Akuntansi Syariah Di Indonesia Sumber Hu

Akuntansi Syariah Di Indonesia
“Sumber Hukum Islam”

Nama Kelompok :
1. Yosi Varidhiartika

(1213010018)

2. Virgy Ade Septian

(1213010038)

3. M.ARIS ANDRI

(1213010039)

4. Shelvy S.

(1213010043)

Fakultas Ekonomi & Bisnis - Akuntansi


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya

2014 / 2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Sedangkan
hubungan al-Quran dengan ushul fiqih sangat erat dalam menentukan dasar untuk
menentukan hukum Islam (Dalil utama fiqih).
Selain Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, juga terdapat As-Sunnah dan juga Ijma’. AsSunnah merupakan semua perbuatan,perkataan, ataupun ketetapan Nabi Muhammad saw.
Sedangkan Ijma’ merupakan sebuah kesepakatan yang disepakati oleh para mujtahid umat
Islam yang berupa perbuatan setelah sepeninggal Rasulullah saw.
Al-Qur’an mempunyai kedudukan, dan fungsi yang sangat penting bagi umat Islam itu
sendiri.Begitu juga dengan As-Sunnah dan Ijma’.Sebagai sumber hukum Islam setelah AlQur’an, As-Sunnah dan Ijma’ juga memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi

umat Islam.
B.

Rumusan Masalah

1.

Apa pengertian, kedudukan, dan fungsi Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam ?

2.

Apa pengertian, kedudukan, dan fungsi As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam ?

3.

Apa pengertian, kedudukan, dan fungsi Ijma’ sebagai sumber hukum Islam ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.


Al-Qur’an

1.

Pengertian Al-Qur’an

Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara-a (‫ )قرأ‬sewazan dengan
kata fu’laan (‫) فعلن‬, artinya; bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat
dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata ‫ قرأن‬berarti ‫مقروء‬, yaitu isim maf’ul (objek) dari ‫قرأ‬.
Menurut istilah, Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman-firman Allah
SWT yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada rasul/nabi terakhir Nabi Muhammad saw.,
yang membacanya adalah ibadah.
Adapun pengertian Al-Qura’an menurut para ahli, yaitu :
·
Menurut Syaltut, Al-Qur’an adalah lafaz Arabi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, dinukilkan kepada kita secara mutawatir.
·
Al-Syaukani mengartikan Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, tertulis dalam mushhaf, dan dinukilkan secara mutawatir.

·
Defenisi Al-Qur’an yang dikemukakan Abu Zahrah ialah, kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw.

·
Menurut Al-Sarkhisi, Al-Qur’an adalah, kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., ditulis dalam mushhaf, diturunkan dengan huruf yang tujuh yang masyhur
dan dinulikan secara mutawatir.
·
Ibnu Subki mendefenisikan Al-Qur’an sebagai lafaz yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw., mengandung mu’jizat setiap suratnya, dan yang membacanya adalah
ibadah.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan Al-Qur’an adalah sebuah kitab atau
kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dengan lafaz arabi yang
dinukilkan kepada kita secara mutawatir dan yang membacanya adalah ibadah.
2.

Kedudukan Al-Qur’an

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama

dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga
membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung
dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum,
maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih
dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar
Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa
yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya
sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan
hubungan manusia dengan alam.
3.

Fungsi Al-Qur’an

Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw., untuk disampaikan kepada
manusia bagi kemaslahatan dan kepentingan mereka, khususunya umat mukminin
percaya akan kebenarannya. Kemaslahatan itu dapatmmendatangkan manfaat
keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemadaratan

kecelakaan yang akan menimpanya.

umat
yang
atau
atau

Beberapa bentuk ungakapan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan fungsi turunnya
Al-Qur’an kepada umat manusia adalah:
·

Sebagai hudan atau petunjuk bagi kehidupan umat.

·
Sebagai rahmat atau keberuntungan yang diberikan Allah dalam bentuk kasih
sayangnya.
·
Sebagai furqon yaitu pembeda antara yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang
haram, yang dapat dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan.
·

Sebagai mau’idhoh atau pengajaran yang akan mengajar dan membimning umat dalam
kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
·
Sebagai Busyra yaitu berita gembira bagi orang yang telahberbuat baik kepada Allah
dan sesama manusia.

·
Sebagai “Tibyan” atau “mubin” yang berarti penjelasan atau menjelaskan terhadap
segala sesuatu yang disampaikan oleh Allah.
·
Sebagai Mushoddiq atau pembenar terhadap kitab yang datang sebelumnya (taurat,
zabur, dan injil), ini berarti bahwa Al-Qur’an memberikan pengakuan terhadap kebenaran
ketiganya yang berasal dari Allah.
·
Sebagai Nur atau cahaya yang akan menerangi kehidupan manusia dalam menempuh
jalan menuju keselamatan.
·
Sebagai Tafsil yaitu memberikan penjelasan secara rinci sehingga dapat dilaksakan
sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
·


Sebagai Syifa’ual-shudur atau obat bagi rohani yang sakit.

·

Sebagai Hakim yaitu sumber kebijaksanaan.

B.

As-Sunnah

1.

Pengertian As-Sunnah

Kata “sunnah” (‫ ) سنة‬berasal dari kata ‫ سن‬secara etimologis berarti cara yang biasa
dilakukan, apakah cara itu sesuatu yang baik, atau buruk. Penggunan kata sunnah dalam arti
ini
terlihat
dalam

sabda
Nabi
:
“Siapa yang membuat Sunnah yang baik maka baginya pahala serta pahala orang yang
mengerjakannya dan siapa yang membuat sunnah yang buruk, maka baginya siksaan serta
siksaan orang yang mengerjakannya sampai hari kiamat”.
Dalam Al-Qur’an terdapat kata “Sunah” dalam 16 tempat yang tersebar dalam beberapa surat
dengan arti “kebiasaan yang berlaku” dan “jalan yang diikuti”. Umpamanya dalam firman
Allah dalam surat Ali Imran (3): 137 :
“Sesungguhnya telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah Allah. Karena itu berjalanlah
kamu di muka bumi”.
Para ulama Islam mengutip kata Sunnah dari Al-Qur’an dan bahasa Arab yang mereka
gunakan dalam artian khusus yaitu: “cara yang biasa dilakukan dalam pengalaman agama”.
As-Sunnah itu bersifat Dzanni al-warud. Dari kenyataan ini jumhur ulama mengatakan bahwa
As-Sunnah menempati urutan yang kedua setelah Al-Qur’an, jadi As-Sunnah adalah semua
bentuk perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang merupakan sumber kedua setelah Al-qur’an.
Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah: “apa-apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad
SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun pengakuan dan sifat Nabi”. Sedangkan
Sunnah dalam istilah ulama fiqh adalah: “sifat hukum bagi suatu perbuatan yang dituntut
melakukannya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti” dengan pengertian diberi pahala

orang yang melakukannya dan tidak berdosa orang yang tidak melakukannya.
Di kalangan ulama ada yang membedakan Sunnah dari Hadits, terutama karena dari segi
etimologi kedua kata itu memang berbeda. Kata Hadits lebih banyak mengarah kepada
ucapan-ucapan Nabi, sedangkan Sunnah lebih banyak mengarah kepada perbuatan dan
tindakan Nabi yang sudah menjadi tradisi yang hidup dalam pengamalan agama.

Semua ulama Ahli as-Sunnah baik dalam kelompok ahli fiqh, ulama ushul fiqh maupun
ulama Hadits sepakat mengatakan bahwa kata Sunnah atau Hadits itu hanya merujuk kepada
dan berlaku untuk Nabi dan tidak digunakan untuk selain dari Nabi. Alasannya adalah karena
beliau sendirilah yang dinyatakan sebagai manusia yang ma’shum (terpelihara dari
kesalahan), dan karenanya beliau sendirilah yang merupakan sumber teladan, sehingga apa
yang disunnahkannya mengikat seluruh umat Islam.
2.

Kedudukan As-Sunnah

As-Sunnah itu bersifat Dzanni al-warud. Dari kenyataan ini jumhur ulama mengatakan bahwa
As-Sunnah menempati urutan yang kedua setelah Al-Qur’an, jadi As-Sunnah adalah semua
bentuk perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang merupakan sumber kedua setelah AlQur’an.
Kedudukan sunnah menurut dalil syara’ berada pada posisi kedua setelah Al-Qur’an dalam

kaitan ini Al-Syatibi dan Al-Qasimi, pada dasarnya argumentasi mereka digolongkannya
menjadi dua bagian, yaitu argumentasi rasional dan tekstual, yaitu :
·
Al-Qur’an bersifat Qath’I al-wurud, sedangkan sunnah bersifat Zhanny al wurud oleh
karena itu yang Qhat’i harus didahulukan dari yang Zhanny.
·

As-Sunnah berfungsi sebagai penjabar atau penjelas dari Al-qur’an.

3.

