Pengaruh Intellectual Capital terhadap Return on Asset Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1

Stakeholder Theory
Teori pertama yang mendasari penelitian ini adalah stakeholder

theory. Dalam pandangan teori ini, perusahaan bukan hanya sekedar memiliki
shareholder, namun juga stakeholder. Stakeholder merupakan individu,
sekelompok manusia, komunitas, atau masyarakat baik secara keseluruhan
maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap
perusahaan. Individu, kelompok, maupun komunitas/masyarakat dikatakan
sebagai stakeholder apabila memiliki 3 karakteristik, yaitu kekuasaan,
legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan. Riahi-Belkaoui (2003)
mengatakan bahwa kelompok-kelompok „stake‟ tersebut meliputi pemegang
saham,

karyawan,

pelanggan,


pemasok,

kreditor,

pemerintah,

dan

masyarakat. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi pertimbangan utama
bagi perusahaan dalam megungkapkan dan atau tidak mengungkapkan suatu
informasi dalam laporan keuangan (Ulum, 2008).
Berdasarkan teori stakeholder, manajemen organisasi diharapkan
untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder mereka
dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder. Teori
ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk disediakan
informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi mereka,

Universitas Sumatera Utara


bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi tersebut
dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan peran
yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi (Deegan, 2004).
Deegan (2004) lebih lanjut menyatakan bahwa teori stakeholder
menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau
ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih
secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial,
dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk
memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajer
korporasi

mengerti

lingkungan

stakeholder

mereka dan melakukan


pangelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di
lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari
teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam
meningkatkan

nilai

dari

dampak

aktivitas-aktivitas

mereka,

dan

meminimalkan kerugian-kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti
keseluruhan teori stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika
korporasi dan stakeholder mejalankan hubungan mereka.

Menurut Guthrie et al. (2006), laporan keuangan merupakan cara
yang paling efisien bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan kelompok
stakeholder yang dianggap memiliki ketertarikan dalam pengendalian aspekaspek strategis tertentu dalam organisasi. Content analysis atas pengungkapan

Universitas Sumatera Utara

Intellectual Capital dapat digunakan untuk menentukan apakah komunikasi
tersebutbenar-benar terjadi.
Terdapat dua jenis informasi yang disediakan oleh perusahaan dalam
laporan tahunan, yaitu informasi yang bersifat wajib (mandatory) dan
informasi yang bersifat sukarela (voluntary). Informasi yang bersifat wajib
lebih mengungkapkan informasi mengenai keuangan perusahaan, sedangkan
informasi yang bersifat sukarela mengungkapkan informasi non-keuangan
perusahaan.
Salah satu informasi yang bersifat sukarela adalah informasi
mengenai Intellectual Capital. Informasi tersebut mengungkapkan adanya
suatu value added yang dimiliki oleh perusahaan akibat adanya pengelolaan
dari Intellectual Capital itu sendiri. Dengan adanya pengungkapan mengenai
informasi Intellectual Capital tersebut, diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan stakeholder dan dapat mengurangi tingkat resiko dan

ketidakpastian yang dihadapi oleh investor.
Bidang manajerial dari Stakeholder Theory berpendapat bahwa
kekuatan stakeholder untuk memengaruhi manajemen korporasi harus
dipandang sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber
daya yang dibutuhkan organisasi. Ketika para stakeholder berupaya untuk
mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan
dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu, para stakeholder berkepentingan untuk memengaruhi
manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang dimiliki oleh
organisasi. Sebab hanya dengan pengelolaan yang baik dan maksimal atas
seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value added untuk
kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang merupakan orientasi
para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.
2.1.2

Resource Based Theory

Selama akhir tahun 1960-an, para manajer, ilmuwan keperilakuan,

analis keuangan, dan akuntan menjadi semakin tertarik terhadap gagasan
akuntansi bagi manusia sebagai sumber daya organisasional. Pada awalnya,
gagasan tersebut adalah untuk „memasukkan manusia ke dalam neraca‟
karena diakui bahwa manusia adalah sumber daya yang berharga dan laporan
keuangan perusahaan tidaklah lengkap jika laporan tersebut tidak
mencerminkan status dari aktiva manusia.
Daft (1983) mendefinisikan sumber daya perusahaan sebagai semua
aset, kemampuan, proses organisasional, informasi dan pengetahuan yang
dikendalikan oleh perusahaan yang menyebabkan perusahaan mampu untuk
mengimplementasikan berbagai strategi untuk mengingkatkan efisiensi dan
efektivitas perusahaan. Resource based theory dikembangkan untuk
memahami

bagaimana

perusahaan

mencapai


keunggulan

kompetitif.

