Analisis Kesiapan Pemerintah Desa dalam Pelaksanaan PP Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Anggaran Dana Desa (Studi Kasus: Kabupaten Simalungun)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Desa
Kata “desa” sendiri berasal dari bahasa India yakni “swadesi” yang berarti
tempat asal, tempat tinggal, negeri asal, atau tanah leluhur yang merujuk pada satu
kesatuan hidup, dengan satu kesatuan norma, serta memiliki batas yang jelas
(Soetardjo, 1984:15, Yuliati, 2003:24). Sesuai batasan definisi tersebut, maka di
Indonesia dapat ditemui banyak kesatuan masyarakat dengan peristilahannya
masing-masing seperti Dusun dan Marga bagi masyarakat Sumatera Selatan, Dati
di Maluku, Nagari di Minang, Wanua di Minahasa dan Nagori di Simalungun
sendiri. Pada daerah lain masyarakat setingkat desa juga memiliki berbagai istilah
dan keunikan sendiri baik mata pencaharian maupun adat istiadatnya.
Menurut defenisi umum, desa adalah sebuah aglomerasi permukiman di
wilayah perdesaan (Hardjatno, 2007). Di Indonesia, istilah desa adalah pembagian
wilayah administrative di bawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.
Menurut Poerwadarminta (1976) Desa adalah sekelompok rumah di luar kota
yang merupakan kesatuan, kampong (di luar kota) dusun atauudik (dalam arti
daerah pedalaman sebagai lawan dari kota). Beradasarkan Undang-Undang nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana Desa atau yang disebut

dengan nama lain (selanjutnya disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-

Universitas Sumatera Utara

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan,
kampong (di luar kota); dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai
lawan dari kota) (Poerwadarminta, 1976). Desa merupakan suatu daerah hukum
yang merupakan wilayah masyarakat hukum terbentuk atas dasar ikatan tertentu,
antara lain: (1) bentuk genealogis, (2) bentuk “teritorial” dan (3) bentuk campuran
keduanya.
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan desa. Pengakuan Desa dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945
pasal 18B ayat 1 dan 2, serta dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah nomor
32 tahun 2004, di mana Desa atau yang disebut dengan nama lain (selanjutnya
disebut desa), adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal
ini kemudian ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005

Universitas Sumatera Utara

tentang Desa dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa.

2.1.2. Karakteristik Desa
Di Indonesia, wilayah yang disebut desa seharusnya dilihat dalam tahapan
yang tidak sama. Masyarakat yang telah mulai menetap juga memiliki
karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, antara Jawa dengan
luar Jawa, antara desa dekat kota dengan desa yang jauh dari kota, antara wilayah
dataran tinggi dengan dataran rendah, demikian pula antara pantai dan pedalaman.

Di Indonesia kelihatannya belum ada kajian mendalam tentang hal ini. Secara
umum masyarakat yang telah mulai menetap yang disebut dengan desa, istilah
sebutannya sangat beragam di berbagai suku bangsa. Di Jawa disebut desa, di
Aceh disebut Gapong, di Papua disebut kampong dan masih banyak berbagai
istilah tentangnya. Sangatlah penting mengklasifikasikan penduduk yang telah
mulai menetap. Kalau digolongkan menurut sistem produksinya, ada penduduk
desa yang digolongkan dengan desa subsistensi. Sistem produksi yang
dikembangkan adalah berproduksi untuk kepentingan hidup diri mereka sendiri
dan pemenuhan penduduk desa itu sendiri. Kebudayaan produksi bukan
mengubah alam akan tetapi mengadaptasi alam. Artinya apa yang di dalam alam
sekitarnya itulah sumber kehidupan mereka. Karakter sistem sosialnya bersifat
komunal. Ikatan antar hubungan personal dan pemilikan diatur atas dasar
pemilikan komunal. Contoh jelas akan hal ini adalah tanah, adat. Bagi desa yang

Universitas Sumatera Utara

belum mengenal ekonomi uang, aktivitas ekonominya dilakukan dengan cara
barter (Susetiawan, 2010).
Desa merupakan bentukan dan pengembangan konsep asli bangsa
Indonesia, meskipun ada kemiripan dengan desa di India yang bernuansa Hindu.

