Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

A. Pengertian Perjanjian
Kata

perjanjian

berasal

dari

terjemahan

“overeenkomst”

dan

“verbintenis”, yang diterjemahkan dengan menggunakan istilah “perjanjian”
maupun “persetujuan”. Wiryono Projodikoro mengartikan perjanjian dari kata
verbintenis, sedangkan kata overeenkomst diartikan dengan kata persetujuan. 14

Pasal 1313 KUHPerdata mengemukakan “suatu perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih”.
Para sarjana menyatakan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata di atas
memiliki banyak kelemahan. Menurut Abdul Kadir Muhammad kelemahan –
kelemahan Pasal 1313 KUHPerdata adalah sebagai berikut : 15
1. Hanya menyangkut sepihak saja
Hal tersebut dapat diketahui dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Kata “mengikat” sifatnya hanya
datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan
“saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak – pihak.
2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa Konsensus
Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa
kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus.
Seharusnya dipakai juga persetujuan.
3. Pengertian perjanjian terlalu luas
Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena menyangkut
juga pelangsungan kawin, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum
keluarga.


14

Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan – Persetujuan Tertentu,
Penerbit Sumur, Bandung, 1981, hal.11.
15
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya, Bandung, 1992, hal. 78.

18
Universitas Sumatera Utara

19

4. Tanpa menyebutkan tujuan
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak – pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
R. Setiawan berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313
KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya
defenisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas
karena dipergunakan kata “perbuatan” yang juga mencakup perwakilan sukarela
dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi

perjanjian perlu diperbaiki menjadi : 16
a. Perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan
yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum.
b. Menambah perkatakan “atau saling mengikatkan diri” dalam Pasal 1313
KUHPerdata.
Menurut R. Setiwan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. 17
R. Subekti memberikan pengertian perjanjian adalah sebagai suatu
peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 18
Menurut M. Yahya Harahap yang disebut perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 19 Sedangkan menurut

16

R. Setiawan, Op.Cit., hal. 49.
Ibid.
18

R. Subekti (II), Op.Cit., hal. 1.
19
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 78.
17

Universitas Sumatera Utara

20

R. M. Sudikno Mertokusumo pengertian perjanjian adalah hubungan hukum
antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum. 20
Pengertian tersebut di atas terlihat bahwa dalam suatu perjanjian itu akan
menimbulkan suatu hubungan hukum dari para pihak yang membuat perjanjian.
Masing – masing pihak terikat satu sama lain dan menimbulkan hak dan
kewajiban diantara para pihak yang membuat perjanjian.
Hubungan hukum antara para pihak ini tercipta karena adanya perikatan
yang dilahirkan dari suatu perjanjian. Perlu diingat bahwa perjanjian merupakan
salah satu sumber lahirnya perikatan, sedangkan sumber lainnya adalah Undang –
Undang.

Berdasarkan beberapa rumusan pengertian perjanjian yang disebutkan di
atas, jika disimpulkan maka perjanjian megandung unsur – unsur : 21
1.

2.

3.

Ada pihak – pihak
Dalam suatu perjanjian paling sedikit ada dua pihak yang bertindak sebagai
subjek perjanjian. Para pihak yang disebut sebagai subjek perjanjian ini dapat
terdiri dari orang pribadi maupun badan hukum dan mempunyai wewenang
melakukan perbutan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang – undang.
Ada persetujuan antara para pihak
Sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat perjanjian para pihak
memiliki kebebasan untuk mengadakan tawar menawar di antara mereka.
Yang ditawarkan itu pada umumnya mengenai syarat – syarat dan objek
perjanjian. Dengan disetujuinya syarat – syarat dan objek perjanjian tersebut
maka timbulah persetujuan. Persetujuan inilah yang menjadi salah satu syarat
timbulnya perjanjian.

Ada tujuan yang akan dicapai
Tujuan mengadakan perjanjian terutama untuk memenuhi kebutuhan para
pihak dalam perjanjian, dalam hal ini kebutuhan tersebut dapat dilakukan
dengan mengadakan perjanjian dengan pihak lain. Tujuan yang akan dicapai
20

R.M. Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty,
Yogyakarta, 1988, ha. 97.
21
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 80.

Universitas Sumatera Utara

21

4.

5.

6.


oleh para pihak ini hendaknya tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang – undang.
Ada prestasi yang harus dilaksanakan
Dengan adanya persetujuan maka para pihak dalam suatu perjanjian
mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya secara
timbal balik. Pemenuhan kewajiban oleh para pihak sesuai dengan syarat –
syarat dalam perjanjian tersebut dinamakan prestasi. Menurut Pasal 1234
KUHPerdata prestasi tersebut dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat
sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
Ada bentuk tertentu
Perjanjian dapat dibuat dalam bentuk lisan maupun tertulis, perjanjian yang
dibuat dalam bentuk tertulis dapat berupa akta otentik maupun akta dibawah
tangan sesuai dengan ketentuan yang ada. Perjanjian dalam bentuk lisan,
artinya perjanjian dibuat dengan kata – kata yang jelas maksud dan tujuannya
sehingga dapat dipahami para pihak. Bentuk perjanjian perlu ditentukan
mengingat kekuatan mengikat dan kekuatan pembuktian yang dimiliki oleh
bentuk – bentuk perjanjian tersebut.
Adanya syarat – syarat tertentu
Dalam isi suatu perjanjian terdapat syarat – syarat tertentu yang harus

dipenuhi oleh para pihak. Dari syarat – syarat para pihak dapat mengetahui hal
– hal yang menjadi hak maupun kewajibannya.
Jika unsur – unsur suatu perjanjian yang telah dijelaskan sebelumnya

diamati dan diuraikan, maka unsur – unsur tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :22
1.

2.

3.

Unsur Esensialia
Unsur esensialia adalah unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam
suatu perjanjian, unsur mutlak, dimana tanpa adanya unsur tersebut,
perjanjian tak mungkin ada.
Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian
tertentu, setelah unsur esensialianya diketehui secara pasti. Unsur naturalia
ini merupakan unsur yang telah diatur dalam undang – undang sehingga

apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang – undang
yang mengaturnya.
Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia adalah unsur perjanjian yang ditambah oleh para pihak,
atau dengan kata lain merupakan ketentuan – ketentuan yang dibuat para
pihak untuk mempermudah pelaksanaan kontrak walaupun bukan
merupakan syarat utama.
22

J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

22

B. Syarat – Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian agar dapat dikatakan mempunyai kekuatan yang mengikat
sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya, harus dibuat
berdasarkan syarat – syarat sahnya perjanjian. Menurut ketentuan Pasal 1320

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata ada 4 (empat) syarat yang harus ada pada
setiap perjanjian agar perjanjian tersebut dapat berlaku secara sah.
Adapun keempat syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata
adalah :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Penjelasan mengenai syarat – syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320
KUHPerdata tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak. kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling
penting adalah adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, kemudian
diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lain. 23 Jadi, yang
dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara

23

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 2010, hal. 14.

Universitas Sumatera Utara

23

satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah pernyataannya,
karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahuai orang lain. 24
Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam
teori/ajaran, yaitu : 25
a. Teori Pernyataan (verklarings theorie), mengajarkan bahwa sepakat terjadi
saat kehendak pihak yang menerima tawaran menyatakan bahwa ia
menerima penawaran itu.
b. Teori Pengiriman (verzendings theorie), mengajarkan bahwa sepakat
terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang
menerima tawaran.
c. Teori Pengetahuan (vernemings theorie), mengajarkan bahwa pihak yang
menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima
(walaupun penerimaan itu belum diterimannya dan tidak diketahui secara
langsung).
d. Teori Penerimaan (ontvangs theorie), mengajarkan kesepakatan terjadi
pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak
lawan.
Sehubungan dengan adanya persesuaian antara pernyataan dengan
kehendak seperti yang telah disebutkan diatas, adakalanya pernyataan yang timbul
tidak sesuai dengan kehendak yang ada dalam batin. Mengenai hal ini terdapat
beberapa teori yang dijadikan pemecahannya, yaitu : 26
a. Teori Kehendak (wils theorie), menurut teori ini yang menentukan apakah
telah terjadi perjanjian atau belum adalah adanya kehendak para pihak.
b. Teori Pernyataan (verklarings theorie), menurut teori ini yang menentukan
apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan. Jika terjadi
perbedaan antara kehendak dengan pernyataan maka perjanjian tetap
terjadi.
c. Teori Kepercayaan (vertouwens theorie), menurut teori ini yang
menentukan apakah telah terjadi perjanjian atau belum adalah pernyataan
seseorang yang secara objektif dapat dipercaya.

24

Salim H.S (II), Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal. 33.
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009,
hal. 47 – 48.
26
Ibid., hal. 49.
25

Universitas Sumatera Utara

24

Berdasarkan syarat sahnya perjanjian tersebut di atas, khususnya syarat
kesepakatan yang merupakan penentu terjadinya atau lahirnya perjanjian, berarti
bahwa tidak adanya kesepakatan para pihak, tidak terjadi kontrak. Akan tetapi,
walaupun terjadi kesepakatan para pihak yang melahirkan perjanjian, terdapat
kemungkinan bahwa kesepakatan yang telah dicapai tersebut mengalami
kecacatan atau yang biasa disebut cacat kehendak atau cacat kesepakatan sehingga
memungkinkan perjanjian tersebut dimintakan pembatalan oleh pihak yang
merasa dirugikan oleh perjanjian tersebut.27 Berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata
ada terdapat 3 (tiga) unsur cacat kehendak, yaitu :
a. Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (Pasal 1322 KUHPerdata)
Seseorang dikatakan telah membuat kontrak secara silap manakala dia
ketika membuat kontak tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan
yang ternyata tidak benar. Jadi, kekhilafan terjadi jika salah satu pihak
keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak
tersebut dalam keadaan keliru. Yang merupakan objek dari kesilapan,
sehingga kontrak tersebut dapat dibatalkan, adalah sebagai berikut : 28
1) Kesilapan terhadap hakikat barang (error in subtansia), dalam
hal ini yang menjadi objek dari kesilapan adalah hakikat
barangnya yang diperjanjikan dalam kontrak. Misalnya kontrak
jual beli suatu lukisan yang disangka lukisan ciptaan pelukis
Affandi, ternyata lukisan tersebut bukan lukisan dari pelukis
Affandi.
27
28

Ahmadi Miru, OpCit., hal. 17.
Munir Fuady (I), Op.Cit., hal. 42.

Universitas Sumatera Utara

25

2) Kesilapan terhadap diri orang (error in persona), objek kesilapan
dapat juga terhadap diri orang yang melakukan kontrak.
Terhadap kesilapan mengenai orang tersebut tidaklah dapat
membatalkan kontrak, kecuali jika kontrak yang bersangkutan
semata – mata dibuat mengingat tentang diri orang tersebut.
Misalnya kontrak pertunjukan penyanyi terkenal yang disangka
Madonna ternyata kemudian bukan Madonna.
b. Paksaan/dwang (Pasal 1323 – 1327 KUHPerdata)
Yang dimaksud dengan paksaan menurut KUHPerdata adalah suatu
perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, di mana
terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan
baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu
kerugian yang terang dan nyata. 29 Jadi, suatu paksaan dapat menyebabkan
dibatalkannya suatu kontrak dalam hal paksaan tersebut menimbulkan
ketakutan terhadap diri orang tersebut dan ketakutan terhadap kerugian
yang nyata dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan.
Menurut

KUHPerdata, agar suatu paksaan dapat

mengakibatkan

pembatalan suatu kontrak, paksaan tersebut haruslah memenuhi syarat –
syarat sebagai berikut :30
1) Paksaan dilakukan terhadap orang yang membuat kontrak, atau
suami atau istri dari orang yang membuat kontrak, atau sanak
keluarga dalam dalam garis ke atas atau ke bawah.
29
30

Ibid., hal. 36.
Ibid., hal 36 – 37.

Universitas Sumatera Utara

26

2) Paksaan dilakukan oleh salah satu pihak dalam kontrak, atau
pihak ketiga untuk kepentingan siapa kontrak tersebut dibuat.
3) Paksaan tersebut menakutkan seseorang.
4) Orang yang takut tersebut harus berpikiran sehat.
5) Ketakutan karena paksaan tersebut berupa ketakutan terhadap
diri orang tersebut, atau ketakutan terhadap kerugian yang nyata
dan terang terhadap harta kekayaan orang yang bersangkutan.
6) Timbulnya

ketakutan

karena

paksaan

haruslah

dengan

mempertimbangkan keadaan dari yang dipaksakan berupa usia,
kelamin, kedudukan.
7) Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau
sanak keluarga tanpa paksaan.
8) Setelah terjadi paksaan kontrak tersebut tidak telah dikuatkan
(dengan tegas atau diam - diam).
9) Tidak telah lewat waktu kadaluarsa setelah dilakukan paksaan.
c. Penipuan/bedraq (Pasal 1328 KUHPerdata)
Yang dimaksud dengan penipuan suatu kontrak adalah suatu tipu muslihat
yang dipakai oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan pihak lain
dalam kontrak tersebut telah menandatangani kontrak tersebut, padahal
tanpa tipu muslihat tersebut pihak lain tidak akan menandatangani kontrak
yang bersangkutan. 31

31

Ibid., hal. 38.

Universitas Sumatera Utara

27

Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang keempat
yaitu penyalahgunaan keadaan/undue influence (KUHPerdata tidak mengenal).
Pada hakikatnya ajaran penyalahgunaan keadaan bertumpu pada dua hal, yaitu
penyalahgunaan keunggulan ekonomi dan penyalahgunaan keunggulan kejiwaan
termasuk

tentang

psikologi,

pengetahuan,

dan

pengalaman. 32

Jadi,

penyalahgunaan keadaan terjadi jika pihak yang memiliki posisi yang kuat (posisi
tawarannya) dari segi ekonomi maupun psikologi menyalahgunakan keadaan
sehingga pihak lemah menyepakati hal – hal yang memberatkan baginya. 33
2. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Kecakapan adalah kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum.
Perbutan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Orang –
orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang – orang yang cakap dan
mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang
ditentukan oleh undang – undang. Orang yang cakap mempunyai wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran
dewasa adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin.
Sementara itu Pasal 1329 KUHPerdata menyebutkan “setiap orang adalah
cakap untuk membuat perikatan – perikatan, jika ia oleh undang – undang tidak
dinyatakan tak cakap”. Mengenai orang yang dianggap tidak cakap diatur dalam
Pasal 1330 KUHPerdata, di dalamnya ditentukan bahwa tidak cakap untuk
membuat perjanjian adalah :
a. Orang – orang yang belum dewasa
32
33

Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 51
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c. Orang – orang perempuan dalam hal – hal yang ditetapkan oleh undang –
undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang – undang
telah melarang membuat perjanjian – perjanjian tertentu.
Khusus huruf c di atas mengenai perempuan dalam hal yang ditetapkan
dalam undang – undang sekarang ini tidak dipatuhi lagi karena hak perempuan
dan laki – laki telah disamakan dalam hal membuat perjanjian sedangkan untuk
orang – orang yang dilarang oleh perjanjian untuk membuat perjanjian tertentu
sebenarnya tidak tergolong sebagai orang yang tidak cakap, tetapi hanya tidak
berwenang membuat perjanjian tertentu.34
3. Suatu Hal Tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para
pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat
juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi
yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu. 35
Beberapa dari hal di atas, dalam KUHPerdata dan pada umumnya sarjana
hukum berpendapat bahwa prestasi itu dapat berupa : 36
a. Menyerahkan/memberikan sesuatu
b. Berbuat sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat
dipergunakan berbagai cara seperti : menghitung, menimbang, mengukur, dan
34

Ibid., hal. 29 – 30.
Ibid., hal. 30.
36
Ibid.

35

Universitas Sumatera Utara

29

menakar. Sementara itu, untuk menentukan jasa, harus ditentukan apa yang harus
dilakukan oleh salah satu pihak.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu
juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat
pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga.” 37
4. Suatu Sebab Yang Halal
Sebab yang dimaksud adalah isi dari perjanjian itu sendiri atau tujuan dari
para pihak mengadakan perjanjian. Halal adalah tidak bertentangan dengan
Undang – Undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Jadi, yang dimaksud dengan
sebab yang halal adalah bahwa isi dari perjanjian tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan perundang – undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.
Syarat sahnya perjanjian yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif,
karena kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan syarat ketiga
dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai objek dari perjanjian. Jika
syarat subjektif dari perjanjian tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan, artinya salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya
perjanjian tersebut dibatalkan, sehingga perjanjian yang telah dibuat tetap
mengikat selama tidak dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang berhak
meminta pembatalan. Sedangkan tidak terpenuhinya syarat objektif dari perjanjian
maka perjanjian tersebut batal demi hukum, karenanya tujuan dari para pihak
untuk membuat suatu perjanjian menjadi batal.

37

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

30

C. Jenis – Jenis Perjanjian
Sebelum membahas mengenai jenis – jenis perjanjian, akan diuraikan
terlebih dahulu mengenai bentuk perjanjian. Pada umumnya perjanjian tidak
terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Jika
perjanjian dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi
perselisihan.
Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, perjanjian dapat dibagi menjadi :
a. Perjanjian untuk memberikan sesuatu
b. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
c. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Selain menurut Pasal 1234 KUHPerdata perjanjian dapat juga dibedakan
menurut berbagai cara, yaitu : 38
1. Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi :
a. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 (dua) macam, yaitu :
timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna.
b. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada
satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak.
2. Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada
pihak yang lain, dibedakan menjadi :
a. Perjanjian cuma – cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada salah satu pihak.

38

Handri Raharjo, Op.Cit., hal. 60 – 68.

Universitas Sumatera Utara

31

b. Perjanjian atas bebas, adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari
pihak yang satu selalu terdapat kontrak prestasi dari pihak lain dan antara
kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
3. Perjanjian menurut namanya, dapat dibagi menjadi :
a. Perjanjian khusus/bernama/nominaat, adalah perjanjian yang memiliki
nama dan diatur dalam KUHPerdata. Contoh, perjanjian – perjanjian yang
terdapat dalam buku III Bab V – XVIII KUHPerdata, antara lain perjanjian
jual – beli, perjanjian tukar – menukar, perjanjian sewa – menyewa,
perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian
tentang perkumpulan, perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang,
perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam – meminjam, perjanjian bunga
tetap atau bunga abadi, perjanjian untung – untungan, perjanjian
pemberian kuasa, perjanjian penanggungan, dan perjanjian perdamaian.
b. Perjanjian umum/tidak bernama/innominaat, adalah perjanjian yang timbul,
tumbuh, dan hidup dalam masyarakat karena asas kebebasan berkontrak
dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUHPerdata diundangkan. Dari
pengertian tersebut dapat dilihat unsur – unsur dari perjanjian innominaat,
yaitu :
1) Perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata
2) Perjanjian yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
3) Berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Contohnya leasing,
kontrak karya, perjanjian sewa beli dan lain sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

