dalam karbon aktif dari ampas teh adalah 46%. Kadar volatile matter menunjukkan
besarnya kandungan senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam karbon
aktif pada suhu 950 oC [35]. Semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi
konsentrasi aktivator akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan volatile
matter yang terdapat dalam karbon aktif [36]. Kadar volatile matter yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia adalah maksimal 25% [36]. Berdasarkan hal
tersebut, maka kadar volatile matter pada karbon aktif dari ampas teh belum sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu
perendaman yang terlalu lama dan konsentrasi aktivator yang digunakan terlalu
tinggi sehingga menyebabkan tingginya kandungan zat volatile matter yang terdapat
dalam karbon aktif dari ampas teh.
Dari Tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa karbon aktif dari ampas teh memiliki
luas permukaan sebesar 717,460 m2/g dengan luas mikropori sebesar 411,227 m2/g,
dan luas permukaan eksternal sebesar 306,233 m2/g. Luas permukaan karbon aktif
umumnya berkisar antara 300-2.000 m2/g [37]. Berdasarkan hal ini dapat
disimpulkan bahwa luas permukaan karbon aktif dari ampas teh telah berada dalam
rentang nilai yang umum.
Berdasarkan parameter yang telah diuraikan diatas, maka karbon aktif dari
ampas teh telah mendekati karakteristik dari karbon aktif standar, hal ini dapat dilihat
dari kadar abu dan luas permukaan karbon aktif dari ampas teh yang telah sesuai
dengan standar. Namun karbon aktif dari ampas teh masih memiliki kadar volatile
matter yang tinggi sehingga perlu ditentukan proses aktivasi yang optimal agar kadar
volatile matter sesuai dengan standar.
4.2
PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN DAN RASIO KARBON
AKTIF : CPO TERHADAP PERSENTASE ADSORPSI α-TOKOFEROL
Konsentrasi awal α-tokoferol yang terkandung dalam CPO sebesar 261,23
ppm. Konsentrasi α-tokoferol terus menurun seiring bertambahnya waktu setelah
dikontakkan dengan adsorben selama 20 menit pada kecepatan pengadukan 140, 160,
dan 180 rpm. Pengaruh suhu dan rasio karbon aktif : CPO terhadap persentase
adsorpsi ditampilkan pada Gambar 4.1.
22
Universitas Sumatera Utara
Persentase Adsorpsi (%)
90
80
70
140 rpm
60
160 rpm
50
180 rpm
40
30
20
0
1 1: 3
12: 4
1 3: 5
1 4: 6
Rasio Karbon Aktif : CPO
5
Gambar 4.1 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Rasio Karbon Aktif : CPO
Terhadap Persentase Adsorpsi α-Tokoferol
Dengan jumlah massa adsorben yang sama, dapat dilihat bahwa dengan
bertambahnya jumlah CPO yang digunakan akan mengakibatkan penurunan pada
persentase adsorpsi. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat untuk ketiga kondisi kecepatan
pengadukan, persentase adsorpsi terus menurun seiring dengan bertambahnya rasio
antara karbon aktif : CPO. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan adsorben untuk
menjerap α-tokoferol semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah CPO.
Sedangkan untuk pengaruh kecepatan pengadukan, dapat dilihat bahwa
semakin cepat pengadukan maka persentase adsorpsi semakin meningkat. Laju
adsorpsi dikendalikan oleh film dan difusi pori yang dipengaruhi oleh pengadukan.
Kecepatan pengadukan yang rendah menyebabkan menebalnya lapisan film pelarut
yang mengelilingi adsorben dan menjadikan lapisan film sebagai tahap pengendali
laju adsorpsi, sedangkan apabila kecepatan pengadukan tinggi lapisan film akan
menipis sehingga difusi pori menjadi tahap pengendali laju adsorpsi [40]. Dengan
meningkatnya kecepatan pengadukan maka difusi pori α-tokoferol akan semakin
mudah dan adsorbat yang dapat dijerap semakin besar, sehingga akan meningkatkan
persentase adsorpsi α-tokoferol. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase adsorspi
maksimum yang diperoleh untuk adsorpsi α-tokoferol yaitu pada rasio karbon aktif :
CPO sebesar 1:3 dengan kecepatan pengadukan 180 rpm yaitu sebesar 84,42%.
23
Universitas Sumatera Utara
Namun pada kecepatan yang tinggi, untuk rasio karbon aktif : CPO yang rendah,
pengaruh kecepatan pengadukan tidak begitu besar. Hal ini dapat dilihat pada rasio
1:3
untuk kecepatan pengadukan 160 rpm persentase adsorpsi sebesar 84,36%
sedangakan untuk kecepatan pengadukan 180 rpm sebesar 84,42%.