Resource based theory dipelopori oleh Penrose (1959) yang mengemukakan
bahwa sumber daya perusahaan bersifat heterogen, tidak homogen, dan jasa

Universitas Sumatera Utara

produktif yang berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan
karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan.
Dalam Resource based theory, sumber daya dapat secara umum
didefinisikan untuk memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan,
informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat
digunakan untuk memahami dan menerapkan strategi mereka. Sumber daya
perusahaan yang sukar untuk dimiliki atau yang membutuhkan proses yang
rumit untuk mendapatkannya dapat menjadi keunikan perusahaan tersebut.
Dan untuk mengembangkan keunggulan kompetitif, perusahaan harus
memiliki sumber daya dan kemampuan yang superior dan melebihi para

pesaingnya. Resource based theory berfokus pada sumber daya dan
pengelolaannya dalam organisasi yang akhirnya mengarahkan pada
penciptaan nilai dan disiplin manajemen strategis (Peppard dan Rylander,
2001).
Keunggulan kompetitif dan business performance yang baik
berhubungan dengan bagaimana perusahaan mendapatkan, mengelola, dan
menggunakan aset-aset yang bersifat strategis, baik yang berwujud maupun
tidak berwujud, yang berperan vital dalam mengembangkan keunggulan
kompetitif perusahaan dan mencapai kinerja finansial yang baik.
Untuk mencapai keunggulan kompetitif serta berkelanjutan, sumber
daya harus memenuhi kriteria “VRIN” yang dikembangkan oleh Jay Barney
(1991) yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Valuable (V): Sumber daya akan menjadi berharga jika dapat memberikan
nilai strategis pada perusahaan. Sumber daya memberikan nilai jika sumber
daya tersebut membantu perusahaan dalam mengeksploitasi peluang pasar
atau membantu mengurangi ancaman pasar. Tidak ada keuntungan memiliki
sumber daya juka sumber daya tersebut tidak menambah atau menaikkan

nilai perusahaan.
2. Rare (R): Sumber daya harus sulit ditemukan diantara para pesaing maupun
pesaing potensial. Oleh karena itu sumber daya harus langka atau unik agar
memberikan keunggulan kompetitif. Sumber daya yang dimiliki oleh
beberapa perusahaan di pasar tidak dapat memberikan keunggulan kompetitif,
karena mereka tidak dapat mendesain dan melaksanakan strategi bisnis yang
unik dibandingkan dengan kompetitor yang lain.
3. Imperfect

Imitability

(I):

Imperfect

Imitability

dapat

berarti


tidak

dimungkinkannya untuk memperbanyak atau membuat imitasi sumber daya
tersebut. Hambatan-hambatannya dapat bermacam-macam, seperti kesulitan
mengakuisisi sumber daya tersebut, hubungan yang tidak jelas antara
kemampuan dengan keunggulan konpetitif, dan kompleksitas sumber
dayanya. Sumber daya dapat menjadi sumber keunggulan kompetitif yang
berlanjut jika perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki sumber daya ini
dapat memiliki sumber daya tersebut.
4. Non-Substitution (N): Non-Substitution berarti bahwa sumber daya tidak
dapat disubstitusikan oleh sumber daya alternatif lainnya. Disini, para pesaing

Universitas Sumatera Utara

tidak dapat mencapai kinerja yang sama dengan menggantikan sumber daya
dengan sumber daya alternatif lainnya.
Intellectual Capital merupakan salah satu sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Intellectual Capital terbagi tiga bagian, yaitu human capital,
structural capital, dan customer capital (Stewart, 1997). Menurut Resource

based theory, Intellectual Capital memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber
daya unik yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh
karena itu Intellectual Capital digunakan untuk menyusun dan menerapkan
strategi perusahaan sehingga dapat meningkatkan business performance.
2.1.3

Knowledge Based Theory
Pandangan berbasis pengetahuan perusahaan (Knowledge based

theory) adalah eksistensi baru dari pandangan berbasis sumber daya
perusahaan (Resource based Theory). Resource based theory menjelaskan
adanya dua pandangan mengenai perangkat penyusunan strategi perusahaan.
Yang pertama yaitu pandangan yang berorientasi pada pasar (market-based),
dan yang kedua adalah pandangan yang berorientasi pada sumber daya
(resource-based).

Pengembangan

dari

kedua

perangkat

tersebut

menghasilkan pandangan baru, yaitu pandangan yang berorientasi pada
pengetahuan (knowledge-based).
Knowledge based theory merupakan pandangan yang berbasis sumber
daya manusia tetapi menekankan pada pentingnya pengetahuan perusahaan.
Teori ini memberikan dukungan yang kuat pada pengakuan Intellectual
Capital sebagai salah satu aset perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Knowledge based theory menganggap pengetahuan sebagai sumber
daya yang sangat penting bagi perusahaan, karena pengetahuan merupakan
aset yang apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja
perusahaan. Apabila kinerja perusahaan meningkat, otomatis nilai perusahaan
akan ikut meningkat pula.
2.1.4

Intellectual Capital
Definisi Intellectual Capital

2.1.4.1

Istilah Intellectual Capital pertama kali dikemukakan oleh John
Kenneth Galbraith yang menuliskan surat yang ditujukan kepada teman
sejawatnya, Michal Kalecki pada tahun 1969. Dalam tulisannya,
Galbraith mengemukakan berikut ini : “I wonder if you realize how
much those of us the world around have owed to the Intellectual Capital
you have provided over these last decades” (Bontis, 2000).
Definisi Intellectual Capital yang ditemukan dalam beberapa
literatur cukup kompleks dan beragam. Istilah Intellectual Capital
diperkenalkan oleh Thomas A. Stewart dengan tulisannya yang
diterbitkan pada Juni 1991 berjudul ”Brain Power – How Intellectual
Capital is Becoming America’s Most Valuable Asset”, yang
mengantarkan Intelletual Capital kepada agenda manajemen. Stewart
mendefinisikan Intellectual Capital sebagai bahan baku intelektual
seperti pengetahuan, informasi, properti intelektual, dan pengalaman
yang bersama-sama digunakan untuk menciptakan kesejahteraan dalam
perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Brooking (1996) menawarkan definisi yang lebih komprehensif
dengan menyatakan bahwa Intellectual Capital adalah istilah yang
diberikan untuk mengkombinasikan intangible asset dari pasar, properti
intelektual, infrasruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu
perusahaan menjadi berfungsi. Roos et al. (1997) menyatakan bahwa
“IC includes all the processes and the assets which are not normally
shown on the balance-sheet and all the intangible assets (trademark,
patent, and brands) which modern accounting methods consider…”
Sedangkan Bontis (1998) mengakui bahwa IC bersifat eksklusif, tetapi
sekali ditemukan dan dieksploitasi akan memberikan organisasi basis
sumber baru untuk berkompetisi dan menang (Ulum, 2009).
Lebih lanjut, Edvinsson dan Malone (1997) mengidentifikasikan
Intellectual Capital sebagai nilai yang tersembunyi (hidden value) dari
bisnis. Mereka menyebutkan bahwa IC adalah suatu jenis kontrol atas
pengetahuan, pengalaman yang bersifat empiris, teknik organisasi,
hubungan dengan pelanggan, dan keahlian pfrofesional.
Hingga saat ini belum ada definisi Intellectual Capital secara
pasti. Namun, secara garis besar, Intellectual Capital dapat diartikan
sebagai aset yang tidak berwujud dan merupakan sumber daya berisi
pengetahuan, yang dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan baik
dalam pembuatan keputusan saat ini maupun manfaat masa depan,
Perbandingan konsep Intellectual Capital menurut beberapa peneliti
dapat dilihat pada tabel 2.1.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Perbandingan Konsep Intellectual Capital Menurut Beberapa Peneliti
Brooking (UK)
Human-centered
assets
Skills, abilities and
expertise,
Problem solving
abilities
and
leadership styles
Infrastructure
assets
All
the
technologies,
process
and
methodologies that
enable company to
function
Intellectual
property
Know-how,
trademarks
and
patents

Roos (UK)
Human Capital
Competence,
attitude,
and
intellectual agility

Stewart (USA)
Human Capital
Employees are an
organization‟s
most
important
asset

Organisational
capital
All organizational,
innovation,
processes,
intellectual
property,
and
cultural assets
Renewal
and
development
capital
New patents and
training efforts

Structural
capital
Knowledge
embedded
information
technology

Bontis (Kanada)
Human Capital
The individu level
knowledge
that
each
employee
possesses

Structural
capital
Non-human assets
in or organizational
capabilities used
to meet market
requirements

Structural
capital
All patents, plans
and trademarks

Intellectual
property
Unlike, IC, IP is a
protected
asset
and has a legal
definition
Market assets
Relational capital Customer
Relational
Brands, customers, Relationship which Capital
capital
customer loyalty include
internal Market
Customer capital
and
distribution and
external information used is only one feature
channels
stakeholders
to capture and of the knowledge
retain customers
embedded
in
organizational
relationships
Sumber: Bontis et al. (2000) dalam Ulum (2009)
Selama ini, terdapat ketidakjelasan dalam membedakan
antara Intellectual Capital, intangible assets, dan kekayaan intelektual

