Menulis Karya Ilmiah Itu Mudah dan Menye

Menulis Karya Ilmiah itu Mudah dan Menyenangkan1
Oleh: Sukron Ma’mun2

Karya ilmiah merupakan sebuah karya akademik yang ditulis oleh seorang
ilmuwan yang memiliki kompetensi pada bidangnya. Karya ilmiah merupakan
buah pikir seseorang atau refleksi akademik yang dipublikasikan untuk khalayak.
Karya ilmiah bisa berbentuk refleksi pemikiran, gagasan, ide, hasil-hasil
penelitian ataupun temuan-temuan lapangan yang dilakukan oleh ilmuwan. Karya
ilmiah tentu saja merupakan hasil pemikiran yang dituangkan dalam bentuk kerja
akademik yang menenuhi standar ilmiah.
Bentuk karya ilmiah pada umumnya berupa tulisan dalam bentuk buku,
laporan penelitian, tulisan dalam jurnal, dan lain sebagainya. Tulisan-tulisan yang
sudah dipublikasikan dalam bentuk buku merupakan karya ilmiah sejauh tulisan
tersebut ditulis menurut standar ilmiah. Demikian juga dengan laporan hasil-hasil
penelitian yang belum terpublikasikan ke khalayak juga merupakan karya ilmiah.
Sementara karya ilmiah dalam bentuk jurnal biasanya merupakan karya ilmiah
yang ringkas.
Bahasan yang akan saya sampaikan dalam tulisan ini adalah karya ilmiah
dalam bentuk jurnal. Sebuah karya ilmiah ringkas, yang boleh jadi ia merupakan
refleksi pemikiran, gagasan atau ide dari penulis atau bahkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh penulis. Fokus yang perlu dibicarakan di sini adalah

bagaimana memulai menulis karya ilmiah, apa saja yang perlu diperhatikan, dan
bagaimana karya ilmiah dipublikasikan? Sebelum memulai pokok bahasa utama
dalam tulisan ini, ingin saya awali dengan sebuah refleksi keprihatinan ilmiah.

1

Disampaikan pada kegiatan Pelatihan Karya Tulis Ilmiah yang diselenggarakan oleh
Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) STAIN Salatiga, Rabu 14 Mei 2014 di Aula Kampus II.
2
Ketua Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam, STAIN Salatiga. Penulis lepas,
pernah menulis opini-opini lepas di Kompas, Suara Merdeka, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat,
Media Indonesia, Surya,dll. Dapat dikunjungi melalui http://massukron.blogspot.com/
1

Keprihatinan Ilmiah
Tahun 2012 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
melalui Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) mengeluarkan kebijakan
yang cukup mengejutkan dunia akademik perguruan tinggi. Surat edaran nomor
152/E/T/2012 tentang syarat kelulusan menulis karya ilmiah pada jurnal bagi
program sarjana, magister, dan doktoral. Surat edaran tersebut menyatakan

kewajiban mempublikasi karya pada jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan
sarjana, jurnal nasional terakreditasi bagi mahasiswa program magister, dan jurnal
internasional bagi program doktoral.
Keluarnya kebijakan tersebut disinyalir atas keprihatinan kemendikbud atas
prestasi ilmiah dunia akademik perguruan tinggi di Indonesia. Ribuan perguruan
tinggi dari universitas, institut, sekolah tinggi, dan akademi yang ada sejauh ini
tidak mampu memberikan kontribusi yang memadahi dalam publikasi karya
ilmiah atau riset. Kenyataannya ratusan ribu lulusan perguruan tinggi tersebut,
sangat minim sekali publikasi ilmiah yang didapatkan.
Data yang dilansir oleh Pusat Dokumentasi Ilmiah Indonesia-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI) hingga Mei 2011 tidak kurang 7000 jurnal
ilmiah terdaftar, namun hanya 4000 yang aktif terbit. Dari sekian ribu jurnal
hanya 406 jurnal ilmiah yang terakreditasi, dan 250 jurnal PT yang terakreditasi
(Kompas, 11/2). Sementara yang terakreditasi oleh Ditjen Pendidikan Tinggi
hanya sejumlah 121 buah jurnal.
Jumlah tersebut tentu, bagi Kemendikbud sangat memprihatinkan,
mengingat negara-negara lain memiliki jumlah yang lebih tinggi. Data yang dirilis
oleh Scomagojr, Journal and Country Rank tahun 2011 menunjukkan fakta dalam
hal ini. Indonesia menempati posisi ke-64 dari 236 negara yang diranking. Selama
kurun waktu 1996-2010 Indonesia memiliki jurnal ilmiah 13.037 buah jurnal, jauh

tertinggal dengan Malaysia dan Thailand. Malaysia memiliki 55.211 buah jurnal
dan Thailand memiliki 58.931 buah jurnal.
Demikian juga dengan publikasi yang terindek dalam Scopus, sebuah
lembaga pengutipan akademik dunia, posisi Indonesia jauh tertinggal dari

2

Malaysia dan Thailand, serta hanya unggul sedikit dari Filipinan. Lihat tabel
berikut:

Sumber: SCIMAGO Journal Ranking (http://www.scimagojr.com)
Jumlah publikasi ilmiah yang didata oleh Scopus, juga menunjukan
perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia jauh tertinggal dengan universitas
di negera-negara lain. Data Scopus hingga tahun 2009 menunjukkan National
University of Singapore (Singapura) menduduki posisi tertinggi dengan jumlah
publikasi mencapai 49227, Universiti Putrajaya Malaysia (Malaysia) jumlah 9061,
Chulalongkom University (Thailand) dengan jumlah publikasi 3731, University of
the Philippines Diliman (Filipina) dengan jumlah 1570, Universitas Indonesia
(Indonesia) dengan jumlah 1124, Vietnam National University (Vietnam) dengan
jumlah 518, dan Institut Pertanian Bogor (Indonesia) dengan jumlah 512. Lantas

dimana posisi kampus kita?
Mengingat kondisi ini wajar Kemendikbud terlecut untuk mengejarnya,
dengan keluarnya kebijakan wajib publikasi ilmiah bagi mahasiswa pada semua
tingkatan, yang hendak lulus. Lantas bagiamana dengan nasib kebijakan itu
3

hingga hari ini? sepertinya sudah terlupakan. Mungkin hanya perguruan tinggi
yang memiliki perhatian khusus dan tradisi akademik bagus yang melaksanakan.

Bagaimana dimulai?
Mungkin sebaikanya kita tidak perlu berpanjang dalam keprihatinan nasib
kita dalam dunia akademik. Hal yang perlu dilakukan adalah memulai menulis
karya ilmiah tersebut. Pertanyaannya adalah bagaimana karya ilmiah dimulai?
Sebagaimana disinggung di atas, bahwa karya ilmiah dapat berupa ide, gagasan,
atau hasil penelitian. Maka untuk memulai penulisan sebuah karya ilmiah
sebaiknya anda tentukan dulu jenis karya ilmiah apa yang akan anda tulis? Hanya
saja lazimnya dalam dunia akademik, terutama yang berkembang di barat sebuah
karya ilmiah merupakan hasil penelitian yang dilakukan secara matang.
Jika kita memulai menulis karya ilmiah yang didasarkan pada hasil
penelitian maka kita harus mengikuti aturan-aturan akademis yang ada. Tentu saja

penelitian harus dilakukan terlebih dahulu dan kemudian hasilnya dituangkan
dalam bentuk laporan tertulis. Proposal sebagai pemandu penelitian yang
dilakukan juga harus dibuat terlebih dahulu. Dalam hal ini, anda perlu mengikuti
seluruh prosedur dalam proses pelaksanaan penelitian dan terakhir perlu anda buat
laporan tertulisnya.
Lantas, bagaimana dengan karya ilmiah yang merupakan refleksi pemikiran,
ide atau gagasan? Pertama yang perlu dilakukan akan merefleksikan apa tulisan
tersebut? Misalnya kondisi pendidikan di Indonesia atau fenomena perbankan
Syariah yang akhir-akhir ini terus meningkat. Maka yang perlu anda lakukan
adalah menggali data sebanyak mungkin yang akan mendukung opini yang akan
ditulis. Maka mutlak bagi penulis untuk melakukan pencarian data dari berbagai
sumber. Manfaatkan berita dari Koran, bulletin, majalah, jurnal, internet, berita di
televisi, dan lain-lain.
Dimana letak perbedaan karya ilmiah yang didasarkan pada hasil penelitian
dengan refleksi pemikiran? Karya ilmiah yang didasarkan pada hasil penelitian
difokuskan pada satu titik persoalan tertentu dimana data digali langsung dan
dianalisa langsung oleh peneliti. Sementara karya ilmiah yang berupa refleksi
4

pemikiran data bisa didapatkan dari orang lainnya atau sumber lain. Karya ilmiah

hasil refleksi biasanya juga menfokuskan pada persoalan-persoalan yang bersifat
general atau fenomena umum untuk ditimbang atau dianalisa menurut pemikiran
penulis.
Baik karya ilmiah dari hasil penelitian atau refleksi diri haruslah berupa
opini yang didukung oleh bukti, fakta atau data yang akurat, serta dilakukan
analisa yang cermat. Sehingga apa yang disajikan ke hadapan khalayak bukan
sebuah ide kosong yang tidak berdasar.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan
Jika seorang penulis sudah memulai menulis karya ilmiah, apa saja yang
hendak diperhatikan dalam penulisan atau selama proses menulis? Ada dua hal
penting yang perlu diperhatikan, yakni pertama, konten tulisan terkait dengan
pendahuluan, konten analisa, penutupan atau kesimpulan, pengkutipan, dan daftar
pustaka. Kedua, hal-hal yang bersifat kebahasaan dan logika berfikir dari tulisan.
Mari kita bahasa pada pokok bahasa yang pertama. Pertama, pendahuluan
dalam sebuah tulisan. Pendahuluan merupakan bagian pengantar dari sebuah
tulisan. Lazimnya sebuah pendahuluan berisi mengenai hal-hal yang mampu
membawa pembaca untuk tertarik mengikuti tulisan yang akan disajikan di bagian
dalam. Hal ini dilakukan dengan mengungkapkan “cuplikan” bagian-bagian
penting dari isi tulisan. Bisa juga dilakukan dengan membuat alur kontradiktif,

antara sesuatu yang semestinya terjadi dan sesuatu yang telah menjadi fakta dari
sebuah fenomena yang diangkat, tentu yang terkiat dengan tulisan tersebut. Dalam
konteks ini penulis cukup memaparkan fakta yang dilihat atau ditemui terkait
dengan topic yang dibicarakan dengan konteks yang terjadi dalam teori-teori yang
telah ditulis oleh para ilmuwan.
Hal yang perlu ditulis dalam pendahuluan adalah bagian apa saja yang
menjadi ketertarikan penulis, serta mengapa penulis tertarik untuk mengkajinya.
Jika perlu sampaikan juga bagaimana kajian tersebut dibahas dan sistematikannya
seperti apa yang akan disampaikan dalam bahasan tersebut.

5

Kedua, konten bahasan atau kajian utama yang dibahasa oleh penulis. Di
sinilah penulis mengeksplorasi data atau temuan terkait dengan pokok bahasan.
Tidak lupa penulis juga harus menyampaikan hasil analisa yang telah ia lakukan.
Dalam teori penulisan karya ilmiah, tidak ada batasan jumlah mengenai berapa
sub pokok bahasan yang harus disampaikan oleh penulis. Batasannya adalah halhal yang menjadi pokok bahasan dari sebuah kajian tersebut harus “tuntas”
disampaikan pada bagian isi tulisan. Jangan sampai menyisakan bahasan yang
belum dibahas atau tidak dibahas, sementara bagaian tersebut merupakan bagian
utama dari sebuah kajian yang sedang dibahas. Jika ini dilakukan, sama artinya

kita tidak menyampaikan apapun, atau tidak bedanya hanya sebuah pendahuluan.
Oleh karena itu bagian pendahuluan menjadi pijakan yang sangat penting bagi
penulis untuk memandu penulis dalam eksplorasi data dan analisa pada bagian isi.
Ketiga, bagian penutup. Bagian ini merupakan bagian akhir dalam sebuah
tulisan. Bagian penutup bisa berisi simpulan dari sebuah pokok bahasa. Hal yang
perlu diperhatikan, bagian ini bukan ringkasan dari isi dari kajian, tetapi narasi
sederhana yang berisi statement penting yang merangkum isi pokok bahasan.
Sederhanannya apa jawaban dari kegelisahan penulis, yang disampaikan pada
bagian awal dari tulisan tersebut.
Keempat, pengutipan dan daftar pustaka. Penulis bebas menggunakan model
kutipan untuk sebuha tulisan. Model kutipan, bisa footnote (catatan kaki), bottom
note (catatan perut), ataupun end note (catatan akhir). Penting diperhatikan dalam
hal ini penulis harus konsisten dalam model kutipan ataupun penulsan daftar
pustkana. Misalnya menggunakan foot note, maka seluruh kutipan harus memakai
foot note, jangan sampai berbeda-beda. Seperti di awal foot note di bagian tengan
end note. Perhatikan contoh penggunaan kutipan berikut ini.

6

7


Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan bahasa yang baik
dan benar sesuai dengan aturan bahasa Indonesia atau ejaan yang disempurnakan
(EYD). Penggunaan bahasa yang baik dan benar tidak lepas dari kebiasaan
seseorang membaca karya yang ditulis dengan baik dan benar, juga tidak terlepas
dari ketrampilan ia dalam menulis.
Kesalahan-kesalahan

yang

sering

dilakukan

oleh

penulis,

tidak


memperhatikan apakah kalimat yang sudah disusun sudah memenuhi kaidah
kebahasaan atau tidak. Sebuah paragraf tidak ditulis secara terencana, seperti tidak
terdapat main idea (ide pokok) dan juga ide pendukung. Koherensi atau hubungan
antar kalimat dan antar paragraph juga sering dilupakan. Sehingga sebuah karya
menjadi tidak menarik untuk dibaca, karena penggunaan bahasa yang tidak tepat,
baik dan benar.
Penggunaan bahasa yang tidak baik dan benar kadang kala juga diikuti oleh
penggunaan logika dan alur pemikiran dalam karya yang rancu. Sebuah karya
ilmiah yang baik adalah karya ilmiah yang disajikan dalam bahasa yang enak
untuk dibaca, serta logika berfikir tepat. Secara sederhana, logika berfikir yang
baik dalam karya ilmiah adalah dari bagian awal tulisan, bagian pokok, dan akhir
tulisan harus runut. Semuanya memiliki keterikatan informasi, kalimat, paragraph,
dan antar bagian (sub pokok bahasan).

Bagaimana Mempublikasikannya?
Setelah selesai menulis sebuah karya ilmiah ada satu tahapan yang
seharusnya dilakukan oleh seorang penulis, sebelum ia mempublikasikannya,
yakni melalukan review atau peninjauan ulang. Review tersebut dapat dilakukan
sendiri dan akan lebih baik jika orang lain yang membacanya, tentu saja yang
diminta adalah orang yang memiliki kualifikasi pada topik yang ditulis. Usahakan

minta periview yang ahli bahasa, karena akan meningkatkan kualitas tulisan yang
ditulis.
Setelah dibaca ulang oleh penulis sendiri atau orang lain, mungkin akan ada
perbaikan atau revisi pada beberapa bagian. Jika terdapat perbaikan maka lakukan
perbaikan secukupnya sebelum dipublikasikan. Pastikan karya ilmiah yang ditulis
8

telah layak terbit. Tetapi yang perlu diingat, bahwa masih ada pihak penerbit yang
boleh jadi menyatakan tulisan belum layak terbit.
Lantar bagiamana kreteria sebuah tulisan agar diterima? Pertama, karya
ilmiah yang dibutuhkan oleh pihak penerbit, baik jurnal ataupun apapun. Biasanya
tema yang diangkat sesuai dengan tema yang diharapkan oleh penerbit. Kedua,
selian itu, karya tersebut berisi infromasi yang sangat penting untuk diketahui oleh
khalayak. Ketiga, karya tersebut telah memenuhi standar yang dtetapkan oleh
pihak penerbit.
Maka bagi penulis, harus memperhatikan ke penerbit atau pengelola jurnal
apa tulisannya akan diberikan? Kualifikasi tulisan seperti apa yang akan diterima
oleh pihak pengelola atau penerbit. Jangan mengirimkan karya ilmiah yang kita
tulis ke pihak pengelola atau penerbit yang tidak mencari topik yang sedang kita
tulis. Perhatikan pedoman penulisan, topik yang diminta oleh pihak penerbit atau
pengelola.

Penutup
Menulis karya ilmiah pada hakikatnya tidaklah sulit, hanya perlu kesabaran
ketekutan, dan keuletan kita untuk menulis. Berbagai aturan menulis akan mudah
terimplementasikan jika terbiasa menulis. Hanya saja bagi pemula mengawali
menulis yang terkadang menjadi hambatan, bagiamana harus mengawali kata,
kalimat atau paragraph. Bahkan persoalan ini tidak jarang dialami oleh penulispenulis besar.
Jangan khawatir, karena menulis pada hakikatnya memerlukan waktu yang
kita sediakan. Tidak perlu waktu khusus, hanya meluangkan waktu yang ada
dalam berbagai aktivitas kita. Bahkan tidak jarang banyak penulis yang terlanjur
asyik menulis lupa akan banyak hal. Menurut mereka menulis itu asyik dan
menyenangkan.
Terlepas dari hal itu, menulis merupakan aktivitas menghidupkan segalanya
dalam bagian tubuh kita, melihat, mencermati, menganalisa, dan memainkan jari
dalam key board komputer kita. Menulis pada hakikatnya juga bukan aktivitas
menulis belaka, karena untuk menulis kita juga butuh membaca, mencermati
9

fenomena, dan menganalisa segala sesuatu yang diperlukan. Jika tulisan sudah
terpublikasikan, maka ia juga akan dilihat, dibaca, dicermati, dianalisa, atau
bahkan dikutip orang lain. Maka disinilah sebenarnya kekuatan menulis, ia bukan
aktivitas stagnan, tetapi juga aktivitas berantai yang tidak ada matinya.
Sekedar mengingatkan, apakah penulis-penulis besar seperti Imam Syafi’i,
Imam Ghazali, Soekarno, Hatta, Gus Dur, dan lain-lain pergi begitu saja? Mereka
tetap hidup sampai kapanpun, sejauh ide, gagasan, dan pemikirannya yang
tertuang dalam tulisan tetap dibaca orang. Bahkan ide-ide itu terus berkembang,
bak mereka tidak pernah pergi meninggalkan dunia. Ide-ide mereka masih ada di
rak buku perpustakaan di mana-mana, dibicarakan, dikutip dan didiskusikan oleh
banyak orang. Maka menulis seperti mengabadikan diri dalam khazahan sejarah
kehidupan manusia. Maka benar kata Imam Ghazali, “jika engkau bukan anak
raja, bukan anak pedagang kaya, maka jadilah penulis”. Selamat berkarya!

10