4.3
PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN DAN RASIO KARBON
AKTIF : CPO TERHADAP KAPASITAS ADSORPSI α-TOKOFEROL
Selain persentase adsorpsi, aspek yang ditinjau dalam proses adsorpsi α-
tokoferol dengan karbon aktif dari ampas teh adalah jumlah adsorbat yang mampu
dijerap oleh karbon aktif dari ampas teh. Pada penelitian ini dilihat bagaimana
pengaruh kecepatan pengadukan dan rasio karbon aktif : CPO terhadap kapasitas
adsorpsinya. Data hasil penelitian mengenai pengaruh kecepatan pengadukan dan
rasio karbon aktif : CPO ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
1.20
1.10
1.00
140 rpm
0.90
160 rpm
0.80
180 rpm
0.70
0.60
0.50
0.40
0
1 1: 3
1 2: 4
1 3: 5
1 4: 6
5
Rasio Karbon Aktif : CPO
Gambar 4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Rasio Karbon Aktif : CPO
Terhadap Kapasitas Adsorpsi α-Tokoferol
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kapasitas
adsorpsi seiring dengan semakin bertambahnya kecepatan pengadukan. Dapat dilihat
pada percobaan dengan kondisi rasio karbon aktif : CPO sebesar 1:6, terjadi kenaikan
pada kapasitas adsorpsi dari 0,5164 mg/gram untuk kecepatan 140 rpm, menjadi
0,9841 mg/gram untuk kecepatan 160 rpm kemudian bertambah lagi menjadi 1,0973
24
Universitas Sumatera Utara
mg/gram untuk kecepatan 180 rpm. Hal ini disebabkan oleh dengan semakin
besarnya kecepatan pengadukan maka akan menyebabkan lapisan film pelarut yang
mengelilingi adsorben semakin tipis [43] sehingga akan meningkatkan kapasitas
adsorpsi. Namun untuk rasio karbon aktif : CPO yang rendah seperti pada keadaan
1:3, kenaikan kapasitas adsorpsi tidak begitu signifikan pada kecepatan 160 rpm
dengan 180 rpm yaitu dari 0,7388 mg/gram menjadi 0,7394 mg/gram.
Sedangkan untuk pengaruh rasio antara karbon aktif : CPO, kapasitas adsorpsi
akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya rasio. Hal ini dapat dilihat
pada percobaan dengan kecepatan 160 dan 180 rpm dimana kapasitas adsorpsi terus
meningkat seiring dengan semakin besarnya rasio antara karbon aktif : CPO. Dengan
jumlah massa karbon aktif dari ampas teh yang sama, penambahan massa CPO akan
meningkatkan massa α-tokoferol yang terkandung didalamnya, sehingga akan
menyebabkan semakin besar jumlah massa α-tokoferol yang dapat diadsorpsi.
Berdasarkan hasil percobaan, kapasitas adsorpsi terbesar diperoleh pada keadaan
rasio karbon aktif : CPO pada 1:6 dan kecepatan pengadukan 180 rpm dengan nilai
sebesar 1,0973 mg/g.
4.4
KINETIKA ADSORPSI α-TOKOFEROL
Penetuan model kinetika dilakukan berdasarkan persamaan model kinetika
orde satu dan orde dua semu yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.5 dan 2.7. Pada
penelitian ini, digunakan perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) = 1:6 pada
kecepatan pengadukan 180 rpm yang dianalisa pada interval waktu yang telah
ditentukan hingga mencapai kesetimbangan.
Selama proses adsorpsi, nilai konsentrasi α-tokoferol akan berkurang seiring
dengan pertambahan waktu hingga tercapai nilai yang konstan pada suatu waktu
tertentu. Hal ini diakibatkan oleh sudah tercapainya kondisi kesetimbangan pada
proses adsorpsi. Penurunan nilai konsentrasi α-tokoferol hingga mencapai kondisi
kesetimbangan ditunjukkan oleh Gambar 4.3.
25
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi α-Tokoferol(ppm)
300
250
200
150
100
50
0
0
5
10
t(menit)
15
20
25
Gambar 4.3 Kurva Penyerapan α-Tokoferol
Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah untuk menentukan model
kinetika yang sesuai pada proses adsorpsi α-tokoferol. Penentuan model kinetika
dilakukan dengan menguji kesesuaian antara data hasil penelitian dengan Persamaan
2.5 dan Persamaan 2.7 yang telah dilinierisasi menjadi Persamaan 2.6 dan Persamaan
2.8 seperti yang ditunjukkan pada Subbab 2.7 sehingga diperoleh grafik hubungan
antara t vs Log(qe-qt) untuk model kinetika orde satu semu dan t vs t/qt untuk model
kinetika orde dua semu. Uji kesesuaian data penelitian dengan kedua model kinetika
ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3
0.00
-0.20
0
10
20
Log (qe-qt)
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00
-1.20
-1.40
y = -0.0692x - 0.1676
R² = 0.7874
-1.60
t
Gambar 4.4 Uji Kesesuaian Data Penelitian dengan Model Kinetika Orde Satu Semu
26
Universitas Sumatera Utara
18
16
14
t/qt
12
10
8
6
y = 0.6335x + 1.0179
R² = 0.9934
4
2
0
0
10
20
30
t (menit)
Gambar 4.5 Uji Kesesuaian Data Penelitian dengan Model Kinetika Orde Dua Semu
Dari Gambar 4.2 dan 4.3 didapat persamaan dan nilai koefisien korelasi
masing-masing model kinetika untuk dihitung konstantanya. Persamaan dan nilai
koefisien korelasi masing-masing model kinetika disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Data Kinetika Adsorpsi α-tokoferol
Model Kinetika
Persamaan
R2
Konstanta
Orde Satu Semu
Lagergen
y = -0,0692x - 0,1676
0,7874
k1 = 0,6798
Orde Dua Semu
Lagergen
y = 0,6335x + 1,0179
0,9934
k2 = 0,0578
Pemodelan kinetika adsorpsi memberikan informasi mengenai waktu yang
dibutuhkan untuk penyelesaian suatu proses adsorpsi berdasarkan laju penjerapan
adsorbat [18]. Penentuan model kinetika adsorpsi yang sesuai dapat ditentukan
berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang paling mendekati 1 [38]. Berdasarkan
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persamaan kinetika yang paling sesuai untuk adsorpsi
α-tokoferol dengan menggunakan karbon aktif dari ampas teh adalah kinetika orde
dua semu dengan persamaan: y = 0,6335x + 1,0179. Hal ini ditunjukkan oleh
besarnya nilai R2 yang mendekati 1 yaitu sebesar 0,9934. Sehingga dapat
27
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa proses adsorpsi α-tokoferol dengan karbon aktif adalah model
kinetika orde dua semu dengan nilai konstanta sebesar 0,0578. Model kinetika orde
dua semu memberikan asumsi bahwa adsorpsi kimia merupakan tahap penentu
kecepatan yang mengontrol proses adsorpsi tersebut [41, 42].
