KONTROVERSI ASPEK HUKUM ELEKTRONIK REKAM

KONTROVERSI ASPEK HUKUM ELEKTRONIK REKAM MEDIS
Oleh : KARJONO *)
Dokumen Rekam Medis (selanjutnya disingkat DRM)
merupakan salah satu komponen arsip rumah sakit yang harus
dikelola dengan baik sebagai asset yang bemilai tinggi.
Perkembangan manajemen rekam medis sebagai bagian dari
hospital by laws di Indonesia telah memasuki babak baru
dalam manajemen rumah sakit.
Kemajuan teknologi informasi dimanfaatkan oleh manajemen
rumah sakit untuk pengembangan sistem informasi
manajemen rumah sakit (SIMRS) yang terintegrasi.
Tujuan utama SIMRS adalah efisiensi dan kecepatan
pelayanan serta untuk pengambilan keputusan direksi, baik
menyangkut keputusan terhadap pelayanan medik maupun
keputusan terhadap masalah logistic, administrasi dan
keuangan. DRM termasuk bagian penting sebagai arsip bukti
tertulis telah dilakukan serangkaian tindakan medis dan
pengobatan terhadap pasien.
Kemajuan teknologi informasi utamanya di bidang
komputerisasi telah melahirkan paradigma baru dalam
manajemen informasi kesehalan termasuk di dalamnya

manajemen rekam medis. Rekam medis yang baik merupakan
arsip yang memiliki nilai informasi kesehalan dan nilai
hukum sebagai medico legal yang dapat digunakan sebagai
barang bukti di muka pengadilan.
Lahirnya paradigma elektronik rekam medis (singkat e-rekam
medis) atau Elektronic Health Records (HER) telah mernbah
pola pikir dan pola tindak para praktisi profesi perekam
medis, para ahli manajemen informasi kesehalan, para praktisi
hukum dan para arsiparis (profesi kearsipan). DRM di hampir
semua rumah sakit menjadi problem manajemen arsip.
Ribuan kilo DRM in-aktiftidak bisa begitu saja dilakukan
penghapusan.
Aspek kehali-halian karena dokumen rekam medik di
samping memiliki nilai hukum, juga memiliki nilai informasi
kesehalan untuk pendidikan dan penelitian.
Komputerisasi rekam medis (computer based pastient record
= CPR) adalah salah satu solusi mengurangi beban dokumen
arsip in aktif yang besar tadi.
Penggunaan istilah less paper (berkurangnya kertas atau
paperless (tanpa kertas) dalam CPR masih menjadi

perdebatan di kalangan para ahli maupun praktisi manajemen
informasi kesehalan maupun praktisi hukum. CPR
menggambarkan adanya penanganan informasi secara
elektronik mengenai status kesehalan dan pelayanan
kesehalan yang di terima pasien seumur hidup. (Gemala,

2003). Sementara itu Undang-undang yang mengatur aspek
hukum" dunia maya" (cyber law) belum menjangkau rekam
medis elektronik. Pada pasal 26A Undang-undang RI nomor
20 tahun 2001 disebutkan bahwa alat bukti petunjuk tindak
pidana korupsi dapat diperoleh dari dokumen elektronik.
Undang-undang RI nomor 23 tahun 1992 tentang kesehalan
tidak mengatur secara khusus mengenai rekam medis, padahal
DRM sebagai arsip memiliki nilai strategis (arsip vital).
Aspek hukum rekam medis sebagai barang bukti di
pengadilan meliputi aspek formil dan materiil. Beberapa segi
hukum rekam medis dapat dijelaskan sebagaiberikut:
a. Kepemilikan. DRM secara fisik milik institusi! sayana
pelayanan kesehalan, sedangkan secara isi menjadi milik
pasien. Dengan demikian barang siapa yang ingin mengetahui

isi DRM harus mendapatkan ijin dan persetujuan dari pasien
yang bersangkutan. lnstitusi / sayana pelayanan kesehalan
wajib melindungi fisik DRM sebagai arsip.
b. Penyimpanan. Tata cara penyimpanan DRM harus
memenuhi persyaratan pengelolaan arsip dinamis aktif
maupun arsip inaktif. Rekam medis dapat dikategorikan
sebagai arsip vital yang secara esensial menjamin
kehidupan urusan yang masih diperlukan secara langsung,
untuk penyelesaian suatu urusan bila ada kebocoran
informasi ke pihak IAIN yang tidak berhak (Sifat
konfidensial/ rahasia). Merujuk pada Surat Edaran Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : SE/06/M.
PAN/03/2005 tanggal 9 Maret 2005 tentang program
perlindungan, pengamanan dan penyelamatan dokumenl
arsip vital pemahaman rekam medis sebagai arsip vital
kiranya perlu mendapat perhalian mengingat akhir-akhir ini
tuntutan masyarakat terhadap institusi / sayana pelayanan
kesehalan mengenai malpraktek maupun medico legal
memberikan implikasi yang sangat luas dan peran DRM
sebagai alat bukti di pengadilan sangat menentukan.