Universitas Sumatera Utara

(intellectual property). Intangible assets telah dirujuk sebagai goodwill
(ASB, 1997; IASB, 2004), dan Intellectual Capital adalah bagian dari
goodwill. Kekayaan intelektual dapat didefinisikan sebagai aset tidak
berwujud, seperti hak paten, merek dagang dan hak cipta, yang dapat
dimasukkan dalam laporan keuangan tradisional. Dewasa ini, sejumlah
skema telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan
secara spesifik memisahkan Intellectual Capital ke dalam kategori
External (customer related) capital, internal (structural) capital, dan
human capital (Brennan dan Connell, 2000; Edvinsson dan Malone,
1997).Mengukur kekayaan intelektual adalah penting karena sebuah
organisasi mengetahui apa yang dimiliki tetapi tidak mengetahui proses
yang diperlukan untuk mencapainya. Intellectual Capital dapat
dikatakan sebagai hasil dari proses transformasi ilmu pengetahuan atau
ilmu pengetahuan yang bertransformasi menjadi kekayaan intelektual
(Ting dan Lean, 2009).
Banyak praktisi yang menyatakan bahwa Intellectual Capital
terdiri dari tiga elemen utama (Stewart 1998; Sveiby 1997; Bontis 2000)
yaitu :
1.

Human Capital

Human capital merupakan kombinasi dari pengetahuan,
keahlian (skill), kemampuan melakukan inovasi, dan kemampuan
menyelesaikan tugas, meliputi nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya
(Bontis, 2000). Human capital berhubungan dengan keahlian, bakat dan

Universitas Sumatera Utara

sikap karyawan yang dilaporkan secara luas. Chen et al. (2005) lebih
jauh menyatakan bahwa

Human

capital

berhubungan dengan

pengetahuan dan keahlian yang ada dalam pikiran karyawan, dan
apabila perusahaan tidak dapat memanfaatkan karyawan tersebut,
pengetahuan dan keahlian karyawan tersebut akan terbuang sia-sia dan
tidak dapat diterjemahkan menjadi suatu nilai bagi perusahaan.
Sawarjuwono dan Kadir (2003) menyatakan bahwa human
capital adalah lifeblood dalam modal intelektual. human capital
mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan
solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang
yang ada dalam perusahaan tersebut. Human capital akan meningkat
jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh
karyawannya. Brinker (dalam Sawarjuwono dan Kadir, 2003)
memberikan beberapa karakteristik dasar yang dapat diukur dalam
modal ini, yaitu training programmes, credential, experience,
competence, recruitment, mentoring, learning progamme, individual
potential, and personality.
Stewart (1997) mengartikan human capital sebagai manusia itu
sendiri yang secara personal dipinjamkan kepada perusahaan dengan
kapabilitas individunya, komitmen, pengetahuan, dan pengalaman
pribadi. Walaupun tidak semata-mata dilihat dari individual tapi juga
sebagai tim kerja yang memiliki hubungan pribadi baik di dalam
maupun luar perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Human capital penting karena merupakan sumber inovasi dan
pembaharuan strategi yang dapat diperoleh dari brainstorming melalui
riset laboratorium, impian manajemen, process reengineering, dan
perbaikan atau pengembangan keterampilan pekerja. Selain itu, Human
capital memberikan nilai tambah dalam perusahaan setiap hari, melalui
motivasi, komitmen, kompetensi serta efektivitas kerja tim. Nilai
tambah yang dapat diatribusikan oleh pegawai berupa pengembangan
kompetensi yang dimiliki oleh perusahaan, pemindahan pengetahuan
dari pegawai ke perusahaan serta perubahan budaya manajemen (Mayo,
2000).
2.

Structural Capital

Structural capital merupakan sarana dan trasarana yang
mendukung karyawan untuk menciptakan kinerja yang optimum,
meliputi struktur organisasi, paten, dan trade mark (Hartono, 2001).
Wang dan Chan (2008) mendeskripsikan bahwa structural capital
memiliki hubungan dengan sistem dan struktur perusahaan yang dapat
membantu karyawan untuk mecapai kinerja intelektual maksimal
mereka, sehingga kinerja perusahaan secara keseluruhan dapat
meningkat. Structural capital dapat diklasifikasikan menjadi budaya
perusahaan, struktur organisasi, pembelajaran organisasi, proses
operasional perusahaan dan sistem informasi.
Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau
perusahaan

dalam

memenuhi

proses

rutinitas

perusahaan

dan

Universitas Sumatera Utara

strukturnya, yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan
kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan.
Seorang individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi,
tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk, maka
Intellectual Capital tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal
(Sawarjuwono dan Kadir, 2003).
Strucutural capital dalam suatu perusahaan terdiri atas empat
elemen, yaitu :
1.

System,

merupakan

cara

dimana

proses

organisasi

(informasi, komunikasi, dan pembuatan keputusan) dan output (product,
service, dan capital proceed) dijalankan.
2.

Structure, merupakan penyusunan tanggung jawab dan

penghitungan yang mengidentifikasikan posisi dan hubungan di antara
anggota-anggota organisasi.
3.

Strategy, merupakan tujuan-tujuan organisasi dan cara

untuk mencapatnya.
4.

Culture, merupakan penjumlahan opini-opini individual,

pemikiran bersama, nilai-nilai dan norma dalam organisasi.
3.

Customer Capital

Customer capital mencerminkan hubungan dengan pihak luar
dari organisasi, seperti koneksi, loyalitas pelanggan, dan hubungan yang
baik dengan supplier. Elemen ini merupakan komponen modal
intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Customer capital

Universitas Sumatera Utara

merupakan hubungan yang harmonis/association network yang dimiliki
oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang berasal dari para
pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal
dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan ataupun
berasal dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan
masyarakat sekitar (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Customer capital
dapat muncul dari berbagai bagian di luar lingkungan perusahaan yang
dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Dengan melakukan pengelolaan Intellectual Capital, perusahaan
akan memiliki keunggulan kompetitif. Selain itu, pengelolaan
Intellectual Capital juga memberikan pendapat sebagai berikut :
1.

Memberikan informasi mengenai kemampuan perusahaan

dan bagaimana perusahaan tersebut mampu melakukan aktivitas dengan
baik.
2.

Memberikan informasi untuk bisa mengenali usaha-usaha

manajemen dalam pengembangan kondisi pengetahuan yang dimiliki
perusahaan.
3.

Memberikan informasi mengenai pengembangan sumber

pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan.
2.1.4.2 Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)
Metode pengukuran Intellectual Capital dapat dikelompokkan
ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu :
1.

Metode pengukutan non moneter

Universitas Sumatera Utara

a.

The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan

Norton (1992);
b.

Brooking’s Technology Broker method (1996);

c.

The Skandia IC Report method oleh Edvinsson dan Malone

d.

The IC-Index dikembangkan oleh Roos et al. (1997);

e.

Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997);

f.

The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);

g.

Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay

(1997);

(2000); dan
h.

The Ernst & Young Model oleh Barsky dan Marchant

2.

Metode pengukuran moneter

a.

The EVA and MVA model (Bontis et al., 1999);

b.

The Market to Book Value model (beberapa penulis);

c.

Tobin’s q method (Luthy, 1998);

d.

Pulic’s VAIC model (1998, 2000);

e.

Calculated intangible value (Dzinkowski, 2000); dan

f.

The Knowledge Capital Earnings model (Lev dan Feng,

(2000).

2001)
Pulic (1998) menjelaskan bahwa value added adalah indikator
yang

paling

objektif

untuk

menilai

keberhasilan

bisnis

dan

menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value

Universitas Sumatera Utara

creation).VAIC merupakan metode pendekatan yang memiliki potensi
aplikasi praktis dalam analisis data dari laporan keuangan suatu
perusahaan. Model ini unik karena menggunakan data dari laporan
keuangan konvensional.
Firer dan Williams (2003) menjelaskan bahwa tidak seperti
pendekatan lain untuk mengukur Intellectual Capital, yang telah
dikritik karena tingkat subjektivitas terhubung dengan indikator dasar
mereka, model ini menggunakan data dari sumber yang mudah
diidentifikasi berasal dari informasi yang telah diaudit. Pulic mendesain
model ini dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai
efisiensi penciptaan nilai dari tangible asset dan intangible asset dalam
suatu perusahaan. Pulic memikirkan aspek lain yang dianggap penting
dalam penciptaan nilai yang belum terjawab metode lain.
Metode VAIC digunakan untuk mengukur Intellectual Capital,
dengan berawal dari kemampuan suatu perusahaan untuk dapat
menciptakan value added (VA). Value added inilah yang menjadi kunci
yang sangat objektif dalam penilaian kinerja bisnis suatu perusahaan.
Selain itu, value added juga dapat membuktikan bahwa adanya
kemampuan yang dimiliki perusahaan untuk menciptakan nilai. Value
added dapat dihitung sebagai selisih antara output dengan input (Pulic,
1999).
Output dalam VA mempresentasikan revenue dan mencakup
seluruh produk dan jasa yang dijual ke pasar, sedangkan input

Universitas Sumatera Utara

mencakup seluruh beban yang digunakan untuk memperoleh revenue
(Tan et al., 2007). Hal penting dalam model VAIC ini adalah bahwa
beban karyawan tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya
dalam

value

proses

creation,

intellectual

potential

(yang

dipresentasikan dalam labour expenses) tidak dihitung sebagai biaya
(cost) dan tidak masuk dalam komponen input (Pulic, 1999). Karena itu,
aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja
sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity).
Metode VAIC mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan
yaitu modal manusia, modal struktural, serta modal fisik dan finansial
yang terdiri dari :
1.

Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi

nilai tambah modal manusia. HCE merupakan rasio dari value added
(VA) terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan
kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan.
HCE

dapat

diartikan

juga

sebagai

kemampuan

perusahaan

menghasilkan nilai tambah untuk setiap kontribusi rupiah yang
dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa banyak
VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
(Ulum, 2008).
2.