Fungsi As-Sunnah

Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-ayat hukum
dalam Al-Quran adalah dalam bentuk garis besar yang secara amaliyah belum dapat
dilaksanakan tanpa penjelasan dari Sunnah. Dengan demikian fungsi Sunnah yang utama
adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka sunnah
disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya dengan AlQur’an, ia menjalankan fungsi sebagai berikut:
·
Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an atau
disebut fungsi ta’kid dan taqrir.
·

Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an dalam hal :

§ Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an,
§ Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar,
§ Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum,
§ Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an.
·
Menetapkan sesuatu hukum dalam Sunnah yang secara jelas tidak terdapat dalam AlQur’an. Fungsi Sunnah dalam bentuk ini disebut “itsbat” (‫ )إثبات‬atau “insya” (‫)إنشاء‬.

C.

Ijma’

1.

Pengertian Ijma’

Secara etimologi ijma’ berasal dari kata Ajma’a, yujmi’u, ijma’atan, yang artinya “bersetuju,
bersatu pendapat, bersepakat”. Adapun pengertian ijma dalam istilah teknis hukum atau
istilah Syar’i terdapat perbedaan rumusan. Perbedaan rumusan itu dapat di lihat dalam
beberapa rumusan atau devinisi ijma sebagai berikut:
·
Al-Ghazali merumuskan Ijma dengan kesepakatan umat Muhammad secara khusus
atas urusan agama.
·

Al-Hamidi yang juga pengikut Syafi’iyah merumuskan ijma dalam dua rumusan:

§ Ijma’ adalah kesepakatan sejumlah Ahlu Halli Wal ‘Aqdi (para ahli yang berkompeten
mengurusi umat) dari umat Nabi Muhammad saw., pada suatu masa atas hukum suatu kasus.
§ Kesepakatan para mukallaf dari umat Nabi Muhammad saw., pada suatu masa atas hukum
suatu kasus.
·
Sedang Ijma menurut pengertian para ahli Ushul Fiqih adalah kesepakatan seluruh para
mujtahid di kalangan umat Islam pada suatu masa ketika Rasulullah saw., wafat atas hukum
syara’ mengenai suatu kejadian.
2.

Kedudukan Ijma’

Jumhur ulama’ berpendapat bahwa kedudukan Ijma’ menempati salah satu sumber atau dalil
hukum sesudah Al-Qur’an dan Sunnah. Ini berarti Ijma’ dapat menetapkan hukum yang
mengikat dan wajib dipatuhi umat Islam bila tidak ada ditetapkan hukumnya dalam Al-Qu’an
maupun Sunnah.
3.

Fungsi Ijma’

Yang dimaksud fungsi ijma’ disini adalah kedudukannya dihubungkan dengan dalil lain,
berupa nash atau bukan. Memang pada dasarnya ijma’ itu, menurut ulama’ ahl al Sunnah,
mempunyai kekuatan dalam menetapkan hukum dengan sendirinya. Tetapi dalam pandangan
ulama’ Syi’ah, ijma’ itu adalah hanya untuk menyingkapkan adanya ucapan seseorang yang
ma’sum. Dalam hal ini terdapat dua pandangan masing-masing kelompok.
Dalam pandangan ulama’ yang berpendapat bahwa untuk kekuatan suatu ijma’ tidak
diperlukan sandaran atau rujukan kepada dalil yang kuat. Ijma’ itu berfungsi menetapkan
hukum atas dasar taufiq Allah yang telah diberikan kepada mereka yang berijma’. Sehingga
kedudukan dan fungsi ijma’ itu bersifat mandiri.
Dalam pandangan ulama’ yang mengharuskan adanya sandaran untuk suatu ijma’, dalam
bentuk nash atau qiyas, maka ijma’ itu berfungsi untuk meningkatkan kwalitas dalil yang
dijadikan sandaran itu. Melalui ijma’ dalil yang asalnya lemah (zhanni) menjadi dalil yang
kuat (Qoth’i), baik dalil itu berbentuk nash atau qiyas. Contohnya ijma’ yang menguatkan
dalil Sunnah yang dijadikan sandaran adalah mengenai hak warisan nenek dari harta
peninggalan cucunya. Hal ini bermula dari sebuah hadist yang lemah, namun akhirnya
menjadi ijma’ yang kuat. Sedangkan ijma’ yang berarti dari qiyas bisa dilihat dalm kasus
pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah.

B. Qiyas

1. Qiyas, Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya.
Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’
kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi
sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
2. Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih
kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah
kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut
logika
dapat
dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum
ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan
atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan
barangnya
dikirim
kemudian.
3. Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun
menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi
kemaslahatan umat.
4. Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah
adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi
kepentingan
umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,
padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
5. Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa
lalu
hingga
ada
dalil
yang
mengubah
kedudukan
hukum
tersebut.
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti
ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
6. Urf, yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun
perbuatan.
Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran
atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah
dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5