4.5
PENENTUAN MODEL ISOTERM ADSORPSI
Pada penelitian ini, model isoterm adsorpsi didekati menggunakan persamaan
isoterm Langmuir dan persamaan isoterm Freundlich. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah proses adsorpsi α-tokoferol merupakan adsorpsi lapisan tunggal
atau lapisan jamak [39]. Gambar 4.3 menyajikan hubungan antara konsentrasi
keseimbangan dengan kapasitas adsorpsi ada keadaan isoterm.
1.2
Qe (mg/g)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
Ce
80
100
120
Gambar 4.6 Keadaan Isoterm Adsorpsi α-Tokoferol
Data pada keadaan isoterm kemudian diolah untuk mendapatkan model isoterm
adsorpsi yang sesuai. Uji kesesuaian dengan model isoterm Langmuir dilakukan
mengikuti Persamaan 2.1 yang telah dilinierisasi menjadi Persamaan 2.2. sedangkan
untuk model isoterm Freundlich dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah
dilinierisasi menjadi Persamaan 2.4
Uji kesesuaian data penelitian dengan model isoterm pada berbagai kecepatan
ditunjukkan oleh Gambar 4.4 untuk model isoterm Langmuir dan Gambar 4.5 untuk
model isoterm Freundlich
28
Universitas Sumatera Utara
100
80
Ce/qe
60
40
y = 0.712x + 19.195
R² = 0.927
20
0
0
50
100
150
Ce
Gambar 4.4 Kurva Isoterm Langmuir
0.10
Log qe
0.00
1.5
1.6
1.7
1.8
-0.10
1.9
2.0
2.1
y = 0.2989x - 0.5499
R² = 0.5615
-0.20
Log Ce
Gambar 4.5 Kurva Isoterm Freundlich
Dari persamaan linier yang diperoleh dilakukan perhitungan untuk
memperoleh nilai dari konstanta masing-masing model adsorpsi. Parameter dari
model isoterm Langmuir dan Freundlich yang ditentukan untuk proses penjerapan αtokoferol disajikan dalam Tabel 4.3.
29
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Nilai Konstanta untuk Model Isoterm Langmuir dan Freundlich
Model Isoterm
Parameter
Langmuir
Persamaan
y = 0,712x + 19,195
R2
0,927
qm (mg/gr)
1,4045
KL (L/mg)
0,03709
Persamaan
y = 0,2989x - 0,5499
R2
0,5615
KF (L/mg)
0,282
N
3,346
Freundlich
Nilai
Persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich merupakan persamaan isoterm
yang paling sering digunakan dalam studi mengenai adsorpsi. Data hasil percobaan
yang paling sesuai dengan persamaan digunakan untuk menentukan karakteristik dari
kesetimbangan adsorpsi [39].
Penentuan model isoterm adsorpsi didasari oleh nilai R2 yang paling mendekati
1. Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, menunjukkan bahwa semakin besar
korelasi antara data percobaan dengan pemodelan isoterm tersebut. Berdasarkan data
yang diperoleh pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa pada percobaan adsorpsi αtokoferol dengan karbon aktif dari ampas teh, model isoterm lebih condong kepada
pemodelan Langmuir. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2untuk model isoterm
Langmuir yaitu sebesar 0,927, sedangkan untuk model Freundlich hanya diperoleh
nilai R2 sebesar 0,5615.
Model isoterm Langmuir memberikan anggapan bahwa proses adsorpsi yang
terjadi adalah proses adsorpsi lapisan tunggal. Kapasitas maksimum adsorpsi per
massa adsorben ditentukan oleh nilai konstanta Langmuir yang menunjukkan afinitas
solut dengan adsorben. Model isoterm Langmuir juga memberikan fakta bahwa
adsorpsi yang terjadi pada komponen dengan seluruh situs aktif dari adsorben
memiliki energi adsorpsi yang sama [6,39].
30
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil percobaan, dapat diambil kesimpulan bahwa adsorpsi yang
terjadi pada α-tokoferol memiliki energi adsorpsi yang sama untuk setiap situs aktif
dari karbon aktif dari ampas teh. Adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif dari ampas
teh dengan α-tokoferol membentuk suatu sistem adsorpsi lapisan tunggal.
Hasil penelitian terdahulu yang menggunakan karbon aktif sebagai adsorben αtokoferol pada larutan etanol menunjukkan bahwa model kinetika yang sesuai adalah
model isoterm Langmuir dengan nilai korelasi sebesar 0,9037 [19]. Begitu pula pada
penggunaan Clipnoytilolite Tuff yang diaktivasi asam sebagai adsorben α-tokoferol
juga menunjukkan bahwa pemodelan isoterm Langmuir merupakan pemodelan yang
paling sesuai. Hal ini dibuktikan dengan nilai korelasi yang diperoleh yaitu sebesar
0,99 untuk pemodelan isoterm Langmuir dan 0,90 untuk pemodelan isoterm
Freundlich [6].
31
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1.
Berdasarkan luas permukaan dan kadar abu, maka karakteristik karbon aktif
dari ampas teh telah sesuai dengan karakteristik karbon aktif secara umum
2.
Persamaan model kinetika yang mewakili penjerapan α-tokoferol adalah
kinetika orde dua semu Lagergren dengan nilai R2 sebesar 0,9934.
3.
Persamaan model isoterm yang mewakili penjerapan α-tokoferol adalah
isoterm Langmuir dengan nilai R2 sebesar 0,927.
4.
Kondisi operasi adsorpsi terbaik diperoleh pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
5.
Nilai persentase adsorpsi maksimum sebesar 84,42% diperoleh pada
perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) 1: 3 pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
6.
Nilai kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 1,0973 mg/gram diperoleh pada
perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) 1: 6 pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1.
Melakukan variasi menggunakan pelarut yang sesuai untuk α-tokoferol
sehingga mengurangi kompetisi antara
α-tokoferol dengan komponen lain
yang terkandung dalam CPO.
2.
Menggunakan karbon aktif komersil untuk membandingkan kemampuan daya
serap karbon aktif dari ampas teh dengan karbon aktif komersil tersebut dalam
mengadsorpsi α-tokoferol dari CPO
3.
Menggunakan larutan α-tokoferol murni untuk melihat kemampuan terbaik
dari karbon aktif dari ampas teh dalam menjerap α-tokoferol.
4.
Menggunakan perbandingan adsorben : CPO yang lebih rendah untuk
meningkatkan persentase adsorpsi.
32
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan selama
lebih kurang 6 bulan.
3.2
BAHAN DAN PERALATAN
3.2.1 Bahan Penelitian
Pada penelitian ini bahan utama yang digunakan adalah:
1. Minyak Kelapa Sawit Mentah (Crude Palm Oil) diperoleh dari Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Pagar Merbau PTPN II Persero, Tanjung Morawa,
Medan, Indonesia.
2. Ampas Teh diperoleh dari pedagang Mie Aceh Pasar V, Kecamatan Medan
Selayang, Padang bulan, Medan
3. Asam Posfat (H3PO4)
3.2.2 Peralatan Penelitian
3.2.2.1 Peralatan Pembuatan Karbon Aktif
Peralatan utama yang digunakan:
1. Pengering Baki (Tray Drier)
2. Ball mill
3. Ayakan 50 mesh
4. Cawan
5. Reaktor Pirolisis
6. Kertas pH
7. Kertas Saring Whatman no. 1
8. Water bath
9. Oven
15
Universitas Sumatera Utara
3.2.2.2 Peralatan untuk Proses Adsorpsi
Peralatan utama yang digunakan:
1.
Erlenmeyer
2.
Beaker glass
3.
Pipet tetes
4.
Kertas saring Whatman no. 1
5.
Gelas ukur
6.
Corong gelas
7.
Neraca digital
8.
Termometer
9.
Alumunium foil
10. Hot plate
11. Motor listrik
12. Impeller paddle
13. Pengunci impeller
14. Statif dan klem
15. Stopwatch
3.2.2.3 Uji dan Analisa
1. Alat HPLC
2. BET
3. Furnace.
3.3
VARIASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan variabel bebas berupa rasio berat CPO dengan
karbon aktif dari ampas the dan variasi pengadukan pada proses adsorpsi α-tokoferol
yang ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan 3.2.
16
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Variasi Penelitian Kajian Kinetika pada Proses Adsorpsi α-tokoferol
Waktu (menit)
Rasio Karbon Aktif : Berat
CPO
Kecepatan Pengadukan
(rpm)
1:6
180
2
4
7
10
15
20
23
Tabel 3.2 Variasi Penelitian Kajian Isoterm pada Proses Adsorpsi α-tokoferol
Run
1
Rasio Karbon Aktif : Berat CPO
1:3
2
1:4
3
1:5
4
1:6
5
1:3
6
1:4
7
1:5
8
1:6
9
1:3
10
1:4
11
1:5
12
1:6
3.4
Kecepatan Pengadukan (rpm)
140
160
180
PROSEDUR PENELITIAN
3.4.1 Prosedur Pembuatan Karbon Aktif
1.
Ampas teh diambil dari pedagang mie aceh Pasar V Padang Bulan,
Medan.
2.
Ampas teh dikeringkan dengan menggunakan Tray Drier dengan suhu 40
o
C sampai teh kering.
17
Universitas Sumatera Utara
3.
Ampas teh dihaluskan dengan menggunakan ball mill.
4.
Ampas teh diayak dengan menggunakan ayakan 50 mesh
5.
Ampas teh direndam dalam larutan H3PO4 85% selama 24 jam.
Perbandingan antara ampas teh : H3PO4 adalah 1:2.
6.
Ampas teh yang telah diaktivasi selanjutnya dikeringkan di dalam oven
pada suhu 110 C.
7.
Ampas teh yang telah kering dikarbonisasi dengan menggunakan reaktor
pirolisis pada suhu 500 C selama 15 menit
8.
Karbon aktif hasil pirolisis dicuci dengan air bersuhu 85 C sampai pH
netral.
9.
Karbon aktif dikeringkan dalam oven pada suhu 110 C.
10. Karbon aktif dihaluskan dengan menggunakan mortar.
3.4.2
Prosedur Analisa Kadar Abu (SNI 06-3730-1995)
1.
Cawan porselin dikeringkan di dalam furnace pada suhu 600 oC selama
30 menit.
2.
Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu
ditimbang berat kosongnya.
3.
Ke dalam cawan tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram.
4.
Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam
furnace pada suhu 850 oC selama 4 jam sampai sampel menjadi abu.
5.
Cawan diangkat dari dalam furnace dan didinginkan di dalam desikator
lalu ditimbang.
6.
Kadar abu dihitung dengan Persamaan 3.1.
Kadar abu (%) = (A/B) x 100%
(3.1)
A = Berat abu (gram)
B = Berat sampel (gram)
3.4.3
Pengujian Kadar Zat Volatil (SNI 06-3730-1995)
1. Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam
furnace selama 30 menit dan didinginkan di dalam desikator
18
Universitas Sumatera Utara
2. Kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel ke dalam
cawan kosong tersebut
3. Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace dengan
suhu 950 oC selama 7 menit
4. Kadar zat volatil pada suhu 950 oC dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 3.2.
Kadar volatil =
w -w1
w
(3.2)
x1
dimana:
w0 = Berat sampel awal (gram)
w1 = Berat sampel setelah pemanasan (gram)
3.4.4 Prosedur Kinetika Adsorpsi
1. Minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan karbon aktif disiapkan dengan
perbandingan (w/w) 1 : 6 di dalam beaker glass .
2. Campuran dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 40 oC dan
dihomogenkan menggunakan motor listrik dengan kecepatan konstan 180
rpm.
3. Campuran diambil dengan interval waktu yang telah ditentukan hingga
mencapai waktu setimbang.
4. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No.1.
5. Campuran yang telah selesai disaring, dimasukkan ke dalam botol plastik
dan dianalisa dengan alat HPLC.
3.4.5
Prosedur Kajian Isoterm Adsorpsi
1. Minyak kelapa sawit (crude palm oil) dan karbon aktif disiapkan dengan
perbandingan (w/w) 1 : 3 di dalam beaker glass .
2. Campuran dipanaskan menggunakan hot plate pada suhu 40 C dan
dihomogenkan menggunakan motor listrik dengan kecepatan konstan 180
rpm selama 20 menit. Selama proses berlangsung beaker glass ditutup
dengan menggunakan alumunium foil.
3. Setelah selesai, campuran disaring untuk memisahkan filtrat dan
adsorbennya menggunakan kertas saring Whatman No. 1.
19
Universitas Sumatera Utara
4. Filtrat dimasukkan ke dalam botol plastik dan dianalisa dengan alat
HPLC.
5. Percobaan diulangi dengan variasi berat Karbon aktif : CPO yaitu untuk
1:4 ; 1:5 ; 1:6 dan kecepatan pengadukan adsorpsi yaitu 140 dan 160
rpm.
3.4.6 Analisa Sampel
1. Pengujian Kadar Abu dan Kadar Zat Volatil (Volatile matter) dilakukan di
Laboratorium Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI), Medan.
2. Pengujian luas permukaan karbon aktif dilakukan di Laboratorium
Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.
3. Konsentrasi α-tokoferol dalam CPO akan dianalisa sebelum dan sesudah
proses adsorpsi dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-VIS
pada Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Medan.
3.4.7 Pengolahan Data
1. Penentuan % adsorpsi dan kapasitas adsorben.
2. Penentuan model isoterm yang sesuai dengan hasil penelitian pada
masing-masing suhu adsorpsi.
3. Penentuan model kinetika proses adsorpsi yang sesuai dengan hasil
penelitian.
20
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
KARAKTERISTIK KARBON AKTIF DARI AMPAS TEH
Karakteristik karbon aktif dari ampas teh ditentukan oleh beberapa parameter
diantaranya adalah kadar abu, kadar volatile matter, dan luas permukaan karbon
aktif. Tabel 4.1 menampilkan karakteristik karbon aktif dari ampas teh.
Tabel 4.1 Karakteristik Karbon Aktif dari Ampas Teh
Parameter
Nilai
Kadar Abu (%)
6,17
Kadar Volatile Matter (%)
46
Luas Permukaan (m2/g)
717,460
Luas Mikropori (m2/g)
411,227
Luas Permukaan Eksternal (m2/g)
306,233
Penentuan kadar abu dan kadar volatile matter maing-masing dilakukan
menggunakan metode SNI 06-3730-1995 dan metode SNI 06-3730-1995. Sedangkan
untuk penentuan luas permukaan, luas mikropori, dan luas permukaan eksternal
dilakukan dengan metode BET menggunakan alat Nova Station B buatan
Quantachcrome.
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar abu yang terkandung dalam
karbon aktif dari ampas teh adalah sebesar 6,17%. Kadar abu menunjukkan besarnya
kandungan pengotor yang terdapat pada karbon aktif tersebut. Syarat kadar abu
dinyatakan sesuai Standar Nasional Indonesia apabila kadar abu yang dikandung
dalam karbon aktif tidak lebih dari 10% [34]. Berdasarkan standar tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa kadar abu dalam karbon aktif dari ampas teh telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia.
21
Universitas Sumatera Utara
Untuk
parameter volatile matter, jumlah volatile matter yang terkandung
dalam karbon aktif dari ampas teh adalah 46%. Kadar volatile matter menunjukkan
besarnya kandungan senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam karbon
aktif pada suhu 950 oC [35]. Semakin lama waktu perendaman dan semakin tinggi
konsentrasi aktivator akan menyebabkan semakin tinggi pula kandungan volatile
matter yang terdapat dalam karbon aktif [36]. Kadar volatile matter yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia adalah maksimal 25% [36]. Berdasarkan hal
tersebut, maka kadar volatile matter pada karbon aktif dari ampas teh belum sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia. Hal ini dapat disebabkan oleh waktu
perendaman yang terlalu lama dan konsentrasi aktivator yang digunakan terlalu
tinggi sehingga menyebabkan tingginya kandungan zat volatile matter yang terdapat
dalam karbon aktif dari ampas teh.
Dari Tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa karbon aktif dari ampas teh memiliki
luas permukaan sebesar 717,460 m2/g dengan luas mikropori sebesar 411,227 m2/g,
dan luas permukaan eksternal sebesar 306,233 m2/g. Luas permukaan karbon aktif
umumnya berkisar antara 300-2.000 m2/g [37]. Berdasarkan hal ini dapat
disimpulkan bahwa luas permukaan karbon aktif dari ampas teh telah berada dalam
rentang nilai yang umum.
Berdasarkan parameter yang telah diuraikan diatas, maka karbon aktif dari
ampas teh telah mendekati karakteristik dari karbon aktif standar, hal ini dapat dilihat
dari kadar abu dan luas permukaan karbon aktif dari ampas teh yang telah sesuai
dengan standar. Namun karbon aktif dari ampas teh masih memiliki kadar volatile
matter yang tinggi sehingga perlu ditentukan proses aktivasi yang optimal agar kadar
volatile matter sesuai dengan standar.
4.2
PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN DAN RASIO KARBON
AKTIF : CPO TERHADAP PERSENTASE ADSORPSI α-TOKOFEROL
Konsentrasi awal α-tokoferol yang terkandung dalam CPO sebesar 261,23
ppm. Konsentrasi α-tokoferol terus menurun seiring bertambahnya waktu setelah
dikontakkan dengan adsorben selama 20 menit pada kecepatan pengadukan 140, 160,
dan 180 rpm. Pengaruh suhu dan rasio karbon aktif : CPO terhadap persentase
adsorpsi ditampilkan pada Gambar 4.1.
22
Universitas Sumatera Utara
Persentase Adsorpsi (%)
90
80
70
140 rpm
60
160 rpm
50
180 rpm
40
30
20
0
1 1: 3
12: 4
1 3: 5
1 4: 6
Rasio Karbon Aktif : CPO
5
Gambar 4.1 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Rasio Karbon Aktif : CPO
Terhadap Persentase Adsorpsi α-Tokoferol
Dengan jumlah massa adsorben yang sama, dapat dilihat bahwa dengan
bertambahnya jumlah CPO yang digunakan akan mengakibatkan penurunan pada
persentase adsorpsi. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat untuk ketiga kondisi kecepatan
pengadukan, persentase adsorpsi terus menurun seiring dengan bertambahnya rasio
antara karbon aktif : CPO. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan adsorben untuk
menjerap α-tokoferol semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah CPO.
Sedangkan untuk pengaruh kecepatan pengadukan, dapat dilihat bahwa
semakin cepat pengadukan maka persentase adsorpsi semakin meningkat. Laju
adsorpsi dikendalikan oleh film dan difusi pori yang dipengaruhi oleh pengadukan.
Kecepatan pengadukan yang rendah menyebabkan menebalnya lapisan film pelarut
yang mengelilingi adsorben dan menjadikan lapisan film sebagai tahap pengendali
laju adsorpsi, sedangkan apabila kecepatan pengadukan tinggi lapisan film akan
menipis sehingga difusi pori menjadi tahap pengendali laju adsorpsi [40]. Dengan
meningkatnya kecepatan pengadukan maka difusi pori α-tokoferol akan semakin
mudah dan adsorbat yang dapat dijerap semakin besar, sehingga akan meningkatkan
persentase adsorpsi α-tokoferol. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase adsorspi
maksimum yang diperoleh untuk adsorpsi α-tokoferol yaitu pada rasio karbon aktif :
CPO sebesar 1:3 dengan kecepatan pengadukan 180 rpm yaitu sebesar 84,42%.
23
Universitas Sumatera Utara
Namun pada kecepatan yang tinggi, untuk rasio karbon aktif : CPO yang rendah,
pengaruh kecepatan pengadukan tidak begitu besar. Hal ini dapat dilihat pada rasio
1:3
untuk kecepatan pengadukan 160 rpm persentase adsorpsi sebesar 84,36%
sedangakan untuk kecepatan pengadukan 180 rpm sebesar 84,42%.
4.3
PENGARUH KECEPATAN PENGADUKAN DAN RASIO KARBON
AKTIF : CPO TERHADAP KAPASITAS ADSORPSI α-TOKOFEROL
Selain persentase adsorpsi, aspek yang ditinjau dalam proses adsorpsi α-
tokoferol dengan karbon aktif dari ampas teh adalah jumlah adsorbat yang mampu
dijerap oleh karbon aktif dari ampas teh. Pada penelitian ini dilihat bagaimana
pengaruh kecepatan pengadukan dan rasio karbon aktif : CPO terhadap kapasitas
adsorpsinya. Data hasil penelitian mengenai pengaruh kecepatan pengadukan dan
rasio karbon aktif : CPO ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
1.20
1.10
1.00
140 rpm
0.90
160 rpm
0.80
180 rpm
0.70
0.60
0.50
0.40
0
1 1: 3
1 2: 4
1 3: 5
1 4: 6
5
Rasio Karbon Aktif : CPO
Gambar 4.2 Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Rasio Karbon Aktif : CPO
Terhadap Kapasitas Adsorpsi α-Tokoferol
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan pada kapasitas
adsorpsi seiring dengan semakin bertambahnya kecepatan pengadukan. Dapat dilihat
pada percobaan dengan kondisi rasio karbon aktif : CPO sebesar 1:6, terjadi kenaikan
pada kapasitas adsorpsi dari 0,5164 mg/gram untuk kecepatan 140 rpm, menjadi
0,9841 mg/gram untuk kecepatan 160 rpm kemudian bertambah lagi menjadi 1,0973
24
Universitas Sumatera Utara
mg/gram untuk kecepatan 180 rpm. Hal ini disebabkan oleh dengan semakin
besarnya kecepatan pengadukan maka akan menyebabkan lapisan film pelarut yang
mengelilingi adsorben semakin tipis [43] sehingga akan meningkatkan kapasitas
adsorpsi. Namun untuk rasio karbon aktif : CPO yang rendah seperti pada keadaan
1:3, kenaikan kapasitas adsorpsi tidak begitu signifikan pada kecepatan 160 rpm
dengan 180 rpm yaitu dari 0,7388 mg/gram menjadi 0,7394 mg/gram.
Sedangkan untuk pengaruh rasio antara karbon aktif : CPO, kapasitas adsorpsi
akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya rasio. Hal ini dapat dilihat
pada percobaan dengan kecepatan 160 dan 180 rpm dimana kapasitas adsorpsi terus
meningkat seiring dengan semakin besarnya rasio antara karbon aktif : CPO. Dengan
jumlah massa karbon aktif dari ampas teh yang sama, penambahan massa CPO akan
meningkatkan massa α-tokoferol yang terkandung didalamnya, sehingga akan
menyebabkan semakin besar jumlah massa α-tokoferol yang dapat diadsorpsi.
Berdasarkan hasil percobaan, kapasitas adsorpsi terbesar diperoleh pada keadaan
rasio karbon aktif : CPO pada 1:6 dan kecepatan pengadukan 180 rpm dengan nilai
sebesar 1,0973 mg/g.
4.4
KINETIKA ADSORPSI α-TOKOFEROL
Penetuan model kinetika dilakukan berdasarkan persamaan model kinetika
orde satu dan orde dua semu yang ditunjukkan oleh Persamaan 2.5 dan 2.7. Pada
penelitian ini, digunakan perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) = 1:6 pada
kecepatan pengadukan 180 rpm yang dianalisa pada interval waktu yang telah
ditentukan hingga mencapai kesetimbangan.
Selama proses adsorpsi, nilai konsentrasi α-tokoferol akan berkurang seiring
dengan pertambahan waktu hingga tercapai nilai yang konstan pada suatu waktu
tertentu. Hal ini diakibatkan oleh sudah tercapainya kondisi kesetimbangan pada
proses adsorpsi. Penurunan nilai konsentrasi α-tokoferol hingga mencapai kondisi
kesetimbangan ditunjukkan oleh Gambar 4.3.
25
Universitas Sumatera Utara
Konsentrasi α-Tokoferol(ppm)
300
250
200
150
100
50
0
0
5
10
t(menit)
15
20
25
Gambar 4.3 Kurva Penyerapan α-Tokoferol
Data hasil penelitian yang diperoleh kemudian diolah untuk menentukan model
kinetika yang sesuai pada proses adsorpsi α-tokoferol. Penentuan model kinetika
dilakukan dengan menguji kesesuaian antara data hasil penelitian dengan Persamaan
2.5 dan Persamaan 2.7 yang telah dilinierisasi menjadi Persamaan 2.6 dan Persamaan
2.8 seperti yang ditunjukkan pada Subbab 2.7 sehingga diperoleh grafik hubungan
antara t vs Log(qe-qt) untuk model kinetika orde satu semu dan t vs t/qt untuk model
kinetika orde dua semu. Uji kesesuaian data penelitian dengan kedua model kinetika
ditunjukkan pada gambar 4.2 dan 4.3
0.00
-0.20
0
10
20
Log (qe-qt)
-0.40
-0.60
-0.80
-1.00
-1.20
-1.40
y = -0.0692x - 0.1676
R² = 0.7874
-1.60
t
Gambar 4.4 Uji Kesesuaian Data Penelitian dengan Model Kinetika Orde Satu Semu
26
Universitas Sumatera Utara
18
16
14
t/qt
12
10
8
6
y = 0.6335x + 1.0179
R² = 0.9934
4
2
0
0
10
20
30
t (menit)
Gambar 4.5 Uji Kesesuaian Data Penelitian dengan Model Kinetika Orde Dua Semu
Dari Gambar 4.2 dan 4.3 didapat persamaan dan nilai koefisien korelasi
masing-masing model kinetika untuk dihitung konstantanya. Persamaan dan nilai
koefisien korelasi masing-masing model kinetika disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Data Kinetika Adsorpsi α-tokoferol
Model Kinetika
Persamaan
R2
Konstanta
Orde Satu Semu
Lagergen
y = -0,0692x - 0,1676
0,7874
k1 = 0,6798
Orde Dua Semu
Lagergen
y = 0,6335x + 1,0179
0,9934
k2 = 0,0578
Pemodelan kinetika adsorpsi memberikan informasi mengenai waktu yang
dibutuhkan untuk penyelesaian suatu proses adsorpsi berdasarkan laju penjerapan
adsorbat [18]. Penentuan model kinetika adsorpsi yang sesuai dapat ditentukan
berdasarkan nilai koefisien korelasi (R2) yang paling mendekati 1 [38]. Berdasarkan
Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa persamaan kinetika yang paling sesuai untuk adsorpsi
α-tokoferol dengan menggunakan karbon aktif dari ampas teh adalah kinetika orde
dua semu dengan persamaan: y = 0,6335x + 1,0179. Hal ini ditunjukkan oleh
besarnya nilai R2 yang mendekati 1 yaitu sebesar 0,9934. Sehingga dapat
27
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan bahwa proses adsorpsi α-tokoferol dengan karbon aktif adalah model
kinetika orde dua semu dengan nilai konstanta sebesar 0,0578. Model kinetika orde
dua semu memberikan asumsi bahwa adsorpsi kimia merupakan tahap penentu
kecepatan yang mengontrol proses adsorpsi tersebut [41, 42].
4.5
PENENTUAN MODEL ISOTERM ADSORPSI
Pada penelitian ini, model isoterm adsorpsi didekati menggunakan persamaan
isoterm Langmuir dan persamaan isoterm Freundlich. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui apakah proses adsorpsi α-tokoferol merupakan adsorpsi lapisan tunggal
atau lapisan jamak [39]. Gambar 4.3 menyajikan hubungan antara konsentrasi
keseimbangan dengan kapasitas adsorpsi ada keadaan isoterm.
1.2
Qe (mg/g)
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0
20
40
60
Ce
80
100
120
Gambar 4.6 Keadaan Isoterm Adsorpsi α-Tokoferol
Data pada keadaan isoterm kemudian diolah untuk mendapatkan model isoterm
adsorpsi yang sesuai. Uji kesesuaian dengan model isoterm Langmuir dilakukan
mengikuti Persamaan 2.1 yang telah dilinierisasi menjadi Persamaan 2.2. sedangkan
untuk model isoterm Freundlich dengan menggunakan Persamaan 2.3 yang telah
dilinierisasi menjadi Persamaan 2.4
Uji kesesuaian data penelitian dengan model isoterm pada berbagai kecepatan
ditunjukkan oleh Gambar 4.4 untuk model isoterm Langmuir dan Gambar 4.5 untuk
model isoterm Freundlich
28
Universitas Sumatera Utara
100
80
Ce/qe
60
40
y = 0.712x + 19.195
R² = 0.927
20
0
0
50
100
150
Ce
Gambar 4.4 Kurva Isoterm Langmuir
0.10
Log qe
0.00
1.5
1.6
1.7
1.8
-0.10
1.9
2.0
2.1
y = 0.2989x - 0.5499
R² = 0.5615
-0.20
Log Ce
Gambar 4.5 Kurva Isoterm Freundlich
Dari persamaan linier yang diperoleh dilakukan perhitungan untuk
memperoleh nilai dari konstanta masing-masing model adsorpsi. Parameter dari
model isoterm Langmuir dan Freundlich yang ditentukan untuk proses penjerapan αtokoferol disajikan dalam Tabel 4.3.
29
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Nilai Konstanta untuk Model Isoterm Langmuir dan Freundlich
Model Isoterm
Parameter
Langmuir
Persamaan
y = 0,712x + 19,195
R2
0,927
qm (mg/gr)
1,4045
KL (L/mg)
0,03709
Persamaan
y = 0,2989x - 0,5499
R2
0,5615
KF (L/mg)
0,282
N
3,346
Freundlich
Nilai
Persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich merupakan persamaan isoterm
yang paling sering digunakan dalam studi mengenai adsorpsi. Data hasil percobaan
yang paling sesuai dengan persamaan digunakan untuk menentukan karakteristik dari
kesetimbangan adsorpsi [39].
Penentuan model isoterm adsorpsi didasari oleh nilai R2 yang paling mendekati
1. Apabila nilai R2 semakin mendekati 1, menunjukkan bahwa semakin besar
korelasi antara data percobaan dengan pemodelan isoterm tersebut. Berdasarkan data
yang diperoleh pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa pada percobaan adsorpsi αtokoferol dengan karbon aktif dari ampas teh, model isoterm lebih condong kepada
pemodelan Langmuir. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2untuk model isoterm
Langmuir yaitu sebesar 0,927, sedangkan untuk model Freundlich hanya diperoleh
nilai R2 sebesar 0,5615.
Model isoterm Langmuir memberikan anggapan bahwa proses adsorpsi yang
terjadi adalah proses adsorpsi lapisan tunggal. Kapasitas maksimum adsorpsi per
massa adsorben ditentukan oleh nilai konstanta Langmuir yang menunjukkan afinitas
solut dengan adsorben. Model isoterm Langmuir juga memberikan fakta bahwa
adsorpsi yang terjadi pada komponen dengan seluruh situs aktif dari adsorben
memiliki energi adsorpsi yang sama [6,39].
30
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil percobaan, dapat diambil kesimpulan bahwa adsorpsi yang
terjadi pada α-tokoferol memiliki energi adsorpsi yang sama untuk setiap situs aktif
dari karbon aktif dari ampas teh. Adsorpsi yang terjadi pada karbon aktif dari ampas
teh dengan α-tokoferol membentuk suatu sistem adsorpsi lapisan tunggal.
Hasil penelitian terdahulu yang menggunakan karbon aktif sebagai adsorben αtokoferol pada larutan etanol menunjukkan bahwa model kinetika yang sesuai adalah
model isoterm Langmuir dengan nilai korelasi sebesar 0,9037 [19]. Begitu pula pada
penggunaan Clipnoytilolite Tuff yang diaktivasi asam sebagai adsorben α-tokoferol
juga menunjukkan bahwa pemodelan isoterm Langmuir merupakan pemodelan yang
paling sesuai. Hal ini dibuktikan dengan nilai korelasi yang diperoleh yaitu sebesar
0,99 untuk pemodelan isoterm Langmuir dan 0,90 untuk pemodelan isoterm
Freundlich [6].
31
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah:
1.
Berdasarkan luas permukaan dan kadar abu, maka karakteristik karbon aktif
dari ampas teh telah sesuai dengan karakteristik karbon aktif secara umum
2.
Persamaan model kinetika yang mewakili penjerapan α-tokoferol adalah
kinetika orde dua semu Lagergren dengan nilai R2 sebesar 0,9934.
3.
Persamaan model isoterm yang mewakili penjerapan α-tokoferol adalah
isoterm Langmuir dengan nilai R2 sebesar 0,927.
4.
Kondisi operasi adsorpsi terbaik diperoleh pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
5.
Nilai persentase adsorpsi maksimum sebesar 84,42% diperoleh pada
perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) 1: 3 pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
6.
Nilai kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 1,0973 mg/gram diperoleh pada
perbandingan karbon aktif : CPO (w/w) 1: 6 pada kecepatan pengadukan 180
rpm.
5.2 SARAN
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1.
Melakukan variasi menggunakan pelarut yang sesuai untuk α-tokoferol
sehingga mengurangi kompetisi antara
α-tokoferol dengan komponen lain
yang terkandung dalam CPO.
2.
Menggunakan karbon aktif komersil untuk membandingkan kemampuan daya
serap karbon aktif dari ampas teh dengan karbon aktif komersil tersebut dalam
mengadsorpsi α-tokoferol dari CPO
3.
Menggunakan larutan α-tokoferol murni untuk melihat kemampuan terbaik
dari karbon aktif dari ampas teh dalam menjerap α-tokoferol.
4.
Menggunakan perbandingan adsorben : CPO yang lebih rendah untuk
meningkatkan persentase adsorpsi.
32
Universitas Sumatera Utara