LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA I (2)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
SISTEM DISPERSI

NAMA

: Lily Cyntia Fauzi

NPM

: 260110140148

HARI,TANGGAL PRAKTIKUM

: RABU, 13 MEI 2015

ASISTEN

: 1. NURUL ROHMANIASARI
2. ZEFANYA OKTIVINA

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

Abstrak
Abstract
SISTEM DISPERSI
I.

II.

Tujuan
1. Mengamati proses sedimentasi pada sediaan suspense dan emulsi.
2. Menentukan redisersibilitas suspense atau emulsi.
3. Menguji konsistensi (kekentalan) sediaan gel.
Prinsip
1. Suspensi
Suspensi farmasi adalah disperse kasar, dimana partikel
padat yang tak larut terdispersi dalam medium cair (Anief,1993).

2. Evaluasi sediaan suspensi secara fisik
- Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi
akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum
mengendap.
Vi
F=
Vo
- Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari
suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi
deflokulasi (Voc)
Volume suspensi flokulasi
ᵝ=
Volume suspensi de flokulasi
(Nurwulandari,2013).
3. Redispersibilitas
Jika suatu sediaan suspensi menghasilkan endapan dalam
penyimpanan maka endapan tersebut harus terdispersi kembali
sehingga keseragaman dosis terpenuhi (Anjani,2010).
4. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya

terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
( Depkes, 1995).
5. Viskositas
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya

III.

tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan (Dudgale. 1986).
Reaksi

IV.

Teori Dasar

Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran
dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan
adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu
pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi
air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem
disperse (Ridwan, 2012)

Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran
secara merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi.
Tepung kanji bila dimasukan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem
dispersi dengan air sebagai medium pendispersi dan tepung kanji sebagai zat
terdispersi (Henrayani, 2009).
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi.
Bahan-bahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikelpartikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya
diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk
penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata
dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi
molekuler, dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin et al, 2008).
Dispersi molecular. Disperse molecular atau larutan adalah system satu
fase yang homogeny, jernih, dan memiliki diameter tidak lebih dari 10 -7cm.
partikel-partikel larutan tidak dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun
mikroskop ultra, sukar diendapkan, dan dapat melewati kertas saring biasa
maupun membrane semipermeable (Sumardjo, 2009).
Disperse koloid. Koloid adalah campuran yang heterogen. 3 fase (padat,
cair dan gas) dapay dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang
dapat membentuk system koloid hanya delapan. Koloid yang mengandung fase


terdispersi padat disebut sol. Koloid yang mengandung fase terdispersi cair
disebut emulsi. Koloid yang mengandung fase terdipersi gas disebut buih
(Sutresna, 2007).
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang biasanya
bercampur ( nonmixable atau unblendable ). Emulsi adalah bagian dari kelas yang
lebih umum dari sistem dua – fase materi disebut koloid. Meskipun istilah koloid
dan emulsi kadang-kadang digunakan secara bergantian, emulsi harus digunakan
ketika kedua tersebar dan fase kontinyu adalah cairan. Dalam emulsi, satu cair
( fase terdispersi ) tersebar di lain ( fase kontinyu ). Contoh emulsi meliputi
vinaigrettes, susu, mayones, dan beberapa cairan pemotongan untuk pengerjaan
logam (Aqila, 2014).
Pada pembuatan emulsi dibutuhukan emulgator atau zat penghubung yang
menyebabkan pembentukkan emulsi, contoh dari emulgator ini adalah sabun
(Sutresna, 2007).
Dispersi kasar. Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter
fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula
keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas antara fasa terdispersi
dengan medium pendispersi karena terjadinya pengendapan. Kita dapat
memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan penyaringan

(Ridwan, 2012).
Dispersi kasar ini disebut juga dengan suspense adalah system dua fase
yang heterogen, tidak jernih. Partikel dari suspense ini dapat dilihat dengan
mikroskop biasa, mudah diendapkan dan tidak dapat melewati kertas saring biasa
maupun membran semipermeable (Sumardjo, 2009).
Suspense adalah disperse zat padat di dalam air. Zat yang terdispersi
memiliki ukuran yang cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari
molekul-molekul zat terdispersi (Sutresna, 2007).

Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air
sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan
lain-lain (Ridwan, 2012).
Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang
diinginkan :
1. Zat yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap
2. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak
boleh membentuk suatu gumpalan padat tapi harus dengan cepat
terdispersi kembali menjadi suatu campuran homogen bila wadahnya
dikocok.
3. Suspensi tersebut tidak boleh terlalu kental untuk dituang dengan

mudah dari botolnya. (Martin et al, 1993).
System pembentukkan suspense ada dua, yaitu system flokulasi dan
system deflokulasi. Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi
kembali. Sedangkan partikel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya
membentuk sedimen, akan menjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang
keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).
Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari peyelidikan
sedimentasi adalah volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Colume sedimentasi
(F) didefinisikan sebagai perbandingan dari volume akhir dari endapan (Vu)
terhadap volume awal dari suspense (Vo) sebelum mengendap.
F=

Vu
Vo

Derajat flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi
(Vu) dengan volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc)
derajat flokulasi=


Vu
Voc

(Taufik, 2009).
V.
VI.
VII.

Alat dan Bahan
Prosedur
Data Pengamatan
VII.1.
Pembuatan Sediaan Suspensi dan Emulsi
Bahan Uji
Tragakan
Minyak Jarak
Tween 80
Aquadest
Minyak jarak
Aquadest

VII.2.

Konsentrasi
1
10 %v/v
2

Jumlah Sediaan
1 gram
10 ml
2 gram
Hingga 100 ml
10ml
Hingga 100 ml

10 %v/v

Pengamatan Sedimentasi
Volume Sedimentasi


No

Waktu

(ml)

0'

1
0

2
0

1
0

2
0


2

15'

6

0

0,06

0

3

30'

6

0

0,06

0

4

60'

6

0

0,06

0

5

90'

6

0

0,06

0

6

48 jam

6

0

0,06

0

1

Perhitungan
Nilai sedimentasi=
(1)
(2)
(3)
(4)

Nilai Sedimentasi

volume sedimentasi(ml)
volume total (ml)

0
100
¿0
6
Nilai sedimentasi=
100
¿ 0 ,06
6
Nilai sedimentasi=
100
¿ 0 ,06
6
Nilai sedimentasi=
100
Nilai sedimentasi=

¿ 0 ,06
6
(5) Nilai sedimentasi=
100
¿ 0 ,06
6
(6) Nilai sedimentasi=
100
¿ 0 ,06
VIII. Pembahasan
IX.
Kesimpulan
1.