Kehidupan masyarakat desa terikat pada nilai-nilai budaya asli yang sudah
diwariskan secara turun menurun dan melalui proses adaptasi yang sangat panjang
dari interaksi intensif dengan perubahan lingkungan biofisik masyarakat. Kearifan
lokal merupakan salah satu aspek karakteristik masyarakat, yang terbentuk
melalui proses adaptasi yang kondusif bagi kehidupan masyarakat, sehingga nilainilai yang terkandung di dalamnya seyogianya dipahami sebagai dasar dalam
pembangunan pertanian dan pedesaan (Sumardjo,2010). Kondisi masyarakat
perdesaan di Indonesia pada saat ini sangat beragam, mulai dari perilaku
berladang berpindah, bertani menetap, desa industri, desa dengan mata
pencaharian dominan sektor jasa sampai desa yang dengan fasilitas modern (semi
urban dan urban) dapat ditemukan di wilayah Indonesia di era milenium ini. Pada
tahun 1952 (Hadikoesoemo, 1965) terkait dengan desa terungkap bahwa normanorma daerah hukum masyarakat itu menurut hukum adat: (1) berhak mempunyai
wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah, (2) berhak mengurus
dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri, (3) berhak mengangkat
pimpinan atau majelis pemerintahannya sendiri, (4) berhak memiliki harta benda
dan sumber keuangannya sendiri, (5) berhak atas tanahnya
sendiri, (6) berhak memungut pajak sendiri. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut
terdapat keberagaman hukum asli di masing-masing desa yang tersebar di seluruh

Universitas Sumatera Utara


nusantara ini. Di Sumatera Barat misalnya, ada nagari yang mempunyai tata
aturan adat yang khas, demikian juga di tempat lain. Desa mengandung sejumlah
kearifan-kearifan lokal (local wisdom) yang apabila dicermati nilai yang
terkandung dalam kearifan tersebut maka dapat menjadi suatu kekuatan untuk
beradaptasi dengan lingkungan dimana suatu masyarakat berdomisili di suatu
wilayah desa. Kearifan tersebut dapat dicermati dari aturan-aturan, norma, tata
krama/ tata susila, bahasa, kelembagaan, nama dan gelaran, teknologi yang
digunakan (konstruksi rumah, tata letak rumah, teknik irigasi, teknik pengolahan
tanah dan peralatannya, teknik membuat jalan/ jembatan, teknik perahu dan
sebagainya). Sekiranya nilai (value) yang terkandung di dalam aspek-aspek
tersebut diperhatikan dalam pengembangan teknologi di era odern ini, meski
menggunakan bahan yang mungkin berbeda, maka keserasian lingkungan dan
daya adaptasi tampaknya menjadi tetap tinggi. Infrastruktur itu alat penting bagi
kemajuan perkembangan masyarakat desa, namun masyarakat paham arti
pentingnya infrastruktur itu jauh lebih penting sebab orang akan bertindak dengan
alat yang dimilikinya karena mereka mengetahui arti pentingnya alat yang
dipunyai. Meskipun infrastuktur perdesaan banyak ditemui di desa, pertanyaannya
apakah infrastuktur yang ada telah dipahami arti pentingnya bagi kehidupan
masyarakat perdesaan. Data statistik tentangnya seperti jalan desa, gedung SD,
Polindes (Poliklinik Desa), kantor pemerintah desa, kendaraan umum dan

infrastuktur lainnya, dapat ditemukan dengan mudah. Jika dilihat dari jumlah yang
ada maka penyebaran infrastuktur tidak merata antardesa di Jawa, apalagi
dibandingkan dengan desa di luar Jawa. Pembangunan infrastuktur buka sekedar

Universitas Sumatera Utara

ada dan menyebarkan secara merata tentang pengadaannya, akan tetapi perlu
analisis infrastuktur mana yang paling penting bagi desa dengan tipologi tertentu,
seberapa besar jumlah yang harus dibutuhkan (Susetiawan,2010).
Infrastuktur pendidikan perdesaan seperti gedung SD harus menjadi
perhatian utama. Kurangnya gedung SD dan bilamanapun ada, kualitas bangunan
yang ada sangat buruk mudah rusak bahkan ambruk. Dalam waktu yang singkat
barangkali Jawa tidak banyak membutuhkan infrastuktur itu, akan tetapi
bagaimana pemeliharaan infrastuktur tersebut. Luar Jawa keadaanya tidak hanya
pada pengadaan infrastuktur bangunan gedung sekolah akan tetapi tenaga
pengajar akan siap melayani pendidikan di pelosok desa pedalaman jauh lebih
penting untuk diperhatikan. Kesehatan dan Gizi masyarakat harus dilihat pada
tipologi desa macam apa. Desa menetap dan berbudidaya di mana penduduk nya
kreatif, ada pertanian yang maju dan ada industri perdesaan yang berkembang,
mereka tidak kesulitan untuk memenuhi gizi. Bagi masyarakat yang telah

memiliki pengetahuan pemenuhan gizi tidak menjadi problematik. Ini terutama
dapat dilihat di desa di Jawa. Desa lain yang berada di luar Jawa juga tidak bisa
dilihat secara kuantitatif semata akan tetapi juga harus dilihat dari sifat kualitatif
penyelenggaraan kesehatan dan gizi. Keadaan seperti itu perlu dilihat lebih teliti
desa mana yang mengalami tingkat kesehatan rendah dan kekurangan gizi. Bagi
masyarakat desa yang telah menetap lama sebagai masyarakat desa persoalan ini
sudah tidak menjadi persoalan serius. Karakteristik wilayah perdesaan sangat
berbeda tipologinya baik karakteristik sosial budaya, keadaan infrasturkur yang
ada, keadaan di wilayah perdesaan, tingkat kesehatan dan gizi sampai dengan

Universitas Sumatera Utara

karakteristik

kondisi

kemiskinannya.

Tipologi


desa

seharusnya

mempertimbangkan keadaan yang berbeda antar masyarakat di Jawa antara Jawa
dan luar Jawa. Kerumitan tipologi dan karakteristik ini tidak mungkin
digeneralisasikan dalam proses pembangunan. Oleh sebab itu, desentralisasi
menjadi prinsip utama dalam proses pembangunan agar pembangunan lebih cepat
untuk menjawab kebutuhan masyarakat perdesaan (susetiawan, 2010).

2.1.3 Alokasi Dana Desa
Pasal 90 ayat 3 dan 5 undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 menyatakan
bahwa penyelenggaraan kewenangan desa dapat ditugaskan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Kewenangan desa yang ditugaskan oleh pemerintah
pusat didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara. Sedangkan,
kewenangan desa yang ditugaskan oleh pemerintah daerah didanai oleh anggaran
pendapatan dan belanja daerah. Berdasarkan peraturan diatas jelas bahwa setiap
desa akan mendapatkan anggaran dana desa baik dari pusat maupun daerah yang
menjadi sumber keuangan dan kekayaan desa.
Alokasi Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten yang dialokasikan dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar desa untuk mendanai kebutuhan
desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
serta pelayanan masyarakat. ADD merupakan perolehan bagian keuangan desa
dari kabupaten yang penyalurannya melalui Kas Desa. ADD adalah bagian dana
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Sanusi (2004) alokasi dana desa adalah dana yang harus
dialokasikan pemerintah kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima dari kabupaten yang
penggunaannya untuk 30% belanja aparatur dan operator dan 70% untuk belanja
publik dan pemberdayaan masyarakat.
Adapun maksud dan tujuan dari alokasi dana desa adalah:
a) Maksud
ADD dimaksudkan untuk membiayai program pemerintah desa dalam
melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemberdayaan masyarakat.
b) Tujuan

Alokasi Dana Desa (ADD) bertujuan untuk:
a. Meningkatkan
melaksanakan

penyelenggaraan
pelayanan

pemerintahan

pemerintahan,

desa

pembangunan

dalam
dan

kemasyarakatan sesuai kewenangannya.
b. Meningkatkan


kemampuan

lembaga

kemasyarakatan

dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai dengan potensi yang ada.
c. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan bekerja dan
kesempatan berusaha bagi masyarakat.
d. Mendorong peningkatan swadaya gotong-royong masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Dalam melaksanakan penghitungan Dana Desa setiap Desa,
Pemerintah Kabupaten/Kota mengacu pada ketentuan sebagai berikut :
1.

Ketentuan terkait sumber dana, model perhitungan, variabel dan bobot
yang digunakan dalam perhitungan sebagaimana diatur dalam bab II
Peraturan Menteri Keuangan, yaitu :
(1) Sumber Dana Desa yang digunakan dalam penghitungan Dana
Desa setiap Desa berasal dari

rincian Dana Desa setiap

kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden
tentang Rincian APBN/APBN-P.
(2) Dana Desa setiap Desa dihitung berdasarkan:
a.

Alokasi Dasar, yang merupakan alokasi yang dibagi secara
merata kepada setiap Desa sebesar 90% (sembilan puluh per
seratus) dari Dana Desa setiap kabupaten/kota; dan

b.

Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah
penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat
kesulitan geografis setiap Desa (yang selanjutnya dalam
pedoman ini disebut “Bagian Formula”), dengan bobot
sebagai berikut :
 25% (dua puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk;
 35% (tiga puluh lima per seratus) untuk jumlah penduduk
miskin;
 10% (sepuluh per seratus) untuk luas wilayah; dan

Universitas Sumatera Utara

 30% (tiga puluh per seratus) untuk tingkat kesulitan
geografis.
Ketentuan terkait rumus/formulasi yang digunakan dalam perhitungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan ini, yaitu:
Dana Desa setiap Desa = (Dana Desa kabupaten/kota – Alokasi Dasar) x
[(25% x rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa
kabupaten/kota yang bersangkutan) + (35% x rasio jumlah penduduk
miskin Desa setiap terhadap total penduduk miskin Desa kabupaten/kota
yang bersangkutan) + (10% x rasio luas wilayah Desa setiap terhadap luas
wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan) + (30% x rasio IKG
setiap Desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan)].
Penghitungan dana desa setiap desa akan dilakukan sebagai
berikut:
1) Menghitung variabel pembagi alokasi sebagai berikut:
a) Pagu Alokasi Dasar, dengan rumus:

b) Pagu Bagian Formula, dengan rumus:

2) Menghitung bagian alokasi dasar Dana Desa setiap Desa (Alokasi
Dasar), dengan rumus :

3) Menghitung bagian alokasi formula Dana Desa setiap Desa dengan
urutan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

a) Rasio jumlah penduduk desa (Rasio JP), dengan rumus:

b) Bobot jumlah penduduk desa (Bobot JP), dengan rumus:

c) Rasio jumlah penduduk miskin desa (Rasio JPM), dengan
rumus:

d) Bobot jumlah penduduk miskin desa (Bobot JPM), dengan
rumus:

e) Rasio luas wilayah desa (Rasio LW), dengan rumus:

f)Bobot luas wilayah desa (Bobot LW), dengan rumus:

g) Rasio indeks kesulitan geografis desa (Rasio IKG), dengan
rumus:

h) Bobot indeks kesulitan geografis desa (Bobot IKG), dengan
rumus:

Universitas Sumatera Utara

i) Total bobot, dengan rumus:

j) Bagian alokasi formula, dengan rumus:

4) Menghitung Dana Desa setiap Desa, dengan rumus:

2.1.4 Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa memiliki peranan signifikan dalam pengelolaan proses
sosial dalam masyarakat. Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa
adalah bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan pelayanan
sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya pada kehidupan yang
sejahtera, rasa tentram dan berkeadilan. Pemerintahan desa tersebut merupakan
penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam
system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam menjalankan
pemerintahan suatu desa, dibutuhkan pemerintah desa yang menjadi motor
pelaksana dari tugas-tugas yang harus dijalankan dalam pemerintahan desa
tersebut. Pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Kepala
desa selaku kepala pemerintahan desa berwenang untuk memimpin pemerintahan
desa selama enam 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala desa
akan dibantu oleh perangkat desa yang terdiri dari: sekretaris desa; pelaksana
kewilayahan; dan pelaksana teknis. Perangkat desa tersebut diangkat langsung

Universitas Sumatera Utara

oleh kepala desa dari warga desa setelah dikonsultasikan kepada Camat atas nama
Bupati/Walikota. Perangkat desa tersebut akan bertugas untuk membantu kepala
desa dalam melasanakan tugas dan wewenangnya selama masa jabatan kepala
desa dan akan bertanggungjawab langsung kepada kepala desa.
Dalam pelaksanaan pemerintahan desa, kepala desa selaku pemerintah
desa memiliki wewenang sebagai berikut:
1.

Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD);

2.

Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa;

3.

Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset Desa;

4.

Menetapkan peraturan Desa;

5.

Menetapkan anggaran dan belanja Desa;

6.

Membina kehidupan masyarakat Desa;

7.

Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa;

8.

Mengembangkan sumber pendapatan Desa;

9.

Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan Negara
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa;

10. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa;
11. Memanfaatkan teknologi tepat guna;
12. Mengoordinasi pembangunan Desa secara partsipatif;
13. Mewakili Desa didalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa;
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan perundangundangan; dan

Universitas Sumatera Utara

14. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Adapun tugas ataupun tanggungjawab dari seorang kepala desa dalam
menjalankan roda pemerintahan desa yaitu:
1.

Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

2.

Meningkatkan kesejahteraan rakyat.

3.

Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat.

4.

Melaksanakan kehidupan demokrasi.

5.

Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan
bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.

6.

Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan
desa.

7.

Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang undangan.

8.

Menyelenggarakan administrasi pemerintahan yang baik.

9.

Melaksanakan

dan

mempertanggungjawabkan

pengelolaan

keuangan desa.
10. Melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan desa.
11. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
12. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.
13. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai nilai sosial budaya
dan adat istiadat.

Universitas Sumatera Utara

14. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.
15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan
lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugas – tugas pemerintahan desa diatas,
Kepala Desa berhak:
1.

Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah Desa;

2.

Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan Desa

3.

Menerima

penghasilan

tetap

setiap

bulan,

tunjangan

dan

penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan
4.

Mendapatan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan;
dan

5.

Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya
kepada perangkat Desa

Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pengertian pemerintah desa
diatas bahwa, kepala desa akan dibantu oleh perangkat desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Perangkat desa akan bertugas
untuk membantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.1 Komitmen
Menurut Robbins (2002:15), komitmen organisasi adalah sebagai keadaan
dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tersebut dan tujuantujuannya, serta berniat untuk memelihara keanggotanya dalam organisasi
tersebut. Sedangkan Steers dan Porter dalam Supriyono (2006:24) berpendapat
bahwa komitmen organisasi merupakan kondisi dimana karyawan sangat tertarik
terhadap tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasi. Selanjutnya, Greenberg
dan Baron (1997:190), komitmen organisasi menggambarkan seberapa jauh
seseorang mengidentifikasikan dan melibatkan dirinya pada organisasinya dan
keinginan untuk tetap tinggal di organisasi itu. Porter et.al dalam Miner,
(1992:124) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat
relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam
bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan empat hal, yaitu indikatornya
diantaranya:
a. Kepercayaan karyawan terhadap organisasi
b. Partisipasi karyawan dalam aktivitas kerja
c. Loyalitas terhadap organisasi
d. Adanya Perasaan menjadi bagian dari organisasi
Sedangkan menurut Robbins dalam Sjabadhyni dkk (2001:456) memandang
komitmen organisasi merupakan salah satu sikap kerja, karena ia merefleksikan
perasaan seseorang (suka atau tidak suka) terhadap organisasi tempat ia bekerja.
Hal ini didefinisikan sebagai suatu orientasi individu terhadap organisasi yang
mencakup loyalitas, identifikasi, dan keterlibatan. Jadi komitmen organisasi

Universitas Sumatera Utara

merupakan orientasi hubungan aktif antara individu dan organisasi. Orientasi
hubungan tersebut mengakibatkan individu atas kehendak sendiri bersedia
memberikan

sesuatu

dan

sesuatu

yang

diberikan

itu

menggambarkan

dukungannya bagi tercapainya tujuan organisasi.
Komitmen organisasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dalam Sjabadhyni dkk,
(2001:457). Komitmen organisasi menurut Allen dan Meyer dibedakan atas
tiga komponen, yaitu:
1) Komponen afektif berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan
karyawan di dalam suatu organisasi.
2) Komponen normatif merupakan perasaan-perasaan karyawan tentang
kewajiban yang harus ia berikan kepada organisasi.
3) Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan
tentang kerugian yang akan dihadapinya jika ia meninggalkan organisasi.
b. Komitmen organisasi menurut Porter et.al. dalam Miner (1992:128). Komitmen
organisasi dari Porter lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap
organisasi. Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen, yaitu sikap dan
kehendak untuk bertingkah laku.
1) Komponen sikap mencakup beberapa hal diantaranya:
a) Identifikasi dengan organisasi, yaitu penerimaan tujuan organisasi,
dimana penerimaan ini merupakan

dasar komitmen organisasi.

Identifikasi karyawan tampak melalui sikap dengan menyetujui

Universitas Sumatera Utara

kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai
organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
b) Keterlibatan sesuai peran dan tanggung jawab pekerjaan di organisasi
tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima
hampir semua tugas dan tanggung jawab pekerjaan yang diberikan
kepadanya.
c) Kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi
terhadap komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara
organisasi dengan karyawan. Karyawan dengan komitmen tinggi
merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.
2) Komponen kehendak untuk bertingkah laku, diantaranya:
a) Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal itu tampak melalui kesediaan
bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat berkembang
dan maju. Karyawan dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib
organisasi.
b) Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki
komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari organisasi dan
berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang dipilihnya dalam
waktu lama.

2.1.4.2 Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2000: 3), sumber daya manusia adalah semua manusia
yang terlibat di dalam suatu organisasi dalam mengupayakan terwujudnya tujuan

Universitas Sumatera Utara

organisasi tersebut. Nawawi (2003:37) membagi pengertian SDM menjadi dua,
yaitu pengertian secara makro dan mikro. Pengertian SDM secara makro adalah
semua manusia sebagai penduduk atau warga negara suatu negara atau dalam
batas wilayah tertentu yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang sudah
maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja). Pengertian SDM dalam
arti mikro secara sederhana adalah manusia atau orang yang bekerja atau menjadi
anggota suatu organisasi yang disebut personil, pegawai, karyawan, pekerja,
tenaga kerja dan lainnya. Jadi, sumber daya manusia (SDM) adalah semua orang
yang terlibat yang bekerja untuk mencapai tujuan perusahaan. Hasibuan (2002:12)
membagi komponen SDM menjadi pengusaha, yaitu setiap orang yang
menginvestasikan modalnya untuk memperoleh pendapatan dan besarnya
pendapatan itu tidak menentu tergantung pada laba yang dicapai perusahaan
tersebut. Karyawan, ialah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) untuk mengerjakan
pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi yang besarnya
telah ditetapkan terlebih dahulu (sesuai perjanjian). Posisi karyawan dalam suatu
perusahaan dibedakan menjadi: Karyawan Operasional, ialah setiap orang yang
secara langsung harus mengerjakan sendiri pekerjaannya sesuai dengan perintah
atasan. Karyawan manajerial, ialah setiap orang yang berhak memerintah
bawahannya untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dan dikerjakan sesuai
dengan perintah.
Pemimpin, ialah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan. Menurut Hasibuan

Universitas Sumatera Utara

(2000:1), pengelolaan sumber daya manusia berarti penyiapan dan pelaksanaan
suatu rencana yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa sumber daya manusia
yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan
organisasi tersebut.

2.1.4.3 Pengelolaan Keuangan Desa
Berdasarkan

PERMENDAGRI

nomor

113

tahun

2014

tentang

pengelolaan keuangan Desa menyebutkan bahwa keuangan desa adalah semua
hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu
berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban Desa. Keuangan desa wajib dikelola secara transparan, akuntabel,
partisipatif, serta dilakukan secara tertib dan disiplin anggaran.
Dalam Bab III Pasal 3 Permendagri NO. 113 Tahun 2014, disebutkan
bahwa kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan desa dan mewakili pemerintah desa dalam kepemilikan
kekayaan desa yang dipisahkan, dengan kewenangan :
1) Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
2) Menetapkan PTPKD;
3) Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
4) Menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa;
5) Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDesa.
Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu
oleh pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD), yang terdiri dari:

Universitas Sumatera Utara

Sekretaris Desa dan Perangkat Desa. Sekretaris desa bertindak selaku koordinator
pelaksana pengelolaan keuangan desa dan bertanggungjawab kepada Kepala
Desa. Tugas sekretaris desa adalah:
1) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBDesa;
2) Menyusun rancangan peraturan Desa tentang APBDesa, perubahan APBDesa
dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;
3) Melakukan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dalam APBDesa;
4) Menyusun pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa; dan
5) Melakukan verifikasi terhadap bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran
APBDesa.
Dalam ketentuan umum, Peraturan Menteri Dalam Negeri NO 66 Tahun
2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa, dinyatakan bahwa Perencanaan
pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) disusun dalam periode 5 (lima)
tahun, yang memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan
desa, kebijakan umum, dan program dan satuan program Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas kewilayahan, disertai dengan
rencana kerja. RPJM Desa ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala
Desa dilantik. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan
hasil

musyawarah

rencana

pembangunan

desa.

Penyusunan

RKPDesa

diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
RPJM-Desa ditetapkan dengan peraturan desa, sedangkan RKPDesa ditetapkan

Universitas Sumatera Utara

dengan peraturan kepala desa. Pelaksana otonomi desa menyebabkan perlunya
reformasi dalam manajemen keuangan desa. Salah satu reformasi yang penting
adalah dalam bidang penganggaran (budgeting reform). Reformasi anggaran
meliputi proses penyusunan, penetapan dan pelaksanaan dan pertanggungjawaban
anggaran. Aspek utama reformasi anggaran adalah perubahan anggaran dengan
pendekatan tradisional (tradisional budget) ke anggaran dengan pendekatan
kinerja (performance budget). Anggaran tradisional didominasi oleh penyusunan
anggaran yang bersifat line item dan incrementalism, yaitu proses penyusunan
anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun
sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan yang mendasar atas anggaran
baru. Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan
masyarakat. Dengan basis seperti ini, APBDesa masih terlalu berat menahan,
arahan, batasan, serta orientasi subordinasi kepentingan pemerintah atasan.
Sedangkan anggaran kinerja pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan
pengelolaan anggaran desa yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.
Kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik,
yang berarti harus berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2002).
Proses penyusunan dan pelaksanaan APBDesa harus difokuskan pada upaya
untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan yang menjadi perioritas
desa yang bersangkutan dan dengan memperhatikan asas umum APBDesa.
Dalam bagian ketiga pasal 35 dan 36 Permendagri NO. 113 Tahun 2014,
dinyatakan bahwa:
1) Penatausahaan dilakukan oleh bendahara Desa

Universitas Sumatera Utara

2) Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan
pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.
3) Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan uang melalui laporan
pertanggungjawaban.
4) Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala Desa
dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
5) Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran menggunakan: Buku kas umum;
buku kas pembantu pajak; buku Bank.

2.1.5 Pembangunan Desa
Sesuai dengan Pasal 1 ayat 8 Undang – undang nomor 6 tahun 2014
tentang desa, menyebutkan bahwa pembangunan desa adalah upaya peningkatan
kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat
desa. Peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat desa tentunya
dilakukan dengan berbagai pembangunan diberbagai bidang yang menyangkut
dengan kesejahteraan masyarakat desa seperti: pemenuhan kebutuhan dasar;
pembangunan sarana dan prasarana desa; pengembangan potensi ekonomi local;
serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Menurut Loekman Soetrisno (1992: 9-10), Pembangunan desa merupakan
suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan
menguasai lingkungan sosial yang disertai meningatnya tingkat hidup mereka
sebagai akibat dari penguasaan tersebut. Defenisi pembangunan desa tersebut
mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, adanya penekanan pada

Universitas Sumatera Utara

kemampuan menyeluruh dari penduduk pedesaan dalam mempengaruhi
lingkungan mereka, dan hal ini hanya dapat dicapai kalau pembangunan desa
merupakan proses pengembangan kemandirian mereka. Kedua, peningkatan
pendapatan sebagai akibat peningkatan kemampuan menguasai lingkungan tidak
terbatas pada kelompok kuat di pedesaanmelainkan harus merata di antara
penduduk. Kedua faktor tersebut mengarah pada upaya menghindarkan penduduk
pedesaan dari hambatan-hambatan dari luar yang mengurangi potensi mereka
serta membatasi keikutsertaan mereka dalam proses pengambilan keputusan
setempat.
Berdasarkan pasal 78 ayat 3 undang - undang nomor 6 tahun 2014 tentang
desa diaturkan bahwa pembangunan desa dilaksanakan dengan tiga tahapan, yaitu:
Perencanaan; pelaksanaan; dan pengawasan.
a. Perencanaan
George R. Terry (1975) mengatakan bahwa perencanaan adalah pemilihan
dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi
yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan
kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil
tertentu. Sementara Henry Fayol seorang teoris manajemen atau administrasi
asal prancis mendefenisikan perencanaan sebagai pemilihan atau penetapan
tujuan-tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek,
program, prosedur, metode, sistem anggaran dan standar yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan.

Universitas Sumatera Utara

Berkaitan dengan pengertian perencanaan yang diungkapkan oleh para ahli
tersebut,

perencanaan

pembangunan

desa

berarti

pemilihan

dan

menghubungkan fakta-fakta yang ada tentang desa dan menggunakan asumsiasumsi yang berkaitan dengan masa mendatang untuk menetapkan strategi
kebijaksanaan proyek, program, prosedur, metode, system anggaran dan
standar yang dibutuhkan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat desa.
Pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai dengan
kewenangannya dan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/
Kota. Dalam implikasinya, berdasarkan pasal 79 ayat 2 undang-undang nomor
6 tahun 2014 tentang desa, perencanaan pembangunan desa disusun secara
berjangka meliputi: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk
jangka waktu enam (6) tahun; dan Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau
yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari
rencana pembangunan jangka menengah desa untuk jangka waktu satu (1)
tahun.
Penyusunan perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat. Pemerintah desa bersama dengan masyarakat
yang terdiri dari berbagai golongan akan duduk bersama dalam musyawarah
perencanaan pembangunan desa untuk secara bersama-sama menampung
aspirasi masyarakat yang selanjutnya menjadi bahan pertimbangan pemerintah
desa dalam penyusunan perencanaan pembangunan desa agar pembangunan
desa benar-benar tepat sasaran atau dengan kata lain efektif dan efisien.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 80 ayat tiga (3) dan empat (4) undang-undang nomor 6 tahun 2014
tentang desa mengatur bahwa dalam musyawarah perencanaan pembangunan
desa ditetapkan prioritas, program, kegiatan dan kebutuhan pembangunan desa
yang didanai oleh APBDes dan APBD kabupaten/kota. Prioritas, program,
kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa dirumuskan berdasarkan penilaian
terhadap kebutuhan masyarakat desa yang meliputi:
1.

Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;

2. Pembangunan dan pemliharaan infrastruktur dan lingkungan berdsarkan
kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
3.

Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;

4.

Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan
ekonomi; dan

5.

Peningkatan kualitas ketertiban dan ketentraman masyarakat desa
berdasarkan kebutuhan masyarakat desa.

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan pembangunan desa dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
pembangunan yang disusun oleh pemerintah desa bersama dengan masyarakat
tepatnya sesuai dengan rencana kerja pemerintah. Pelaksanaan pembangunan
tersebut dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan tetap melibatkan
masyarakat desa dengan semangat gotong royong. Loekman Soetrisno (1992:
10) mengatakan “upaya pembangunan desa memang diharapkan akan
meningkatkan kualitas hidup warga desa secara individual dan keluarga. Dalam
rangka ini, pendekatan yang efektif adalah melalui kelompok bukan secara
individual. Hal ini untuk menghindarkan individu-individu yang mempunyai

Universitas Sumatera Utara

potensi besar akan maju sendiri dan secara “selfish” meninggalkan masyarakat
anggota lain. Disamping itu pelayanan terhadap kelompok akan lebih efisien
dalam menggunakan sumber daya dan dana yang ada”.
c. Pengawasan
Pengawasan terhadap setiap pelaksanaan dari program - program
pembangunan desa dilakukan langusung oleh masyarakat. Masyarakat berhak
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan desa sebagaimana
yang disampaikan dalam pasal 82 ayat 2 undang – undang nomor 6 tahun 2014
tentang desa sebab masyarakat merupakan pihak yang berdaulat dalam suatu
negara sebagaimana inti dari demokrasi. Dalam melaksanakan pengawasan,
masyarakat desa perlu mendapatkan informasi pelaksanaan rencana kerja
pemerintah. Informasi tersebut bisa didapatkan masyarakat melalui layanan
informasi desa dan laporan dalam musyawarah desa yang dilaksanakan
minimal 1 (satu) tahun sekali. Budiman Djoma (tanpa tahun: 7) mengatakan
“bentuk pengawasan masyarakat terhadap pemerintah dapat dalam bentuk
melembaga dan tidak melembaga. Pengawasan melembaga yaitu pengawasan
yang dilakukan oleh masyarakat dengan cara – cara terlembaga, seperti temu
wicara, petisi, pernyataan sikap, rekomendasi, resolusi dan demonstrasi damai.
Sedangkan pengawasan tidak melembaga yaitu pengawasan yang dilakukan
dengan carayang tidak terlembaga dengan cara demonstrasi liar, pamphlet –
pamphlet yang tidak sopan, caci maki, pemogokan umum, pemboikotan,
pembangkangan, sabotase dan perusakan”.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul
dan Tahun
Penelitian
Analisis
Muhammad
Wahib Abdi dan kesiapan
Hendry Cahyono pemerintah Desa
Blawi dalam
2015
rangka
implementasi
undang-undang
Republik
Indonesia nomor
6 tahun 2014
Analisis
Ririz Setiawati
kesiapan
Kusuma
Pemerintah
2013
daerah dalam
melaksanakan
Standar
Akuntansi
Pemerintah
Berbasis Akrual
(Kasus pada
Kabupaten
JEMBER)

Variabel

Hasil

Variabel Independen:
Kesiapan Desa Blawi

Desa Blawi siap
mengimplementasikan
UU RI nomor 6 tahun
2014 tentang Desa

Variabel Independen:
Pemahaman
Pemerintah Desa dan
respon Pemerintah
Desa terhadap
undang-undang
nomor 6 tahun 2014
Variabel Independen:
Kesiapan Pemerintah
Daerah
Variabel Dependen:
Komitmen, Sumber
Daya Manusia,
Infrastruktur, Sistem
Informasi

2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2008: 38) kerangka teoritis adalah suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor - faktor yang penting
yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu.
Berdasarkan latar belakang, tinjauan teoritis peneliti membentuk kerangka
konseptual yang menggambarkan hubungan antara variabel independen dan
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah perencanaan
pembangunan desa, prioritas pembangunan desa, kendala pemerintah desa yang

Universitas Sumatera Utara

menjadi indikator terhadap variabel dependen yaitu tingkat kesiapan perangkat
desa. Kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

Komitmen
Kesiapan SDM Pemerintah
Desa
Kesiapan Pengelolaan
Laporan Keuangan

Kesiapan Pemerintah Desa

Kesiapan Perencanaan
Pembangunan Desa
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara