Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

BAB II
PENGATURAN IZIN KEPARIWISATAAN

D. Pengertian Perizinan dan Kepariwisataan
Menurut Utrecht, bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu
perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang
ditentukan untuk masing-masing hal konkret,maka perbuatan administrasi negara
yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning). 16
Izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undangundang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari
ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga
diartikan sebagai dispensasi atau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. 17
Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang
mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur
sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.18
Menurut ahli hukum belanda N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, izin
merupakan suatu persetujuan dan penguasa berdasarkan undang-undang atau
peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan
larangan perundangan (izin dalam arti sempit).19

16


Adrain Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta, 2010, hal.

167.
17

Sjachran Basah, disunting Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan
Publik, Jakarta,2011, hal. 168.
18
Ibid, hal 170
19
N.m.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, disunting Helmi, 2010. Hukum Perizinan
Lingkungan Hidup, Jakarta, hlm. 77.

16

Universitas Sumatera Utara

Dari beberapa pendapat di atas perizinan dapat disimpulkan bahwa perizinan
merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.

Berdasarkan pendapat para pakar, dapat disebutkan bahwa izin adalah
perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu.
Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan, yaitu sebagai berikut: 20
1. Instrumen Yuridis
Negara hukum modern tugas, kewenangan pemerintah tidak hanya sekadar
menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde), tetapi juga mengupayakan
kesejahteraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan pemerintah untuk
menjaga ketertiban dan keamanan merupakan tugas klasik yang sampai kini masih
tetap dipertahankan. Dalam rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah
diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini
muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan
konkret, yaitu dalam bentuk ketetapan. Salah satu wujud dari ketetapan ini adalah
izin. Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk sebagai ketetapan yang
bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang ,menimbulkan hak baru yang sebelumnya
tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu. Dengan
demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat
konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau
menetapkan peristiwa konkret.


20

Ridwan HR,, Hukum Administrasi Negara, Jakarta,2010, hal. 210

Universitas Sumatera Utara

b. Peraturan Perundang-undangan
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah welmatigheid van bestuur atau
pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap
tindakan hukum pemerintah, baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun
fungsi pelayanan, harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
c. Organ Pemerintah
Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik
ditingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah, dari
penulusuran pelbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui
bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan
administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti
terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang
didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik tingkat pusat maupun daerah.

d. Peristiwa Konkret
Disebutkan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk
ketetapan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret
dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu,
orang tertentu, temapt tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret
ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, izin pun
memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses
yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan
struktur organisasi instansi yang menerbitkannya.

Universitas Sumatera Utara

e. Prosedur dan Persyaratan
Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang
ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh
prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin.
Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan
izin, dan instansi pemberi izin.
Secara etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

dua kata yaitu “Pari” dan “Wisata”. Pari berarti berulang-ulang, berkali-kali atau
berputar-putar, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian, jadi pariwisata
berarti perjalanan yang dilakukan secara berputarputar, berulang-ulang atau berkalikali. 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sedangkan wisata adalah kegiatan
perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu
sementara. 22
Pariwisata adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat untuk mengatur, mengurus dan melayani kebutuhan wisatawan.

21

Andi Meegie Senna, Analisis Potensi Pariwisata Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Di Kota Palopo, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 2014,
hal 24
22
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, Pasal 1 angka 4


Universitas Sumatera Utara

Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara
perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut
menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh
pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan.
Menurt Ensiklopede Nasional Indonesia Jilid 12 bahwa pariwisata adalah kegiatan
perjalanan seseorang atau seerombongan orang dari tempat tinggal asalnya ke suatu
tempat di kota lain atau di negara lain dalam jangka waktu tertentu. Tujuan
perjalanan dapat bersifat pelancongan, bisnis, keperluan ilmiah, bagian kegiatan
agama, muhibah atau juga silahturahim. Pariwisata adalah suatu fenomena
kebudayaan global yang dapat dipandang sebagai suatu sistem. Dalam model yang
dikemukakan oleh Leiper, pariwisata terdiri atas tiga komponen yaitu wisatawan
(tourist), elemen geografi (geographical elements) dan industri pariwisata (tourism
industry).
Menurut Ridwan izin merupakan istrumen yuridis yang digunakan oleh
pemerinta untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang
dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konret. 23 Sebagai suatu instrumen, izin
berfungsi selaku ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa,

dan perancang masyarakat yang adil dan makmur. Hal ini berarti lewat izin dapat
diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud.
Ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu fungsi penertiban dan
sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau
setiap izin atau tempat – tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat
23