Sedangkan penyimpanan e-rekam medis dalam media
harddisk, CD- ROM, WORM, microfilm.
c. Cara pengisian dan perubahan. Cara konvensional
pengisian rekam medis yang manual, di tulis merupakan
bagian pekerjaan kearsipan. Dengan kemajuan teknologi
informasi (komputerisasi) cara pengisian DRM dengan data
entry pada aplikasi software DRM dimungkinkan untuk
perubahan data yang sudah di entry. Oleh sebab itu
perubahan data yang sudah di-entry harus melalui sistem
penangamanan berjenjang sesuai dengan otorisasinya
dengan menggunakan password. Hal ini perlu dijamin agar
akuntabilitas dan sekuritas data dapat dipertanggungjawabkan

secara hukum. Perubahan isi DRM menyangkut
pengurangan dan perbaikan isi, koreksi dan pandangan serta
tindakan oleh sejawat dokter IAIN. Perubahan ini
dimungkinkan berdasarkan prosedur tetap yang telah
disepakati bersama.
d. Isi. Isi DRM meliputi data karakteristik pasien (vital
statistic), data riwayat perjalanan sakit, tindakan medik,

pemberian pengobatan, dan ringkasan penyakit saat pasien
pulang (discharge summary). Secara hukum isi DRM
adalah milik pasien, oleh karena itu kerahasiaan isi DRM
tidak boleh dibocorkan kepada pihak IAIN tanpa seijin
pasien yang bersangkutan.
e. Penggunaan. DRM hanya (utamanya) digunakan untuk
kepentingan perawatan kesehalan pasien. Disamping itu
DRM juga bisa digunakan untuk kepentingan penelitian dan
pendidikan tenaga kesehalan. Dalam hal tertentu DRM bisa
digunakan sebagai alat bukti di depan pengadilan ata
permintaan hakim pengadilan.
f. Rahasia kedokteran. Profesi kedokteran dan profesi
perekam medis tunduk pada salah satu sumpahnya, yaitu
akan senantiasa menjaga kerahasiaan riwayat penyakit
pasien yang tertera dalam DRM. Dengan sifatnya yang
konfidential/ rahasia inilah DRM dapat di kategorikan
sebagai arsip vital.
g. Alat bukti dengan tulisan. Salah satu landasan eksisitensi
DRM disamping tujuan kesehalan adalah untuk tujuan
hukum. Dengan demikian DRM sebagai sayana untuk

mencatat dan menyimpan data pasien dan sayana
PERSEPSI
Suara Badar XI 2005 4
komunikasi dapat digunakan sebagai alat bukti dengan tulisan
(konvensional), maupun dengan data elektronik (modem). Erekam
medis apabila secara hukum tata kelolanya sudah
sesuai dengan kaidah-kaidah diatas, maka dapat disejajarkan
sebagai alat bukti dengan tulisan (elektronik). Dalam
mengelola e-rekam medis hendaknya memperhalikan 10
produk keamanan informasi elektronik (Bahfen, 2003) yaitu :
(1) Firewalls; (2) Access controls; (3) Client/server security;
(4) LAN/WAN Security; (5) WEB Security,. (6) Disaster
Recovery,. (7) Network/communications Security,. (8) E-mail
Security; (9) Encryption Security; (10) Mainframe Security.
Antisipasi terhadap pelanggaran yang mungkin terjadi, seperti
: virus, penyalahgunaan akses, pencurian dan pengrusakan
sumberdaya computer, kebocoran informasi, pencurian dan
kerusakan data, pelecehan akses yang melebihi akses mereka,
penerobosan perlengkapan telekomunikasi oleh para hacker.


Direksi rumah sakit harus menjamin dan memastikan hak
privasi klien (pasien) dan jaminan perlindungan keamanan
informasi elektronik diatas dari vendor penyedia aplikasi erekam
medis. Komunikasi dengan klien tentang data
elektronik dalam e- rekam medis perlu diinformasikan agar
mereka tahu hak-haknya dan tahu bagaimana data e-rekam
medis tersebut akan digunakan.
I. Bagaimana nilai kearsipan suatu e-rekam medis dalam
perspektifhukum di Indonesia?
Kemajuan IPTEK tidak dapat dibendung, perkembangan
masyarakat yang terdidik semakin meningkat yang sadar akan
kebutuhannya (knowledge based society and demanding
community). Paradigma lama kearsipan yang memandang
rendah nilai suatu arsip, termasuk arsip di bidang informasi
kesehalan, perlu pendekatan komprehensif untuk melahirkan
paradigma baru kearsipan.
Perangkat hukum yang mengatur masalah kearsipan di semua
bidang/sector pelayanan public hendaknya diatur dalam
Undang-undang khusus tentang kearsipan. Aktor utamanya
adalah Masyarakat Arsiparis Indonesia yang barus proaktif

dengan mengundang berbagai pakar dan pemerhali masalah
kearsipan. Kesetaraan nilai arsip dengan asset-aset IAIN perlu
ditumbuh kembangkan .Banyak pihak menganggap sepele
arsip.
Kesadaran baru muncul manakala arsip tersebut memiliki
nilai dimata hukum. Penyadaran ini penting agar masalah
arsip tidak dipandang sebagai masalah sektoral, misalnya
Badan Arsip Daerah atau Badan Arsip Nasional.
Kelembagaan yang masih terkotak-kotak dengan kewenangan
yang terbatas. Peran pembinaan aspek hukum masalah
kearsipan tidak pemah tersentuh. Semua diserahkan pada
kesadaran pimpinan unit kerja yang mayoritas masih rendah.
Memandang masalah arsip sebagai prioritas kesekian bukan
prior it as utama.
Penumbuhkembangan kesadaran arti penting nilai suatu arsip
tidak hanya dari aspek nilai kesejarahan menurnt pandangan
konvensional, namun memiliki nilai hukum, pendidikan,
penelitian dan informasi.
II. Apa urgensi arsip dalam penegakanhukum?
Carut-marut sistem hukum di Indonesia menjadi celah bahwa

arsip secara substansial tidak di atur tersendiri dalam pranata
hukum. Sebagai contoh e-rekam medis sebagai bagian dari
sistem arsip di Indonesia tidak secara eksplisit di atur dalam
Undang-undang Kesehalan, ataupun undang-undang
IAINnya. Kemajuan iptek dan tuntutan masyarakat akan
kecepatan dan keamanan pelayanan tidak diimbangi dengan

reformasi peraturan perundangannya. Akibatnya institusi /
sayana pelayanan kesehalan menerima dampak ini. Sudah
saatnya arsip diberi porsi yang cukup dalam perspektif
hukum di Indonesia khususnya "Undang-undang Dunia
Maya (Cyber Law) ". Nomenklatur arsip diperluas
merambah ke arsip data elektronik dengan terminology
yang menyeluruh menyangkut semua aspek. Isue praktek
penyusunan undang-undang dengan biaya tinggi,
menjadikan masalah legislasi arsip menjadi Undang-undang
tidak dilirik banyak pihak, apalagi menunggu kesadaran
inisiatif pihak legislative (DPRJDPRD). Pihak masyarakat
arsip Indonesia hendaknya memandang urgen masalah ini
untuk diperjuangkan, untuk memberikan kontribusi

penegakan hukum di Indonesia. Urgensinya adalah equal
for justice untuk petugas, masyarakat dan institusi
pelayanan public dalam pengelolaan arsip sesuai dengan
hak dan kewajiban masing-masing.
III. Bagaimana per an dan kontribusi manajemen
kearsipan dalam pranata hokum positif di Indonesia?
Manajemen kearsipan sebagai ilmu (body of knowledge)
harus senantiasa mengikuti perkembangan masyarakat dan
iptek. Berikut ini contoh suatu hasil kajian pentingnya
perubahan dari rekam medis konvensional menjadi e-rekam
medis.
Tabel 1 : Frekuensi dan signifikansi tentang data klinis yang
kurang dari pengisian dokumen Rekam Medis Pra EHR
(Elektronik Health Records) dan Pasca EHR di Baylor
College of Medicine USA.
Ket: *= signifikan p < 0,05 ; **=signifikan p < 0,001
Kalkulasi dengan Fischer Exact Test. Frekuensi
kelengkapan informasi pasien dapat dikalkulasi dengan
mengurangi table frekuensi dari jumlah sample item yang
ingin diketahui.

Dari table 1 diatas terlihal adanya perbedaan bermakna
(signifikansi) akibat penerapan EHR (Elektronik Health
Record) pada bulan ke 6 dan setahun. Dari 24 Fisher Exact
Test yang dilakukan 4 diantaranya (*) menunjukkan nilai
kemaknaan p< 0,05 ; 13 dari 24 (***) bermakna pada p<
0,001. Makna dari hasi1 penelitian ini adalah bahwa
penerapan system baru (EHR) telah meningkatkan
pendokumentasian data klinis, mengakibatkan rekam medis
dapat siap ditelaah tenaga kesehalan & tersedia pada setiap
kunjungan pemeriksaan berikutnya. (Gemala,2003).
Gambaran diatas, menunjukkan bahwa manajemen arsip
sebagai ilmu perlu senantiasa melakukan kajian ilmiah
(penelitian) guna memberikan kontribusi pada perbaikan

mutu pelayanan public. Hal yang sama seharusnya bisa
dilakukan kajian aspek hukum arsip untuk mencari
kelemahan arsip sebagai alai bukti di pengadilan.
PERSEPSI
Suara Badar XI 2005 5
Berangkat dari basil penelitian ini, dapat disusun peraturan
perundangan tentang kearsipan secara lebih komprehensif.
Dan telaah kontroversi aspek hukum elektronik rekam medis
diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Rekam medis merupakan bagian dari system kearsipan di
bidang pelayanan kesehalan ternyata memiliki nilai strategis
da1am proses penegakan hukum sebagai alat bukti di
pengadilan;
2. Perubahan rekam medis konvensional menjadi elektronik
rekam medis untuk tujuan efisiensi dan efektifitas pelayanan
kesehalan membawa konsekuensi celah hukum sebagai alat
bukti karena peraturan perundangan yang tidak responsive
terhadap perubahan lingkungan yang cepat dan turbulen,
seperti perkembangan iptek, globalisasi, demokratisasi dan
hak azasi manusia (HAM).
3. Untuk merespon perubahan lingkungan yang cepat dan
turbulen inilah masyarakat arsip Indonesia perlu hadir dan
menunjukkan eksistensi serta perannya untuk memberikan
kontribusi penataan manajemen kearsipan, mulai dari
keilmuan (body ofknowledge) melalui penelitian ilmiah dan
terapan (termasuk perspektif hukum), perbaikan kurikulum
pendidikan tenaga professional kearsipan, penyusunan
peraturan perundangan, serta standarisasi tatakelola (good
governance) serta standarisasi sayana dan teknologi kearsipan
4. Urgensi arsip dalam proses penegakkan hukum positif di
Indonesia adalah reformasi peraturan perundangan kearsipan
dengan sudut pandang integrative dan komprehensif. Hal ini
penting sebagai landasan operasional para professional
kearsipan dalam mengelola arsip, termasuk pada tahap
pembentukkan arsip sampai penyimpanan dan pencarian
kembali arsip (retrieval).
Tulisan ini diharapkan dapat menggugah para praktisi
(profesi) kearsipan, para pemerhali masalah kearsipan dan
pemerintah untuk mengubah paradigma kearsipan dalam
konteks tatanan dunia baru (globalisasi). Tanpa adanya
kesadaran baru, maka arsip hanya dipandang sebelah mata,
seonggok kertas yang ball dan berdebu yang keberadaannya
selalu dianggap mengganggu. Padahal dibalik semua itu
arsip memiliki nilai tinggi, baik menyangkut kesejarahan,
informasi untuk pendidikan dan penelitian maupun nilai
hukum. Semoga bermanfaat.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
I.Gemala, Rabi' ah Halta .2003. Perkembangan Rekam
Medis di Luar Negeri .Seminar Rekam Medis dari Aspek
Hukum. Jakarta 15 April 2003.
2. Bahfen, Faiq .2003. Rekam Medis Sebagai Barang Bukti
di Pengadilan. Seminar Rekam Medis dari Aspek Hukum.
Jakarta. 15 Apri12003.
*) Penulis adalah Terbaik I untuk Katagori Umum pada
Lomba Karya Tulis Kearsipan (LKTK- 2005) yang
diselenggarakan oleh BadanArsip Propinsi Jawa Timu: