Partai Politik dan Pemilu Kaderisasi dan

Partai Politik dan Pemilu, Kaderisasi dan Permainan Sepak Bola
By: Ahlam Aliatul Rahma

Tahun 2014 memang tahun yang panas. Tahun politik katanya. Pesta demokrasi yang
bakalan diselenggarakan, kini sudah di depan mata. Menggairahkan namun juga
mengkhawatirkan. Apalagi, pemilihan umum untuk legislatif kini sudah dilaksanakan. Satu
tahap sudah terlampaui. Namun kita belum menginjak fase klimaksnya. Fase klimaks dari
ketegangan yang sudah tercipta jauh-jauh hari sebelumnya. Penentuan RI-1 pada Agustus
mendatang.
Bagaimana tidak menarik kawan. Calon-calon presiden yang ada sungguh berbeda
dari pemilihan umum (pemilu) tahun-tahun sebelumnya. Dari golongan muda, nampang
beberapa nama yang termasuk baru dalam kancah perpolitikan bangsa, misalnya saja Anies
Baswedan, Hari Tanoe Sodibyo, Chairul Tanjung, dan tokoh paling populer saat ini, siapa
lagi kalau bukan Jokowi. Namun masih banyak juga tokoh-tokoh dari golongan tua yang
diprediksi akan mencalonkan diri menjadi presiden Republik ini. Yang tentunya mereka
bukanlah orang baru dalam kancah politik selama ini. Sebut saja Prabowo, Megawati, Abu
Rizal Bakri, Hatta Rajasa, Surya paloh, atau Jusuf Kalla. Ada juga yang sebelumnya begitu
kita kenal lebih sebagai negarawan dan hakim konstitusi, ialah Dahlan Iskan (sekarang
menjabat sebagai Menteri BUMN) dan Mahfud MD (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi).
Beragam sekali pilihan yang nantinya akan dihadapi oleh rakyat. Mereka, entah orang lama
atau baru, yang tentunya juga berasal dari berbagai latar belakang profesi sebelumnya,

diharapkan membawa atmosfer yang sejuk bagi pemilu kita saat ini.
Sebenarnya harapan rakyat tidak muluk-muluk. Mereka semua mengharapkan sosok
pemimpin yang mempunyai integritas, kapabilitas, dan tanggung jawab yang tinggi. Sosok
pemimpin yang dinilai dapat mengayomi rakyat beserta semua aspirasinya. Karena aspirasi
rakyat bakal selalu ada dan akan lebih kompleks sifatnya.
Dalam pemilihan presiden (pilpres) nanti, haruslah kita benar-benar mengetahui,
mengenal, dan memahami sosok dan visi-misi dari setiap calon presiden kita. Atau
setidaknya, kita harus benar-benar punya dasar mengapa menjatuhkan pilihan kita pada calon
tersebut. Bukankah salah besar ketika kita hanya sokor nyontreng atau memilih secara asalasalan tanpa dasar, apalagi hanya karena beribu slogan yang terpasang di jalan-jalan, atau
pada pohon-pohon yang malang. Itu cuma (maaf, kalau saya boleh berkata) omong kosong
kampanye. Bualan janji-janji. Toh yang membikin poster-poster dan slogan-slogan kampanye
bukan mereka sendiri, tapi orang-orang bawahannya. Sungguh kita harus cerdas sebagai
pemilih. Sebagai penentu masa depan bangsa.
Jangan lupa pula, bahwa calon-calon tersebut tidaklah lepas dari sokongan partai
politiknya masing-masing. Semuanya berbendera. Atau bisa jadi juga, mereka adalah alat
dari partai politik itu sendiri agar tetap ngeksis. Ketika kita menilik kualitas partai tertentu,
selain dari segi pandangan partai tersebut, tentunya kita akan lebih mudah melihat pada
kaderisasi yang dilakukan. Berhasil atau tidaknya. Maka kita akan lebih mudah melihat dari
bagaimana rekam jejak para kader-kadernya. Apakah bermunculan tokoh-tokoh baru yang


dianggap mumpuni dan dapat dipercaya oleh rakyat, atau juga bagaimana kiprah para kaderkader dari para partai politik di panggung pemerintahan. Dari munculnya tokoh-tokoh baru
yang segar, mumpuni, bersih, dan cakap, serta mampu menyuarakan aspirasi rakyat, sampai
terciptanya iklim pemerintahan yang bersih dari praktek KKN.
Bagi beberapa partai politik, kaderisasi tokoh-tokoh nasional bukan hal yang mudah.
Contohnya saja, partai PDI P. Sepertinya partai ini sudah kekurangan tokoh saja. Tokoh
sentral selama ini berpusat pada Megawati saja. Namun, akhir-akhir ini, partai ini kembali
menunjukkan moncongnya dengan melambungnya nama Jokowi sebagai Gubernur Provinsi
DKI Jakarta, yang dikenal merakyat, bersih, dan mampu mendengarkan aspirasi dari
masyarakat. Sampai-sampai pada perhitungan Quick Count sementara ini, PDIP berhasil pada
urutan pertama. Namun baru seumur jagung ia menjabat sebagai gubernur, ia sudah tergiur
tawaran menjadi calon orang nomor satu di negeri ini. Saya secara pribadi, terlanjur kecewa
pada Jokowi. Bagaimana bisa ia mau diperalat partainya untuk berkuasa. Bukankah partai
tersebut semacam aji mumpung terhadap popularitas yang dimiliki Jokowi saat ini. Ketika
disukai banyak orang, strategi politikpun semakin mudah dilancarkan demi berburu kursi
kekuasaan.
Selain itu, kaderisasi juga dapat dinilai dari trek record atau rekam jejak dari kiprah
tokoh-tokoh politik di panggung pemerintahan. Apakah orang-orang tersebut dianggap
mampu dan mau menyuarakan serta memperjuangkan aspirasi rakyat selama menjabat di
legislatif ataupun di eksekutif atau tidak. Bagaimana tingkat kebersihan orang-orang dari
partai politik tersebut. Banyak sudah yang terperangkap dan terjerat masalah hukum yang

kebanyakan akibat kasus korupsi yang terbeberkan. Skandal-skandal politik yang tercium
publik. Atau juga masalah amoral atau kesusilaan yang dilanggar. Sungguh ketika para kader
politik ini tersandung hukum, berarti melemparkan kotoran ke wajah partainya sendiri. Itu
karena publik terlanjur percaya, bahwa kader-kader tersebut merupakan representasi dari
partai politik yang menaungi mereka. Kader-kader yang bermasalah menunjukkan partainya
juga bermasalah.
Kalau sudah begitu, lalu buru-buru pihak partai cuci tangan dalam masalah yang
dihadapi kadernya. Argumennya dimana-mana selalu sama. Kita tidak tahu dan tidak akan
mengintervensi, serahkan saja semua pada hukum. Beres sudah. Itu karena ketakutan partai
bahwa kasus kadernya bakalan menurunkan elektabilitas atau daya keterpilihan partai di
mata rakyat. Contohnya banyak. Diantaranya saja yaitu kasus Nazarudin dalam kasus Wisma
Atlet Palembang yang menyeret nama Angelina Sondakh serta Ketua Umum Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum. Tidak beres sampai nama-nama itu saja, sang Menteri
Pemuda dan Olahraga, Andi Malarangeng ikut terseret dan harus lengser dari jabatannya itu.
Partai Demokrat diguncang gempa dahsyat. Akibat seriusnya adalah kepercayaan rakyat pada
Partai Demokrat menurun dan itu drastis.
Lagi-lagi, rakyat haruslah cerdas dalam memilih. Dari banyaknya calon yang ada,
harus benar-benar dilihat mana calon yang dapat mengatasi seabrek permasalahan negara
yang kian menumpuk dan membusuk. Sungguh amat berat kerja pemimpin dan rakyat


kedepannya. Maka pemilu ini haruslah benar-benar dilakukan secara demokratis, bersih, jujur
dan adil. Dan dalam pemilu haruslah dipatuhi aturan-aturan yang ada oleh semua pihak.
Dapat diumpamakan pemilu ini adalah permainan sepak bola. Ketika pemilu dan
sepak bola sama-sama mempunyai aturan, maka harus dipatuhi bersama oleh semua pihak.
Semuanya harus bermain secara fair play, tidak main serong. KPU dan Panwaslu haruslah
diibaratkan wasit, yang mana haruslah bekerja secara jujur dan adil. Tidak memihak
siapapun, dan menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak manapun.
Jangan sampai ada pelanggaran sebelum atau saat pemilu berlangsung. Misalnya saja yang
marak dilakukan adalah money campaign atau kampanye uang. Sedang para peserta pemilu
adalah pemain di lapangan yang mana dapat bermain bagus dan menang jika di dukung oleh
suporter, dalam hal ini adalah masyarakat. Ketika gol yang dinanti-nanti tercetak, maka itu
adalah kemenangan dalam pemilu. Namun, kalau dalam sepakbola suporter masih bersikap
primordial, kedaerah-daerahan, maka dalam pemilu tidak disarankan. Pilihan haruslah
didasarkan pada visi-misi, serta prinsip para calon pemimpin serta pandangannya ke depan
untuk bangsa ini. Dan para terpelajar, misalnya mahasiswa, adalah sebagai pengamat. Tidak
hanya berkomentar mengenai permainan, tapi memberikan solusi serta penerangan bagi
masyarakat.
Demikian, di mana-mana, sebuah permainan mempunyai ruh, yaitu aturan. Dan ruh
itu akan hidup jika di dukung oleh semua pihak, dalam hal ini yaitu para penyelenggara dan
pengawas pemilu, peserta pemilu, serta masyarakat Indonesia sekalian. Semoga pemilu kita

melahirkan pemimpin bangsa dan negara yang amanah, kompeten, dan tangguh.
Sukses Pemilu kita 2014.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2