H.R. Ridwan. Op.Cit, hal 78

Universitas Sumatera Utara

lainnya tidak bertentangan satu sama lain sehingga ketertiban dalam setiap segi
kehidupan masyarakat dapat terwujud. Sebagai fungsi pengaturan dimaksudkan
agar perizinan yang ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya,
sehingga terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan dengan kata lain
fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh
pemerintah.
1. Instrunmen rekayasa pembangunan
Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang memberikan
insentif bagi pertumbuhan social ekonomi. Demikian juga sebaliknya regulasi dan

keutusan tersebut dapat juga menjadi penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi
pembangunan.
Perizinan adalah instrument yang manfaatnya ditentukan oleh tujuan dan
prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika perizinan hanya dimaksudkan
untuk income daerah, maka hal ini tentu akan memberikan dampak negative
(disensif) bagi pembangunan. Pada sisi yang lain jika prosedur perizinan
dilakukan dengan cara – cara yang tidak transparan, tidak ada kepastian hukum,
berbelit – belit, dan hanya bisa dilakukan dengan cara menjadi penghambat bagi
pertumbuhan social, ekonomi daerah. Dengan demikian, baik buruknya tercapai
atau tidaknya tujuan perizinan akan sangat ditentukan oleh prosedur yang
ditetapkan dan dilaksanakan. Semakin mudah, cepat dan transparan prosedur
pemberian perizinan, maka semakin tinggi potensi perizinan menjadi instrume
rekayasa pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

2. Budgtering
Perizinan mempunyai fungsi keuangan (budgetering), yaitu menjadi
sumber pendapatan bagi Negara. Pemberian lisensi dan izin kepada masyarakat
dilakukan dengan kontrapresasi berupa retribusi perizinan. Karena Negara

mendapatkan kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa
dilakukan melalui peraturan peundang – undangan. Dalam hal ini dianut prinsip
no. taxation without the law. Penarikan retribusi perizinan hanya dibenarkan jika
ada dasar hukum, yaitu undang – undang dan atau peraturan daerah. Hal ini untuk
menjamin bahwa hak – hak dasar masyarakat untuk menjamin bahwa hak – hak
dasar mayarakat untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah tidak terlukai
karena penarikan retribusi perizinan yang sewenang – wenang dan tidak memiliki
dasar hukum.
Pada sisi lainya, jika secara imperative melalui peraturan perundang –
undangan pemerinta telah memperoleh mandat untuk menarik retribusi perizinan,
maka masyaarkat juga tidak boleh menghidar untuk membayarnya. Hal itu karena
retribusi perizinan juga menjadi sumner pendapatan yang membiayai pelayanan –
pelayanan

perizinan

lainnya

yang


harus

diberika

pemerintah

kepada

masayarkatnya. Meskipun demikian, pemerintah harus memperhatikan aspek
keberlangsungan dan kelestraian daya dukung pembangunan, serta pertumbuhan
social ekonomi. Penetapan tariff retrubusi perizinan tidak boleh elebihi

Universitas Sumatera Utara

kemampuan masyarakat untuk membayarnya. Sebaiknya, untuk beberapa aspek
strategis yang terkait dengan daya dukung lingkungan dalam pembangunan, tariff
retribusi perizinan tidak boleh juga terlalu murah dan mudah yang menyebabkan
kerusakan lingkungan dan menurunya daya dukung dan kelestarian lingkungan.
3. Reguleren
Perizinan memiliki fungsi pengatiuran (reguleren), yait menjadi instrument

pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat. Sebagaimana dalam prinsip
pemungutan pajak, maka perizinan dapat mengatur pilhan – pilihan tindakan dan
perilaku

masyarakat.

Jika

perizinan

terkait

dengan

pengaturan

untuk

pengo\elolaan sumber daya alam, lingkungan, tata ruang dan aspek strategis
lainnya, maka prosedur dan syarat harus ditetapkan melalui peraturan perundang –
undangan, harus pula terkait dengan pertimbangan – pertimbangan strategis
tersebut. Dengan demikian, harus ada keterkaitan antara pemberian perizinan
dengan syarat – syarat yang ditetapkan. Disamping itu pula penetapan tariff
terhadap perizinan harus memperhatikan tujuan dari fungsi pengaturan yang akan
dicapai oleh perizinan tersebut.
Menurut Prajudi Atmosudirjo yang dikutip oleh Ridwan, berkenan dengan
fungsi – fungsi hukum modern, izin diletakkan dalam fungsi menertibkan
masyarakat.24

24

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini bergantung pada kenyataan
konkret yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman
pula dari tujuan izin, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan) aktivitas – aktivitas tertentu.
b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan.
c. Keinginan melindungi objek – objkek tertentu.
d. Izin hendak membagi benda – benda yang sidikit.
e. Izin memberikan pengarahan dengan menyeleksi orang – orang dan aktivitas –
aktivitas, dimana pengurus harus memenuhi syarat – syarat tertentu.
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah daerah, dan pengusaha25
Kepariwisataan adalah suatu sistem yang mengikutsertakan berbagai pihak
dalam keterpaduan kaitan fungsional yang serasi, yang mendorong berlangsungnya
dinamika fenomina mobilitas manusia tua-muda, pria-wanita, ekonomi kuat-lemah,
sebagai pendukung suatu tempat untuk melaksanakan perjalanan sementara waktu
secara sendiri atau berkelompok, menuju tempat lain di dalam negeri atau diluar
negeri dengan menggunakan teransportasi darat, laut dan udara.26

25

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan, Pasal 1

angka 12
26

Trilolorin Sitorus, Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Medan, Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan 2013, hal 25

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa kepariwisataan adalah
gejala-gejala yang menyangkut lalu lintas manusia, berikut barang bawaannya,
yang melakukan perjalanan untuk tujuan apa pun sepanjang tidak untuk maksudmaksud menetap serta memangku suatu jabatan dengan memperoleh upah dari
tempat yang dikunjunginya.
Adapun asas, fungsi, tujuan kepariwsataan menurut Undang-Undang 10 Tahun
2009 sebagai berikut:
1. Asas manfaat, asas kekeluargaan, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas
kemandirian, asas kelestarian, asas partisipatif, asas berkelanjutan, asas
demokratis, asas kesetaraan, asas kesatuan.
2. Fungsi kepariwisataan adalah memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan
pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
3. Tujuan kepariwisataan meliputi:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. Menghapus kemiskinan
d. Mengatasi pengangguran
e. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
f. Memajukan kebudayaan
g. Mengangkat citra bangsa
h. Memupuk rasa cinta tanah air
i. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa

Universitas Sumatera Utara

j. Memperat persahabatan antar bangsa
Beberapa jenis- jenis pariwisata :27
1. Wisata Agro ; ragam pariwisata baru yang dikaitkan dengan industri
pertanian, misalnya wisata durian pada saat musim durian, atau wisata
tani, yakni para wisatawan turun terjun aktif menanam padi dan
memandikan kerbau di sungai.
2. Wisata Belanja ; dilakukan karena kekhasan barang yang ditawarkan atau
bagian dari jenis pariwisata lain.
3. Wisata Budaya ; berkaitan dengan ritual budaya yang sudah menjadi
tradisi misalnya mudik lebaran setahun sekali atau ada peristiwa budaya
yang digelar pada saat-saat tertentu.
4. Wisata Iklim ; bagi negara beriklim empat, pada saat tertentu benar-benar
dilakukan untuk melakukan perjalanan mengunjungi tempat-tempat lain
hanya untuk „berburu‟ panas sinar matahari. Begitu juga untuk masyarakat
tropis seperti Indonesia, penduduk kota pantai berwisata ke pegunungan
dan sebaliknya.
5. Wisata Karya ; jenis pariwisata yang para wisatawannya berkunjung
dengan maksud dinas atau tugas-tugas lain, misalnya : peninjauan/inspeksi
daerah, sigi lapangan.
6. Wisata Kesehatan ; berhubungan dengan maksud penyembuhan suatu
penyakit.

27

Warpani P. Suwarjoko, Warpani P. Indira, pariwisata dalam tata ruang wilayah, ITB
Bandung, 2007, hal.13.

Universitas Sumatera Utara

7. Wisata Konvensi atau Seminar ; dilakukan dengan sengaja memilih salah
satu DTW sebagai tempat penyelenggaraan seminar dikaitkan dengan
upaya pengembangan DTW yang bersangkutan.
8. Wisata Niaga; berkaitan dengan kegiatan perniagaan (usaha perdagangan).
Wisatawan datang karena ada urusan perniagaan di tempat tersebut,
misalnya mata niaga atau tempat perundingan niaga ada disana.
9. Wisata Olahraga ; yakni mengunjungi peristiwa penting di dunia olahraga,
misalnya pertandingan perebutan kejuaraan, Pekan Olahraga Nasional,
Asean Games, Olimpiade, atau sekedar pertandingan persahabatan.
10. Wisata Pelancongan/Pesiar/Pelesir/Rekreasi ; dilakukan untuk berlibur,
mencari suasana baru, memuaskan rasa ingin tahu, melihat sesuatu yang
baru, menikmati keindahan alam, melepaskan ketegangan (lepas dari
kesibukan kerja rutin).
11. Wisata Petualangan ; dilakukan lebih ke arah olahraga yang sifatnya
menantang kekuatan fisik dan mental para wisatawan.
12. Wisata Ziarah ; dalam katan dengan agama dan budaya. Mengunjungi
tempat ibadah atau tempat ziarah pada waktu tertentu, misalnya : waisak
di kompleks candi borobudur – magelang, menyepi di pantai
parangkusumo – yogyakarta, mengunjungi tempat yang dianggap keramat,
ziarah ke makam tokoh-tokoh masyarakat atau pahlawan bangsa.
13. Darmawisata; perjalanan beramai-ramai untuk bersenang-senang, atau
berkaitan dengan pelaksanaan darma di luar ruangan, atau ekskursi; atau

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan pengabdian kepada masyarakat di luar waktu kerja seharihari.
14. Widiawisata (pendidikan); perjalanan ke luar (daerah, kampung) dalam
rangka kunjungan studi; dilakukan untuk mempelajari seni budaya rakyat,
mengunjungi dan meneliti cagar alam dan atau budaya atau untuk
kepentingan ilmu selama waktu tertentu.

E. Objek dan Subjek Pajak
Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung bisa
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum yang berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.28
Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo Pajak adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.29
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
sebagai berikut: Iuran dari rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang tanpa
jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.
28
29

Waluyo, 2008. Perpajakan Indonesia. Yogyakarta : Tiga Serangkai., hal 2
Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: Andi,2011, hal 1

Universitas Sumatera Utara

Pasal 16
(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1)

huruf

b

merupakan

usaha

pariwisata

yang

kegiatannya

diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha untuk membangun
dan/atau mengelola kawasan dengan luas tertentu serta untuk
memenuhi kebutuhan pariwisata.
(2) Kawasan

pariwisata

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1),

meliputi:
a.

Penggunaan lahan yang telah dilengkapi dengan prasarana
sebagai tempat untuk menyelenggarakan usaha pariwisata dan
fasilitas pendukung lainnya; dan

b.

Penyediaan bangunan untuk menunjang kegiatan pariwisata di
dalam kawasan pariwisata; dan

(3) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Walikota.
Pasal 17
(1) Jasa transportasi wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf c merupakan usaha pariwisata khusus yang menyediakan
angkutan untuk kebutuhan dan kegiatan pariwisata, bukan angkutan
transportasi regular/umum.

Universitas Sumatera Utara

(2) Jasa transportasi wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha dengan ciri:
a. mengangkut wisatawan atau rombongan; dan
b. merupakan pelayanan angkutan dari dan menuju daerah tujuan
wisata atau tempat lainya.
Pasal 18
(1) Jasa perjalanan wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)
huruf d meliputi:
a. usaha penyelenggaraan biro perjalanan wisata;
b. usaha agen perjalanan wisata; dan
c. usaha jasa perjalanan wisata lainnya yang ditetapkan oleh
Walikota.
(2) Usaha biro perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan usaha penyediaan jasa perencanaan perjalanan
dan/atau jasa pelayanan dan penyelenggaraan pariwisata, termasuk
penyelenggaraan perjalanan ibadah.
(3) Usaha agen perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b merupakan usaha jasa pemesanan sarana, yang meliputi
pemesanan tiket dan pemesanan akomodasi serta pengurusan dokumen
perjalanan.
(4) Usaha biro perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diselenggarakan oleh badan usaha yang berbadan hukum.

Universitas Sumatera Utara

(5) Usaha agen perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
usaha yang diselenggarakan oleh setiap orang atau badan usaha.
Pasal 19
(1)

Jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (1) huruf e merupakan usaha penyediaan makanan
dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan
untuk proses pembuatan, penyimpanan dan/atau penyajiannya.

(2)

Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi:
a. restoran;
b. rumah makan;
c. restoran waralaba;
d. bar di Hotel berbintang 3, berbintang 4, dan berbintang 5;
e. kafe;
f. pusat penjualan makanan dan minuman;
g. jasa boga; dan
h. usaha jasa makanan dan minuman lainnya yang ditetapkan oleh
Walikota.

(3) Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan

Universitas Sumatera Utara

usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi dengan
peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan,
dan penyajian di dalam 1 (satu) tempat yang tidak berpindah-pindah.
(4)

Rumah makan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
merupakan usaha penyediaan makanan dan minuman dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses penyimpanan dan
penyajian di dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak berpindahpindah.

(5)

Bar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan usaha
penyediaan minuman beralkohol dan non alkohol dilengkapi dengan
peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan
dan/atau

penyajiannya dalam 1 (satu) tempat tetap yang tidak

berpindah-pindah.
(6)

Kafe sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan
penyediaan makanan ringan dan minuman ringan dilengkapi
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan,
penyimpanan dan/atau penyajiannya dalam 1 (satu) tempat yang
tidak berpindah-pindah.

(7) Jasa boga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g merupakan
usaha penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan
peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan
dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh

Universitas Sumatera Utara

pemesan.
(8)

Pusat penjualan makanan dan minuman merupakan usaha penyediaan
tempat untuk restoran, rumah makan dan/atau kafe yang dilengkapi
dengan meja dan kursi.

(9)

Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diselenggarakan oleh badan usaha berbadan hukum atau tidak
berbadan hukum atau perseorangan.

(10) Usaha jasa makanan dan minuman sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, huruf c, dan huruf d dapat menyelenggarakan hiburan
atau kesenian yang dilakukan oleh artis baik dari dalam negeri
maupun asing, dengan ketentuan wajib memperoleh rekomendasi
pertunjukan dari Walikota.
Pasal 20
Bar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d, waktu
operasional usahanya pukul 12.00 (dua belas) WIB sampai dengan pukul
02.00 (dua) WIB.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 21
Bar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf d, wajib
mencantumkan pengumuman mengenai batasan usia pengunjung yang
mudah dibaca/dilihat oleh umum.
Pasal 22
(1) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1) huruf f merupakan usaha pariwisata yang menyediakan pelayanan
penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan
pariwisata lainnya.
(2) Penyediaan akomodasi

sebagaimana

dimaksud

pada

ayat

(1)

meliputi:
a. hotel;
b. bumi perkemahan;
c. persinggahan karavan;
d. vila;
e. pondok wisata;
f. wisma (guest house);
g. motel;
h. losmen;

Universitas Sumatera Utara

i. rumah kost; dan
j. akomodasi lainnya yang ditetapkan Walikota.
(3) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, meliputi:
a. hotel bintang; dan
b. hotel non bintang.
(4) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan
penyediaan akomodasi secara harian berupa kamar-kamar di dalam 1
(satu) bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan
dan minum, kegiatan hiburan serta fasilitas lainya.
(5) Bumi perkemahan sebagaimana pada ayat (2) huruf b merupakan
penyediaan akomodasi di alam terbuka dengan menggunakan tenda.
(6) Persinggahan karavan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
merupakan penyediaan tempat untuk kendaraan yang dilengkapi
fasilitas menginap di alam terbuka dapat dilengkapi dengan
kendaraannya.
(7) Vila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan
penyediaan akomodasi berupa keseluruhan bangunan tunggal yang
dapat dilengkapi dengan fasilitas, kegiatan hiburan serta fasilitas
lainnya.
(8) Pondok wisata sebagaimana dimaksud

pada

ayat

(2)

huruf

e

Universitas Sumatera Utara

merupakan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni
oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan
memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari pemiliknya.
(9) Jenis usaha penyediaan akomodasi lainnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f meliputi:
a. motel;
b. rumah kos lebih dari 10 (sepuluh) kamar; dan
c. jenis usaha lainnya yang ditetapkan Walikota.
Pasal 23
(1) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) huruf a diselenggarakan oleh badan usaha yang berbadan hukum.
(2) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) huruf b, huruf c, dan huruf d dapat diselenggara oleh badan usaha.
(3) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat
(2) huruf e dan ayat (9) huruf b diselenggarakan oleh setiap orang.

F. Pengaturan Hukum Izin Kepariwisataan
Pelaksanaan pengurusan izin telah didesentralisasikan kepada Pemerintah
Daerah, sehingga hambatan dan persoalan akan dirasakan oleh masing-masing

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah Daerah. Lamanya pengurusan izin, rumitnya prosedur perizinan,
mahalnya biaya yang harus dipikul oleh pemohon izin, dan berbagai persoalan lain,
termasuk setelah surat izin terbit yang sering dirasakan oleh masyarakat untuk
membangun sektor usaha wisata di Kota Medan
1. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

dan

Pariwisata Nomor PM.92/

HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Usaha Jasa Pramuwisata;
2. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

NomorPM.93/HK.501/MKP/2010
Usaha

Jasa

Dan

tentang

Pariwisata

Tata Cara Pendaftaran

Penyelenggara Pertemuan, Perjalanan, Insentif,

Konferensi, Dan Pameran;
3. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

PM.94/HK.501/MKP/2010

dan

Pariwisata

Nomor

tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha

Jasa Konsultan Pariwisata;
4. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

dan

Pariwisata

Nomor

PM.95/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa
Informasi Pariwisata;
5. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

PM.96/HK.501/MKP/2010

tentang

dan

Pariwisata

Nomor

Tata Cara Pendaftaran Usaha

Wisata Tirta;
6. Peraturan

Menteri

Kebudayaan

dan

Pariwisata

Nomor

PM

.97/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Spa;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita

Negara

Republik

Universitas Sumatera Utara

Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
8. Peraturan Daerah Kota

Medan Nomor 2 Tahun 2009 tentang

Urusan Pemerintahan Kota Medan (Lembaran Daerah Kota Medan
Tahun 2009 Nomor 2);
2. Peraturan

Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031
(Lembaran Daerah Kota Medan Tahun 2011 Nomor 13);
3. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Keparwisataan.

Pengaturan izin usaha pariwisata berdasarkan peraturan daerah kota
Medan No. 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan, Undang-Undang No. 19
Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Daerah Kota Medan No. 4 Tahun 2014
Tentang Kepariwisatan

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

13 122 81

Prosedur Pemberian Izin Usaha Peternakan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 Ditinjau dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

6 115 84

Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 6 87

Prosedur Izin Pengelolaan Pelataran Parkir Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2002

1 2 7

Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 9

Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 2

Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 15

Pemberian Izin Kepariwisataan di Kota Medan Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

0 0 3

BAB II PENGATURAN IZIN USAHA PARIWISATA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN NO. 4 TAHUN 2014 TENTANG KEPARIWISATAAN A. Pengertian Usaha Pariwisata - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Ke

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengawasan Izin Usaha Pariwisata Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Kepariwisataan(Studi Pemko Medan)

0 1 21