Structural Capital Efficiency (SCE) adalah indikator

efisiensi nilai tambah modal struktural. SCE merupakan rasio Structural
Capital (SC) terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang

Universitas Sumatera Utara

dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan
indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al.,
2007).
3.

Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator

efisiensi nilai tambah modal yang digunakan. CEE merupakan rasio VA
terhadap Capital Employed (CE). CEE menggambarkan berapa banyak
nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal fisik yang
digunakan. Menurut asumsi Pulic, jika satu unit CE dalam suatu
perusahaan menghasilkan return yang lebih tinggi dibandingkan
perusahaan lain, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan

telah

memanfaatkan CE sebagai bagian dari Intellectual Capital yang lebih
baik. CEE menjadi indikator dari kemampuan intelektual perusahaan
untuk lebih memanfaatkan modal fisik.
2.1.5

Kinerja Keuangan
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika (Prawirosentono, 1997). Kinerja perusahaan merupakan ukuran
kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi kelangsungan
perusahaan di masa depan. Kinerja perusahaan merupakan suatu tampilan
keadaan perusahaan selama periode tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Untuk mengetahui kinerja yang dicapai maka dilakukan pengukuran
kinerja. Ukuran kinerja yang umum digunakan

adalah ukuran kinerja

keuangan. Kinerja keuangan dapat diukur dari laporan keuangan yang
dikeluarkan secara periodik yang memberikan suatu gambaran tentang posisi
keuangan perusahaan. Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan
digunakan rasio-rasio keuangan. Berbagai rasio dapat digunakan, tetapi
dalam penelitian ini digunakan satu macam rasio keuangan yang
mencerminkan efisiensi perusahaan terhadap total aktiva yang didefinisikan
sebagai berikut :
1. Return on total asset (ROA) merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi
perusahaan dalam pemanfaatan total aset (Chen et al., 2005). Rasio ini
mewakili rasio profitabilitas, yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan.
Semakin tinggi nilai ROA, semakin efisien perusahaan dalam menggunakan
asetnya, baik aset fisik maupun aset non-fisik (Intellectual Capital) akan
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2.1.6

Efisiensi
Efisiensi berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan

keuntungan lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
aset tersebut. Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan antara keluaran
(output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari
satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi
apabila :

Universitas Sumatera Utara

1. Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibandingkan jumlah
unit input yang dipergunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan
jumlah output yang sama.
2. Menggunakan jumlah menurut unit input yang sama, tetapi dapat
menghasilkan jumlah output yang lebih besar.
Efisiensi dalam perbankan salah satunya adalah efisiensi biaya.
Efisiensi biaya mencerminkan seberapa besar diperlukan pengeluaran biaya
untuk melaksanakan kegiatan yang ditentukan. Bank yang sehat adalah bank
yang dapat diukur secara rentabilitas yang terus meningkat.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu telah banyak menemukan bukti bahwa terdapat
hubungan antara Intellectual Capital dengan kinerja perusahaan, antara lain
Bontis (2000), Firer dan Williams (2003), Chen et al. (2005), Tan, Plowman, dan
Hancock (2007), Ulum (2008), dan Clark et al. (2011).
Bontis (2000) mengukur hubungan tiga elemen IC yaitu Human Capital
(HC), Structural Capital (SC), dan Customer Capital (CC) dengan kinerja pada
sektor industri di Kanada dan Malaysia. Dari hasil kedua penelitian tersebut
disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara IC dengan kinerja industri walau
terdapat perbedaan dimana SC dan CC perusahaan berhubungan dengan kinerja
industri Kanada, dan hanya elemen SC yang berhubungan dengan kinerja industri
Malaysia.
Firer dan Williams (2003) menggunakan pendekatan VAIC untuk
mengukur hubungan antara IC dan pengukuran tradisional kinerja perusahaan

Universitas Sumatera Utara

pada perusahaan public di Afrika Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa tiga
komponen efisiensi tidak berdampak dengan variabel dependen (profitabilitas,
produktivitas, dan nilai pasar).
Chen et al. (2005) melakukan investigasi empiris terhadap hubungan
antara IC, market value dan financial performance. Penelitian ini menggunakan
sampel dari perusahaan yang listing di Taiwan, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa IC merupakan aset strategis yang signifikan karena berhubungan positif
dengan nilai pasar perusahaan dan kinerja perusahaan.
Tan, Plowman, dan Hancock (2007) menggunakan pendekatan VAIC
untuk mengolah data dari 150 perusahaan yang terdaftar di Singapore Stock
Exchange, menyimpulkan bahwa IC dan kinerja perusahaan positif terkait dan IC
berhubungan dengan kinerja perusahaan mendatang. Clarke et al. (2011) juga
meneliti hubungan IC dengan kinerja perusahaan yang terdaftar di Australia tahun
2004-2008. Penelitian ini tidak hanya mengukur VAIC tetapi juga tiap
komponennya yang terdiri dari human, structural, dan capital employed
efficiencies (HCE, SCE, CEE) dan juga variabel kontrol yang diukur dengan
Leverage, Research Intensity, Year, Industry. Hasil penelitian ini adalah VAIC
dan tiap komponennya (HCE, SCE, CEE) tidak berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan (ROA, ROE, RG, EP).
Di Indonesia, Ulum (2008) melakukan penelitian terhadap 130 perusahaan
perbankan Indonesia dengan metode Partial Least Square (PLS). Sektor
perbankan digunakan karena karyawannya lebih homogen dibandingkan sektor
ekonomi lainnya. Hasilnya menunjukkan bahwa IC berpengaruh terhadap kinerja

Universitas Sumatera Utara

keuangan perusahaan masa kini maupun kinerja keuangan perusahaan di masa
datang, namun pertumbuhan Intellectual Capital (ROGIG) tidak berpengaruh
terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa datang.
Tabel 2.2
Penelitian-Penelitian Empiris tentang Hubungan Intellectual Capital dan
Kinerja Perusahaan
Peneliti
Bontis (1998)

Negara
Kanada

Metode
Kuesioner, PLS

Hasil
HC berhubungan dengan SC
dan CC, CC berhubungan
dengan SC, CC dan SC
berhubungan dengan kinerja
industri.
Bontis et al.
Malaysia
Kuesioner, PLS
HC berhubungan dengan SC
(2000)
dan CC; CC berhubungan
dengan SC; SC berhubungan
dengan kinerja industri.
Firer
dan Afrika
VAIC,
Regresi VAIC berhubungan dengan
Williams
Selatan
Linier Berganda
kinerja perusahaan (ROA,
(2003)
ATO, MBA).
Chen et al. Taiwan
VAIC,
Korelasi, IC berpengaruh terhadap nilai
(2005)
Regresi
pasar dan kinerja perusahaan;
RD & AD berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
Clarke et al. Australia
VAIC,
Regresi IC tidak berpengaruh terhadap
(2011)
Linier
kinerja perusahaan, baik masa
kini maupun masa mendatang; VAIC tidak berhubungan dengan kinerja perusahaan (ROA, ROE, RG, EP)
dan HCE, SCE, CEE tidak
berhubungan pula dengan
kinerja perusahaan.
Ulum (2008) Indonesia
VAIC, PLS
IC berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan
masa kini maupun masa
mendatang, namun ROGIG
tidak berpengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan
di masa mendatang.
Sumber : Beberapa Hasil Penelitian (diolah)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual
Mengacu pada teori Resource Based Theory yang menyatakan bahwa
semakin baik perusahaan mengelola sumber dayanya maka akan menciptakan
nilai bagi perusahaan yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya
yang dimaksud dalam hal ini adalah Value Added Intellectual Coefficient yang
pada penelitian ini tidak hanya VAIC saja yang diukur tetapi juga tiap
komponennya yang terdiri dari Human Capital Efficiency (HCE), Structural
Capital Efficiency (SCE), dan Capital Employed Efficiency (CEE).
Penelitian tentang hubungan antara Intellectual Capital dengan kinerja
perusahaan pernah dilakukan oleh Bontis (1998). Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa IC memiliki dampak yang signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan
hipotesis, maka untuk menggambarkan hubungan dari variabel independen dan
dependen dalam penelitian kali ini dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoritis
yang mengenai pengaruh IC terhadap kinerja perusahaan pada industri perbankan
di Indonesia.
Gambar 2.1 menjelaskan kerangka pemikiran teoritis 1, dalam model ini
variabel dependen yang digunakan adalah Return on Asset (ROA). Sedangkan
variabel independennya adalah Value Added Intellectual Efficiency (VAIC),
Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital Efficiency (SCE), dan
Capital Employed Efficiency (CEE).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

VAIC

HCE

ROA

SCE
CEE

2.4 Hipotesis
2.4.1

Hubungan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) dengan
Return on Asset (ROA)
Resource Based Theory dan Knowledge Based Theory menyatakan

bahwa perusahaan yang mampu mengelola sumber daya dan pengetahuannya
dengan baik maka perusahaan tersebut akan memiliki keunggulan kompetitif
yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Kinerja perusahaan dapat
diukur melalui beberapa rasio profitabilitas.
Return on Asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas yang mengukur
jumlah laba yang diperoleh dari tiap rupiah aset yang dimiliki oleh suatu
perusahaan. Semakin tinggi nilai ROA maka akan semakin efisien
perusahaan dalam menggunakan asetnya, baik berupa aset fisik maupun nonfisik.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Chen et al. (2005),
Tan et al. (2007), dan Ting dan Lean (2009) tentang Intellectual Capital
berpengaruh

terhadap

kinerja

perusahaan.

Hasil

penelitian

mereka

menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara IC dengan kinerja
perusahaan. Oleh karena itu, dengan pengelolaan IC yang baik dapat
menciptakan value added yang berguna dalam peningkatan ROA perusahaan.
Berdasarkan penelitian terdahulu maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) berpengaruh positif
terhadap Return on Asset.
2.4.2 Hubungan Human Capital Efficiency (HCE), Structural Capital
Efficiency (SCE), dan Capital Employed Efficiency (CEE) dengan
Return on Asset (ROA)
Human

Capital

merupakan

pengetahuan,

keterampilan,

dan

kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan
profesional. Sesuai dengan Resource Based Theory dan Knowledge Based
Theory yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dipandang sebagai
aset perusahan. Human Capital diukur dengan sebuah indikator yaitu Human
Capital Efficiency (HCE).
HCE menunjukkan berapa banyak value added (VA) yang dapat
dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga
kerja (Ulum, 2008). HCE diperoleh jika gaji dan tunjangan yang lebih rendah
dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau dengan gaji dan
tunjangan yang lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin

Universitas Sumatera Utara

meningkat lagi. Gaji dan tunjangan yang lebih besar kepada karyawan
diharapkan dapat memotivasi karyawan tersebut untuk meningkatkan
produktivitasnya dalam proses produksi.
Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik dalam
perusahaan dapat meningkatkan produktivitas karyawan yang nantinya juga
akan meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan. Produktivitas
karyawan yang semakin meningkat menunjukkan bahwa karyawan semakin
baik dalam mengelola aset perusahaan. Hal ini dapat meningkatkan laba atas
sejumlah aset yang dimiliki perusahaan yang diukur dengan Return on Asset
(ROA).
Semakin tinggi HCE, maka semakin tinggi pula ROA perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, HCE berpengaruh positif berpengaruh positif
terhadap ROA. Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
H2a : Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif terhadap
Return on Asset (ROA).
Structural Capital mencakup semua pengetahuan dalam perusahaan
selain pengetahuan yang ada pada modal manusia, yang mencakup database,
bagan organisasi, proses manual, strategi, rutinitas, dan sesuatu yang nilainya
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai materi (Bontis et al., 2000). Strucutral
Capital merupakan sarana pendukung Human Capital dalam meningkatkan
kinerja perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

Dalam mengukur Structural Capital digunakan suatu indikator yaitu
Structural Capital Efficiency (SCE). SCE dapat mengukur jumlah Structural
Capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari value added dan
merupakan indikasi bagaimana Structural Capital dalam penciptaan nilai
(Tan et al., 2007). Structural Capital dapat diukur dari value added dikurangi
Human Capital. Value added adalah hasil penjualan (total pendapatan)
dikurangi dengan total beban. SCE menunjukkan berapa banyak jumlah
Structural Capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan value added secara
efisien.
Semakin tinggi SCE maka akan semakin tinggi pula ROA perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, Structural Capital Efficiency berpengaruh positif
terhadap ROA. Penelitian yang dilakukan Firer dan Williams (2003)
menunjukkan bahwa Structural Capital Efficiency berpengaruh positif
terhadap Return on Asset. Berdasarkan uraian di atas maka diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut :
H2b : Structural Capital Efficiency(SCE) berpengaruh secara positif
terhadap Return on Asset (ROA).
Capital Employed menggambarkan berapa banyak nilai tambah
perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. Capital Employed
Efficiency (CEE) melengkapi Human Capital Efficiency (HCE) dan
Structural Capital Efficiency (SCE) sehingga efisiensi pengelolaan CEE juga
merupakan penentuan pengelolaan aset (Clarke et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

Pulic (1998) mengemukakan bahwa Intellectual Capital tidak dapat
menciptakan nilainya sendiri dan harus dikombinasikan dengan modal (fisik
dan keuangan) karyawan (CE). CEE diperoleh jika modal yang digunakan
lebih sedikit maka dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau modal
yang digunakan lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin
meningkat lagi. Modal yang digunakan merupakan nilai aset yang
berkontribusi pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan,
sehingga pendapatan perusahaan pun akan meningkat pula. Hal ini dapat
meningkatkan laba dari aset yang diukur dengan ROA dan berarti perusahaan
telah mempunyai kinerja keuangan yang baik.
Semakin tinggi CEE maka akan semakin tinggi pula ROA perusahaan
tersebut. Oleh karena itu, Capital Employed Efficiency berpengaruh positif
terhadap ROA. Penelitian Chen et al. (2005) menunjukkan bahwa Capital
Employed Efficiency berpengaruh positif terhadap Return on Asset.
Berdasarkan uraian di atas maka diajukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
H2c : Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh secara positif
terhadap Return on Asset (ROA).

Universitas Sumatera Utara