32

4. Perjanjian menurut bentuknya ada 2 macam, yaitu perjanjian lisan/tidak
tertulis dan perjanjian tertulis. Termasuk perjanjian lisan adalah :
a. Perjanjian konsensual, adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat
antara para pihak saja sudah cukup untuk timbulnya perjanjian yang
bersangkutan.
b. Perjanjian riil, adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya
penyerahan barang atau kata sepakat bersama dengan penyerahan
barangnya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam
pakai.
Sedangkan yang termasuk dalam perjanjian tertulis, yaitu :
a. Perjanjian standar atau baku, adalah perjanjian yang berbentuk tertulis
berupa formulir yang isinya telah distandarisasi (dibakukan) terlebih
dahulu secara sepihak oleh produsen, serta bersifat massal, tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen.
b. Perjanjian formal, adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan
formalitas tertentu.
5. Perjanjian – perjanjian yang istimewa sifatnya, terdiri dari :
a. Perjanjian liberatoir, adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan
diri dari kewajiban yang ada.
b. Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak menentukan
pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
c. Perjanjian untung – untungan, misalnya perjanjian asuransi.

Universitas Sumatera Utara

33

d. Perjanjian publik, adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya
dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak bertindak sebagai
penguasa (pemerintah).
6. Perjanjian campuran/contractus sui generis (Pasal 1601 c KUHPerdata)
Di dalam perjanjian ini terdapat unsur – unsur dari beberapa perjanjian
bernama yang terjalin menjadi satu sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dipisah – pisahkan sebagai perjanjian yang berdiri sendiri – sendiri. Contoh,
perjanjian antara pemilik hotel dengan tamu.
7. Perjanjian penanggungan (borgtocht)
Perjanjian penanggungan adalah suatu persetujuan di mana pihak ketiga demi
kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur,
bila debitur tidak memenuhi perikatannya.
8. Perjanjian garansi (Pasal 1316 KUHPerdata) dan Derden Beding (Pasal 1317
KUHPerdata)
a. Perjanjian garansi adalah suatu perjanjian di mana seorang menjamin
pihak lain (lawan janjinya) bahwa seorang pihak ketiga yang ada di luar
perjanjian (buka pihak dalam perjanjian yang bersangkutan) akan
melakukan sesuatu (atau tidak akan melakukan sesuatu) dan kalau sampai
terjadi pihak ketiga tidak memenuhi kewajibannya, maka ia bertanggung
jawab untuk itu. Dengan kata lain, perjanjian garansi adalah perjanjian di
mana seseorang (A) berjanji kepada pihak (B) bahwa orang lain (C) akan
melaksanakan/memenuhi prestasi.

Universitas Sumatera Utara

34

b. Derden Beding (janji pihak ketiga) berdasarkan asas pribadi suatu
perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri dan
para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga,
kecuali dalam apa yang disebut janji guna pihak ketiga.
9. Perjanjian menurut sifatnya dibedakan menjadi :
a. Perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang utama.
b. Perjanjian accessoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian
utama/pokok, misalnya perjanjian pembebanan hak tanggungan atau
fidusia.
D. Asas – Asas Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dikenal 5 (lima) asas penting, yaitu asas
kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepastian hukum (pacta sunt
servanda), asas itikad baik, dan asas kepribadian.
Penjelasan mengenai kelima asas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Asas Kebebasan Berkontrak (Beginsel der Contracts Vrijheid)
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan
perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang – undang, maupun
yang belum diatur dalam undang – undang. Tapi kebebasan ini tetap ada batasnya,
yaitu selama kebebasan itu tetap berada di dalam batas – batas persyaratannya,
serta tidak melanggar hukum, sesusilaan dan ketertiban umum.
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang membuatnya.”

Universitas Sumatera Utara

35

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan
kepada para pihak untuk : 39
a. Membuat atau tidak membuat perjanjian
b. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
c. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
d. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
2. Asas Konsensualisme (Concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)
KUHPerdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. 40 Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
Pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat.
Perjanjian telah mengikat ketika kata sepakat dinyatakan dan diucapkan.
Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian
pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya
kesepakatan kedua belah pihak. 41 Namun terdapat pengecualian dalam hal undang
– undang memberikan syarat formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian,
misalnya syarat harus tertulis, contohnya jual beli tanah yang merupakan
kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan akta otentik Notaris.
3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum.
Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda
39

Salim HS (II), Op.Cit., hal. 9.
Ibid., hal. 10.
41
Ibid.

40

Universitas Sumatera Utara

36

merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang –
undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak. 42
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak
tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji – janji yang harus dipenuhi dan
janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang – undang.
Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUPerdata, yang berbunyi : “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang – undang”.
4. Asas Iktikad Baik (Goede Trouw)
Asas iktikad baik dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata,
yang berbunyi : “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad
merupakan asas bahwa para pihak harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para
pihak.
Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan
iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan
tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya
terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai
keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma – norma yang objektif. 43

42
43

Ibid.
Ibid., hal 11.

Universitas Sumatera Utara

37

5. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi : “Pada umumnya seseorang
tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”
Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi : “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan
itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317
KUHPerdata, yang berbunyi : “Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan
pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu
pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini
mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk
kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di
dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang – orang yang
memperoleh hak dari padanya. 44
Jika dibandingkan kedua pasal itu maka dalam Pasal 1317 KUHPerdata
mengatur tentang perjanjian untuk pihak ketiga. Sedangkan dalam Pasal 1318
KUHPerdata untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya, dan orang – orang

44

Ibid., hal. 12 – 13.

Universitas Sumatera Utara

38

yang memperoleh hak dari padanya. Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang
pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata, ruang lingkupnya yang
luas.
Disamping kelima asas yang di atas, di dalam Lokakarya Hukum Perikatan
yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen
Kehakiman dari tanggal 17 sampai dengan tanggal 19 Desember 1985 telah
berhasil dirumuskan delapan asas hukum perikatan nasional, yaitu : 45
1. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan
diantara mereka di belakang hari.
2. Asas Persamaan Hukum
Yang dimaksud dengan asas persamaan hukum adalah bahwa subjek
hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan
kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak dibeda – bedakan antara
satu sama lain, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama,
dan ras.
3. Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan
untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan

45

Ibid., hal 13 – 14.

Universitas Sumatera Utara

39

prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik.
4. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu
sebagai undang – undang bagi yang membuatnya.
5. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan
sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur.
6. Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan
dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.
7. Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal –
hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
8. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan
kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat
perlindungan itu adalah pihak debitur, karena pihak debitur berada pada
pihak yang lemah.

Universitas Sumatera Utara

40

E. Berakhirnya Perjanjian
Menurut Pasal 1381 KUHPerdata hapusnya perjanjian karena sebagai
berikut :
1. Pembayaran
Pembayaran yang dimaksud pada bagian ini berbeda dari istilah
pembayaran yang dipergunakan dalam percakapan sehari – hari karena
pembayaran dalam pengertian sehari – sehari harus dilakukan dengan
menyerahkan uang sedangkan menyerahkan barang selain uang tidak disebut
sebagai pembayaran, tetapi pada bagian ini yang dimaksud dengan pembayaran
adalah segala bentuk pemenuhan prestasi. 46
Pembayaran pada umumnya dilakukan oleh debitur/si berhutang, namun
dalam KUHPerdata pembayaran boleh juga dilakukan oleh orang lain yang
berkepentingan bahkan yang tidak berkepentingan, orang lain yang dimaksud
adalah : 47
a. orang yang turut berutang (tanggung menanggung)
b. penanggung utang
c. pihak ketiga yang tidak berkepentingan.
Pada bagian a dan b di atas adalah termasuk orang lain atau pihak ketiga
yang berkepentingan karena orang yang turut berutang dalam utang tanggung
menanggung memang berkepentingan untuk membayar utang mereka, karena
dalam perjanjian yang sifatnya tanggung menanggung, semua pihak yang turut
berutang tersebut berkewajiban membayar utang tersebut, hanya saja siapa pun di
46
47

Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 87 – 88.
Ibid., hal. 88.

Universitas Sumatera Utara

41

antara si berutang tersebut yang melunasi utang mereka, si berutang lainnya sudah
ikut bebas dalam pembayaran terhadap kreditor. Sama halnya dengan penanggung
utang, juga berkepentingan untuk membayar utang dari si debitur karena sejak
semula dia sudah terikat untuk membayar utang debitur manakala si debitur
sendiri tidak mampu membayar utangnya. 48
Berbeda dari orang yang turut berutang dan penanggung utang yang
memang berkepentingan untuk membayar utang debitur, pihak ketiga yang tidak
berkepentingan juga dimungkinkan untuk membayar utang debitur, hanya saja
pihak ketiga yang tidak berkepentingan tersebut dalam membayar utang debitur
bertindak atas nama debitur, tetapi seandainya pun dalam pembayaran utang
debitur tersebut dia bertindak atas nama sendiri, pembayaran tersebut juga tetap
sah, asal saja dia tidak menggantikan hak – hak si kreditor.49
Walaupun ada beberapa pihak yang dapat melakukan pembayaran
terhadap kreditor, untuk sahnya pembayaran tersebut, harus memenuhi syarat
sebagai berikut.
a. Orang yang membayar adalah pemilik mutlak barang yang digunakan
untuk membayar.
b. Orang yang membayar juga harus berkuasa memindahtangankan barang
yang digunakan untuk membayar tersebut.

48
49

Ibid.
Ibid., hal. 88 – 89.

Universitas Sumatera Utara

42

Seperti halnya dengan orang yang berhak membayar suatu utang, dalam
hal orang yang berhak menerima pembayaran pun dapat terdiri atas beberapa
kemungkinan. Orang yang berhak menerima pembayaran adalah : 50
a. si kreditor sendiri
b. orang yang dikuasakan oleh si kreditor
c. orang yang dikuasakan oleh hakim
d. orang yang ditunjuk oleh undang – undang.
2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti dengan Penyimpanan atau Penitipan
(Konsignasi)
Apabila seorang kreditor menolak pembayaran yang dilakukan oleh
debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan
jika kreditor masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di
pengadilan. 51
Penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan uang atau barang di
pengadilan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran asal
penawaran itu dilakukan berdasarkan undang – undang, dan apa yang dititipkan
itu merupakan atas tanggungan si kreditor. 52
Agar penawaran pembayaran yang dilakukan oleh debitur tersebut sah,
maka harus memenuhi syarat antara lain : 53
a. dilakukan kepada kreditor atau kuasanya.
b. dilakukan oleh debitur atau yang berkuasa membayar.
c. yang ditawarkan adalah utang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan
maupun yang belum ditetapkan, tetapi ditetapkan kemudian.
50

Ibid., hal. 90.
Ibid., hal. 96.
52
Ibid.
53
Ibid., hal. 96 – 97.

51

Universitas Sumatera Utara

43

d. telah jatuh tempo (kalau dibuat untuk kepentingan kreditor).
e. syarat dengan nama utang dibuat telah terpenuhi.
f. dilakukan di tempat yang diperjanjikan, kalau tidak diperjanjikan, kepada
kreditor pribadi atau di tempat tinggal sesungguhnya atau tempat tinggal
yang dipilihnya.
g. dilakukan oleh seorang notaris atau jurusita, yang disertai dua orang saksi.
Untuk sahnya suatu penyimpanan atau penitipan, tidak harus barang yang
dititipkan tersebut betul – betul dikuasai oleh hakim, tetapi sudah cukup jika
sebagai berikut : 54
a. Peyimpanan itu didahului oleh keterangan yang diberitahukan kepada
kreditor tentang penentuan hari, jam, dan tempat di mana barang yang
ditawarkan tersebut akan disimpan.
b. Debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan dengan menitipkannya
pada kas penyimpanan atau penitipan di kepaniteraan pengadilan, yang
disertai bunga sampai pada hari penitipan.
c. Oleh notaris atau juru sita yang disertai dua orang saksi dibuat suatu berita
acara yang menerangkan wujud mata uang yang ditawarkan, penolakan
kreditor atau bahwa kreditor tidak datang menerimanya, dan tentang
dilakukannya penyimpanan itu sendiri.
d. Jika kreditor tidak datang menerimanya, berita acara penitipan tersebut
disampaikan kepadanya dengan peringatan untuk mengambil apa yang
telah dititipkan itu.
3. Pembaharuan Hutang (Novasi)
Novasi diatur dalam Pasal 1413 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1424
KUHPerdata. Novasi adalah suatu perjanjian antara debitur dengan kreditur, di
mana perjanjian lama dan subjeknya yang ada dihapuskan dan timbul sebuah
objek dan subjek perjanjian yang baru.
Di dalam Pasal 1413 KUHPerdata, novasi dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu : 55

54
55

Ibid., hal. 97.
Salim HS (II), Op.Cit., hal 169.

Universitas Sumatera Utara

44

a. Novasi Objektif
Novasi objektif yaitu suatu perjanjian yang dibuat antara debitur dan
kreditur, di mana perjanjian lama dihapuskan. Ini berkaitan dengan objek
perjanjian.
b. Novasi Subjektif yang Pasif
Novasi subjektif yang pasif yaitu perjanjian yang dibuat antara kreditur
dan debitur, namun debiturnya diganti oleh debitur yang baru, sehingga
debitur lama dibebaskan. Inti dari novasi subjektif yang pasif adalah
penggantian debitur lama dengan debitur baru.
c. Novasi Subjektif yang Aktif
Novasi subjektif yang aktif yaitu penggantian kreditur, di mana kreditur
lama dibebaskan dari kontrak, dan kemudian muncul kreditur baru dengan
debitur lama. Inti novasi ini adalah penggantian kreditur.
4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 KUHPerdata
sampai dengan Pasal 1435 KUHPerdata. Yang diartikan dengan kompensasi,
adalah penghapusan masing – masing utang dengan jalan saling memperhitungkan
utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Tujuan utama
kompensasi adalah penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak
kreditur dan debitur, dimungkinkan terjadinya pembayaran sebagian, memberikan
kepastian pembayaran dalam keadaan pailit. 56
Adapun syarat terjadinya kompensasi adalah sebagai berikut : 57
a. kedua – duanya berpokok pada sejumlah uang; atau
b. berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama;
atau
c. kedua – duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika.

56
57

Ibid., hal. 170.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

45

5. Percampuran Utang
Percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 KUHPerdata sampai dengan
Pasal 1437 KUHPerdata. Percampuran utang adalah percampuran kedudukan
sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu.
6. Pembebasan Utang
Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 KUHPerdata sampai dengan
1443 KUHPerdata. Pembebasan utang adalah suatu pernyataan sepihak dari
kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perutangan. 58 Jika debitur
menerima pernyataan kreditur tersebut maka berakhirlah perjanjian utang piutang
diantara mereka.
Namun pembebasan utang bagi kreditur tidak dapat dipersangkakan, tetapi
harus dibuktikan karena jangan sampai utang tersebut sudah cukup lama tidak
ditagih, debitur menyangka bahwa terjadi pembebasan utang. Hanya saja
pengembalian sepucuk tanda piutang asli secara sukarela oleh kreditur. Maka, hal
itu sudah merupakan suatu bukti tentang pembebasan utangnya bahkan terhadap
orang lain yang turut berutang secara tanggung menanggung. 59
7. Musnahnya Barang yang Terutang
Jika suatu barang tertentu yang dijadikan objek perjanjian musnah, tidak
dapat lagi diperdagangkan, atau hilang, hapuslah perikatannya, kecuali kalau hal
tersebut terjadi karena kesalahan debitur atau debitur telah lalai menyerahkan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 60

58

Ibid., hal. 172.
Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 104.
60
Ibid., hal. 105.
59

Universitas Sumatera Utara

46

8. Kebatalan atau Pembatalan
Kebatalan atau batal demi hukum suatu kontrak terjadi jika perjanjian
tersebut tidak memenuhi syarat objektif dari syarat sahnya kontrak yaitu “suatu
hal tertentu” dan “sebab yang halal.” Jadi kalau kontrak itu objeknya tidak jelas
atau bertentangan dengan undang – undang, ketertiban umum atau kesusilaan,
kontrak tersebut batal demi hukum. 61
Pembatalan kontrak sangat terkait dengan pihak yang melakukan kontrak,
dalam arti apabila pihak yang melakukan kontrak tersebut tidak cakap menurut
hukum, baik itu karena belum cukup umur 21 tahun atau karena di bawah
pengampuan, kontrak tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang tidak
cakap tersebut apakah diwakili oleh wali atau pengampunya atau setelah dia sudah
berumur 21 tahun atau sudah tidak di bawah pengampuan. 62
Disamping karena belum dewasa atau karena di bawah pengampuan,
pihak yang melakukan perjanjian juga dapat meminta pembatalan perjanjian atau
kontraknya jika kontrak tersebut dibuat karena adanya paksaan, kekhilafan, atau
penipuan. 63
9. Berlakunya Syarat Batal
Hapusnya perjanjian yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal terjadi
jika kontrak yang dibuat oleh para pihak adalah kontrak dengan syarat batal, dan
apabila syarat itu terpenuhi, maka kontrak dengan sendirinya batal, yang berarti
mengakibatkan hapusnya kontrak tersebut. 64

61

Ibid., hal. 107.
Ibid.
63
Ibid., hal. 108.
64
Ibid., hal. 109.

62

Universitas Sumatera Utara

47

10. Daluarsa atau Lewat waktu
Lewatnya waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas
syarat – syarat yang ditentukan oleh undang – undang (Pasal 1946
KUHPerdata).65

65

Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit., hal. 73.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan/Konstruksi Antara Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Sumber Daya Air Dengan Perusahaan Rekanan ( Studi Di Balai Sumber Daya Air Sumatera II Propinsi Sumatera Utara)

1 67 98

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan Saluran Drainase Antara Dinas Bina Marga Kota Medan Dengan Cv.Teratai 26

8 122 120

Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Kerja Milik Pemerintah Antara CV. Dina Utama Dengan Dinas Penataan Ruang Dan Permukiman Provinsi Sumatera Utara

2 55 134

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara Dinas Pekerjaan Umum KIMPRASWIL Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Bagas Belantara (Studi Kasus Pada CV. Bagas Belantara)

3 106 112

Perlindungan Terhadap Pihak Kontraktor Dalam Perjanjian Pemborongan (Studi Kasus Perjanjian Antara..

1 61 5

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

4 25 108

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 9

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 1

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 17

Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Mandailing Natal dengan CV. Bersama Kontraktor (Studi Pada CV. Bersama Kontraktor)

0 0 3